Anda di halaman 1dari 20

ANALISIS YURIDIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU

TINDAK PIDANA PENGRUSAKAN MOBIL


(Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 872/Pid.B/2021/PN.Mdn)

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun dan Diajukan Sebagai Syarat Melaksanakan/Melakukan Penelitian


Guna Penyelesaian Tugas Akhir Kuliah (Penyusunan Skripi)
Pada Fakultas Hukum Universitas Darma Agung

Oleh :
Nama : Abdi Perjaka Surbakti
NPM : 19.021.111.097
Konsentrasi : Hukum Pidana
Program Studi : Ilmu Hukum

UNIVERSITAS DARMA AGUNG


FAKULTAS HUKUM MEDAN
2023
ANALISIS YURIDIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU
TINDAK PIDANA PENGRUSAKAN MOBIL
(Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 872/Pid.B/2021/PN.Mdn)

Diajukan Untuk Seminar Proposal Skripsi Pada Fakultas Hukum


Universitas Darma Agung

Oleh :
Nama : Abdi Perjaka Surbakti
NPM : 19.021.111.097
Konsentrasi : Hukum Pidana
Program Studi : Ilmu Hukum

Pembimbing I

Assc. Prof. Dr. Gomgom T.P Siregar, SE, S.Sos, SH, MH, M.Si

Pembimbing II

Lestari Victoria Sinaga, SH, MH

Mengetahui,
Ketua Program Ilmu Hukum

Dr. Muhammad Yasid, SH, MH


DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI .................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Perumusan Masalah .................................................................................. 5

C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5

D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 6

E. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 6

1. Pengertian Penegakan Hukum ............................................................. 6

2. Tindak Pidana Pengrusakan ................................................................. 9

3. Pengertian Pungutan Liar ..................................................................... 12

F. Metode Penelitian ..................................................................................... 13

1. Jenis Penelitian ..................................................................................... 13

2. Sifat Penelitian ..................................................................................... 14

3. Jenis Data dan Sumber Data ................................................................ 14

4. Pengolahan dan Analisis Data.............................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 16


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Premanisme erat sekali hubungannya dengan dunia kriminal serta tindak

kekerasan, sebab premanisme merupakan sebuah tindakan yang tidak pernah lepas

dari kedua sisi tersebut. Premanisme juga merupakan sebuah tingkah laku yang

menimbulkan keresahan di lingkungan tempat aksi premanisme itu terjadi dan tindak

pidana sebagai akibatnya dapat merusak keamanan dan ketertiban dalam masyarakat.

Salah satu tindak pidana yang dilakukan oleh preman adalah mengutip

uang kepada pengendara yang akan masuk ke dalam pintu tol dengan modus

mengatur arus masuk ke pintu tol. Tindakan yang dilakukan oleh pelaku

meurpakan tindakan kejahatan. Pungutan liar adalah perbuatan yang dilakukan

oleh dengan cara meminta pembayaran sejumlah uang yang tidak sesuai atau tidak

berdasarkan peraturan yang berkaitan dengan pembayaran tersebut. “Hal ini


1
sering disamakan dengan perbuatan pemerasan, penipuan atau korupsi”.

Tingginya tingkat ketidakpastian pelayanan sebagai akibat adanya


prosedur pelayanan yang panjang dan melelahkan menjadi penyebab dari
semakin banyaknya masyarakat yang menyerah ketika berhadapan dengan
pelayanan publik yang korupsi. Hal ini merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan masyarakat cenderung semakin toleran terhadap praktik
2
pungutan liar dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Pungutan liar merupakan perbuatan-perbuatan yang disebut sebagai

perbuatan pungli sebenarnya merupakan suatu gejala sosial yang telah ada di

1
Wijayanto, Korupsi Mengorupsi Indonesia: Sebab, Akibat, dan Prospek Pemberantasan.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010, hal. 18
2
BPKP, Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi pada Pengelolaan Pelayanan
Masyarakat. Tim Pengkajian SPKN RI, Jakarta, 2012, hal. 6

1
2

Indonesia, sejak Indonesia masih dalam masa penjajahan dan bahkan jauh

sebelum itu. Namun penamaan perbuatan itu sebagai perbuatan pungli, secara

nasional baru diperkenalkan pada bulan September 1977, yaitu saat Kaskopkamtib

yang bertindak selaku Kepala Operasi Tertib bersama Menpan dengan gencar

melancarkan Operasi Tertib (OPSTIB), yang sasaran utamanya adalah pungli.

