PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
masyarakat. Komitmen Indonesia sebagai negara hukum pun selalu dan hanya
dinyatakan secara tertulis dalam pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik
penegak-penegak hukum dan hukum yang adil dan tegas. Karena setiap
ketentuan hukum berfungsi mencapai tata tertib antar hubungan manusia dalam
sosial yang merasakan tekanan atau ketidaktepatan ikatan sosial. Berarti hukum
(masyarakat).2
1
Soedarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Bandung, 1982. hal. 2
R. Adboel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta, 2010. hal. 2
2
Dalam suatu negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, sektor
berbagai macam jenis dan jumlahnya mendukung aspek ekonomi, sosial, dan
menimbulkan kecelakaan lalu lintas baik itu untuk pejalan kaki dan bagi yang
dalam diri pelaku, tetapi peristiwa pidana dapat juga terjadi sebagai akibat dari
kerugian dalam bentuk materil dan menimbulkan korban meninggal dunia, luka
adalah faktor manusia, kedua adalah faktor kendaraan dan yang ketiga adalah
faktor jalan.Kombinasi dari ketiga faktor itu bisa saja terjadi antara manusia
sebut dengan tabrak lari.Tabrak lari adalah tindak pidana kejahatan yang tidak
antara kepentingan korban dan pelaku itu sendiri. Oleh karena itu diperlukan
suatu sikap yang bijaksana dari hakim dalam menghadapi suatu kasus pidana
pelaku.5
oleh karena itu hakim dalam menentukan hukuman harus memiliki perasaan
3
Ofyar Z. Tamin, Perencanaan dan Pemodelan Transpostasi, Bandung, 1997, hal. 4
4
Marye Agung Kusmagi, Selamat Berkendara Dijalan Raya, Raih Asa Sukses, Jakarta,
2010, hal. 94
5
Wahyu Affandi, Hakim dan Hukum Dalam Praktek, Bandung, Alumni, 1983, hal. 8
yang peka, dalam arti ia harus mampu menilai yang baik danobjektif sesuai
Hakim yang bebas dan tidak memihak telah menjadi ketentuan universal. Ia
sidang pengadilan yang dipimpin oleh hakim, hakim itu harus aktif bertanya
Ibid, hal. 9
6
PN Amb. Kasus ini bermula dari Terdakwa Alias R pada hari minggu tanggal
23 September 2018 sekitar pukul 19.30 WIT yang bertempat di Jln. Sultan
Babullah Kec. Sirimau Kota Ambon tepatnya didepan Mesjid Raya Al-Fatah,
dari silale hendak menuju ke Rumah Sakit Tentara Ambon, dan salah satu
penumpang becak yakni Alm.Ibu Maryam Latanda pada saat itu dalam kondisi
sakit.
Pada saat terdakwa membawa becak, terdakwa mengambil jalur kiri dan
pada jalan turunan, kecepatan becak yang dibawa terdakwa semakin tinggi dan
pada saat terdakwa tiba di tempat kejadian tepatnya didepan masjid Al-Fatah,
terdakwa hendak mengambil jalur kanan, pada saat terdakwa mau mengambil
jalur sebelah kanan, terdakwa terkejut dengan 1 (satu) mobil yang dengan
Pada saat becak terbalik, salah satu penumpang becak yakni Ibu
Maryam Latanda yang dalam kondisi sakit mengalami luka robek dibagian
8
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Presfektif Hukum Progresif,
Jakarta, 2010, hal. 112
jidat sebelah kanan dan penumpang becak satunya lagi mengalami benturan
dibagian tangan sebelah kiri, dan pada saat itu masyarakat sekitar langsung
(satu) jam kemudian penumpang becak yakni Ibu Maryam Latanda meninggal
Indonesia yaitu tentang putusan pengadilan yang ada kalanya di satu pihak
dirasakan tidak adil dan oleh para hakim dirasakan sudah adil. Pada sisi lain
bisa saja terjadi oleh karena kebebasan hakim yang dianggap sebagai ketentuan
yang prinsipil, sehingga dapat digunakan sebagai tameng untuk menutup segala
B. Rumusan Masalah
dalam perkara Tindak Pidana Lalu Lintas Pada Putusan No. 494/Pid.Sus/2018/
PN Amb ?
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
E. Kerangka Teoritis
sentral dalam penerapan hukum. Hakim tidak hanya dituntut agar dapat berlaku
keadilan.9
9
Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks Keindonesiaan, Bandung,
2009. hal 164
Salah satu bentuk keadilan yang sama di depan hukum adalah
penjatuhan pidana yang berdasarkan pada alat-alat bukti yang sah serta fakta-
menentukan batas maksimal dan minimal pidana yang harus dijalani terdakwa,
hal ini bukan berarti hakim dapat seenaknyaa menjatuhkan pidana tanpa dasar
hukum yang ada dalam teks undang-undang (hakim sebagai corong undang-
diatur dalam undang-undang ataupun telah ada aturan tetapi dipandang tidak
bukan merupakan kebebasan tanpa batas melainkan kebebasan yang diikat oleh
tanggung jawab untuk menciptakan hukum yang sesuai dengan pancasila dan
Untuk hal ini maka, Hari Soeharto mengatakan bahwa seorang hakim
10
Lilik Mulyadi, Seraut Wajah Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana
Indonesia, Bandung, 2014, hal. 141
11
Bagir Manan, Hakim Sebagai Pembaru Hukum, Jakarta, 2007. hal.9
12
Wahyu Affandi, Hakim dan Penegakan Hukum, Alumni, Bandung, 1984. hal.19
13
Ibid, hal.8
2. Harus trampil, artinya mengetahui dan menguasai segala peraturan dan
kegiatan yuridis sendiri tidak sekedar melakukan silogisme belaka. Hakim ikut
serta dalam pembentukan hukum, bukan pula secara objektif seperti yang
tersebut dalam arti dapat berupa menerima putusan, melakukan upaya hukum
pihak lain, apabila ditelaah melalui visi hakim yang mengadili perkara, putusan
hakiki, hak asasi manusia, penguasaan hukum atau fakta secara mapan,
14
Sadjipto Rahadjo, Hukum Dalam Jagat Ketertiban, Jakarta, 2006, hal 163
mumpuni, dan factual, serta visualisasi etika, mentalitas, dan moralitas dari
Hal ini lebih ditegaskan lagi dalam Surat Edaran Mahkamah Agung
hukuman harus sesuai dengan berat ringannya kejahatan dan jangan sampai
yang juga adalah korban dari kecelakaan lalu lintas, perlu diperhatikan
pendapat Leo Polak yang mengatakan bahwa, hukuman harus memenuhi tiga
syarat yaitu:16
2. Hukuman hanya memperhatikan apa yang sudah terjadi dan tidak boleh
memperhatikan apa yang mungkin dapat terjadi. .Jadi hukuman tidak boleh
pelaku tindak pidana kealpaan diberi suatu penderitaan yang beratnya lebih
dari pada maksimum yang sesuai dengan beratnya delik yang dilakukan
dari beratnya delik, hal ini perlu supaya pelakunya tidak dihukum secara
tidak adil.
15
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Presfektif Hukum Progresif,
Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal 112
16
Utrech, Hukum Pidana I, Tertib Universitas,Bandung, 1960, hal 168
Dalam beberapa literatur kadang-kadang kealpaan ini juga disebut
dalam arti luas. Akan tetapi dirasakan kurang tepat, maka Satochid Kartanegara
sempit untuk kelalaian atau kealpaan, tetapi lebih baik mempergunakan istilah
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian.
Jenis yang digunakan dalam penulisan ini adalah Jenis penelitian yuridis
2. Tipe Penelitian.
digunakan yaitu :
17
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah Bagian I, Balai Lektur
Mahasiswa, hal. 342
18
Soejono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 13-14
19
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal.10
- Sumber Bahan Hukum Primer20
Angkutan Jalan
Kehakiman
Berupa buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis dan juga disertai hukum
atau data sekunder belaka yang lebih di kenal dengan nama dan bahan
orang lain.
G. Sistematika Penulisan
menjatuhkan putusan dan jenis-jenis putusan. Bab III merupakan hasil dan
22
Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia,
Malang, 2005, hal.64
Hakim dalam perkara tindak pidana Lalu Lintas yang Mengakibatkan Matinya
orang. Bab IV merupakan penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran.