Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS PUTUSAN NOMOR 2/PID.

SUS-ANAK/2022/PN CRP
MENGENAI PEMIDANAAN NARKOTIKA

M. Budianto
Sandrik Puji Maulana
Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Terbuka
Dosen Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Terbuka

ABSTRAK
Maraknya penyalahgunaan narkotika di kalangan dewasa, remaja bahkan anak - anak
merupakan fenomena membahayakan bagi keberlangsungan pembangunan negara
Indonesia. Peredaran narkotika yang sudah menyasar kepada kalangan anak - anak
yang merupakan generasi penerus bangsa sangat menjadi perhatian serius bagi
pemerintah, negara hadir dalam hal ini dengan membentuk lembaga seperti Badan
Narkotika Nasional di samping aparat penegak hukum yang sudah ada yakni
Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan. Anak - anak sebagai generasi bangsa sudah
seharusnya diberikan perlindungan yang maksimal oleh negara dari peredaran
Narkotika, sehingga terhadap anak - anak yang sudah terlanjur berhadapan hukum
dikarenakan menjadi pengguna atapun malah menjadi pengedar Narkotika diharapkan
mendapatkan putusan pidana yang terbaik bagi seluruh aspek, baik untuk pribadi anak
yang bersangkutan maupun aspek sosial masyarakat. Tulisan ini menggunakan metode
penelitian hukum normatif berdasarkan peraturan - peraturan hukum yang ada dengan
mengkaji pertimbangan - pertimbangan hakim dalam memutus perkara pidana
narkotika anak khususnya perkara Nomor 2/Pid.Sus-Anak/2022/PN Crp dimana
putusan lengkap perkara tersebut didapat penulis berdasarkan sumber direktori putusan
Mahkamah Agung RI. Layak penulis kaji apakah Hakim telah dengan tepat
mempertimbangkan dengan baik seluruh aspek - aspek dalam menjatuhkan pidana
terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum perkara narkotika.

Kata Kunci : Putusan Hakim, Anak berhadapan dengan hukum, Narkotika

I. PENDAHULUAN
Maraknya kasus anak berhadapan dengan hukum saat ini yang disebabkan oleh kenakalan
anak semakin mengalami peningkatan jumlah kasus, hal ini bahkan sampai pada tahap persidangan
yang menyebabkan anak yang berkonflik dengan hukum tersebut mendapatkan hukuman dari
hakim akibat tindak pidana yang dilakukannya. Menurut data yang dipublikasikan Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) secara nasional pada tahun 2022 menyatakan telah
menerima sebanyak 4.683 kasus pengaduan mengenai anak berhadapan dengan hukum (ABH)

1
walaupun jumlah ini telah mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, dimana pada tahun 2021
KPAI menerima 5.953 kasus ABH namun angka ini dirasa masih dikategorikan banyak.
Banyak kasus yang melibatkan anak berhadapan dengan hukum, salah satu contoh kasus
ABH yakni, tindak pidana penyalahgunaan narkotika, dimana anak tidak hanya sebagai pemakai
tapi juga sebagai kurir penyalahgunaan narkotika. Hal ini tentu menimbulkan rasa miris dan sedih
dimana seharusnya anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita – cita perjuangan
bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin
kelangsungan eksistensi bangsa dan Negara pada masa depan malah harus berhadapan dengan
hukum dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, hal ini berdampak buruk bagi tumbuh
kembang anak dimasa yang akan datang dimana kita ketahui bahwa faktor – faktor kenakalan anak
bukan diri mereka sendiri, melainkan faktor terbesar didapatkan dalam pergaulan di lingkungan
sekitarnya.
Tindak pidana penyalahgunaan narkotika diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 (UU Narkotika). Pasal 1 BAB I Ketentuan Umum UU Narkotika, menjelaskan pengertian
narkotika secara jelas dan terperinci. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana
terlampir dalam Undang-Undang ini.
Undang – undang narkotika itu tidak membedakan secara khusus antara pelaku tindak pidana
narkotika, baik pelaku yang menyuruh lakukan, yang turut serta melakukan dan pengajur maupun
pembantu dapat disebut sebagai pelaku tindak pidana. Keterlibatan anak dalam tindak pidana
narkotika merupakan suatu rangkaian permufakatan jahat dalam menjalankan peredaran narkotika
secara illegal, tetapi dalam kapasitas kategori anak yang menjadi kurir. Hal ini merupakan satu hal
yang begitu memprihatinkan, dimana anak tersebut telah berhadapan dengan hukum dan tergolong
telah melakukan tindak pidana narkotika.
Penyalahgunaan narkotika pada anak juga terjadi pada putusan Pengadilan Negeri Curup
Perkara Nomor 2/Pid.Sus.Anak/2022/PN.Crp, anak bertindak sebagai perantara transaksi jual
beli narkotika Golongan I dan sebagai upah / imbalannya masing – masing anak mendapat uang
kurang lebih sebesar Rp.50.000 (lima puluh ribu rupiah) per hari, rokok dan narkotika golongan I
untuk dipakai, sehingga anak harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