“Pungli tidak dapat lepas dari budaya yang namanya upeti untuk pihak

3
penguasa”. Walaupun upeti ini bisa disamakan dengan pajak di zaman sekarang

yang tentu sah karena aturan, akan tetapi, karena pemberian upeti tersebut lambat

laun menjadi kebiasaan, maka terus dilakukan sampai sekarang.

Upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana pungutan liar sangat

terkait dengan peraturan hukum dan institusi penegak hukum. Pemerintah telah

membentuk satuan tugas yang khusus memberantas pungutan liar sebagai upaya

4
mengatasi tindak pidana pungutan liar. Upaya pemerintah untuk mengoptimalkan

pemberantasan praktik pungli kemudian diperkuat dengan ditandatanganinya

Perpres No. 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar

(Satgas Saber Pungli). Latar belakang pembentukan Satgas Saber Pungli ini selain

ditujukan untuk memberikan efek jera dan sanksi yang tegas bagi para pelaku

pungli juga sebagai langkah nyata karena tidak optimalnya fungsi dan tugas

lembaga pengawasan internal pada masing-masing instansi pemerintah.

Peristiwa hukum atau tindak kriminal dan kekerasan yang dilakukan dalam

aksi premanisme tersebut menurut hukum pidana perbuatannya dapat dikategori ke

3
PAF. Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan Jabatan Tertentu sebagai Tindak
Pidana Korupsi. Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal.18
4
Niniek Suparni dan Baringin Sianturi, Bunga Rampai Korupsi, Gratifikasi, dan Suap,
IKAPI, Jakarta, 2011, hal. 8.
3

dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana mengenai ancaman kekerasan diatur

dalam Pasal 368 yang menyatakan sebagai berikut: „‟Barang siapa dengan maksud

untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa

seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang

sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain,

atau supaya membuat utang maupun menghapuskan piutang, diancam karena

pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.

Berdasarkan kutipan di atas jelas bahwa tindakan melakukan pemungutan liar

terhadap pengemudi adalah tindakan premanisme yang merupakan tindak pidana

yang bertentangan dan melawan hukum serta meresahkan lingkungan. Aksi

premanisme merupakan salah satu bentuk dari tingkah laku menyimpang yang telah

ada sejak dahulu kala dan menempel di setiap lapisan masyarakat, sehingga tidak ada

masyarakat yang aman dari tindak pidana berupa aksi premanisme. Perilaku yang

tidak normal tersebut merupakan ancaman yang nyata atau ancaman terhadap aturan-

aturan sosial yang mendasari kehidupan atau keteraturan sosial serta dapat

menimbulkan ketidaknyamanan individual maupun ketidaknyamanan sosial dan

merupakan ancaman nyata yang merusak bagi berlangsungnya ketertiban sosial

Pada kehidupan sehari-hari, aksi premanisme sering kali dianggap sebagai

sesuatu hal yang biasa dan tidak menjadi masalah oleh para pelaku demi memenuhi

kebutuhan pribadinya. Aksi Premanisme sering terjadi adalah tindakan melakukan

pungutan liar yang diikuti dengan kekerasan. Aksi ini dilakukan tidak hanya dengan

meminta secara paksa dan tidak sah dengan seseorang yang menjadi korbannya, tetapi

jika permintaannya tidak dipenuhi oleh korban, maka aksi selanjutnya adalah dengan

tindak kekerasan terhadap korban. Aksi premanisme ini jelas meresahkan lingkungan

dan masyarakat setempat, sehinga perlu agar adanya berbagai upaya untuk
4

menindaklanjuti kejadian tersebut agar tidak semakin berkembang dan menimbulkan

kekacauan yang lebih serius. Upaya tersebut perlu penanganan yang maksimal dari

para penegak hukum, para aparat serta ahli hukum. Perlu adanya upaya dan tindakan

yang tepat yang dapat mengatasi aksi premanisme tersebut.

Kepolisian dengan fungsinya sebagai pengayom masyarakat memiliki andil

yang sangat besar dalam upaya penanggulangan aksi premanisme. Peran kepolisian

sebagai panji masyarakat tentu bisa mengambil tindakan yang tepat dalam menyiasati

aksi-aksi premanisme di lingkungan masyarakat. Kepolisian berkewajiban

mengedepankan prinsip pembinaan terhadap pelaku tindak pidana pungutan liar g, hal

ini dilakukan karena adanya kebiasaan masyarakat yang beranggapan meminta-minta

dengan tidak sah itu bukanlah kejahatan. Aparat kepolisiaan perlu melakukan proses

pembinaan kepada para pelaku dengan memberikan pemahaman bahwa melakukan

pemalakan atau pungutan liar adalah suatu tindak pidana dengan ancaman penjara

apalagi jika disertai dengan pemukulan.

