Anda di halaman 1dari 20

Pelanggaran Kode Etik dalam Tindak Pindana Narkotika yang Dilakukan

Oleh Briptu Rus berdasar Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia


Nomo 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia
Tugas Terstruktur 2 Etika Profesi Hukum

OLEH :
1. SAVIRA DHANIKA HARDIANTI/ 115010100111003
2. FITRI DWI RATNASARI/ 115010100111023
3. LATANSA FIRMANASARI/ 115010101111016

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Moral merupakan landasan dan dasar dalam menjalankan atau
melahiriahkan profesi. Didalam menjalankan profesi agar tetap berada pada
kerangka nilai-nilai moral diperlukan aturan perilaku (code of conduct) berupa
etika.1 Moral menyangkut kebaikan, oleh karena itu secara sederhana moral dapat
disamakan dengan kebaikan orang atau kebaikan manusiawi. Moral memuat dua
segi, yakni batiniah dan lahiriah. Orang yang baik adalah orang yang memiliki
sikap batin yang baik, dan melakukan perbuatan-perbuatan baik pula, sehingga
moral akan dapat diukur secara tepat apabila segi batiniah dan lahiriahnya
diperhatikan.2
Berbicara mengenai Etika Profesi sangatlah berbeda jika dibandingkan
antara profesi satu dengan lainnya, bahkan profesi itu berbeda dengan pekerjaan.
Profesi merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus maupun intelektual,
oleh karena itu dapat dikatakan bahwa profesi menuntut pengetahuan dan
tanggung jawab yang diabdikan untuk kepentingan orang banyak serta memiliki
organisasi atau lembaga profesi.
Istilah etika dalam bahasa latin disebut ethos atau ethikos. Istilah ini juga
kadang-kadang disebut juga dengan mores, mos, yang juga berarti adat istiadat
atau kebiasaan yang baik sehingga dari istilah ini lahir penyebutan moralitas
atau moral. Bertolak dari arti demikian etika berkembang menjadi studi tentang
berbagai kebiasaan manusia berupa kebiasaan dalam konvensi/ kesepakatan,
diantaranya dalam berbicara, berbusana, bergaul dan sebagainya. Studi tentang
etika lebih menekankan pada perbuatan yang dilandasi oleh tatanan nilai kodrat
1

Sadjijono,Etika Profesi Hukum,Laksbang Mediatama, Surabaya, 2008. hlm. 9

Purwa Hadiwardoyo, Moral dan Masalahnya, Kanisius, Yogyakarta, 1990, hlm.13

manusia yang tercermin dalam manifestasi kehendak, bukan kebiasaan sematamata.3


Menurut Immanuel Kant, moralitas adalah kesesuaian sikap dan perbuatan
kita dengan norma atau hukum batiniah kita, yakni apa yang kita pandang sebagai
kewajiban kita. Moralitas akan tercapai apabila kita menaati hukum lahiriah bukan
lantaran hal itu membawa akibat yang menguntungkan kita atau lantaran takut
pada kuasa sang pemberi hukum, melainkan kita sendiri menyadari bahwa hukum
itu merupakan kewajiban kita.4
Profesi berbeda dengan pekerjaan pada umumnya. sebab profesi adalah
sebutan atau jabatan dimana orang yang menyandangnya memiliki pengetahuan
khusus yang diperolehnya melalui latihan/training atau sejumlah pengalaman lain
atau mungkin diperoleh sekaligus kedua-duanya. Penyandang profesi dapat
membimbing atau memberi nasihat dan saran atau juga melayani orang lain dalam
bidangnya sendiri.5
Jadi dapat dikatakan bahwa etika dan profesi memiliki hubungan yang
sangat berkaitan, karena etika itu identik dengan suatu profesi dan profesi
memang harus didasari dengan etika.

maka dengan adanya etika profesi

diharapkan suatu badan atau organisasi dapat menjunjung tinggi moralitas.


