PROPOSAL PENELITIAN
Oleh :
Nama : Abdi Perjaka Surbakti
NPM : 19.021.111.097
Konsentrasi : Hukum Pidana
Program Studi : Ilmu Hukum
Oleh :
Nama : Abdi Perjaka Surbakti
NPM : 19.021.111.097
Konsentrasi : Hukum Pidana
Program Studi : Ilmu Hukum
Pembimbing I
Assc. Prof. Dr. Gomgom T.P Siregar, SE, S.Sos, SH, MH, M.Si
Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Program Ilmu Hukum
Halaman
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kekerasan, sebab premanisme merupakan sebuah tindakan yang tidak pernah lepas
dari kedua sisi tersebut. Premanisme juga merupakan sebuah tingkah laku yang
menimbulkan keresahan di lingkungan tempat aksi premanisme itu terjadi dan tindak
pidana sebagai akibatnya dapat merusak keamanan dan ketertiban dalam masyarakat.
Salah satu tindak pidana yang dilakukan oleh preman adalah mengutip
uang kepada pengendara yang akan masuk ke dalam pintu tol dengan modus
mengatur arus masuk ke pintu tol. Tindakan yang dilakukan oleh pelaku
oleh dengan cara meminta pembayaran sejumlah uang yang tidak sesuai atau tidak
perbuatan pungli sebenarnya merupakan suatu gejala sosial yang telah ada di
1
Wijayanto, Korupsi Mengorupsi Indonesia: Sebab, Akibat, dan Prospek Pemberantasan.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010, hal. 18
2
BPKP, Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi pada Pengelolaan Pelayanan
Masyarakat. Tim Pengkajian SPKN RI, Jakarta, 2012, hal. 6
1
2
Indonesia, sejak Indonesia masih dalam masa penjajahan dan bahkan jauh
sebelum itu. Namun penamaan perbuatan itu sebagai perbuatan pungli, secara
nasional baru diperkenalkan pada bulan September 1977, yaitu saat Kaskopkamtib
yang bertindak selaku Kepala Operasi Tertib bersama Menpan dengan gencar
“Pungli tidak dapat lepas dari budaya yang namanya upeti untuk pihak
3
penguasa”. Walaupun upeti ini bisa disamakan dengan pajak di zaman sekarang
yang tentu sah karena aturan, akan tetapi, karena pemberian upeti tersebut lambat
terkait dengan peraturan hukum dan institusi penegak hukum. Pemerintah telah
membentuk satuan tugas yang khusus memberantas pungutan liar sebagai upaya
4
mengatasi tindak pidana pungutan liar. Upaya pemerintah untuk mengoptimalkan
Perpres No. 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar
(Satgas Saber Pungli). Latar belakang pembentukan Satgas Saber Pungli ini selain
ditujukan untuk memberikan efek jera dan sanksi yang tegas bagi para pelaku
pungli juga sebagai langkah nyata karena tidak optimalnya fungsi dan tugas
Peristiwa hukum atau tindak kriminal dan kekerasan yang dilakukan dalam
3
PAF. Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan Jabatan Tertentu sebagai Tindak
Pidana Korupsi. Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal.18
4
Niniek Suparni dan Baringin Sianturi, Bunga Rampai Korupsi, Gratifikasi, dan Suap,
IKAPI, Jakarta, 2011, hal. 8.
3
dalam Pasal 368 yang menyatakan sebagai berikut: „‟Barang siapa dengan maksud
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa
sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain,
premanisme merupakan salah satu bentuk dari tingkah laku menyimpang yang telah
ada sejak dahulu kala dan menempel di setiap lapisan masyarakat, sehingga tidak ada
masyarakat yang aman dari tindak pidana berupa aksi premanisme. Perilaku yang
tidak normal tersebut merupakan ancaman yang nyata atau ancaman terhadap aturan-
aturan sosial yang mendasari kehidupan atau keteraturan sosial serta dapat
sesuatu hal yang biasa dan tidak menjadi masalah oleh para pelaku demi memenuhi
pungutan liar yang diikuti dengan kekerasan. Aksi ini dilakukan tidak hanya dengan
meminta secara paksa dan tidak sah dengan seseorang yang menjadi korbannya, tetapi
jika permintaannya tidak dipenuhi oleh korban, maka aksi selanjutnya adalah dengan
tindak kekerasan terhadap korban. Aksi premanisme ini jelas meresahkan lingkungan
dan masyarakat setempat, sehinga perlu agar adanya berbagai upaya untuk
4
kekacauan yang lebih serius. Upaya tersebut perlu penanganan yang maksimal dari
para penegak hukum, para aparat serta ahli hukum. Perlu adanya upaya dan tindakan
yang sangat besar dalam upaya penanggulangan aksi premanisme. Peran kepolisian
sebagai panji masyarakat tentu bisa mengambil tindakan yang tepat dalam menyiasati
mengedepankan prinsip pembinaan terhadap pelaku tindak pidana pungutan liar g, hal
dengan tidak sah itu bukanlah kejahatan. Aparat kepolisiaan perlu melakukan proses
pemalakan atau pungutan liar adalah suatu tindak pidana dengan ancaman penjara
jajaran terkait antara lain adalah dengan melakukan patroli secara rutin dan razia
terhadap aksi premanisme yang melakukan tindak pidana pungli serta aksi-aksi
lainnya.