Berbagai upaya telah dilakukan pihak Kepolisian dalam rangka

menanggulangi kegiatan premanisme yang melakukan aksi tindak pidana pungutan

liar. Upaya-upaya penanggulangan yang telah dilakukan pihak Kepolisian dan

jajaran terkait antara lain adalah dengan melakukan patroli secara rutin dan razia

terhadap aksi premanisme yang melakukan tindak pidana pungli serta aksi-aksi

lainnya.

Kepolisian sangat dibutuhkan dalam upaya memberantas aksi premanisme

tersebut yang berpedoman Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002

Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dari maraknya aksi premanisme

salah satu aksi premanisme dengan melakukan pungutan liar (pungli) dan sempat
5

viral adalah yang dilakukan oleh di pintu tol Belmera dengan melakukan pemalakan

atau pungutan terhadap para supir mobil dan truk yang akan melintas di jalan Tol

Belmera. Hal ini jelas menimbulkan keresahan dan ketidaknyamanan bagi para supir

yang jelas sangat dirugikan dengan adanya aksi pealakan atau pungutan liar tersebut

sehingga dibutuhkan aparat kepolisian dalam upaya penanggulangan aksi premanisme

Berdasarkan permasalahan di atas, tertarik untuk mengkaji dan mengetahui

bagaimana proses penanganan perkara kasus pungutan liar, dengan judul

“ANALISIS YURIDIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP

PELAKU TINDAK PIDANA PENGRUSAKAN MOBIL (Studi

Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 872/Pid.B/2021/PN.Mdn)”

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana modus operandi tindak pidana perusakan mobil di jalan tol

belmera akibat tidak dipenuhi pungutan liar ?

2. Bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perusakan

mobil di jalan tol belmera akibat tidak dipenuhi pungutan liar.

3. Bagaimana petimbangan hukum hakim dalam putusan Pengadilan Nomor

872/Pid.B/2021/PN.Mdn ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah:


6

1. Untuk mengetahui modus operandi tindak pidana perusakan mobil di jalan tol

belmera akibat tidak dipenuhi pungutan liar.

2. Untuk mengetahui penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana

perusakan mobil di jalan tol belmera akibat tidak dipenuhi pungutan liar.

3. Untuk mengetahui petimbangan hukum hakim dalam putusan Pengadilan

Nomor 872/Pid.B/2021/PN.Mdn.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan :

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan untuk

pengembangan wawasan dan kajian lebih lanjut bagi teoritis yang ingin

mengetahui dan memperdalam tentang masalah tindak pidana perusakan

mobil di jalan tol belmera akibat tidak dipenuhi pungutan liar r.

2. Secara Praktis :

a. Untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat khususnya

memberikan informasi ilmiah mengenai tindak pidana perusakan mobil di

jalan tol belmera akibat tidak dipenuhi pungutan liar.

b. Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi penegak hukum

dalam menyelesaikan masalah tindak pidana perusakan mobil di jalan tol

belmera akibat tidak dipenuhi pungutan liar.

E. Tinjauan Pustaka.

1. Pengertian Penegakan Hukum

Wayne Lafavre dalam Soerjono Soekanto menyebutkan bahwa penegakan

hukum sebagai suatu proses pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang
7

menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah

hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi. Dengan demikian pada

6
hakikatnya diskresi berada diantara hukum dan moral (etika dalam arti sempit).

Aspek penegakan hukum Pidana terbagi atas dua bagian yaitu aspek
penegakan hukum pidana materil dan aspek penegakan hukum pidana
formil. Dari sudut dogmatis normatif, material atau substansi atau
masalah pokok hukum pidana terletak pada:
a. Perbuatan apa yang sepatutnya dipidana.
b. Syarat-syarat apa yang seharusnya dipenuhi untuk mempersalahkan
atau mempertanggung jawabkan seseorang yang melakukan perbuatan
itu.
c. Sanksi (pidana) apa yang sepatutnya dikenakan kepada orang itu.
Sedangkan hukum pidana formil yang mengatur cara hukum pidana
7
materil dapat dilaksanakan.

Istilah penegak hukum adalah luas sekali, oleh karena mencakup mereka

yang secara langsung dan secara tidak langsung berkecimpung di bidang

penegakan hukum.