Saat ini banyak sekali dijumpai bentuk-bentuk pelanggaran kode etik
yang dilakukan oleh pemegang profesi polisi, dimana di satu sisi polisi diharapkan
sebagai penegak hukum tetapi sebaliknya polisi melakukan pelanggaran terhadap
profesi etika kepolisian sendiri, salah satu contohnya adalah polisi yang
tertangkap saat melakukan penjualan narkotika. Narkotika merupakan zat atau
obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu.
Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar
Wiranata I Gede, Dasar-dasar Etika Dan Moralitas, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2005, hlm.84.
3

Immanuel Kant dalam S.P.Lili Tjahjadi, Hukum Moral Ajaran Immanuel Kant Tentang
Etika dan Imperatif Kategoris, Kanisius, Yogyakarta, 1991, hlm.47
4

Op.cit, Wiranata I Gede, hlm 243

pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan


atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika
disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat
mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya
bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional.6
Kejahatan narkotika, khususnya di Indonesia sudah semakin mengerikan
dan dahsyat bahkan sekarang penegak hukum salah satunya anggota kepolisian
juga banyak yang terlibat dalam kasus itu. Meskipun ada peraturan yang sudah
mengatur tentang kejahatan tersebut yang menghukum dengan hukuman mati,
tetapi kejahatan tersebut tetap juga dilakukan dan berlangsung secara terus
menerus.
Polisi sebagai pelaksana dan penegak hukum mempunyai tugas
memelihara keamanan dalam negara Republik Indonesia serta diberikan
kewenangan untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana.
Keberadaan polisi sebagai ujung tombak dalam posisi awal pelaksanaa sistem
peradilan wajib melakukan tugas dan wewenang sebagai penegak hukum. Ada
beberapa oknum polisi yang bahkan menyalahgunakan wewenangnya dengan ikut
menggunakan dan mengedarkan obat-obatan terlarang atau narkoba. Hal tersebut
tentu saja dapat menyebabkan hilangnya rasa percaya masyarakat kepada polisi
untuk memberikan jaminan kepastian hukum atau memberikan perlindungan
hukum terhadap masyarakat.
Salah satu kasus yang baru-baru ini terjadi pada bulan Febuari 2014 yaitu
kasus Bripka Rus sebagai pemakai dan pengedar narkotika. Bripka Rus (40)
dibekuk anggota Satuan Narkoba Polrestabes Makassar pada saat akan melakukan
transaksi narkoba jenis sabu-sabu. Pelaku ditangkap bersama dengan Daeng
Rumpa (37) yang merupakan calon pembeli barang haram yang dimilikinya.
Bripka Rus yang dalam kesehariannya bertugas di Polsek Bajeng, Kabupaten
6

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Gowa, Sulawesi Selatan tersebut merupakan tetangga dari Daeng. Keduanya


sudah sepakat bertransaksi di Makassar.
Bripka Rus ditangkap saat akan melakukan transaksi narkoba di Jalan AP
Pettarani tepatnya di depan swalayan. Pelaku yang disergap anggota berusaha
menghancurkan barang bukti. Saat dibekuk polisi, Bripka Rus nekat menelan satu
dari dua paket sabu yang sudah siap dijual. Namun, petugas berhasil
mengamankan satu paket sabu yang disembunyikan pelaku di dalam sakunya pada
saat itu yang belum sempat ditelannya karena keburu ditangkap. Penangkapan
terhadap Bripka Rus ini bukan untuk pertama kalinya melainkan merupakan kali
keduanya. Dia juga pernah ditangkap beberapa tahun lalu dengan kasus yang
sama yakni mengedarkan narkoba jenis sabu-sabu.
Bripka Rus harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Korps
Bhayangkara tempatnya bernaung. Penyidik masih menyelidiki siapa bandar besar
di belakang Bripka Rus. Dari tangan pelaku, polisi menyita satu paket sabu, satu
buah sedotan, satu pireks kaca yang disembunyikan dalam jaket miliknya serta
pemantik api.
Pihak Kepolisian masih akan mendalami kasusnya dan menanyakannya
dimana dia mendapatkan barang haram itu. Pelaku ini sudah pernah ditangkap
karena kasus yang sama, kini ditangkap lagi. Nanti setelah kasus pidananya ini
masih akan ada sidang kode etik yang akan dihadapi pelaku.7
Dalam hal ini polisi telah melakukan penyalahgunaan jabatan, tugas serta
wewenangnya. Seharusnya mereka bertugas untuk memberikan panutan kepada
masyarakat, memberikan contoh yang baik bahkan ikut serta dalam proses
pemberantasan kejahatan narkotika. Namun sebaliknya jika mereka ikut serta
dalam tindakan menyalahgunakan narkotika, tentu saja dapat memberikan kesan
atau pandangan negatif terhadap citra polisi itu sendiri. 8 hal ini sangatlah merusak
Merdeka News, 2014, Polisi Tangkap Polisi Jual Narkoba, dimuat dalam berita
Merdeka News pada tanggal 21 Febuari 2014
7

