PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum pada prinsipnya adalah sebuah aturan yang wajib ditaati dan
yang tidak boleh dilakukan. Apabila hukum itu dilanggar maka akan
perilaku dalam lalu lintas atau hubungan - hubungan hukum dalam kehidupan
Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Pasal 2 ayat (1)
berbunyi :
satu Jaksa Agung. Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab
1
Indonesia, Undang-undang Kejaksaan Republik Indonesia. UU No. 16, L.N. No. 67 tahun
2004, T.L.N. No. 4401, Pasal. 2 ayat (1).
1
2
Republik Indonesia mempunyai tugas dan wewenang yang diatur dalam Pasal
Indonesia yaitu;
undang;
pidana dikenal adanya dua asas yang berlaku yaitu asas legalitas dan asas
oportunitas. Kedua asas tersebut berada dalam posisi yang saling berlawanan,
2
Ibid.,Pasal. 35.
3
untuk menuntut atau tidak menuntut, dengan atau tanpa syarat seseorang yang
terlebih lagi hal ini ditegaskan pula dalam Pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP
yang menentukan bahwa penuntut umum harus menuntut semua perkara yang
tindak pidana atau perkaranya ditutup demi hukum. 4 Sehingga KUHAP hanya
3
O.C Kaligis, Pengawasan Terhadap Jaksa selaku penyidik Tindak Pidana Korupsi,
(Bandung : P.T Alumni, 2006), hal. 146.
4
Indonesia, Undang-undang Hukum Acara Pidana. UU No. 8, L.N. No. 76 tahun 1981, T.L.N.
No. 3258, Pasal. 140 ayat (2) huruf a.
4
mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai
penghentian penuntutan.
umum.
dilaporkan oleh Chairil Chaidar Said, ketua LSM Lembaga Peduli KPK-Polri
perpanjangan passport.
Agung, dan Polri. Surat tersebut memuat tiga alasan mengenai pertimbangan
sebab tersangka adalah tokoh dan aktivis yang diakui luas oleh
masyarakat.
2004 8
agung, yang pada akhirnya “Jaksa Agung Muhammad Prasetyo pada tanggal
7
http://www.voaindonesia.com/a/jagung-deponering-kasus-abraham-samad-/3219269, diakses
pada 3 Maret 2018, pukul 16.20 WIB.
8
ibid
7
hukum.
kepastian hukum serta perlakuan yang sama di hadapan hukum dan terbebas
merupakan hak yang diberikan kepada Jaksa Agung, tetapi belum ada
indikator yang jelas siapa saja yang berhak untuk diberikan seponering
9
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?
page=web.Berita&id=13101&menu=2#.VzIRFDF39_k, diakses pada 3 Maret 2018 pukul 16.25
WIB.
8
karena hal tersebut guna tercapainya tujuan hukum, yaitu keadilan, kepastian
dan kemanfaatan.
merupakan wadah untuk menjadi orang yang ‘kebal’ akan jeratan hukum.
berikut:
10
Undang-undang Kejaksaan Republik Indonesia, op, cit., pasal 35 huruf c.
9
masyarakat luas.
yang hanya dimiliki oleh kejaksaan, dan tidak dimiliki oleh lembaga lain.
ondeelbaar), maka tidak ada suatu lembaga pemerintah manapun yang dapat
melakukan tugas penuntutan tersebut untuk dan atas nama negara12. Jaksa
bertindak untuk dan atas nama negara. Hal ini sebagaimana tertuang dalam
Republik Indonesia.
Seperti pada uraian diatas, seponering hanya dapat dilakukan oleh Jaksa
11
Tolib Effendi, Sistem Peradilan Pidana: perbandingan komponen dan proses sistem
peradilan pidana di beberapa negara, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2013), hal.154.
12
ibid
10
masyarakat tersebut.
bersalah atas dasar asas oportunitas yang berlaku pada yurisdiksi kejaksaan.
dampak bagi hukum, baik terhadap proses peradilan terlebih lagi kepada
13
R.M. Surachman dan Andi Hamzah, Jaksa di Berbagai Negara, Peranan dan
Kedudukannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hal. 6.
