Anda di halaman 1dari 28

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DAN TINDAK

PIDANA PENCUCIAN UANG


(Studi Putusan Nomor 1491 K/Pid.Sus/2016)

JURNAL

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara

Oleh

INDAH PRICILIA PURBA


140200478

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DAN TINDAK


PIDANA PENCUCIAN UANG
(Studi Putusan Nomor 1491 K/Pid.Sus/2016)

JURNAL

Oleh

INDAH PRICILIA PURBA


140200478

Disetujui Oleh
Ketua

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Dr. M. Hamdan, SH. M.H


NIP. 195703261986011001

EDITOR

Dr. M. Hamdan, SH. M.H Dr. M. Ekaputra, SH. M.Hum


NIP. 195703261986011001 NIP. 197110051998011001

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
CURRICULUM VITAE

A. IDENTITAS DIRI
DATA PRIBADI
Nama : Indah Pricilia Purba
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 29 September 1995
Agama : Kristen Protestan
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl.Kuswari No. 60 C
Email : indahprclp@yahoo.com

B. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN

Formal
2001 – 2007 SD Methodist 1 Medan
2007 – 2010 SMP Methodist 1 Medan
2010 – 2013 SMA Methodist 1Medan
2014 – 2019 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

C. PENGALAMAN ORGANISASI
2008 – 2010 Koordinator Mading OSIS SMP Methodist 1 Medan
2011 – 2013 Bendahara Organisasi Siswa Methodist Anti Narkoba (SMANK)
2015 – 2017 Anggota Bidang Pemberdayaan Perempuan Dalam Pemerintahan Mahasiswa
(PEMA) FH USU
2017 – 2020 Bendahara Pemuda GKPS Resort Polonia

D. PENGALAMAN KERJA

Januari 2019 – April 2019 PT. KOLABORASI KREASI INDONESIA


ABSTRAK
ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DAN TINDAK
PIDANA PENCUCIAN UANG
(Studi Putusan Nomor 1491 K/Pid.Sus/2016)

Indah Pricilia Purba*)


M. Hamdan**)
M. Ekaputra***)
Tindak penggelapan dapat dilakukan oleh pihak yang berada di dalam
ataupun di luar lingkungan perusahan, namun pada umumnya dilakukan oleh pihak
yang berada di dalam lingkungan perusahaan. Undang-Undang No. 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
(suplementary crimes), terdapat tidak kurang dari 26 macam yang menjadi
predicate crimes.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah pengaturan hukum tindak pidana
penggelapan. Pengaturan hukum tindak pidana pencucian uang dan penerapan
hukum terhadap pelaku tindak pidana penggelapan dan tindak pidana pencucian
uang (analisis putusan Nomor 1491 K/Pid.Sus/2016).
Jenis penelitian yang digunakan adalah hukum normatif yang dilakukan
dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yakni dengan
melakukan analisis terhadap permasalahan dan penelitian melalui
pendekatanterhadap asas-asas hukum yang mengacu pada norma-norma atau
kaidah-kaidahhukum positif yang berlaku.
Tindak pidana penggelapan diatur dalam BAB XXIV (Buku II)
KUHPidana, yaitu Pasal 372. Tindak pidana pencucian uang diatur dalam Pasal 3
UU No. 8 tahun 2010 Penerapan hukum terhadap pelaku tindak pidana penggelapan
dan tindak pidana pencucian uang (analisis putusan Nomor 1491 K/Pid.Sus/2016),
Terdakwa Joni Wijaya telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana “ Penggelapan” dan tindak pidana “Pencucian Uang”,
oleh karena itu Majelis Hakim menjatuhkan pidana kepada Terdakwa,dengan
pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dan pidana denda sebesar
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda
tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.
Penulis setuju dengan putusan yang diberikan oleh hakim hakim, karena Perbuatan
Terdakwa Joni Wijaya tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam
Pasal 372 KUHP dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diancam pidana
dalam Pasal 3 UU No.8 Tahun 2010.

Kata Kunci : Tindak Pidana, Penggelapan, Pencucian Uang 1

*)Mahasiswa Fakultas Hukum USU


**) Dosen Pembimbing I
***) Dosen Pembimbing II
ABSTRACT

JURIDIS ANALYSIS OF CRIMINAL MEASUREMENT AND MONEY


LAUNDERING CRIMINAL ACTION
(Study Decision Number 1491 K/Pid.Sus/2016)

Indah Pricilia Purba*)


M. Hamdan**)
M. Ekaputra***)

The embezzlement can be carried out by parties inside or outside the


company's environment, but generally carried out by parties within the company
environment. Law No. 8 of 2010 concerning Prevention and Eradication of Crime
of Money Laundering (supplementary crimes), there are no less than 26 types that
become predicate crimes.
The problem in this study is the legal regulation of criminal acts of
embezzlement. Legal arrangements for crime of money laundering and legal
application of perpetrators of criminal acts of embezzlement and criminal acts of
money laundering (analysis of decisions Number 1491 K / Pid.Sus / 2016).
The type of research used is normative law carried out in this study using a
normative juridical approach, namely by analyzing problems and research through
approaching legal principles that refer to the applicable norms or positive rules.
The crime of embezzlement is regulated in CHAPTER XXIV (Book II) of
the Criminal Code, namely Article 372. Crime of money laundering is regulated
in Article 3 of Law No. 8 of 2010 Application of the law against perpetrators of
criminal acts of embezzlement and criminal acts of money laundering (analysis of
decisions Number 1491 K / Pid.Sus / 2016), Defendant Joni Wijaya has been
proven legally and convincingly guilty of committing a crime "Emblem" and
criminal acts "Washing Money ", therefore the Panel of Judges sentenced the
Defendant, with imprisonment for 8 (eight) years and a fine of Rp 50,000,000
(fifty million rupiahs) with the provision that the criminal fine was not paid, then
replaced with a criminal confinement for 3 (three) months. The author agrees with
the verdict given by the judge, because the Actions of the Defendant Joni Wijaya
are as regulated and threatened with crimes in Article 372 of the Criminal Code
and criminal acts of money laundering as threatened by criminal provisions in
Article 3 of Law No. 8 of 2010.

