Anda di halaman 1dari 17

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP OKNUM POLISI YANG

MELAKUKAN PELANGGARAN TERHADAP KODE ETIK DALAM


PELAKSANAAN TUGASNYA DI POLDA JATENG
Alvi Syahri*)
*)
Polisi, Anggota Kepolisian Republik Indonesia, email : alvisyahri69@gmail.com
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa penegakan


hukum terhadap oknum Polisi yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik
dalam pelaksanaan tugasnya di Polda Jateng, hambatan dan penyelesaian
hambatannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis dengan
spesifikasi penelitian deskriptif analisis. Data yang digunakan adalah data primer
dan data sekunder yang diperoleh melalui wawancara dan studi
kepustakaan.Metode analisis data yang digunakan analisis kualitatif. Selanjutnya
berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan :
Penegakan hukum terhadap oknum Polisi yang melakukan pelanggaran
terhadap kode etik dalam pelaksanaan tugasnya di Polda Jateng mengacu pada
Undang-Undang No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian, Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin
Anggota Polri dan Peraturan Kapolri No. Pol. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik
Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Beberapa faktor yang
menghambat penegakan hukum terhadap oknum anggota polisi yang melakukan
pelanggaran kode etik, dibagi menjadi Faktor internal :Pimpinan yang belum
sepenuhnya memberikan atensi atas pelaksanaan tugas penegakan hukum disiplin
anggota Polri, tingkat disiplin, kesadaran dan kepatuhan anggota Polri atas
peraturan disiplin yang mengikat dan berlaku baginya masih relatif rendah
sehingga pelanggaran disiplin tetap terjadi, penegakan hukum disiplin anggota
Polri sering terkesan kurang transparan. Faktor eksternal:Kurangnya kepedulian
masyarakat dalam melakukan pengawasan dan pengaduan bila ada oknum yang
melanggar.

Kata kunci: Penegakan hukum, Oknum Polisi, Pelanggaran, Kode etik

A. Pendahuluan

Penegakan hukum harus berlaku sama bagi seluruh warga

masyarakat Indonesia tanpa diskriminasi. Penegakan hukum sekaligus

merupakan salah satu indikator negara hukum.Oleh karena itu, dalam

1
rangka kemajuaan teknologi komputer di Indonesia masalah penegakan

hukum harus mendapat prioritas.1

Penegakan hukum adalah upaya untuk tegaknya atau berfungsinya

norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam

lalulintas atau hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan

bernegara, untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu, apabila

diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk

menggunakan daya paksa.2

Penegakkan hukum mempunyai sasaran agar orang taat kepada

hukum. Ketaatan masyarakat terhadap hukum disebabkan tiga hal yaitu :3

1. Takut berbuat dosa

2. Takut karena kekuasaan dari pihak penguasa berkaitan dengan sifat

hukum yang bersifat imperative

3. Takut karena malu berdosa4

Melalui penegakan hukum, hukum itu menjadi kenyataan. Dalam

menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu:

kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan.5

Tujuan tersebut di atas tentunya tidak akan terwujud apabila tidak

dilakukan dengan dedikasi tinggi, disiplin serta profesionalisme dari para

11.
https://sasmitasmansa.wordpress.com/2011/12/07/pengertian-penegakan-hukum, diunduh pada
Rabu tanggal 20 Nopember 2019
22
.https://www.suduthukum.com/2016/10/pengertian-penegakan-hukum.html, diunduh pada Rabu
tanggal 20 Nopember 2019
33
Sri Endah Wahyuningsih, Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pengguna Narkoba di Polda
Jateng, Jurnal, September 2017
44
Sri Endah Wahyuningsih, Prinsip-Prinsip Individualisasi Pidana dalam Hukum Pidana Islam,
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Juli, 2013
55
.Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996, Hal. 181

2
anggota Polri itu sendiri untuk berusaha melakukan tugas-tugas yang

dibebankan kepadanya dengan baik dan bertanggung jawab. Bertolak dari

arti pentingnya kedisiplinan bagi anggota Polri sebagai penegak hukum.