Penegakan hukum adalah kalangan yang secara langsung berkecimpung

dalam bidang penegakan hukum yang tidak hanya mencakup law enforcement

8
akan tetapi juga peace maintenance. Kalangan tersebut mencakup mereka yang

bertugas di bidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian, kepengacaraan dan

pemasyarakatan.

Secara sosiologis, maka setiap penegak hukum tersebut mempunyai


9
kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan (sosial) merupakan posisi

tertentu di dalam struktur kemasyarakatan yang mungkin tinggi, sedang-sedang

6
Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Ghalia
Indonesia, Jakarta, 2016, hal. 34.
7
Ibid. hal. 35.
8
Ibid.
9
Ibid.hal. 36.
8

saja atau rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah yang

isinya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang merupakan peranan atau

role. Oleh karena itu, maka seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu

lazimnya dinamakan pemegang peranan (role occupant).

Masalah pokok daripada penegakan hukum sebenarnya terletak pada

faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai

arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-

10
faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain:

a. Faktor hukumnya sendiri yaitu Undang-Undang

Gangguan hukum terhadap penegakan hukum yang berasal dari Undang-

Undang disebabkan karena :

1) Tidak diikutinya asas-asas berlakunya Undang-Undang

2) Belum adanya peraturan pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk

menerapkan Undang-Undang

3) Ketidakjelasan arti kata-kata di dalam Undang-Undang yang

mengakibatkan kesimpangsiuran di dalam penafsiran serta penerapannya.

b. Faktor pengak hukum yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

d. Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan.

10
Ibid.hal. 37
9

e. Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan

pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

2. Tindak Pidana Perusakan

Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP) dikenal dengan istilah strafbaarfeit dan dalam kepustakaan tentang

hukum pidana sering mempergunakan delik, sedangkan pembuat undang-undang

merumuskan suatu undang- undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau


5
pebuatan pidana atau tindakan pidana.

PAF. Lamintang menyebutkan tindak pidana adalah suatu pelanggaran

norma (gangguan terhadap tata tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak

sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman

6
terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum. Leden

Marpaung meyebutkan strafbaarfeit adalah suatu tindakan yang melanggar

hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang

yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh undang-undang

7
telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.

Andi Hamzah merumuskan tindak pidana adalah sebagai suatu tindakan

pada, tempat, waktu, dan keadaan tertentu yang dilarang (atau diharuskan) dan

diancam dengan pidana oleh undang-undang bersifat melawan hukum, serta


8
dengan kesalahan dilakukan oleh seseorang (yang bertanggungjawab). Moeljatno

menyebut tindak pidana sebagai perbuatan pidana yang diartikan perbuatan yang

5
Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana, Yogyakarta, Rengkang Education, Yogyakarta,
2012, hal. 20
6
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Adytia Bakti,
Bandung, 2014, hal. 182
7
Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal.8
8
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Rienka Cipta, Jakarta, 2014 ,hal.96.
10

melanggar yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana yang disertai

ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggar

9
larangan tersebut.

Teguh Prasetyo mengemukakan istilah yang paling tepat ialah delik,

dikarenakan alasan sebagai berikut:

a. Bersifat universal dan dikenal dimana-mana.

b. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang.


10
c. Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pengrusakan tidak dapat

diartikan sendiri tetapi kata rusak berarti sudah tidak sempurna (baik, utuh) lagi,

bisa juga berarti hancur dan binasa. Pengrusakan dapat berarti proses, cara, dan

perbuatan merusakkan yang dilakukan oleh orang atau sekelompok orang

sehingga menjadi tidak sempurna (baik, utuh) lagi sedangkan kata penghancuran

termasuk kata benda yang bermakna proses, perbuatan, cara menghancurkan.

Sedangkan pengrusakan juga termasuk kata benda yang bermakna proses,


11
perbuatan, cara merusakkan.

Maksud dari penghancuran dan perusakan dalam hukum pidana adalah

melakukan perbuatan terhadap barang orang lain secara merugikan tanpa

mengambil barang itu. Pengrusakan barang sarana umum sangat merugikan, baik

barang yang dirusak tersebut hanya sebagian saja atau seluruhnya, sehingga

9
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2018t, hal.16
10
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Raja Grafindo, Jakarta, 2013, hal. 48
11
WJS Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesika, PN. Balai Pustaka, 2014,
hal.386.
11

masyarakat tersebut tidak dapat menggunakan lagi sarana yang disediakan oleh
12
pemerintah lagi.