11
B. Rumusan Masalah
permasalahan, yaitu :
1. Tujuan Penulisan :
12
2. Manfaat Penulisan :
maupun praktis.
D. Metode Penelitian
satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan membuat analisis,14
untuk memperoleh data guna mengetahui lebih jelas suatu permasalahan yang
yang dihadapi secara sistematik, faktual dan, relevan. Metode penelitian yang
1. Tipe penelitian
14
Johnny Ibrahim, Teori dan metodologi penelitian hukum normatif. (Jakarta : Bayumedia,
2006), hal.295.
14
2. Pendekatan Masalah
3. Bahan Hukum
15
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.
(Jakarta : Rajawali Pers, 2010), hal. 24.
16
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Pers, 1986), hal. 51.
15
Republik Indonesia;
peraturan perundang-undangan.
studi dokumen atau bahan pustaka yang terdiri dari bahan hukum
lengkap, jelas, dan komprehensif data dan informasi hasil penelitian dan
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Skripsi ini disusun dalam lima bab dan setiap bab dibagi menjadi
beberapa sub bab. Adapun sistematika untuk setiap bab adalah sebagai berikut
BAB I : PENDAHULUAN
ABRAHAM SAMAD
SAMAD
BAB V : PENUTUP
diangkat oleh penulis. Serta dalam bab ini disertai saran terhadap
topik penelitian.
BAB II
19
Lembaga Penuntutan
dendam tersebut.17
17
Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Mandar
Maju, 2001), hal. 175.
20
18
Singasari maupun pada dinasti di Kesultanan Cirebon. Peran sejarah
berbagai disiplin ilmu yang lain, telah disingkapkan oleh para ahli
negara atau Raja atau Shiti Narendran. Dalam hal ini Gajah Mada
18
Ilham Gunawan, Peran Kejaksaan Dalam Menegakkan Hukum dan Stabilitas Politik,
(Jakarta: Sinar Grafika, 1994), hal. 43.
19
Ibid., hal. 44-45.
21
ada beberapa yang disebut oleh para sarjana seperti Krom dalam
dalam bukunya adat recht Jilid II. Sebuah kitab hukum bernama
yang dikenal pada masa itu berupa kitab hukum, yang disebut kitab
ini mirip dengan tugas Jaksa selaku penyerah perkara pada dewasa
ini.21
dalam kitab hukum hindu kuno yang sudah diakui oleh hukum adat
21
Ibid., hal. 47.
22
Ibid., hal. 48.
23
masa pemerintahan Sultan Agung. Raja ini dikenal sebagai Raja ketiga
yang memerintah pada tahun 1613 sampai dengan 1645. Pada waktu
meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur dan sebagian Jawa Barat. Namun,
perubahan dalam tata hukum. Ketika itu Sultan Agung yang bergelar
khusus yang disebut Bangsal Pancaniti dan dihadiri oleh Raja dan para
saran dari para pangeran, akhirnya Raja setelah melakukan semadi atau
Penjajahan Belanda
24
Ibid., hal. 50-51.
25
Marwan Effendi, Kejaksaan RI Posisi dan Fungsinya Dari Perspektif Hukum, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2005),hal.59.
25
pihak lain.
Adapun maksud dari perkara padu ini, ialah agar pengadilan yang
26
Ibid., hal. 61.
26
Penjajahan Jepang
Kejaksaan Tinggi.27
dengan sebutan Jaksa. Sehingga Jaksa pada waktu itu adalah sebagai
2. Pengertian Jaksa
Yaksa berasal dari India dan gelar itu di Indonesia diberikan kepada
pengertian Jaksa ialah, Jaksa berasal dari kata Seloka Satya Adhy
jiwa dan raihan cita-cita setiap warga adhyaksa dan mempunyai arti serta
a. Satya, kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, terhadap diri pribadi dan keluarga maupun sesama
manusia.
29
Gunawan, op, cit., hal. 50.