Setiap personel penegak hukum pasti diikat oleh aturan atau

undang-undang sebagai acuan dalam bertindak. Aturan-aturan yang

mengikat Polri diantaranya adalah Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah

Nomor2 Tahun 2003 tentang Pelanggaran Disiplin Anggota Kepolisian

Negara Republik Indonesia, Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011

tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Namun

demikian, banyaknya aturan yang mengikat Polri tersebut tidak menjamin

tumbuhnya jiwa profesional dalam diri sebagian anggota Polri, karena

masih banyak terjadi hal-hal yang merupakan bentuk pelanggaran kode

etik profesi kepolisian. Dimana di satu sisi polisi diharapkan sebagai

penegak hukum tetapi sebaliknya polisi melakukan pelanggaran terhadap

profesi etika kepolisian sendiri.

Lebih lanjut disebutkan dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2002 yaitu bahwa:6

(1) Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia

terikat pada Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(2) Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat

menjadi pedoman bagi pengemban fungsi kepolisian lainnya dalam

66
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia

3
melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku di lingkungannya.

(3) Ketentuan mengenai Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik

Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri.

Ketidakdisiplinan dan ketidakprofesionalan Polri akan sangat

berdampak dalam hal penegakan hukum atau pengungkapan kejahatan

yang terjadi di masyarakat. Kondisi melemahnya disiplin dan

profesionalisme anggota Polri yang terjadi pada saat ini mulai sering

menjadi pembicaraan masyarakat luas.Dalam kenyataan yang terjadi di

Polda Jawa Tengah, ada sebagian oknum anggota kepolisian yang

bertindak sebaliknya dan tidak sesuai dengan etika profesi kepolisian atau

dalam arti kata ada sebagian polisi melakukan pelanggaran terhadap kode

etik profesi kepolisian.Pelanggaran ataupun perbuatan pidana anggota

kepolisian yang tidak sesuai dengan kode etik kepolisian ini tentunya

berakibat hukum bagi oknum anggota yang melanggar.

Pemidanaan merupakan penjatuhan pidana/sentencing sebagai

upaya yang sah menurut hukum untuk mengenakan kepada seseorang atau

lebih berupa nestapa penderitaan yang dilakukan melalui proses peradilan

pidana yang mana apabila dibuktikan secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan suatu tindak pidana.1

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh oknum anggota Polisi di

Polda jawa Tengah akan diprosessesuai dengan aturan yang berlaku yaitu
1
Sisno Pujinoto, et.all, “Juridical Analysis Of Application Of Forgiveness (Rechterlijk Pardon) As A Basis
Of Judge Consideration In Deciding The Criminal”, dalam Jurnal Daulat Hukum Volume 3 Issue 2, June
2020, http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/RH/article/view/10085, hal. 308.

4
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 dan Peraturan Kapolri No. Pol. 14

Tahun 2011tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik

Indonesia.

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas penulis tertarik

untuk mengetahui lebih jauh pelaksanaan penegakan kode etik kepolisian

melalui penulisan Tesis dengan judul: “Penegakan Hukum Terhadap

Oknum Polisi Yang Melakukan Pelanggaran Terhadap Kode Etik

Dalam Pelaksanaan Tugasnya dI Polda Jateng “.

METODE PENELITIAN

Metode Pendekatan yang digunakan adalah Yuridis Empiris yaitu cara

untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih

dahulu untuk kemudian dilanjutkan penelitian terhadap data primer di

lapangan.Spesifikasi Penelitian yaitudeskriptif analisis dengan memusatkan

perhatian kepada masalah kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil

kesimpulannya7. Jenis data yaitu data primer dan data sekunder.Sumber data yaitu

dengan wawancara dan studi pustaka.

Metode Pengumpulan data yang digunakan adalah Data Primer dengan

melakukan wawancara.Data Sekunder: studi pustaka yang relevan, baik berupa

teori-teori atau pendapat-pendapat dari para ahli yang terdokumentasikan dalam

kepustakaan8. Metode Analisis Data yaitu analisis kualitatif dengan menguraikan

data dalam bentuk kalimat yang teratur, logis dan efektif9.


