Anda di halaman 1dari 62

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan peredaran narkotika dari tahun ke tahun semakin
meningkat, tidak hanya didaerah perkotaan akan tetapi telah merambah kearah
pelosok (pedesaan). Penyalahgunaanya bersifat Borderlessartinya dapat terjadi
pada siapa saja, laki-laki, perempuan, anak-anak, remaja, bahkan orang tua
sekalipun bisa menjadi korban. Untuk itu diperlukan adanya suatu upaya
penegakan hukum yang maksimal dengan menggunakan aparat penegak hukum
yang nantinya mampu menanggulangi tindak pidana tersebut, menegakan hukum
dan menegakan hukum merupakan suatu hak yang tidak bisa dipisahkan dalam
proses penegakan hukum
1
.
Dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang narkotika (selanjutnya
di singkat dengan UU narkotika) dijelaskan narkotika itu adalah zat atau obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis,
yang dapat menyebabkanpenurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menyebabkan
ketergantungan.
Upaya pemberantasan peredaran gelap narkotika akan sulit tercapai tanpa
adanya koordinasi yang baik antara aparat penegak hukum dan elemen
masyarakat. Meskipun narkotika sangat bermanfaat dan diperlukan untuk

1
Ismansyah, penegakan Hukum Pidana Dalam Kasus-Kasus yang Dihadapi Oleh Masyarakat
Marginal Suara Rakyat, no. 4/April 2007, April 2007, Hlm 6.
2

pengobatan dan pelayanan kesehatan namun apabila disalah gunakan akan
menimbalkan akibat yang sangat merugikan perorangan, masyarakat khususnya
pada generasi muda penerus bangsa.
Dalam pasal 4 UU narkotika di jelaskan bahwa tujuan dari UU narkotika
adalah :
a) Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b) Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari
penyalahguaan narkotika.
c) Memberantas peredaran gelap narkotika dan precursor narkotika dan
menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan social bagi penyalah
guna pecandu narkotika.
Dalam penyelidikan tindak pidana narkotika selain terdapat penyidik dari
polri juga terdapat juga penyidik dari Badan Narkotika Nasional(BNN)
sebagaimana di jelaskan dalam pasal 81 UU narkotika.
Diberlakukan Undang-undang tentang narkotika menjadi dorongan bagi
kepolisian untuk melakukan penegakkan hukum atas permasalahan
tersebut.Masyarakat selalu berharap polisi dapat selalu serius dalam melaksanakan
tugas dan kewajibannya, polisi harus berperan aktif dalam mencari informasi atas
terjadinya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.
Direktorat Narkoba Polda Sumbar terus mengungkap peredaran narkoba di
Bumi Minangkabau.Pada tanggal 03 april 2012 sore, aparat berhasil meringkus
pria bertato di kawasan Ampang, Kecamatan Kuranji. Darmansyah, 30, diringkus
3

karena membawa ganja dalam jumlah besar sebanyak 8 kg.Warga Ampang ini
mengaku, paket tersebut berasal dari Aceh dan dibawa ke Padang melalui jalur
darat. Saat ini, tersangka dititipkan di sel tahanan Mapolsekta Padang Barat.
Tersangka yang juga pengedar ganja lintas provinsi ini ditangkap berdasarkan
informasi salah seorang tahanan narkoba yang telah ditangkap sekitar satu bulan
lalu.Kemudian, petugas langsung melakukan penyelidikan. Sebelum ditangkap,
tersangka dipancing terlebih dahulu oleh petugas dengan cara menyamar sebagai
pembeli.
Direktur Narkoba Polda Sumbar, Kombes Pol Arif Rahman Hakim
menjelaskan, setelah tersangka ditangkap di depan tempat pencucian mobil Mega
2000, petugas langsung mengeledah rumahnya dan ditemukan delapan paket
ganja kering siap edar yang disimpan di dalam lemari kamar tersangka.Masing-
masing paket itu, seberat 1 kilogram.Penangkapan ini, termasuk penangkapan
terbesar selama tahun 2012, kata mantan Wadir Reskrim Polda Sumbar itu
kepada wartawan.
Pengakuan tersangka, ganja itu awalnya berjumlah 10 paket dengan berat
10 kg, namun dua paket sudah berhasil terjual. Masing-masing paket, dijual Rp
1,7 juta. Tersangka juga mengakui, paket ganja itu diantar rekannya dari Aceh
dan baru sampai di Padang, tiga hari lalu.Namun siapa rekannya itu, tersangka
belum mau menyebutkan namanya, ujar Arif.Tersangka telah melanggar Pasal
111 Ayat 2 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkoba.Tersangka diancam hukuman
maksimal 20 tahun penjara dan minimal 5 tahun penjara.
Tersangka mengaku baru kali ini mengedarkan ganja. Sejak berhenti menjadi
4

sopir truk akhir 2011, ia tak punya uang lagi untuk menghidupi keluarga. Saya
kerja seperti ini karena ingin menafkahi keluarga, kata bapak satu anak ini.
Tawaran menjual paket ganja ini, diterimanya setelah salah seorang rekannya
yang juga warga Ampang, menawarkan untuk menjadi bandar ganja.Dia langsung
menerima tawaran tersebut. Setiap paket yang terjual, ia mendapat untung 100
ribu. Paket ganja ini saya jual bukan dalam bentuk paket kecil, tapi per kilo,
katanya.
2

Berbicara tentang perkembangan pendekatan dalam hukum pidana tidak
terlepas dari perkembangan dan pertumbuhan organisasi Kepolisian sebagai satu-
satunya organisasi yang berhadapan langsungdengan kejahatan dalam
masyarakat.Polisi sebagai aparat penegak hukum selalu berupaya di garda
terdepan.
Oleh karena itu untuk dapat terlaksananya hukum pidana materil maka
haruslah didukung dengan pelaksanaan sepenuhnya hukum pidana formil atau
acara yang berlaku di Indonesia yaitu Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
atau yang di kenal dengan istilah KUHAP, dalam Undang-undang tersebut
tercantum bahwa Polisi berperan sebagai penyelidik dan penyidik, ketentuan ini
dapat kita temui dalam pasal 1 ayat 1 dan 4 KUHAP. Dalam artian telah diketahui
dalam perundang-undangan sudah terdapat instansi yang berkewajiban
menegakkan hukum khususnya dalam hokum pidana dikenal adanya
Kepolisian,Kejasaan,Pengadilan serta Lembaga permasyarakatan.

2
http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=27084 diakes pada hari selasa tanggal 1 mei 2012
jam 13.52
5

Adapun yang dimaksud dengan Kepolisian dalam rumusan pasal 2
Undang-undang No.2 Tahun 2002 tentang Polri, fungsi Kepolisian adalah salah
satu fungsi pemerintah Negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegakan hokum,perlindungan,pengayoman,dan pelayanan kepada
masyarakat. Fungsi kepolisian tersebut menjadi tugas pokok kepolisian
sebagaimana yang dirumuskan pasal 13 Undang-undang No.2 Tahun 2002 tentang
Polri, yakni:
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
b. Menegakkan hukum dan
c. Memberikan perlindungan,pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat.
Dengan demikian tugas polri dalam memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakatberusaha menjaga dan memelihara akan kondisi masyarakat terbebas
dari rasa ketakutan dan kekhawatiran, sehingga ada kepastian dan jaminan dari
segala kepentingan, serta terbebas dari adanya pelanggaran norma-norma hukum.
Usaha yang digunakan tersebut melalui upaya preventif maupun represif.
Pada umumnyan peredaran gelap narkotika sedang marak-maraknya
terjadi, narkotika telah tersebar hampir disetiap kota-kota besar dan daerah
terpencil lainnya, bahkan sampai kedesa-desa seluruh pelosok negeri.
Berdasarkan uraian diatas, jelas pentingnya membahas tentang peranan
penyidik dalam menyelesaikan kasus-kasus narkotika yang semakin meninggkat.
Karena itu penulis tertarik membahas masalah tersebut dalam sebuah penelitian
dengan judul: PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA
6

PERDAGANGAN GELAP NARKOTIKA (STUDI DI WILAYAH HUKUM
POLRESTA PADANG).
B.Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pelaksanaan penyidikan tindak pidana peredaran gelap
Narkotika di wilayah hukum Polresta Padang?
2. Apakah kendala dalam pelaksanan penyidikan tindak pidana peredaran
gelap Narkotika di wilayah hukum Polresta Padang?
3. Bagaimanakah solusi terhadap kendala dalam pelaksanaan penyidikan
tindak pidana peredaran gelap Narkotika di wilayah hukum Polresta
Padang?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang dilakukan :
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan penyelidikan terhadap
tindak pidana peredaran gelap Narkotika
2. Untuk mengetahui kendala-kendalaapa yang ditemui dalam
pelaksanaan penyidikan tindak pidana peredaran gelap narkotika.
3. Untuk mengetahui solusi dari kendala yang dihadapi penyidik dalam
pelaksanaan penyidikan tindak pidana peredaran gelap narkotika.


