Anda di halaman 1dari 10

STUDI KOMPARATIF PUTUSAN NOMOR 701/PID.SUS/2019/PN.JKT.

PST DAN

PUTUSAN NOMOR 1491/PID.SUS/2018/PN JKT.UTR TENTANG NARKOTIKA

DITINJAU DARI ASPEK KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM

Oleh :

Muh. Amin Rifkiawan


201310110311309

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


FAKULTAS HUKUM
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Isu narkoba sudah dari dulu menjadi permasalahan di negeri ini. Perkembangannya

sangat besar, merebak mulai dari kota sampai desa. Penggunanya narkotika sendiri

menembus berbagai lapisan masyarakat. diantaranya pejabat, artis, rakyat biasa, hingga

oknum penegak hukum pun dapat terjerat dalam lingkaran tersebut. Lebih parahnya,

pengguna nya juga tidak pandang umur mulai dari dewasa hngga anak-anak pun dapat

terjerat oleh barang haram ini. Aturan yang ada selama ini dianggap belum cukup efektif

menangani permasalahan ini.

Sebelumnya, untuk menangani permasalahan narkotika, Negara mengeluarkan aturan

yang dituangkan dalam UU No. 7 tahun 1997. agar wujud dari keseriusan negara untuk

menangani permasalahan narkotika semakin kuat, maka aturan yang telah ada sebelumnya

diperbaharui dengan dibuat dan disahkannya UU No. 35 tahun 2009 tentang

Narkotika.Pengesahan UU ini, dilandasi karena tindak pidana narkotika dianggap sekarang

telah bersifat trans-nasional, yang semakin hari semakin banyak cara yang dapat dilakukan

dengan modus operandi yang tinggi dan didukung oleh teknologi canggih dan jaringan yang

kuat dengan jumlah nilai uang yang fantastis, dan banyak menjerat kalangan muda, generasi

millenial.

Maka tidak heran apabila banyak orang yang memanfaatkan barang ini agar menjadi

pundi pundi rupiah dengan menjadi Bandar narkotika dan tentunya dimana ada gula disitu

ada semut yang artinya ada penjual berarti adapula pembeli. Pembeli dan penjual mempunyai

persamaan dalam hal ini yaitu sama sama menyalah gunakan narkotika tanpa mempunyai hak
Namun, pembeli disini dapat pula dikatakan sebagai korban penyalahgunaan karena mereka

hanya membeli dari Bandar untuk di pergunakan sendiri. Berdasarkan pasal 54 UU NO. 35

tahun 2009 ada kalimat yang menyebutkan “korban penyalahgunaan Narkotika” yang

dimaksudkan adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan Narkotika karena dibujuk,

diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan Narkotika. Jadi, jelas

menurut UU No. 35 Tahun 2009 bahwa orang yang menggunakan narkotika untuk dirinya

sendiri dapat disebut korban. Sehingga pemerintah perlu meng-upgrade aturan agar dapat

mengklasifikasikan hal hal terkait narkotika di era informatika saat ini dan bukan malah

menimbulkan suatu masalah baru.

Namun, sampai dengan saat ini masih sering di jumpai terkait kerancuan yang dimana

penyalahguna atau pencandu menjadi sulit di bedakan sehingga para penegak hukum lebih

sering menjerat para pecandu dengan pasal yang bisa di kenakan juga terhadap Bandar itu

sendiri. Dikarenakan semakin banyaknya peredaran narkotika, maka semakin banyak pula

penyalahguna atau pecandu yang terjerat. Oleh karenanya pemerintah dalam hal ini ikut

campur dalam proses pencegahan maupun pemberantasan dan juga ikut terlibat langsung

pada proses penyelamatan/perlindungan bagi generasi muda secara masif yang telah banyak

menjadi korban narkotikaSehingga Pemerintah membuat suatu badan khusus, yaitu Badan

Narkotika Nasional (BNN) dengan tugas pokoknya menangani permasalahan Narkotika,

bukan hanya pencegahan dan pemberantasan, namun juga sampai kepada tahap

penyelamatan/rehabilitasi bagi orang yang telah terkena menjadi penyalahguna atau pecandu

narkotika. Pemerintah juga memberikan anggaran yang cukup besar untuk membuat panti-

panti rehabilitasi, dan bekerjasama dengan rumah sakit negeri maupun swasta untuk ikut

menyelamatkan korban penyalahguna atau pecandu narkotika ini.

Namun, yang menjadi persoalan hukum adalah penerapan pasal-pasal yang keliru dan

sering digunakan aparat penegak hukum terhadap para penyalahguna narkotika yang menjadi
ambigu dalam pasal yang seharusnya dikenakan/diterapkan bagi bandar besar, pengedar,

penjual atau kurir, namun dapat dikenakan juga pada korban penyalahguna atau pecandu

narkotika. Hal ini dikarenakan pada Pasal tersebut terdapat unsur kata“memiliki, menguasai,

menyimpan atau menyediakan narkotika”.