Selain itu barang yang telah dirusak merupakan sesuatuyang bernilai bagi

masyarakat, dengan terjadinya pengrusakan barang ini sangat mengganggu

ketenanganmasyarakat. Sebagaimana aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam

Kitab Undang-undang Hukum Pidana didalamnya terdapat Pasal 406 ayat (1)

KUHP yang berbunyi sebagai berikut : “Barang siapa dengan sengaja dan dengan

melawan hak membinasakan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai

lagi atau menghilangkan sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya

kepunyaan orang lain, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan

atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500”

R. Soesilo memberikan penafsiran mengenai pengrusakan dan

memberikan batasan-batasan yang termasuk kategori tindak pidana pengrusakan

agar supaya tindak pidana pengrusakan dapat dihukum. R. Soesilo menguraikan

unsur-unsur pengrusakan sebagai berikut:

1. Bahwa terdakwa telah membinasakan, merusakkan membuat sehingga


tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan sesuatu barang.
2. Bahwa pembinasaan dan sebagainya itu harus dilakukan dengan
sengaja dan dengan melawan hukum.
3. Bahwa barang itu harus sama sekali atau sebagian kepunyaan orang
13
lain.

Kemudian R. Soesilo menjelaskan lebih lanjut makna Pasal 406 KUHP

yakni kata membinasakan sama dengan menghancurkan atau merusak sama

sekali, misalnya membanting gelas, cangkir, tempat bunga sehingga hancur,

12
Franciscus Theojunior, Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia, Ghalia Indonesia,
Jakarta 2014, hal.179
13
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dengan Penjelasannya, Politeia,
Bogor, 2015, hal.279
12

sedang kata merusakkan maksudnya kurang dari pada membinasakan, misalnya

memukul gelas, cangkir dan sebagainya tidak sampai hancur, akan tetapi hanya

pecah sedikit retak atau hanya putus pegangannya. Membuat sehingga tidak dapat

dipakai lagi disini harus demikian rupa, sehingga barang itu tidak dapat diperbaiki

lagi. Kata menghilangkan membuat sehingga barang itu tidak ada lagi dan yang

dimaksud dengan barang-barang yang terangkat maupun barang yang tidak


14
terangkat.

3. Pengertian Pungutan Liar

Pungutan liar atau pungli adalah pengenaan biaya di tempat yang tidak

seharusnya biaya dikenakan atau dipungut. Kegiatan pungutan liar bukanlah hal

baru. Pungli berasal dari frasa pungutan liar yang secara etimologis dapat

diartikan sebagai suatu kegiatan yang memungut bayaran/meminta uang secara

paksa. Jadi pungli merupakan praktek kejahatan.

Pungutan liar merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau

Pegawai Negeri atau Pejabat Negara dengan cara meminta pembayaran sejumlah

uang yang tidak sesuai atau tidak berdasarkan peraturan yang berkaitan dengan

15
pembayaran tersebut. Hal ini sering disamakan dengan perbuatan pemerasan.

Berdasarkan catatan dari Dokumen Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang

Upaya Pemberantasan Korupsi, pungutan liar merupakan pungutan tidak resmi,

permintaan, penerimaan segala pembayaran, hadiah atau keuntungan lainnya,

secara langsung atau tidak langsung, oleh pejabat publik atau wakil yang dipilih

dari suatu negara dari perusahaan swasta atau publik termasuk perusahaan
14
Ibid, hal.280.
15
Lijan Poltak Sinambela, Reformasi Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan dan
Implermentasi. Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2016, hal.96.
13

transnasional atau individu dari negara lain yang dikaitkan dengan maksud untuk

melakukan atau tidak melakukan suatu tugas yang berkaitan dengan suatu

16
transaksi komersial internasional.

Tingginya tingkat ketidakpastian pelayanan sebagai akibat adanya

prosedur pelayanan yang panjang dan melelahkan menjadi penyebab dari semakin

banyaknya masyarakat yang menyerah ketika berhadapan dengan pelayanan

publik yang korupsi. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan

masyarakat cenderung semakin toleran terhadap praktik pungutan liar dalam

penyelenggaraan pelayanan publik.