Jurnal Hunafa, Vol. 6, No.2, Penyalahgunaan Narkotika pada oknum Polri, 2009.

kehormatan profesi dan organisasinya. Padahal seorang penegak hukum


seharusnya dapat memberikan contoh yang baik kepada masyarakat.
Melihat begitu banyaknya pelanggaran kode etik terhadap profesi yang ada
saat ini, maka penulis mencoba untuk memberikan sedikit pemikirannya tentang
hal-hal mendasar mengenai pentingnya pemahaman etika profesi. Dengan begitu
maka diharapkan pemegang profesi yang khususnya mengenai profesi polisi dapat
menanamkan etika-etika yang terkait dengan profesinya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kode etik POLRI yang berlaku di Indonesia saat ini berdasar
Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011
tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia?
2. Bagaimana Pelanggaran Kode Etik dalam Tindak Pindana Narkotika yang
Dilakukan Oleh Briptu berdasar Peraturan Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomo 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian
Negara Republik Indonesia ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai kode etik POLRI yang berlaku di
Indonesia saat ini berdasar Peraturan Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
2. Untuk mengetahui dan memahami bentuk-bentuk pelanggaran Kode Etik
dalam Tindak Pindana Narkotika yang di lakukan Oleh Briptu berdasar
Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomo 14 Tahun 2011
Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia
D. Manfaat

1. Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman bagi penulis khususnya


dan pembaca umumnya tentang etika profesi.
2. Sebagai kesadaran moral bagi pemegang profesi polisi, bahwa profesi
polisi yang dipegangnya adalah sebagai profesi mulia, maka dengan
tingkat kesadaran moral yang tinggi tidak akan terjadi benturan antara
perilaku pemegang profesi dan kemuliaan profesinya.

BAB II
PEMBAHASAN

I.

Kode etik Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) yang


Berlaku di Indonesia Saat Ini berdasar Peraturan Kepolisian
Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode
Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia

Sebelum adanya reformasi dan perubahan struktur ketatanegaraan, kepolosian


masih diintegrasikan dengan tentara nasional indonesi (TNI) kedalam lembaga
angkatan bersenjata republik Indonesia (ABRI). Ketika kepolisian terintegrasi
dalam ABRI, belum ada rumusan dan kejelasan tentang tugas-tugas kepolisian
sebagai profesi. Kemudian setelah kepolisian pisah dengan tentara nasional
Indonesia secara kelembagaan dan adanya pemisahan yang tegas tentang peran
masing-masing lembaga, maka terjadi perubahan paradigma, dimana setiap
pejabat kepolisian harus memiliki kemampuan profesi. Hal ini ditegaskan dalam
undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang kepolisian negara republik Indonesia
sebagai amanat pasal 30 ayat 5 UUD 1945, dimana pasal 31 undang-undang
nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia tersebut
dengan tegas merumuskan, bahwa pejabat kepolisian dalam melaksanakan tugas
dan wewenangnya harus memiliki kemampuan profesi.9 Kode etik profesi adalah
pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam
kehidupan sehari-hari.
Yang dimaksud pejabat kepolisan disini adalah setiap anggota kepolisian
(aparatur kepolisian) mulai dari pangkat terendah sampai yang paling tinggi,
sedangkan makna dari memiliki kemampuan profesi, bahwa setiap pejabat