7

D. Manfaat Penelitian
Dengan melaksanakan penelitian ini, menurut penulis ada beberapa
manfaat yang akan diperoleh antara lain:
1.Kegunaan Praktis:
1. Memberi kontribusi kepada pihak yang terkait(penyidik polri)
dalam dalam pelaksanaan penyidikan terhadap tindak pidana
peredaran gelap narkotika.
2. Memberi pengetahuan bagi masyarakat tentang bagaimana
pelaksanaan penyidikan tindak pidana peredaran gelap narkotika.
2. Kegunaan Teoritis:
1. Dapat menambah referensi bagi penelitian berikutnya, khususnya
penelitian hukum tentang pelaksanaan penyidikan terhadap tindak
pidana perdagangan gelap narkotika
2. Dapat memberi sumbangan pikiran bagi Ilmu Pengetahuan Hukum
pidana khususnya mengenai Hukum Narkotika.
E. Kerangka Teoritis dan Kerangka Konseptual
1. Kerangka Teoritis.
a. Teori Penyidik dan Penyidikan
Menurut Gerson W. Bawengan istilah penyidikan, ia
menggunakan istilah pengusutan, begitu juga Mr. R Tresna dan
Kiagus H. Husin menggunakan istila pengusutan sebagai sinonim
8

dari istilah penyidikan, maka bicara penyidikan adalah
membicarakan pengusutan kejahatan atau pelanggaran
3
.
Menurut R Soesilo, bahwa penyidikan yang asal katanya
sidik berartiterang, jadi penyidikan artinya membuat terang atau
jelas. Sidik berarti juga bekas (sidik jari), sehingga menyidik berati
mencari bekas-bekas terdapat dan terkumpul, kejahatan menjadi
terang.Bertolak dari kedua kata terang dan bekas arti kata sidik
itu, maka penyidikan artinya membuat terang kejahatan
4
.
Dalam bidang reserse kriminal penyidikan itu biasa
dibedakan antara:
a. Penyidikan dalam arti kata luas, yang meliputi penyidikan,
pengusutan dan pemeriksaan, yang sekaligus rangkaian dari
tindakan-tindakan terus-menerus, tidak ada pangkal permulaan
dan penyelesaian.
b. Penyidikan dalam arti kata sempit yaitu semua tindakan-
tindakan yang merupakan suatu bentuk operasi represip dari
reserse kriminal Polri yang merupakan permulaan dari
pemeriksaan perkara pidana
5
.
Tugas utama penyidik adalah:

1) Mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti-bukti tersebut
membuatterang tentang tindak pidana yang terjadi
2) Menemukan tersangka.

3
Gerson W. Bawengan. 1977. Penyidikan Perrkara Pidana dan Interodasi.Jakarta: PT. Pradnya
Paramita, Hal 11
4
R. Soesilo. 1974. Taktik dan TeknikPenyidikan Perkara Kriminal. Bogor: Politea, Hal 13
5
ibid
9

Penyidikan ini dilakukan untuk mencari serta mengumpulkan
bukti-buktiyang pada tahap pertama harus dapat memberikan
keyakinan, walaupun sifatnyamasih sementara, kepada penuntut
umum tentang apa yang sebenarnya terjadiatau tentang tindak
pidana yang telah dilakukan serta siapa tersangkanya.
Apabilaberdasarakan keyakinan tersebut penuntut umum
berpendapat cukup adanyaalasan untuk mengajukan tersangka
kedepan sidang pengadilan untuk segeradisidangkan.Disini
dapat terlihat bahwa penyidikan suatu pekerjaan yangdilakukan
untuk membuat terang suatu perkara, yang selanjutnya dapat
dipakaioleh penuntut umum sebagai dasar untuk mengajukan
tersangka beserta bukti-bukti yang ada kedepan persidangan.
Tujuan penyidikan menurutSuryono Sutartoadalah:Secara
konkrit tindakan penyidikan dapat diperinci sebagai tindakan
yangdilakukan oleh penyidik untuk mendapatkan keterangan
tentang:
Tindak pidana apa yang dilakukan.
a) Kapan tindak pidana dilakukan.
b) Dengan apa tindak pidana dilakukan.
c) Bagaimana tindak pidana dilakukan.
d) Mengapa tindak pidana dilakukan.
e) Siapa pembuatnya atau yang melakukan tindak pidana
tersebut

10

b. Teori Penegakan Hukum.
Suatu aturan hukum tidak akan berlaku tanpa ada upaya
penegakan atas peraturan tersebut. Penegakan tersebut tidak hanya
melibatkan aparat penegak hukum saja tetapi juga masyarakat selaku
objek. Dibutuhkan kesadaran masyarakat akan hukum atau disebut
juga dengan istilah melek hukum, dimana masyarakat menyadari
bahwa dalam menjalankan hak-haknya masyarakat juga diberi
batasan-batasan oleh hukum.
Dalam penegakan hukum itu sendiri terdapat teori-teori
sebagaimana yang diungkap oleh para ahli sebagai berikut:
1. Teori penegakan hukum menurut John Graham penegakan
hukum dilapangan oleh polisi merupakan kebijakan
penegakan hukum dalam pencegahan kejahatan
2. Menurut Hamis MC.Rae mengatakan bahwa penegakan
hukum dilakukan dengan pendayagunaan kemampuan berupa
penegakan hukum dilakukan oleh orang yang betul-betul ahli
dibidangnya dan dalam penegakan hukum akan lebih baik
jika penegakan hukum mempunyai pengalaman praktek
berkaitan dengan bidang yang ditanganinya
6
.
3. Menurut Hart, dalam penegakan hukum itu sendiri terdapat
teori-teori.
7

a. Primary Rules of Obligation

6
http://mediaskripsi.blogspot.com/2010/02/teori-teori-yang-sering-dipakai.html.diakses hari kamis
tanggal 5 april 2012 jam 21.00
7
Sutjipto Rahardjo, 2009, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Yogyakarta: Genta
Publishing, Hal 47
11

Pada tahap ini masyarakat mempunyai karaktersebagai berikut:
komunitas kecil, didasarkan pada ikatan kerabatan, memiliki
kepercayaan dan sentiment umum, dan berada di tengah-tengah
lingkungan yang stabil, masyarakat menyelesaikan sengketa dengan
jalan relatif sederhana, hal ini di sebabkan masyarakatnya tidak
mengenal peraturan terperinci, hanya mengenal standar tingkah laku
dan tidak ada diferensialisasi dan spesialisasi badan-badan penegak
hukum
8
.
Pada saat masyarakat masih berada pada peringkat primaryrules of
obligation, belum ditemukan peraturan-peraturan yang terperinci dan
resmi, karena hal tersebut memang tidak atau belum dibutuhkan.dengan
standar tingkah laku kebutuhan yang dapat diatasi, satu dan lain karena
mekanisme control social yang tidak formal menjalankan fungsinya
dengan efektif
9
.
System ini memiliki kekurangan seperti
10

1) Tidak ada kepastian-kepastian dalam kaedah-kaedahnya
2) Statis
3) Tidak efisien.
b. Secondary Rules of Obligation
Dalam tatanan secondary rules of obligation, masyarakatnya
mempunyai kehidupan terbuka, luas dan kompleks, dalam tahapan ini
masyarakat mendasarkan pada otoritas rules of recognition, rules of
change, dan rules of adjudication. Berdasarkan teori hart tersebut
masyarakat yang hidup pada zaman modern seperti sekarang ini lebih

8
http://adisulistiyono.staf.uns.ac.id/files/2009/04/mengembangkan-paradigma-non-litigasi-di-
indonesia.pdf,diakses hari sabtu tanggal 7 april 2012 jam 20.00
9
Sudjipto Rahardjo, Op. cit. hal 48
10
Ibid. hal 49
12

cocok untuk dikategorikan pada tatanan Secondary Rules of
Obligation
11
.

Bersamaan dengan munculnya ketiga kaedah otoritas rules of
recognition, rules of change, dan rules of adjudication. dimana kaedah
teersebut memegang otoritas untuk menentukan apa yang merupakan
hukum, bagaimana merubahnya dan bagai mana menyelesaikan suatu
sengketa
12
.
c. Teori Tindak Pidana
Menurut pendapat Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Asas-asas
Hukum Pidana Indonesia menyebutkan:
Hukum merupakan rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku
orang-orang sebagai anggota masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan
dari hukum ialah mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib
dalam masyarakat.
Usman Simanjuntak, dalam bukunya Teknik Pemeliharaan dan
Upaya Hukum mengatakan bahwa: Perbuatan pidana adalah suatu
perbuatan phisik yang termasuk kedalam perbuatan pidana.
Pendapat Usman Simanjuntak ini cenderung menggunakan istilah
Perbuatan Pidana dalam mengartikan Straff baar Feit, karena istilah
perbuatan pidana itu lebih kongkrit yang mengarah kedalam perbuatan
phisik perbuatan pidana, karena tidak semua perbuatan phisik itu perbuatan

11
http://adisulistiyono.staf.uns.ac.id/files/2009/04/mengembangkan-paradigma-non-litigasi-di-
indonesia.pdf,Op.cit.
12
Satjipto Rahardjo, Op, cit. hal 49
13

pidana, dan begitu juga sebaliknya dengan suatu perbuatan phisik dapat
menimbulkan beberapa perbuatan pidana.
Tindak pidana dapat dibeda-bedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu:
1. Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan (misdrijven) dimuat
dalam buku II dan pelanggaran (overtredingen) dimuat dalam buku III.
2.Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil
(formeel delicten) dan tindak pidana materiil (materieel delicten).
3.Berdasarkan bentuk kesalahannya, dibedakan antara tindak pidana sengaja
(doleus delicten) dan tindak pidana dengan tidak disengaja (culpose
delicten).
4. Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana
aktif/positif dapat juga disebut tindak pidana komisi (delicta
commissionis) dan tindak pidana pasif/negatif, disebut juga tindak
pidana omisi (delicta omissionis).
5.Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat dibedakan
antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam
waktu lama atau berlangsung lama/berlangsung terus.
6.Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan
tindak pidana khusus.
14

7.dilihat dari sudut subyek hukumnya, dapat dibedakan antara tindak pidana
communia (yang dapat dilakukan oleh siapa saja), dan tindak pidana
propria (dapat dilakukan hanya oleh orang memiliki kualitas pribadi
tertentu).
8.Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan maka
dibedakan antara tindak pidana biasa (gewone delicten) dan tindak
pidana aduan (klacht delicten).
9.Berdasarkan berat ringannya pidana yang diancamkan, maka dapat
dibedakan antara tindak pidana bentuk pokok (eencoudige delicten),
tindak pidana yang diperberat (gequalificeerde delicten) dan tindak
pidana yang diperingan (gequalifeceerde delicten) dan tindak pidana
yang diperingan (gepriviligieerde delicten).
10.Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak pidana
tidak terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum yang
dilindungi, seperti tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh, terhadap
harta benda, tindak pidana pemalsuan, tindak pidana terhadap nama
baik, terhadap kesusilaan dan lain sebagainya.
11.Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan,
dibedakan antara tindak pidana tunggal (ekelovoudige delicten) dan
tindak pidana berangkai (samengestelde delicten).
13


