Anda di halaman 1dari 15

Penegakkan Hukum Terhadap Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas Melalui Jalur

Non Penal Berdasarkan Budaya Hukum Indonesia Di Kepolisian Resor Kudus


NGATMIN

Abstrak
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) merupakan alat negara yang berperan
dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Tujuan dalam
penelitian ini: mengetahui dan menganalisis kecelakaan lalu lintas diatur dalam
hukum pidana positif saat ini Selanjutnya penanganan kecelakaan lalu lantas
melalui jalur non penal kemudian hambatan dan solusi penyelesaian penanganan
kecelakaan lalu lantas lantas melalui jalur non penal.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang menggunakan pendekatan
Yuridis Empiris atau biasa disebut juga sebagai Yuridis Sosiologis. Menurut
tarafnya, penelitian ini dispesifikasikan sebagai penelitian deskriptif analitis.
Hasil penelitian ini yaitu (1) Dalam melakukan penegakan hukum terhadap
tindak pidana lalu lintas tetap konsisten dengan ketentuan KUHP serta Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. (2)
Memberikan peluang yang terlibat untuk melakukan perdamaian (3) Hambatan
penanganan jalur non penal pelaku dan korban serta keluarganya tidak
mendukung penyelesaian perkara di luar peradilan, solusi yang dilakukan yaitu
tetap mengkedepankan pendekatan persuasif Simpulan dalam penelitian ini
yaitu penegakan hukum terhadap tindak pidana lalu lintas tetap konsisten
dengan ketentuan KUHAP serta Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, peluang bagi para pihak yang terlibat untuk
melakukan perdamaian. Karakter personal pelaku dan korban yang tidak
mendukung penyelesaian perkara di luar peradilan.

Kata kunci: Penegakkan Hukum, Kecelakaan Lalu Lintas, Jalur Non Penal Budaya
Hukum

1
Abstrack
The police force of the Republic of Indonesia (Polri) is a country
that plays a role in the maintenance of security and order of the
community. The goal in this research: knowing and analyzing traffic
accidents is regulated in the positive criminal law currently Further
handling of the accident and then stormed through the line of non penal
settlement solutions to obstacles and then handling accident and then
then went through the line of non penal.
This research is the legal research using Empirical Juridical
approach or also called as the Juridical Sociological. According to this
study, the level specified as descriptive research analytical.
The results of this research are (1) in conducting law enforcement
against criminal acts of traffic remains consistent with the provisions of
the CRIMINAL CODE and Act No. 22 of year 2009 about traffic and Road
Transport. (2) Provide opportunities that engage to conduct peace (3)
Obstacle handling line non penal perpetrators and victims as well as his
family did not support the resolution of the matter outside the judiciary,
solutions that do, namely fixed mengkedepankan approach persuasive
Summary in this study i.e., the enforcement of the law against the crime
of traffic remains consistent with the provisions of the code of criminal
procedure and Act No. 22 of year 2009 about traffic and Road Transport,
the opportunities for the parties involved to do the peace. The personal
character of the perpetrators and victims who do not support the
resolution of the matter outside the judiciary.

Keyword: Law Enforcement, Traffic Accidents, The Line Of Non Penal Law
Culture

2
1. Pendahuluan

Indonesia disebut sebagai Negara hukum (Rechtstaat), dan bukan Negara

kekuasaan (machstaat), demikian ditegaskan dalam Penjelasan Undang-

Undang Dasar 1945. Negara Republik Indonesia (selanjutnya Pasal 1 ayat (3)

Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa negara Indonesia adalah

negara hukum, mengandung pengertian bahwa segala tatanan kehidupan

berbangsa, bermasyarakat dan bernegara adalah didasarkan atas hukum..

Menurut Lawrence M. Friedmann, input hukum merupakan gelombang

kejut berupa tuntutan yang bersumber dari masyarakat yang pada akhirnya

menggerakan proses hukum.1 Friedmann melanjutkan bahwa mayoritas dari

para ahli hukum terkonsentrasi kepada output hukum, sehingga pemahaman

pembentukan suatu produk perundang-undangan adalah komprehensif..2

Permasalahan sinkronisasi bukan hanya terbatas pada ketidaksesuaian antar

peraturan perundang-undangan semata, namun terkait dengan keseluruhan

system hukum yang berlaku di Indonesia..¹¹

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) merupakan alat negara yang

berperan dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat,

penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat, Polri dituntut untuk terus berkembang menjadi lebih profesional

dan lebih dekat dengan masyarakat. Ketika menyelesaikan perkara kecelakaan

1
Ibid., hlm. 13
2
Lawrence M. Friedmann, 2011. The Legal System: A Social Science Perspective, [Pent.
M. Khozim], Nusamedia, Bandung, hlm. 3.

