JURNAL HUKUM
Oleh :
SUBKHAN
N.I.M : MH 20.30.170.0046
Program Studi : Magister Ilmu Hukum
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
2018
ABSTRAK
Terorisme merupakan suatu tindak pidana atau kejahatan luar biasa yang
menjadi perhatian dunia sekarang ini terutama di Indonesia. Terorisme
yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini memiliki keterkaitan ideologis, sejarah
dan politis serta merupakan bagian dari dinamika lingkungan strategis pada
tataran regional dan global. Terorisme pada kenyataannya merupakan tindakan
yang melanggar kemanusiaan dan hak asasi manusia serta menjadi bukti nyata
bahwa teror adalah aksi yang sangat keji dan tidak memperhitungkan, tidak
memperdulikan dan mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana dimaksud
dalam sila kedua dari Pancasila yang menjadi Ideologi Bangsa Indonesia yaitu
kemanusiaan yang adil dan beradab.
Secara umum politik hukum penanganan tindak pidana terorisme di
Indonesia diambil sebagai langkah strategis melalui Perpu Nomor 1 Tahun 2002
Pasca Peristiwa Bom Bali 1 untuk menghadapi keadaan genting yaitu mengisi
kekosongan hukum. Bahwa kemudian Perpu tersebut ditetapkan menjadi UU
Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tidak
mengurangi nilainya sebagai payung hukum, namun dalam perkembangannya
substansi dari undang-undang tersebut dinilai cenderung bersifat represif dan
masih ditemukan pasal-pasal yang belum dapat mengcover dinamika
perkembangan penyebaran faham radikal yang menjadi ibu dari aksi terorisme,
maupun mencegah aksi terorisme itu sendiri, sehingga kemudian dilakukan revisi
lagi melalui UU Nomor 5 Tahun 2018 guna perbaikan dan memberikan kejelasan
langkah-langkah yang diambil dan dapat meningkatkan fungsi serta kinerja
instansi yang ada.
Regulasi saja tidaklah tepat kiranya dalam memberantas tindak pidana
terorisme, oleh karena itu diperlukan upaya lain secara komperhensif, integral,
terencana dan berkesinambungan dalam bentuk kebijakan hukum guna menutup
kekurangan hukum normatif tersebut, dengan meningkatkan kesadaran dan
pengetahuan tentang kebangsaan dan ajaran agama dengan baik dan benar,
sehingga masyarakat selalu dapat bersifat responsif dan waspada terhadap
pergerakan kelompok-kelompok radikal yang berkembang di daerah sekitar.
terorisme yang terjadi di berbagai daerah dalam beberapa tahun terakhir ini
dari luar. Namun tidak dapat dibantah bahwa aksi terorisme saat ini
(Perpu) Nomor 1 Tahun 2002 yang pada tanggal 4 April 2003 disahkan
Tahun 2002 merupakan langkah politik hukum yang diambil untuk mengisi
kekosongan hukum yang terjadi pada saat itu. Jauh sebelum maraknya
1
Muhammad A.S. Hikam, 2016, Deradikalisasi: Peran Masyarakat Sipil Indonesia
Membendung Radikalisme, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, Hal. 33-34.
2
Romli Atmasasmita dan Tim, 2012, Analisis dan Evaluasi Peraturan Perundang-
Undangan tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2003), Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia, Hal. 73.
kejadian-kejadian yang digolongkan sebagai bentuk terorisme terjadi di
yang beradab, dan cita-cita dapat hidup berdampingan dengan bangsa lain
Karena demikian akrabnya aksi teror ini, akhirnya teror bergeser dengan
crime).4
tuan rumah atas kembalinya para pelaku terorisme pasca menjalani masa
masuk daftar teroris yang tewas dalam baku tembak dengan Densus 88
Jepara, selain itu juga pernah menjadi pilihan untuk tempat persembunyian
beberapa pelaku terorisme baik dari dalam maupun luar negeri serta
menjadi pilihan tempat domisili lima exs napi teroris dalam berbagai kasus
5
Data Polres Kudus.
II. Rumusan Masalah
Penulis lebih menitikberatkan pada data primer yang diperoleh dari hasil
pidana terorisme dengan berdasarkan pada data lapangan atau empiris dan
data sekunder yang dinyatakan oleh responden serta juga tingkah laku nyata,
6
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta,
1982, hlm 17.
IV. Pembahasan
faham radikal yang menjadi ibu dari aksi teror dan atau mencegah aksi
berkurang, baik dilakukan oleh pelaku baru dan atau pelaku lama yang
Radikal Deradikal
berada pada tataran konsep dan belum mengatur hal-hal yang bersifat
tanpa mau tau latar belakang atau penyebab aksi atau perbuatan
itu terjadi, bahkan dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 5
sendiri.
masyarakat.
menjadi radikal dan atau teroris adalah anak-anak dari tokoh radikal
media online, media sosial, artikel dan buku yang sengaja dibuat
terorisme.
Melihat faktor penyebab tersebut di atas, maka keberadaan
undang – undang yang ada saat ini belum dapat face to face atau
7
Barda Nawawi Arif, Upaya Non Penal Dalam Kebijakan Penanggulangan kejahatan, Alumni,
Bandung, 1992, Hal 2.
Usaha-usaha non penal ini misalnya kontra radikal dalam bentuk
perlu aksi yang luar biasa juga untuk memeranginya. Selama ini
8 ICJR (Institut for Criminal Justice Reform) Catatan Kritis Atas RUU Pemberantasan Terorisme
Tahun 2016.
belum cukup, saatnya seimbangkan dengan soft power.9
Pancasilanya.
9
Transkrip Pidato Presiden pada acara buka puasa bersama pimpinan lembaga tinggi negara di
Istana Negara, Jakarta, 18 Mei 2018. Pidato ini juga dimuat pada media Tempo yang dapat
diunduh pada https://nasional.tempo.co/read/1091407/jokowi-minta-diterapkan-cara-luar-
biasa-melawan-terorisme, penulis mengunduh pada 2 Agustus 2018 pukul 20:00
10
Ibid.
Beberapa kebijakan hukum yang diambil di tingkat wilayah
a. Pencegahan;
mahasiswa.
b. Pasca Penindakan;
diikuti atau jaringan baru yang ada. Bentuk dari kegiatan yang
dengan baik dan benar maka akan dapat menangkal penyebaran faham
V. PENUTUP
1. Kesimpulan
kelompok radikal.
b. Mencegah terorisme dapat dilakukan pada level mencegah
2. Saran
terorisme.
b. Menyusun materi kontra radikal dan deradikal yang bersifat
Kudus.
DAFTAR PUSTAKA