29
(Jaksa Umum atau Jaksa Biasa), Jaksa Agung (Attorney General), Kantor
berdasarkan Undang-undang.31
30
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana., op, cit., Pasal. 1 ayat (6) huruf a.
31
Undang-Undang Kejaksaan Republik Indonesia, op, cit., Pasal. 1 butir 1.
32
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal. 75.
30
penetapan hakim.
lain :33
33
Ibid., hal. 193-194.
31
kriminal;
seorang terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa, atau tempat
lain yang layak karena yang bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau
badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara dan instansi
34
Marwan Effendi, Op.Cit., hlm. 128.
32
dengan akuntabilitas.
Indonesia
berdasarkan undang-undang.
secara merdeka.
3) Kejaksaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah satu dan
tidak terpisahkan.
penuntutan.
sehingga dapat menampilkan ciri khas yang menyatu dalam tata pikir, tata
laku, dan tata kerja kejaksaan. Oleh karena itu, kegiatan penuntutan di
pengadilan oleh Kejaksaan tidak akan berhenti hanya karena jaksa yang
ditarik beberapa hal penting, yaitu: Kejaksaan sebagai alat negara penegak
Kejaksaan harus menjujung tinggi hak-hak asasi rakyat dan hukum negara,
perlindungan”. 36
36
Ibid., hal.123.
36
bidang penuntutan.
berada disuatu kekuasaan eksekutif. Sementara itu, bila dilihat dari sisi
penegakan hukum;
diukur dari sejauh mana Jaksa Agung mampu melakukan ketiga hal
tersebut, yang pasti adalah Jaksa Agung harus berusaha melakukan ketiga
37
Ibid., Hal. 125.
40
diberi kewenangan dan tanggung jawab luas dan besar namun profesional.
lebih baik bila Kejaksaan, sebagai salah satu instistusi penegak hukum,
bersifat independen dan merdeka, dalam arti tidak terpengaruh dan atau
undang Nomor 16 Tahun 2004, yang mana mengenai hal tersebut diatur
undang Nomor 15 Tahun 1961, sebenarnya asas itu sudah ada diatur di
tersebut sudah ada diatur dalam bentuk tertulis hanya saja terbatas khusus
untuk perkara korupsi, tidak bersifat umum. Oleh sebab itu secara umum
oportunitas di Indonesia;
umum”. Sebelum ketentuan itu, dalam praktek telah dianut azas itu.39
38
M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP penyidikan dan
penuntutan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2014), hal. 385.
39
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia,(Jakarta:CV Artha Jaya, 1996), hal.15-16.
43
kealpaan itu dengan hak memerintahkan agar dalam hal itu diadakan
dengan Pasal 179 RO itu dianut asas oportunitas karena pada ayat
dicegah”.
kolonial.40
40
Marwan Efendi, op, cit.,hal. 131.
44
c. Zaman Jepang
hanya kurang lebih 3 ½ tahun saja maka tidak ada perubahan apapun
d. Zaman Kemerdekaan
Umum”.
adalah Jaksa Agung dan tidak kepada setiap Jaksa selaku Penuntut
bersangkutan.
mengikuti perkara ringan, umur terdakwa sudah tua dan kerusakan telah
semua orang adalah sama di hadapan hukum. Akan tetapi ada kepentingan
masyarakat luas.
terbukti bersalah atas dasar asas oportunitas yang berlaku pada yurisdiksi
penuntutan itu tidak dapat dilakukan atau tidak patut dilakukan atau tidak
43
Andi Hamzah, Op.cit., hal. 14.
48
pertama”. Putusan tingkat pertama ini yang diperiksa dan diputus kembali
yang harus dilalui, sehingga suatu perkara tidak bisa langsung diadili oleh
Mahkamah Agung, akan tetapi harus diperiksa dan diadili terlebih dahulu
kepentingan umum.
perkara itu. Para pejabat tinggi negara itu, antara lain Menteri Pertahanan
45
Ali Yuswandi, Penuntutan Hapusnya Kewenangan Menuntut dan Menjalankan Pidana,
(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1995), hal. 84.
