Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Saraq Opat, Vol 4 No 2 Juli 2022 pp 94-108

e-ISSN: 2809-8129; p-ISSN : 2809-817X


Received 14 Mei 2022 / Revised 3 Juni 2022 / Accepted 24 Juni 2022

Saraq Opat : Jurnal Administrasi Publik


https://jurnal.ugp.ac.id/index.php/SaraqOpat

PROSES HUKUM KEJAHATAN YANG TERTANGKAP TANGAN


MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA
Djuniarti
Dosen, Fakultas Hukum Universitas Islam Makassar
Jalan Axis Kemerdekaan IX, Tamalanrea Indah, Tamalanrea, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90245

Djuniarti27@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui proses pelaksanaan penanganan kasus
pidana pada tahap penyidikan di Kepolisian Sektor Kota Makassar. Populasi adalah keseluruhan
objek dan subjek yang diteliti. Populasi dapat berupa lembaga, manusia, benda-benda, kejadian,
peristiwa-peristiwa, kasus- kasus yang memiliki dan mempunyai ciri yang sama. Dalam penelitian
yang menjadi populasi adalah keseluruhan unit penyidik di Reskrim Kepolisian Sektor Kota
Makassar.Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah kasus-kasus yang paling dominan
yang terjadi dari tahun 2018-2021 yakni kasus pembunuhan, pencurian, penipuan, narkotika dan
penganiayaan serta 3 orang penyidik yang diambil dari tiap-tiap unit di Reskrim Kepolisian Sektor
Kota Makassar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Proses penanganan kasus pidana pada tahap
penyidikan dalam wilayah hukum Polsekta Makassar ditentukan dengan melalui tahap-tahap,
antara lain tahap penyelidikan dan penyidikan, tahap penangkapan setelah penyelidikan telah
selesai kemudian tahap penahanan setelah terdapat bukti kuat telah terjadi tindak pidana serta tahap
pemberkasan hasil penyidikan apabila proses ketiga tahap terdahulu sudah tuntas.

Kata Kunci : Proses Hukum, Undang Undang, Pidana

ABSTRAK

This study aims to determine the implementation process of handling criminal cases at the
investigation stage in the Makassar City Police Sector. The population is the entire object and
subject under study. The population can be institutions, people, objects, events, events, cases that
have and have the same characteristics. In the study, the population was the entire unit of
investigators in the Criminal Investigation Unit of the Makassar City Police. The samples in this
study were the most dominant cases that occurred from 2018-2021, namely cases of murder, theft,
fraud, narcotics and mistreatment and 3 people investigators taken from each unit in the Makassar
City Police Criminal Investigation Unit. The results of the study indicate that the process of
handling criminal cases at the investigation stage within the jurisdiction of the Makassar Police is
determined by going through the stages, including the investigation and investigation stage, the
arrest stage after the investigation has been completed then the detention stage after there is strong

94
PROSES HUKUM KEJAHATAN YANG TERTANGKAP TANGAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
ACARA PIDANA

evidence that a crime has occurred and the filing stage. the results of the investigation if the process
of the three previous stages has been completed.

Keywords : Legal Process, Law, Criminal

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tugas dan peran Kepolisian Negara Republik Indonesia dewasa ini dalam proses
penegakan hukum di Indonesia, harus dikembalikan pada peran, tugas serta wewenang kepolisian
itu sendiri. Tugas polisi sebagai salah satu tugas penyelenggara Negara adalah untuk memelihara
terselenggaranya ketertiban umum, dan keamanan dalam negeri serta tidak bertentangan dengan
hukum, yakni hukum positif dan lingkup berkehidupan berbangsa dan bernegara serta aturan-
aturan dan adat istiadat yang hidup dalam kehidupan masyarakat baik dalam menjaga keberadaan
masyarakat serta perlindungan hak-hak asasi manusia meliputi perlindungan terhadap jiwa dan
kehormatan, yang apabila didapati melanggara atasnya perlu diadakan tindakan penyidikan
terhadap pelaku.
Pelaksanaan tugas kepolisian meliputi fungsi yang diembannya, yaitu tindakan preventif
dan refresif yang dituangkan dalam kewajibannya yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang terkait Baik dalam penyelenggaraan pemerintahan maupun dalam penegakan
hukum. Apabila terjadi gangguan yang merugikan terhadap warga masyarakat, polisi harus turun
tangan. Sehingga apa yang dilakukan tersebut tercermin bahwa tugas kepolisian sebagaimana yang
disebutkan di atas, dan penanganan polisi merupakan kebutuhan masyarakat sekaligus
permasalahan yang terjadi yang dihadapinya, tidak mengherankan apabila ada pendapat bahwa
polisi merupakan lambing problema masyarakat. Aspirasi yang membutuhkan pelayanan
masyarakat dari kepolisian Republik Indonesia melahirkan penjabaran dari tugas pokok Polisi
Republik Indonesia yang terdiri dari fungsi-fungsi preventif dan refresif.
Tuntutan reformasi menyeluruh selama 30 tahun diredam o success story di bidang
ekonomi yang dipuji dunia, sebagai keajaiban dengan pertumbuhan terus menerus ternyata
ekonomi Indonesia kembali merosot dari Negara berpenghasilan menengah menjadi Negara
miskin. Keadaan tersebut sangat dipengaruhi oleh siatuasi dan kondisi yang tidak menentu saat
itu. Tentunya peranan kepolisian dalam menangani kasus-kasus tersebut harus dilakukan secara
professional yang didasarkan pada aturan-aturan perundangan yang berlaku. Terlepas dari
berbagai modus kejahatan dan instrument hukum yang memadai dalam undang- undang kepolisian
sampai saat ini masalah supremasi hukum masih sekedar slogan dan belum menjadi realitas. Salah
satu penyebabnya adalah kolusi, korupsi, dan nepotisme masih tetap bercokol yang dilakukan oleh
penegak hukum atau masyarakat cenderung tidak mengindahkan hukum itu, sehingga kriminalitas
dari tahun ke tahun semakin meningkat.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, maka perumusan masalah dapat dikemukakan
bagaimana proses pelaksanaan penanganan kasus pidana pada tahap penyidikan di Kepolisian
Sektor Kota Makassar?”

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan penanganan kasus pidana pada
tahap penyidikan di Kepolisian Sektor Kota Makassar.