2
Anak dijerat dengan Pasal 112 Ayat (1) UU Narkotika dengan ancaman hukuman pidana
penjara penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun. Merujuk
pada UU SPPA dan tindak pidana yang dilakukan oleh ABH merupakan concursus idealis
karena bertindak sebagai pemakai, menjadi perantara jual beli narkotika, dan menggelapkan
narkotika untuk digunakan sebelum diserahkan pada pemiliknya.
Perbuatan ABH tersebut harus dipertanggungjawabkan sesuai kesalahannya, m a k a patut
kita kaji bagaimana pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Curup dengan perkara Nomor
2/Pid.Sus.Anak/2022/PN.Crp dalam menghukum ABH sudah setimpal dengan kesalahan yang
dilakukan ABH akan dibahas dalam penelitian ini.
Maka ditemukan dua rumusan masalah untuk dianalisis dan dikaji terkait dengan :
1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan Nomor 2/Pid.Sus.Anak/2022/PN.Crp?
2. Bagaimana putusan hakim dalam Nomor 2/Pid.Sus.Anak/2022/PN.Crp dikaitkan dengan
aspek perlindungan anak dan aspek perlindungan sosial masyarakat?
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana putusan Nomor
2/Pid.Sus.Anak/2022/PN.Crp dengan ancaman pidana pada Pasal 112 Ayat (1) jo Pasal 132 ayat
(1) jo Pasal 148 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan kesalahan yang
dilakukan oleh ABH dan bagaimana putusan hakim bila dilihat dari aspek perlindungan anak dan
aspek perlindungan sosial masyarakat.

II. METODE
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Penelitian ini dikategorikan sebagai
penelitian hukum normatif karena merupakan penelitian hukum yang berfokus pada kaidah-kaidah
atau asas-asas dalam arti hukum yang dikonsepkan sebagai norma dan kaidah yang bersumber dari
peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, maupun doktrin dari para pakar hukum
terkemuka. Dalam hal ini peneliti menggunakan putusan pengadilan untuk dianalisis sehingga
dikategorikan sebagai penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum ini menggunakan metode pendekatan Statute Approach atau pendekatan
melalui peraturan perundang-undangan. Selain itu juga menggunakan metode pendekatan Case
Approach atau studi kasus. Hal ini karena bahan hukum yang akan dibahas adalah kasus yang telah
diputus oleh Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Curup Perkara Nomor
2.Pid.Sus.Anak/2022/PN.Crp yang akan didekati dengan Undang-Undang, seperti UU Narkotika
3
dan UU SPPA. Penelitian hukum ini menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum
skunder.
Menurut Zainudin Ali (2022), “Analisis terhadap putusan hakim dan/atau putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan dianggap relevan dengan masalah
hukum yang sedang dihadapi, seringkali perlu ditelusuri dan digunakan untuk mendukung
kedudukan klien atau memperjelas kedudukan yuridis yang dipersoalkan dalam perkara.
Pertimbangan hukum dalam putusan suatu perkara oleh pengadilan dalam perkara sejenis
adakalanya dapat memberikan petunjuk tentang kebijaksanaan dan/atau penalaran atau reasoning
hakim yang perlu diperhatikan demi kepentingan penyelesaian persoalan yang sedang
dihadapi”(p. 112).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