50
diajukan dan diperiksa di muka sidang pengadilan. Dari fakta dan bukti
tetapi perkara yang cukup fakta dan bukti ini, “sengaja dikesampingkan”
Dalam hal ini satu kali dilakukan penyampingan perkara, tidak ada
dan perkara yang telah disampingkan dianggap tidak pernah ada karena
telah dikesampingkan.
Dasar 1945.
Dalam Pasal 140 ayat (2) KUHAP yang menegaskan, penuntut umum
dilimpahkan penuntut umum ke sidang pengadilan. Akan tetapi, hal ini bukan
bersangkutan memang cukup alasan dan bukti untuk diajukan dan diperiksa di
muka persidangan. Dari fakta dan bukti yang ada, kemungkinan besar
terdakwa dapat dijatuhi hukuman. Akan tetapi perkara yang cukup fakta dan
dilakukan oleh Jaksa Agung setelah memperhatikan saran dan pendapat dari
duga keras terdakwa akan dibebaskan oleh hakim, atas alasan kesalahan
menghentikan penuntutan.
ditutup demi hukum atau set aside. Penghentian penuntutan atas dasar
perkara ditutup demi hukum ialah tindak pidana yang terdakwanya oleh
hukum sendiri telah dibebaskan dari tuntutan atau dakwaan dan perkara
itu sendiri oleh hukum harus ditutup atau dihentikan pemeriksaannya pada
77 KUHP).
55
tindak pidna yang sama. Seseorang hanya boleh dihukum satu kali
saja atas suatu kejahatan atau pelanggaran tindak pidana yang sama.
lagi kembali diajukan penuntutan jika ternyata ditemukan alasan baru yang
Umpamanya ditemukan bukti baru sehingga dengan bukti baru tersebut sudah
56
demi kepentingan umum. Dalam hal ini satu kali dilakukan penyampingan
perkara, tidak ada lagi alasan untuk mengajukan perkara itu kembali ke muka
sidang pengadilan”.48
menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga
menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
pemerintahan.
bersumber pada titik tolak the rule of law. Semua tindakan penegakan hukum
48
Ibid., hal. 438.
57
arti the rule of law dan supremasi hukum, menguji dan menetapkan setiap
masyarakat bangsa lain, tidak dapat disebut rule of law, bahkan mungkin
berupa penindasan.
Dengan asas legalitas yang berlandaskan the rule of law dan supremasi
ketentuan hukum, atau undue to law maupun undue process, serta bertindak
yang sama oleh hukum, equal protection on the law, Mendapat “perlakuan
keadilan” yang sama di bawah hukum, equal justice under the law.49
49
Ibid, hal. 36.
58
karena alasan berdasar asas kepentingan umum sebagaimana yang kita kenal
sebagai kebiasaan selama ini. Asas yang dianut tampaknya sudah bergeser
Pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP, dihubungkan dengan Pasal 14, yang
penuntut umum untuk menutup suatu perkara demi kepentingan hukum “tapi
50
Ibid.,hal. 37.
59
Nomor 16 Tahun 2004 tetapi dipertegas lagi oleh Buku Pedoman Pelaksanaan
asas oportunitas”.
tetapi pada sisi lain asas legalitas itu dikebiri oleh kenyataan pengakuan
yang seperti ini menyesatkan kewibawaan KUHAP itu sendiri, serta adanya
undang-undang sendiri tidak merinci secara tegas dan jelas apa-apa yang
akan tetapi masih tetap mengakui asas oportunitas. Kenyataan ini mau tidak
perbandingan. Pelaksanaan the rule of law itu sendiri juga mempunyai corak
yang berbeda pada setiap negara yang berpegang kepada asas supremasi
51
Ibid., Hal. 38.
60
“periode yang sekarang”, melalui DPR telah menggabungkan kedua asas itu
before the law, equality protection on the law, and equality justice under the
law.
pengadilan. Oleh karena itu asas oportunitas tersebut diartikan sebagai asas
tidak menuntut, dengan atau tanpa syarat seseorang yang telah mewujudkan
Penuntutan
konkretisasi dari pada nilai-nilai yang pada suatu saat berlaku dalam
pokok.
karena kedua soal ini saling mempengaruhi satu sama lain. Penuntut
pada tujuan hukum atau cita-cita hukum. Cita-cita hukum bagi bangsa
Tahun 194555.
55
Djoko Prakoso, Eksistensi Jaksa di Tengah-Tengah Masyarakat, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1985), hal. 89-90.
56
Ibid., hal. 91.
63
melihat dari segi kepentingan masyarakat luas terutama dari segi falsafah
beda bila tidak digariskan secara tegas. Kepentingan umum dalam suatu
menuntut eksistensi dari hukum dan sebagai dasar menentukan isi hukum
agar tujuan hukum dapat dicapai. Jadi peranan aktif kepentingan umum
harus dilihat dari dua segi peranan kepentingan umum baik aktif maupun
64
Pengertian kepentingan umum itu sendiri sampai saat ini belum ada
rupa bahwa titik berat berada tidak pada kepentingan seorang individu
57
Wirjono Prodjodikoro, Op.cit., hal. 13.
65
Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan
58
Andi Hamzah, op.cit., hal. 158-159.
66
luas, terutama dari segi falsafah hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila.
menuntut adanya keadilan dan persamaan. Oleh sebab itu Jaksa Agung
59
Andi Hamzah, op,cit., Hal.20.
67
BAB III
Dalam KK dan KTP Feriyani Lim tertera nama Abraham Samad sebagai
Panakkukang, Makassar.
Masyarakat (LSM) Lembaga Peduli KPK dan Polri, Chairil Chaidar Said,
dimaksud dalam Pasal 264 ayat (1) subsider Pasal 266 ayat (1) KUHP atau
dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013, Pasal 263 ayat (1) KUHP.
Sulselbar.
pidana atau menghilangkan barang bukti. Pada tanggal 29 April 2015, Polisi
perkaranya, maka dapat merugikan kepentingan umum yang lebih besar, yaitu
No Hari/tanggal Keterangan
1. Kamis, 29 Januari 2015 Kasus pemalsuan dokumen berupa KTP,
melakukan pemeriksaan.
10. Selasa, 28 April 2015 Pemeriksaan dilaksanakan kembali kepada
Abraham Samad.
11. Selasa, 28 April 2015 Pada tanggal yang sama, Abraham Samad resmi
Abraham Samad.
B. Hasil Wawancara
1. Hasil wawancara dengan Bapak Agus selaku Jaksa Agung Muda bidang
semata mata bertolak pada kekuasaan dan kewenangan yang ada padanya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tapi juga wajib melayani kebutuhan
73
tegas kepada setiap pelanggar hukum dan melindungi setiap orang dari
Pasal 14 KUHAP, yang apabila tidak dijelaskan secara jelas, akan dapat
itu masih dipergunakan Jaksa Agung atau oleh Jaksa setelah pengadilan
penyampingan perkara.
masih dapat lagi diajukan penuntutan jika ternyata ditemukan alasan baru
hal ini satu kali dilakukan penyampingan perkara, tidak ada lagi alasan
unsur schuld (afwezigheid van alle schuld) baik dalam bentuk sengaja
menutup perkara demi hukum. Karena pada hal tersebut hanya hakim
60
Hasil wawancara penulis dengan Agus Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Umum
Kejaksan Agung RI tanggal 18 Februari 2019
61
Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Cipta Aditya Bakti, 1997),
hal. 45.
76
atau tindak pidananya. Jadi tidak bisa kita mengatakan bahwa terhadap
dasar yang meniadakan pidana seperti tidak adanya unsur pidana, tidak
77
itu.
yang dapat kita jumpai dalam Buku I KUHP Pasal 61, Pasal 62, Pasal 72,
Pasal 82, dan ketentuan dalam Buku II KUHP Pasal 166, Pasal 221, Pasal
penyampingan perkara.
Kiranya perlu kita garis bawahi bahwa titik beratnya adalah kepentingan
Negara.
hal ini tetap harus menjadi kewenangan dari jaksa agung, karena hal
tersebut merupakan hak eksklusif dari jaksa agung, yang dalam penerapan
seperti Amerika, jaksa itu dipilih, bukan jaksa karir seperti di Indonesia.
sudah sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik atau tidak.
jabatannya.
Indonesia.
Terlepas dari sikap pro dan kontra, perlu dikemukakan bahwa dalam
BAB IV
62
Hasil wawancara penulis dengan H.Suharto,S.H.,M.Hum selaku Hakim Tinggi Mahkamah
Agung, tanggal 11 februari 2019
81
pelaksanaan asas oportunitas, yang hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung
menentukan secara limitatif apa rumusan atau definisi serta batasan dari
umumnya.
ditahap yang sama. Hanya tersirat dalam penjelasan Pasal 77 KUHAP yang
undang Nomor 5 Tahun 1991. Alasannya karena sudah tidak selaras dengan
Dalam hubunganya dengan hak penuntutan dikenal dua asas yaitu yang
wajib menuntut suatu delik. Menurut asas yang kedua, penuntut umum tidak
dengan alasan demi kepentingan umum atau hak Jaksa Agung yang karena
akan lebih banyak kerugian bagi kepentingan umum dengan menuntut suatu
kemungkinan besar yang dimiliki institusi Kejaksaan Agung yang dalam hal
63
Soebekti, op,cit., hal. 40.
84
melihatnya pula dari segi kepentingan masyarakat luas, terutama dari segi
dan adanya asas oportunitas yang dibutuhkan dalam penegakan hukum demi
64
Hasil wawancara penulis dengan Agus Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Umum
Kejaksan Agung RI tanggal 18 Februari 2019.
85
hukum dan sebagai dasar menentukan isi hukum agar tujuan hukum dapat
dicapai. Jadi peranan aktif kepentingan umum dalam hal ini adalah
dipelihara.
semua orang. Agar dapat ditentukan apakah perkara pidana tersebut telah
persoalan hanya perkara kecil, dan atau yang jika yang melakukan tindak
pidana telah membayar kerugian dan dalam keadaan ini masyarakat tidak
87
ditiadakan pada tahun 1961, sejak itu hanya Jaksa Agunglah yang boleh
65
Andi Hamzah, op. cit,. hal. 156.
66
Indonesia, Undang-undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU No. 31,
L.N. No. 144 Tahun 2002, T.L.N. No.425, Pasal. 5 huruf d.
67
Indonesia, Undang-undang Kepolisian Republik Indonesia. UU No. 2 , L.N. No. 2. Tahun
2002, T.L.N. No. 4168, Pasal. 1 angka 7.
88
Nomor. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dikatakan bahwa
kepentingan umum.
Abraham Samad, menurut penulis sudah tepat dilakukan karena, jika di tinjau
dalam praktek selama ini, yaitu bahwa dalam mengesampingkan perkara yang
68
Indonesia, Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara. UU No. 5, L.N. No. 77. Tahun
1986, T.L.N. No. 3344, Pasal. 49 huruf b.
89
Kapolri, DPR, bahkan sering kali dengan Presiden. Dengan demikian kriteria
adalah didasarkan untuk kepentingan negara dan masyarakat dan bukan untuk
kepentingan pribadi.
maslahatan umum.
asas oportunitas adalah Jaksa Agung dan tidak pada setiap jaksa selaku
Presiden No. 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan
Permusyawaratan Rakyat.
equality before the law atau persamaan kedudukan di depan hukum. Sebab
dikesampingkan.
freies ermessen yang dimiliki oleh Jaksa Agung itu sendiri. Kewenangan
rasional dan hal tersebut sifatnya mutlak agar tidak terjadinya kesewenang-
69
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, cet.11, (Bandung: Sumur
Bandung, 1983), hal. 28.
92
dalam praktek selama ini, yaitu bahwa dalam penyampingan perkara yang
dalam perkara tersebut, antara lain: Kepala Kepolisian Negara, bahkan juga
dilihat dari buku penjelasan KUHAP sebagai berikut: Jikalau polisi sudah
Demikian pula Jaksa, kalau ia sudah sekali menerima itu untuk dituntut,tidak
70
Wahyu Affandi, Berbagai Masalah Hukum di Indonesia, (Bandung: Penerbit Alumni,
1982), hal,155.
93
bersangkutan. Hal ini sesuai dengan keterangan bahwa sabagai alat kekuasaan
Jaksa Agung adalah penuntut umum tertinggi, yang bertugas memimpin dan
pemberantasan korupsi sebab tersangka adalah tokoh dan aktivis yang diakui
luas oleh masyarakat dan yang ketiga, yaitu alasan yuridis bahwa Jaksa Agung
tetap dilanjutkan disebabkan lebih banyak mudaratnya dari pada manfaat bagi
tersebut.
pada asas oportunitas yang melekat pada jabatan dan fungsinya. Asas
pada penjelasan Pasal 77 KUHAP. Dalam hal ini penuntutan pidana pun juga
kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau
tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi
kepentingan umum.
pidana
yang bersangkutan memang cukup alasan dan bukti untuk diajukan dan
96
diperiksa di muka sidang pengadilan. Dari fakta dan bukti yang ada,
Akan tetapi perkara yang cukup fakta dan bukti ini, “sengaja
hukum.
Namun demikian kapankah hal itu dapat dilakukan dalam hal telah
didapatkannya bukti baru. Tidak ada kepastian batasan waktu sampai kapan
menegaskan batas waktu penuntutan kembali atas suatu perkara yang pernah
kemudian ditemukan hal-hal baru, akan tetapi saat ditemukannya hal baru
halnya penghentian penuntutan. Hal ini dapat di cermati dari prinsip dasar
beginsel) yakni salah sebuah asas yang semata-mata terdapat dalam hukum
acara pidana dan tidak terdapat dalam hukum panitensier. Hal itu perlu
penetapan hakim” sebagai salah satu wewenang dari jaksa menurut hukum
jaksa menurut hukum acara pidana di dalam Pasal 14 KUHAP, yang apabila
diadili, adalah keliru dan bertentangan dengan hukum apabila hak untuk
pengadilan.
Lain halnya dengan penyampingan atau deponering perkara. Dalam hal ini
satu kali dilakukan penyampingan perkara, tidak ada lagi alasan untuk
tanpa dasar hukum yang jelas. Tidak bisa juga kita mengatakan perkara
diteliti dari dasar-dasar yang meniadakan pidana seperti tidak adanya unsur
diteliti dari dasar-dasar yang meniadakan penuntutan seperti yang dapat kita
jumpai dalam Buku I KUHP Pasal 61, Pasal 62, Pasal 72, Pasal 82, dan
ketentuan dalam Buku II KUHP Pasal 166, Pasal 221, Pasal 284, juga tidak
diperkarakan kembali atau tidak adalah tidak mudah. Karena belum ada
apa-apa, tidak membolehkan dan juga tidak melarang. Dalam teori ilmu
2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia tidak menyebut hal itu sebagai
“hak”, melainkan sebagai “tugas dan wewenang” Jaksa Agung. Oleh karena
kepada Presiden.
Bahwa oleh karena cara perolehan kewenangan Jaksa Agung dalam hal
seharusnya ada pada penerima wewenang, dalam hal ini Kejaksaan yang
oleh Jaksa Agung sudah bersifat final dan mengikat, terhadap ketetapan
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
sidang pengadilan dengan alasan demi kepentingan umum atau hak Jaksa
masalah tersebut.
tokoh dan aktivis yang diakui luas oleh masyarakat dan yang ketiga, yaitu
yuridis dibenarkan.
3. Bahwa oleh karena cara perolehan kewenangan Jaksa Agung dalam hal
B. SARAN
terdiri dari: persatuan dan kesatuan bangsa dan negara, kedamaian dan
asas oportunitas.