Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PENGGANTI UTS

KASUS TENTANG HAK UNTUK HIDUP DAN KEBEBASAN

Oleh:

Azizah Darma 2010112020

DOSEN PENGAMPU: FERI AMSARI SH., MH., LLM.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG / 2021
Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah swt. Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah serta
innayah-Nya kepada kita semua, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
makalah tentang “Hak untuk Hidup, Perampasan Hidup dan Kebebasan”.

Makalah ini telah saya susun secara maksimal atas bantuan dari beberapa
pihak sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan dengan lancar.
Untuk itu, saya selaku penyusun berterima kasih kepada semua pihak yang
tidak bisa kami sebutkan satu per satu atas segala bantuan dan dukungan
yang diberikan.

Saya menyadari makalah yang kami susun jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, saya mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar saya dapat
menghasilkan makalah yang lebih baik lagi kedepannya.

Saya berharap makalah tentang “Hak untuk Hidup, Perampasan Hidup dan
Kebebasan” yang saya susun dapat memberikan manfaat dan menambah
wawasan bagi pembaca.

Padang, 12 Maret 2021

Azizah Darma
Daftar Isi

Kata Pengantar…………………………………………………………………..i

Daftar Isi……………………………………………………………………….......ii

Bab I. Pendahuluan

A. Latar Belakang………………………………………...…………….1

B. Rumusan Masalah……………………………………………….…2

C. Tujuan Penulisan…………………………………………….……..2

Bab II. Pembahasan

A. Contoh Kasus HAM di Indonesia……………………………..3

Bab III. Penutup

A. Kesimpulan…………………………………………………………....10

B. Saran…………………………………………………………………......10

Daftar Pustaka…………………...............…………………………...…………..10
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang
dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan
yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga
merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering
kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung
tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi.
Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup
bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM
terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri.

Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu
dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita
sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai
manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia semata – mata karena ia manusia, bukan karena
pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak
tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi
diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak
yang tidak dapat diabaikan.

Sebagai manusia, ia makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak
asasi manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal,
artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil

oleh siapa pun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri dan martabat
kemanusiaannya juga digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul atau
berhubungan dengan sesama manusia.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana arti hak untuk hidup sebagai hak asasi manusia?

2. Bagaimana bisa terjadi perampasan hidup dan kebebasan?

3. Bagaimana contoh kasus HAM di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hak untuk hidup sebagai hak asasi
manusia

2. Untuk mengetahui alasan terjadinya perampasan hidup dan kebebasan

3. Untuk mengetahui kasus-kasus HAM yang pernah terjadi di Indonesia


BAB II
PEMBAHASAN

Menganalisis Kasus Perlindungan Hak Asasi Manusia Berdasarkan Materi


Kelompok Masing-masing

Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 234 K/TUN/2016. Tanggal 28 Juli 2016 —


INISIATIF MASYARAKAT PARTISIPATIF UNTUK TRANSISI BERKEADILAN (IMPARSIAL)
VS I. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA., II. POLLYCARPUS BUDIHARI
PRIYANTO

Hari ini genap 17 tahun terbunuhnya aktivis HAM, Munir Said Thalib. Namun hingga
kini, aktor intelektualnya belum terungkap. Komisioner Komnas HAM, Mohammad
Choirul Anam, mencatat ada 4 pihak yang sudah diproses secara hukum dalam kasus
pembunuhan Munir yaitu Pollycarpus Budihari Priyanto, Indra Setiawan, Rohainil Aini,
dan Muchdi Purwopranjono. Dari keempat pihak itu hanya Muchdi yang divonis bebas.
Proses hukum yang dilakukan juga dinilai diskriminatif karena jaksa hanya mengajukan
peninjauan kembali (PK) untuk perkara Pollycarpus.

Walau ada proses hukum yang berjalan dalam perkara pembunuhan Munir, Anam
menegaskan kasus ini belum tuntas karena aktor intelektual belum ditangkap. Para
pihak yang telah diproses hukum itu menurut Anam sebagian besar perannya dalam
perkara pembunuhan itu hanya turut serta. Menurut Anam fakta hukum yang
terungkap dalam persidangan kasus pembunuhan Munir menjelaskan adanya aktor
intelektual. Mantan Sekretaris Eksekutif Komunitas Aksi Solidaritas Untuk Munir
(Kasum) itu mengatakan, selain fakta hukum di persidangan, ada dokumen lain yang
berhasil diperoleh Polri terkait kasus Munir. Dokumen itu salah satunya berbentuk
rekaman suara percakapan telepon Pollycarpus. Dalam persidangan, terungkap ada 41
rekaman telepon, tapi bukti itu tidak pernah di bawa ke pengadilan. Anam menilai
sangat mudah bagi aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus Munir karena
dokumen yang ada untuk mendukung pengungkapan kasus sangat terang benderang.
Kapolri bisa memerintahkan jajarannya untuk menemukan dokumen percakapan
telepon Pollycarpus itu, dan menjadikannya sebagai pijakan baru untuk
mengembangkan kasus Munir.
Selain itu Anam melihat ada pihak yang belum diproses hukum, itu bisa dilihat dari hasil
penyelidikan yang dilakukan Tim Pencari Fakta (TPF) peristiwa pembunuhan Munir
yang dibentuk Presiden tahun 2004. Anam mengapresiasi rencana Kapolri yang ingin
memanggil Kabareskrim untuk meneliti kembali kasus Munir.

Bagi Anam, Munir dibunuh karena dia orang yang paling berani untuk merombak rezim
militerisme orde baru. Salah satu hasil kerja Munir yakni mendorong lahirnya UU No.34
Tahun 2004 tentang TNI. “Munir yang paling gigih memperjuangkan pasal tentang
kesejahteraan prajurit TNI,” tukasnya.

Terjalnya jalan yang dilalui untuk menyelesaikan kasus Munir bukan saja terjadi dalam
perkara pidana, tapi juga sengketa informasi. Kepala Divisi Pembelaan HAM Kontras,
Arif Nur Fikri, menjelaskan sengketa itu bermula karena pemerintah tak kunjung
mengumumkan hasil penyelidikan yang dilakukan TPF kasus Munir. Padahal jelas
dalam poin kesembilan Keppres No.111 Taun 2004 tentang Pembentukan Tim Pencari
Fakta Kasus Meninggalnya Munir mengamanatkan kepada pemerintah untuk
mengumumkan hasil penyelidikan kepada masyarakat.

Pria yang mengampu sebagai salah satu kuasa hukum pihak Munir dalam perkara
sengketa informasi itu memaparkan dalam perkara sengketa informasi di Komisi
Informasi Pusat (KIP) dengan nomor register 025/IV/KIP-PS/2016 antara KontraS
sebagai pemohon dengan termohon Kementerian Sekretariat Negara RI pada intinya
menuntut 2 hal. Pertama, menuntut pemerintah segera mengumumkan secara resmi
hasil penyelidikan TPF kasus Munir kepada masyarakat. Kedua, apa alasan pemerintah
belum mengumumkan hasil penyelidikan itu.

Fikri mencatat ada dua hal yang penting dicermati dalam putusan KIP. Pertama,
Kementerian Sekretariat Negara berdalih tidak memiliki hasil penyelidikan TPF kasus
Munir dengan menunjukkan bukti berupa Buku Agenda Surat Masuk Kementerian
Sekretariat Negara tertanggal 3 Mei 2005 sampai 1 Agustus 2005.

Kedua, majelis KIP berpendapat tidak tersedianya informasi berupa laporan hasil
penyelidikan TPF kasus Munir tidak melepaskan kewajiban termohon untuk
menyediakan informasi publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan dan
mengumumkan informasi terkait sengketa informasi yang dimaksud.
Tak puas dengan putusan itu, Arif mengatakan, Kementerian Sekretariat Negara
mengajukan upaya hukum ke PTUN. Dalam putusan No.3/G/KI/2016/PTUN-JKT,
majelis PTUN Jakarta mengabulkan seluruh permohonan Kementerian Sekretariat
Negara. Intinya, majelis menyebut dokumen TPF Munir tidak ada di Kementerian
Sekretariat negara. Tak puas dengan putusan itu, kuasa hukum Munir mengajukan
kasasi ke Mahkamah Agung. Hasilnya, majelis MA menolak kasasi tersebut.

Dalam pertimbangan perkara kasasi itu Arif mencatat sedikitnya dua hal. Pertama,
majelis menyebut Perpres No.24 Tahun 2015 tentang Kementerian Sekretariat Negara
tidak mengatur khusus tentang pendokumentasian hasil penyelidikan TPF Munir. Arif
berpendapat harusnya sudah menjadi tugas Kementerian Sekretariat Negara untuk
mendokumentasikan peraturan perundang-undangan seperti Perpres dan Keppres.

Menurut Arif pertanyaan selanjutnya apakah Keppres No.111 Tahun 2004 dan hasil
penyelidikan TPF Munir adalah dua hal yang terpisah. Sehingga yang didokumentasikan
oleh Kementerian Sekretariat Negara hanya Perpres saja, sementara hasilnya tidak
didokumentasikan

Kedua, dalam pertimbangannya majelis mengutip pasal 5 ayat (1), (2), dan (3)
Peraturan MA No.2 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi
Publik di Pengadilan. Fikri menilai pertimbangan hukum majelis MA ngawur karena
tidak sesuai antara pertimbangan yang dimaksud dengan peraturan yang dikutipnya.
Alhasil dari proses persidangan yang telah dilalui di PTUN dan MA itu Arif
menyimpulkan majelis hakim yang menyidangkan kasus tersebut tidak paham tentang
sengketa informasi publik.

Arif mengatakan sampai saat ini pihak kuasa hukum Munir belum menerima salinan
putusan resmi kasasi. Padahal perkara itu sudah putus sejak Juni 2017. Setelah
menerima salinan putusan resmi, pihak kuasa hukum akan melakukan eksaminasi
terhadap putusan kasasi itu dan berencana mengajukan PK atau bisa juga mengajukan
gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) karena Presiden tidak menjalankan poin
kesembilan Kepres No.111 Tahun 2014.

Menurut Arif hasil penyelidikan TPF Munir itu penting untuk disampaikan kepada
publik. Dia yakin materi yang termaktub dalam dokumen itu sangat berguna untuk
penuntasan kasus pembunuhan Munir. Tapi melihat proses persidangan yang telah
dilalui itu Arif menilai pemerintah tidak punya kemauan untuk membuka dokumen TPF
Munir. “Antar pemerintahan Presiden Jokowi dan pemerintahan periode sebelumnya
selalu lempar tanggung jawab perihal dokumen ini,” pungkasnya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap
individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita
ingat bahwa jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain. HAM setiap
individu dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam Islam, Islam sudah lebih dulu
memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang Islam dapat dijumpai dalam sumber utama
ajaran Islam itu yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber ajaran normatif,
juga terdapat dalam praktik kehidupan umat Islam.

Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI,
di mana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok
atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan
HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan
HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.

B. Saran

Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan


HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM
orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula
HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.
Daftar Pustaka

Clapham, Andrew. Human Rights: A Very Short Introduction. 2015. Oxford: Oxford
University Presss.

Zulfa, E. A. (2015). Menelaah Arti Hak Untuk Hidup Sebagai Hak Asasi Manusia. Lex
Jurnalica, 2(2), 17975.

www.hukumonline.com

Anda mungkin juga menyukai