III.1. Pertimbangan hakim dalam putusan Nomor 2/Pid.Sus.Anak/2022/PN.Crp
Kasus dalam perkara Nomor 2/Pid.Sus-Anak/2022/PN Crp dengan terdakwa Anak I dan
Anak II hal ini dipublikasikan dalam direktori putusan Mahkamah Agung RI tahun 2022 yang
diakses oleh Penulis sebagaimana yang terungkap fakta dalam persidangan bermula kedua anak
yang berkonflik dengan hukum telah ditangkap pada hari Senin tanggal 03 Januari 2022
sekira pukul 18.00 Wib di dalam sebuah pondok kolam pemancingan yang terletak di Desa
Tanjung Aur Kec. Sindang Kelingi Kab. Rejang Lebong, dan pada saat penangkapan ditemukan
barang bukti berupa :
- 2 (Dua) Paket besar Narkotika Golongan 1 dalam bentuk Bukan Tanaman yang
dibungkus dengan menggunakan Plastik klip bening.
- 1 (Satu) Paket sedang Narkotika Golongan 1 dalam bentuk Bukan Tanaman No Urut
61 lampiran undang-undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang dibungkus dengan
menggunakan Plastik klip bening.
- 23 (dua puluh tiga) butir pil EXTACY yang di bungkus plastic klip bening.
- 4 (Empat) bal plastick klip bening.
- 1 (satu) unit timbangan digital merk HWH POCKET SCALE.
Atas tindak pidana yang dilakukan kedua Anak tersebut Penuntut Umum telah
membacakan tuntutannya dengan menggunakan Pasal 112 Ayat (1) jo Pasal 132 ayat (1) jo Pasal
148 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dan menghendaki kedua Anak berkonflik dengan
4
hukum dijatuhi pidana penjara masing-masing selama 5 tahun di LPKA Bengkulu dan denda
sebesar Rp800.000.0000,00 ( delapan ratus juta rupiah) subsider 3 (tiga) bulan penjara.
Unsur unsur tindak pidana dalam pasal yang menjerat kedua anak berkonflik
dengan hukum perkara ini adalah sebagai berikut:
1. Unsur setiap orang;
2. Unsur tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan menguasai, atau menyediakan
Narkotika golongan I bukan tanaman ;
Pada unsur setiap orang Hakim telah memeriksa kedua orang Anak didasari atas bukti Kartu
Keluarga Nomor 1702212110130001 yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil Kab. Rejang Lebong, diketahui bahwasanya atas nama Anak I lahir di Apur (Kab.
Rejang Lebong) pada tanggal 12 Agustus 2004, sehingga apabila dikaitkan dengan dakwaan
Penuntut Umum, Anak I saat melakukan perbuatannya tersebut, masih berusia 17 (tujuh belas)
tahun, demikian pula bahwasanya berdasarkan Kutipan Akta Kelahiran Nomor
:889/Umum/RL/2004 tanggal 28 Agustus 2004 atas nama Anak II lahir di di Belitar Seberang
pada tanggal 16 Agustus 2004 saat terjadinya perbuatan tindak pidana masih berusia 17 tahun,
sehingga Hakim meyakini kedua anak merupakan subjek hukum yang dapat dipertanggung jawabkan
perbuatannya secara hukum.
Terhadap unsur tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan menguasai, atau
menyediakan Narkotika golongan I bukan tanaman, kedua anak yang berkonflik dengan hukum
telah mengakui perbuatannya dalam memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan
Narkotika golongan I bukan tanaman tersebut tidak ada izin dari pejabat yang berwenang dan
bukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan melainkan diperoleh dari Sdr. Trado Als Edo
Bin Alpian (DPO) yang di titipkan kepada mereka untuk di perjualbelikan sehingga pada saat
mereka ditangkap, barang bukti tersebut berada dalam penguasaan kedua anak yang berkonflik
dengan hukum dan juga bahwasanya pondok kolam pemancingan tempat keduanya ditangkap
tersebut juga disewa oleh Sdr. Trado Als Edo Bin Alpian (DP O) sehingga Hakim meyakini unsur
tersebut telah terpenuhi.
Dalam mempertimbangkan hal – hal yang memberatkan dan meringankan Hakim Pengadilan
Negeri Curup menguraikannya sebagai berikut :
Keadaan yang memberatkan :

5
- Perbuatan kedua Anak yang berkonflik dengan hukum merupakan perbuatan yang berpotensi
merusak mental generasi muda dan terutama diri dan masa depan mereka sendiri;
Keadaan yang meringankan :
- Kedua Anak yang berkonflik dengan hukum masih berusia muda dan diharapkan dapat
memperbaiki sikap dan tingkah laku
- Kedua Anak mengakui dan menyesali perbuatannya;
Kemudian Hakim memutuskan sebagaimana dalam amar putusan Pengadilan Negeri Curup
Perkara Nomor 2/Pid.Sus.Anak/2022/PN.Crp anak telah terbukti melanggar Pasal 112 Ayat (2)
Jo Pasal 132 ayat (1) Jo Pasal 148 Undang – Undang RI No. 35 Tahun 2009 UU Narkotika,
UU RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) dan Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Anak dijatuhi pidana
penjara masing – masing selama 3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan di Lembaga Pembinaan Khusus
Anak (LPKA) Klas II Bengkulu, disamping itu juga terhadap kedua Anak dijatuhkan
sanksi untuk mengikuti pelatihan kerja selama 3 (tiga) bulan.
Dari ringkasan diatas penulis meyakini putusan yang dijatuhkan tersebut dirasa
cukup berat untuk ditanggung bagi kedua anak ters ebut.

III.2. Putusan hakim dalam Nomor 2/Pid.Sus.Anak/2022/PN.Crp dikaitkan dengan aspek


perlindungan anak dan aspek perlindungan sosial masyarakat
Hakim dalam memutuskan perkara narkotika anak sering kali hanya berpatokan dengan
p eraturan p erundang-undangan yang bersifat normatif, kecil kemungkinan mengkaji hal – hal
yang menyebabkan terjadinya perbuatan tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh anak dan
dijadikan sebagai pertimbangan dalam putusannya.
Menurut Maidin Gultom (2022), “Kajian teoretik tentang penyebab anak melakukan
tindak pidana narkotika memberikan kategori sebagai berikut :
a. Yang ingin mengalami (the experience seekers), menciptakan pengalaman baru yang
sensasional agar menarik perhatian orang tuanya bahwa ia sedang mengalami keruwetan
hidup. Menunjukkan rasa kesetiakawanan yang mendorong rasa ingin tahu, mencoba,
meniru ataupun rasa ingin mengalami bagaimana rasanya akibat dan pengaruh yang akan
ditimbulkan oleh narkotika.