salah satu aksi premanisme dengan melakukan pungutan liar (pungli) dan sempat
5
viral adalah yang dilakukan oleh di pintu tol Belmera dengan melakukan pemalakan
atau pungutan terhadap para supir mobil dan truk yang akan melintas di jalan Tol
Belmera. Hal ini jelas menimbulkan keresahan dan ketidaknyamanan bagi para supir
yang jelas sangat dirugikan dengan adanya aksi pealakan atau pungutan liar tersebut
B. Rumusan Masalah
sebagai berikut :
872/Pid.B/2021/PN.Mdn ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui modus operandi tindak pidana perusakan mobil di jalan tol
perusakan mobil di jalan tol belmera akibat tidak dipenuhi pungutan liar.
Nomor 872/Pid.B/2021/PN.Mdn.
D. Manfaat Penelitian
pengembangan wawasan dan kajian lebih lanjut bagi teoritis yang ingin
2. Secara Praktis :
E. Tinjauan Pustaka.
hukum sebagai suatu proses pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang
7
menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah
hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi. Dengan demikian pada
6
hakikatnya diskresi berada diantara hukum dan moral (etika dalam arti sempit).
Aspek penegakan hukum Pidana terbagi atas dua bagian yaitu aspek
penegakan hukum pidana materil dan aspek penegakan hukum pidana
formil. Dari sudut dogmatis normatif, material atau substansi atau
masalah pokok hukum pidana terletak pada:
a. Perbuatan apa yang sepatutnya dipidana.
b. Syarat-syarat apa yang seharusnya dipenuhi untuk mempersalahkan
atau mempertanggung jawabkan seseorang yang melakukan perbuatan
itu.
c. Sanksi (pidana) apa yang sepatutnya dikenakan kepada orang itu.
Sedangkan hukum pidana formil yang mengatur cara hukum pidana
7
materil dapat dilaksanakan.
Istilah penegak hukum adalah luas sekali, oleh karena mencakup mereka
penegakan hukum.
dalam bidang penegakan hukum yang tidak hanya mencakup law enforcement
8
akan tetapi juga peace maintenance. Kalangan tersebut mencakup mereka yang
pemasyarakatan.
6
Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Ghalia
Indonesia, Jakarta, 2016, hal. 34.
7
Ibid. hal. 35.
8
Ibid.
9
Ibid.hal. 36.
8
saja atau rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah yang
role. Oleh karena itu, maka seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu
arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-
10
faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain:
menerapkan Undang-Undang
menerapkan hukum.
diterapkan.
10
Ibid.hal. 37
9
e. Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan
norma (gangguan terhadap tata tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak
6
terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum. Leden
hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang
7
telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.
pada, tempat, waktu, dan keadaan tertentu yang dilarang (atau diharuskan) dan
menyebut tindak pidana sebagai perbuatan pidana yang diartikan perbuatan yang
5
Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana, Yogyakarta, Rengkang Education, Yogyakarta,
2012, hal. 20
6
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Adytia Bakti,
Bandung, 2014, hal. 182
7
Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal.8
8
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Rienka Cipta, Jakarta, 2014 ,hal.96.