13
http://hukum.kompasiana.com/2011/10/18/pengertian-tindak-pidana/diakses pada hari selasa
tanggal 1 mei 2012 jam 13.21
15

d. Teori Tindak Pidana Peredaran Gelap Narkotika.
Perkembngan kejahatan narkotika dewasa ini pada umumnya
merupakan kejahatan yang terorganisir dengan jaringan bertaraf
internasional, regional maupun nasional dan lokal semakin meningkat
kualitas dan kuantitasnya. Beberapa tahun yang lalu indonesia merupakan
wilayah transito peredaran gelap narkotika, tetapi dewasa ini sudah
merupakan wilayah tujuan peredaran gelap narkotika dan bahkan wilayah
indonesia sendiri sebagai produsen narkotika yang nantinya diedarkan di
dalam dan luar negeri. menghadapi situasi dan kondisi demikian, menuntut
pola penanggulangan yang lebih intensif, komprehensif dan integral oleh
seluruh aparat penegak hukum dalam upaya pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan mampu untuk
mengungkap dan memutus jaringan sindikat narkotika.
Nakortika atau yang biasa kita sebut narkoba ada 3 (tiga) Golongan
Narkotika Golongan I, Narkotika ini hanya dapat di gunakan untuk ilmu
pengetahuan dan tidak di tujukan untuk therapi serta mempunyai potensi
sangat tinggi yang Menimbulkan Ketergantungan Contohnya :
Heroin,Cocain,Ganja , Shabu , Extacy , LSD , Opium.
Narkotika Golongan II, Narkotika ini adalah yang berhasiat untuk
pengobatan dan banyak digunakan therafi dan pengembangan ilmu
pengetahuan yang mempunyai potensi tinggi yang dapat mengakibatkan
ketergantungan Contohnya : Morfin , Petidin
Narkotika Golongan III, Narkotika jenis ini yang berkhasiat untuk
pengobatan dan banyak digunakan Therafi dan pengembangan Ilmu
16

pengetahuan yang mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan Contohnya : Codein , Bufrenofin.
14



2. Kerangka Konseptual
Untuk lebih terarahnya penulisan ini, disamping perlu kerangka
teoritis juga diperlukan kerangka konseptual untuk merumuskan definisi
dari istilah-istilah sehubungan dengan judul yang di angkat, yaitu:
a. Pelaksanaan
Pelaksanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia barti
Proses, cara, Perbuatan melaksanakan (terancang, keputusan, dan
sebagainya).
15
Dalam hal ini tentunya proses atau cara penyidik
dalam mengungkap tindak pidana pembunuhan berencana.
b. Penyidik dan Penyidikan
Menurut pasal 1 butir 1 KUHAP.Penyidik adalah pejabat polisi
negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan.
Menurut pasal 1 butir 2 KUHAP, pengertian penyidikan adalah
serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini untu mencari serta mengumpulkan

14
http://abdisr.blogspot.com/2012/02/3-jenis-golongan-narkotika-narkoba.html diakses pada hari
selasa 1 mei 2012 jam 13.46
15
Tim Penyusun. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, Hal 544
17

bukti yang denga bukti ini membuat terang tentang tindak pidana
yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya
16

c. Tindak Pidana
Pengertian Tindak Pidana sendiri adalah perbuatan atau
tindakan melawan hukum yang berlaku, baik itu pelanggaran atau
ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga tindak pidana
perlu diatur dengan suatu norma hukum yang berupa sanksi agar
dipatuhi dan ditaati.
Menurut Simons, Tindak Pidana adalah kelakuan (handling)
yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum yang
berhubungan dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang
mampu bertanggung jawab
17
.
Menurut SudartoTindak pidana adalah pelanggaran norma
yang berlaku dalam masyarakat menimbulkan perasaan tidak
senang yang dinyatakan dalam pemberian sanksi.
18

Menurut Moeljatno Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh
aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana dan
barang siapa yang melanggarlarangan tersebut.
19

Menurut Van HamelMerupakan suatu kelakuan manusia yang
oleh undang- undang ditentukan sebagai kelakuan yang melawan
hukum dan dapat dipersalahkan.
20

d. Tindak Pidana Peredaran Gelap Narkotika

16
Andi Hamzah, 2001, Hukum Acara PIdana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika. Hal 118
17
Moeliatno, 1993, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta. Hal 56
18
Sudarto, 1990, Hukum Pidana 1, Yayasan Sudarto,Jakarta: hal 38
19
Moeljatno,1980, Asas-asas Hukum Pidana 1. Yayasan Sudarto, Jakarta: hal 1
20
Sudarto,Ibid, hal 41
18

Menurut UUnarkotika, Narkotika adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun
semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Menurut UU narkotika memberikan pengertian tentang
peredaran gelapadalah peralihan dari keadaan yang satu ke keadaan
yang lain yang berulang-ulang seakan-akan merupakan suatu
lingkaran, serta rahasia (tidak berterang-terang), tidak halal atau
sah, tidak menurut aturan (undang-undang) yang berlaku.
F. METODE PENELITIAN
1. Pendekatan Masalah
Dalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan metode yuridis
sosiologis
21
.Yaitu suatu penelitian yang menggunakan bahan kepustakaan atau
data-data sekunder sebagai data awalnya dan kemudian dilanjutkan dengan data
primer atau data lapangan
22

2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah :
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung melalui
wawancara yakni dengan menggunakan wawancara semistruktur pada
2 ( dua ) orang penyidik Polresta Padang

21
M.Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum,Raja Grafindo
Persada,Jakarta,2007,hal 26
22
Ibid,hal 99
19

b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan penelitian perpustakaan (library research)
yakni data penunjang dari data primer yang diperoleh dari bahan-bahan
pustaka yang terdiri dari :
(1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai
kekuatan yang mengikat bagi individu maupun masyarakat yang
dapat membantu penulisan.Dalam hal ini adalah peraturan
perundang-undangan terkait seperti Kitab Undang-undang Hukum
Pidana,UU narkotika dan Undang-undang No.2 Tahun 2002
Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang erat kaitanya
dengan bahan hukum primer atau memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti teori-teori hukum, pendapat
para sarjana baik dalam bentuk buku-buku penunjang,buku ajar,
ataupun blog dari internet yang terkait dengan penulisan.
(3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang bersifat sebagai
bahan penunjang dalam penulisan ini seperti kamus besar bahasa
indonesia.
Sumber data yang di gunakan adalah :
a. Penelitian Lapangan (field research)
Yakni berupa pengumpulan data dan informasi berupa wawancara
terhadap 2 (dua) orang penyidik Polresta Padang.
b. Penelitian Perpustakaan (library research)
20

Yakni berupa penelitian terhadap literatur terkait, seperti peraturan
perundangan, buku-buku, jurnal dan sebagainya. Penelitian ini
dilakukan pada perpustakaan-perpustakaan, yakni :
-Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Andalas
-Perpustakaan Universitas Andalas
-Perpustakaan Daerah Kota Padang
1. Alat Pengumpulan Data
a) Studi Dokumen
Merupakan tahap awal dalam menganalisa pokok penelitian yang
akan dibahas nantinya, yaitu dengan meneliti dan mempelajari buku-buku,
peraturan perundang-undangan dan berkas-berkas yang ada di wilayah
hukum Polresta Padang.
b) Wawancara
Wawancara adalah cara memperoleh data yang dilakukan melalui
tanya jawab terhadap 2 (dua) orang penyidik Polresta Padang.Tipe
wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur, yaitu
membuat daftar pertanyaan yang mungkin berkembang dari induk
pertanyaan, namun masih berhubungan dengan objek penelitian yaitu
tentang pelaksanaan penyidikan terhadap tindak pidana peredaran gelap
narkotika di wilayah hukum Polresta Padang.
2. Pengolahan dan Analisis Data

a) Pengolahan data
21

Pengolahan data adalah kegitan merapikan atau mengorganisasikan data
penelitian sehingga dapat dibaca dan siap untuk di analisis
23
.pengolahan
data di perlukan sehingga memudahkan dalam menganalisis,
Pengolahan data ini dilakukan dengan cara :
1.Editing (pengeditan )
Dimana data yang diperoleh akan diperiksa atau diteliti untuk menjamin
apakah data tersebut sudah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
kenyataan.
2.Coding ( pengkodean )
Merupaka cara pemberian kode-kode atau simbol-simbol menurut
kriteria pada daftar pertanyaan.
b) Analisis data
Analisa data adalah sebagai tindak lanjut proses pengolahan data, untuk
dapat memecahkan dan menguraikan masalah yang diteliti berdasarkan
bahan hukum yang diperoleh,maka diperlukan adanya teknik analisa
bahan hukum.Setelah didapat data-data yang di perlukan, maka penulis
melakukan analisa secara kualitatif
24
,yakni dengan melakukan penilaian
terhadap data-data yang penulis dapat dari lapangan,dengan bantuan
literatur-literatur atau bahan-bahan terkait dengan penelitian, kemudian
ditarik kesimpulan yang dijabarkan dalam penulisan deskriptif.
G. SISTEMATIKA PENULISAN

23
Ibid hal 99
24
Ibid hal133
22

Untuk memudahkan pemahaman penulisan dalam menyusun dan
menyesuaikan sehingga lebih terarah, maka dibatasi dengan sistematika yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan bab yang menguraikan tentang latar belakang,
identifikasi dan pembatasan masalah, perumusan masalah atau
fokus masalah, tujuan penelitian, kegunaaan penelitian dan
sistematika.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Menguraikan tinjauan tentang Penyidik,tindak pidana narkotika
dan penanggulangannya.

BAB III METODE PENELITIAN
Menguraikan tentang dasar penelitian, fokus penelitian, sumber
data, teknik sampling, alat dan teknik pengumpulan data,
objektifitas dan keabsahan data, metode analisis data serta prosedur
penelitian yang digunakan.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Menguraikan tentang hasil dan penelitian dan pembahasan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Menguraikan tentang kesimpulan.secara keseluruhan dan
pembahasan skripsi dan sarana-sarana yang berhubungan dengan
masalah skripsi.


