Anda di halaman 1dari 6

PLEIDOOI

PENASIHAT HUKUM TERDAKWA


dalam Perkara Pidana nomor: 51 /Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Bar
atas nama Terdakwa:
ANDRE KUSUMA bin ANTON KUSUMA

Jakarta, 8 April 2019

Kepada Yth.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat
Pemeriksa Perkara Pidana
Nomor: 51 /Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Bar

Dengan Hormat,
Kami yang bertanda tangan di bawah ini, Siti Rachmawati, S.H., dan Mahdi
Apriyanto. S.H., para Advokat di Akmalsyah & Co., yang berkantor dan beralamat di The
ABISATYA 2nd Floor, Jl. Kalibata Utara II, No. 25, Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan 12740,
berdasarkan SURAT KUASA KHUSUS tertanggal 23 Oktober 2018 dalam hal ini, bertindak
selaku Penasihat Hukum dari Terdakwa beridentitas sebagai berikut:

Nama lengkap : ANDRE KUSUMA bin ANTON KUSUMA


Tempat lahir : Sacramento
Umur/Tgl-lahir : 25 Tahun / 11 Nopember 1993
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kewarganegaraan/Kebangsaan : INDONESIA
Tempat tinggal : Jl. Pasar Pagi No.10t RT/RW : 003/002 Kel. Roa
Malaka Kec. Tambora Jakarta Barat / Jalan Biduri
Pandan Blok I No.12 Kebayoran Lama Jakarta Selatan
Agama : KATHOLIK
Pekerjaan : Mahasiswa
Pendidikan : Mahasiswa Semester 6.

Page 1 of 6
(selanjutnya disebut “Terdakwa”). Pada kesempatan ini, kami selaku Penasihat Hukum
Terdakwa menyampaikan PLEIDOOI dalam Perkara Pidana nomor:
51/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Bar dengan sistematika sebagai berikut :

I. Pendahuluan

II. Pendapat Hukum Penasihat Hukum Terdakwa

III. Permohonan

I. PENDAHULUAN

Majelis Hakim Yang Mulia,


Sdr. Penuntut Umum, dan
Hadirin Pengunjung Sidang yang Terhormat.

Dalam mengajukan PLEIDOOI ini, Penasihat Hukum Terdakwa, tidak akan banyak
berbasa-basi dan tidak “terpancing” dengan REQUISITOIR dari Jaksa Penuntut Umum
(“JPU”), karena pada prinsipnya baik REQUISITOIR maupun PLEIDOOI adalah tidak
mengikat bagi Hakim dalam menjatuhkan PUTUSAN. REQUISITOIR tak ubahnya hanyalah
sebuah masukan dari JPU sehingga isinya dikonstruksikan dari sudut pandang yang
subjektif, sedangkan PLEIDOOI tidak jauh berbeda, isinya dikonstruksikan dari sudut
pandang Penasihat Hukum Terdakwa, yang isinya tentunya subjektif pula dan yang dapat
bersikap dan berkedudukan objektif dalam perkara ini hanya Majelis Hakim Pemeriksa
Perkara a quo.

Bahawa JPU dalam Surat Tuntutan meminta kepada Majelis Hakim agar Terdakwa
dijatuhi pidana penjara atas perbuatan yang telah dilakukannya dalam kasus
penyalahgunaan narkotika. Menurut hemat Kami Undang-Undang Narkotika lebih
mengedepankan penjatuhan sanksi pidana penjara yang menimbulkan permasalahan lain

Page 2 of 6
yaitu daya tampung penjara yang saat ini sudah melebihi kapasitas (over kapasitas). Penjara
yang penuh menyebabkan terganggunya kondisi kesehatan bagi warga binaan dan petugas
penjara. Selain itu, sesaknya penjara juga berpotensi tingginya konflik di dalam penjara.

Tingginya jumlah pengguna narkotika dan obat-obatan terlarang yang dimasukkan ke


dalam penjara dipandang sebagai sebuah kesalahan besar yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum. Setiap individu yang menyalahgunakan narkoba seharusnya hanya
ditangkap untuk dilakukan rehabilitasi terhadapnya oleh para penegak hukum. Namun,
kenyataannya banyak dari para penyalahguna narkoba yang justru dimasukkan ke dalam
bui setelah mereka ditangkap. "Paradigma memasukan pengguna narkoba ke penjara
adalah paradigma yang tidak tepat.

Penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi


sosial”. Penggunaan kata wajib disini bukan hanya dibebankan kepada Pecandu Narkotika
dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, namun juga pemerintah dalam menyediakan akses
terhadap rehabilitasi medis dan sosial, serta pihak-pihak yang secara hukum memiliki
kewenangan untuk menempatkan seseorang kedalam tempat rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial, baik sebelum maupun sesudah putusan pengadilan sebagaimana diatur
dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2011 yang menyatakan : Ayat (3)
“Pecandu Narkotika yang sedang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan dalam
lembaga rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial” Ayat (4) “Penempatan dalam
lembaga rehabilitasi medis dan/atau lembaga rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) merupakan kewenangan penyidik, penuntut umum atau hakim sesuai
dengan tingkat pemeriksaan setelah mendapatkan rekomendasi dari Tim Dokter”

II. PENDAPAT HUKUM PENASIHAT HUKUM TERDAKWA

Majelis Hakim Yang Mulia,


Sdr. Penuntut Umum, dan
Hadirin Pengunjung Sidang yang Terhormat.

Berikut adalah pendapat kami selaku Penasihat Hukum TERDAKWA.

