Anda di halaman 1dari 8

KEWENANGAN

Oleh:
Dr. Hengki Andora, SH., LL.M

A. Pengertian Kewenangan
Di dalam literatur hukum Belanda, istilah wewenang sering
menggunakan kata bevoegheid, meskipun istilah bekwaamheid pun ada yang
menerjemahkan dengan kewenangan atau kompetensi.1 Philipus M. Hadjon
berpandangan bahwa istilah wewenang dan kewenangan mempunyai arti
yang sama. Sementara itu, Prajudi Atmosudirdjo menganggap bahwa
kewenangan (authority, gezag) dan wewenang (competence, bevoegdheid)
adalah dua hal yang berbeda. Kewenangan merupakan “kekuasaan formal”
yang berasal dari Kekuasan Legislatif (diberi Undang-Undang) atau dari
kekuasaan eksekutif/administratif.2 Lebih lanjut, Prajudi Atmosudirdjo
mengemukakan bahwa kewenangan, yang biasanya terdiri atas beberapa
wewenang, adalah kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentu
atau kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan)
tertentu yang bulat, sedangkan wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil
tertentu saja.3
UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
membedakan konsep wewenang dengan konsep kewenangan. Pasal 1 angka
5 UU No. 30 Tahun 2014 mendefinisikan wewenang sebagai hak yang
dimiliki oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara
negara lainnya untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Sedangkan yang dimaksud dengan
kewenangan adalah kekuasaan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau
penyelenggara negara lainnya untuk bertindak dalam ranah hukum publik.4

1
Lihat dalam Ridwan, 2014, Diskresi dan Tanggung Jawab Pemerintah, FH UII Press,
Yogyakarta, hlm. 110, dan hal yang sama juga dapat dilihat dalam Philipus M. Hadjon, et all,
2011, Hukum Administrasi dan Tindak Pidana...... Op.Cit, hlm. 10
2
Prajudi Atmosudirdjo, 1988, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm.
76
3
ibid
4
Pasal 1 angka 6 UU No. 30 Tahun 2014

1
Kewenangan merupakan konsep inti dalam hukum tata negara dan
hukum administrasi negara. Wewenang publik bersifat ketatanegaraan
merupakan wewenang yang diberikan dan dilaksanakan oleh lembaga-
lembaga negara, sedangkan wewenang yang bersifat administrasi diberikan
dan dilaksanakan oleh organ administrasi atau pemerintahan.5 Indroharto
mendefinisikan wewenang sebagai suatu kemampuan yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menimbulkan akibat-
akibat hukum yang sah.6 Wewenang terdiri dari hak-hak dan kewajiban-
kewajiban yang diberikan kepada badan hukum publik.7 Kewenangan
berdasarkan hukum publik adalah kemampuan yuridis dari instansi atau
pejabat pemerintah yang berisi keseluruhan hak dan kewajiban. Dengan
adanya kewenangan, instansi atau pejabat pemerintah memiliki kemampuan
untuk melakukan tindakan hukum tertentu yaitu tindakan-tindakan yang
dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum dalam penyelenggaraan
pemerintahan.
Sebagai suatu konsep hukum publik, wewenang terdiri atas sekurang-
kurangnya tiga komponen, yaitu pengaruh, dasar hukum dan konformitas
hukum. Menurut Philipus M. Hadjon, yang dimaksudkan dengan pengaruh
adalah penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku
subjek hukum. Sementara yang dimaksud dengan dasar hukum yang menjadi
komponen wewenang adalah wewenang itu selalu harus dapat ditunjuk
dasar hukumnya. Ada pun konformitas hukum mengandung makna adanya
standar wewenang, yaitu standar umum (semua jenis wewenang) dan
standar khusus (untuk jenis wewenang tertentu). 8
Penggunaan istilah “kewenangan” sebagai terjemahan dari
“bevoegdheid” berbeda penerapannya di Belanda dan di Indonesia. Kalau di

5
Ridwan, Diskresi dan Tanggung ......Op.Cit, hlm. 112
6
Indroharto, 2000, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha
Negara: Buku I Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, hlm. 94
7
Ibid, hlm. 95
8
Philipus M. Hadjon, et all, Hukum Administrasi dan Tindak....., Op.Cit, hlm. 11

2
Belanda, istilah bevoegdheid digunakan dalam konsep hukum perdata dan
hukum publik.9 Sementara di Indonesia tidak demikian. Istilah kewenangan
atau wewenang di dalam hukum positif Indonesia selalu digunakan dalam
konsep hukum publik.10 Wewenang hukum publik tersebut senantiasa
dikaitkan pada jabatan publik (bestuur organ) yang dalam segala
tindakannya dilakukan demi kepentingan umum atau untuk pelayanan
publik (public service).11
Dalam konsep hukum publik, pertanggungjawaban hukum itu berkaitan
erat dengan penggunaan wewenang. Tidak ada kewenangan tanpa
pertanggungjawaban (there is no authority without responsibility). Organ
pemerintahan bertindak atas dasar adanya kewenangan yang sah dan
tindakannya itu tetap terikat sepenuhnya pada peraturan perundang-
undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Dalam hal ini,
Philipus M. Hadjon membedakan antara tanggung jawab jabatan dengan
tanggung jawab pribadi. Menurut Philipus M. Hadjon, tanggung jawab
jabatan berkenaan dengan legalitas (keabsahan) tindakan pemerintahan,
sedangkan tanggung jawab pribadi berkaitan dengan pendekatan
fungsionaris atau pendekatan perilaku dalam hukum administrasi. 12

Tanggung jawab pribadi berkenaan dengan malaadministrasi. Apabila


instansi pemerintah bertindak selaku wakil dari badan hukum, maka
tanggung gugatnya berada pada badan hukumnya. Namun, apabila ada
terdapat tindakan maladministrasi dalam penggunaan wewenang, maka
tanggungjawabnya menjadi tanggungjawab pribadi dari orang yang
menggunakan wewenang tersebut. Dengan demikian, wewenang sebenarnya

9
Lihat dalam Ridwan, Diskresi dan Tanggung.... Op.Cit, hlm. 111
10
Philipus M. Hadjon, et all, Hukum Administrasi dan Tindak....., Op.Cit, hlm. 10
11
Paulus Effendi Lotulung, 2013, Hukum Tata Usaha Negara dan Kekuasaan, Salemba
Humanika, Jakarta, hlm. 28
12
Lihat dalam Philipus M. Hadjon, et all, Hukum Administrasi dan Tindak....., Op.Cit, hlm.
16

3
berbeda dengan hak. Hak lebih dikonotasikan sebagai kekuasaan untuk
melakukan tindak hukum privat atau hukum pribadi (hukum perdata). 13
B. Sumber Kewenangan
Badan hukum publik atau organ pemerintahan memperoleh
kewenangan berdasarkan tiga macam cara, yaitu: atribusi, delegasi dan
mandat. Sementara itu, menurut Indroharto dan Philipus M. Hadjon,
wewenang pemerintahan itu pada umumnya diperoleh melalui dua cara
pokok, yaitu dengan jalan atribusi dan delegasi.14 Mandat ditempatkan
sebagai cara tersendiri, karena mandat bukan pelimpahan wewenang seperti
delegasi.15
1. Atribusi
Akar kata atribusi berasal dari bahasa Latin “ad tribuere” yang artinya
“memberikan kepada”.16 Atribusi dikatakan sebagai cara normal untuk
memperoleh wewenang pemerintahan atau bisa juga dikatakan
merupakan wewenang untuk membuat keputusan (besluit) yang
langsung bersumber kepada undang-undang dalam arti materil.17
Menurut Philipus M. Hadjon, atribusi adalah wewenang yang
diberikan atau ditetapkan untuk jabatan tertentu.18 Kewenangan yang
diperoleh secara atribusi dianggap sebagai kewenangan asli (originaiare
bevoegdheid), karena atribusi ini mengandung arti menciptakan
wewenang yang sebelumnya tidak ada. Atribusi merupakan wewenang
baru atau sebelumnya tidak ada.19 Tanggungjawab atas penggunaan
wewenang atribusi sepenuhnya berada pada penerima wewenang ini. Di
dalam hukum positif Indonesia, atribusi adalah pemberian kewenangan

13
Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi .... Op.Cit, hlm. 76
14
Indroharto, Usaha Memahami Undang ......., Op.cit, hlm. 91, dan Philipus M. Hadjon, et
all, Hukum Administrasi dan Tindak....., Loc. Cit, hlm. 11.
15
Ibid
16
Philipus M. Hadjon, et all, 2010, Hukum Administrasi dan Good Governance, Universitas
Trisakti, Jakarta, hlm. 20
17
Lihat dalam Philipus M. Hadjon, et all, Hukum Administrasi dan Tindak....., Op.Cit, hlm.
11
18
Philipus M. Hadjon, et all, Hukum Administrasi dan Good ...Op.Cit, hlm. 20
19
Lihat Pasal 12 ayat (1) huruf a UU No. 30 Tahun 2014

4
kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan oleh UUD 1945 atau
Undang-Undang.20 Kewenangan atribusi tidak dapat didelegasikan,
kecuali diatur di dalam UUD 1945 dan/atau undang-undang.21 Dengan
demikian, lembaga yang berwenang memberikan atribusi dibedakan
atas:22
1) original legislator atau originaire wetgevers, yaitu MPR di dalam
pembentukan undang-undang dasar, dan DPR bersama Presiden di
dalam pembentukan undang-undang;
2) delegated legislator atau gedelegeerde wetgevers, yaitu badan atau
pejabat pemerintahan yang diberi wewenang menciptakan
wewenang-wewenang pemerintahan (atribusi) untuk badan atau
pejabat pemerintahan tertentu, karena ada perintah atau
pelimpahan dari UUD dan/atau undang-undang.
2. Delegasi
Delegasi atau “delegare” dalam bahasa Latinnya, memiliki arti
“melimpahkan”, sehingga konsep wewenang delegasi, menurut Philipus
M. Hadjon, adalah wewenang pelimpahan.23 Menurut Ridwan, delegasi
adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ
pemerintahan yang telah mempunyai wewenang atributif kepada organ
pemerintahan lainnya yang tidak memiliki hubungan hierarkis.24
Sementara itu, di dalam UU Administrasi Pemerintahan, delegasi itu
diartikan sebagai pelimpahan kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung
gugat beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi. Penerima delegasi
(delegataris) menjalankan wewenang delegasi atas nama dan tanggung

20
Pasal 1 angka 22 UU No. 30 Tahun 2014
21
Periksa Pasal 12 ayat (3) UU No. 30 Tahun 2014.
22
Bandingkan dengan Indroharto, Usaha Memahami Undang ......., Op.Cit, hlm. 91, dan di
dalam Ridwan, Diskresi dan Tanggung.... Op.Cit, hlm. 116
23
Ibid, hlm. 21
24
Ridwan, Diskresi dan Tanggung.... Op.Cit, hlm. 120

5
jawabnya sendiri, dengan kewajiban mempertanggungjawabkannya
kepada pemberi delegasi (delegans). Delegans wajib memberikan
instruksi dan pengawasan terhadap delegataris.25 Atas dasar ini,
Delegans dapat menarik kembali wewenang yang telah diberikan, jika
pelaksanaan wewenang tersebut menimbulkan ketidakefektifan
penyelenggaraan pemerintahan.26 Badan dan/atau pejabat pemerintahan
yang memperoleh wewenang melalui delegasi, tanggung jawab
kewenangan berada pada penerima delegasi. Badan dan/atau pejabat
pemerintahan memperoleh wewenang melalui delegasi apabila:27
1. diberikan oleh badan/pejabat pemerintahan kepada badan dan/atau
pejabat pemerintahan lainnya;
2. ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden,
dan/atau Peraturan Daerah; dan
3. merupakan wewenang pelimpahan atau sebelumnya telah ada.
3. Mandat
Di samping atribusi dan delegasi, dikenal pula istilah mandat. Mandat
adalah pelaksanaan tugas oleh mandataris untuk dan atas nama pemberi
tugas (mandans) dengan kewenangan yang tetap melekat pada instansi
pemberi tugas. Dengan demikian, mandat bukanlah penyerahan
wewenang dan bukan pula pelimpahan wewenang.28 Secara yuridis,
tidak ada perubahan wewenang dalam mandat. Hubungan yang terjadi
adalah hubungan internal dalam intern organisasi pemerintahan dengan
maksud untuk mewujudkan efisiensi dan efektifitas dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
Menurut UU Administrasi Pemerintahan, mandat adalah pelimpahan
kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih
tinggi kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah

25
ibid
26
Lihat pasal 13 ayat (6) UU No. 30 Tahun 2014.
27
Pasal 13 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2014.
28
Ridwan H.R, 2009, Tiga Dimensi Hukum Administrasi dan Peradilan Administrasi, FH UII
Press, Yogyakarta, hlm. 43

6
dengan tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi
mandat. Berdasarkan definisi tersebut, secara yuridis tidak terjadi
peralihan wewenang dalam hal adanya pemberian mandat. Tanggung
jawab dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi mandat.29 Badan
dan/atau pejabat pemerintahan memperoleh mandat apabila ditugaskan
oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan di atasnya dan merupakan
pelaksanaan tugas rutin.30
Di dalam praktiknya, penyelenggaraan mandat ini selalu harus
menyebutkan Atas Nama (A.n) badan dan/atau pejabat pemerintahan
yang memberikan mandat. Karena, hubungan yang terjadi dalam mandat
adalah hubungan antara atasan dan bawahan, kecuali ditentukan lain
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.31 Dengan demikian,
adakalanya pada suatu ketika, badan dan/atau pejabat pemerintahan
yang memberikan mandat dapat menggunakan sendiri wewenang yang
telah diberikannya melalui mandat dan bahkan dapat menarik kembali
wewenang yang telah dimandatkan dalam hal apabila pelaksanaan
wewenang berdasarkan mandat menimbulkan ketidakefektifan
penyelenggaraan pemerintahan.

Tabel
Perbedaan Mandat dan Delegasi

MANDAT DELEGASI
Prosedur pelimpahan Dalam hubungan rutin Dari suatu organ
atasan bawahan: hal pemerintahan kepada
biasa kecuali dilarang organ lain: dengan
tegas peraturan perundang-
undangan
Tanggung Jawab Tetap pada pemberi Tanggung jawab
Jabatan dan mandat jabatan dan tanggung
Tanggung Gugat gugat beralih kepada

29
Periksa Pasal 14 ayat (8) UU No. 30 Tahun 2014.
30
Pasal 14 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2014.
31
Pasal 14 ayat (3) UU No. 30 Tahun 2014.

7
delegataris
Kemungkinan si Setiap saat dapat Tidak dapat
pemberi menggunakan sendiri menggunakan
menggunakan wewenang yang wewenang itu lagi,
wewenang itu lagi dilimpahkan itu kecuali setelah ada
pencabutan dengan
berpegang pada asas
“contrarius actus”
Tata Naskah Dinas a.n, u.b, u.p Tanpa a.n dll (langsung)
Sumber: Philipus M. Hadjon, et all, Hukum Administrasi dan Good
Governance, hlm. 21

Anda mungkin juga menyukai