23






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Penyidikan
1. Pengertian Penyidik Dan Penyidikan
Pengertian penyidik telah dirumuskan dalam Pasal 1 butir 1 KUHAP,
yang merumuskan: Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang untuk melakukian penyidikan. Dari rumusan
pasal 1 butir 1 KUHAP, kita dapat menarik kesimpulan bahwa penyidik
tersebut adalah pejabat yang telah diberi wewenang melakukan penyidikan
oleh undang-undang yang mana dalam hal ini pejabat yang diberikan
wewenang itu diatur dalam pasal 6 KUHAP, yang berbunyi:
(1) Penyidik adalah:
a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang.
(2) Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah

Maka atas kuasa pasal 6 ayat (2) maka telah diterbitkan Peraturan
Pemerintah No 27 Tahun 1983, yang berdasarkan pasal 2 dan pasal 3 dapat
disimpulkan bahwa penyidik adalah:
24

1) Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang sekurang-kurangnya
berpangkat pembantu letnan dua polisi (Pelda) ditunjuk oleh Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2) Komandan Sektor karena jabatannya adalah penyidik/pelda tidak
ada untuk melaksanakan penyidikan atau usul Komandan
Kepolisian Negara Republik Indonesia mengangkat dengan syarat-
syarat:
a. Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sekurang-
kurangnya berpangkat sersan dua polisi.
b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang sekurang-kurangnya
berpangkat pengatur muda (Gol II/a)
3) Pejabat pegawai negeri sipil yang sekurang-kurangnya berpangkat
pengatur muda tingkat satu (Gol II/b) atau usul dari departeme yang
bersangkutan, diangkat oleh menteri kehakim setelah mendengar
pertimbangan Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Mengenai kewenangan penyidik dapat dilihat dalam pasal 7 ayat (1)
KUHAP, yang dirumuskan:
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena
kewajibannya mempunyai wewenang:
a. menerima-laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya
tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
25

c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka;
d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
i. mengadakan penghentian penyidikan;
j. mengadakan tindakan hlain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Menurut pasal 1 butir 2 kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) menyatakan bahwa Penyidikan adalah serangkaian tindakan
penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini
untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat
terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya.Berdasarkan kepada rumusan penyidikan tersebut diatas, kita
dapat mengetahui bahwa dalam suatu penyidikan, tugas utama penyidik
adalah mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut
membuat terang tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangka.
Kewajiban penyidik dalam melakukan tindakan penyidikan yang
diperlukan, bilamana penyidik sendiri mengetahui atau telah menerima
laporan, baik itu datangnya dari penyelidik atau pengaduan seseorang yang
mengetahui tindak pidana tersebut. Hal tersebut diatur dalam ketentuan pada
26

Pasal 106 dan 108 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
yang dirumuskan :


Pasal 106
Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang
terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib
segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan.

Pasal 108
(1) Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi
korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk
mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau
penyidik baik lisan maupun tertulis.
(2) Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan
tindak pidana terhadap ketenteraman dan keamanan umum atau terhadap
jiwa atau terhadap hak milik wajib seketika itu juga melaporkan hal
tersebut kepada penyelidik atau penyidik.
(3) Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang
mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana
wajib segera melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik.
(4) Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditanda-
tangani oleh pelapor atau pengadu.
(5) Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh
penyidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyidik.
(6) Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik
harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan
kepada yang bersangkutan.

2. Tugas dan Wewenag Penyidik
Mengenai kewenangan penyidik dapat dilihat pada pasal 7 ayat (1)
KUHAP, yang merumuskan:
a. Menerima-laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak
pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka;
d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
27

e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
i. mengadakan penghentian penyidikan;
j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Setelah kewenangan penyidik pembantu diterangkan lebih lanjut pada
Pasal 11 KUHAP yakni: memiliki wewenang seperti dalam pasal 7 ayat (1)
kecuali mengenai penahanan yang wajib diberitahukan dengan pelimpahan
wewenang dari penyidik. Dengan demikian kewenangan pada penyidik
pembantu mempunyai keterbatasan atau dengan kata lain kewenangan
penyidik pembantu tidak seluas dari kewenangan penyidik.
Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 memberikan
kewenangan tambahan kepada kepolisian untuk melakukan tindakan lain
yang diperlukan apabila ada gangguan keamanan (pasas 16 huruf 1)
ketentuan ini memberikan suatu kewenangan kepada polisi untuk
melakukan dekreasi.Dimana diskresi adalah wewenang yang diberikan
hukum untuk bertindak dalam situasi khusus sesuai dengan pilihan dan kata
hati instansi atau petugas itu sendiri. Dengan kata lain tindakan lain dalam
penyidikan itu hanya dapat dilakukan jika memenuhi syarat dan tidak
bertentangan dengan suatu aturan hukum, selaras dengan kewajiban hukum
yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan serta harus patut, masuk
akal, termasuk dalam lingkup jabatannya dan juga berdasarkan keadaan
yeng memaksa dan menghormati hak asasi manusia.
B. Tinjauan Umum Tentang Narkotika
28

1. PengertianNarkotika
Kata narkotika berasal dari bahasa inggris yaitu narcotic yang berarti
obat bius.Dalam bahasa yunani disebut dengan narkose yang berarti
membius.
Menurut pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Narkotika memiliki daya adiksi yang sangat berat.Narkotika juga
memiliki daya toleren (penyesuaian) dan daya habitual yang sangat tinggi
narkotika tidak selalu berdampak buruk.Narkotika juga dapat
menyembuhkan banyak penyakit dan mengkhahiri penderitaan.Misalnya
tindakan operasi yang dilakukan oleh dokter harus di dahului oleh
pembiusan padahal obat bius tersebut tergolong kepada narkotika.Karena
banyak jenis narkotika yang sangat bermanfaat dalam bidang kedokteran.
25

Pengertian Tindak Pidana sendiri adalah perbuatan atau tindakan
melawan hukum yang berlaku, baik itu pelanggaran atau ketentuan
peraturan perundang-undangan sehingga tindak pidana perlu diatur dengan
suatu norma hukum yang berupa sanksi agar dipatuhi dan

25
Partodiharjo Subagyo, Tanpa Tahun,kenali narkoba dan musuhi penyalahgunaanya,
Erlangga, Jakarta Hal:10
29

ditaati.
26
Pengertian tindak pidana menurut pakar-pakar hukum adalah
sebagai berikut:
a. Simons
Adalah perbuatan salah dan melawan hukum yang diancam pidana dan
dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab atas suatu
peristiwa pidana.
27

b. Sudarto
Tindak pidana adalah pelanggaran norma yang berlaku dalam masyarakat
menimbulkan perasaan tidak senang yang dinyatakan dalam pemberian
sanksi.
28

c. Moeljatno
Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang
dan diancam dengan pidana dan barang siapa yang melanggar
larangan tersebut.
29

d. Van Hamel
Merupakan suatu kelakuan manusia yang oleh undang- undang ditentukan
sebagai kelakuan yang melawan hukum dan dapat dipersalahkan.
30

Sebagian besar para ahli hukum pidana lebih cendrung menggunakan
istilah pidanan sebagai terjemahan dari strafbaar feit seperti yang
dikemukakan Simon. Simon menyatakan Strafbaarfeit adalah kelakuan
(handeling) yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum
yang diancam dengan pidana yeng bersifat melawan hukum yang

26
Moeljatno,1985. Azas-azas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta Hal 54
27
Mustofa Abdullah-Ruben Ahmad,1983. Intisari Hukum Pidana. Ghalia Indah, Jakarta Hal 26
28
Sudarto, 1990.Op, cit, Hal 38
29
Moeljatno. 1980. Op,cit. Hal 1
30
Sudarto, Op, cit. Hal 41
30

berhubungan dengan dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang
berhubungan dengan kesalahan yang dilakukan dengan orang yang mampu
bertanggungjawab.
31

Moeljatno merumuskan perbuatan pidana adalah perbuatan yang
dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi)
yang berupa pidana tertentu, bagi siapa melanggar larangan tersebut. Dapat
juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu
aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat
bahwa ditujukan kepada perbuatan, yaitu suatu keadaan atau kejadian yang
ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan ancaman pidananya ditujukan
kepada orang yang menimbulan kejadian itu.
32

Sedangkan pengertian tindak pidana peredaran gelap narkotika itu
sendiri menurut Undang-undang Narkotika Pasal 1 angka (6) adalah: setiap
kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak atau
melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana narkotika.

2. Jenis-jenis narkotika
Berdasarkan pembuatanya narkotika di bedakan kedalam 3 kelompok
yaitu :
a. Narkotika alami
Adalah narkotika yang zat adiktifnya di ambil dari tumbuh-tumbuhan.
Jenis-jenis dari narkotika alami antara lain adalah :

31
Moeljatno. 2000. Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, Hal 56
32
Ibid, Hal 54
31

1. Ganja adalah tanaman perdu dengan daun menyerupai daun
singkong yang tepinya berigi dan berbulu halus
2. Hasis adalah tanaman serupa ganja yang tumbuh di Amerika latin
dan Eropa
3. Koka adalah tanaman perdu mirip pohon kopi. Buahnya yang
digunakan untuk menambah kekuatan orang yang berperang atau
berburu binatang.
4. Opium adalah jenis narkotika yang dihasilkan dari getah bunga
opium. Opium dulu digunakan untuk mengobati beberapa penyakit,
member kekuatan atau menghilangkan rasa sakit
b. Narkotika semi sintetis
Adalah narkotika alami yang diolah dan diambil zat aktifnya agar
memiliki khasiat yang lebih kuat sehingga dapat di manfaatkan untuk
kepentingan kedokteran. Jenis-jenis narkotika semi sintetis antara lain
:
1. Morfin di pakai dalam dunia kedokteran untuk menghilangkan rasa
sakit atau pembiusan pada oprasi.
2. Kodein di pakai untuk obat penghilang batuk.
3. Heroin bentuknya seperti tepung terigu : halus, putih, dan agak
kotor. Dalam perdagangan gelap heroin di beri nama putaw.
4. Kokain adalah hasil dari olahan biji koka.
c. Narkotika sintetis
Adalah narkotika palsu yang dapat di buat dari bahan kimia.Narkotika
ini digunakan untuk pembiusan dan pengobatan bagi orang yang
32

menderita ketergantungan narkoba. Jenis-jenis Narkotika sintetis ini
adalah :
1. Petidin digunakan untuk obat bius local , operasi kecil, sunat.
2. Methadone digunakan untuk pengobatan pencandu narkoba.
3. Naltrexon digunakan untuk pengobatan pecandu narkoba.
33