95
PROSES HUKUM KEJAHATAN YANG TERTANGKAP TANGAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
ACARA PIDANA

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Dasar Undang- Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia
Dalam ketentuan umum Bab I Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan beberapa pengertian dasar mengenai segala hal
ikhwal yang berkaitan dengan istilah Kepolisian antara lain disebutkan sebagai berikut:
1. Kepolisian Negara adalah segala hak ikhwal yang berkaitan dengan fungsi lembaga polisi
sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
2.Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
3. Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang memiliki
wewenang umum kepolisian
4. Peraturan Kepolisian adalah, segala peraturan yang dikeluarkan oleh Kepolisian Negara
Republik Indonesia dalam rangka memelihara dan menjamin keamanan umum sesuai dengan
peraturan Perundangundangan yang berlaku.
5. Keamanan dan ketertiban adalah kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu persyaratan
terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya keamanan, ketertiban
dan tegaknya, hukum Serta terbinanya, ketentraman yang mengadukan kemampuan membina serta
mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal,mencegah dan
menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk- bentuk pelanggaran serta gangguan
lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
6. Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan
dan ketertiban masyarakat,tertib dan tegaknya hukum serta Terselenggaranya hukum,
perlindungan, pengayoman. Dan pelayanan masyarakat.
7. Kepentingan umum adalah, kepentingan masyarakat dan atau kepentingan bangsa dan
Negara demi terjalinnya keamanan dalam negeri.
8. Penyelidik adalah, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang
Oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan.
9. Penyidik pegawai negeri sipil adalah,pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang berdasarkan
peraturan-peraturan yang ditunjuk selaku penyidik dan mempunyai wewenang untuk meiakukan
penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukum masing-
masing.
10. Penyidik pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diangkat
oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan syarat pengangkatan dan diberi
wewenang tertentu dalam melakukan tugas penyidikan yang dalam undang-undang.
11. Penyidikan adalah, serangkaian tindakan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang- undang, untuk mencari serta menemukan alat bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tentang tindakan pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
12. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Kepala Polisi
Republik Indonesia(Kapolri) adalah pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
penanggungjawab penyelenggara fungsi kepolisian. Jadi 12 (dua belas) istilah dasar yang
berkaitan dengan hal ikhwal tentang kepolisian. Di samping itu,dalam Pasal 13 UU No. 2 Tahun
2002 terdapat tugas dan kewajiban kepolisian. Bunyi Pasal 13 tersebut antara lain sebagai berikut:
Tugas pokok Kepolisian Republik Indonesia:
1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
2. Menegakkan hukum

96
PROSES HUKUM KEJAHATAN YANG TERTANGKAP TANGAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
ACARA PIDANA

3. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut di atas, maka dalam Pasal 14 UU No. 2 Thn. 2002,
yang menyatakan:
1. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patrol terhadap kegiatan masyarakat dan
pemerintah sesuai kebutuhan.
2. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban,kelancaran lalu lintas
jalan.
3. Memberi izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak dan senjata tajam.
4. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa
pengamanan.
5. Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas
pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian.
6. Melakukan kerja sama dengan kepolisian Negara lain dalam menyidik dan memberantas
kejahatan internasional.
7. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah
Indonesia dalam organisasi, koordinasi instansi terkait.
8. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi Kepolisian Internasional.
9. Melaksanakan kewenangan lainnya yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian. Dengan
demikian betapa tidak polisi diberi kewenangan luas dalam menjaga keamanan dalam negeri yang
mana instrumen hukumnya sangat memadai dan lengkap.

B. Pengertian Penyelidikan dan Penyidikan


Dalam Pasal 1 butir 5 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) berbunyi"
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu
peristiwa yang diduga sebaga tindaka pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan menurut dan yang diatur dalam undang-undang ini".
Penyelidikan bukanlah merupakan fungsi yang berdiri sendiri, terpisah dari fungsi
penyidikan, tetapi hanya merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi
penyidikan, yang mendahului tindakan lain yaitu penindakan yang berupa penangkapan,
penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan,
penyelesaian dan penyerahan berkas perkara kepada Penuntut Umum. Latar belakang, motivasi
dan urgensi diintrodusirnya fungsi penyelidikan antara lain adanya perlindungan dan jaminan
terhadap Hak asasi manusia, adanya persyaratan dan pembatasan yang ketat dalam penggunaan
upaya paksa, ketatnya pengawasan dan adanya lembaga ganti kerugian dan rehabilitasi, dikaitkan
bahwa tidak setiap peristiwa yang terjadi dan diduga sebagai tindak pidana, maka sebelum
melangkah lebih lanjut dengan melakukan penyidikan dengan konsekuensi digunakannya upaya
paksa, maka berdasarkan data atau keterangan yang didapat dari hasil penyelidikan ditentukan
lebih dahulu bahwa peristiwa yang terjadi dan diduga sebagai tindak pidana itu benar-benar
merupakan tindak pidana sehingga dapat dilanjutkan dengan penyelidikan. Sementara dalam
Undang- Undang No. 2 Tahun 2002. Pengertian penyelidikan dan penyidikan terdapat dalam Pasal
16 UU tersebut di atas yang menyatakan;
1.Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan atau melakukan penyitaan.
2.Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan
peyidikan.
3.Membawa dan menghadapkan orang kepada peyidik dalam rangka peyidikan.

97
PROSES HUKUM KEJAHATAN YANG TERTANGKAP TANGAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
ACARA PIDANA

4.Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal.
5.Penyitaan
6. Penyimpangan perkara
7. Pelimpahan kepada penuntut umum dan pengembaliannya kepada penyidik untuk
disempurnakan.
Dari pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa jelas hubungan erat antara tugas dan fungsi
penyidik dan penyelidik atau hubungan Polisi karena jabatannya adalah penyidik. Penyidik pejabat
kepolisian tersebut diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang melimpahkan
wewenang tersebut ke pejabat polisi lain. Sedangkan terhadap penyidik pegawai negeri sipil
diangkat oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia atas usul Departemen yang membawahi
pegawai tersebut. Wewenang pengangkatan ini dapat dilimpahkan pula oleh Menteri Kehakiman
sebagaimana ditentukan Keputusan Menteri Kehakiman (Kepmenkeh) Republik Indonesia
Nomor 08 UM, 01 Tahun 1983 tentang Pelimpahan Wewenang Pengangkatan Penyidik Pegawai
Negeri Sipil. Sebelum pengangkatan tersebut dilakukan, Menteri Kehakiman Republik Indonesia
terlebih dahulu meminta pertimbangan Jaksa Agung Republik Indonesia dan Kepala Kepolisian
Republik Indonesia. Dan sekarang yang patut dikedepankan adalah apa dan bagaimanakah fungsi
dan wewenang penyelidik dan penyidik itu?
Berdasarkan ketentuan Pasal 5 KUHAP,maka dapat diperinci mengenai fungsi wewenang
penyelidik adalah Berhubungan dengan penuntutan perkara yang menjadi tugas jaksa semata-mata
dari kejadian, ditambah dengan wewenang Jaksa Agung untuk mengenyampingkan perkara demi
kepentingan umum. Perlu dicatat bahwa mengenai pengenyampingan perkara berlaku dan tetap
sesuai dengan prosedur, bahwa Kepala Kepolisian Republik Indonesia diajak berunding sebelum
mengambil tindakan pengenyampingan oleh jaksa sesuai dengan ketentuan- ketentuan dalam
undang-undang kejaksaan.
Khususnya dalam rangka pembangunan nasional di dalam negeri ditunjuk kepada tiap
gangguan/bahaya yang datangnya dari dalam dan mengancam usaha-usaha mencapai tujuan
nasional kita, sebagaimana ditegaskan dalam Ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