Opcit, Sadjijono, hlm. 39

kepolisian harus memiliki keahlian atau kemahiran dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya.10
Tugas dan wewenang kepolisian yang mengharuskan adanya kemampuan
profesi tersebut dikelompokkan dalam tugas pokok kepolisian yakni: 11
a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum; dan
c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat, yang kemudian dalam menjalankan tugas pokok


tersebut dirinci kedalam tugas dan wewenang, baik secara umum
maupun khusus.
Menjalankan profesi kepolisian berarti menjalankan sesuatu perbuatan
mulia. Profesi kepolisian merupakan pekerjaan atau kegiatan menerapkan normanorma yang berupa norma hukum dan norma-norma berkaitan dengan pemberian
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Norma yang
terkandung dalam pemberian perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat merupakan unsur dari norma etika. Sebagai contoh, setiap orang
dilarang membunuh, dilarang memfitnah, setiap orang diharuskan mematuhi dan
menaati rambu-rambu lalu lintas, dan lain-lain. Larangan dan keharusan yang
terkandung dalam norma hukum mengikat setiap orang, agar setiap orang
berperilaku baik.12
Dengan demikian dapat dipahami, bahwa profesi kepolisian menerapkan
norma-norma untuk mewujudkan kebaikan, mencegah dan menindak terjadinya
sesuatu perbuatan tidak baik yang bertentangan dengan norma hukum, oleh karena
itu ada yang mengatakan, bahwa profesi kepolisian adalah profesi hukum, yakni

10

Ibid, hlm.40

11

Ibid.

12

Ibid, hlm. 41

menjalankan pekerjaan di bidang hukum.13 Kode etik profesi Kepolisian diatur


dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Di dalam kegiatan penerapan hukum, memberi perlindungan, pengayoman
dan pelayanan kepada masyarakat ada keterkaitan erat antara norma dasar sebagai
manusia untuk berbuat baik selain ditentukan oleh kualitas pengetahuan dan
keterampilan teknis kepolisian yang tinggi sangat ditentukan oleh perilaku terpuji
setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia di tengah masyarakat, yakni
norma moral dan norma yang melekat pada profesi, yakni etika profesi. Karena itu
dalam menjalankan profesi kepolisian yang memiliki nilai luhur (officium nobile)
perlu ada keseimbangan antara pekerjaan yang mengandung cita-cita moral
dengan perilaku pemegang profesi kepolisian (setiap anggota kepolisian),
sehingga penerapan norma untuk tujuan baik akan terwujud karena akan perilaku
pemegang profesi baik.14
Guna mewujudkan sifat kepribadian tersebut, setiap anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
senantiasa terpanggil untuk menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian
yang tercermin pada sikap dan perilakunya, sehingga terhindar dari perbuatan
tercela dan penyalahgunaan wewenang.
Etika profesi kepolisian merupakan kristalisasi nilai-nilai Tribrata yang
dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam wujud komitmen moral yang
meliputi pada pengabdian, kelembagaan dan keNegaraan, selanjutnya disusun
kedalam Kode Etik Profesi Kepolsiian Negara Republik Indonesia. Ada beberapa
etika profesi yang wajib ditaati oleh anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia, yaitu :

13

Ibid, hlm. 42

14

Ibid.

1. Etika pengabdian, merupakan komitmen moral setiap anggota


Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap profesinya sebagai
pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum serta
pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat15.
2. Etika kelembagaan, merupakan komitmen moral setiap anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap institusinya yang
menjadi wadah pengabdian yang patut dijunjung tinggi sebagai ikatan
lahir batin dari semua insan Bhayangkara dan segala martabat dan
kehormatannya16.
3. Etika kenegaraan, merupakan komitmen moral setiap anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan institusinya untuk
senantiasa bersikap netral, mandiri dan tidak terpengaruh oleh
kepentingan politik, golongan dalam rangka menjaga tegaknya hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia17.
Dalam pasal 17 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor
14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia
menyatakan bahwa, setiap pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian
Negara Republik Indonesia dikenakan sanksi moral, berupa :
a. Perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela;
b. Kewajiban pelanggar untuk menyatakan penyesalan atau meminta
maaf secara terbatas ataupun secara terbuka;
c. Kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan ulang profesi;

d. Pelanggar dinyatakan tidak layak lagi untuk menjalankan profesi


Kepolisian.
Lihat Pasal 1- Pasal 7, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor
14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
15