3
lalu lintas, setiap anggota kepolisian memiliki keterikatan terhadap norma atau

kaidah untuk melaksanakan kewajibannya sebagai penegak hukum.3.

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas maka dapat

dirumuskan permasalahan: Pengaturan tentang kecelakaan lalu lintas atau

kewenangan Polri dalam penanganan kecelakaan lalu lintas. Penanganan

kecelakaan lalu lantas melalui jalur non penal berdasarkan budaya hukum

Indonesia di Kepolisian Resor Kudus. Hambatan dan solusi dalam proses

penyelesaian penanganan kecelakaan lalu lantas lantas melalui jalur non penal

berdasarkan budaya hukum Indonesia Di Kepolisian Resor Kudus.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu mengetahui dan

menganalisis pengaturan tentang kecelakaan lalu lintas atau kewenangan Polri

dalam penanganan kecelakaan lalu lintas, mengetahui dan menganalisis

penanganan kecelakaan lalu lantas melalui jalur non penal berdasarkan budaya

hukum Indonesia di Kepolisian Resor Kudus. mengetahui dan menganalisis

hambatan dan solusi apa saja dalam proses penyelesaian penanganan

kecelakaan lalu lantas lantas melalui jalur non penal berdasarkan budaya

hukum Indonesia Di Kepolisian Resor Kudus

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang menggunakan pendekatan

Yuridis Empiris atau biasa disebut juga sebagai Yuridis Sosiologis. untuk

menganalisis secara kualitatif tentang penegakan hukum lalu lintas oleh Satuan

3
Sudikno Mertokusumo,. 1999. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Liberty,
Yogyakarta, 1999. hlm. 16

4
Lalu Lintas Polres Kudus guna menekan angka kecelakaan lalu lintas di Kudus.4

Penelitian ini dispesifikasikan sebagai penelitian deskriptif analitis untuk memberikan

gambaran secara rinci, sistematis dan menyeluruh mengenai segala hal yang berhubungan

dengan penegakan hukum lalu lintas dalam menekan angka kecelakan lalu lintas di

wilayah hukum Polres Kudus

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

kualitatif, yaitu suatu cara analisis hasil penelitian yang menghasilkan data deskriptif

analitis, yaitu data yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan serta juga

tingkah laku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. 5. Dari

bahan dan data tersebut selanjutnya dilakukan analisis terhadap penegakan hukum lalu

lintas dalam menekan angka kecelakaan lalu lintas di wilayah hukum Polres Kudus.

2. Hasil Dan Pembahasan

2.1. Kecelakaan lalu lintas diatur dalam hukum pidana positif saat ini

Kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang sangat sulit di

prediksi kapan dan di mana terjadinya. Kecelakaan tidak hanya

mengakibatkan trauma, cidera, ataupun Kecacatan tetapi dapat

mengakibatkan kematian. Kasus kecelakaan sulit diminimalisasi dan

cenderung meningkat seiring pertambahan panjang jalan dan banyaknya

pergerakan dari kendaraan. Berdasarkan defenisi tentang kecelakaan

bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang tidak disangka-

sangka atau diduga dan tidak diinginkan disebabkan oleh kendaraan

bermotor, terjadi di jalan raya, atau tempat terbuka yang dijadikan

4
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm 47.
5
Ibid, hlm.192.

5
sebagai sarana lalu lintas seerta mengakibatkan kerusakan, luka-luka,

kematian manusia dan kerugian harta benda.

Proses penyelesaian perkara tindak pidana kecelakaan lalu lintas


tunduk pada aturan KUHAP, dimana selaku penyidik, petugas Kepolisian
Resort Kudus memiliki wewenang sebagaimana diatur di dalam pasal 7
(1) KUHAP yaitu:
a) Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya
tindak pidana;
b) Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka;
d) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f) Mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
h) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
i) Mengadakan penghentian penyidikan;
j) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Penyidik Kepolisian Resort Kudus hingga bulan Oktober 2018

didapati terdapat 541 perkara kecelakaan lalu lintas, namun hanya

terdapat 9 perkara yang dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum atau di P-

21. Sedangkan banyak perkara kecelakaan lalu lintas yang diselesaikan di

luar pengadilan atau melalu konsep Alternatif Dispute Resolution (ADR)

Tabel 1.1
Data Kejadian Perkara Kecelakaan Lalu Lintas di Resor Kudus tahun 2015
s/d 2018
Tahun Kejadian P21 ADR SP3
2015 633 3 621 9
2016 757 4 729 24
2017 685 8 599 78
2018 541 9 426 64
Sumber: Kepolisian Resor Kudus, 2018

Ketentuan mengenai kecelakaaan lalu lintas telah diatur didalam

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan

6
Angkutan Jalan yang diatur dalam Pasal 310 dan Pasal 311. Ketentuan

Pasal 310 menyatakan” Setiap orang yang mengemudikan kendaraan

bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas

dengan :

a. Kerusakan kendaraan dan/atau barang, dipidana dengan pidana


penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.
1000.000,-
b. Korban luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp.2000.000,- .
c. Korban luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.10.000.000,-, dalam
hal kecelakaan tersebut mengakibatkan orang lain meninggal dunia
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 12.000.000,- \

Ketentuan Pasal 311 tentang kecelakaan lalu lintas menyatakan:

Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan kendaraan bermotor

dengan cara dan keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang

dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda

paling banyak Rp.3000.000,-. Dalam hal perbuatan tersebut

mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan :

a. Kerusakan kendaraan dan/atau barang, pelaku dipidana dengan


pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak
Rp.4000.000,-.
b. Korban luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (emapat) tahun atau
denda paling banyak Rp.8000.000,-.
c. Korban luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) taun atau denda paling banyak Rp.20.000.000,-, dalam hal
kecelakaan tersebut mengakibatkan orang lain meninggal dunia
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau
denda paling banyak Rp.24.000.000,-
.

7
2.2. Pengaturan Tentang Kecelakaan Lalu Lintas Atau Kewenangan

Polri Dalam Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas

Bentuk diskresi Kepolisian Resort Kudus dalam kasus kecelakaan

lalu lintas adalah melalui jalur mediasi penal dengan cara mengupayakan

penyelesaian di antara pihak yang terlibat dengan jalan damai melalui

mekanisme Alternative Dispute Resolutions / ADR. Penyidik

memberikan peluang terhadap pihak-pihak yang berperkara untuk

melakukan kesepakatan perdamaian.6

Faktor pertama menurut Kanit Laka Lantas Polres Kudus adalah

secara internal adanya Surat Kapolri Nopol B/3022/ XII/2009/Sdeops

tanggal 14 Desember 2009 tentang penanganan kasus melalui Alternative

Dispute Resolution (ADR) Kepolisian Negara Republik Indonesia

Daerah Jawa Tengah Direktorat Lalu Lintas memberikan pedoman

tentang ADR dalam kasus kecelakaan lalu lintas dimana klasifikasi kasus

yang dapat di ADR antara lain juga termasuk kasus yang sudah

dinyatakan berkasnya lengkap oleh Penuntut Umum atau P.21 dengan

korban meninggal dunia dan luka berat.

Hal ini demi kepentingan umum, dimana pejabat Kepolisian

Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugasnya dan

kewenangannya dapat bertindak menurut penilaian sendiri dan hanya

6
Wawancara dengan IPTU NGATMIN, SH Ngatmin SH, Kepala Unit Kecelakaan Lalu
Lintas Polres Kudus tanggal 12 Nopember 2018

8
dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan

perundangundangan dan kode etik Profesi Polri. 7

Dasar-dasar inilah yang digunakan oleh aparat Kepolisian Resort

Kudus melalui jalur perdamaian / Alternative Dispute Resolutions dengan

klasifikasi tindak pidana kecelakaan lalu lintas dengan kerugian materiil,

korban luka ringan, luka berat bahkan meninggal dunia. Selain itu faktor

kedua yang melatarbelakangi Kepolisian Resort Kudus menerapkan

menggunakan diskresi adalah adanya Pasal 16 ayat (2) UU Kepolisian

dimana disebutkan aparat kepolisian dapat melakukan tindakan lain

menurut hukum yang bertanggung jawab. Pertimbangan layak

berdasarkan keadaan yang memaksa dan menghormati HAM8.

