Anda di halaman 1dari 12

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU

TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANYA


MENGAKIBATKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA
DALAM PERKARA LAKALANTAS

Proposal Skripsi

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Kristen Satya Wacana

Oleh

Reski Lamganda Sitorus

NIM : 312018086

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

DESEMBER 2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lalu lintas merupakan salah suatu sarana yang sedemikian penting

sehingga dibutuhkan manusia untuk mempermudah kehidupan manusia.

Melalui adanya lalu lintas dapat memungkinkan pergerakan dalam roda

perekonomian sehingga memudahkan perpindahan komoditas dari suatu tempat

ke tempat lainnya. Oleh karenanya lalu lintas merupakan sebuah sarana yang

sangat vital.

Pentingnya transportasi tersebut tercermin atau tergambarkan pada

semakin meningkatnya kebutuhan akan sebuah jasa angkutan bagi mobilitas

orang serta barang dari dan ke seluruh pelosok tanah air dalam hal ini

penggunaan jalur darat, bahkan dari dan ke luar negeri. Transportasi juga

berperan sebagai penghubung, penunjang, pendorong, dan penggerak bagi

pertumbuhan daerah yang berpotensi, namun terkendala belum berkembang,

dalam upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya.1

Mengingat lalu lintas sangat penting bagi keberlangsukan kehidupan

suatu masyarat, namun di sisi lain sering kali kematian disebabkan kecelakaan

1
C.S.T. Kansil, dkk, Disiplin Berlalu lintas di Jalan Raya, PT Rineka cipta,
Jakarta,1995, hal. 4
lalu lintas tyang disebabkan oleh pengguna jalan lainnya. Sebagaimana dalam

contoh kasus yang penulis angkat pada Putusan No. 281/Pid.B/2016/PN Lgs.

Bahwa sebagaimana yang tertuang dalam Putusan No.

281/Pid.B/2016/PN Lgs. Terdakwa melakukan tindak pidana pada hari Senin

tanggal 8 Agustus 2016 sekitar pukul 11:30 WIB atau setidak-tidaknya pada

waktu lain yang masih dalam tahun 2016, bertempat di Jalan Medan-Banda

Aceh tepatnya di Desa Dusun Ilham Desa Kappa Kecamatan Langsa Timur

Kota Langsa atau setidak-tidaknya pada tempat lain yang termasuk dalam

daerah hukum Pengadilan Negeri Langsa, mengemudikan kendaraan bermotor

yang karena kelalainnya mengakibat kecelakaan lalu lintas sehingga korban

Syuhada meninggal dunia.

Oleh karenanya Terdakwa didakwakan dengan tunggal dengan Pasal 310

ayat (4) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan yang menyatakan bahwa “Dalam hal kecelakaan sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda

paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)”. 2 Unsur-unsur Pasal

310 ayat (4) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan sendiri ialah sebagai berikut:

1. Unsur setiap orang;

2
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
2. Unsur mengaemudikan kendaraan bermotor;

3. Unsur karena kelalainnya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas ;

4. Unsur yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia.

Dari surat dakwaan tunggal di atas Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut

diantaranya sebagai berikut:

1. Menyatakan bahwa Terdakwa NURHALIZA BINTI IBRAHIM secara

sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana mengemudikan

kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan

kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Dakwaan Penuntut

Umum yaitu melanggar Pasal 310 ayat (4) UU RI Nomor 22 tahun

2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa NURHALIZA BINTI

IBRAHIM dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan penjara

dikurangi selama terdakwa didalam tahanan sementara.

3. Menyatakan barang bukti berupa:

 1 (satu) unit sepeda motor Honda Vario BL 2988 YN;

Dikembalikan kepada Ibrahim.

4. Menetapkan supaya terdakwa dibebani membayar biaya perkara

sebesar Rp 2000 (dua ribu rupiah)

Sementara dari pertimbangan hakim secara yuridis menyatakan bahwa

terdakwa telah memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 310 ayat (4)
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

diantaranya sebagai berikut:3

1. Unsur setiap orang;

2. Unsur mengaemudikan kendaraan bermotor;

3. Unsur karena kelalainnya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas ;

4. Unsur yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia.

Oleh karenanya Majelis Hakim menjatuhkan putusan sebagai berikut:

1. Menyatakan Terdakwa NURHALIZA BINTI IBRAHIM, telah

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

“Karena kelalaiannya menyebabkan kecelakaan lalu lintas yang

menyebabkan orang lain meninggal dunia”.

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama

1 (satu) bulan.

3. Menetapkan masa Penangkapan dan penahanan yang telah dijalani

oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

4. Menetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan.

5. Menetapkan barang bukti berupa:

 1 (satu) unit sepeda motor Honda Vario BL 2988 YN

Dikembalikan kepada Ibrahim

6. Membebani Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesarRp.

2.000,- (dua ribu rupiah).