77
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2014, hal. 7
88
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Raja
Grafindopersada, Jakarta, 1985, hlm 66.
99
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm 78.

5
2. Hasil Penelitian Dan Pembahasan

2.1.Penegakan hukum terhadap oknum Polisi yang melakukan pelanggaran

terhadap kode etik dalam pelaksanaan tugasnya di Polda Jateng

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia memberikan penjelasan tentang peran, fungsi dan tugas

pokok Polri, yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat

negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,

menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam

negeri (Pasal 5 (1) ). Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan

negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat,

penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat [Pasal 2].Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk

mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan

dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya

perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya

ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia [Pasal

4].

Upaya penegakan disiplin dan Kode Etik Kepolisian sangat dibutuhkan

guna terwujudnya pelaksanaan tugas yang dibebankan dan tercapainya

profesionalisme Polri.Sangat tidak mungkin penegakan hukum dapat berjalan

dengan baik, apabila penegak hukumnya sendiri (Polri) tidak disiplin dan tidak

profesional. Ketidakdisiplinan dan ketidakprofesionalan Polri akan sangat

6
berdampak dalam hal penegakan hukum atau pengungkapan kejahatan

yangterjadi di masyarakat.

Penyimpangan perilaku anggota Polri tersebut di atas adalah

merupakan pelanggaran terhadap peraturan disiplin anggota Polri

sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri dan

Peraturan Kapolri No. Pol. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Upaya penegakan disiplin dan Kode Etik Kepolisian sangat

dibutuhkan guna terwujudnya pelaksanaan tugas yang dibebankan dan

tercapainya profesionalisme Polri. Sangat tidak mungkin penegakan hukum

dapat berjalan dengan baik, apabila penegak hukumnya sendiri (Polri)

tidak disiplin dan tidak profesional. Ketidakdisiplinan dan

ketidakprofesionalan Polri akan sangat berdampak dalam hal penegakan

hukum atau pengungkapan kejahatan yang terjadi di masyarakat.

Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai

negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sebagai pegawai

negeri, maka syarat pengangkatan dan pemberhentian anggota Polri

tertikat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di lingkungan

institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Terkait dengan masalah

pemberhentian anggota Polri dari Dinas Kepolisian Negara Republik

Indonesia, berlaku ketentuan sebagai berikut:

1. Pemberhentian Dengan Hormat (PDH), apabila :

7
a. mencapai batas usia pensiun;

b. pertimbangan khusus untuk kepentingan dinas;

c.tidak memenuhi syarat jasmani dan/atau rohani;

d. gugur, tewas, meninggal dunia atau hilang dalam tugas.

2. Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), apabila :

a. Melakukan Tindak Pidana :

(1) dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan

pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk

tetap berada dalam dinas Kepolisian Negara Republik

Indonesia;

(2) diketahui kemudian memberikan keterangan palsu dan/atau

tidak benar pada saat mendaftarkan diri sebagai calon

anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;

(3)melakukan usaha atau kegiatan yang nyata-nyata bertujuan

mengubah Pancasila, terlibat dalam gerakan, atau melakukan

kegiatan yang menentang negara dan/atau Pemerintah

Republik Indonesia secara tidak sah. Pemberhentian Tidak

Dengan Hormat sebagaimana dimaksud di atas dilakukan

setelah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian

Negara Republik Indonesia

b.Melakukan pelanggaran sumpah/janji anggota Kepolisian Negara

Republik Indonesia, sumpah/janji jabatan, dan/atau Kode Etik

8
Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pemberhentian ini

dilakukan setelah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian

Negara Republik Indonesia

c. Meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu lebih dari 30

(tiga puluh) hari kerja secara berturut-turut; atau melakukan perbuatan

dan berperilaku yang dapat merugikan dinas Kepolisian; atau

melakukan bunuh diri dengan maksud menghindari penyidikan

dan/atau tuntutan hukum atau meninggal dunia sebagai akibat

tindak pidana yang dilakukannya; atau menjadi anggota dan/atau

pengurus partai politik. Pemberhentian ini dilakukan setelah melalui

sidang Komisi kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik

Indonesia.