Lihat Pasal 8- Pasal 12, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
16

Lihat Pasal 13-Pasal 16, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
17

Dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14


Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia
diatur juga bahwa yang berwenang melakukan pemeriksaan atas pelanggaran
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu dilakukan oleh
Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia18.
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia mengikat secara
moral, sikap dan perilaku setiap anggota Polri. Pelanggaran terhadap Kode Etik
Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia harus dipertanggung-jawabkan di
hadapan Sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolsiian Negara Republik Indonesia
guna pemuliaan profesi kepolisian.
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat berlaku
juga pada semua organisasi yang menjalankan fungsi Kepolisian di Indonesia.
Jadi dapat dikatakan bahwa dalam menjalankan sebuah profesi terutama profesi
yang berkaitan dibidang hukum,maka dalam menjalankan profesinya tersebut
etika atau moral haruslah dijunjung tinggi.

Pasal 18, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia
18

II.

Pelanggaran Kode Etik dalam Tindak Pindana Narkotika yang


Dilakukan Oleh Briptu berdasar Peraturan Kepolisian Negara
Republik Indonesia Nomo 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik
Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia

Fakta-Fakta Kasus
1. Bahwa Bripka Rus ditangkap saat akan melakukan transaksi narkoba di
Jalan AP Pettarani tepatnya di depan swalayan. Pelaku yang disergap
anggota berusaha menghancurkan barang bukti.
2. Bahwa saat dibekuk polisi, Bripka Rus nekat menelan satu dari dua paket
sabu yang sudah siap dijual. Namun, petugas berhasil mengamankan satu
paket sabu yang disembunyikan pelaku di dalam sakunya pada saat itu
yang belum sempat ditelannya karena keburu ditangkap.
3. Bahwa penangkapan terhadap Bripka Rus ini bukan untuk pertama kalinya
melainkan merupakan kali keduanya. Dia juga pernah ditangkap beberapa
tahun lalu dengan kasus yang sama yakni mengedarkan narkoba jenis
sabu-sabu.
Secara hukum tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh Bripka Rus
masuk kedalam ranah Tindak Pidana Narkotikdan dan Pelanggaran Kode Etik
POLRI. Jika dilihat dari sudut pandang pidana, tindak pidana ini masuk ke
rumusan Pasal 127 Undang-Undang 35 Tahun 2009 yang pidana maksimalnya 4
tahun untuk pemakai narkoba golongan I yaitu narkoba jenis sabu-sabu19.
Pasal 127
(1) Setiap Penyalah Guna:
a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun;
b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidanadengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan
Lihat Jenis-Jenis Narkotika Golongan I pada Lampiran I Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
19

c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana


penjara paling lama 1 (satu) tahun.
Selain itu dapat dipersangkakan juga dalam Pasal 114 ayat (1) UndangUndang 35 Tahun 2009 tentang Narkotika karena Bripka Rus terbukti juga
sebagai pengedar sabu-sabu yang pidana maksimalnya 20 tahun dan pidana
minimalnya 5 tahun tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah). Pasal 114 Undang-Undang 35 Tahun 2009 berbunyi :
Pasal 114
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk
dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli,
menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Apabila dikonversi kedalam unsur Pasal maka didapatkan unsur sebagai berikut :
1. Setiap orang
2. Tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual,
membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau
menyerahkan Narkotika Golongan I
3. Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Berdasarkan unsur perbuatan dapat dilihat bahwa, apa yang dimaksud
dengan tanpa hak melawan hukum, tanpa hak melawan hukum dapat diartikan
tidak berwenang. Siapa yang berwenang, Pasal 7 menyatakan bahwa Narkotika
hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Secara khusus Pasal 13 menyatakan bahwa Lembaga ilmu pengetahuan