3
Ibid
Sementara tindak pidana itu sendiri ialah berasal dari terjemahan bahasa

Belanda straafbaar feit, dikenal juga dengan isilah delict yang berasal dari

bahasa latin delictum. Simons menerangkan, straafbaar feit adalah kelakuan

(handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang

berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu

bertanggungjawab. Sedangkan Van Hamel merumuskan straafbaar feit adalah

kelakuan orang (menselijke gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang

bersifat melawan hukum, yang patut di pidana (strafwaardig) dan dilakukan

dengan kesalahan, sedangkan menurut Teguh Prasetyo, tindak pidana adalah

“Perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana.

Pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan

sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) dan perbuatan yang bersifat

pasif (tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).4 Wirjono

Prodjodikoro mengungkapkan mengenai definisi hukum pidana yaitu “hukum

pidana adalah peraturan hukum mengenai pidana”. 5 Sedangkan R. Soesilo

mengungkapkan bahwa , tindak pidana yautu suatu perbuatan yang dilarang

atau yang diwajibkan oleh undang-undang yang apabila dilakukan atau

diabaikan maka orang yang melakukan atau mengabaikan diancam dengan

hukuman.6

4
Mega Widyawati,”Tindak Pidana Persetubuhan Pada Anak Ditinjau Dari hukum Positif dan Hukum
Islam”, Jurnal USM Law Review, Vol.1,No.1 2018, hal.72
5
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi. Asas-Asas hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Storia
Grafika. Jakarta. 2002. hal. 86
6
R. Soesilo, Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus, Politeia, Bogor,
1991, hal. 11
Kealpaan sendiri ialah Imperitia culpea annumeratur, yang berarti

kealpaan adalah kesalahan. Akibat ini timbul karena kealpaan seseorang alpa,

semberono, teledor, lalai, berbuat kurang hati-hati atau kurang penduga-duga.

Eddy O.S Hiariej menguraikan bahwa perbedaan antara kesengajaan dengan

kealpaan bahwa ancaman pidana pada delik-delik kesengajaan lebih berat

ancaman pidananya dibandingkan delik culpa. Kealpaan merupakan bentuk

kesalahan yang lebih ringan dari pada kesengajaan, tetapi tidak berarti bahwa

kealpaan adalah kesengajaan yang lebih ringan. Oleh karena dalam

penghukuman, kealpaan lebih ringan dari pada kesengajaan imperitia est

maxima mechanicorum poena (kealpaan memiliki mekanisme pidana terbaik,

meskipun dapat membuat seseorang dituntut pertanggungjawaban pidana.7

Sementara pertanggungjawaban pidana sendiri diartikan sebagai

responsibility atau criminal liability.8 Pertanggungjawaban pidana dibebankan

kepada pelaku pelanggar tindak pidana berkaitan dengan dasar untuk

menjatuhkan sanksi pidana. Seseorang akan memiliki sifat pertanggungjawaban

pidana apabila suatu hal atau perbuatan yang dilakukan olehnya bersifat

melawan hukum, namun seseorang dapat hilang sifat bertaanggungjawabnya

apabila didalam dirinya ditemukan suatu unsur yang menyebabkan hilangnya

kemampuan bertanggungjawab seseorang. Menurut Chairul Huda bahwa dasar

adanya tindak pidana adalah asas legalitas, sedangkan dapat dipidananya

7
Eddy. O.S Hariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, edisi Revisi, Cahaya Atma Pustaka,
Yogyakarta, 2016, hal. 186
8
Roeslan saleh, Pikiran-Pikiran Tentang Pertanggung Jawaban Pidana, Cetakan Pertama,
Jakarta, Ghalia Indonesia, hal. 33
pembuat adalah atas dasar kesalahan, hal ini berarti bahwa seseorang akan

mempunya pertanggungjawaban pidana bila ia telah melakukan perbuatan yang

salah dan bertentangan dengan hukum. Pada hakikatnya pertanggungjawaban

pidana adalah suatu bentuk mekanisme yang diciptakan untuk berekasi atas

pelanggaran suatu perbuatan tertentu yang telah disepakati.9

Sedangkan tujuan teori gabungan pemidanaan itu sendiri untuk:10

1. Untuk memperbaiki diri dari penjahatnya itu sendiri;

2. Untuk membuat orang menjadi jera melakukan kejahatan-kejahatan;

3. Untuk membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak mampu

untuk melakukan kejahatan-kejahatan lain, yakni penjahat-penjahat

yang dengan cara- cara lain sudah tidak dapat diperbaiki lagi.