Adapun salah satu contoh terkait putusan Nomor 1491/Pid.Sus/2018/PN Jkt.Utr yang

dimana seorang terdakwanya adalah seorang musisi kondang yang bernama Fariz Roestam

Moenaf yang terbukti bersalah di persidangan karena secara melawan hukum memiliki

narkotika jenis sabu sabu yang telah jelas bahwa terdakwa yaitu Fariz Roestam Moenaf telah

memenuhi unsur unsur yang ada di dalam pasal 112 ayat (1) yaitu : “Setiap orang yang tanpa

hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika

Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun

dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00

(delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).”

Namun, dalam putusan tersebut, majelis hakim PN Jakarta Utara memutus terdakwa dengan

dikenakan pasal 127 UU No.35 Tahun 2009 dengan menjalani rehabilitasi.

Hal ini berbanding terbalik dengan kasus yang dilakukan oleh artis lain yang bernama

Sandy Tumiwa yang di dalam putusan Nomor :701/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Pst yang dimana

terdakwa terbukti memiliki narkotika jenis sabu sabu namun tetap di hukum dengan pasal

112 ayat (1)

Sehingga dari unsur kata tersebut dapat di simpulkan menurut UU bahwasanya

seorang penyalahguna memiliki, menguasai, menyimpan atau menyediakan dan menjadi

susah dibedakan dengan seorang Bandar. Tentu saja hal ini menjadi problematika yang

seharusnya UU NO. 35 Tahun 2009 bisa mengurangi penyalahgunaan, namun hanya menjadi

penjerat kepada korban penyalahgunaan. Dan patut di pertanyakan juga apakah dasar dari
para penegak hukum ( kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman ) mengenakan atau menjerat

seorang tersangka dengan pasal 127 UU Nomor 35 Tahun 2009 ? dan apa pertimbangan

hakim terkait dalam memberikan vonis terhadap seseorang terdakwa yang dikenakan pasal

tersebut ? dan masih banyak pertanyaan pertanyaan yang dapat ditanyakan.

Unsur kata “memiliki, menguasai, menyimpan atau menyediakan narkotika” inilah

menjadi dasar pertanyaan pertanyaan di atas yang seharusnya dikenakan kepada pihak yang

menjadi bandar, pengedar, atau kurir. Namun seringkali juga dikenakan kepada pihak

penyalahguna atau pecandu narkotika. Apakah ada suatu pertimbangan khusus yang

dilakukan untuk menyelamatkan seseorang penyalahguna narkotika dengan pasal 127 ?

lantas, mengapa sampai dengan hari ini Rutan atau Lembaga Pemasyarakatan (LP) di seluruh

penjuru negeri hampir 70% diisi oleh pelaku perkara narkotika. Tidak sedikit di antaranya

adalah para penyalahguna atau pecandu narkotika, yang seharusnya bukan di situ tempatnya

berada berdasarkan UU ini ?

Sehingga penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan ini ke dalam penulisan hukum

yang berjudul “ANALISA PUTUSAN NOMOR 701/PID.SUS/2019/PN.JKT.PST DAN

PUTUSAN NOMOR 1491/PID.SUS/2018/PN JKT.UTR TENTANG NARKOTIKA

DITINJAU DARI ASPEK KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok

permasalahan dalam penulisan ini adalah:

1. Bagaimana perbandingan pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor

1491/Pid.Sus/2018/PN Jkt.Utr danputusan Nomor 701/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Pst ?


2. Bagaimana penelitian lapangan terkait Putusan Nomor 1491/Pid.Sus/2018/PN Jkt.Utr

danputusan Nomor 701/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Pst apabila ditinjau dari aspek keadilan

dan kepastian hukum ?

C. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini tujuan yang ingin dicapai diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perbandingan pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor

1491/Pid.Sus/2018/PN Jkt.Utr danputusan Nomor 701/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Pst

2. Untuk mengetahui Putusan Nomor 1491/Pid.Sus/2018/PN Jkt.Utr danputusan Nomor

701/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Pst apabila ditinjau dari aspek keadilan dan kepastian

hukum

D. Manfaat Peneltian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan akan menambah pengetahuan hukum dalam bidang hukum

pidana kepada penulis dan diharapkan penulis dapat mengetahui terkait yang menyangkut

tentang tindak pidana narkotika dalam kaitannya proses penjatuhan putusan pidana pada

kasus penyalahgunaan narkotika golongan I bagi diri sendiri/pecandu narkotika. Berkaitan

dengan pertimbangan hukum hakim untuk menjatuhkan putusan pidana,

2. Manfaat Praktis
Hasil penelitiaan ini diharapkan penulis yaitu dapat digunakan sebagai acuan wacana bagi

pembaca untuk menulis judul skripsi ataupun memberikan pengetahuan baru tentang hukum

pidana dan juga berguna bagi masyarakat pada umumnya.

