Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah.


Pada saat internet pertama kalinya diperkenalkan, pemakrasarnya mungkin tidak
pernah menduga bahwa dampaknya dikemduaian hari akan sedemikian hebat.
Sebelumnya manusia hanya membayangkan bahwa itu adalah suatu globalisasi
dunia. Fakta ketika batasan geografis yang membagi bumi menjadi beberapa
Negara akan pudar dan hilang. Secara perlahan-lahan usaha tersebut mulai
dilakukan yaitu dengan cara mebuka perdagangan dunia seluas-luasnya tanpa
proteksi dari pemerintah atau pihak lain yang mengatur mekanisme jual beli.
Perkembangan internet menciptakan terbentuknya suatu dunia baru yang biasa
disebut dengan dunia maya. Adanya dunia maya menyebabkan setiap individu
lain tanpa ada batasan apapun yang menghalangi. Perkembangan tersebut
berakibat juga pada aspek social, dimana cara berhubungan antar manusia pun
ikut berubah. Hal ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap sector bisnis.
Perkembangan internet menyebabkan terbentuknya dunia baru yaitu lazim
disebut sebagai dunia maya. Sehingga globalisasi yang sempurna sebenarnya
telah berjalan didunia maya yang menghubungkan seluruh komunitas digital.
Seluruh aspek kehidupan manusia yang terkena dampak dari perkembangan
teknologi informasi dan telekomunikasi serta paling cepat tumbuh.
Proses transasi yang dilakukan dalam dunia bisnis tanpa ada pertemuan antara
para pihaknya yang menggunakan media internet termasuk kedalam transasi
elektronik. Transaksi elektronik dalam dunia bisnis terdapat berbagai macam
bentuknya diantaranya dalah Elektronik Commerce yang selanjutnya dalam
penulisan di sebut e-commerce dapat diartikan secara gramatikal sebagai
perdagangan elektronik, maksud dari perdagangan elektronik ini adalah
perdagangan yang dilakukan secara elektronik dengan menggunakan internet
sebagai medianya.

1
Selain itu e-commerce juga dapat diartikan sebagai suatu cara berbelanja atau
berdagang secara online atau direct selling yang memanfaatkan fasilitas internet
dimana terdapat website yang dapat menyediakan layanan get and deliver.
Perkembangan saat ini semakin memudahkan orang maupun perusahaan untuk
melakukan berbagai macam transasi jual beli melalui media elektronik.
Pada prinsipnya e-commerce menyediakan infrastruktur bagi perusahaan untuk
melakukan ekspansi proses bisnis internal menuju lingkungan eksternal tanpa
harus menghadapi rintangan waktu dan ruang (time and space) yang selama ini
menjadi isu utama. Peluang untuk membangun jaringan dengan berbagai
institusi lain harus dimanfaatkan karena dewassa ini persaingan sesungguhnya
terletak bagaimana sebuah perusahaan dapat memanfaatkan e-commerce untuk
meningkatkan kinerja dalam bisnis inti yang digelutinya.
Era globalisasi adalah era dimana segala perkembangan yang ada melaju
dengan pesat, salah satu sektor yang memiliki perkembangan yang melaju pesat
adalah sektor perdagangan yang dimulai dari perdagangan secara konvensional
hingga sekarang menjadi perdagangan dengan cara transaksi jual beli secara
online.
Hal ini dipengaruhi oleh berkembangnya teknologi informasi yang berbasis
internet yang dimanfaatkan untuk sektor perdagangan dan sering disebut
dengan nama e-commerce. E-commerce memiliki karakter tersendiri dalam
dunia perdagangan dimana hal itu seperti ruang jarak yang luas antara penjual
dan pembeli sehingga penjual dan pembeli tidak harus bertemu untuk melakukan
transaksi, dan menggunakan media internet yang mudah diakses kapanpun dan
dimanapun. Karakter yang dimiliki oleh e-commerce tersebut dapat memberikan
kemudahan bagi kedua pihak dalam melakukan tindakan jual beli.
Namun belakangan sering terjadi penipuan yang kerap merugikan konsumen,
sehingga pemerintah mengeluarkan peraturan perundangundangan guna
melindungi konsumen yang sering dirugikan, tidak hanya menimpa konsumen
tetapi juga dewasa ini sering terjadi penipuan yang dilakukan oleh konsumen
sehingga merugikan pihak pelaku usaha. Seperti salah satu tindakan konsumen
yang dapat merugikan pelaku usaha adalah seperti mengaku sudah melakukan

2
pembayaran dengan mengirimkan bukti transfer fiktif, contohnya adalah
konsumen memesan bantal 1000 (seribu) pcs secara tidak langsung
atau online dengan harga per 1 pcs nya adalah Rp.29.000,- x 1000 pcs
= Rp.29.000.000,- (dua puluh Sembilan juta rupiah) Setelah melakukan
pemesanan, konsumen tersebut mengirimkan bukti pembayaran/bukti
transfer dengan menyertakan bukti transfer yang ternyata fiktif, disini
biasanya konsumen tersebut menyatakan kepada penjual atau pelaku
usaha bahwa uang yang sudah ditranfser tersebut salah atau
kelebihaan transfer yaitu Rp.39.000.000,-, (tiga puluh Sembilan juta
rupiah) jadi ada selisih atau kelebihan transfer sebesar
Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) maka dari itu konsumen
tersebut menyampakian kepada pelaku usaha/penjual bahwa kelebihan
tersebut segera di transfer kembali kepada konsumen, dengan
menunjukan bukti transfer fiktif melalui WA.
Penjual atau pelaku usaha pun tidak memeriksa lebih lanjut apakah
uang yang dikirimkan sudah masuk ke rekening atau belum, setelah
beberapa saat di cek ternyata uang dari konsumen tersebut tidak
pernah masuk atau tidak pernah di transfer kepada si penjual/pelaku
usaha, bahwa kemudian di pelaku usaha mencoba menghubungi si
konsumen tersebut ternyata sudah tidak biasa dibubungi.
Dan ada kasus yang lain juga contohnya adalah konsumen memasan
barang ke penjual (pelaku usaha) dengan jumlah dan nilai tertentu, dan
biasanya konsumen dalam melakukan transaksi/pembayaran tersebut
meminta waktu paling lama satu minggu, pada saat awal-awal
transaksi, konsumen tersebut melakukan transaksi dengan baik dan
lancar, namun pada saat transasi yang ke 4 (empat) kalinya mulai ada
masalah yaitu tidak dilakukan pembayaran oleh konsumen tersebut
kepada penjual (pelaku usaha) dengan alasan bahwa menunggu
tagihan dan lain-lain. Dan beberapa hari kemudian si konsumen sudah
tidak biasa di hubunggi dan pada saat penjual (pelaku usaha)

3
mengecek alamat rumah si konsumen ternyata alamat tersebut sudah
tidak ada orangnya atau dalam keadaan kosong.

Dan masih banyak kasus-kasus lain yang dengan modus operandi yang
berbeda-beda dan itu sangat merugikan Pihak pelaku usaha.

B. Perumusan masalah.
Agar permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini menjadi jelas diperlukan
suatu rumusan, maka penulis tertarik untuk membahas permasalahan tersebut
dengan menitik beratkan pada rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pelaku usaha terkait transaksi jual
beli online ?
2. Bagaimana saksi hukum terkait penipuan transaski jual beli online bagi
konsumen ?

Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian dengan
metode normatif. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal,
dimana hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis di dalam peraturan
perundang-undangan atau hukum dikonsepkan sebagai norma yang merupakan
pedoman berperilaku manusia yang dianggap pantas.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Bagaimana Perlindungan Hukum terhadap Pelaku Usaha terkait jual beli


online.
Dalam transaksi jual beli online atau yang disebut dengan e-commerce
terdapat beberapa hal yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang
lainnya. Diantaranya yang pertama adalah adanya subyek hukum, yang menjadi
subyek hukum disini adalah pelaku usaha dan konsumen. Lalu kedua subyek
hukum tadi melakukan transaksi melalui media teknologi informasi dengan
layanan internet yang kemudian lahirnya perjanjian jual beli yang didasarkan
dengan alat bukti elektronik dan menghasilkan tanggung jawab bagi para pihak
tersebut. Adanya alat bukti elektronik yang berupa dokumen elektronik
merupakan hal yang penting untuk menghidari adanya penyalahgunaan
perdagangan elektronik atau kejahatan dalam perdagangan elektronik.
Berkaitan dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi,
dimana barang-barang atau jasa dapat diperdagangkan kepada konsumen
melewati batas-batas wilayah maka perlidungan terhadap konsumen menjadi hal
penting yang harus diperhatikan. Sehubungan dengan hal itu perlindungan
konsumen lebih banyak diatur dibandingkan dengan pelaku usaha, hal ini
beralasan mengingat kedudukan konsumen yang timpang dengan pelaku usaha,
seperti misalnya salah satu faktor dalam pembelian barang secara online dimana
daya tawar (bargaining position) yang dimiliki konsumen masih rendah. Namun
dalam hal ini kedua pihak harus dilandasi dengan itikad yang baik dalam
melakukan transaksi jual beli online.
Apabila konsumen melakukan tindakan yang secara nyata telah
melanggar kesepakatan maka konsumen telah melanggar hak pelaku usaha
untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai

5
kondisi dan nilai tukar barang dan jasa yang diperdagangkan seperti yang telah
dijelaskan dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen. Dan konsumen juga telah melanggar pasal 5 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dimana dalam
pasal tersebut dijelaskan bahwa konsumen harus beritikad baik dalam
melakukan transaksi pembelian barang atau jasa dan konsumen juga
berkewajiban membayar sesuai dengan nilai tukar yang telah disepakati. Hal ini
dapat menimbulkan kerugian terhadap pelaku usaha yang menjadi reseller atau
usaha bergerak di bidang home industry, pelaku usaha reseller akan mengalami
kerugian modal pembelian barang dan pelaku usaha home industri akan
mengalami kerugian yang mana usaha tersebut dengan modal yang sangat
terbatas dalam menjalankan usahanya.
Sedangkan ditinjau dari undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
perubahan atas undang-udang nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaski elektronik, dijelaskan juga bahwa pemanfaatan teknologi informasi dan
transaksi elektronik harus dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum,
manfaat, kehati-hatian, itikat baik dan kebebasan memilih teknologi.

B. Bagaimana saksi hukum terkait penipuan atau pelanggaran jual beli online
bagi konsumen.

Sanksi terhadap konsumen yang melanggar kesepakata atau melakukan


penipuan dengan bukti transfer fiktif dapat dikatagorikan melakukan penipuan
terhadap pelaku usaha yaitu :
Melanggar Pasal 35 Jo Pasal 51 ayat (1) UU RI No. 19 tahun 2016 tentang
perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi,
penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan
dokumen elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.

6
Manipulasi atau perbuatan manipulasi adalah dalam artinya yang buruk/negatif.
Suatu perbuatan yang curang atau tidak baik terhadap sesuatu (objek) dengan
maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Manipulasi yang dimasud
disini adalah memalsukan bukti transfer seolah-oleh bukti tersebut asli atau
benar adanya padahal yang sesungguhnya adalah bukti transfer tersebut palsu
atau dimanipulasi oleh Pembeli/konsumen. Jadi tujuan dari penciptaan bukti
transfer palsu tersebut seolah-olah data yang otentik/benar.
Dalam perbuatan memanipulasi bukti transfer tersebut terkandung sifat jahat
atau tujuan yang jahat (negatif) dan menguntungkan bagi yang membuat atau
yang memanipulasi tersebut, sebagaimana dalam cantoh kasus diatas.
Juga melanggar pasal 378 KUHP yang berbunyi yaitu “Barang siapa dengan
maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan
hak, baik dengan memakai nama palsu atau kedaan palsu, baik dengan akal
dan tipu muslihat, maupun dengan karangan perkataan-perkataan bohong,
membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang atau
menghapus piutang, dihukum karena penipuan, dengan hukuman penjara
selama-lamanya empat tahun”
Selanjutnya pembeli atau konsumen dapat pula digugat dengan dasar
melanggar hak pelaku usaha yang dikelaskan dalam pasal 6 dan perbuatan
konsumen yang tidak menjalankan atas kewajibannya sebagaimana konsumen
yang sebagaimana dijelaskan dalam pasal 5 yang tercantum didalam Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlidungan konsumen yang menjelaskan
bahwa konsumen berkewajban membayar sesuai kesepakatan dan beretikad
baik dalam melakukan transasi jual beli.
Apabila dikaitkan dalam Pasal 9 Undang-undang ITE bahwa pelaku usaha
yang menawarkan produk melalui system elektronik harus menyediakan
informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen
dan produk yang ditawarkan. Walaupun pasal ini secara specific ditujukan untuk
melindungi pihak konsumen, namun karena yang ditujukan dalam pasal ini
adalah pelaku usaha, maka dapat ditafsirkan bahwa pasal ini ditujukan pula

7
untuk melindungi pelaku usaha. Pasal tersebut dapat mengatur keduanya
sebagaimana para pihak yang tidak memenuhi hak dan kewajibannya.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan.
1. Jual beli secara online merupakan perbuatan hukum yaitu perjanjian dua atau
lebih pihak yang dilakukan menggunakan computer, jaringan computer dan/atau
media elektronik lainnya. Dalam jual beli secara online pelaku usaha apabila
merasa konsumen melakukan manipulasi, transfer fiktif dapat dikenakan
pertanggung jawaban yang telah diperbuat konsumen tersebut.

2. Pihak pelaku usaha dapat melakukan laporan kepada pihak berwajib yaitu
Kepolisian RI berkaitan dengan perbuatan transaksi fiktif yang dilakukan oleh
konsumen dengan mengacu pada Pasal 35 Jo Pasal 51 ayat (1) UU RI No. 19
tahun 2016 tentang perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 Informasi dan
Transaksi Elektronik dan juga bisa dikenakan pasal 378 KUHP.

3. Perlindungan terhadap pelaku usaha dalam hal ini didasari pada hak-hak pelaku
usaha dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, diantaranya adalah hak pelaku usaha dalam
mendapatkan perlindungan hukum atas tindakan konsumen yang dilandasi itikad
tidak baik dan hak mendapatkan pembayaran dari konsumen.

Saran.

8
1. Transaksi Jual Beli online sebaiknya dilakukan dengan etikad baik, baik itu dari
pihak konsumen maupun pihak penjual (pelaku usaha).

2. Transaksi dilakukan dengan teliti dan hati-hati baik dari konsumen maupun
penjual (pelaku usaha), agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku
- Drs. Adami Chazawi, SH., Ardi Ferdsian, SH., M.Kn, 2019, Tidank Pidana
Informasi dan Transaksi Elektronik, Media Nusa Creative, Malang.
- Mahesa Jati Kusuma, SH., MH 2015, Hukum Perlindungan Nasabah Bank, Nusa
Media, Bandung.

Internet :
- Libera, 2019 “Aspek huku e-commerce dan jual beli online yang harus ada
ketahui, diakses pada tanggal 17 April 2022, pukulk 17.05

Perundang-Undangan
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah di ubah dengan udang-
undang Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Sinar
Grafika, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 8 Tentang Perlindungan Konsumen, Diterbitkan pada lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Diterbitkan oleh Pustaka yustisia 2019,
Yogyakarta

9
10

Anda mungkin juga menyukai