Bahwa berdasarkan uraian di atas penulis berpendapat bahwa dengan

menjatuhkan sanksi pidana selama 1 (satu) bulan kepada terdakwa merupakan

suatu ketidakadilan dan mengesampingkan teori gabungan pemidanaan. Oleh

karenya Penulis ingin mengangkat judul PERTANGGUNG JAWABAN

PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KARENA

KELALAIANYA MENGAKIBATKAN ORANG LAIN MENINGGAL

DUNIA DALAM PERKARA LAKALANTAS.

B. Rumusan Masalah

9
Chairul Huda, Dari Tindak Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggung jawab Pidana Tanpa Kesalahan, Cetakan ke-2, Jakarta, Kencana, 2006,
hal. 68
10
Andi Hamzah, Azas-Azas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm.178
Berdasarkan uraian-uraian di atas yang telah Penulis tulis dalam Latar

Belakang Masalah, maka Penulis mengajukan rumusan masalah:

Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana

karena kelalaiannya mengakibat orang lain meninggal dunia dalam

perkara laka lantas?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui

pertanggungjawaban pidana oleh teredakwa dalam perkara laka lantas dan

pertimbangan-pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana penjara

kepada terdakwa

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini ialah sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis, ialah tulisan ini diharapkan dapat menjadi panduan dalam

memberikan gambaran yang jelas mengenai pertanggungjawaban pidana serta

pertimbangan hakim dalam yang mengesampingkan tujuan pemidanaan dalam

Putusan No. 281/Pid.B/2016/PN Lgs.

2. Manfaat Praktis, memberikan sumbangsih pemikiran kepada masyarakat luas

terkait pertanggungjawaban pidana serta pertimbangan hakim dalam

menjatuhkan sanksi pidana penjara kepada terdakwa yang mengesamping

tujuan pemidanaan sebagaimana yang tertuang dalam Putusan No.

281/Pid.B/2016/PN Lgs.
E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penulis mengunakan jenis penelitian yuridis normatif (legal research). Jenis

penelitian yang penulis pilih dilakukan dengan cara mengkaji aturan hukum yang

bersifat formil berupa peraturan perundang- undangan yang dikaitkan dengan isu

masalah hukum yang diangkat oleh penulis.

2. Pendekatan

Dalam skripsi ini penulis menggunakan pendekatan undang-undang (statute

approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan kasus

(case study). Pendekatan undang-undang (statute approach) ialah pendekatan yang

menggunakan berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus menjadi tema

sentral dalam sebuah penelitian. Pendekatan konseptual (conceptual approach) ialah

unsur-unsur abstrak yang mewakili kelas-kelas fenomena dalam suatu bidang ilmu

yang kadang kala menunjuk pada hal-hal universal yang diabstraksikan dari hal-hal

partikulas. Sedangkan pendekatan kasus (case study) ialah Pendekatan ini bertujuan

untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan

dalam praktik hukum.

3. Jenis Data

Bahan hukum yang penulis gunakan dalam menulis skripsi ini, ialah Asebagai

berikut:
a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang utama,sebagai bahan

hukum yang bersifat autoritatif, yakni bahan hukum yang mempunyai

otoritas, bahan hukum primer meliputi peraturan perundang-undangan dan

segala dokumen resmi yang memuat ketentuan hukum. Maka bahan hukum

yang digunakan dalam penulisan ini adalah:

 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan.

 Putusan No. 281/Pid.B/2016/PN Lgs

b. Bahan hukum sekunder adalah dokumen atau bahan hukum yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti buku-buku, artikel, jurnal,

hasil penelitian, makalah, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan

penulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah, Azas-Azas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008;


Chairul Huda, Dari Tindak Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggung jawab Pidana Tanpa Kesalahan, Cetakan ke-2, Jakarta, Kencana, 2006;
C.S.T. Kansil, dkk, Disiplin Berlalu lintas di Jalan Raya, PT Rineka cipta,
Jakarta,1995;
Eddy. O.S Hariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, edisi Revisi, Cahaya Atma
Pustaka, Yogyakarta, 2016;
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi. Asas-Asas hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya. Storia Grafika. Jakarta. 2002;
Mega Widyawati,”Tindak Pidana Persetubuhan Pada Anak Ditinjau Dari hukum
Positif dan Hukum Islam”, Jurnal USM Law Review, Vol.1,No.1 2018, hal.72
R. Soesilo, Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik
Khusus, Politeia, Bogor, 1991, hal. 11

Roeslan saleh, Pikiran-Pikiran Tentang Pertanggung Jawaban Pidana, Cetakan


Pertama, Jakarta, Ghalia Indonesia;

Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Anda mungkin juga menyukai