Menurut Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika ,
narkotika dapat di golongkan menjadi :
a. Narkotika golongan I
Adalah jenis narkotika yang hanya dapat digunakan untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan dilarang
digunakan untuk kepentingan lainnya. Yang termasuk kedalam
narkotika golongan 1 antara lain : alfa metilfentanil, alfa
metiltiofentanil, betahidroksifentanil, beta-hidroksi-3-metil,
desomorfonia dll.
b. Narkotika golongan II
Adalah narkotika yang berkhasiat dalam pengobatan digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi tinggi yang mengakibatkan ketergantungan yang termasuk
narkotika golongan II adalah : alfasetilmetadol, alfameprodina,
alfametadol, alfaprodina, dll.
c. Narkotika golongan III

33
Ibid Hal 13-15
33

Adalah narkotika yang berkhasiat dalam pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan. Yang termasuk narkotika golongan III antara lain :
asetildihidrokodenia, dekstropropoksifena, dihidrokodenia,
etilmorfina, dll.
Berdasarkan dampak yang ditimbulkan, narkotika dibagi
menjadi dua kelompok, yakni :
1. Stimulan.
Untuk merangsang system saraf simpatik, yakni yang
berfungsi untuk mengirim darah ke otak, jantung, paru-
paru dan sebagainya. Kelompok ini ini juga yang
mempersiapkan seseorang untuk mengerahan tenaga
jasmani,saraf-saraf dan fungsi dari organ-organ yang
berlainan. Contoh dari kelompok ini adalah shabu-
shabu dan ekstasi.
2. Depresan
Bekerja untuk menekan system saraf para simpatik,
yakni bagian saraf otonom yang mendominasi system
saraf simpatik.Ketika seseorang sedang beristirahat,
system saraf ini banyak mengurangi kegiatan yang
umumnya mengurangi kegiatan yang dipicu oleh
system saraf simpatik, dan mengurangi detak
34

jantung.Contoh dari kelompok ini adalah,
barbituratedan benzodiazepine.
Dalam pemakaiannya, pelaku pemakai pengguna
Narkotika melakukan dengan cara, diantaranya :
1. Hisap, seperti shabu-shabu dengan
menggunakan alat bong atau aluminium foil.
2. Makan, seperti ekstasi, dimana ekstasi adalah
sediaan farmasi yang didalamnya mengandung
bahan senyawa yang merupakan derivate atau
turunan Amphetamine.
3. Minum, seperti minuman keras ( miras ).
34














34
Budi Saputra, 2000,Perang Melawan Narkoba, Program Pasca Sarjana Universitas Andalas,
Padang,hlm. 64.
35




BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penyidikan Oleh Penyidik PolrestaPadang Terhadap
Tindak Pidana Peredaran Gelap Narkotika.
Menurut data yang diperoleh di Satuan Narkoba Polresta Padang
bahwa telah terjadinya penurunan dan peningkatan kasus tindak pidana
peredaran gelap narkotika dari tahun ke tahun seperti yang tergambar dalam
data dibawah ini :
DATA TINDAK PIDANA NARKOBA
POLRESTA PADANGDAN JAJARAN TAHUN 2008 S/D 2012

No Tahun Kasus Tersangka Barang bukti
1 2008 86 123 Ganja :
-36 kg
746,7 gram
3 paket besar
4 paket sedang
14 lenting
4 Amp
Putaw :
10 gram
2 paket sedang
2 paket kecil
Shabu-shabu :
5,9 gram
7 paket sedang
19 paket kecil
36

Ekstacy :
54 butir
2 2009 94 142 Ganja :
43 kg
4 ons
179,1 gram

Putaw :
10 gram
Shabu-shabu :
29,2gram
Ekstacy :
2 butir

3 2010 66 98 Ganja ;
31 kg
2 ons
92,5 gram
Putaw
1 gram
Shabu-shabu :
69.8 gram
Ekstacy :
3 butir
4 2011 76 105 Ganja :
4,9kg
3,5 ons
57,1 gram
Shabu-shabu :
122,6 gram

5 2012 38 57 Ganja
5 ons
30,2 gram
Shabu-shabu :
90 gram
Sumber : Satuan Narkoba Polresta Padang
Berdasarkandata yang penulis kemukakan diatas dapat disimpulkan
bahwa terjadinya penurunan dan peningkatan yang sangat signifikan dari
jumlah kasus tindak pidana peredaran gelap narkotika yang masuk ke polresta
padang dari tahun 2008 s/d tahun 2012, hal ini juga diiringi dengan terjadinya
penurunan dan peningkatan terhadap barang bukti yang berhasil disita oleh
satuan narkoba polresta padang. Hal ini mengindikasikan bahwa narkotika
37

masih marak peredaranya di kota padang dan ini tentunya membutuhkan
peran yang lebih besar lagi dari satuan narkoba untuk mengungkap setiap
tindak pidana peredaran gelap narkotika di kota padang.
Terjadinya penurunan dan peningkatan jumlah kasus tindak pidana
peredaran gelap narkotika di kota padang dikarenakan beberapa faktor
35
:
1. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi sangat berpengaruh dalam penurunan dan
peningkatan tindak pidana peredaran gelap narkotika karena
narkotika secara ekonomi dapat menghasilkan keuntungan
tersendiri bagi para pengedarnya, sehingga tidak heran jika banyak
orang yang menjadi pengedar narkotika dengan alasan terdesak
kebutuhan ekonomi.
2. Faktor geografi
Wilayah kota padang yang sangat strategis sering kali
dipergunakan sebagai tempat transit narkotika dari berbagai
daerah diluar kota padang, disamping itu banyaknya sarana
pendukung yang bisa digunakan oleh si pelaku tindak pidana
narkotika dalam melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika, misalnya sarana transportasi yang memadai, yang
cenderung disalahgunakan sebagai sarana untuk mengangkut
narkotika.
3. Faktor Ketersediaan

35
Wawancara dengan Iptu Rosita Imelda, SH(kaurbinopsnal satuan narkoba polresta padang), pada
tanggal 04 juli 2012
38

Banyaknya penyalahgunaan narkotika tidak terlepas dari
banyaknya ketersediaan narkotika di kota padang. Hal ini
diakibatkan adanya pasokan dari berbagai daerah sekitar kota
padang diantaranya, pasokan dari Aceh, Medan, Palembang. Serta
merupakan dampak dari digunakanya kota Padang oleh para
pengedar narkotika sebagai tempat transit narkotika dari berbagai
wilayah seperti : Aceh, Medan, Palembang dan daerah disekitar
kota padang.
Menurut pandangan penulis, ketiga faktor tersebut diatas
dapat diatasi jika saja satuan narkoba melakukan pengawasan
yang ketat terhadap jalur peredaran gelap narkotika, sehingga
nantinya narkotika hanya tersedia untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan ilmu pengetahuan, serta untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan narkotika dan membrantas peredaran gelap
narkotika di kota padang.
Dalam kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
proses penyelidikan dan penyidikan diatur dalam Bab XIV mulai dari Pasal
102 sampai Pasal 136, serta penyelidik dan penyidik diatur dalam Bab IV dari
Pasal 4 sampai Pasal 12.
Penyidik sebagai bagian dari perangkat hukum memiliki peranan
penting dalam mengungkap suatu kasus tindak pidana yang terjadi di dalam
wilyah hukumnya.Setelah adanya laporan, baik dari keluarga korban,
masyarakat maupun pemberitahuan dari media cetak atau elektronik.Maka
39

penyelidik mulai melakukan penyelidikan dilokasi terjadinya perkara atas
perintah dari penyidik.
Penyelidik yang akan menentukan apakah benar telah terjadi suatu
tindak pidana atau tidak. Berdasarkan hasil penyelidikan di tempat kejadian
perkara (TKP), serta berdasarkan barang bukti yang ditemukan di lokasi
kejadian. Ketika penyelidik telah selesai melakukan proses penyelidikan,
maka dilanjutkan dengan proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik,
dimana dalam penyidikan ini, penyidik berdasarkan bukti-bukti yang
ditemukan saat penyelidikan di TKP, mengungkap kasus ini dan mencari dan
menemukan tersankanya. Selama proses penyidikan berlangsung, penyidik
berwenang untuk melakukan penggeledahan, penyitaan apabila ditemukan
bukti-bukti baru. Berdasarkan kewenangan penyidik seperti yang diatur
dalam pasal 7 KUHAP, setelah melaksanakan penyidikan d tempat kejadian
perkara (TKP), maka penyidik memulai melakukan pemeriksaan untuk
mendapatkan keterangan saksi-saksi, korban serta tersangka, setelah
tersangka berhasil di tangkap dan di tahan.Pemerikasaan yang dilakukan oleh
penyidik bertujuan untuk mengungkap suatu tundak pidana yang terjadi
sesuai dengan bukti-bukti yang ditemukan di lapangan.
Pelaksanaan penyidikan terhadap tindak pidana peredaran gelap
narkotika di kota padang oleh polresta kota padang,merupakan bagian dari
kegiatan penegakan hukum terhadap kejahatan peredaran gelap narkotika dan
obat-obatan terlarang (narkoba).Semenjak tahun 2006 lalu, struktur
kelembagaan polresta padang memberikan wewenang khusus kepada bagian
40

satuan narkoba polresta padang untuk melakukan penegakan terhadap tindak
pidana narkoba tersebut.
Dalam pelaksanaanya, polresta padang hanya menyesuaikan pada
ketentuan-ketentuan yang diatur oleh undang-undang saja, terutama Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2002 dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP). Artinya , tidak ada program atau strategi khusus diluar
undang-undang yang dilakukan polresta padang dalam melaksanakan
penyidikan sebagai upaya penegakan hokum terhadap tindak pidana narkotika
di polresta padang.
36

Tindakan represif, berupa kegiatan penyidikan dilakukan apabila
telah ada laporan, pengaduan dan informasi yang diterima polresta padang
dari masyarakat. Selain itu, polresta padang juga melakukan tindakan represif
berdasarkan informasi yang di dapatkan dari keterangan para pelaku yang
sudah ditangkap.
Mengenai tindakan preventif, polresta padang melakukannya lewat
operasi-operasi yang berbentuk razia. Operasi dilakukan tiap bulanya dalam
rangka pelaksanaan operasi rutin yang biasa dikenal dengan Operasi Pekat.
Selain itu, juga ada operasi khusus yang ditujukan terhadap narkoba ini, yang
dikenal dengan nama Operasi Bersinar dan Operasi Antik. Operasai ini
dilakukan ke tempat hiburan-hiburan malam,hotel-hotel, maupun tempat-
tempat umum lainnya yang diduga terjadinya tindak pidana narkotika.
Berikut ini adalah salah satu bentuk berkas perkara tindak pidana
peredaran gelap narkotika. Berkas perkara dari polresta padang dengan