C. Tertangkap Tangan
Perkara pidana itu ada jika diketahui ada tindak pidana atau peristiwa pidana atau kejahatan
yang ditakukan oleh seseorang atau beberapa orang. Menurut Mohammad Taufik Makarao dan
Suharsil (2004 : 11), bahwa diketahui terjadinya tindak pidana dari empat kemungkinan,yaitu:
1.Kedapatan tertangkap tangan (pasal 1 butir 19 Kuhap)
2.Karena laporan (pasal 1 butir 24 Kuhap)
3. Karena pengaduan (pasal 1 butir 25 Kuhap)
4. Diketahui sendiri atau pemberitahuan atau cara lain sehingga penyidik mengetahui terjadinya
delik, seperti baca di surat kabar, dengar siaran radio atau televisi, dengan orang bercerita, dan
lain-lain.
Selanjutnya dikatakan bahwa tertangkap tangan adalah tertangkapnya seseorang pada
waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana
itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang
melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah
dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya
atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu (pasal 1 butir 19 Kuhap). Yahya
Harahap (2006 : 120-121),mengatakan bahwa tertangkap tangan atau heterdaad (ontdekking op

98
PROSES HUKUM KEJAHATAN YANG TERTANGKAP TANGAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
ACARA PIDANA

heterdaad) seperti yang dijelaskan pasal 1 butir 19 Kuhap adalah tertangkapnya seseorang pada
waktu
1) Sedang melakukan tindak pidana atau tengah melakukan tindak pidana, pelaku dipergoki oleh
orang lain.
2) Atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan.
3)Atau saat kemudian diserukan oleh khayalak ramai sebagai orang yang melakukannya.
4) Atau sesaat kemudian pada orang tersebut "diternukan" benda yang diduga keras telah 111
dipergunakan untuk melakukan tindak pidana yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya.
Menurut ketentuan pasal 18 ayat 2 Kuhap yang berbunyi bahwa dalam hal tertangkap tangan
penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa Penangkapan harus segera
menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu
yang terdekat. Menurut Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril (2004:12)
penuntutan dan atau peradiian dan hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini".
Apabila pasal ini dibandingkan dengan bunyi Pasal 16 yang mengatur tentang penangkapan maka
tidak cocok.Ketentuan Pasal 16 mengatakan sebagai berikut:
1. Untuk kepentingan penyelidikan atas perintah penyidik berwenang melakukan penangkapan.
2. Untuk kepentingan penyidikan dan penyidik pembantu berwenang melakukan penangkapan.
Tidak cocok karena ternyata bukan saja penyidik menurut defenisi tetapi penyidik dapat juga
melakukan penangkapan. Bahkan setiap orang dalam hal tertangkap tangan dapat melakukan
penangkapan. Penahanan merupakan salah satu bentuk perampasan kemerdekaan bergerak
seseorang. Jadi di sini bertentangan dengan dua azas yang berbeda, yaitu hak bergerak seseorang
yang merupakan hak asasi manusia yang harus dihormati di satu pihak, dan kepentingan umum di
pihak lain yang harus dihormati untuk orang banyak atau masyarakat dari perbuatan tersangka. Di
sinilah letak keistimewaannya hukum secara pidana. la mempunyai ketentuan- ketentuan yang
menyingkirkan azas- azas yang diakui secara universal yakni hak asasi manusia, khususnya
kebebasan seseorang. Oleh karena itu, penahanan seharusnya dilakukan jika dianggap perlu sekali.
Kekeliruan dalam penangkapan dapat mengakibatkan fatal sekali bagi penahanan.

METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kepolisian Sektor Kota Makassar, dengan suatu pertimbangan
bahwa Kota Makassar bagian yang berada di wilayah Kepolisian Sektor Kota Makassar di atas
sangat representative dalam melakukan penelitian sesuai dengan judul yang penulis kaji.
B.Pendekatan, Sifat dan Tipe Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Hukum Pidana nasional (
KUHP dan KUHAP) yang beraspek pada hukum acara pidana. Kemudian penelitian ini bersifat
deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan, menjelaskan, menguraikan
tentang peran Kepolisian Republik Indonesia pada tahap tingkat penyidikan. Sedangkan tipe
penelitian ini adalah tipe penelitian hukum normative dengan mempergunakan data sekunder
untuk melihat taraf sinkronisas; hukum.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek dan subjek yang diteliti. Populasi dapat berupa lembaga,
manusia, benda-benda, kejadian, peristiwa-peristiwa, kasus-kasus yang memiliki dan mempunyai
ciri yang sama. Dalam penelitian yang menjadi populasi adalah keseluruhan unit penyidik di
Reskrim Kepolisian Sektor Kota Makassar.