yang

berupa

lembaga

pendidikan

dan

pelatihan

serta

penelitian

dan

pengembangan yang diselenggarakan oleh pemerintah ataupun swasta dapat


memperoleh, menanam, menyimpan, dan menggunakan Narkotika untuk
kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi setelah mendapatkan izin Menteri.
Pasal 14 juga menyatakan bahwa, Narkotika yang berada dalam
penguasaan Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan
sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat,
balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib disimpan secara
khusus.
Bripka Rus bukan termasuk yang disebutkan dalam Pasal 13, dan 14 atau
masuk dalam rangka yang disebutkan Pasal 7, tentunya tidak karena dia memakai
dan mengedarkan sabu bukan karena yang disebutkan dalam pasal 7, pasal 13 dan
14. Sehingga ia dapat dikenakan tindak pidana narkotika sebagai pemakai dan
pengedar, sehingga ia dapat dikenakan dakwaan sebagai pemakai sabu-sabu yaitu
Pasal 127 dan sebagai pengedar narkoba yaitu pasal 114 ayat (1) Undang-Undang
35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Selain melanggar Tindak Pidana Narkotika,
Bripka Rus juga melanggar Kode Etik Polri. Jadi, setelah menjalankan proses
pemidanaan atas kasus yang dihadapinya, Bripka Rus juga harus menjalankan
sidang kode etik profesi kepolisian.
Standar etika bagi profesi kepolisian merupakan kunci pemberdayaannya,
terutama yang terkait dengan layanan dan pengabdiannya kepada masyarakat.
Dengan intregitas moral yang tinggi dan melekat pada profesinya, polisi dapat
terhindar dari keterjebakan melakukan penyimpangan profesi yang berakibat
buruk terhadap hak hak asasi manusia dan citra profesi polisi itu sendiri. Standar
etika profesi polisi tersebut memperjelas tentang garis-garis besar haluan tugas
dan kewenangan secara moral maupun kemasyarakatan yang harus dilaksanakan
oleh polisi. Dengan standar ideal ini, polisi diikat dalam suatu tanggung jawab
empiris dan praksis. Bagi Polisi Republik Indonesia, standar etika (moral) profesi

itu dapat merujuk (berkiblat) pada sumpah jabatan atau pada TRI BRATA dan
CATUR PRASETIA kepolisian.20
Etika Profesi kepolisian merupakan kristalisasi nilai-nilai Tribrata yang
dilandasi dan dijiwai oleh pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota
kepolisian meliputi etika pengabdian, kelembagaan dan kenegaraan, selanjutnya
disusun kedalam Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Indonesia. Pencurahan
perhatian yang sangat serius dilakukan dalam menyusun Etika Kepolisian adalah
saat pencarian identitas polisi sebagai landasan etika Kepolisian. Sebelum
dinyatakan sebagai Kode Etik, Tribrata memberikan identitas kepada Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dalam rangka penyusunan undang-undang tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia.21
Berdasarkan Pasal 29 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
tunduk kepada Kekuasaan Peradilan Umum. Hal ini menunjukkan bahwa anggota
Polri merupakan warga sipil dan bukan termasuk subjek hukum militer. Walaupun
anggota kepolisian termasuk warga sipil, namun terhadap mereka juga berlaku
ketentuan Peraturan Disiplin dan Kode Etik Profesi. Peraturan Disiplin Polri
diatur dalam Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sedangkan Kode Etik Profesi
Kepolisian diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
Polri No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia. 22
Anggota POLRI yang menggunakan narkotika berarti telah melanggar
aturan disiplin dan kode etik karena setiap anggota Polri wajib menjaga tegaknya
hukum serta menjaga kehormatan, reputasi dan martabat Kepolisian Negara
20

Muhammad Nuh, Etika Profesi Hukum, Pustaka Setia, Bandung, 20011, hlm 270.

Sumaryono, Etika Profesi Hukum, Norma-norma bagi penegak hukum, Kansius,


Yogyakarta, 1995, hal.17
21

Tridiningtias, www.portalgaruda.org/download_article , diakses pada tanggal 21 April