36
Wawancara dengan AKP Dewarlan. Penyidik polresta padang pada tanggal 02 juli 2012
41

No:Bp/32/VI/2011/SATRESNARKOBA,memuat rangkuman selama proses
pemeriksaan tersangka dan saksi-saksi,barang bukti,surat perintah
penyidikan, dan berita acara penyidikan (BAP).
SAMPUL BERKAS PERK
No:Bp/32/VI/2011/SATRESNARKOBA
Tanggal 18 april 2011
PERKARA :Tindak pidana penyalahgunaan narotika
dalam hal telah memiliki, menguasai,
menerima dan menjadi perantara jual-
beli narkotika jenis ganja.
MELANGGAR PASAL : 111 ayat (1) jo 114 ayat (1) jo 127
ayat (1) huruf a UU RI No. 35 tahun
2009 tentang narkotika.
WAKTU KEJADIAN : pada hari senin tanggal 18 april 2011
sekitar jam 21.00 WIB
TEMPAT KEJADIAN :di jalan khatib sulaiman tepatnya
diamping rumah makan lamun lamun
ombak kec. Padang utara kota padang.
TERSANGKA : Andre Wijaya
SAKSI-SAKSI : Dian WR
Indra
Ali yanto pgl ali
Andre
PENYIDIK : AKBP Drs Moch Seno Putro
AKP Yuli Kurnianto, SIK
42

IPTU Purwanto, SH
AIPDA Hendra Sumbago
PENYIDIK PEMBANTU :BRIPKABinsar H. Purba
Berikut fakta-fakta yang dirangkum selama proses pemeriksaan
antara lai.:
A. Pemanggilan saksi-saksi dengan membuatkan Berita Acara
Pemeriksaannya.
B. Penangkapan
Dengan suratpenangkapan No.Pol
.SP.Kap/29/IV/2011/SATRESNARKOBA, pada tanggal 18
april 2011, telah di lakukan penangkapan terhadap tersangka
Andre wijaya di jalan khatib sulaiman tepatnya diamping rumah
makan lamun lamun ombak kec. Padang utara kota padang.
C. Penahanan
Dengan surat perintah penahanan
No.SP,Han/33/IV/2011/RESTA, 23 april 2011. Terhitung
tanggal 24 april 2011 sampai dengan tanggal 13 mei 2011 serta
telah dibuatkan Berita Acara Penahanan tanggal 24 april 2011.
D. Penyitaan
Telah dilakukan upaya hukum berupa penyitaan barang bukti
dengan surat perintah penyitaan No.
SP.Sita/23/IV/2011/SATRESNARKOBA, tanggal 18 april 2011,
berupa,1 (satu) paket besar yang terbungkus kertas pembungkus
nasi warna coklat yang berisikan batang, biji dan daun diduga
43

narkotika jenis ganja kering yang tersimpan dalam tas warna
hitam merek nordwand. Telak dibuatkan Berita Acara Penyitaan
pada tanggal 18 april 2011
Penangkapan di dalam KUHAP:
Pasal 16
(1) Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik
berwenang melakukan penangkapan.
(2) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik pembantu
berwenang melakukan penangkapan.
Pasal 17
Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras
melakukan tindak pidana berdasarkanbukti permulaan yang cukup.
Pasal 18
(1) Pelaksanaan tugas penangkapan. dilakukan oleh petugas kepolisian
negara Republik Indonesia denganmemperlihatkan surat tugas serta
memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang
mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan
penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang
dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.
(2) Dalam hal tertangkap tangan penangkapan-dilakukan tanpa surat
perintah, dengan ketentuan bahwapenangkap harus segera
menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada
penyidik ataupenyidik pembantu yang terdekat.
44

(3) Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah
penangkapan dilakukan.
Pasal 19
(1) Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dapat
dilakukan untuk paling lama satu hari.
(2) Terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan
penangkapan kecuali dalam hal ia telah dipanggilsecara sah dua
kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan itu tanpa alasan yang
sah.
Dari keterangan dalam wawancara dengan Penyidik diatas jika
dibandingkan dengan Pasal 16,17,18 dan 19 KUHAP tentang penangkapan
dapat kita lihat bahwa proses penangkapan yang dilakukan Penyidik Polres
Bukittinggi berjalan sesuai dengan KUHAP.
Penahanan dalam KUHAP
Terkait dengan kasus pembunuhan berencana Penyidik berhak
melakukan penahanan sesuai dengan pasal 20 ayat (1) KUHAP yang
berbunyi
Pasal 20
(1) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu
atas perintah penyidik sebagaimanadimaksud dalam Pasal 11
berwenang melakukan penahanan.
Dengan dasar pasal 20 ayat (1) KUHAP tersebut Penyidik Polres
Bukittinggi malakukan penahanan terhadap tersangka guna untuk
45

mamudahkan pelaksanaan penyidikan terhadap kasus pembunuhan
berencana yang dilakukan oleh tersangka Refi dan Redi.
Penyitaan.
Demi kepentingan penyidikan, penyidik berhak melakukan
penyitaan terhadap barang bukti yang berkaitan dengan kasus pembunuhan
berencana yang dilakukan oleh tersangka. Dalam pasal 38 KUHAP
berbunyi:
(1) Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin
ketua pengadilan negeri setempat.
(2) Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana
penyidik harus segera bertindak dan tidakmungkin untuk
mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi
ketentuan ayat (1) penyidik dapatmelakukan penyitaan hanya
atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan
kepada KetuaPengadilan Negeri setempat guna memperoleh
persetujuannya.
Mengenai penyitaan ini ada ketentuan mengenai barang-barang yang
dapat dikenakan penyitaannya seperti yang terdapat dalam pasal 39 ayat
(1) KUHAP yang berbunyi:
(1) Yang dapat dikenakan penyitaan adalah:
a. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh
atau sebagian diduga diperoleh dari tindakanpidana atau
sebagai hasil dari tindak pidana;
46

b. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk
melakukan tindak pidana atau untukmempersiapkannya;
c. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi
penyidikan tindak pidana;
d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan
tindak pidana;
e. Benda lain yang mempunyai hubungan lansung dengan
tindak pidana yang dilakukan.
Fakta-Fakta
a. Pemanggilan saksi-saksi
1. Terhadapsaksi dian wr tidak dilakukan pemanggilan karena saksi adalah
anggota satresnarkoba polresta padang dan telah dilakukan pemeriksaan
serta telah dibuatkan Berita Acara Pemerisaan pada hari selasa tanggal 19
april 2011.
2. Terhadap saksi indra tidak dilakukan pemanggilan karena saksi adalah
anggota satresnarkoba polresta padang dan telah dilakukan pemeriksaan
serta telah dibuatkan Berita Acara Pemerisaan pada hari selasa tanggal 19
april 2011.
3. Terhadap saksi ali yanto tidak dilakukan pemanggilan karena saksi adalah
anggota satresnarkoba polresta padang dan telah dilakukan pemerisaan
serta telah dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan pada hari selasa tanggal 19
april 2011.
47

4. Terhadap saksi andre tidak dilakukan pemanggilan karena sakssi bersedia
dipanggil secara lisan dan telah dilakukan pemeriksaan serta telah
dibuatkan Beita Acara Pemeriksaan pada tanggal 19 april 2011.


b. Penangkapan
1. Terhadap tersangka andre wijaya panggilan andre telah dilakukan
upaya hokum berupa penangkapan sesuai dengan surat perintah
penangkapan Nomor : SP.Kap/29/IV/2011/Satresnarkoba, tanggal 18
april 2011, terhitung dari tanggal sampai tanggal 21 april 2011 dan
telah dibuatkan Berita Acara Penangkapannya tanggal 18 april 2011.
2. Terhadap tersangka andre wijaya panggilan andre telah dilakukan
upaya hokum berupa perpanjangan penangkapan sesuai dengan surat
izin perintah waktu penangkapan nomor :
SP.Kap/29/IV/2011/satresnarkoba, tanggal 21 april 2011, terhitung
dari tanggal 21 april 2011 sampai dengan tanggal 24 april 2011 dan
telah dibuatkan Berita Acara Perpanjangan Penangkapannya tanggal
21 april 2011.
c. Penahanan
1. Terhadap tersangka andre wijaya telah dilakukan upaya hokum berupa
penahanan sesuai dengan surat perintah penahanan nomor :
SP.Han/33/IV/2011/Resta, tanggal 23 april 2011 terhitung dari tanggal
24 april sampai dengan tanggal 13 mei 2011 serta telah dibuatkan
Berita Acara Penahanannya pada tanggal 24 april 2011.
48

2. Dengan surat permintaan perpanjangan penahanan kepada kejaksaan
negeri padang nomor : R/289/V/2011/Satresnarkoba, tanggal 09 mei
2011 telah dimintakan perpanjangan penahanan terhadap tersangka
andre wijaya.
3. Dengan surat penetapan perpanjangan penahanan dari kepala
kejaksaan negeri padang nomor : B-1065/N.3.10/Epp.2/05/2011,
tanggal 10 mei 2011. Telah diperpanjang penahanan tersangka andre
wijaya.
d. Penyitaan
1. Telah dilakukan upaya hukum berupa penyitaan barang bukti dengan
surat perintah penyitaan No. SP.Sita/23/IV/2011/SATRESNARKOBA,
tanggal 18 april 2011, berupa,1 (satu) paket besar yang terbungkus
kertas pembungkus nasi warna coklat yang berisikan batang, biji dan
daun diduga narkotika jenis ganja kering yang tersimpan dalam tas
warna hitam merek nordwand. Telak dibuatkan Berita Acara Penyitaan
pada tanggal 18 april 2011.
2. Dengan surat pemberitahuan penyitaan barang bukti kepada kepala
kejaksaan negeri padang nomor : R/249/IV/2011/Satresnarkoba
tanggal 25 april 2011 telah diberitahukan tentang penyitaan terhadap
barang bukti berupa: 1 (satu) paket besar yang terbungkus kertas
pembungkus nasi warna coklat yang berisikan batang, biji dan daun
diduga narkotika jenis ganja kering yang tersimpan dalam tas warna
hitam merek nordwand.
49