Keywords: Crime, Emblem, Money Laundering.2

*) USU Law Faculty students


**) Supervisor I
***) Supervisor II
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tindak pidana penggelapan merupakan salah satu jenis kejahatan terhadap
kekayaan manusia yang diatur didalam Kitab Undang-undang Pidana (selanjutnya
disebut KUHP). Tindak pidana penggelapan itu sendiri diatur didalam buku kedua
tentang kejahatan dalam Pasal 372 – Pasal 377 KUHP, yang merupakan kejahatan
yang sering sekali terjadi dan dapat terjadi di segala bidang bahkan pelakunya di
berbagai lapisan masyarakat, baik dari lapisan bawah sampai masyarakat lapisan
atas pun dapat melakukan tindak pidana penggelapan yang merupakan kejahatan
yang berawal dari adanya suatu kepercayaan pada orang lain, dan kepercayaan
tersebut hilang karena lemahnya suatu kejujuran. Pasal 374 KUHP pada dasarnya
hanyalah pemberatan dari Pasal 372 KUHP, yaitu apabila dilakukan dalam
hubungan jabatan, sehingga kalau Pasal 374 KUHP dapat dibuktikan, maka Pasal
372 KUHP dengan sendirinya dapat dibuktikan juga.3
Tindak penggelapan dapat dilakukan oleh pihak yang berada di dalam
ataupun di luar lingkungan perusahan, namun pada umumnya dilakukan oleh
pihak yang berada di dalam lingkungan perusahaan, karena biasanya pihak
tersebut memahami mengenai pengendalian internal yang berada di dalam
perusahan tempat ia bekerja, sehingga bukanlah hal yang sulit untuk melakukan
tindak penggelapan. Setiap perusahaan atau institusi apapun juga rentan akan
terjadinya penggelapan, terlebih-lebih dalam perusahaan. 4 Dewasa ini berbagai
jenis kejahatan baik dilakukan oleh perorangan maupun oleh korporasi yang dapat
dilakukan dengan mudah serta menghasilkan harta kekayaan dalam jumlah yang
cukup besar, seperti korupsi, penyelundupan, kejahatan perbankan, narkotika,
penipuan, penggelapan, terorisme, kejahatan kejahatan tersebut tidak hanya
dilakukan dalam batas wilayah suatu negara, namun meluas melintasi batas

3
Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP, cetakan kelimabelas, (Jakarta:RajaGrafindo
Persada, 2011), h. 231-240.
4
Mahendri Massie. Tindak Pidana Penggelapan dalam Menggunakan Jabatan
Berdasarkan Pasal 415 KUHP. Jurnal Lex Crimen. Vol. VI/No. 7/Sep/2017, h 101
wilayah negara, yang dikenal dengan kejahatan transnasional, (transnasional
organized crime).5
Pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang berdimensi internasional
merupakan hal baru di banyak negara termasuk Indonesia. Sebegitu besarnya
dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap perekonomian suatu negara,
sehingga negara-negara di dunia dan organisasi internasional merasa tergugah dan
termotivasi untuk menaruh perhatian yang lebih serius terhadap pencegahan dan
pemberantasan kejahatan pencucian uang. Hal ini tidak lain, karena kejahatan
pencucian uang (money laundering) tersebut baik secara langsung maupun tidak
langsung dapat mempengaruhi sistem perekonomian, dan pengaruhnya tersebut
merupakan dampak negatif bagi perekonomian itu sendiri. 6
Di dalam pertimbangan hukumnya judex facti langsung menyimpulkan
bahwa apa yang dilakukan oleh Terdakwa Joni Wijaya merupakan masuk dalam
ruang lingkup perdata terhadap alasan yang ada di dalam pertimbangan hukum
tersebut Penuntut Umum tidak sependapat dengan Majelis Hakim dalam surat
dakwaannya khususnya dakwaan kesatu adalah penggelapan terhadap saham yang
dijaminkan (saham yang terpisah) dan bukan saham yang di-REPO-kan. Di dalam
perjanjian REPO antara korban (Gupta Yamin) dengan Terdakwa Joni Wijaya
disebutkan bahwa saham yang di REPO-kan adalah bukan 45.977.012 lembar
saham CNKO,Tbk tetapi 22.988.506 lembar saham dengan nilai
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sedangkan yang 22.988.506 lembar
saham hanya sebagai jaminan, jika terjadi penurunan nilai atas harga saham
CNKO tersebut. Dengan demikian, maka Penuntut Umum berpendapat bahwa
Terdakwa telah memiliki niat tidak baik/niat jahat, karena perjanjian REPO
tersebut hanyalah sebagai modus untuk mendapatkan keuntungan, karena
Terdakwa telah menjual seluruh saham baik yang di REPO-kan maupun yang
hanya sebagai jaminan saja dengan nilai uang yang ia terima dari hasil penjualan
tersebut adalah Rp17.066.365.018 ,00 sebagaimana dalam pertimbangan hukum
Majelis Hakim, dengan demikian, maka Terdakwa mendapat keuntungan dalam

5
Mabes Polri, Pedoman Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang, (Jakarta:Mabes
Polri 2003), h.1
6
Bismar Nasution, Rezim Anti Money Laundering di Indonesia (Bandung: BooksTerrace
& Library, 2008), h 1
waktu kurang dari seminggu, sehingga tidaklah cukup beralasan kalau harga
saham mengalami penurunan dan Terdakwa dirugikan.
Di dalam pertimbangan hukumnya judex facti langsung menyimpulkan
bahwa apa yang dilakukan oleh Terdakwa Joni Wijaya adalah masuk dalam ruang
lingkup perdata,terhadap alasan yang ada di dalam pertimbangan hukum tersebut,
Penuntut Umum tidak sependapat mengingat apa yang dipersoalkan oleh Penuntut
Umum di dalam surat dakwaannya khususnya dakwaan Kesatu adalah
penggelapan terhadap saham yang dijaminkan (saham yang terpisah) dan bukan
saham yang di-REPO-kan. Di dalam perjanjian REPO antara korban (Gupta
Yamin) dengan Terdakwa Joni Wijaya disebutkan bahwa saham yang di REPO
kan adalah bukan 45.977.012 lembar saham CNKO Tbk, tetapi 22.988.506 lembar
saham dengan nilai Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), sedangkan yang
22.988.506 lembar saham hanya sebagai jaminan jika terjadi penurunan nilai atas
harga saham CNKO tersebut.7
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dilakukan
penelitian dengan judul Analisis Yuridis Tindak Pidana Penggelapan dan
Tindak Pidana Pencucian Uang (Studi Putusan Nomor 1491 K/Pid.Sus/2016).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah pengaturan hukum tindak pidana penggelapan ?
2. Bagaimanakah pengaturan hukum tindak pidana pencucian uang?
3. Bagaimanakah penerapan hukum terhadap pelaku tindak pidana penggelapan
dan tindak pidana pencucian uang (analisis putusan Nomor 1491
K/Pid.Sus/2016)?
C. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif.
Metode penelitian normatif merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk
menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi

7
Ibid
normatifnya. 8 Penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum yang
meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma mengenai asas-asas,
norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian
serta doktrin.9
2. Sifat penelitian
Sifat penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
penelitian deskripstif analisis, yaitu penelitian bersifat pemaparan yang bertujuan
untuk memperoleh gambaran (deskriptif) lengkap tentang keadaan hukum yang
berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu, atau peristiwa hukum yang
terjadi di dalam masyarakat.10
3. Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder
adalah data yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan atau penelaahan
terhadap berbagai literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah
atau materi penelitian yang sering disebut bahan hukum.11
4. Teknik pengumpulan data
Teknik penelitian hukum normatif atau kepustakaan. Teknik pengumpulan
data dalam penelitian hukum normatif dilakukan dengan studi pustaka terhadap
bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun
bahan hukum tersierdan atau bahan non hukum. Penelusuran bahan-bahan hukum
tersebut dapat dilakukan dengan membaca, melihat, mendengarkan maupun
sekarang banyak dilakukan bahan hukum tersebut dengan melalui media internet.
5. Analisa data
Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa
melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan
teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya. Secara sederhana analisis data ini
disebut sebagai kegiatan memberikan telaah, yang dapat berarti menentang,
mengkritik, mendukung. Menambah atau memberi komentar dan kemudian

8
Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Bayumedia
Publishing: Malang, 2011), h 57.
9
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Op.Cit, h. 34.
10
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2010), h. 9.
11
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Op.Cit., h. 156
membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran sendiri dan
bantuan teori yang telah dikuasainya. 12

12
Ibid.,h. 180
II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengaturan Hukum Tindak Pidana Penggelapan


Istilah penggelapan sebagaimana yang lazim dipergunakan orang untuk
menyebut jenis kejahatan yang di dalam buku II Bab XXIV KUHP itu adalah
suatu terjemahan dari perkataan ”verduistering” dalam bahasa Belanda. 13 Suatu
tindak pidana, mengetahui secara jelas tindak pidana yang terjadi adalah suatu
keharusan. Beberapa tindak pidana yang terjadi harus diketahui makna dan
definisinya termasuk tindak pidana penggelapan.
Tindak pidana penggelapan diatur dalam Buku II Bab XXIV KUHP yang
berjudul “Penggelapan”. Tindak pidana penggelapan diatur dalam beberapa pasal
yaitu Pasal 372 KUHP sampai dengan Pasal 377 KUHP yang isinya :
1. Pasal 372” Barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki
barang, yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain, dan hanya ada
padanya bukan karena kejahatan dihukum dengan hukuman penjara selama-
lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya 15 kali enam puluh
rupiah”.
2. Pasal 373 ”Perbuatan yang diterangkan pada Pasal 372, bilamana yang
digelapkan itu bukan ternak dan harganya tidak lebih dari dua ratus lima puluh
ribu rupiah, dihukum sebagai penggelapan ringan, dengan hukuman penjara
selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya 15 kali enam
puluh rupiah”.
3. Pasal 374 ”Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang memegang barang
itu karena jabatannya sendiri atau karena pekerjaannya atau karena mendapat
upah uang, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun”.
4. Pasal 375 ”Penggelapan yang dilakukan orang kepadanya terpaksa diberikan
untukdisimpan, atau oleh wali, pengampu, pengurus, orang yang menjalankan
wasiat, pengurus lembaga derma atau yayasan terhadap barang yang ada pada
mereka karena jabatan mereka tersebut itu, dihukum dengan hukuman penjara
selama-lamanya enam tahun”.

13
Effendy Rusli, Asas-asas Hukum Pidana, Ujung Pandang,(LEPPEN-UMI, 2008) h. 49
5. Pasal 376”Aturan pada Pasal 376 berlaku bagi kejahatan diterangkan dalam
bab ini”.14
Pengaturan tindak pidana penggelapan diatur dalam Pasal 373 KUHP dari
titel XXIV buku II KUHP sebagai berikut, yaitu dengan sengaja memiliki dengan
melanggar hukum suatu barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang
lain dan yang ada di bawah kekuasaannya secara lain dari pada dengan melakukan
suatu kejahatan.15
B. Pengaturan Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang
Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang persorangan maupun
oleh korporasi dalam batas wilayah suatu negara maupun yang dilakukan
melintasi batas wilayah negara lain makin meningkat. Kejahatan tersebut antara
lain berupa tindak pidana korupsi, penyuapan (bribery), narkotika, psikotropika,
penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran, perdagangan orang,
perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan,
penipuan, pemalsuan uang, dan perjudian, serta berbagai kejahatan kerah putih
(white collar crime). Kejahatan-kejahatan tersebut telah melibatkan atau
menghasilkan harta kekayaan yang sangat besar jumlahnya.Harta kekayaan yang
berasal dari berbagai kejahatan atau tindak pidana tersebut pada umumnya tidak
langsung dibelanjakan atau digunakan oleh para pelaku kejahatan, karena apabila
langsung digunakan akan mudah dilacak oleh penegak hukum mengenai sumber
diperolehnya harta kekayaan tersebut, sehingga biasanya para pelaku kejahatan
terlebih dahulu mengupayakan agar harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan
tersebut masuk ke dalam sistem keuangan (financial system).16
Pencucian uang sebagian besar mengandalkan sarana lembaga keuangan,
terutama perbankan dengan memanfaatkan ketentuan rahasia bank. Bila dipahami
semua tindak pidana ekonomi (kejahatan keuangan) akan bermuara pada
perbuatan pencucian uang, maka seharusnya penerapan undang-undang tindak
pidana pencucian uang terhadap perkara kejahatan ekonomi juga banyak,tetapi