Penelitian yang penulis lakukan di wilayah hukum Polda Jateng,

bahwa terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh anggota seperti

pelanggaran disiplin seperti anggota yang sering terlambat masuk kerja

dan ada oknum anggota yang melakukan tindak pidana melakukan

pemakaian narkoba. Maka dalam penegakan terhadap oknum tersebut

mengacu pada Undang-Undang No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian,

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003

tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri dan Peraturan Kapolri No. Pol.

14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik

Indonesia.Anggota yang melakukan pelanggaran pemakain narkoba,

setelah dilakukan sidang kode etik, dengan di keluarkan dari keanggotaan

9
secara tidak hormat dan diberikan sanksi pidana, sesuai aturan yang

berlaku.

Menurut wawancara yang penulis lakukan dengan Brigadir Deni

Widodo, Bamin Urbinetika Subbidwabprof Bidpropam Polda Jateng,

Penegakan hukum terhadap oknum Polisi yang melakukan pelanggaran

terhadap kode etik dalam pelaksanaan tugasnya di Polda Jateng melalui

mekanisme pelaksanaan kode etik yang mengacu pada Perkap No 14 tahun

2011 tentang kode etik dan Perkap No 19 Tahun 2012 Tentang Susunan

Kerja Kode Etik.10

2.2. Hambatan dalam penegakan hukum terhadap oknum Polisi yang

melakukan pelanggaran terhadap kode etik dalam pelaksanaan tugasnya

di Polda Jateng

Beberapa faktor yang menghambat penegakan hukum terhadap

oknum anggota polisi yang melakukan pelanggaran kode etik, dibagi menjadi

faktor internal dan faktor eksternal yang dijelaskan sebagai berikut :

a. Faktor internal :

1) Masih ada di antara pimpinan satuan selaku Ankum yang

belumsepenuhnya memberikan atensi atas pelaksanaan tugas

penegakan hukum disiplin anggota Polri termasuk kepada

petugas provos Polri. Selain itu, faktor psikologis bagi

pimpinan selaku Ankum untuk memvonis PTDH

(Pemberhentian Tidak Dengan Hormat) bagi anggota yang

Wawancara dengan Brigadir Deni Widodo, Bamin Urbinetika Subbidwabprof Bidpropam


1010

Polda Jateng, 16 Agustus 2020

10
melanggar tindak pidana dan Kode Etik Polri, dengan

mempertimbangkan keluarga yang bersangkutan

2) Tingkat disiplin, kesadaran dan kepatuhan anggota Polri atas

peraturan disiplin yang mengikat dan berlaku baginya masih

relatif rendah sehingga pelanggaran disiplin tetap terjadi.

3) Penegakan hukum disiplin anggota Polri sering terkesan kurang

transparan, sehingga masyarakat sulit untuk melakukan fungsi

pengawasan. Selain itu, juga seringkali ada keengganan

pemeriksa dalam memeriksa anggota polisi yang melakukan

tindak pidana karena rasa solidaritas antara sesama anggota

polisi

2. Faktor eksternal

a.Kesejahteraan anggota Polri belum dirasakan, sehingga memicu

tumbuhnya tindakan melanggar hukum oleh anggota polisi.

Salah satu motif dari beberapa anggota polisi yang melakukan

tindak pidana adalah ekonomi dan kebutuhan pokok yang

semakin hari semakin meningkat.

b.Kurangnya kepedulian masyarakat dalam melakukan

pengawasan dan pengaduan terhadap perilaku negatif anggota

polisi. Adanya rasa takut atau pesimis kejahatan yang

dilakukan oleh anggota polisi akan diproses dengan adil

11
Menurut wawancara yang penulis lakukan dengan Brigadir Deni

Widodo, Bamin Urbinetika Subbidwabprof Bidpropam Polda Jateng 11,

selain hambatan tersebut diatas ada juga hambatan yang ditemuai yaitu di

tingkat Polres tidak ada wadah atau struktur organisasi seperti di

Polda.Kasus yang terjadi di wilayah hukum Polda termasuk pelanggaran

kode etik yang terjadi yaitu :

- Tindak pidana asusila

- Disersi (meninggalkan dinas lebih dari 30 hari berturut-

turut

- Ketidakprofesionalan dalam pelaksanaan tugasnya

2.3 Penyelesaian hambatan dalam penegakan hukum terhadap oknum

Polisi yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik dalam

pelaksanaan tugasnya di Polda Jateng

Penyelesaian hambatan dalam penegakan hukum terhadap oknum

Polisi yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik dalam pelaksanaan

tugasnya di Polda Jateng yaituseharusnya atasan dalam kepolisian dalam hal

ini Kapolri atau Kapolda atau Kapolres lebih memberikan perhatian dalam

bentuk tekanan kepada jajaran bawahannya, sehingga nilai-nilai luhur

kepolisian dapat tertanam di setiap anggota polri sehingga merasa segan

untuk melakukan penyimpangan yang berujung tindak pidana yang

1111
Wawancara dengan Brigadir Deni Widodo, Bamin Urbinetika Subbidwabprof Bidpropam
Polda Jateng, 16 Agustus 2020

12
mencoreng citra kepolisian, yang mana tugas kepolisian seharusnya

memberikan kemanan, pengayoman, kepada masyarakat luas.

Unsur esensial untuk mewujudkan penegakan hukum yaitu

untuk memperoleh kepastian hukum, keadilan, dan manfaat dari

penegakan hukum tersebut. Proses penegakan hukum dapat berjalan

dengan efektif apabila berbentuk suatu mata rantai beberapa proses yang

tidak boleh di pisahkan.

Pimpinan dapat memberikan bimbingan dan petunjuk kepada

anggotanya sehingga dapat meningkatkan kinerjanya. Sehingga tidak terjadi

tumpang tindih dan saling menyalahkan akan terjadinya suatu keadaan dalam

strata kehidupan masyarakat, apalagi itu terjadi di tubuh dan badan polri.

Ketika setiap pihak dan instansi terkait dapat melihat dan

mengembangkan setiap kekurangan yang ada, maka diyakini tidak akan

ada kecurangan, dan kemudian dapat terjadi kesetaraan dalam kinerja

setiap abdi negara khususnya dalam hal kinerja pihak-pihak anggota

kepolisian.

Langkah-langkah yang ditempuh oleh jajaran Polda Jawa Tengah

untuk mengurangi terjadinya pelanggaran atau tindak pidana bagi

anggotanya yaitu dengan cara disetiap adanya kegiatan apel pagi selalu

diberikan arahan-arahan maupun nasehat-nasehat supaya tidak sekali-sekali

mencoba melanggar atau dalam bahasa jawanya nyeleweng, kemudian

dalam setiap kegiatan rohani juga selalu diselipkan pemahaman-pemahaman

tidak berlaku curang dan tidak mencoba-coba untuk sesekali

13
melakukan atau mempunyai niat untuk melakukan pelanggaran,

kemudian peraturan-peraturan selalu disosialisasikan terutama mengenai

peraturan kapolri dan peraturan disiplin, yang selalu dalam waktu tertentu ada

pergantian pembaharuan, sehingga selalu disosialisasikan.

Melalui tindakan-tindakan tersebut, diharapkan dapat sedikit

mengurangi supaya para oknum polisi tidak melakukan atau mencoba-

coba melakukan tindakan pidana dengan cara dan macam apapun,

sehingga membuat kerugian tidak hanya bagi dirinya, namun juga bagi

keluarganya dan orang-orang terdekat, dalam hal ini masyarakat juga

diharapkan dapat memberikan bantuanya secara tidak langsung yaitu

dengan cara mengawasi dan melakukan pengaduan apabila terjadi

tindakan semena-mena dari oknum anggota kepolisian dan tidak ikut

mendukung para oknum polisi untuk melakukan penyelewengan.