99
PROSES HUKUM KEJAHATAN YANG TERTANGKAP TANGAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
ACARA PIDANA

2. Sampel
Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah kasus-kasus yang paling dominan yang terjadi
dari tahun 2008-2011 yakni kasus pembunuhan, pencurian, penipuan, narkotika dan penganiayaan
serta 3 orang penyidik yang diambil dari tiap- tiap unit di Reskrim Kepolisian Sektor Kota
Makassar.
D. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
a. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responder yang telah ditentukan
terlebih dahulu oleh peneliti.
b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara langsung berdasarkan hasil studi pustaka seperti
surat (arsip-arsip) yang diperoleh dari instansi terkait serta sumber lain yang relevan dalam
permasalahan yang penulis teliti.
2. Sumber Data
a. Penelitian lapangan(field research) yaitu data yang diperoleh langsung melalui pengamatan
secara cermat kemudian melakukan wawancara dengan pihak Reskrim Kepolisian Sektor Kota
Makassar baik yang bertugas di lapangan maupun penyidik.
b. Penelitian pustaka(library research) yaitu penelitianyang dilakukan dengan jalan menelusuri
atau menelaah informasi atau bahan-bahan dan buku-buku yang berkaitan dengan objek tulisan
yang dikaji.
E. Teknik Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh dengan cara :
1. Wawancara(interview) yaitu mengadakan wawancara langsung dengan pihak-pihak terkait
khususnya Reskrim di Kepolisian Sektor Kota Makassar.
2. Observasi (pengamatan) yaitu mengumpulkan data dengan jalan mencari factor penghambat
mengenai proses penegakan hukum tingkat penyidikan di kepolisian Sektor Kota Makassar.
3. Studi dokumentasi yaitu mempelajari kasus-kasus yang terkait dengan penulisan skripsi ini.
F. Analisis Data
Setelah data dari berbagai sumber terkumpul dan rampung baik data primer maupun data sekunder
diolah kemudian dianalisis secara kualitatif untuk disajikan secara deskriptif yaitu menjelaskan,
menguraikan dan menggambarkan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Proses Penanganan Kasus Pidana
Pada Tahap Penyidikan di Kepolisian Sektor Makassar Proses penanganan kasus pidana pada
tahap penyidikan melalui tahapan sebagai berikut :
1. Tahap Penyelidikan dan Penyidikan Penyidikan terhadap tindak pidana merupakan tindak lanjut
dari proses penyelidikan. Penyelidikan dan penyidikan erat kaitannya berdasarkan ketentuan pasal
1 angka 5 KUHAP merumuskan penyelidikan adalah rangkaian tindakan penyelidik untuk mencari
dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau
tidaknya dilakukan penyelidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Menurut
Harun M. Husein (1991:100-101), mengatakan bahwa dari pengertian penyidikan dan
penyelidikan sebagaimana dirumuskan di atas dapatlah kita simpulkan makna sebagai berikut:
a. Bahwa penyelidikan adalah tindakan-tindakan yang mendahului atau mengawali penyelidikan,
yang sasarannya adalah pengungkapan suatu peristiwa guna menentukan
apakah peristiwa itu merupakan tindak pidana.

100
PROSES HUKUM KEJAHATAN YANG TERTANGKAP TANGAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
ACARA PIDANA

b. Bahwa setelah dari hasil penyidikan didapat kepastian bahwa suatu peristiwa yang semula
diduga sebagai tindak pidana, ternyata benar merupakan suatu tindak pidana, barulah kemudian
penyelidikan menentukan apakah terhadap tindak pidana itu dapat dilakukan penyidikan.
c. Pada saat penyidik akan memulai suatu penyidikan, sebagai penyidik telah dapat memastikan
bahwa peristiwa yang akan disidik itu benar-benar merupakan suatu tindak pidana dan terdapat
cukup data dan fakta guna melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tersebut.
d. Bahwa sasaran penyidikan adalah pengumpulan bukti-bukti guna membuat terang suatu tindak
pidana dan menemukan tersangka pelakunya.
e. Bahwa tujuan dilaksanakannya suatu penyelidikan ialah untuk menyediakan data dan fakta yang
diperlukan guna dilakukannya penyidikan terhadap suatu tindak pidana.
f. Karena eratnya hubungan antara penyelidikan dan penyidikan, maka dikatakan bahwa perbedaan
antara penyelidikan dan penyidikan hanya bersifat grandul saja. Penyelidikan merupakan sub
sistem tehnis reserse dalam upaya pengungkapan suatu tindak pidana.
Penyidikan tindak pidana dimulai sejak penyidik menggunakan kewenangan penyidikan
yang berkaitan langsung dengan hak asasi tersangka. Dalam pedoman pelaksanaan KUHAP(
Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor:M.01-PW.07.03 Tahun 1982 tanggal 4
Februari 1982, cetakan keempat halaman 78),atas pasal 109 KUHAP tersebut telah diberikan
penjelasan yaitu:
1. Bahwa pemberitahuan oleh penyidik kepada penuntut umum sebagaimana dimaksud pasal 109
adalah merupakan kewajiban bagi penyidik.
2. Bahwa pemberitahuan tersebut wujudnya harus tertulis demi ketertiban administrasi perkara
dan dalam hubungan ini perlu adanya standarisasi, yakni apakah pemberitahuan tersebut
dituangkan dalam bentuk suatu formulir ataukah suatu surat dinas biasa dan seianjutnya mengingat
letak geografis untuk cepatnya dapat dimanfaatkan alat komunikasi yang ada dengan tidak
menutup kemungkinan pemberitahuan tersebut disusun secara tertulis.
3. Batas waktu pemberitahuan seyogyanya dilakukan dalam waktu relatif singkat, yaitu sejak
penyidik memulai pemeriksaan terhadap tersangka.
Dengan penjelasan dalam Pedoman Pelaksanaan KUHAP seperti dikemukakan di atas,
menurut hemat penulis masalah sejak kapan telah dimulainya suatu penyidikan belum mendapat
kejelasan. Dalam Penjelasan tersebut hanya dijelaskan tentang: Kewajiban penyidik untuk
memberitahukan telah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, cara menyampaikan
pemberitahukan dimaksud dan batas waktu pemberitahuan dimulainya penyidikan.
Dalam Rapat Kerja antara Mahkamah Agung RI Departemen Kehakiman dan Ketua
Pengadilan Tinggi tanggal 15 sampai dengan tanggal 19 Februari 1982, Mahkamah Agung
menyatakan bahwa pemberitahuan dimulainya penyidikan dan penyidik kepada penuntut umum
dalam rangkaian ketentuan pasal 109 ayat 1 KUHAP adalah merupakan kewajiban atas dasar
bahwa pemberitahuan tersebut merupakan rangkaian tugas yustisial yang bersifat impratif. Dalam
Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP(Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman RI
Nomor:M.14-PW.07.03 Tahun 1983 tanggal 10 Desember 1983) pada butir 3 diberikan penjelasan
sebagai berikut"Pengertian mulai melakukan penyidikan adalah jika dalam kegiatan penyidikan
tersebut sudah dilakukan tindakan upaya pksa dari penyidik, seperti pemanggilan pro yustisi
penangkapan, penahanan, pemeriksaan, penyitaan dan sebagainya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapatlah diketahui bahwa saat dimulainya penyidikan
ialah sejak saat digunakannya upaya paksa dalam rangka penyidikan suatu tindak pidana. Sejak
saat telah dimulainya penyidikan itulah timbul kewajiban penyidik untuk memberitahukan tentang
telah dimulainya suatu penyidikan atas suatu tindak pidana kepada penuntut umum. Penyidikan