14
Muhari Supa’at, Op.Cit, h 207-208
15
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Bandung:
Aditama, 2012), h.31
16
Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi,
dan Kepailitan,Op.Cit., h.54
pada kenyataannya putusan pengadilan terhadap kejahatan keuangan yang
dikaitkan dengan UU No. 8 Tahun 2010, ada 20 (dua puluh) putusan.17
UU No. 8 Tahun 2010, hasil tindak pidana merupakan harta kekayaan
yang diperoleh dari tindak pidana: korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika,
penyelundupan tenagakerja, penyelundupan imigran, di bidang perbankan, di
bidang pasar modal, di bidang perasuransian, kepabeanan, cukai, perdagangan
rang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan,
penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, bidang perpajakan, di bidang
kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan dan perikanan, atau
tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau
lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(selanjutnya disebut NKRI) atau diluar wilayah NKRI dan tindak pidana tersebut
juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.18
Secara limitatif kejahatan-kejahatan yang menjadi tindak pidana asal
(predicate offence) dari TPPU yang merupakan follow up crime, hal ini
menunjukkan bahwa untuk terjadinya TPPU terlebih dahulu ada tindak
pidana/kejahatan lain yang telah dilakukan oleh pelaku TPPU sebagaimana yang
telah ditentukan secara limitatif dalam Pasal 2 UU No. 8 tahun 2010.19
Pasal 3 menyatakan:
Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,
membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah
bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain
atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena
tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 4 menyatakan:
Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi,
peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta
kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana
17
Yenti Garnasih, “Kebijakan Kriminalisasi dalam Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang, Mimbar Hukum”, Vol. 19, Yogyakarta: 2007, hlm. 166.`
18
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 2 ayat (1)
19
Aprillani Arsyad, Analisis Yuridis Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang,
Jurnal Ilmu Hukum Universitas Jambi, Vol. 1 No. 1, 2014, h. 44
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana
Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 5 menyatakan :
i. Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan,
pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan
harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
ii. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Pihak
Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini.

Ketentuan pada Pasal 3, 4, dan 5 tersebut sejalan dengan ketentuan Pasal 2


yang menjelaskan adanya tindak pidana asal dalam TPPU. Dengan kata lain,
untuk menetapkan telah terjadi suatu TPPU dan pelakunya, maka terlebih dahulu
dibuktikan adanya tindak pidana asal.20
C. Penerapan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penggelapan Dan
Tindak Pidana Pencucian Uang (Analisis Putusan Nomor 1491
K/Pid.Sus/2016)

1. Kasus Posisi
Gupta Yamin pada pertengahan bulan Desember 2012 datang ke Kantor
Andri Cahyadi di Wisma Metropolitan I lantai XVI Jalan Jenderal Sudirman
Jakarta Selatan, dalam pertemuan tersebut Andri Cahyadi menyampaikan
keinginannya memperluas usaha di bidang batubara, akan tetapi kekurangan dana,
sehingga membutuhkan dana tambahan, atas keinginan Andri Cahyadi tersebut
Gupta Yamin berkeinginan untuk berinvestasi dan menawarkan kepada Andri
Cahyadi dana tambahan dengan cara melakukan transaksi REPO (repurchase
agreement) atas saham CNKO milik Gupta Yamin yaitu perjanjian jual beli
dengan kewajiban membeli kembali dimana pihak penjual saham berkewajiban
untuk membeli kembali saham yang sudah dijual, dan pihak pembeli berjanji akan
menjual kembali kepada pihak penjual saham selama periode yang telah
ditentukan.

