PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Melanjutkan Penyusunan
Skripsi Pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam
Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjary
Oleh:
2022
BAB I PENDAHULUAN
ii
Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim
wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55,
dan Pasal 103. (3) Dalam hal Penyalah guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah
guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Sanksi
pidanah berupa pidana penjara yang dapat dijatuhkan oleh hakim. Namun, hakim
juga diberikan kemungkinan untuk tidak menjatuhkan pidana penjara, karena dalam
pasal-pasal yang berkaitan dengan Pasal 127, terdapat pula kemungkinan
penjatuhan sanksi tindakan rehabilitasi oleh hakim. Pasal yang dimaksud, yaitu
pada Pasal 54 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, yang menyatakan, "Pecandu
narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial di pusat
rehabilitasi ketergantungan narkotika”. Selanjutnya Pasal 103 Undang-Undang No.
35 Tahun 2009 menyebutkan:(1) Hakim yang memeriksa perkara Pecandu
Narkotika dapat:
a. memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan
dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbukti
bersalah melakukan tindak pidana Narkotika; atauatau
b.menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan
dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak
terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika. (2) Masa menjalani
pengobatan dan/atau perawatan bagi Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman. Selalu yang
menjadi perhatian dalam upaya penerapan hukum adalah tentang penegakan hukum
yang sangat mendapatkan perhatian terutama peran Negara dalam ikut serta
bertanggung jawab untuk memerangi kejahatan narkotika. Peran negara melalui
BNN, telah merefleksikan politik hukum nasional dengan melalui sarana penal dan
non penal, sebagai bagian dari kebijakan kriminal yang sedangmenggejala saat ini.
Pada dasarnya, penyalah guna narkotika adalah pelaku kejahatan dan melupakan
bahwa mereka juga adalah korban yang melekat dengan segala hak-hak yang harus
diperjuangkan. Di saat negara ini melanggengkan kriminalisasi terhadap pengguna
narkotika, justru tidak memperhatikan apa yang menjadi hak-haknya para korban.
iii
Hal ini berarti bahwa walaupun seseorang itu pengguna narkotika yang
menyalahgunakan, mereka tetap memiliki hak asasi manusia karena hak tersebut
melekat dari hakikat dan martabatnya sebagai manusia. Ini berarti negara
mempunyai kewajiban untuk
memberikan perlindungan hukum terhadap penyalah guna narkotika, hak atas
pembinaan dan rehabilitasi. Asas yang digunakan dalam hal tersebut dijadikan
sebagai pedoman/dasar dalam UU nya (Pasal 3 UU Narkotika). Akan tetapi dalam
regulasinya yaitu UU Nomor 35Tahun 2009 tentang Narkotika memandang bahwa
“pengguna narkotika” dan “korban narkotika” merupakan dua hal yang berbeda.
Hal tersebut dapat kita cermati dari isi Pasal 54. Padahal pada hakikatnya bahwa
pengguna/penyalah guna narkotika juga merupakan korban dari tindakannya.Untuk
memaparkan
bagaimana kedudukan korban narkotika dalam ilmu hukum beserta hak-haknya,
pentingnya eksistensi rehabilitasi bagi penyalah guna narkotika. Penyalah guna
narkotika tidak dipidana, karena pengguna narkotika terutama yang sudah ada
dalam tahap kecanduan didudukan sebagai korban yang sepatutnya direhabilitasi
baik secara medis maupun sosial. Tindakan rehabilitasi merupakan tindakan yang
tepat sehingga dapat membantu pelaku sekaligus korban penyalah guna narkotika
tersebut untuk direhabilitasi sesuai haknya. Rehabilitasi dapat memberikan
kesempatan pada pelaku sekaligus korban untuk melanjutkan cita-cita
hidupnyasesuai haknya. Hal ini berkaitan dengan hak hidup seseorang dan
sekaligus pelakuatau korban tersebut merupakan generasi penerus bangsa yang
harus dilindungi serta mendapatkan perlakuan yang layak sekalipun mereka
merupakan pelaku atau korban narkotika. Selain untuk mendapatkan penyembuhan
dalam masa rehabilitasi, juga sekaligus dapat mengasah keterampilan mereka
dalam bentuk pengarahan, daripada membiarkan korban atau pelaku narkotika
tersebut ke dalam proses dehumanisasi.Ada beberapa definisi tentang rehabilitasi
yang tercantum dalam ketentuan perundang-undangan yaitu: 1. Menurut UU
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 1 angka 16 Rehabilitasi Medis
adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan
pecandu dari ketergantungan Narkotika. 2. Menurut UU Nomor 35 Tahun 2009
iv
tentang Narkotika Pasal 1 angka 17 Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan
pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu
kotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan
masyarakat.Rehabilitasi medis dalam prakteknya kerap menerapkan metode isolasi
sebagai upaya pemulihan medis terhadap korban. Kemudian diikuti dengan
rehabilitasi sosial sehingga ketika pecandu tersebut kembali ke kehidupan
masyarakat, mereka “gagap sosial”. Oleh karena itu penyalah guna narkotika wajib
menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial (Pasal 54 UU Narkotika),dimana
yang bersangkutan dan/atau keluarganya wajib melaporkan agar mendapatkan
pembinaan, pengawasan, dan upaya rehabilitasi yang berada di pusat kesehatan
masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian yang dikemukakan dalam latar belakang masalah di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya tindak pidana
penyalahgunaan narkotika oleh remaja di kabupaten bima?