Awalnya, tindakan kolutif dari masyarakat lebih banyak karena

keterpaksaan, yaitu sebagai bentuk respons mereka terhadap kerumitan,

pemaksaan dan ketidak pastian pelayanan publik. Perkembangannya masyarakat

pengguna layanan justru banyak yang merasa lega ketika melakukan hal itu, atau

bahkan mengharapkannya karena beranggapan hal itu dapat mempercepat

urusannya, dan tidak menganggapnya sebagai praktik negatif yang merugikan

berarti masyarakat telah ikut melembagakan praktik pungutan liar.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenus penelitian ini menggundakan metode yuridis normatif dengan

mempertimbangkan bahwa pendekatan ini dipandang cukup bisa untuk

diaplikasikan dalam topik ini, karena metode penelitian ini akan diperoleh data

dan informasi secara menyeluruh yang bersifat normatif, baik dari bahan hukum

primer, sekunder maupun tersier. Data atau informasi yang didapatkan akan
16
Ibid, hal.97
14

diambil perbandingannya dengan menggunakan peraturan perundang-

undangannya yang berkaitan dengan tindak pidana perusakan mobil di jalan tol

belmera akibat tidak dipenuhi pungutan liar

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi


30
objek penelitian. Deskriptif analistis, merupakan metode yang dipakai untuk

menggambarkan suatu kondisi atau keadaan yang sedang terjadi atau berlangsung

yang tujuan agar dapat memberikan data seteliti mungkin mengenai objek

penelitian sehingga mampu menggali hal-hal yang bersifat ideal, kemudian

dianalisis berdasarkan teori hukum atau peraturan perundang-undangan yang


31
berlaku. Dalam penulisan ini menguraikan hal-hal tentang tindak pidana

perusakan mobil di jalan tol belmera akibat tidak dipenuhi pungutan liar.

3. Jenis Data dan Sumber data.

Jenis data penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder dalam

penelitian ini bersumber dari :


32
a. Bahan-bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat,

terdiri dari beberapa peraturan perundang-undangan seperti KUH.Pidana

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2016 Tentang Satuan

Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar

30
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2018,
hal.24.
31
Ibid, halaman 106
32
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Granit, Jakarta, 2014, hal.57
15

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer berupa buku-buku yang ada hubungannya dengan

masalah yang diteliti.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap hukum primer dan skunder, seperti kamus hukum

Pengumpulan data menggunakan metode Penelitian Kepustakaan (Library

Research). Data diperoleh melalui beberapa literatur berupa buku-buku ilmiah,

peraturan perundang-undangan dan dokumentasi lainnya seperti majalah, internet,

jurnal serta sumber-sumber teoritis lainnya yang berhubungan dengan tindak

pidana perusakan mobil di jalan tol belmera akibat tidak dipenuhi pungutan liar.

4. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul tersebut akan dianalisa dengan seksama dengan

menggunakan analisis kualitatif atau dijabarkan dengan kalimat. Analisis

kualitatif adalah analisa yang didasarkan pada paradigma hubungan dinamis

antara teori, konsep-konsep dan data yang merupakan umpan balik atau

modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang

dikumpulkan.
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adi, Rianto, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Granit, Jakarta, 2014.

BPKP, Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi pada Pengelolaan


Pelayanan Masyarakat. Tim Pengkajian SPKN RI, Jakarta, 2012.

Hamzah, Andi, Asas-Asas Hukum Pidana, Rienka Cipta, Jakarta, 2014.

Ilyas, Amir, Asas-Asas Hukum Pidana, Yogyakarta, Rengkang Education,


Yogyakarta, 2012

Lamintang, P.A.F. Delik-delik Khusus Kejahatan Jabatan Tertentu sebagai


Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

-----------; Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Adytia Bakti, Bandung,


2014.

Marpaung, Leden, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta,
2012

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2018.

Prasetyo, Teguh, Hukum Pidana, Raja Grafindo, Jakarta, 2013.

Prodjodikoro, R.Wirjono, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Dalam KUH.Pidana


Indonesia, Eresco, Bandung, 2012.

Sinambela, Lijan Poltak Reformasi Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan dan


Implermentasi. Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2016

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2016.

---------------; Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja


Grafindo Persada, Jakarta, 2016.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu


Tinjauan Singkat,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2015.

Soesilo, R. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dengan Penjelasannya,


Politeia, Bogor, 2015.

16
17

Suparni, Niniek dan Baringin Sianturi, Bunga Rampai Korupsi, Gratifikasi, dan
Suap, IKAPI, Jakarta, 2011.

Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta,


2018

Theojunior, Franciscus, Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia, Ghalia


Indonesia, Jakarta 2014

Wijayanto, Korupsi Mengorupsi Indonesia: Sebab, Akibat, dan Prospek


Pemberantasan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

C. Kamus

Poerwadarminta, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka,


Jakarta, 2014.

Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2016.

Anda mungkin juga menyukai