20
Ibid., h.45
Gupta Yamin selang beberapa hari bertemu kembali dengan Andri
Cahyadi di Wisma Metropolitan I lantai XVI Jalan Jenderal Sudirman Jakarta
Selatan yang dihadiri oleh Willy Herlambang yang merupakan rekan Andri
Cahyadi, di dalam pertemuan tersebut Andri Cahyadi menyampaikan kepada
Gupta Yamin bahwa Willy Herlambang memiliki teman yang bernama Hatta
Wijaya alias Alex dan dapat mencarikan Broker untuk melaksanakan penjualan
saham CNKO dengan mekanisme transaksi repurchase Agreement (REPO).
REPO merupakan transaksi jual beli instrumen efek antara dua belah pihak yang
didasari dengan perjanjian dimana pada tanggal yang telah ditentukan di
kemudian hari akan dilaksanakan pembelian kembali atas efek yang sama dengan
harga tertentu yang telah disepakati.21
2. Dakwaan
Terdakwa diajukan ke persidangan karena didakwatelah melakukan tindak
pidana sebagaimana tersebut dalam dakwaan PenuntutUmum, yaitu:
Dakwaan Kesatu
Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal
372 KUHP.
Dakwaan Kedua
Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal
Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010.
3. Tuntutan Jaksa Penutut Umum
Tuntutan pidana Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan
tanggal 7 Desember 2015 sebagai berikut :
a. Menyatakan Terdakwa Joni Wijaya terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana Penggelapan dan tindak pidana
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dalam
Dakwaan Kesatu dan Kedua;
b. Menjatuhkan pidana penjara kepada Terdakwa Joni Wijaya selama 8
(delapan) tahun dan denda Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
subsidair kurungan selama 3 (tiga) bulan dengan perintah supaya
Terdakwa segera ditahan.
21
Edilius dan Sudarsono, Kamus Ekonomi Uang dan Bank, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994),
h.239.
c. Barang bukti berupa 1 (satu) bendel asli Surat Perjanjian Jual Beli dengan
kewajiban pembelian kembali (REPO) atas saham antara Gupta Yamin
dan Joni Wijaya PT. Glory Mitra Investex dengan No.
022/REPOCNKO/XII/2012 yang ditandatangani sdr. Gupta Yamin selaku
penjual dengan sdr. Joni Wijaya/PT. Glory Mitra Investex selaku pembeli.
1 (satu) lembar asli Surat Transaksi REPO Saham CNKO dengan Nomor
0022/REPO-CNKO/XII/2012 dengan nominal Rp10.000.000.000 (sepuluh
miliar rupiah) Gupta Yamin selaku penjual dengan Joni Wijaya selaku
pembeli ………,dst.
4. Putusan Pengadilan
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 673/Pid.B/2015/PN Jkt
Selatan, tanggal 21 Januari 2016 yang amar selengkapnya sebagai berikut :
1. Menyatakan perbuatan Terdakwa Joni Wijaya sebagaimana yang
didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum telah terbukti, tetapi perbuatan
tersebut bukan merupakan tindak pidana;
2. Melepaskan Terdakwa tersebut dari segala tuntutan hukum (Onslag
vanrechtsvervolging);
3. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat
serta martabatnya
d. Barang bukti berupa 1 (satu) bendel asli Surat Perjanjian Jual Beli dengan
kewajiban pembelian kembali (REPO) atas saham antara Gupta Yamin
dan Joni Wijaya PT. Glory Mitra Investex dengan No.
022/REPOCNKO/XII/2012 yang ditandatangani sdr. Gupta Yamin selaku
penjual dengan sdr. Joni Wijaya/PT. Glory Mitra Investex selaku pembeli.
1 (satu) lembar asli Surat Transaksi REPO Saham CNKO dengan Nomor
0022/REPO-CNKO/XII/2012 dengan nominal Rp10.000.000.000 (sepuluh
miliar rupiah) Gupta Yamin selaku penjual dengan Joni Wijaya selaku
pembeli,……dst.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1491 K/Pid.Sus/2016, yaitu
Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi /Penuntut Umum pada
Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tersebut. Membatalkan Putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan Nomor 673/Pid.B/2015/PN Jkt. Sel., tanggal 21 Januari
2016 tersebut.
Mengadili Sendiri
a. Menyatakan Terdakwa Joni Wijaya telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ Penggelapan” dan tindak
pidana “Pencucian Uang”;
b. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 8 (delapan) tahun dan pidana denda sebesar
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana
denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama
3 (tiga) bulan.
c. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan
5. Analisis Putusan
a. Analisis dakwaan
Putusan Nomor 1491 K/Pid.Sus/2016 Terdakwa Joni Wijaya didakwa
dengan dakwaan kumulatif yaitu tindak pidana Penggelapan (dakwaan Kesatu)
sebagaimana dalam Pasal 372 KUHP dan dakwaan Kedua yaitu Pasal 3 UU No. 8
Tahun 2010, dengan demikian, maka jika mengacu pada bunyi amar putusan
tersebut, maka semua unsur tindak pidana yang didakwakan kepada Terdakwa
dakwaan kesatu dan dakwaan kedua semuanya terpenuhi.
Di dalam pertimbangan hukumnya judex facti langsung menyimpulkan
bahwa apa yang dilakukan oleh Terdakwa Joni Wijaya merupakan masuk dalam
ruang lingkup perdata,terhadap alasan yang ada di dalam pertimbangan hakim
tersebut Penuntut Umum tidak sependapat mengingat apa yang dipersoalkan oleh
Penuntut Umum di dalam surat dakwaannya khususnya dakwaan Kesatu adalah
penggelapan terhadap saham yang dijaminkan (saham yang terpisah) dan bukan
saham yang di-REPO-kan. Di dalam perjanjian REPO antara korban (Gupta
Yamin) dengan Terdakwa Joni Wijaya disebutkan bahwa saham yang di REPO
kan adalah bukan 45.977.012 lembar saham CNKO Tbk, tetapi 22.988.506 lembar
saham dengan nilai sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
sedangkan yang 22.988.506 lembar saham hanya sebagai jaminan jika terjadi
penurunan nilai atas harga saham CNKO tersebut.
Penuntut Umum berpendapat bahwa Terdakwa Joni Wijaya telah memiliki
niat jahat, karena perjanjian REPO tersebut hanyalah sebagai modus untuk
mendapatkan keuntungan, karena Terdakwa Joni Wijaya telah menjual seluruh
saham baik yang di REPO-kan maupun yang hanya sebagai jaminan saja dengan
nilai uang yang Terdakwa Joni Wijaya terima dari hasil penjualan tersebut sebesar
Rp17.066.365.018,00 sebagaimana dalam pertimbangan Majelis Hakim, dengan
demikian, maka Terdakwa Joni Wijaya mendapat keuntungan dalam waktu
kurang dari seminggu, sehingga tidaklah cukup beralasan kalau harga saham
mengalami penurunan dan terdakwa dirugikan.
Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum dalam dakwaan
Kesatu Pasal 372 KUHP dan dakwaan Kedua Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010, oleh
karena itu Terdakwa tersebut haruslah dijatuhi pidana.Menurut hemat penulis,
dasar pertimbangan yang digunakan hakim dalam menjatuhkan putusan perkara
tindak pidana penggelapan dan pencucian uang adalah bukti di dalam
persidangan, yaitu berupa adanya tanda tangan Terdakwa di dalam perjanjian
REPO No. 0022/REPO.CNKO/XII/ 2012 tanggal 26 Desember 2012. Barang
bukti berupa uang sejumlah Rp.117.414.316 (seratus tujuh belas juta empat ratus
empat belas ribu tiga ratus enam belas rupiah). Dikembalikan kepada Antonius
Gunawan GHO, faktor yang meringankan terdakwa dan paling menentukan yaitu
pengakuan terdakwa.
b. Analisis tuntutan
Tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum, bahwa Jaksa penuntut
umum harus berusaha membuktikan bahwa Terdakwa Joni Wijaya bersalah dan
melakukan suatu tindak pidana penggelapan dan pencucian uang. Dalam
penyidikan harus ditemukan 2 dari 5 alat-alat bukti yang sah. Perbuatan Terdakwa
Joni Wijaya sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum telah
terbukti, tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana. Melepaskan
Terdakwa tersebut dari segala tuntutan hukum.Jaksa Penuntut Umum karena tidak
terbukti dan salah dalam menerapkan hukum. Bahwa dengan tidak terbuktinya
unsur-unsur yang terkandung di dalam Pasal 372 KUHP tersebut, maka perbuatan
terdakwa adalah bukan merupakan tindak pidana melainkan perbuatan yang
tunduk pada hukum keperdataan sebagai perbuatan wanprestasi.
Alasan-alasan kasasi Penuntut Umum pada pokoknya tidak sependapat