101
PROSES HUKUM KEJAHATAN YANG TERTANGKAP TANGAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
ACARA PIDANA

terhadap satu tindak pidana merupakan suatu proses yang terdiri dari rangkaian tindakan-tindakan
yang dilakukan oleh penyidik dalam rangka membuat terang suatu perkara dan menemukan
pelakunya. Rangkaian tindakan-tindakan tersebut terdirl dari;
1. Tindakan pertama di tempat kejadian
Dalam praktek tindakan pertama di tempat kejadian tersebut dikenal dengan istilah tindakaN
pertama di TKP (tempat kejadian perkara).Menurut PAF.Lamintang(1984 : 76), mengatakan
yang dimaksud dengan tempat kejadian itu ialah tempat di mana telah dilakukan sesuatu tindak
pidana. Yang dimaksud tindakan pertama di tempat kejadian melakukan segala macam tindakan
yang oleh penyidik telah dipandang perlu untuk:
a. Menyelamatkan nyawa korban.
b. Menangkap pelaku tersebut masih berada dalam jangkauan penyidik untuk segera ditangkap.
c. Menutup tempat kejadian bagi Siapapun yang kehadirannya disitu tidak diperlukan untuk
menyelamatkan korban, untuk menyelamatkan harta kekayaan orang atau untuk kepentingan
penyelidikan dan penyidikan dengan maksud agar tempat kejadian itu tetap berada dalam keadaan
yang asli untuk memudahkan penyelidikan dan penyidikan.
d.Menemukan, menyelamatkan, mengumpul dan mengambil barang bukti serta berkas berkas
yang dapat membantu penyidik untuk mendapatkan petunjuk tentang identitas pelaku, tentang cara
dan alat-alat yang telah dipergunakan oleh para pelakunya dan untuk melemahkan alibi yang
mungkin saja akan dikemukakan oleh seseorang tersangka apabila ia kemudian berhasil ditangkap.
e. Menemukan saksi-saksi yang diharapkan dapat membantu penyidik untuk memecahkan
persoalan yang sedang dihadapi, dan memisahkan saksi-saksi tersebut agar mereka itu tidak dapat
berbicara satu dengan yang lain.

Lebih lanjut beliau menyatakan pula bahwa dalam melakukan tindakan pertama di tempat
kejadian itu penyidik perlu menyadari akan pentingnya beberapa hal berikut ini :
a.Bahwa bukti-bukti dan bekas- bekas di tempat kejadian itu sangat mudah hilang dan rusak,
karena terinjak ke dalam tanah, tertendang oleh kaki ke tempat- tempat yang tidak disangka-
sangka, tersentuh oleh tangan atau benda-benda lain.
b. Bahwa sudah dapat dipastikan para pelaku sesuatu tindak pidana itu akan meninggalkan bukti-
bukti atau bekas-bekas di tempat kejadian,karena mereka itu tidak mungkin dapat menghilangkan
semua bekas yang telah mereka bust di tempat kejadian karena ingin lekas- lekas meninggalkan
tempat tersebut, kecuali apabila tindak pidana yang mereka lakukan itu telah direncanakan secara
sempurna sekali.
c. Bahwa tidak ada satupun barang bukti atau bekas yang terdapat ditempat kejadian yang tidak
berguna untuk mengungkapkan peristiwa yang telah terjadi dan untuk menyelidiki siapa
pelakunya.
d. Bahwa berhasil tidaknya seorang penyidik mengungkap peristiwa yang telah terjadi atau dapat
mengetahui siapa pelaku tindak pidana yang telah terjadi itu tergantung pada berhasil tidaknya
penyidik tersebut menemukan, mengumpulkan dan mengamankan barang-barang bukti atau bekas
yang telah ditinggalkan oleh pelakunya di tempat kejadian.
e. Bahwa harus dijaga agar tidak satupun benda yang terdapat di tempat kejadian itu disentuh,
dipindahkan atau diangkat dari tempatnya yang semula oleh siapapun sebelum benda-benda
tersebut dipotret, digambar dalam satu sketsa mengenai tempat di mana-mana benda tersebut
dijumpai, dicatat mengenai tempat ditemukannya benda-benda tersebut, letaknya, keadaannya dan
lain-lain untuk memudahkan pembuatan berita acara mengenai penemuan-penemuannya itu
sendiri.

102
PROSES HUKUM KEJAHATAN YANG TERTANGKAP TANGAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
ACARA PIDANA

f. Bahwa pada semua benda yang ditemukan di tempat kejadian itu harus diberikan tanda-tanda
tertentu dan pemberian tanda- tanda itu harus dicatat oleh penyidik, dan. Diusahakan agar
pemberitaan tanda-tanda itu jangan sampai merusak tanda- tanda atau bekasbekas yang telah ada
pada benda-benda tersebut.(PAF.Lamantang,1984:76-78).
Pentingnya tempat kejadian perkara(TKP) dalam rangka mengungkap suatu kejahatan
melalui kegiatan penyidikan, maka Karyadi(1959:21) menyusun tabel tindakan kewajiban
pertama di TKP sebagai berikut di bawah ini:
a.Pertolongan pertama kepada si korban, mencatat dan menemukan ciri-ciri korban:
1)P3K (pertolongan pertama pada kecelakaan)
2)Mengurus pengangkutan korban ke rumah sakit
3) Mencatat, menentukan ciri-ciri korban jika ia mati.
b. Pernbentahuan:
1)Dokter, pos PMI, pos P3K, poliklinik, jawatan kesehatan.
2)Kantor polisi yang terdekat, pegawai polisi/pengusut yang berwenang.
3) Keluarga korban (jikalau perlu juga pendeta, imam dan sebagainya).
c. Membatasi, menutup dan menjaga:
4)Lapangan ditutup atau dijaga atau diperintahkan menjaga.
5)Keadaan tempat harus dipertahankan agar jangan berubah
d. Menahan, menangkap dan sebagainya:
6) Mencari tersangka di sekitar TKP
7)Berusaha menahan dan menangkap orang yang tersangka
e.Mengumpulkan bukti-bukti :

8)Bekas-bekas mati pada tempat dan pada tersangka.