3. Dengan surat ketetapan status barang sitaan narkotika nomor : R-
121/N.3.10/Epp2/04/2011, tanggal 27 april 2011 , telah mendapatka
status barang sitaan narkotika dari kepada kejaksaan negeri padang
atas tindakan penyidik dalam melakukan penyitaan barang bukti
tersangka andre wijaya pgl andre.
4. Dengan surat laporan dan permintaan persetujuan penyitaan barang
bukti nomor : B/72/IV/2011/Satresnarkoba, tanggal 23 april 2011 telah
dimintakan persetujuan atas tindakan penyitaan barang bukti kepada
ketua pengadilan negeri padang.
5. Dengan surat penetapan persetujuan penyitaan dari ketua pengadilan
negeri padang nomor : 313/P.W/Pen.Pid/2011/PN.PDG, tanggal 05
mei 2011 telah mendapatkan persetujuan dari ketua pengadilan negeri
padang atas tindakan penyidik dalam melakukan penyitaan barang
bukti atas nama tersangka andre wijaya.
e. Penggeledahan
1. Telah dilakukan upaya hukum berupa penggeledahan badan,pakaian
dan atau tempat disekitar keberadaan tersangka andre wijaya, sesuai
dengan surat perintah penggeledahan nomor :
SP.Dah/22/V/2011/Satresnarkoba, tanggal 18 april 2011 dan telah
dibuatkan Berita Acara Penggeledahanya pada tanggal 18 april 2011.
2. Dengan surat laporan dan permohonan persetujuan atas tindakan
penggeledahan nomor : B/71/V/2011/Satresnarkoba, tanggal 23 april
2011, telah dimintakan persetujuan atas penggeledahan badan,
50

pakaian dan atau tempat keberadaan tersangka andre wijaya kepada
ketua pengadilan negeri padang.
3. Dengan surat penetapan persetujuan penggeledahan dari ketua
pengadilan negeri padang, nomor :
80/PG.V/Pen.Pid/2011/PN.PDG,tanggal 05 mei 2011, telah
mendapatkan persetujuan dari ketua pengadilan negeri padang atas
tindakan penyidik dalam melakukan penggeledahan badan, pakaian
dan atau tempat di sekitar tersangka andre wijaya.
Berdasarkan keterangan dari saksi dan tersangka, serta alat bukti yang
didapat maka penyidik menyimpulkan bahwa andre wijaya telah melangar
pasal 111 ayat (1) jo 114 ayat (1) jo 127 ayat (1) huruf a UU RI No. 35
tahun 2009 tentang narkotika.Karena telah tertangkap tangan telah memiliki,
menguasai, menerima dan menjadi perantara jual-beli narkotika jenis ganja.
Dan dalam menjalankan penyidikan penyidik selalu berkerja keras agar
dalam suatu perkara tindak pidana peredaran gelap narkotika para pelaku
mendapatkan hukuman yang maksimal guna memberikan efek jera kepada
pelaku itu sendiri dan akan menjadi bahan pertimbangan masyarakat
sebelim melakukan tindak pidana peredaran gelap narkotika.
37

B. Kendala Yang Dihadapi Polresta Padang Dalam Pelaksanaan
Penyidikan Tindak Pidana Peredaran Gelap Narkotika
1. Faktor Aparat Kepolisian ( Penyidik Polresta Padang)
Sebagaimana telah dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2002 tentang Kepolisian, dinyatakan bahwa Kepolisian Negara

37
Wawancara dengan AKP.Dewarlan. Kanit idik 1 sat narkoba polresta padang tanggal 02 juli
2011
51

Republik Indonesia, memiliki tiga fungsi pokok, yang mana dalam
pelaksanaanya, ketiga fungsi tersebut tidak dapat dipisahkan. Sebab
aparat kepolisian menjadi unsur terdepan dalam penegakan hukum dan
sistem peradilan Indonesia.
Secara umum kemampuan sumber daya manusia dari para
personel aparat polresta padang dalam manguasai pengetahuan mengenai
narkotika berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 ini masih
kurang maksimal. Hal ini dapat diketahui dari kemampuan aparat
penyidik polresta padang dalam memahami substansi undang-undang
tersebut masih kurang. Sebab, dalam kenyataannya di lapangan, banyak
anggota penyidik polresta padang yang masih kurang baik dalam
menafsirkan ketentuan yang mengatur penerapan pasal dari undang-
undang tersebut.
38

Selain hal diatas, aparat polresta padang juga selalu terkendala
apabila melakukan opeasi atau razia sebagai bagian dalam tahap
penyelidikan. Kendala dalam melakukan operasi ini adalah, sering bocor
atau diketahui oleh pelaku, sebelum pelaksanaan operasi atau razia ini
sampai kelokasi yang direncanakan pihak kepolisian. Penyebab
kebocoran ini, diduga dibocorkan sendiri oleh oknum aparat polresta
padang sendiri. Sebab, banyak beberapa Bandar narkoba yang di-beking
oleh oknum kepolisian sendiri.
39


38
Wawancara dengan,KOMPOL.Budi Siswono, S.sos. Kasat Narkoba polresta padang tanggal 03
juli 2012.
39
Wawancara dengan AIPTU Hendro Sumbogo. Kasubnit 1 sat narkoba polresta padang 03 juli
2012
52

Hal yang sama juga terjadi terhadap pelaksanaan tindakan
represif atau penindakan pelaku dari tindak pidana narkotika ini. Dimana,
para pelaku atau buron sangat sulit dilacak, akibat keberadaan dari pelaku
tersebut yang sulit dijangkau.Selain itu, bentuk obat-obat narkotika yang
kecil dan seperti obat-obatan biasa, memudahkan pelaku dalam
menyembunyikan dan menghilangkan barang bukti tersebut dengan
cepat.Akibatnya, aparat kepolisian memakan waktu yang lama untuk
memproses pelaku dalam tahap penyidikan.
2. Faktor Fasilitas
Mengenai fasilitas yang merupakan pendukung terlaksananya
proses penyidikan terhadap tindak pidana peredaran gelap narkotika di
kota padang oleh polresta padang belum tercukupi dengan sempurna,
sehingga pelaksanaan penyidikan tersebut mengalami kendala atau
hambatan. Beberapa fasilitas yang tidak terpenuhi dengan baik tersebut
adalah :
a). Dana
bahwa aparat polresta padang membutuhkan dana yang sangat
besar dalam pelaksanaan penyidikan ini. Hal tersebut terutama dalam
pelaksanaan penyidikan dengan teknik pembelian terselubung.Dimana
dalam mengungkap pelaku yang merupakan sebagai penjual atau
pengedar, harus diawali dengan transaksi jual-beli yang dilakukan oleh
polisi dengan penjual tersebut.Disini ,polresta padang mengalami kesulitan
dengan mahalnya harga dari narkotika tersebut, sebagai contoh harga
53

ekstasi untuk satu butirnya berkisar antara Rp.125.000,- hingga
Rp.200.000,-. Sedangkan dana operasional yang digunakan untuk
pelaksanaan kegiatan ini tidak terpenuhi dengan baik, sehingga proses
penyidikan jadi terganggu.
40

b). Laboratorium Forensik
Untuk mengungkap secara medis kasus narkotika, harus ditunjang
dengan keberadaan laboratorium forensik.Dimana, kegunaan laboratorium
ini adalah untuk melakukan tes urine dan darah terhadap pelaku yang
diduga pemakai, sebagai sarana untuk pembuktian dan untuk meneliti jenis
barang bukti yang dimiliki pelaku agar dapat ditentukan narkotika
golongan berapa yang dimilikinya. Namun pada kenyataannya, labor
tersebut tidak ada di kota padang sehingga polresta padang harus
menggunakan labor yang ada di kota lain. Selama ini, polresta padang
mengadakan kerjasama dengan laboratorium yang ada di kota medan. Hal
ini tentu membuat proses penyidikan mengalami kendala, karena akan
memakan waktu yang lama akibat jauhnya lokasi laboratorium tersebut.


c). Alat Pengukur Atau Penimbang Barang Bukti (BB) Narkotika
Untuk mengukur atau menimbang jumlah barang bukti narkotika
yang didapatkan dari pelaku secara akurat, polresta padang tidak

40
Wawawancara dengan KOMPOL Budi Siswono, S.Sos. Kasat Narkoba Polresta Padang tanggal
03 juli 2012
54

mempunyai alat pengukur atau penimbang yang diperlukan tersebut.
Karena ketiadaan ini, polresta padang berkerjasama dengan pemko padang
untuk melakukan pengukuran atau penimbangan. Biasanya polresta
padang meminta bantuan kepada pihak PT. Pegadaian Padang yang
mempunyai alat ukur tersebut. Akibat dari hal ini, proses penyidikan
memakan waktu yang lama.
41

3. Faktor Kesadaran Hukum Masyarakat
Dalam melakukan penyidikan, dukungan masyarakan sangat
diperlukan.Sebab, masyarakat memiliki andil dalam memberikan laporan,
pengaduan dan informasi kepada polisi terhadap dugaan tindak pidana
narkotika yang terjadi.
Secara umum, masyarakat kota padang tidak memberikan peran
yang sangat baik bagi polresta dalam melaksanakan proses penyidikan
sehingga proses penyidikan ini mengalami hambatan. Hambatan tersebut
berupa :
a). Kesadaran Untuk Menjadi Saksi
Selama ini, masyarakat kota padang terkesan tidak mau
untuk menjadi saksi pada kasus tindak pidana narkotika ini. Hal ini
disebabkan oleh budaya masyarakat kota padang yang
paranoiduntuk berurusan dengan polisi, dengan alasan bahwa
mereka takut untuk ikut terbawa-bawa menjadi pelaku dalam kasus
tersebut.

41
Wawancara dengan AIPTU Hendro Sumbogo. Kasubnit 1 sat narkoba polresta padang 03 juli
2012

55

b). Kesadaran Untuk Memberikan Laporan dan Informasi
Bagi sebagian besar warga masyarakat Indonesia khususnya
kota padang, kejahatan di persepsikan sebagai perbuatan yang
mengancam keamanan dan ketentraman individu atau kelompok
masyarakat yang menyangkut harta, badan dan nyawa serta
kehormatan manusia, terlepas dari apakah perbuatan tersebut
dilarang dan diancam dengan hukuman atau tidak oleh undang-
undang. Terhadap perbuatan tersebut, warga masyarakat mulai dari
pembicaraan-pembicaraan biasa, keluhan-keluhan, pengaduan dan
laporan kepada pihak yang berwenang bahkan sampai pada usaha
untuk melindungi diri atau kelompok dengan caranya sendiri,
apabila derajat keseriusan ancaman kejahatan sudah dianggap
sedemikian rupa membahayakan.
Masyarakat di kota padang kurang memiliki kesadaran
untuk memberikan laporan dan informasi kepada polisi apabila da
melihat adanya tindak pidana narkotika di dekatnya. Hal ini
disebabkan bahwa masyarakat pada umumnya mau melaporkan
atau mengadukan hal ini ke polisi apabila tindakan tersebut bisa
mengancam keselamatan diri dan keluarganya. Sedangkan tindakan
kejahatan narkotika, seperti kegiatan jual-beli narkotika secara
gelap ini, tidak akan berdampak negative langsung bagi
keselamatan diri orang yang melihatnya. Hal inilah yang membuat
polresta padang sulit mengungkap peredaran gelap narkotika.
56

b) Pengetahuan Masyarakat Kurang
Dilihat dari kaca mata sosiologis, budaya masyarakat kota padang tidak
peduli terhadap peredaran gelap narkotika, sebab bagi urusan pelaku
sendiri dan tidak ada sangkut-pautnya dengan warga masyarakat lain,
karena dilihat dari kepentingan keamanan harta dan nyawa serta
kehormatan individu dan masyarakat. Artinya, peredaran gelap narkotika
bagi sebagian masyarakat pada umumnya bukanlah perbuatan yang
termasuk dalam kategori kejahatan yang membahayakan secara langsung,
karena itu tidak perlu ditakutkan apalagi harus mengorbankan waktu,
tenaga dan dana untuk menanggulanginya.
C. Upaya Yang Dilakukan Penyidik Polresta Padang dalam Mengatasi
Kendala dalam Melakukan Penyidikan Tindak Pidana Peredaran
Gelap Narkotika.
Pengungkapan suatu kasus tindak pidana oleh penyidik yang
melakukan penyidikan tidak mudah , dan yang diatur dalam perundang-
undangan hanya kewenangan penyidik. Banyak kendala-kendala serta
hambatan-hambatan yang ditemui oleh penyidik selama penyidikan, baik
dalam penemuan barang bukti sampai proses pemeriksaan saksi-saksi dan
tersangka dari kasus pidana yang diungkap. Namun, seorang penyidik juga
telah berupaya untuk mengantisipasi kendala-kendala dengan berbagai macam
cara agar kasus yang ditangani dapat terungkap.
Dalam kasus tindak pidana peredaran gelap narkotika, pihak
penyidikpun juga berupaya untuk mengantisipasi kendala-kendala serta
hambatan-hambatan yang ditemui selama proses penyidikan.dengan
57

menganalisa terhadap kasus dengan mendengarkan keterangan saksi-saksi dan
pengakuan dari tersangka itu sendiri serta penyitaan barang bukti. Sehingga
penyidik dapat menarik kesimpulan bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh
pelaku bertentangan dengan Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang
narkotika
Dalam melaksanakan penyidikan penyidik polri harus melakukan kerja
samadengan penyidik yang berasal dari BNN dan pihak penyidik pegawai
negeri sipil, terutama dengan departemen kesehatan dalam pengawasan dan
penyelidikan peredaran narkotika dan melakukan koordinasi atau kerjasama
dengan kepolisian daerah lain dalam mengungkap jalur peredaran gelap
narkotika.
42

Selama proses penyidikan, penyidik selalu membuatkan Berita Acara
Pemeriksaan (BAP), agar proses yang dilakukan selama penyidikan seperti
pemeriksaan saksi-saksi dan tersangka, pengumpulan barang bukti,
penangkapan tersangka, penahanan, serta penyitaan barang bukti menjadi
lebih aman dan jelas. Pembuatan Berita Acara Pemeriksaan ini juga memuat
tentang bukti surat, seperti surat perintah penyidikan, surat perintah
penangkapan, surat perintah penyitaan, surat perintah penggeledahan serta
surat-surat yang lain yang berhubungan dengan proses penyidikan
BAB IV
PENUTUP

42
Wawawancara dengan KOMPOL Budi Siswono, S.Sos. Kasat Narkoba Polresta Padang tanggal
03 juli 2012

58

A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dilapangan, maka penulis mengambi kesimpulan
sebagai berikut :
1. Bahwasanya dalam perkara tindak pidana peredaran gelap
narkotika, pelaksanaan penyidikan yang di lakukan oleh aparat
penyidik antara lain
a. Aparat kepolisian melakukan penangkapan terhadap
terduga pelaku tindak pidana narkotika.
b. Penyidik melakukan penyitaan terhadap barang bukti guna
kepentingan proses penyidikan dan di mintakan surat
penyitaan kepada pengadilan negeri.
c. Mengeluarkan surat perintah penyidikan, beserta susunan
lengkap aparat yang bertindak sebagai penyidik dan
penyidik pembantu.
d. Mengelurkan surat perintah penahanan terrhadap pelaku
tindak pidana peredaran narkotika.
e. Melakukan pemeriksaan serta meminta keterangan kepada
saksi-saksi terkait kasus yang di selidiki dan membuatka
berita acara pemeriksaan.
f. Setelah semua berkas perkara lengkap, penyidik
melimpahkan perkara ke kejaksaan negeri untuk proses
hukum selanjutnya.
59

2. Dalam proses penyidikan sering ditemui kendala-kendala yang
di hadapi oleh penyidik, kendala dan hambatan tersebut antara
lain :
a. Kendala yang berasal dari penyidik itu sendiri karena
penyidik kurang menguasai taktik dalam melakukan
penyidikan karena tidak mempunya basic ilmu tantang
penyidikan.
b. Tidak lengkapnya fasilitas yang dapat memperlancar
terlaksanakanya proses penyidikan seperti laboratorium
forensik
c. Kurang mencukupinya dana guna melakukan upaya
penyidikan yang diperlukan oleh penyidik
d. Kesadaran masyarakat untuk menjadi saksi dalam suatu
perkara karena takut terbawa kedalam perkara.
3. Untuk mengatasi kendala-kendala yang di temui selama proses
penyidikan,upaya yang di lakukan oleh penyidik adalah
dengan melakukan kerja sama dengan instansi lain seperti
BNN, penyidik pegawai negeri sipil.
B. SARAN
Berdasarkan pengamatan dan penelitian yang penulis lakukan, agar
penyidikan dapat berjalan dengan baik, dan tindak pidana bisa
diungkap lebih cepat, maka penulis ingin memberikan beberapa saran,
yaitu :
60

1. Meningkatkan kerjasama dengan masyarakat umum karena tanpa
peran serta dari masyarakat, maka proses penyidikan suatu tindak
pidana tidak akan berjalan dengan baik dan lancer.
2. Meningkatkan kerjasama antara kepolisian resort satu dengan
lainnya dan juga dengan kepolisian sektor, serta meningkatkan
kualitas dalam artian kemampuan personil dalam pemanfaatan
teknologi untuk memperlancar jalannya proses penyidikan.
3. Memenuhi segala fasilitas yang dapat membantu kelancaran proses
penyidikan dan penambahan anggaran berupa dana.




















DAFTAR PUSTAKA
BUKU
61

Andi Hamzah, 2001, Hukum Acara PIdana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika. Hal 118
Budi Saputra, 2000,Perang Melawan Narkoba, Program Pasca Sarjana
Universitas Andalas, Padang,hlm. 64.
Gerson W. Bawengan. 1977. Penyidikan Perrkara Pidana dan Interodasi.Jakarta:
PT. Pradnya Paramita, Hal 11

Ismansyah, penegakan Hukum Pidana Dalam Kasus-Kasus yang Dihadapi Oleh
Masyarakat Marginal Suara Rakyat, no. 4/April 2007, April 2007, Hlm 6. R.

M.Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum,Raja Grafindo
Persada,Jakarta,2007,hal 26

Moeljatno,1980, Asas-asas Hukum Pidana 1. Yayasan Sudarto, Jakarta: hal 1
Moeljatno,1985. Azas-azas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta Hal 54
Mustofa Abdullah-Ruben Ahmad,1983. Intisari Hukum Pidana. Ghalia Indah,
Jakarta Hal 26

Partodiharjo Subagyo, Tanpa Tahun,kenali narkoba dan musuhi
penyalahgunaanya,
Erlangga, Jakarta Hal:10
Soesilo. 1974. Taktik dan TeknikPenyidikan Perkara Kriminal. Bogor: Politea,
Hal 13

Sudarto, 1990, Hukum Pidana 1, Yayasan Sudarto,Jakarta: hal 38
Sutjipto Rahardjo, 2009, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis,
Yogyakarta: Genta Publishing, Hal 47

PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

INTERNET
62

http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=27084 diakes pada hari selasa
tanggal 1 mei 2012 jam 13.52
http://mediaskripsi.blogspot.com/2010/02/teori-teori-yang-sering-
dipakai.html.diakses hari kamis tanggal 5 april 2012 jam 21.00
http://adisulistiyono.staf.uns.ac.id/files/2009/04/mengembangkan-paradigma-non-
litigasi-di-indonesia.pdf,diakses hari sabtu tanggal 7 april 2012 jam 20.00

http://hukum.kompasiana.com/2011/10/18/pengertian-tindak-pidana/diakses pada
hari selasa tanggal 1 mei 2012 jam 13.21
http://abdisr.blogspot.com/2012/02/3-jenis-golongan-narkotika-narkoba.html
diakses pada hari selasa 1 mei 2012 jam 13.46

Anda mungkin juga menyukai