3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Penegakan hukum terhadap oknum Polisi yang melakukan

pelanggaran terhadap kode etik dalam pelaksanaan tugasnya di Polda

Jateng mengacu pada Undang-Undang No 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2

Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri dan

Peraturan Kapolri No. Pol. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

14
2. Beberapa faktor yang menghambat penegakan hukum terhadap oknum

anggota polisi yang melakukan pelanggaran kode etik, dibagi menjadi

faktor internal dan faktor eksternal yang dijelaskan sebagai berikut :

Faktor internal : Masih ada di antara pimpinan satuan selaku Ankum

yang belum sepenuhnya memberikan atensi atas pelaksanaan tugas

penegakan hukum disiplin anggota Polri termasuk kepada petugas

provos Polri, tingkat disiplin, kesadaran dan kepatuhan anggota Polri

atas peraturan disiplin yang mengikat dan berlaku baginya masih

relatif rendah sehingga pelanggaran disiplin tetap terjadi, penegakan

hukum disiplin anggota Polri sering terkesan kurang transparan.

Faktor eksternal: Kesejahteraan anggota Polri kurang dan Kurangnya

kepedulian masyarakat dalam melakukan pengawasan dan

pengaduan bila ada oknum yang melanggar.

3. Langkah-langkah yang ditempuh oleh jajaran Polda Jawa Tengah

untuk mengurangi terjadinya pelanggaran atau tindak pidana bagi

anggotanya yaitu dengan cara disetiap adanya kegiatan apel pagi

selalu diberikan arahan-arahan maupun nasehat-nasehat supaya

tidak sekali-sekali mencoba melanggar atau dalam bahasa jawanya

nyeleweng, kemudian dalam setiap kegiatan rohani juga selalu

diselipkan pemahaman-pemahaman tidak berlaku curang dan tidak

mencoba-coba untuk sesekali melakukan atau mempunyai niat

untuk melakukan pelanggaran, kemudian peraturan-peraturan selalu

disosialisasikan terutama mengenai peraturan kapolri dan peraturan

15
disiplin, yang selalu dalam waktu tertentu ada pergantian

pembaharuan, sehingga selalu disosialisasikan.

3.2. Saran-Saran

1. Bagi pihak Kepolisian, agar suatu peraturan Kode Etik Profesi

Kepolisian dapat diterapkan dengan baik, maka sebaiknya Kepolisian

lebih meningkatkan pengawasan kinerja terhadap para anggotanya

dengan cara, seperti melakukan pembinaan sesuai dengan profesi,

menekankan nilai moral dalam diri setiap individu supaya berperilaku

sesuai dengan kode etik profesi yang melekat pada diri setiap anggota

Kepolisian serta mengamalkan dasar dari kepolisian agar tidak terjadi

pelanggaran kode etik profesi lagi.

2. Bagi Masyarakat Diharapkan masyarakat lebih dapat memahami

bagaimana mekanisme penanganan anggota Polri yang melakukan

pelanggaran tindak pidana maupun disiplin kerja, sehingga

masyarakat mengetahui bahwa aparat penegak hukum dapat ditindak

secara tegas dan jauh lebih berat hukumannya dari masyarakat umum

apabila melakukan suatu pelanggaran.

DAFTAR PUSTAKA

Sisno Pujinoto, et.all, “Juridical Analysis Of Application Of Forgiveness (Rechterlijk


Pardon) As A Basis Of Judge Consideration In Deciding The Criminal”, dalam
Jurnal Daulat Hukum Volume 3 Issue 2, June 2020,
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/RH/article/view/10085

https://sasmitasmansa.wordpress.com/2011/12/07/pengertian-penegakan-
hukum, diunduh pada Rabu tanggal 20 Nopember 2019

16
https://www.suduthukum.com/2016/10/pengertian-penegakan-hukum.html,

diunduh pada Rabu tanggal 20 Nopember 2019

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika,


Jakarta, 2002

Sri Endah Wahyuningsih, Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pengguna


Narkoba di Polda Jateng, Jurnal, September 2017

Sri Endah Wahyuningsih, Prinsip-Prinsip Individualisasi Pidana dalam


Hukum Pidana Islam, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Juli, 2013

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996

Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2014

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu


Tinjauan Singkat, Raja Grafindopersada, Jakarta, 1985

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik


Indonesia

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003


tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri

Peraturan Kapolri No.Pol. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi


Kepolisian Negara Republik Indonesia.

17

Anda mungkin juga menyukai