Anda di halaman 1dari 24

Peninjauan Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Secara

Online Melalui E-Commerce Dengan Metode Pembayaran PayPal


Renata Dwimitha | 13501810025
Prodi International Business Law Universitas Prasetiya Mulya

ABSTRAK

Perkembangan teknologi dan informasi yang mengakibatkan percepatan arus informasi menjalar ke
seluruh penjuru dunia. Hal tersebut juga berdampak pada kehidupan manusia dan membawa
perubahan yang signifikan. Salah satu halnya adalah perubahan dari pasar konvensional menuju ke
pasar online yang berbasis internet atau e-commerce. Pemanfaatan e-commerce dalam dunia
perdagangan memudahkan para pelaku usaha untuk melakukan promosi produk dagangannya hingga ke
manca negara dan konsumen juga diuntungkan karena mendapatkan pilihan yang beragam. Para pelaku
usaha yang mempromosikan usahanya melalui e-commerce juga dapat memilih metode pembayaran
yang akan digunakan, salah satunya dengan menggunakan metode pembayaran paypal. Penelitian ini
dilakukan untuk (1) mendapatkan informasi dan memahami serta menemukan bentuk perlindungan
Paypal terhadap pelaku usaha yang bersengketa dalam transaksi jual beli online melalui e-commerce
dengan metode pembayaran paypal dan (2) untuk mengetahui dan memahami yurisdiksi apa yang
berlaku terhadap pelaku usaha yang bersengketa dalam transaksi jual beli online melalui e-commerce
dengan metode pembayaran paypal. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian hukum kualitatif
normatif dengan menggunakan data yang diperoleh dari jurnal dan penelitian. Jenis dan sumber bahan
hukum adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Penelitian ini menunjukkan bahwa (1)
PayPal memberikan perlindungan hukum kepada pelaku usaha jika terdapat sengketa transaksi dengan
cara pelaku usaha harus dapat melampirkan bukti transaksi, bukti pembayaran dari konsumen, serta
bukti bahwa produk telah diberikan kepada konsumen dan diterima konsumen. Bukti tersebut diberikan
langsung kepada pihak PayPal melalui email. (2) Jika terjadi sengketa dan kedua pihak tidak menuliskan
hukum apa yang akan digunakan untuk menyelesaikan sengketa, Hukum Singapura yang akan berlaku.
Namun jika telah terjadi kesepakatan oleh kedua pihak menggunakan hukum Indonesia dan salah satu
pihak berwarga negara Indonesia, maka dapat menganut yurisdiksi hukum Indonesia.
Kata Kunci : Perlindungan Pelaku Usaha, PayPal, E-Commerce, Perlindungan Hukum
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


berkembang pesatnya teknologi informasi memberikan dampak dalam kehidupan manusia dan
mengubah kebiasaan serta pola pikir manusia. Perubahan pola pikir dan kebiasaan ini memunculkan
sekelompok masyarakat yang memiliki banyak inovasi. Inovasi tersebut mendorong manusia untuk
melakukan pertumbuhan di berbagai sektor kehidupan, salah satunya sektor bisnis yang hingga hari
ini berkembang dengan pesat. Kebiasaan manusia yang dulunya melakukan transaksi jual beli secara
konvensional sudah lama ditinggali dan beralih ke transaksi jual beli secara online. Perubahan ini
sangat diterima oleh masyarakat secara luas karena dinilai memberikan banyak kemudahan dan
manfaat kepada kedua belah pihak yakni pelaku usaha dan konsumen. Pada satu sisi, pelaku usaha
tidak membutuhkan modal yang besar untuk membuka toko pada pasar konvensional dikarenakan
sekarang sudah beralih ke transaksi jual beli online melalui e-commerce. Kemudian pedagang juga
dapat mempromosikan produknya hingga ke lintas batas negara dan tidak terbatas untuk konsumen
lokal saja. Pada sisi lain, konsumen juga diuntungkan dengan peralihan ini dikarenakan dapat
menghemat waktu dan berbelanja secara online, kemudian konsumen juga diberikan pilihan yang
bervariatif sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhannya. Penggunaan e-commerce dinilai
memudahkan proses transaksi antara pelaku usaha dan konsumen. Selain itu pemilihan e-
commerce juga dinilai penting dalam menunjang lancarnya proses bertransaksi. Salah satu e-
commerce yang banyak diminati oleh pelaku usaha dalam membuka tokonya adalah aplikasi
Instagram. Alasan pemilihan e-commerce Instagram sebagai media bertransaksi dikarenakan
aplikasi ini merupakan media sosial yang diminati baik masyarakat lokal hingga internasional dan
dengan menggunakan aplikasi Instagram maka promosi produk akan menjangkau masyarakat luas.
Maka dari itu dengan menggunakan e-commerce Instagram dirasa sudah hal yang tepat.
Transaksi jual beli online ini juga didukung dengan metode pembayaran yang bervariatif. Terdapat
metode pembayaran menggunakan dompet elektronik seperti gopay, ovo, dana, dan sebagainya
untuk konsumen lokal dan juga terdapat pembayaran salah satunya paypal untuk konsumen
internasional. Pelaku usaha memberikan berbagai pilihan metode pembayaran agar semua
masyarakat baik lokal maupun masyarakat internasional merasa nyaman dan aman dalam
melakukan transaksi jual beli secara online. Pada skala nasional, masyarakat merasa aman disaat
mereka menggunakan metode pembayaran yang familiar dengan kehidupan sehari-hari mereka.
Metode pembayaran tersebut tidak lain adalah metode pembayaran seperti Gopay, Ovo, Dana, dan
sebagainya. Sama halnya berlaku dalam skala internasional, masyarakat internasional akan merasa
aman disaat mereka menggunakan metode pembayaran yang familiar dengan kehidupan sehari-hari
mereka, yaitu paypal. Perusahaan-perusahaan di atas yang akan bertindak sebagai pihak ketiga yang
menjembatani lancarnya transaksi antara pelaku usaha dengan konsumen. Masing-masing negara
memiliki peraturan yang berbeda mengenai aktivitas e-commerce dan hukum perlindungan
konsumen. Mengenai aktivitas e-commerce di Indonesia telah diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPer), Undang-Undang no. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Undang-Undang no.
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/2/PBI/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu. Pada UUPK 8/1999
tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 1 perlindungan konsumen mengandung definisi
segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan pada
konsumen. Kemudian pada pasal 6 terdapat daftar hak apa saja yang diperoleh para pelaku usaha
serta pada pasal 7 terdapat daftar kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Pada KUHPer
sendiri pasal 1313 memuat definisi dari perjanjian yang adalah perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Kemudian terdapat asas perjanjian yaitu asas “pacta sun servanda’ yang berdasarkan pasal 1338
KUHPer.1 Pada kasus ini perjanjian online mempunyai jenis perjanjian yang mengikat dua orang
atau lebih untuk melaksanakan suatu hal dan perjanjian jenis ini tidak diatur secara khusus karena
merupakan perkembangan dari kehidupan bermasyarakat. Hukum perjanjian di Indonesia sendiri
menganut open system yang berarti bahwa memberikan kebebasan kepada siapa saja untuk
membuat perjanjian sesuai dengan asas kebebasan berkontrak. Lain hal nya dengan Indonesia,
Singapura memiliki ketentuan hukum perlindungan konsumen sendiri yang dibedakan menjadi dua
macam undang-undang yaitu Consumer Protection (trade prescription and safety requirements) act
tahun 1975 dan Consumer Protection (Fair Trading) Act (CPFTA) tahun 2003. Pada pasal 2 CPFTA
memuat definisi dari supplier adalah pelaku usaha yang menyediakan, membuat, mempromosikan
barang atau jasa dan berhak mendapatkan imbalan uang atau pertimbangan lainnya sebagai bentuk
jasa atau barang dari konsumen. Dapat dilihat bahwa definisi dari supplier dan juga pelaku usaha
mempunyai kemiripan yang signfikan. Kemudian pada Paypal sendiri juga telah membuat regulasi
seller protection dan buyer protection yang keduanya sama-sama memberikan upaya perlindungan
hukum kepada kedua belah pihak. Paypal sebagai pihak ketiga mempunyai tanggung jawab untuk
memastikan bahwa transaksi antara kedua belah pihak berjalan dengan lancar. Penulis tertarik
untuk membahas kasus ini dikarenakan penulis ingin membahas urgensi kekosongan hukum
perlindungan pelaku usaha khususnya pelaku usaha yang bersengketa dengan konsumen yang tidak
bertanggung jawab dalam transaksi jual beli secara online melalui e-commerce dengan
menggunakan metode pembayaran paypal serta penulis tertarik untuk membahas kasus ini
dikarenakan merupakan pengalaman pribadi.

1.2. Rumusan Masalah


Apa bentuk perlindungan paypal terhadap pelaku usaha yang bersengketa dalam transaksi jual beli
online melalui e-commerce dengan metode pembayaran paypal?
Apa yurisdiksi yang berlaku terhadap pelaku usaha yang bersengketa dalam transaksi jual beli online
melalui e-commerce dengan metode pembayaran paypal?

1.3. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
Untuk mendapatkan informasi dan memahami serta menemukan bentuk perlindungan paypal
terhadap pelaku usaha yang bersengketa dalam transaksi jual beli online melalui e-commerce
dengan metode pembayaran paypal.
Untuk mengetahui dan memahami yurisdiksi apa yang berlaku terhadap pelaku usaha yang
bersengketa dalam transaksi jual beli online melalui e-commerce dengan metode pembayaran
paypal.

1.4. Metodologi Penelitian


Jenis penelitian ini menggunakan penelitian hukum kualitatif normatif dengan menggunakan
pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan undang-undang (statute approach).
Penelitian ini bersumber dari peraturan-peraturan tertulis sehingga merupakan data sekunder. Data
sekunder terbagi menjadi 3 bahan hukum yakni bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan
bahan hukum tersier. Bahan hukum primer berupa undang-undang dan putusan pengadilan, bahan
hukum sekunder berupa buku, jurnal, dan memori vantolefting serta bahan hukum tersier berupa
internet, selebaran, koran.

1.5. Metode Pendekatan


Penulis menggunakan metode pendekatan secara kualitatif, dalam bukunya Bogdan dan Taylor
memberikan pengertian bahwa metode penelitian kualitatif merupakan proses penelitian yang
menghasilkan data secara deskriptif berupa kalimat, kata-kata, tulisan yang dapat diamati oleh
orang-orang. Kirk dan Miller turut mengartikan bahwa penelitian kualitatif ini merupakan sebuah
tradisi pada ilmu pengetahuan social dalam lingkungan manusia bergantung pada pengamatan
tersebut.
Alasan peneliti menggunakan metode ini adalah kompleksnya objek kajian yang ingin diteliti oleh
karena itu peneliti menganggap bahwa perlunya sebuah data yang diperoleh berdasarkan
narasumber yang disaring melalui metode ini dengan cara interview secara langsung terhadap
penggunaan transaksi menggunakan paypal serta dengan mendapatkan jawaban yang orisinil dan
alamiah, selain itu hal ini juga bertujuan untuk lebih mengenal lingkungan sekitar terhadap
pendalaman teori, pola, dan hipotesis terhadap data yang akan diperoleh di lapangan.
Penelitian ini berfokus terhadap aspek hukum perlindungan pelaku usaha dalam transaksi jual beli
online melalui e-commerce melalui system pembayaran online yang disediakan dengan platform
bernama Paypal. Penggunaan pembayaran online pada zaman ini adalah pembayaran yang sangat
diminati oleh kalangan masyarakat karena mudahnya dalam mengakses dan memproses hal
tersebut melalui smartphone tanpa kontak langsung dengan uang fisik serta terhadap penjual
secara langsung. Pada teknik ini peneliti akan menggunakan teknik wawancara terhadap pengguna
pembayaran elektronik Paypal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Landasan Teori
1. Teori Perjanjian
Aturan yang memuat sebuah tindakan dari satu orang atau lebih untuk mengikatkan dirinya
pada satu orang atau lebih adalah Pasal 1313 KUHPerdata. Dalam peristiwa ini
menimbulkan sebuah hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang selanjutnya
disebut sebagai peritakatan dalam mengemban hak dan kewajiban setiap[ individu.
Syarat Syah suatu Perjanjian
Terdapat 4 (empat) syarat sah perjanjian berupa pelaku dan penerima yang diatur pada
pasal 1320 KUHPerdata, syarat subjektif ini diartikan sebagai individu yang membuat
perjanjian tersebut, sedangkan pada syarat objektifnya ini disebut sebagai objek dari suatu
perjanjian yang dijanjikan oleh para pihak. Terjadinya kekosongan terhadap syarat
perjanjian yang telah diatur maka perjanjian ini tidak dapat dilanjutkan atau dapat dikatakan
dibatalkan (voidable).
Kesepakatan (Pasal 1321 - 1328 KUHPerdata)
Dalam perjanjian untuk terjadinya sahnya suatu perjanjian maka masing-masing pihak
memberikan kesepakatan terhadap hal-hal yang disepakati terhadap perjanjian yang sedang
dilangsungkan. Pada pembukaan undang-undang dituliskan bahwa para pihak menyepakati
hal-hal yang telah disebutkan di atas, maksudnya adalah para pihak telah membaca dan
setuju terhadap perjanjian yang telah dibuat dan disepakati oleh para pihak. Dengan
mencantumkan kata-kata tersebut para pihak telah mengikatkan dirinya terhadap
perjanjian yang telah dibuat serta secara sadar dan tanpa paksaan dari pihak manapun
terhadap perjanjian yang telah disepakatinya itu. Perjanjian ini dapat dilakukan melalui
tulisan ataupun lisan. Terdapat penyebab cacatnya suatu perjanjian apabila:
Terdapat pemaksaan (dwang) pada proses terjadinya pengikatan antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
Adanya penipuan (bedrog) yang berada di dalam proses pengikatan perjanjian.
Terdapat suatu kekeliruan (dwaling) pada suatu subjek dan objek perjanjian yang akan
disepakati oleh para pihak. Misal objek yang disepakati adalah sebuah mobil namun tidak
memberikan keterangan secara detail mobil apa yang menjadi objek perjanjian.
- Kecakapan (Pasal 1329 - 1331 KUHPerdata)
Kecapakan subjek hukum merupakan sebuah suatu hal yang wajib dalam sebuah perjanjian
sebagaimana diatur dalam pasal 1329 KUHPerdata. Namun terdapat pengecualian yang
diatur oleh undang-undang pada pasal 1330 yang menyatakan bahwa terdapat beberapa
orang tidak cakap dalam melakukan sebuah perjanjian, yaitu:
1. Seseorang yang di bawah 21 tahun, kecuali dalam undang-undang ditentukan lain.
2, Seseorang yang berada di bawah pengampuan
3. Seorang Wanita berkeluarga
Pasal 330 KUHPerdata menyebutkan bahwa individu dapat dikatakan dewasa jika sudah
lebih dari 21 tahun atau sudah menikah, di bawah 21 tahun dianggap belum dewasa.
Selanjutnya pada ketentuan pasal 47 dan pasal 50 Undang-Undang No 1 tahun 1974
menyatakan bahwa seseorang dianggap dewasa apabila telah berada di atas 18 tahun,
selain itu seseorang yang telah menikah telah dianggap dapat melakukan perbuatan hukum
sehingga dapat dikatakan cakap secara hukum.
- Suatu hal tertentu (Pasal 1332 - 1334 KUHPerdata)
Dalam suatu perjanjian harus memuat hal-hal tertentu pada objek yang dijadikan dalam
objek perjanjiannya seperti jenis dari objeknya. Pada pasal 1333 KUHPerdata menyebutkan
bahwa suatu perjanjian harus memiliki suatu hal tertentu ( Certainty of terms) yang
diperjanjikan terhadap objek perjanjiannya, barang atau objek perjanjian ini paling tidak
sedikitnya hal yang ditentukan berupa jenis (determinable) dari suatu barang tersebut.
- Suatu Sebab yang halal (Pasal 1335 - 1337 KUHPerdata)
Menurut pasal 1337 KUHPerdata bahwa suatu perjanjian harus memuat sesuatu yang halal
dalam objek perjanjiannya dengan tidak bertentangan dengan causa palsu atau yang
dilarang dalam ketentuan pasal tersebut seperti kesusilaan atau ketertiban umum. Dalam
hal ini apabila terdapat suatu hal yang dikatakan dalam undang-undang termasuk sesuatu
hal yang dilarang maka perjanjian ini sebagaimana diatur dalam pasal 1335 KUHPerdata
tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pada hakihatnya setiap insan manusia yang dalam hukum dikatakan sebagai subjek hukum
memiliki hak dan kewajiban. Dalam hal ini sebagai subjek hukum manusia dapat melakukan
perbuatan hukum seperti melakukan sebuah perjanjian, hukum perjanjian ini juga telah
lama hidup dan berdampingan pada kehidupan masyarakat. Dalam bahasa belanda
perjanjian dikenal dengan overeenkomst dan dikenal juga dalam bahasa inggris dengan
sebutan contract/agreement. Dalam peraturan di Indonesia perjanjian telah tertuang pada
BW atau KUHPerdata pasal 1313 yang berbunyi “sebuah perjanjian adalah perbuatan yang
dilakukan oleh satu orang atau lebih dengan mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih”. Perjanjian sendiri timbul akibat dari seseorang yang mengikatkan dirinya dan berjanji
untuk menyetujui perjanjian yang telah dibuatnya.
Subekti mengatakan bahwa perjanjian merupakan sebuah peristiwa dimana seseorang
melakukan perbuatan hukum untuk saling berjanji dan mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih demi melaksanakan suatu hal. Teori ini didukung dengan berbagai syarat
sebagai sahnya suatu perjanjian yang ditermaktub pada pasal 1320 KUHPerdata. Dalam
syarat sahnya perjanjian ini terdapat 4 (empat) syarat, yakni: 1) adanya kesepakatan antar
pihak; 2) kecakapan antar pihak; 3) sesuatu hal tertentu; 4) sebab-sebab yang halal.
Pada teori ini, terdapat beberapa asas yang melengkapi jalannya teori perjanjian ini yaitu
Asas Kebebasan Berkontrak, Asas Konsensualisme, Pacta Sun Servanda, Asas Itikad Baik.