10
melanggar yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana yang disertai
ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggar
9
larangan tersebut.
diartikan sendiri tetapi kata rusak berarti sudah tidak sempurna (baik, utuh) lagi,
bisa juga berarti hancur dan binasa. Pengrusakan dapat berarti proses, cara, dan
sehingga menjadi tidak sempurna (baik, utuh) lagi sedangkan kata penghancuran
mengambil barang itu. Pengrusakan barang sarana umum sangat merugikan, baik
barang yang dirusak tersebut hanya sebagian saja atau seluruhnya, sehingga
9
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2018t, hal.16
10
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Raja Grafindo, Jakarta, 2013, hal. 48
11
WJS Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesika, PN. Balai Pustaka, 2014,
hal.386.
11
masyarakat tersebut tidak dapat menggunakan lagi sarana yang disediakan oleh
12
pemerintah lagi.
Selain itu barang yang telah dirusak merupakan sesuatuyang bernilai bagi
Kitab Undang-undang Hukum Pidana didalamnya terdapat Pasal 406 ayat (1)
KUHP yang berbunyi sebagai berikut : “Barang siapa dengan sengaja dan dengan
lagi atau menghilangkan sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya
kepunyaan orang lain, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan
12
Franciscus Theojunior, Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia, Ghalia Indonesia,
Jakarta 2014, hal.179
13
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dengan Penjelasannya, Politeia,
Bogor, 2015, hal.279
12
memukul gelas, cangkir dan sebagainya tidak sampai hancur, akan tetapi hanya
pecah sedikit retak atau hanya putus pegangannya. Membuat sehingga tidak dapat
dipakai lagi disini harus demikian rupa, sehingga barang itu tidak dapat diperbaiki
lagi. Kata menghilangkan membuat sehingga barang itu tidak ada lagi dan yang
Pungutan liar atau pungli adalah pengenaan biaya di tempat yang tidak
seharusnya biaya dikenakan atau dipungut. Kegiatan pungutan liar bukanlah hal
baru. Pungli berasal dari frasa pungutan liar yang secara etimologis dapat
Pegawai Negeri atau Pejabat Negara dengan cara meminta pembayaran sejumlah
uang yang tidak sesuai atau tidak berdasarkan peraturan yang berkaitan dengan
15
pembayaran tersebut. Hal ini sering disamakan dengan perbuatan pemerasan.
secara langsung atau tidak langsung, oleh pejabat publik atau wakil yang dipilih
dari suatu negara dari perusahaan swasta atau publik termasuk perusahaan
14
Ibid, hal.280.
15
Lijan Poltak Sinambela, Reformasi Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan dan
Implermentasi. Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2016, hal.96.
13
transnasional atau individu dari negara lain yang dikaitkan dengan maksud untuk
melakukan atau tidak melakukan suatu tugas yang berkaitan dengan suatu
16
transaksi komersial internasional.
prosedur pelayanan yang panjang dan melelahkan menjadi penyebab dari semakin
publik yang korupsi. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
pengguna layanan justru banyak yang merasa lega ketika melakukan hal itu, atau
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
diaplikasikan dalam topik ini, karena metode penelitian ini akan diperoleh data
dan informasi secara menyeluruh yang bersifat normatif, baik dari bahan hukum
primer, sekunder maupun tersier. Data atau informasi yang didapatkan akan
16
Ibid, hal.97
14
undangannya yang berkaitan dengan tindak pidana perusakan mobil di jalan tol
2. Sifat Penelitian
menggambarkan suatu kondisi atau keadaan yang sedang terjadi atau berlangsung
yang tujuan agar dapat memberikan data seteliti mungkin mengenai objek
perusakan mobil di jalan tol belmera akibat tidak dipenuhi pungutan liar.
Jenis data penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder dalam
30
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2018,
hal.24.
31
Ibid, halaman 106
32
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Granit, Jakarta, 2014, hal.57
15
maupun penjelasan terhadap hukum primer dan skunder, seperti kamus hukum
pidana perusakan mobil di jalan tol belmera akibat tidak dipenuhi pungutan liar.
antara teori, konsep-konsep dan data yang merupakan umpan balik atau
modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang
dikumpulkan.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Adi, Rianto, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Granit, Jakarta, 2014.
Marpaung, Leden, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta,
2012
16
17
Suparni, Niniek dan Baringin Sianturi, Bunga Rampai Korupsi, Gratifikasi, dan
Suap, IKAPI, Jakarta, 2011.
B. Peraturan Perundang-Undangan
C. Kamus