9) Saksi-saksi : mencatat nama- nama, jika korban berbahaya jiwanya dengarlah dengan pendek,
adakan adu muka pilihan dengan tersangka, diawasi dengan berkumpul satu sama lain,bersikap
sopan santun tetapi tegas danbijaksana.
10) Tersangka : digeledah, di jaga(kalau perlu diborgol-diikat), diawasi, dicatat nama dan
sebagainya.
f. Mengamankan bekas-bekas -.
Sebanyak mungkin mencegah rusaknya bekas-bekas, maka tempat harus dipertahankan.Karena
cuaca buruk,bekas-bekas yang ada di luar harus dilindungi, barang-barang yang dapat dipindahkan
harus diangkat dengan bijaksana, tempat bekas-bekas yang dipindahkan harus diganti dengan
tanda.
g.Membuat proses perbal pendapatan: Membuat catatan-catatan(bagaimana peristiwa diketahui,
keadaan tempat, orang-orang yang terdapat di tempat itu, tindakan- tindakan yang
dilakukan,perubahan-perubahan yang dibuat dan keterangan-keterangan lainnya).
h. Membuat gambar skets. Tempat kejadian perkara adalah tempat di mana bersumber data dan
fakta (benda, keterangan maupun orang-orang yang diperlukan) yang menjadi pokok pangkal
usaha pengungkapan suatu tindak pidana sangatlah penting. Oleh karena itu A. Hamzah (
1985:128) mengatakan:Penyidik waktu melakukan pemeriksaan pertama kali di tempat kejadian
sedapat mungkin tidak mengubah, merusak keadaan di tempat kejadian agar bukti-bukti tidak
hilang atau menjadi kabur. Hal ini terutama dimaksudkan agar sidik jari begitu pula bukti-bukti
yang lain seperti jejak kaki, bercak darah, air mani, rambut dan sebagainya tidak hapus atau hilang.

103
PROSES HUKUM KEJAHATAN YANG TERTANGKAP TANGAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
ACARA PIDANA

Sebagai contoh perubahan di tempat kejadian perkara merugikan usaha penyidik, beliau
mengemukakan kejadian sebagai berikut Suatu kejadian yang menggemparkan terjadi di Jakarta,
yaitu pembunuhan nyonya Sari Dewi Hadiati di siang hari di hotel Sahid Jaya pada tanggal 4 April
1983. Pemeriksaan di tempat kejadian Kurang membawa titik terang terungkapnya pembunuhan
h karena petugas keamanan hotel tersebut telah memindahkan bahan- bahan bukti(bewijs
materiaal), sehingga sidik jari pelaku telah terhapus. Mengingat pentingnya penanganan tempat
kejadian perkara, tindakan tersebut menuntut, ketelitian, kecermatan serta pengetahuan/
pengalaman dan keterampilan tehnis penyidik, maka dalam praktek pemeriksaan di tempat
kejadian perkara pada umumnya dipimpin oleh peristiwa reserse yang dipandang cakap untuk
menangani tugas tersebut. Dalam praktek biasanya penanganan tempat kejadian perkara
melibatkan team yang terdiri dari unsur-unsur:Sabhara,Reserse, Dokumentasi/Fotografi dan
Dactiloscopy. Bahkan terkadang kala melibatkan unsur di luar kepolisian seperti dokter dan para
medis. Dalam rangka usaha mencari dan menangkap tersangka pelaku tindak pidana yang dimulai
dari tempat kejadian perkara, digunakan pula anjing pelacak dari satu Satwa Polri. Sebagaimana
kita ketahui bahwa cukup banyak pelaku tindak pidana yang dapat ditangkap dengan bantuan
anjing pelacak dengan cara pelacakan yang dimulai dari tempat kejadian perkara.
Pelacakan dengan bantuan anjing pelacak di pimpin oleh seorang pawang anjing pelacak
yang atas pelaksanaan tugas pelacakan tersebut membuat Berita Acara Pelacakan. Berita Acara
Pelacakan tersebut harus diuraikan secara rinci segala hal yang telah dilakukan balk oleh anjing
pelacak maupun Pawangnya sejak dari tempat kejadian perkara sampai diketemukannya tersangka
pelaku tindak pidana itu. Untuk memperkuat pembuktian kebenaran bahwa tersangka pelaku yang
ditangkap atas bantuan anjing pelacak tersebut, hasil pemeriksaan dalam perkara tersebut
dilengkapi pula dengan hasil pengolahan sidik jari yang ditemukan di tempat kejadian perkara
yang dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan laboratoris kriminalistik. Bahwa pada suatu tempat
kejadian perkara pasti tertinggal sidik jari pelaku, karena pelaku dalam melakukan perbuatannya
pasti menggunakan tangan untuk memegang benda-benda yang berada ditempat kejadian perkara.
Pada benda-benda yang dipegang pelaku akan tertinggal sidik jari, kecuali pelakunya
menggunakan alas tangan (kertas, kain atau sarung tangan). Betapa pentingnya peranan sidik jari
dalam usaha mengungkapkan suatu tindak pidana dan menangkap pelakunya telah dikemukakan
oleh M. Karyadi sebagai berikut:"Pengetahuan tentang sidik jari bagi tiap-tiap pegawai polisi
dari bawahan sampai atasan, sebenarnya suatu keharusan yang harus dimiliki, sebab bukti-bukti
sudah Cukup banyak, bahwa prosentase yang paling besar penjahatnya ke tangkap karena
pembuktian sidik jari. Sidik jari di samping ciri-ciri manusia lainnya adalah alat yang ampuh untuk
mencari dan mengenal penjahat. Maka hati-hatilah dengan,tiap-tiap cap jari yang ditemukan di
tempat kejadian perkara,sebab cap-cap jari
ini dapat dikumpulkan dan kemudian dicocokkan dengan sidik jari penjahat-penjahat yang pernah
tertangkap".
2. Tahap Penangkapan
Pasal 17 KUHAP menetapkan syarat untuk melakukan penangkapan. Syarat tersebut ialah
adanya bukti permulaan yang cukup dan atas dasar bukti permulaan yang cukup itulah seseorang
yang diduga keras telah melakukan suatu tindak pidana dapat ditangkap. Pasal 1 angka 14 KUHAP
menyatakan bahwa tersangka adalah seseorang yang karena perbuatan atau keadaannya,
berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Apabila kedua ketentuan
KUHAP tersebut kita kaitkan satu sama lain, dapat disimpulkan bahwa suatu penangkapan hanya
dapat dikenakan kepada seseorang yang berdasarkan bukti permulaan yang cukup telah disangka
telah melakukan tindak pidana.

104
PROSES HUKUM KEJAHATAN YANG TERTANGKAP TANGAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
ACARA PIDANA

Dengan perkataan lain penangkapan hanya dikenakan terhadap seseorang yang berdasarkan
bukti permulaan yang cukup diduga telah melakukan tindak pidana. Untuk mengumpulkan bukti
permulaan yang cukup, sebelum penangkapan dilakukan, haruslah terkumpul data dan fakta
melalui kegiatan dan atau penyidikan. Dalam penjelasan pasal 17 KUHAP, dikemukakan bahwa
yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup, ialah bukti permulaan untuk: menduga
adanya tindak pidana, sesuai dengan pasal 1 angka 14.Dengan dikaitkannya penjelasan pasal
tersebut pada ketentuan pasal 1 angka 14,maksudnya ialah bahwa bukti permulaan yang cukup
tersebut tidak hanya untuk menduga telah terjadi tindak pidana, tetapi juga untuk menduga bahwa
seseorang tersangka yang telah melakukan tindak pidana itu.Maksud kedua pasal tersebut, ialah
agar penangkapan sebagai upaya paksa tidak dilakukan dengan gegaa guna menghindari jangan
sampai terjadi kekeliruan daiam pelaksanaan penangkapan. Menurut Harun M. Husein(1991 :
112) mengatakan bahwa penjelasan pasal 17 KUHP tersebut belumlah menjelaskan apa yang
dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup itu.
Penjelasan pasal tersebut hanya mengemukakan tentang dasar untuk menduga telah
terjadinya suatu tindak pidana dan seseorang tertentu sebagai tersangka pelakunya. Dalam praktek
laporan polisi dibuat sedemikian sumirnya, yaitu tentang telah diketahuinya bahwa suatu tindak
pidana telah terjadi. Bahkan dalam praktek terkadang isi laporan polisi itu hanya berisi tentang
hal-hal yang telah dilaporkan polisi oleh pelapor atau pengadu. Mungkin awam seorang pelapor
atau pengaduannya makin kurang pula bobot laporan atau pengaduan ditinjau dari segi
pembuktian, sebab pelapor atau pengadu demikian tidak dapat secara rinci mengemukakan suatu
peristiwa yang dialaminya.
a.Apabila laoran polisi ditambah dengan salah satu alat bukti dapat dijadikan dasar penangkapan,
maka dengan hanya berdasar laporan atau pengaduan dari pelapor atau pengadu dari pelapor
atau pengadu ditambah dengan keterangan saksi pelapor atau pengadu seseorang yang disangka
telah melakukan tindak pidana dapat ditangkap. Padahal sebagaimana diketahui tidak jarang
seorang saksi pelapor atau saksi pengadu memberikan laporan.
b. Pelaksanaan penangkapan dilakukan dengan cara menunjukkan surat perintah penangkapan
yang memuat: identitas tersangka, alas an penangkapan, uraian singkat perkara kejahatan yang
dipersangkakan dan tempat ia diperiksa.
c. Tembusan surat perintah disampaikan kepada keluarga tersangka setelah penangkapan
dilakukan.
d. Atas pelaksanaan penangkapan dibuatkan berita acara penangkapan (pasal 75 KUHAP).
e. Batas waktu penangkapan hanya dapat dilakukan paling lama satu hari (pasal 19 ayat 1).
f. Terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak dapat dilakukan penangkapan kecuali telah
dipanggil secara sah dan dua kali berturut-turut tidak memenuhi panggiian tanpa asalan yang syah
(pasal 19 ayat 2).

3. Tahap Penahanan
Untuk kepentingan penyidikan suatu tindak pidana penyidik atau penyidik pembantu atas
perintah penyidik dapat melakukan penahanan (pasal 20 ayat 1 jo pasal 11 KUHAP). Penahanan
Yang dilakukan oleh penyidik sebagaimana dimaksud pasal 20 ayat 1 KUHAP, berlaku paling
lama 20 hari (pasal 24 ayat 1 KUHAP). Bila kita bandingkan antara penangkapan dan penahanan
sepintas lalu seperti tidak terdapat perbedaan, karena sama-sama mengekang kebebasan sementara
bagi tersangka.Namun demikian antara penangkapan dan penahanan sesungguhnya terdapat
perbedaan sebagai berikut:

105
PROSES HUKUM KEJAHATAN YANG TERTANGKAP TANGAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
ACARA PIDANA

a. Penangkap dibatasi dengan jangka waktu paling lama satu hari, sedangkan penahanan dibatasi
oleh jangka waktu 20 hari (pasal 19 ayat 1 jo pasal 24 ayat 1 KUHAP).
b.Penangkapan dapat dilakukan tanpa surat perintah yaitu dalam hal tertangkap tangan (pasal 18
ayat 2 KUHAP), sedangkan penahanan harus didasarkan kepada surat perintah (pasal 24 ayat 2
KUHAP).
c. Dalam hal penangkapan terhadap pelaku yang tertangkap tangan setiap orang dapat
melakukannya(pasal 18 ayat 2 KUHAP), sedangkan penahanan di tingkat penyidikan hanya
dapat dilakukan oleh penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik (pasal 20 jo pasal
11 KUHAP).
d. Dalam hal penangkapan tidak ditentukan tentang tempat penangkapan, sedang dalam hal
penahanan ditentukan tentang tempat pelaksanaan penahanan yaitu rutan atau di rumah atau di
suatu kota (pasal 22 ayat 1,2,dan 3 KUHAP).
e. Penangkapan dilakukan atas dasar bukti permulaan yang cukup(pasal 17 KUHAP), sedangkan
penahanan dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak
pidana berdasarkan bukti yang cukup dan adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran
bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti
dan atu mengulangi tindak pidana(pasal 21 ayat 1 KUHAP).
Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik
sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 berwenang melakukan penahanan (pasal 20 ayat 1
KUHAP). Timbul pertanyaan kepentingan penyidik yang bagaimanakah yang menjadikan alas an
bagi penyidik untuk melakukan penahanan. Kepentingan penyidik adalah kepentingan-
kepentingan untuk melaksanakan rangkaian tindakan penyelidikan dalam rangka membuat
terangnya suatu perkara dan menemukan pelaku yang dapat dipertanggungjawabkan atas
teqadinya suatu tindak pidana dengan cara:
a. Melaksanakan rangkaian tindakan berupa tindakan- tindakan penggeledahan dan atau
penyitaan.
b. Melaksanakan pemeriksaan- pemeriksaan terhadap saksi- saksi, ahli, tempat-tempat
tertentu maupun benda-benda tertentu.
c. Melaksanakan pemeriksaan terhadap tersangka.
Kepentingan pemeriksaan tersebut dikhawatirkan terganggu apabila tersangka tidak ditahan
karena mungkin saja tersangka melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti maupun
mengulangi tindak pidana. Apabila hal-hal tersebut terjadi, maka akan timbul hambatan dalam
penyidikan perkara tersebut. Untuk dapat Melakukan penahanan, di samping didasarkan pada
pertimbangan kepentingan penyidikan harus pula diletakkan pada dasar penahanan sebagaimana
diuraikan dalam pasal 21 ayat 4 KUHAP. Pada pasal tersebut ditekankan bahwa penahanan hanya
dapat dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana, atau percobaan
maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal:
a. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. T
Tindak pidana tertentu sebagaimana diuraikan satu persatu dalam pasal 21 ayat 4 huruf
B KUHAP.
Pasal 21 ayat 1 dan pasal 21 ayat 4 KUHAP sama-sama mengatur dalam hal apa tersangka
atau terdakwa dapat ditahan. Untuk mempermudah pembedaan kedua ketentuan itu, baik dalam
literature maupun dalam praktek dibedakan: Ketentuan yang diatur dalam pasal 21 ayat 1 KUHAP
disebut sebagai dasar keperluan atau kepentingan untuk melakukan penahanan. Ketentuan yang
diatur dalam pasal 21 ayat 4 KUHAP disebut sebagai dasar syahnya penahanan. Dasar kepentingan
Penahanan sebagaimana dimaksud pasal 21 ayat 1 tbersifat fakultatif, tetapi dasar syahnya