6
b. Yang ingin menjauhi realitas (the obvilion seekers), yaitu mereka yang mengalami
kegagalan dalam realitas hidupnya, penuh tekanan, merasa kesepian, kebosanan,
kegelisahan, dan berbagai kesulitan yang sulit diatasi. Untuk menghilangkan masalah –
masalah tersebut mencari pelarian pada dunia khayal dengan menggunakan narkotika.
(p.125).
Menurut pasal 1 ayat 2 Undang – Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak (UU SPPA) bahwa Anak yang Berhadapan dengan hukum adalah anak yang
berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana dan anak yang menjadi saksi
tindak pidana. Batas usia yang dapat dikategorikan sebagai anak itu berbeda- beda, khusus untuk
usia pemidanaan anak diatur oleh Pasal 1 ayat 3 UU SPPA yang berbunyi bahwa Anak yang
berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berusia 12 (dua
belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Anak – anak sebagai generasi penerus bangsa sudah seharusnya dilindungi oleh negara
diberikan pendidikan yang terbaik baik itu pendidikan formal maupun pendidikan akhlak budi
pekerti melalui lembaga pendidikan yang didirikan oleh pemerintah. Akan tetapi tentu kita tidak
bisa sepenuhnya menyerahkan perkembangan anak kepada negara, peran keluarga merupakan
instrument penting bagi pembentukan karakter anak guna terhindar dari penyalahgunaan
narkotika.
Dalam putusan diatas, dapat kita lihat bahwa Hakim menjatuhkan pidana 3 tahun 6 bulan
penjara kepada kedua anak berkonflik dengan hukum tersebut di atas lebih ditekankan kepada
penjatuhan pidana penjara yang bersifat pembalasan atas tindak pidana yang telah dilakukan.
Sudah sepatutnya Hakim menggunakan asas ultimum remedium yakni suatu asas yang
digunakan dalam hukum pidana Indonesia yang menjadikan sanksi pidana merupakan upaya
terakhir dalam penegakkan hukum. Patut kita lihat dalam kasus ini kedua anak tersebut bukanlah
sebagai pelaku utama dalam peredaran narkotika yang dilakukannya, kedua anak tersebut dapat
pula dikatakan sebagai korban dari pelaku utama dalam kasus ini yang dalam perkara ini
diputuskan masih berstatus buron.
Tindak pidana yang dilakukan oleh kedua anak tersebut diatas memang merupakan
kategori kejahatan luar biasa, akan tetapi bila kita lihat berdasarkan Pasal 81 ayat (5) UU SPPA
ditentukan bahwa pidana penjara terhadap anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir yang
dijatuhkan oleh Hakim dalam memutus perkara anak berkonflik dengan hukum. Artinya dengan

7
adanya Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2015 dan diperkuat dengan
bunyi Pasal 81 ayat (5) UU SPPA, maka Hakim dapat menjatuhkan pidana penjara menyimpang
jauh dari batas minimal hukuman yang ditetapkan pada Pasal 112 Ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1)
Jo Pasal 148 UU narkotika yakni 5 tahun pidana penjara.
Menurut penulis hendaknya Hakim dalam perkara ini dapat berani melakukan terobosan
hukum dalam pertimbangan hukumnya sebagai dasar dalam menjatuhkan amar putusan dengan
menggunakan instrument dalam pasal 71 UU SPPA sehingga dapat memberikan putusan yang
seringan – ringannya bagi kedua anak berkonflik dengan hukum guna menjamin masa depan
serta melindungi kepentingan terbaik bagi anak.
Masalah penyalahgunaan narkotika merupakan bahaya bagi umat manusia, yang tidak
dapat ditanggulangi secara sepenggal – sepenggal tetapi harus merupakan gerakan umat manusia
secara bersama – sama, untuk menghadapi orang – orang sesat. Perkembangan terhadap
penyalahgunaan narkotika dengan berbagai cara dan dampak lain yang ditimbulkannya
merupakan masalah besar yang harus dihadapi banyak negara di dunia, khususnya negara
Indonesia (Maidin Gultom, et.al., 2022. p.127).
Menurut Ny. Jeanne Mandagi dan M. Wresniwiro (seperti dikutip dalam Maidin Gultom,
2022) sistem penanggulangan narkotika dan psikotropika dapat dilakukan dengan cara :
a. Upaya pencegahan;
b. Upaya pengendalian dan pengawasan;
c. Upaya penindakan atau represif;
d. Pengobatan dan rehabilitasi (p.133).
Terhadap aspek perlindungan sosial masyarakat dari bahaya penyalahgunaan narkotika tidak
sepatutnya kita menitikberatkan pada hukum pidana sebagai jalan untuk memberantas peredaran
narkotika, hukum pidana dijadikan sebagai ancaman bagi setiap orang yang ingin terlibat dalam
penyalahgunaan narkotika. Akan tetapi sudah seharusnya negara dalam hal ini pemerintah
menjadi garda terdepan dalam upaya memberantas penyalahgunaan narkotika dengan
melakukan kebijakan – kebijakan yang mempersempit atau bahkan menghilangkan ruang gerak
bagi pelaku pelaku utama tindak pidana peredaran narkotika terlebih pelaku yang telah memiliki
jaringan internasional dalam menjalankan bisnis haramnya.

8
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
IV.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui dalam putusan Nomor 2/Pid.Sus-Anak/2022/PN
Crp, Hakim menjatuhkan pidana penjara kepada kedua anak mengurangi sepertiga dari tuntutan
yang diajukan oleh penuntut umum serta mengganti hukuman denda menjadi pelatihan kerja.
Putusan pidana penjara ini merupakan hukuman maksimal yang dijatuhkan Hakim kepada kedua
anak dikarenakan menurut pertimbangan Hakim, pidana penjara ini mampu memberi pelajaran
bagi kedua anak, orang tua dan masyarakat pada umumnya untuk membangun efek jera bagi siapa
saja yang ingin melakukan perbuatan serupa.
IV.2. Saran
Menurut penulis putusan pidana penjara yang dijatuhkan kepada kedua anak hendaknya
tidak terlalu lama mengingat usia kedua anak tersebut tergolong masih muda sehingga masih dapat
diperbaiki tingkah dan perilakunya dengan melibatkan peran orang tua, instansi yang berwenang
dalam hal ini Lembaga Pemasyarakatan tempat dimana kedua anak menjalani hukuman dan Balai
Pemasyarakatan sebagai pembimbing jika kedua anak tersebut selesai menjalani hukuman agar
kejadian seperti ini tidak terulang kembali bagi kedua anak tersebut khususnya.

V. DAFTAR PUSTAKA.
Ali, Z. (2022). Metode penelitian hukum. Sinar Grafika.

Asyhadie, Z. & Rahman, A. & Mualifah. (2019). Pengantar hukum Indonesia. Rajagrafindo
Persada.

Data kasus perlindungan anak 2022. https://bankdata.kpai.go.id/tabulasi-data/data-kasus


perlindungan-anak-2022

Gultom, M. (2022). Perlindungan hukum terhadap anak dan perempuan. Refika Aditama.

Hepradanti, S. & Ginting, R. (2022). Tinjauan kriminologis terhadap tindak pidana


penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak di kota Bekasi. Recidive jurnal hukum
pidana dan penanggulangan kejahatan, 11(2), 239---247.
https://jurnal.uns.ac.id/recidive/article/view/67456/37778

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 40 tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang -
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
https://peraturan.bpk.go.id/Details/5372/pp-no-40-tahun-2013

9
Putri, R. & Subekti. (2019). Tindak pidana penyalahgunaan narkotika pada anak dalam hukum
positif di Indonesia. Recidive jurnal hukum pidana dan penanggulangan kejahatan, 8 (3),
202---208. https://jurnal.uns.ac.id/recidive/article/view/47328/29611

Putusan Pengadilan Negeri Curup Nomor 2/Pid.Sus-Anak/2022/PN Crp tanggal 31 Januari 2022.
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/zaec9614d541770697da 31353
2373536.html.

Ramdlonaning, A. & Zulfa, E. (2023). Analisis kebijakan rehabilitasi bagi pengguna narkotika di
Indonesia. Jurnal constitutendum, 8(1), 50---68. https://journals.usm.ac.id/index.php/
jic/article/view/6119/pdf

Sari, N. (2019). Tinjauan yuridis terhadap upaya pelajar/mahasiswa dalam memperoleh narkoba
(Studi pada survey penyalahgunaan narkoba di kelompol pelajar/mahasiswa di tahun 2016).
Jurnal penelitian hukum de jure, 19(1), 121---136.
https://ejournal.balitbangham.go.id/index.php/dejure/article/view/400/pdf

Sinaga, E. & Sabila. S. (2020). Narkotika anak pidana dan pemidanaan. Rajawali Pers.

Situmorang, M. (2019). Problematika merehabilitasi kedudukan orang yang tersangkut pidana pada
keadaan semula. Jurnal penelitian hukum de jure, 19(2), 151---170.
https://ejournal.balitbangham.go.id/index.php/dejure/article/view/642/pdf

Undang - Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
https://peraturan.bpk.go.id/Details/44473/uu-no-23-tahun-2002

Undang undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.


https://www.dpr.go.id/jdih/index/id/568

Undang - Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
https://www.bphn.go.id/data/documents/12uu011.pdf

Undang - Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang –
Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
https://peraturan.bpk.go.id/Details/38723/uu-no-35-tahun-2014

10

Anda mungkin juga menyukai