Judex Facti dalam hal menyatakan perbuatan Terdakwa Joni Wijaya sebagaimana
dalam dakwaan telah terbukti tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak
pidana. Penuntut Umum berpendapat Terdakwa terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melanggar Pasal 372 KUHP idana
dan Pasal 3 UU No. 8 tahun 2010. Alasan keberatan Penuntut Umum pada
pokoknya keberatan dengan alasan pertimbangan Judex Facti dalam melepaskan
Terdakwa dari segala tuntutan dengan menyatakan bahwa hubungan hukum
Terdakwa Joni Wijaya selaku Direktur PT. GIory Mitra Investex (selaku pembeli)
dengan saksi korban Gupta Yamin selaku penjual atas saham Exploitasi Energy
Indonesia, Tbk adalah hubungan hukum perdata yaitu perjanjian jual beli saham
secara REPO (Repurchase Agreement tertanggal 26 Desember 2016 keberatan ini
tidak dapat dibenarkan dengan alasan perbuatan yang dilakukan Terdakwa adalah
perbuatan pidana, sehingga dapat dibebani tanggung jawab pidana dan perdata.
Terdakwa Joni Wijaya telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana “ Penggelapan” dan tindak pidana “Pencucian Uang”.
Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa, oleh karena itu dengan pidana penjara
selama 8 (delapan) tahun dan pidana denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, maka
diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan. Menetapkan masa
penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana
yang dijatuhkan.Berdasarkan tuntutan di atas penulis tidak setuju dengan tuntutan
yang diberikan Jaksa Penuntut Umum yaitu selama 8 tahun dan denda sebesar Rp.
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
c. Analisis putusan
Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor1491 K/Pid.Sus/2016,
Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan kasasi dari Penuntut
Umumsudah tepat, karena dapat dilihat dalam pertimbangan sebagai berikut:
1. Majelis Hakim dalam amar putusannya menyatakan perbuatan Terdakwa Joni
Wijaya sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum telah
terbukti, tetapi perbuatan tersebut bukanmerupakan tindak pidana, namun di
dalam pertimbangan hukumnya Majelis Hakim tidak menguraikan unsur-
unsur tindak pidana yang mana yang dijadikan dasar bahwa perkara tersebut
adalah perkara perdata dan bukan perkara pidana, lazimnya dalam sebuah
pembuktian seharusnya Majelis Hakim menguraikan unsur-unsur mana yang
terpenuhi dan yang tidak terpenuhi.Di dalam amar putusannya Majelis Hakim
menyatakan perbuatan Terdakwa Joni Wijaya sebagaimana yang didakwakan
oleh Jaksa Penuntut Umum telah terbukti tetapi perbuatan tersebut bukan
merupakan tindak pidana. Terdakwa dengan dakwaan kumulatif yaitu tindak
pidana Penggelapan (dakwaan Kesatu) sebagaimana dalam Pasal 372 KUHP
idana dan dakwaan Kedua yaitu Pasal 3 UU No.8 Tahun 2010, dengan
demikian maka jika mengacu pada bunyi amar putusan tersebut, maka semua
unsur tindak pidana baik yang didakwakan kepada Terdakwa baik dakwaan
Kesatu dan Dakwaan Kedua semuanya terpenuhi, namun hal tersebut
bukanlah merupakan tindak pidana tetapi perdata.
2. Majelis Hakim telah menyimpulkan di dalam pertimbangan hukumnya bahwa
perbuatan Terdakwa merupakan ruang lingkup perdata; Hal tersebut menurut
Penuntut Umum adalah keliru mengingat jangka waktu perjanjian tersebut
belum habis (360 hari), sehingga apa yang dilakukan oleh Terdakwa tidak
dapat dipersamakan dengan melanggar dalam konteks perbuatan melawan
hukum kontraktuil, namun menurut Penuntut Umum hal tersebut adalah
perbuatan melawan hukum dalam konteks pidana, karena Terdakwa tidak
pernah meminta izin terlebih dahulu terkait dengan isi perjanjian, sehingga hal
tersebut adalah pelanggaran hukum pidana.
3. Majelis Hakim dalam amar putusannya menyatakan perbuatan Terdakwa Joni
Wijaya sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum telah
terbukti, tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana, namun di
dalam pertimbangan hukumnya Majelis Hakim tidak menguraikan unsur-
unsur tindak pidana yang mana yang dijadikan dasar bahwa perkara tersebut
adalah perkara perdata dan bukan perkara pidana, lazimnya dalam sebuah
pembuktian seharusnya Majelis Hakim menguraikan unsur-unsur mana yang
terpenuhi dan yang tidak terpenuhi. Alasan-alasan kasasi Penuntut Umum
pada pokoknya tidak sependapat Majelis Hakim dalam hal menyatakan
perbuatan Terdakwa Joni Wijaya sebagaimana dalam dakwaan telah terbukti
tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana. Penuntut Umum
berpendapat Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana melanggar Pasal 372 KUHP dan melanggar Pasal 3
Jo. Pasal 2 ayat (1) huruf a UU No 8 tahun 2010 subsidair Pasal 4 Jo. Pasal 2
ayat (1) Huruf a UU No 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang.
4. Majelis hakimtelah keliru mengesampingkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum
telah yang telah disertai dengan bukti-bukti yang sah, dan menetapkan
perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana, namun di dalam
pertimbangan hukumnya Majelis Hakim tidak menguraikan unsur-unsur
tindak pidana yang mana yang dijadikan dasar bahwa perkara tersebut adalah
perkara perdata dan bukan perkara pidana, lazimnya dalam sebuah
pembuktian seharusnya Majelis Hakim menguraikan unsur-unsur mana yang
terpenuhi dan yang tidak terpenuhi.
5. Majelis Hakim langsung menyimpulkan bahwa apa yang dilakukan oleh
Terdakwa masuk dalam ruang lingkup perdata,terhadap alasan yang ada di
dalam pertimbangan hukum tersebut Penuntut Umum tidak sependapat
mengingat apa yang dipersoalkan oleh Penuntut Umum di dalam surat
dakwaannya khususnya dakwaan Kesatu adalah penggelapan terhadap saham
yang di jaminkan (saham yang terpisah) dan bukan saham yang di-REPO-kan;
Di dalam perjanjian REPO antara korban (Gupta Yamin) dengan Terdakwa
Joni Wijaya disebutkan bahwa saham yang di REPO kan adalah bukan
45.977.012 lembar saham CNKO tbk tetapi 22.988.506 lembar saham dengan
nilai Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sedangkan yang
22.988.506 lembar saham hanya sebagai jaminan jika terjadi penurunan nilai
atas harga saham CNKO tersebut; Dengan demikian maka Penuntut Umum
berpendapat bahwa Terdakwa telah memiliki niat tidak baik/niat jahat karena
perjanjian REPO tersebut hanyalah sebagai modus untuk mendapatkan
keuntungan karena Terdakwa telah menjual seluruh saham baik yang di REPO
kan maupun yang hanya sebagai jaminan saja dengan nilai uang yang ia
terima dari hasil penjualan tersebut adalah Rp17.066.365.018 ,00 sebagaimana
dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim pada halaman 56, dengan
demikian maka Terdakwa mendapat keuntungan dalam waktu kurang dari
seminggu, sehingga tidaklah cukup beralasan kalau harga saham mengalami
penurunan dan Terdakwa dirugikan.
Berdasarkan pertimbangan diatas majelis hakim Mahkamah Agung
berpendapat bahwa Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor
673/Pid.B/2015/PN Jkt. Sel., tanggal 21 Januari 2016 tersebut, yang mengubah
putusan Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi /Penuntut Umum
pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tersebut. Membatalkan Putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan Nomor 673/Pid.B/2015/PN Jkt. Sel., tanggal 21 Januari
2016 tersebut, dengan amar putusan sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa Joni Wijaya telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ Penggelapan” dan tindak
pidana “Pencucian Uang”;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 8 (delapan) tahun dan pidana denda sebesar
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana
denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan
selama 3 (tiga) bulan;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
4. Barang bukti berupa 1 (satu) bendel asli Surat Perjanjian Jual Beli dengan
kewajiban pembelian kembali (REPO) atas saham antara Gupta Yamin
dan Joni Wijaya PT. Glory Mitra Investex dengan No.
022/REPOCNKO/XII/2012 yang ditandatangani sdr. Gupta Yamin selaku
penjual dengan sdr. Joni Wijaya/PT. Glory Mitra Investex selaku pembeli.
1 (satu) lembar asli Surat Transaksi REPO Saham CNKO dengan Nomor
0022/REPO-CNKO/XII/2012 dengan nominal Rp10.000.000.000 (sepuluh
miliar rupiah) Gupta Yamin selaku penjual dengan Joni Wijaya selaku
pembeli,……dst.
Putusan Mahkamah Agung ini adalah sebuah putusan yang sangat
bijaksana dan mencerminkan keadilan, karena pertimbangan hukumnya tidak
hanya didasarkan pemenuhan unsur-unsur yuridis tetapi sekaligus memperhatikan
fakta-fakta yang menjadi kausalitas tindak pidana yang terjadi. Tampak disini
bahwa Mahkamah Agung telah melompat dari paradigma supremasi hukum (law
supremacy) kepada supremasi keadilan (justice supremacy) sebagai tujuan dari
hukum.
Tidak ada alasan untuk menyatakan perbuatan Terdakwa wanprestasi
dalam pelaksanaan perjanjian REPO Saham Terdakwa mempunyai niat jahat dan
perbuatan melawan hak atau melawan hukum dilakukan dengan cara
mengalihkan, memindahtangankan atau menjual saham milik saksi korban Gupta
Yamin dari PT. Eksploitasi Energi Indonesia (EEI) tanpa persetujuan atau izin
dari Gupta Yamin, Terdakwa mempunyai kesalahan dengan sengaja sebagai niat
untuk menjual saham milik saksi korban yang telah di REPO Saham kepada
Terdakwa guna
Putusan nomor 1491 K/Pid.Sus/2016, penulis sependapat dengan Putusan
Majelis Hakim yang menilai bahwa di antara dua dakwaan yang didakwakan
kepada Terdakwa, maka yang terbukti di depan persidangan adalah Dakwaan
Pertama yakni melanggar Pasal 372 KUHP, oleh karena unsur-unsur dalam pasal
inilah yang terbukti sebagai fakta di depan persidangan pengadilan, sehingga
tepatlah Amar/ Isi Putusan Majelis Hakim yang menyatakan Terdakwa Joni
Wijaya telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana “ Penggelapan” dan tindak pidana “Pencucian Uang”;
Putusan nomor 1491 K/Pid.Sus/2016, proses pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh Majelis Hakim menurut penulis telah sesuai dengan aturan hukum
yang berlaku dan sesuai berdasarkan dengan alat bukti yang sah, dimana dalam
kasus ini, alat bukti yang digunakan oleh Hakim adalah keterangan terdakwa,
keterangan saksi, dan bukti berupa uang sejumlah Rp117.414.316 (seratus tujuh
belas juta empat ratus empat belas ribu tiga ratus enam belas rupiah);
Dikembalikan kepada Antonius Gunawan GHO. Kemudian mempertimbangkan
tentang pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukan dengan pertimbangan
bahwa pada saat melakukan perbuatannya itu, Terdakwa sadar akan akibat yang
ditimbulkannya.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah
Agung berpendapat bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum
dalam dakwaan Kesatu Pasal 372 KUHP dan dakwaan Kedua Pasal 3 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2010, oleh karena itu Terdakwa tersebut haruslah
dijatuhi pidana; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, terdapat
cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon
Kasasi/Penuntut Umum dan membatalkan putusan Putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan Nomor 673/Pid.B/2015/PN Jkt Sel , tanggal 21 Januari 2016.
Disamping itu, Majelis Hakim tidak melihat adanya alasan pembenar atau
alasan pemaaf untuk menjadi alasan penghapusan pidana terhadap perbuatan yang
dilakukan terdakwa. Hal-hal yang memberatkan yaitu perbuatan Terdakwa telah
menimbulkan kerugian finansial yang cukup besar terhadap saksi korban Gupta
Yamin, hal-hal yang meringankan Terdakwa Joni Wijaya belum pernah dihukum.
Berkaitan dengan perkara yang penulis bahas, maka penulis setuju dengan
Putusan Majelis Hakim yang menjatuhkan pidana penjara kepada Terdakwa Joni
Wijaya selama 8 (delapan) tahun dan denda Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) subsidair kurungan selama 3 (tiga) bulan dengan perintah supaya
Terdakwa segera ditahan, hal ini mengacu pada hal-hal yang meringankan
terdakwa seperti, terdakwa belum pernah dihukum. Berdasarkan putusan hakim
tersebut di atas penulis setuju dengan putusan majelis hakim tersebut, karena
Terdakwa Joni Wijaya telah melanggar Pasal 372 KUHP dan Pasal 3 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang.
Putusan Mahkamah Agung ini adalah sebuah putusan yang sangat
bijaksana dan mencerminkan keadilan, karena pertimbangan hukumnya tidak
hanya didasarkan pemenuhan unsur-unsur yuridis tetapi sekaligus memperhatikan
fakta-fakta yang menjadi kausalitas tindak pidana yang terjadi. Tampak disini
bahwa Mahkamah Agung telah melompat dari paradigma supremasi hukum
kepada supremasi keadilan sebagai tujuan dari hukum.
III. PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Tindak pidana penggelapan diatur dalam BAB XXIV (Buku II) KUHP, yaitu
Pasal 372yang berbunyi barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum
memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan
orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan
diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun
atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
2. Tindak pidana pencucian uang diatur dalam Pasal 3 UU No.8 Tahun 2010
yang berbunyi Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan,
membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar
negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga
atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta
kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana
penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
3. Penerapan hukum terhadap pelaku tindak pidana penggelapan dan tindak
pidana pencucian uang (analisis putusan Nomor 1491 K/Pid.Sus/2016),
Terdakwa Joni Wijaya telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana “ Penggelapan” dan tindak pidana “Pencucian
Uang”, oleh karena itu Majelis Hakim menjatuhkan pidana kepada Terdakwa,
dengan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dan pidana denda sebesar
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana
denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3
(tiga) bulan. Penulis setuju dengan putusan yang diberikan oleh hakim hakim,
karena Perbuatan Terdakwa Joni Wijaya tersebut sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam Pasal 372 KUHP dan tindak pidana pencucian uang
sebagaimana diancam pidana dalam Pasal 3 UU No.8 Tahun 2010.
B. Saran
Setelah melakukan pembahasan dan memperoleh kesimpulan dalam
skripsi ini, maka saran-saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Dengan adanya pengaturan hukum tindak pidana penggelapan diharapkan
kepada segenap aparat penegak hukum agar setiap pelaku kejahatan
(khususnya tindak pidana penggelapan) sekiranya ditindak dengan tegas dan
dijatuhi sanksi yang mampu membuat para pelaku kejahatan jera. Pemberiaan
efek jera dan daya cegah, dengan maksud bahwa melalui pemberian sanksi
pidana yang tajam diharapkan dapat memberikan efek prevensi general yaitu
masyarakat akan berusaha mentaati hukum karena takut akansanksi
pidananya, disamping adanya efek jera bagi para terpidana agar tidak
melakukan tindak pidana lagi.
2. Diharapkan adanya pengaturan yang tegas di dalam undang-undang pencucian
uang bahwa apabila harta kekayaan tidak dapat dibuktikan hartanya tersebut
sebagai harta kekayaan yang diperoleh bukan berasal dari kejahatan ekonomi
sebagai tindak pidana asal, maka langsung dapat disita dan/atau langsung
dianggap terbukti berasal dari kejahatan.
3. Perlu ditetapkan suatu standar minimum pidana (standar pemidanaan) bagi
hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan
dan pencucian uangjika terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana
itu, sehingga didapat putusan pidana yang tepat dan adil, serasi/sesuai serta
memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak, baik pelaku, korban, maupun
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Edilius dan Sudarsono, Kamus Ekonomi Uang dan Bank, Jakarta: Rineka Cipta,
1994.

Ibrahim, Johnny. Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia


Publishing: Malang, 2011.

Nasution, Bismar. Rezim Anti Money Laundering di Indonesia. Bandung:


BooksTerrace & Library, 2008.

Prodjodikoro, Wirjono. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung:


Aditama, 2012.

Rusli, Effendy. Asas-asas Hukum Pidana, Ujung Pandang. LEPPEN-UMI, 2008

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 2010.

Soerodibroto, Soenarto. KUHP dan KUHAP, cetakan kelimabelas, Jakarta:


RajaGrafindo Persada, 2011.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan


Tindak Pidana Pencucian Uang.

Jurna/Artikel/Skripsi

Aprillani Arsyad, Analisis Yuridis Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencucian


Uang, Jurnal Ilmu Hukum Universitas Jambi, Vol. 1 No. 1, 2014.

Mabes Polri, Pedoman Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang,


Jakarta:Mabes Polri 2003.

Mahendri Massie. Tindak Pidana Penggelapan dalam Menggunakan Jabatan


Berdasarkan Pasal 415 KUHP. Jurnal Lex Crimen. Vol. VI/No.
7/Sep/2017.

Yenti Garnasih, “Kebijakan Kriminalisasi dalam Pemberantasan Tindak Pidana


Pencucian Uang, Mimbar Hukum”, Vol. 19, Yogyakarta: 2007.

Anda mungkin juga menyukai