2. Bagaimanakah upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak Kepolisian dalam
menanggulangi terjadinya tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh
remaja di kabupaten bima?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang menyebabkan
terjadinya tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh remaja di
kabupaten bima.
b. Untuk mengetahui bagaimanakah upaya-upaya yang dilakukan oleh
pihak Kepolisian Polres kabupaten bima dalam menanggulangi
terjadinya tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh remaja di
kabupaten bima.
2.Manfaat Penelitian ini adalah :
v
➢ Hasil penelitian dapat memberikan kegunaan untuk
mengembangkan ilmu hukum khususnya hukum pidana.
➢ Dapat dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian yang lain yang
sesuai dengan bidang penelitian yang penulis teliti.
➢ Diharapkan dapat digunakan sebagai informasi bagi masyarakat
atau praktisi hukum dan instansi terkait tentang tindak pidana
penyalahgunaan narkotika oleh remaja.
➢ Dengan dibuatnya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
dapat memberikan masukan kepada pihak Kepolisian Kabupaten
dalam rangka menanggulangi tindak pidana penyalahgunaan
narkotika oleh remaja di Kabupaten bima.
D. Metode Penelitian
Penelitian dalam mini proposal ini termasuk penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum yang memandang hukum
sebagai sistem konstruksi normatif. Pater Mahmud Marzuki menjelaskan bahwa
penelitian hukum normatif adalah suatu proses pencarian aturan hukum dan prinsip-
prinsip hukum.Untuk menjawab pertanyaan hukum, penelitian hukum normatif
dilakukan untuk menghasilkan argumen, teori atau konsep baru sebagai resep untuk
masalah yang dihadapi. Sifat penelitian adalah preskriptif dan kualitatif, yaitu
memberikan bukti atas hasil penelitian yang telah diselesaikan.
1) Jenis Penelitian
Penelitian tentang tinjauan kriminologis terhadap tindak pidana
penyalahgunaan narkotika oleh remaja di Kabupaten bima adalah Empiris yaitu
adalah penelitian berdasarkan fakta–fakta yang ada di dalam masyarakat mengenai
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penyalahgunaan
narkotika oleh remaja di Kabupaten bima dan bagaimanakah upaya-upaya yang
dilakukan oleh pihak Kepolisian Polres kabupaten bima dalam menanggulangi
terjadinya tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh remaja di Kota tersebut.
vi
2) Jenis Pendekatan
Saat menulis hukum ini, penulis menggunakan metode yuridis sosiologis,
yaitu penelitian ini Hanya hasil wawancara BNN yang akan diprioritaskan. Dalam
hal ini, ia akan memeriksa berbagai masalah yang terkait dengan Penyalahgunaan
narkoba. Sedangkan dengan menggunakan data empiris disini adalah mengenai
peran pejabat BNN dalam mengambil tindakan untuk menyelesaikan masalah
penyalahgunaan narkoba remaja.
3) Sumber Bahan Hukum
Untuk mendapatkan bahan penelitian, penelitian ini akan dilakukan dengan
cara mengkaji literatur bahan hukum. Sebagai bahan penelitian, bahan hukum
diambil dari bahan pustaka dan dibagi menjadi bahan hukum tingkat pertama
(Primer), bahan hukum tingkat kedua (Sekunder), dan bahan hukum tingkat ketiga
(Tersier).
1. Bahan hukum tingkat pertama (Primer) adalah bahan hukum otoritatif
Berarti memiliki otoritas, ini adalah hasil dari tindakan Itu ditangani oleh
otoritas yang berwenang, seperti :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
c. Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2015 Tentang
Perlindungan Anak
d. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
2. Bahan hukum tingkat kedua (Sekunder) yaitu bahan hukum yang dapat
memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, bahan hukum yang
terdiri dari :
a. Hasil karya ilmiah mengenai Narkotika
b. Dokumen
c. Publikasi
d. Buku-buku
e. Media Internet
vii
f. Pendapat serta pandangan dari berbagai ahli hukum yang digunakan
dalam penelitian ini yang berkaitan dengan masalah yang diteliti
yaitu mengenai tinjauan kriminologis terhadap pelaku
penyalahgunaan narkotika di kalangan remaja di kota
Pematangsiantar.
3. Bahan hukum tingkat ketiga (Tersier) adalah bahan penelitian yang terdiri
dari:
a. Kamus Hukum
b. Kamus Umum Bahasa Indonesia
c. dan buku teks hukum lainnya yang berkaitan dengan penelitian
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1) Pengertian Kriminologi
Secara etimologi, kriminologi berasal dari kata Crime artinya kejahatan dan
Logos artinya ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu kriminologi dapat diartikan
secara luas dan lengkap sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang kejahatan.