106
PROSES HUKUM KEJAHATAN YANG TERTANGKAP TANGAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
ACARA PIDANA

penahanan sebagaimana diatur dalam pasal 21 ayat 4 bersifat imperatif. Apabila dasar ini tidak
terpenuhi maka penahanan yang bersangkutan adalah tidak sah.

4. Tahap Pemberkasan
Hasil Penyidikan Berdasarkan hasil penyidikan dalam pasal 110 ayat 2 kita kaitkan dengan
ketentuan pasal 8 KUHAP, maka nampaknya pembentuk undang-undang mengartikan istilah
penyidikan itu adalah berkas perkara. Hal ini tertangkap dari, redaksi pasal 110 ayat 1 KUHAP
Yang menyatakan bahwa dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib
segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut umum. Pasal 110 ayat 2 KUHAP
menentukan bahwa dalam Hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut
ternyata masih kurang lengkap, penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara itu kepada
penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi. Mengenai tata cara penyerahan hasil penyidikan dari
wnwn penyidik kepada penuntut diatur dalam pasal 8yang menentukan. Penyerahan berkas
perkara sebagaimana dimaksud ayat 2 (penyerahan berkas perkara dari penyidik kepada penuntut
umum) dilakukan:
a. Pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara.
b. Dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas
tersangka dan barang buks kepada penuntut umum.
Dengan memperhatikan rangkaian pasal 8 dan pasal 110 tersebut,maka jelaslah bahwa yang
dimaksud dengan hasil penyidikan tersebut adalah:berkas perkara, tersangka dan barang bukti.
Penyerahan hasil penyidikan tersebut dilakukan dalam dua tahap,yakni pada tahap pertama
dilakukan penyerahan berkas perkara. Pada tahap kedua dilakukan penyerahan secara fisik atas
tersangka dan barang bukti. Oleh karena itulah dalam praktek dikenal istilah penyerahan tahap
pertama dan penyerahan tahap kedua. Penyerahan tahap pertama adalah penyerahan berkas
perkara dan penyerahan tahap kedua adalah penyerahan tersangka dan barang bukti. Mengingat
bahwa hasil penyidikan tersebut terdiri dari berkas perkara dan tersangka serta barang bukti, maka
redaksi asal 110 KUHAP yang menggunakan penyerahan hasil penyidikan dirasakan janggal.
Karena penyerahan sebagaimana dimaksud pasal 110 itu adalah penyerahan berkas perkara. Sesuai
dengan ketentuan pasal 8 ayat 3 KUHAP yang menyatakan bahwa penyerahan hasil penyidikan
dilakukan dalam dua tahap, maka seyogyanya pasal 110 tidak menggunakan istilah penyerahan
berkas perkara.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Proses penanganan kasus pidana pada tahap penyidikandalam wilayah hokum polsekta
Makassar ditentukan dengan melalui tahap-tahap, antara lain tahap penyelidikan dan penyidikan,
tahap penangkapan setelah penyelidikan telah selesai kemudian tahap penahanan setelah terdapat
bukti kuat telah terjadi tindak pidana serta tahap pemberkasan hasil penyidikan apabila proses
penyidikan tuntas.

B. SARAN
Hendaknya pemerintah menciptakan lapangan kerja baru bagi para pengangguran, sehingga
kehatan kekerasan dapat berkurang. Demikian juga system keamanan lingkungan dapat diciptakan
sedemikian rupa agar keamanan dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat dapat terjamin.

107
PROSES HUKUM KEJAHATAN YANG TERTANGKAP TANGAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
ACARA PIDANA

DAFTAR PUSTAKA

1. Adiwinata, S., 1977., Istilah Hukum LatinIndonesia, PT Intermasa, Jakarta.


Enschede, Ch.J. dan Heijder, A., 1982., Asasasas Hukum Pidana, terjemahan R. Achmad
Soema Di Pradja, Alumni, Bandung.
2. Evan, William M., ”Value Conflict in the Law of Evidence”, 1990., Social
Structure and Law, Sage Publications, London. Funk & Wagnalls Standard Desk
Dictionary, 1984., Volume 1, Harper & Row Publishers Inc. Harahap,
3. M. Yahya, 1985., Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, jilid I dan
II, Pustaka Kartini, Jakarta. Microsoft® Encarta® Reference Library 2003. © 1993-2002
Microsoft Corporation.
4. Nusantara, A.H.G., et al, 1986., KUHAP dan Peraturan-peraturan Pelaksana,
Djambatan, Jakarta.
5. Prakoso, Djoko, 1987., Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dalam Proses Hukum
Acara Pidana, Bina Aksara, Jakarta.
6. Prodjodikoro, Wirjono, 1981., Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sumur Bandung,
Bandung, cetakan ke-10. Redaksi Bumi Aksara, 1990., KUHAP Lengkap, Bumi Aksara,
Jakarta, cet.ke-2

108

Anda mungkin juga menyukai