E. Kegunaan Penelitian

Hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi

penulis dan menjadi acuan di bidang ilmu hukum khususnya pidana dalam rangka menambah

pengetahuan dan wawasan tentang studi yang dilakukan oleh penulis, serta syarat untuk

penulisan Tugas Akhir salam studi Sarjana hukum di fakultas hukum Universitas

Muhammadiyah Malang.

F. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian Normatif

Metode penelitian yang di gunakan dalam penulisan ini adalah metode Yuridis

Normatif yang dimana Yuridis Normatif sebagai bentuk penelitian hukum yang

memandang hukum sebagai norma khususnya yang berkaitan dengan pemaknaan

ketertiban umum dalam hukum positif Indonesia sebagai dasar untuk mematuhi aturan

terkait penggunaan sebuah karya cipta yang akan diterapkan di Indonesia.

Pendekatan-pendekatan yang digunakan sebagaimana lazimnya dalam penelitian

hukum adalah pendekatan kasus (case approach), pendekatan undang-undang (statute

approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach).

Pendekatan Undang-undang ditunjukan dengan penggunaan Undang-

undang Dasar Negara Republik Indonesia dan Peraturan Perundang-undangan

dibawahnya. Sedangkan pendekaan koneptual dilakukan dengan cara menelaah


doktrin atau pandangan ahli yang berkembang dalam pemaknaan konsep ketertiban

umum dalam hukum positif di Indonesia. Sehingga penulisan/penelitian ini dapat

menghasilkan sebuah kajian yang komprehensif.

2. Jenis bahan hukum

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer merupakan bahan hukum yang bersifat Autorotif,

artinya mempunyai otoritas. Adapun jenis data yang di gunakan dalam

penulisan ini adalah : 

1. Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

2. Putusan Nomor 1491/Pid.Sus/2018/PN Jkt.Utr

3. Putusan Nomor 701/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Pst

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum penunjang dari bahan hukum

primer. Dalam hal ini berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan

merupakan dokumen-dokumen resmi publikasi tersebut meliputi buku-buku

teks, jurnal-jurnal hukum, artikel ilmiah internet, pendapat para sarjana dan

praktisi hukum baik dalam bentuk tulisan maupun lisan yang di rekam di

dalam video, kasus-kasus hukum dan penulisan-penulisan lainnya yang

berkaitan dengan narkotika

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan HukumTersier adalah data yang menunjang data primer dan data

sekunder. Hal ini memberikan petunjuk atau penjelasan data-data primer dan

sekunder seperti kamus besar Bahasa Indonesia dan kamus hukum.


3. Teknik pengumpulan data

Teknik yang dipergunakan untuk menelusuri dan mengumpulkan bahan yang

diperlukan melalui teknik Analisa, library research (studi kepustakaan) dan

internet research (studi internet). Proses penelusuran dan pengumpulan data

tersebut dengan melakukan pencarian ke perpustakaan antara lain di Universitas

Muhammadiyah Malang dan juga melakukan pencarian data di media sosial.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan hukum ini dibagi dalam empat bab. Adapun sistematika yang dimaksud

adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan bab yang pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penelitian, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini penulis akan memaparkan teori teori terkait Tindak Pidana Narkotika,

misalnya dalam hal ini teori disparitas hakim yang memberikan postulat dalam konsep

pemidanaan terkait kasus narkotika dan terlebih lagi penulis lebih menekankan terkait

bagaimana hakim memiliki pertimbangan yang berbeda dalam suatu kasus narkotika

yang sama. yang bersumber dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika dan di dukung buku buku atau literatureyang berkaitan dengan permasalahan

yang diangkat.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 

Dalam bab ini berisi mengenai uraian pembahasan yang diangkat oleh penulis terkait

perbandingan pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 1491/Pid.Sus/2018/PN

Jkt.Utr dan putusan Nomor 701/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Pst dan terlebih ditinjau dari aspek
keadilan dan kepastian hukumserta dianalisa kesesuaian dan keselarasan berdasarkan

fakta yang ada didukung dengan teori yang relevan dengan permasalahan dalam

penulisan ini.

BAB IV PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan hukum ini dimana berisi kesimpulan

dan pembahasan bab sebelumnya serta berisikan saran penulis dalam menggapai

permasalahan yang menjadi fokus kajian.

Anda mungkin juga menyukai