Lebih terperinci lagi, definisi dari Martin L, Haskell dan Lewis Yablonski
(Soejono Soekanto, 1985 : 10), menyatakan bahwa kriminologi adalah studi
ilmiah tentang kejahatan dan penjahat yang mencakup analisa tentang :
viii
2. Sebab-sebab kejahatan
4. Ciri-ciri penjahat
5. Pembinaan penjahat
ix
tidak dapat menghormati hukum dengan benar (Ninik Widyanti dan Yulius
Weskita, 1987: 54)
Faktor lain yang lebih dominan adalah faktor lingkungan. (R. Soesilo, 1985
: 28) mencoba menjelaskan pentingnya faktor lingkungan sebagai penyebab
kejahatan dalam “in leiding tot the kriminology”. Faktor pendidikan dan lingkungan
menjadi faktor yang lebih dominan, terutama kondisi kehidupan manusia dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
BAB III
PEMBAHASAN
x
3) Penyebab dari teman/kelompok sebaya Adanya satu atau beberapa teman
kelompok yang menjadi pengguna narkoba Adanya anggota kelompok yang
menjadi pengedar narkoba Adanya ajakan atau rayuan dari teman kelompok untuk
menggunakan narkoba Paksaan dari teman kelompok agar menggunakan narkoba
karena apabila tidak mau menggunakan akan dianggap tidak setia kawan Ingin
menunjukan perhatian kepada teman.
Penyebab yang bersumber dari lingkungan Masyarakat tidak acuh atau tidak
peduli Longgarnya pengawasan sosial masyarakat Sulit mencari pekerjaan
Penegakan hukum lemah Banyaknya pelanggaran hukum Kemiskinan dan
pengangguran yang tinggi Menurunnya moralitas masyarakat Banyaknya
pengedar narkoba yang mencari konsumen Banyaknya pengguna narkoba
disekitar tempat tingga.3 Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab
penyalahgunaan narkotika pada seseorang. Berdasarkan kesehatan masyarakat,
faktor-faktor penyebab timbulnya penyalahgunaan narkotika, terdiri dari:4
1) FaktorIndividu
Tiap individu memiliki perbedaan tingkat resiko untuk menyalahgunakan
NAPZA. Faktor yang mempengruhi individu terdiri dari faktor kepribadian dan
faktor konstitusi.
Alasan-alasan yang biasanya berasal dari diri sendiri sebagai penyebab
penyalahgunaan NAPZA antara lain:
a. Keingintahuan yang besar untuk mencoba, tanpa sadar atau berpikir panjang
mengenai akibatnya
b. Keinginan untuk bersenang-senang
c. Keinginan untuk mengikuti trend atau gaya
d. Keinginan untuk diterima oleh lingkungan atau kelompok
e. Lari dari kebosanan, masalah atau kesusahan hidup
f. Pengertian yang salah bahwa penggunaan sekali-sekali tidak
menimbulkan ketagihan
g. Tidak mampu atau tidak berani menghadapi tekanan dari
lingkungan atau kelompok pergaulan untuk menggunakan NAPZA
h. Tidak dapat berkata TIDAK terhadap NAPZA
xi
2) FaktorLingkungan,meliputi:
a. Lingkungan Keluarga --- Hubungan ayah dan ibu yang retak,
komunikasi yang kurang efektif antara orang tua dan anak, dan kurangnya rasa
hormat antar anggota keluarga merupakan faktor yang ikut mendorong seseorang
pada gangguan penggunaan zat.
b. Lingkungan Sekolah --- Sekolah yang kurang disiplin, terletak dekat tempat
hiburan, kurang memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri
secara kreatif dan positif, dan adanya murid pengguna NAPZA merupakan faktor
kontributif terjadinya penyalahgunaan NAPZA.
c. Lingkungan Teman Sebaya --- Adanya kebutuhan akan pergaulan teman sebaya
mendorong remaja untuk dapat diterima sepenuhnya dalam kelompoknya. Ada
kalanya menggunakan NAPZA merupakan suatu hal yng penting bagi remaja agar
diterima dalam kelompok dan dianggap sebagai orang dewasa.
2. upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak Kepolisian dalam menanggulangi
terjadinya tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh remaja.
pelaksanaan penanggulangan Polresta Surakarta melalui tindakan preventif dan
represif. Tindakan preventif dilakukan melalui kampanye, sosialisasi, penyuluhan,
pendekatan dengan keluarga dan lain sebagainya. Upaya tersebut merupakan
bentuk pencegahan yang dilakukan secara institusional mapun kerjasama dengan
partisipasi masyarakat. Kampanye, sosialisasi dan penyuluhan menjadi prioritas
bagi kepolisian agar tindakan represif dapat diminimalkan.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2015 Tentang Perlindungan
Anak
Kamus Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991, Kamus Bahasa Indonesia,
Jakarta
xii
xiii