Faktor pertama yang melatarbelakangi penggunaan diskresi dalam

bentuk mediasi penal secara normatif dapat kita lacak pada pasal 236 (2)

UULLAJ dimana dalam kasus tertentu kecelakaan lalu lintas dapat

diselesaikan di luar persidangan. Indikator yang digunakan untuk

menjabarkan Pasal 236 ayat (2) UULLAJ adalah luka ringan yang

diderita korban dalam waktu dekat cepat sembuh dan tidak menyebabkan

cidera tetap, kasus tersebut tidak menimbulkan keresahan di masyarakat,

kecelakaan yang tidak melibatkan korban masal serta kerugian materiil

yang ditimbulkan sangat kecil.

Lebih lanjut, penerapan diskresi dalam Pasal 18 UU Kepolisian

ternyata tidak hanya digunakan untuk kasus kecelakaan lalu lintas ringan
7
Pedoman tentang ADR dalam Kasus kecelakaan lalu lintas, Direktorat Lalu Lintas
Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Tengah 2010.
8
Ibid

9
saja sebagaimana diatur dalam Pasal 236 ayat (2) UULLAJ. Faktor yang

melatarbelakangi digunakannya ADR untuk tindak pidana kecelakaan

lalu lintas dengan kerugian materiil, korban luka ringan, luka berat

bahkan meninggal dunia diakui oleh Kanit Laka Lantas Polresta Kudus

selain perintah dari Mabes Polri dan Polda Jateng adalah karena murni

alasan kemanusiaan dan budaya masyarakat Kudus yang tidak

menginginkan proses yang berbelit-belit dan cenderung memilih jalan

damai..

2.3. Hambatan dan solusi dalam proses penyelesaian penanganan

kecelakaan lalu lantas lantas melalui jalur non penal berdasarkan

budaya hukum Indonesia Di Kepolisian Resor Kudus

Penggunaan diskresi dalam penyelesaian penanganan kecelakaan

lalu lantas lantas melalui jalur non penal adalah diperlukan adanya

pengawas penyidik yang memantau dan memonitoring perkembangan

penyidikan agar tidak disalahgunakan dengan melakukan pengawasan

internal penyidikan yang dilakukan secara berjenjang dan melekat

kepada setiap penyidik. Sehingga diperlukan pembinaan mental kepada

anggota kepolisian secara terus menerus guna merubah mindset dalam

menangani kasus kecelakaan lalu lintas.

Dalam kategori tindak pidana kecelakaan lalu lintas ringan,

mekanisme yang dilakukan oleh kepolisian sudah tepat, karena sudah

sesuai dengan ketentuan Pasal 236 ayat (2) UULLAJ yang memberikan

peluang proses penyelesaian perkara di luar peradilan, meski

10
mekanismenya tidak diatur dalam UULLAJ namun Surat Kapolri Nopol

B/3022/XII/2009/Sdeops tanggal 14 Desember 2009 tentang penanganan

kasus melalui Alternative Dispute Resolution (ADR) dapat dijadikan

acuan dalam menyelesaikan tindak pidana kecelakaan lalu lintas ringan.

Namun jika ditelaah lebih lanjut, untuk tindak pidana kecelakaan sedang

dan tindak pidana kecelakaan berat dengan korban luka berat dan

meninggal dunia, mekanisme penggunaan diskresinya tidak sesuai

dengan KUHAP dan bahkan UULLAJ. KUHAP hanya mengenal

penghentian penyidikan itupun dengan syarat yang sangat limitatif

sedangkan UULLAJ tidak memberikan peluang penggunaan ADR dalam

tindak pidana kecelakaan sedang dan tindak pidana kecelakaan berat

dengan korban luka berat dan meninggal dunia

3. Penutup

3.1. Simpulan

1. Pengaturan Tentang Kecelakaan Lalu Lintas Atau Kewenangan

Polri Dalam Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas

Ketentuan mengenai kecelakaaan lalu lintas telah diatur didalam

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan yang diatur dalam Pasal 310 dan Pasal 311. Ketentuan

Pasal 310 menyatakan” Setiap orang yang mengemudikan kendaraan

bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas

dengan :

11
a. Kerusakan kendaraan dan/atau barang, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.
1000.000,-
b. Korban luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp.2000.000,- .
c. Korban luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.10.000.000,-, dalam
hal kecelakaan tersebut mengakibatkan orang lain meninggal dunia
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 12.000.000,-

Ketentuan Pasal 311 tentang kecelakaan lalu lintas menyatakan:

Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan kendaraan bermotor

dengan cara dan keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang

dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda

paling banyak Rp.3000.000,-. Dalam hal perbuatan tersebut

mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan :

a. Kerusakan kendaraan dan/atau barang, pelaku dipidana dengan


pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak
Rp.4000.000,-.
b. Korban luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (emapat) tahun atau
denda paling banyak Rp.8000.000,-.
c. Korban luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) taun atau denda paling banyak Rp.20.000.000,-, dalam hal
kecelakaan tersebut mengakibatkan orang lain meninggal dunia
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau
denda paling banyak Rp.24.000.000,-.

2. Penanganan kecelakaan lalu lantas melalui jalur non penal

berdasarkan budaya hukum Indonesia di Kepolisian Resor

Kudus.

Bentuk diskresi Kepolisian Resort Kudus dalam kasus

kecelakaan lalu lintas adalah melalui jalur mediasi penal dengan cara

12
mengupayakan penyelesaian di antara pihak yang terlibat dengan jalan

damai melalui mekanisme Alternative Dispute Resolutions / ADR.

Penyidik memberikan peluang terhadap pihak-pihak yang berperkara

untuk melakukan kesepakatan perdamaian Hal ini demi kepentingan

umum, dimana pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam

melaksanakan tugasnya dan kewenangannya dapat bertindak menurut

penilaian sendiri dan hanya dilakukan dalam keadaan yang sangat

perlu dengan memperhatikan perundang undangan dan kode etik

Profesi Polri Lebih lanjut, penerapan diskresi dalam Pasal 18 UU

Kepolisian ternyata tidak hanya digunakan untuk kasus kecelakaan lalu

lintas ringan saja sebagaimana diatur dalam Pasal 236 ayat (2)

UULLAJ. Faktor yang melatarbelakangi digunakannya ADR

3.2. Saran
Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pihak kepolisian sebagai aparat penegak hukum disarankan terus

meningkatkan profesionalisme dan kapasitas sebagai pelaksana proses

perdamaian antara pihak-pihak yang terlibat dalam perkara pidana lalu

lintas, dengan cara terus mengasah potensi yaitu mengikuti berbagai

pelatihan untuk menyesuaikan diri pada perkembangan teknik

perdamaian. Hal ini penting dilakukan dalam rangka memaksimalkan

pencapaian tujuan perdamaian yaitu mencari penyelesaian atas

perselisihan atau konflik yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat.

2. Kepolisian dalam proses mediasi disarankan untuk secara proporsional

menempatkan diri sebagai pihak yang netral, sehingga tidak

13
menimbulkan kesan adanya pemihakan terhadap salah satu pihak. Hal

ini penting dilakukan agar proses perdamaian yang terjadi antara kedua

belah pihak benar-benar dilandasi oleh maksud yang baik dan

keinginan yang tulus dari kedua belah pihak, serta tetap berlandaskan

pada rasa keadilan bagi masyarakat.

4. Daftar Pustaka

Buku Literatur
Lawrence M. Friedmann, 2011. The Legal System: A Social Science
Perspective, [Pent. M. Khozim], Nusamedia, Bandung
Sudikno Mertokusumo,. 1999. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Liberty,
Yogyakarta
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, , 2010, Dualisme Penelitian Hukum
Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Burhan Bungin, 2001. Metode Penelitian Sosial, Format-format Kuantitatif
dan kualitatif.: Airlangga Unversity Press, Surabaya
Pedoman tentang ADR dalam Kasus kecelakaan lalu lintas, Direktorat Lalu
Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Tengah 2010.

Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002Tentang Kepolisian
Surat Kapolri No Pol: B/3022/XII/2009/SDEOPS tanggal 14 Desember 2009
tentang Penanganan Kasus Melalui Alternatif Dispute Resolution (ADR
Surat Kapolri No Pol: B/3022/XII/2009/SDEOPS tanggal 14 Desember 2009

Wawancara
Interview dengan IPDA Ngatmin SH, Kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas Polres
Kudus tanggal 12 Nopember 2018

14
Biodata singkat:
Menyertakan bio data singkat memuat : Nama lengkap, alamat email, pendidikan,
pekerjaan, Bisa ditambahkan tulisan yang pernah dipublikasikan (jika ada) dengan
format Judul, Penerbit, tahun terbit.

SIMPAN DENGAN NAMA FILE : NAMA MAHASISWA-NIM

15

Anda mungkin juga menyukai