2014
22

Republik Indonesia seperti yang tercantum pada Pasal 5 huruf a Peraturan


Pemerintah No. 2 Tahun 2003 jo Pasal 6 dan Pasal 7 Peraturan Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia Polri No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia.23
Pada kasus Bripka Rus apabila terbukti melakukan pelanggaran yaitu
Narkotika. Ketika putusan pidana terhadap Bripka Rus telah berkekuatan hukum
tetap, ia terancam diberhentikan tidak dengan hormat berdasarkan Pasal 12 ayat
(1) huruf a Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian
Negara Republik Indonesia apabila dipidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap menurut pertimbangan
pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas
Kepolisian Negara Republik Indonesia.24 Dengan demikian, walaupun Bripka Rus
sudah dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum
tetap, Bripka Rus tersebut baru dapat diberhentikan dengan tidak hormat apabila
menurut pertimbangan pejabat yang berwenang dia tidak dapat dipertahankan
untuk tetap berada dalam dinas kepolisian.
Berdasarkan Pasal 12 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2003,
pemberhentian tersebut dilakukan setelah melalui sidang Komisi Kode Etik
Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sebagaimana dijelaskan dalam
Pasal 35 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia berfungsi juga untuk memberikan pertimbangan dalam hal
pemberhentian tidak dengan hormat.25 Jadi walaupun anggota kepolisian
merupakan warga sipil, tetapi terdapat perbedaan proses penyidikan perkaranya
Kartika, http://www.hukumonline.com/klinik/detail , diakses pada tanggal 22 April
2014
23

Penjelasan atas Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian


Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
24

Ibid, Penjelasan atas Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian


Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
25

dengan warga negara lain karena selain tunduk pada peraturan perundangundangan, anggota Polri juga terikat pada aturan disiplin dan kode etik yang juga
harus dipatuhi.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Saat ini banyak sekali dijumpai bentuk-bentuk pelanggaran kode etik yang
dilakukan oleh pemegang profesi polisi, dimana di satu sisi polisi diharapkan
sebagai penegak hukum tetapi sebaliknya polisi melakukan pelanggaran terhadap
profesi etika kepolisian sendiri, salah satu contohnya adalah polisi yang bernama
Bripka Rus yang tertangkap saat melakukan penjualan narkotika.
Secara hukum tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh Bripka Rus
masuk kedalam ranah Tindak Pidana Narkotikdan dan Pelanggaran Kode Etik
Polri. Jika dilihat dari sudut pandang pidana, ia dapat dikenakan dakwaan sebagai
pemakai sabu-sabu yaitu Pasal 127 dan sebagai pengedar narkoba yaitu pasal 114
ayat (1) Undang-Undang 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Selain melanggar
Tindak Pidana Narkotika, Bripka Rus juga melanggar Kode Etik Polri yang diatur
dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pada kasus Bripka Rus apabila terbukti melakukan pelanggaran yaitu
Narkotika. Ketika putusan pidana terhadap Bripka Rus telah berkekuatan hukum
tetap, ia terancam diberhentikan tidak dengan hormat berdasarkan Pasal 12 ayat
(1) huruf a Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian
Negara Republik Indonesia apabila dipidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap menurut pertimbangan
pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dengan demikian, walaupun Bripka Rus
sudah dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum
tetap, Bripka Rus tersebut baru dapat diberhentikan dengan tidak hormat apabila

menurut pertimbangan pejabat yang berwenang dia tidak dapat dipertahankan


untuk tetap berada dalam dinas kepolisian.
B. SARAN
1. Pemerintah agar lebih tegas dalam menangani kasus tindak pidana
narkotika yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, pemerintah perlu
melakukan pengawasan ekstra terhadap aparat penegak hukum agar tidak
ada aparat penegak hukum yang melanggar hukum. Bahkan apabila perlu,
pemerintah perlu memberikan sanksi yang tegas secara langsung misalnya
dengan memecat secara tidak hormat dan tidak diberi uang pensiun kepada
aparat penegak hukum yang terkait dalam kasus tindak pidana narkotika
ini. Karena sudah menurunkan citra kepolisian sebagai aparat penegak
hukum yang seharusnya jauh dari tindak pidana.
2. Pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia

(POLRI)

dalam

memberantas peredaran narkotika diharapkan dapat lebih meningkatkan


perannya agar sindikat narkotika bahkan jika pelaku narkotika tersebut
seorang aparat penegak hukum sekalipun dapat diungkap dan pihak
kepolisian lebih meningkatkan profesionalisme dalam menjalankan
tugasnya yaitu sebagai alat negara yang berperan dalam menegakkan
hukum, mengayom dan melayani masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai