Anda di halaman 1dari 15

Pelaksanaan Perjanjian pinjam meminjam uang Dengan jaminan Benda

Bergerak Di PT. Pegadaian (Persero) Cabang Subang Berdasarkan


Undang-Undang nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

Erwin Marlina, Akhmad Khisni

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan


perjanjian pinjam meminjam uang dengan jaminan benda bergerak di Perum
Pegadaian Kabupaten Subang dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dan kendala-kendala yang dihadapi oleh
Perum Pegadaian Kabupaten Subang dalam pelaksanaan perjanjian pinjam
meminjam uang dengan jaminan benda bergerak dihubungkan dengan Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dan solusinya.
Berdasarkan hasil analisis data dapat di simpulkan bahwa: : Pertama,
Pelaksanaan Perjanjian Pinjam Meminjam Uang dengan Jaminan Benda Bergerak
di PT. Pegadaian (Persero) belum sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 dan Pasal
1338 KUHPerdata, karena substansi perjanjian ditentukan secara sepihak oleh PT.
Pegadaian (Persero) dan sangat memberatkan nasabah, dimana semua biaya yang
menyangkut pencairan pinjaman dan proses lelang ditanggung oleh nasabah,
termasuk jika nasabah menghendaki dilakukannya pendaftaran jaminan fidusia,
namun sebagian besar menolak untuk melakukan pendaftaran jaminan fidusia
karena faktor extra charge (ongkos tambahan yang harus ditanggung oleh
nasabah serta kebutuhan untuk segera dicairkannya kredit membutuhkan waktu
yang lama. Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia. Kedua, kendala kendala yang dihadapi oleh PT.
Pegadaian (Persero) Cabang Subang dalam Pelaksanaan Perjanjian Pinjam
Meminjam Uang dengan Jaminan Benda bergerak adalah pihak nasabah
melukukan wanprestasi (ingkar janji). Salah satu jenis wanprestasi yang
dilakukan oleh debitur PT. Pegadaian (Persero) Cabang Subang adalah overdue,
yaitu tertundanya pelaksanaan kewajiban pembayaran pada waktu yang telah
ditentukan dalam perjanjian pinjam meminjam. Solusi yang dilakukan oleh PT.
Pegadaian (Persero) Cabang Subang adalah melakukan upaya-upaya persuasive,
Somasi (peringatan), penarikan/Peyitaan Baran, dan pelelangan barang jaminan
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Kata kunci: Pelaksanaan Perjanjian, Jaminan benda bergerak, PT
Pegadaian .

1. Pendahuluan

Negara Indonesia saat ini sedang giat-giatnya melaksanakan

pembangunan Nasional demi mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur

berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Dalam melanjutkan

1
pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat, baik perseorangan

maupun badan hukum, pasti memerlukan dana besar. Di samping itu,

kehidupan masyarakat pun tidak terlepas dari berbagai kebutuhan dan untuk

memenuhi kebutuhan tersebut sifatnya terbatas, sehingga dalam upaya untuk

memenuhi kebutuhan tersebut dibutuhkan dana. Dana ini dapat berasal dari

kekayaan sendiri maupun dari pinjaman yang bersumber dari lembaga

keuangan baik lembaga keuangan bank maupun bukan bank. Lembaga

keuangan tersebut diharapkan dapat memberikan kredit dengan syarat-syarat

yang tidak memberatkan masyarakat dan jaminan ringan kepada

masyarakat luas, khususnya kredit golongan ekonomi menengah ke bawah

yang banyak menginginkan kredit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,

sedangkan digolongan ekonomi menengah ke atas dipergunakan untuk

menambah modal usaha.1

Salah satu kredit yang dijalankan sekarang oleh PT. Pegadaian

(Persero) Cabang Subang adalah perjanjian kredit dengan jaminan fidusia

yang dikenal dengan jasa Kreasi (Kredit Angsuran Fidusia). Kebijakan tersebut

diambil dalam rangka menyesuaikan perkembangan dunia usaha dan

kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks. Jaminan fidusia merupakan

salah satu bentuk jaminan yang timbul untuk melengkapi kekurangan pada

gadai. Nasabah PT Pegadaian terdiri dari masyarakat golongan ekonomi lemah

yang kurang mendapat pelayanan dari lembaga keuangan atau perbankan,

1
Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta: 2001, hlm. 156.

2
sehingga masyarakat menengah ke bawah memerlukan pinjaman secara

mudah dan cepat.

Jasa kredit dengan jaminan fidusia ini dibentuk agar barang

jaminan tersebut masih bisa digunakan oleh debitur guna mendukung

usahanya meskipun telah dijadikan sebagai obyek jaminan. PT. Pegadaian

(Persero) Cabang Subang dalam memberikan pinjaman/kredit tersebut

menerapkan jaminan fidusia untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di dunia,

sehingga debitur dengan jaminan fidusia tersebut bisa diberikan pinjaman

uang tanpa menyerahkan barang jaminannya kepada kreditur.

Pemberian kredit dengan jaminan fidusia ini terdapat dua pihak

yang terlibat, yaitu kreditur sebagai pihak yang menerima fidusia disebut

“pemegang fidusia” dan debitur sebagai pihak yang menjaminkan barang

disebut “pemberi fidusia”. Setiap pemberian kredit harus diikuti dengan suatu

penjaminan guna pengamanan kredit yang telah diberikan. Debitur

menyerahkan benda fidusia sebagai jaminan atas pelunasan hutang-

hutangnya terhadap kreditur dalam hal terjadi perjanjian kredit. Jaminan

penting demi menjaga keamanan dan memberikan kepastian hukum bagi

kreditur untuk mendapatkan kembali atau mendapatkan kepastian mengenai

pengembalian uang pinjaman yang telah diberikan oleh kreditur kepada

debitur sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan disepakati bersama.

Barang yang menjadi obyek fidusia tersebut tidak diserahkan oleh debitur

3
(masyarakat) kepada kreditur (pegadaian), sehingga barang-barang yang

dijaminkan berada di bawah kekuasaan debitur. 2

Berdasarkan latar belakang yang di kemukakan diatas maka penulis

tertarik untuk meneliti lebih lanjut yang hasilnya akan dituangkan ke dalam

bentuk Penelitian dengan judul : “Pelaksanaan Perjanjian Pinjam Meminjam

Uang Dengan jaminan Benda Bergaerak di PT. Pegadaian (Persero) Cabang

Subang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia”.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptif analis, dengan pendekatan yuridis normatif. Penelitian ini di lakukan

dengan cara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan tekhnik

pengumpulan data melalui studi dokumentasi dan wawancara serta metode

analisis data yang di pergunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan

analisis yuridis kualitatif

2. Hasil penelitian dan pembahasan

2.1 Pelaksanaan Perjanjian Pinjam Meminjam Uang dengan

Jaminan Benda Bergerak di PT. Pegadaian (Persero)

berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

Jaminan Fidusia

2
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2003, hlm. 28.

4
Perjanjian pinjam uang menurut Bab XIII Buku III KUH Perdata

mempunyai sifat riil. Artinya perjanjian ini baru terjadi setelah ada

penyerahan. Selama benda (uang) yang diperjanjikan belum diserahkan,

maka belumlah dikatakan perjanjian pinjaman uang menurut Bab XIII KUH

Perdata. Dalam hal ini, Mariam Darus Badrulzaman menyatakan :

“Perjanjian pinjaman uang menurut Bab XIII KUH Perdata adalah


bersifat riil, jika dilihat dari isi Pasal 1754 KUH Perdata yaitu dari kata
“memberikan”. Apabila dua pihak telah mufakat mengenai semua
unsur-unsur dalam perjanjian pinjam mengganti, maka tidak berarti
bahwa perjanjian tentang pinjam mengganti itu telah terjadi. Yang
terjadi baru hanya perjanjian untuk mengadakan perjanjian pinjam-
meminjam. Apabila uang diserahkan kepada pihak peminjam lahirlah
perjanjian pinjam mengganti dalam pengertian undang-undang
menurut Bab XIII KUH Perdata”.3

Dengan demikian, perjanjian pinjam uang bersifat riil, tersimpul dari

kalimat “pihak kesatu menyerahkan uang itu kepada pihak lain” dan bukan

“mengakibatkan diri untuk menyerahkan uang”.

Perjanjian pinjam meminjam yang dibuat antara pihak PT. Pegadaian

(Persero) dengan Nasabah harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian,

seperti yang terdapat pada Pasal 1320 KUH Perdata. Dalam hukum perjanjian

berlaku suatu asas yang dinamakan asas konsensualisme, kata

“konsensualisme” ini berasal dari kata latin consensus yang berarti

sepakat. Asas konsensualisme bukanlah berarti untuk suatu perjanjian

disyaratkan adanya sepakat, ini sudah seharusnya. Suatu perjanjian juga

dinamakan persetujuan, berarti dua pihak sudah setuju atau bersepakat

mengenai suatu hal. Dalam hal ini R.Subekti menyatakan :

”Kesepakatan berarti persesuaian kehendak namun kehendak atau


keinginan tersebut harus dinyatakan. Kehendak atau keinginan yang

3
Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian kredit bank. Alumni bandung 1983. hlm. 26.

5
disimpan di dalam hati tidak mungkin diketahui pihak pihak lain dan
karenanya tidak mungkin melahirkan sepakat yang diperlukan untuk
melahirkan suatu perjanjian”.4

Mengenai syarat sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,

dijelaskan oleh Mariam Darus Badrulzaman yang menyatakan :

“Dengan diperlukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka


berarti bahwa kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan
kehendak. Para pihak tidak mendapat sesuatu tekanan yang
mengakibatkan adanya "cacad" bagi perwujudan kehendak tersebut.
Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang
disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antara pihak-pihak.
Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte).
Pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi
(acceptatie).”5

Dalam perjanjian apa yang harus disepakati oleh para pihak tentunya

berkaitan dengan syarat-syarat pemberian pinjaman uang (kredit), substansi

perjanjian dan prosedur perjanjian. Beberapa hal yang menjadi Substansi

perjanjian pinjam meminjam uang dengan jaminan fidusia yang harus

disepakati pihak nasabah dengan PT. Pegadaian (Persero) Cabang Subang

adalah sebagai berikut :6

“a. Nasabah menerima dan setuju terhadap uraian Barang Jaminan,


Penetapan Besarnya Taksiran Barang Jaminan, Uang Pinjaman,
Tarif Sewa Modal dan Biaya Administrasi sebagaimana yang
dimaksud pada surat Bukti Kredit (SBK) atau Nota Transaksi
(struk) dan sebagai tanda bukti yang sah penerimaan uang
pinjaman.
b. Nasabah dapat melakukan ulang gadai, Gadai Ulang Otomatis,
minta tambah Uang Pinjaman, dan penundaan lelang, selama nilai
taksiran masih memenuhi syarat dengan memperhitungkan Sewa
Modal dan Biaya Administrasi yang masih akan dibayar. Jika
terjadi penurunan Nilai Taksiran Barang Jaminan pada saat Ulang
Gadai atau Gadai Ulang Otomatis, maka nasabah wajib

4
R.Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2001, hlm. 6.
5
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit., hlm. 98.
6
Ibid.

6
mengangsur uang pinjaman atau manambah barang jaminan
agar sesuai dengan taksiran baru.
c. Terhadap barang jaminan yang telah dilunasi dan belum diambil
oleh nasabah, terhitung sejak terjadinya tanggal pelunasan
sampai dengan sepuluh hari tidak dikenakan jasa penitipan . Bila
telah melebihi sepuluh hari dari pelunasan, barang jaminan tetap
belum diambil oleh nasabah, maka nasabah sepakat dikenakan
Jasa Penitipan, Besaran Jasa Penitipan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku di PT. Pegadaian (Persero) atau sebesar yang
tercantum dalam neto transaksi (struk).
c. Hasil penjualan lelang barang jaminan setelah dikurangi Uang
Pinjaman, Sewa Modal, Biaya Proses Lelang (jika ada) dan Bea
Lelang, merupakan kelebihan yang menjadi hak nasabah. Jangka
waktu pengambilan uang kelebihan lelang selama satu tahun sejak
tanggal lelang dan jika lewat waktu dari jangka waktu
pengambilan uang kelebihan, nasabah menyatakan setuju untuk
menyalurkan uang kelebihan tersebut sebagai dana kepedulian
sosial yang pelaksanaannya diserahkan kepada PT. Pegadaian
(Persero). Jika hasil penjualan lelang barang jaminan tidak
mencukupi untuk melunasi kwajiban nasabah berupa uang
pinjaman, Sewa Modal, Biaya proses lelang (jika ada) dan bea
lelang, maka nasabah wajib membayar kekurangan tersebut.
d. Nasabah menyatakan tunduk dan mengikuti segala peraturan
yang berlaku di PT. Pegadaian (Persero) sepanjang ketentuan
yang menyangkut utang piutang dengan jaminan gadai”.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan nasabah dalam

pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam uang dengan jaminan fidusia PT.

Pegadaian (Persero) Cabang Subang, sebagai berikut :

“a. Tarif sewa Modal per 15 hari, untuk 1 hari s.d 15 hari dihitung
sama dengan 15 hari.
b. Sewa modal sebesar 1,15% / 15 hari
c. Sewa modal dihitung sejak tanggal kredit sampai dengan
tanggal pelunasan, hasilnya dibulatkan ke atas dengan kelipatan
Rp. 100.
d. Jangka waktu kredit maksimum 120 hari. Kredit dapat dilunasi
atau diperbaharui (ulang gadai, mengangsur uang pinjaman,
dan minta tambah uang pinjaman) sampai dengan tanggal jatuh
tempo.
e. Jika diulang gadai/diperpanjang. Barang jaminan gadai harus
dicicil sebagai berikut :
1) Elektronik/Gadget sebesar 20% dari uang pinjaman
2) Barang gudang lain sebesar 5% dari uang pinjaman
3) Kendaraan sebesar 10% dari uang pinjaman
f. Bila transaksi pelunasan dan pembaharuan kredit dilakukan oleh
nasabah di cabang/unit pegadaian online atau tempat lain yang

7
ditunjuk oleh PT. Pegadaian (Persero), maka nasabah telah
menyetujui nota transaksi (struk) sebagaimana addendum
perjanjian dan Surat Bukti kredit ini.
g. Terhadap pembaharuan kredit untuk tanggal jatuh tempo,
tanggal lelang dan besarnya uang pinjaman tercantum dalam
nota transaksi (struk).
h. Permintaan penundaan lelang dapat dilayani sebelum jatuh
tempo dengan mengisi formulir ysng telah disediakan.
Penundaan lelang dikenakan biaya sesuai ketentuan yang
berlaku di pegadaian.
i. Pengambilan barang jaminan harus menyerahkan Surat Bukti
Kredit asli dan menunjukkan kartu identitas (KTP/SIM).
j. Surat Bukti Kredit dan nota transaksi (strruk) harus disimpan
dengan baik, jika hilang harus melapor ke Cabang/Unit
Pegadaian penerbit Surat Bukti Kredit
k. Jika kredit ini tidak dilunasi atau diperpanjang sampai tanggal
jatuh tempo, maka barang jaminan akan dilelang dengan
ketentuan sebagai berikut :
1) Biaya proses lelang sebesar 0,5% per 15 hari
2) Biaya lelang sebesar 2,0% x harga barang jaminan
3) Barang Jaminan Dalam Proses Lelang (BJDPL) dapat
diselesaikan oleh nasabah dengan dikenakan tambahan
biaya administrasi penyelesaian BJDPL sebesar 0,75%/ 15
hari dari uang pinjaman dan maksimal sebesar 2,25% dari
uang pinjaman”.

Adapun prosedur pelaksanaan pemberian pinjaman (kredit) dengan

jaminan fidusia pada PT. Pegadaian (Persero) Cabang Subang adalah

sebagai berikut :7

“a. Penyerahan Salinan Identitas dan Agunan


Nasabah datang ke loket pegadaian dengan menyerahkan salinan
identitas (KTP/SIM/Paspor) dan barang jaminan yang akan
digadaikan.
b. Penilaian Agunan
Petugas pegadaian menaksir barang jaminan yang diserahkan
nasabah guna menentukan nilai dan jumlah uang pinjaman yang
dapat diperoleh.
c. Approvol Kredit
1) Konfirmasi kepada nasabah untuk mendapat persetujuan
mengenai jumlah uang pinjaman.
2) Proses approvol oleh internal pegadaian secara berjenjang
sesuai besaran uang pinjaman.

7
Hasil wawancara dengan Deni Munandar selaku Analisis Kredit di PT. Pegadaian (Persero)
Cabang Subang pada tanggal 17 April , pukul 13.00 WIB.

8
d. Administrasi Perjanjian Kredit
Petugas pegadaian memproses perjanjian kredit (Surat Bukti
Kredit).
e. Penandatanganan Perjanjian Kredit (Surat Bukti Kredit)
Petugas pegadaian dan nasabah menandatangani Surat Bukti
Gadai (SBG), Asli SBG dibawa nasabah dan salinan disimpan
pegadaian.
f. Pencairan Kredit
Nasabah menerima uang pinjaman sejumlah yang telah dipakatai,
yang diserahkan oleh petugas pegadaian”.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hak dan kewajiban kedua belah

pihak dalam perjanjian pinjam meminjam uang (Kredit) di PT. Pegadaian

(Persero) Cabang Subang adalah sebagai berikut :

1. Hak PT. Pegadaian (Persero) Cabang Subang

a. Mengambil tindakan-tindakan yang dianggap perlu apabila nasabah

dianggap cedera janji atau terbukti lalai (Pasal 7 ayat 1 dan 2);

b. Melakukan eksekusi terhadap barang jaminan nasabah, apabila

nasabah lalai atau tidak akan mampu lagi untuk memenuhi ketentuan

dan kewajiban dalam perjanjian ini. (Pasal 9 ayat 1-4);

2. Kewajiban PT. Pegadaian (Persero)

a. Memberikan jumlah maksimum kredit, tujuan dan jangka waktu

kredit. (Pasal 1 ayat 1,2,3).

b. Memberikan sewa modal dan menetapkan biaya-biaya yang timbul

dalam perjanjian ini. (Pasal 2 ayat 1 dan 4).

c. Melakukan penyerahan penggantian barang jaminan kepada

nasabah apabila terjadi force majeur (Pasal 8).

3. Hak Nasabah

Menerima jumlah maksimum kredit, tujuan dan jangka waktu kredit

(Pasal 1 ayat 1-3).

9
4. Kewajiban Nasabah

a. Membayar sewa modal dan biaya-biaya lainnya yang timbul dalam

perjanjian ini (Pasal 2 ayat 1-4).

b. Menyerahkan barang yang dijadikan obyek jaminan (Pasal 3 ayat 1-

6).

c. Melakukan pemeliharaan barang jaminan nasabah (Pasal 4 ayat 1).

d. Melakukan pembayaran untuk pelunasan kredit (Pasal 5 ayat 1-7).

e. Membayar denda atas keterlambatan pembayaran angsuran (Pasal

6 ayat 1-6).

f. Melakukan penyerahan penggantian barang jaminan kepada

nasabah apabila terjadi force majeur (Pasal 8).

g. Bila telah melebihi sepuluh hari dari pelunasan, barang jaminan

tetap belum diambil oleh nasabah, maka nasabah wajib membayar

Jasa Penitipan, Besaran Jasa Penitipan sesuai dengan ketentuan

yang berlaku di PT. Pegadaian (Persero) atau sebesar yang

tercantum dalam neto transaksi (struk) (Pasal 10 ayat 1-4).

h. Nasabah wajib mengetahui dan mematuhi masa berlaku

perjanjian kredit ini (Pasal 11 ayat 1-5).

i. Jika hasil penjualan lelang barang jaminan tidak mencukupi untuk

melunasi kewajiban nasabah berupa uang pinjaman, Sewa Modal,

Biaya proses lelang (jika ada) dan bea lelang, maka nasabah wajib

membayar kekurangan tersebut (Pasal 12).

“Barang yang dapat di terima sebagai barang jaminan di PT.

Pegadaian(persero) adalah sebagai berikut :

10
1. Barang rumah tangga, seperti perabotan rumah tangga, gerabah,
dan peralatan elektronik;
2. Mesin traktor, pompa air, generator dan chainsaw (gergaji mesin);
3. Tekstil seperti bahan pakaian, sarung, sprei, dan permadani; serta
4. Barang lainnya yang memiliki nilai ekonomis yang akan diatur
berdasarkan peraturan pegadaian.”

Lebih lanjut, Partono menyatakan : 8

“Barang yang tidak dapat diterima sebagai barang jaminan di PT.


Pegadaian (Persero) adalah sebagai berikut :
1. Barang-barang milik Pemerintah, seperti senjata api, senjata
tajam, pakaian dinas, dan perlengkapan TNI/ Polri
2. Barang konsinyasi;
3. Barang-barang yang mudah busuk, seperti makanan, minuman
dan obat-obatan;
4. Barang yang berbahaya dan mudah terbakar, seperti korek api,
mercon (petasan), mesiu, bensin, minyak tanah, dan tabung berisi
gas;
5. Barang yang dilarang peredarannya, seperti narkoba (ganja,
opium, heroin, sabu, dan sejenisnya);
6. Barang yang tidak tetap harganya dan sukar ditetapkan
taksirannya, seperti lukisan, buku, barang purbakala dan barang
antik;
7. Barang lainnya seperti halnya pakaian jadi, barang yang
pemakaiannya sangat terbatas dan tidak umum, misalnya,
peralatan kedokteran, peralatan wartel, dan alat perlengkapan
pesta; dan
8. Binatang/ hewan ternak.”

2.2 Kendala kendala yang Dihadapi oleh PT. Pegadaian (Persero)

Cabang Subang dalam Pelaksanaan Perjanjian Pinjam

Meminjam Uang dengan Jaminan Benda bergerak

berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

Jaminan Fidusia dan Solusinya

Dalam pelaksanaan pemberian fasilitas kredit angsuran sistem fidusia

di PT. Pegadaian (Persero) Cabang Subang, sebagian nasabah mampu

8
Hasil wawancara dengan Partono selaku Pimpinan PT. Pegawaian (Persero) Cabang
Subang pada hari Senin, tanggal 17 April pukul 09.00 WIB.

11
menjalankan kredit ini dengan baik dengan menjalankan kewajibannya

melakukan pembayaran dan pelunasan angsuran kredit saat melakukan

perjanjian. Namun ada juga kasus keterlambatan nasabah dalam melakukan

pembayaran angsuran bahkan ada juga nasabah yang tidak sanggup melunasi

sisa angsuran kredit.

Menurut Yudha Akbar menyatakan :

“Kewajiban yang sering tidak dilakukan nasabah terhadap isi


perjanjian selama tahun 2014 sampai bulan Desember 2016 ialah
melakukan pembayaran akan tetapi mengalami keterlambatan dan
adanya tunggakan pembayaran sebanyak 3 kali sehingga dilakukan
eksekusi.9

Salah satu jenis wanprestasi yang dilakukan oleh debitur PT.

Pegadaian (Persero) Cabang Subang adalah overdue. Pengertian overdue

adalah tertundanya pelaksanaan kewajiban pembayaran pada waktu yang

telah ditentukan dalam perjanjian pinjam meminjam. Keterlambatan

pembayaran ini digolongkan ke dalam empat kategori sebagai berikut :10

1. Overdue di atas 45 hari tetapi di bawah 60 hari;

2. Overdue di atas 60 hari tetapi di bawah 90 hari;

3. Overdue di atas 90 hari tetapi di bawah 150 hari;

4. Overdue di atas 150 hari.

Overdue ini dapat dimasukkan ke dalam kategori wanprestasi berupa

berbuat tetapi terlambat, dalam hal ini debitur tetap akan membayar uang

angsurannya tetapi setelah jatuh tempo pembayaran tersebut telah terlewati.

9
Hasil wawancara dengan Yudha Akbar selaku Penaksir pada PT. Pegadaian (Persero)
Cabang Subang pada tanggal 18 April , pukul 10.00 WIB.
10
Hasil wawancara dengan Partono selaku Pimpinan PT. Pegadaian (Persero) Cabang
Subang pada tanggal 17 April 2017, pukul 10.00 WIB.

12
Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan

kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara

kreditur dengan debitur.11

3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

 Pelaksanaan Perjanjian Pinjam Meminjam Uang dengan Jaminan Benda


Bergerak di PT. Pegadaian (Persero) belum sesuai dengan ketentuan
Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata, karena substansi perjanjian
ditentukan secara sepihak oleh PT. Pegadaian (Persero) dan sangat
memberatkan nasabah, dimana semua biaya yang menyangkut
pencairan pinjaman dan proses lelang ditanggung oleh nasabah,
termasuk jika nasabah menghendaki dilakukannya pendaftaran jaminan
fidusia, namun sebagian besar menolak untuk melakukan pendaftaran
jaminan fidusia karena faktor extra charge (ongkos tambahan
yang harus ditanggung oleh nasabah serta kebutuhan untuk segera
dicairkannya kredit membutuhkan waktu yang lama. Hal ini bertentangan
dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
 Kendala kendala yang dihadapi oleh PT. Pegadaian (Persero) Cabang
Subang dalam Pelaksanaan Perjanjian Pinjam Meminjam Uang dengan
Jaminan Benda bergerak adalah pihak nasabah melukukan wanprestasi
(ingkar janji). Salah satu jenis wanprestasi yang dilakukan oleh
debitur PT. Pegadaian (Persero) Cabang Subang adalah overdue, yaitu
tertundanya pelaksanaan kewajiban pembayaran pada waktu yang
telah ditentukan dalam perjanjian pinjam meminjam. Solusi yang
dilakukan oleh PT. Pegadaian (Persero) Cabang Subang adalah

11
Salin H.S., Hukum kontrak, teori dan teknik penyusunan kontrak. Sinar grafika,
Jakarta.2008. hlm. 98.

13
melakukan upaya-upaya persuasive, Somasi (peringatan),
penarikan/Peyitaan Baran, dan pelelangan barang jaminan sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

3.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas, maka peneliti memberikan

saran-saran sebagai berikut :

 PT. Pegadaian (Persero) Cabang Subang dalam membuat perjanjian

dengan Jaminan fidusia hendaknya dibuat dengan akta notaris, tidak

perlu ada ketentuan jumlah nominal yang ada untuk menentukan

perjanjian mana yang dibuat dengan akta notaris dan perjanjian mana

yang dibuat dengan akta di bawah tangan, meskipun perjanjian yang

dibuat dengan akta di bawah tangan dapat dimintakan sertifikasi kepada

pihak notaris. Selain itu, hal ini juga lebih menguntungkan bagi pihak

PT. Pegadaian (Persero) Cabang Subang selaku kreditor (penerima

fidusia) karena menjadi kreditor preference (hak untuk didahulukan)

dari kreditor-kreditor lainnya. Di lain hal kreditor juga memperoleh

kewenangan untuk melaksanakan eksekusi apabila debitor tidak

melunasi hutangnya (wanprestasi). Begitu pula bagi debitor penerima

fidusia yaitu adanya ketegasan bahwa apabila debitor telah melunasi

kewajibannya maka dengan sendirinya ia akan memperoleh kembali hak

milik atas benda yang menjadi obyek jaminan fidusia tersebut.

 Di dalam Undang-undang Fidusia tidak ditentukan batas waktu untuk

melakukan pendaftaran Fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia, sehingga

hal ini sering diabaikan. Oleh karena itu, kewajiban untuk mendaftarkan

14
perjanjian Fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia agar lebih diperhatikan,

sebab dengan adanya Akta Pendaftaran Fidusia kedudukan kreditor

menjadi lebih kuat secara hukum.

DAFTAR PUSTAKA

1) Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia,


Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 2001.
2) Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2003.
3) Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian kredit bank. Alumni
bandung 1983.
4) R.Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2001, hlm. 6.
5) Hasil wawancara dengan Deni Munandar selaku Analisis Kredit di
PT. Pegadaian (Persero) Cabang Subang pada tanggal 17 April ,
pukul 13.00 WIB.
6) Hasil wawancara dengan Yudha Akbar selaku Penaksir pada PT.
Pegadaian (Persero) Cabang Subang pada tanggal 18 April , pukul
10.00 WIB.
7) Hasil wawancara dengan Partono selaku Pimpinan PT. Pegadaian
(Persero) Cabang Subang pada tanggal 17 April , pukul 10.00 WIB.
8) Salin H.S., Hukum kontrak, teori dan teknik penyusunan kontrak.
Sinar grafika, Jakarta.2008
9) Kitab undang undang hukum perdata ( KUHperdata)
10) Undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia

15

Anda mungkin juga menyukai