Page 3 of 6
A. Fakta-fakta Dalam persidangan
Bahwa berdasarkan keterangan saksi Aris Saifudin, SH dan saksi Irwan Hadi
Saputra, SH memberikan keterangan di bawah sumpah yang pada intinya menerangkan
penangkapan yang dilaukan di Kamar 306 Lantai 3 Hotel RedDoorz Near Hayam Wuruk
Jalan Kebon XV No.15 RT.007/008 Maphar Tamansari Jakarta Barat telah di temukan baran
bukti 1 (satu) buah kotak perhiasan yang didalamnya berisi 1 (satu) plastic klip berisi
Narkotika jenis ganja berat brutto 0,8 (nol koma delapan) gram, 1 (satu) buah handphone
Ipphone berikut simcard 081285618925, 3 (tiga) plastic klip ukuran kecil berisi Narkotka
jenis sabu bentuk kristal warna putih berat brutto keseluruhan 1,9 (satu koma sembilan)
gram, 1 (satu) buah kasur kecil warna hitam yang didalamnya terdapat 1 (satu) buah plastic
klip kecil berisi narkotika jenis sabu bentuk kristal warna putih dengan berat brutto 0,6 (nol
kma enam) gram, 1 (satu) buah botol kecil yang ujungnya terdapat sedotan untuk
menghisap sabu, 1 (satu) buah pipet, 1 (satu) buah korek api.
Bahwa dalam penangkapan tersebut Terdakwa tidak melakukan perlawanan dan barang
bukti berupa Narkotka jenis sabu bentuk kristal warna putih berat brutto keseluruhan
1,9 (satu koma sembilan) yang ditemukan bukanlah untuk dijual melainkan sisa dari
pemakaian bersama dengan Terdakwa FARA DELA TESALONIKA dan Terdakwa
MAXSIM MUSHTA
Bahwa berdasarkan Terdakwa dalam persidangan megakui mengunakan narkotika
jenis sabu. Berdasarkan hal tersebut saksi Aris Saifudin, SH dan saksi Irwan Hadi Saputra,
SH megkatogorikan terdakwa sebagai penyalahguna.

B. Analisisi Hukum

Majelis Hakim Yang Mulia,


Sdr. Penuntut Umum, dan
Hadirin Pengunjung Sidang yang Terhormat.

Berangkat dari hal yang menurut JPU sebagai suatu hal yang memberatkan “bahwa
perbuatan Terdakwa menghambat program pemerintah dalam hal pemberantasan
narkotika” (Vide Surat Tuntutan JPU hal 3). Pertanyaan terbesar adalah apa yang menjadi
program pemerintah dalam melakukan pemberantasan narkotika saat ini? Sejak
diberlakukannya UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) terdapat
kebijakan baru dalam pemberantasan narkotika sebagaimana tertuang dalam tujuan UU

Page 4 of 6
Narkotika yakni “Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi
Penyalahguna dan Pecandu Narkotika” Tujuan tersebut kemudian ditegaskan dalam Pasal
54 UU Narkotika yang menyatakan “Pecandu Narkotika dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial”. Penggunaan kata wajib disini bukan hanya dibebankan kepada Pecandu Narkotika
dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, namun juga pemerintah dalam menyediakan akses
terhadap rehabilitasi medis dan sosial, serta pihak-pihak yang secara hukum memiliki
kewenangan untuk menempatkan seseorang kedalam tempat rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial, baik sebelum maupun sesudah putusan pengadilan sebagaimana diatur
dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2011 yang menyatakan : Ayat (3)
“Pecandu Narkotika yang sedang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan dalam
lembaga rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial” Ayat (4) “Penempatan dalam
lembaga rehabilitasi medis dan/atau lembaga rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) merupakan kewenangan penyidik, penuntut umum atau hakim sesuai
dengan tingkat pemeriksaan setelah mendapatkan rekomendasi dari Tim Dokter”

Karakteristik hukum pidana sebagai “ultimum remedium” memiliki arti bahwa


sebelum menjatuhkan sanksi pidana, perlu dilihat dulu apakah ada jenis sanksi lain yang
lebih tepat untuk dijatuhkan. Hal ini berkaitan juga pada akhirnya dengan persoalan
mengenai berapa hukuman yang paling tepat dikenakan untuk masing-masing tindak
pidana. Proporsionalitas menjadi penting disini. Proporsionalitas adalah prinsip kunci dari
penegakan hukum yang bertujuan pada perlindungan bukan hanya bagi masyarakat tetapi
juga pelaku tindak pidana dari penghukuman yang tidak manusiawi. Hukuman yang
dikenakan terhadap seseorang harus sesuai dengan beratnya tindak pidana yang dilakukan.

III. PERMOHONAN

Berdasarkan uraian tersebut, kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa, memohon agar
Majelis Hakim yang mengadili perkara ini, menjatuhkan PUTUSAN yang pada pokoknya
sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa untuk menjalani rehabilitasi sosial.
2. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta
martabatnya;

Page 5 of 6
3. Menetapkan barang bukti dalam perkara ini tetap terlampir dalam berkas perkara;
4. Membebankan biaya perkara kepada Negara.

ATAU
Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, maka Kami memohon putusan yang seadil-
adilnya (ex aequo et bono).
Demikian PLEIDOOI ini disampaikan, kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberikan
bimbingan kepada Majelis Hakim Pemeriksa perkara a quo agar dapat memberikan
PUTUSAN yang seadil-adilnya.

Hormat Kami
Penasehat Hukum
ANDRE KUSUMA

Siti Rachmawati, S.H Mahdi Apriyanto. S.H.,

Page 6 of 6

Anda mungkin juga menyukai