 Asas Kebebasan Berkontrak


BerdasarkanPasal 1338 KUHPerdata, mengatur individu untuk bebas dalam
membuat perjanjian , mengadakan perjanjian, menentukan isi perjanjian ,
melaksanakan perjanjian beserta persyaratannya berbentuk kesepakatan tertulis atau
lisan.

 Asas Konsensualisme
Berdasarkan Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata, hukum perjanjian dikuasai oleh
asaskonsensualisme. Pada ayat tersebut tertulis kebebasan suatu pihak untuk menentukan
isikontrak diatas oleh sepakat lainnya yang mengandung arti bahwa asas kebebasan
berkontrak dibatasi oleh asas konsensualisme.
 Asas Pacta Sun Servanda
Berdasarkan asas ini, sebuah perjanjian mengikat kepada pihak yang membuat perjanjian
tersebut seperti undang-undang. Berdasarkan asas ini juga membentuk suatu kewajiban
hukum bagi para pembuat perjanjiannya dan wajib ditaati.
 Asas Itikad Baik
Asas ini bisa dilihat pada Pasal 1338 KUH Perdata yang bertuliskan “perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik”. Menurut Subekti, asas itikad baik merupakan salah satu
sendi terpenting dalam hukum perjanjian. Unsur utama yang dipegang teguh pada asas ini
adalah kejujuran dalam pembuatan perjanjian.

Teori perjanjian ini diaplikasikan kepada semua pihak yang melakukan perjanjian kepada
pihak lain. Perjanjian tersebut dapat berbentuk transaksi jual beli antara kedua belah pihak
yang dimana dalam melakukan transaksi jual beli tersebut, terdapat asas kebebasan
berkontrak yang berarti kedua belah pihak diberi kebebasan dalam membuat perjanjian.
Kemudian asas konsensualisme yang dimana kedua belah pihak diberi kebebasan untuk
melakukan transaksi jual beli barang yang akan dibeli oleh pembeli, ada juga asas pacta sun
servanda yang berarti jika terjadi transaksi jual beli, kedua belah pihak harus wajib menaati
kewajiban masing-masing yaitu penjual memberikan barangnya dan pembeli melakukan
pembayaran kepada penjual. Terdapat juga asas itikad baik yang dimana unsur yang
dijunjung tinggi adalah kejujuran antara kedua belah pihak, penjual jujur dalam berjualan
dan pembeli juga jujur dalam melakukan transaksi.
2. Teori Kontraktual
Kontrak atau perikatan adalah sebuah hubungan antara satu pihak dengan pihak lainnya dan
memiliki kewajiban yang wajib dipenuhi oleh pihak-pihak yang melakukan perikatan. Berdasarkan
Pasal 1313 KUH Perdata mengandung pengertian kontrak namun hanya mencakup pengertian
kontrak sepihak. Kontrak merupakan salah satu dari beberapa sumber hukum perikatan yang
mencakup yurisprudensi, hukum tidak tertulis, dan doktrin. Pada teori ini juga mengandung 4 asas
yang sama dengan teori perjanjian yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas
pacta sun servanda, dan asas itikad baik. Terdapat penambahan satu asas pada teori ini adalah asas
kepribadian yang berdasarkan pada Pasal 1315 dan 1340 KUH Perdata bahwa asas ini menentukan
bahwa seseorang yang akan melakukan perjanjian atau kontrak hanya untuk kepentingan
perorangan. Implementasi dari teori ini juga sama dengan teori perjanjian yang dimana kontrak
disini bisa juga diganti dengan transaksi jual beli antara pembeli dan penjual.

Teori Perlindungan Hukum


Menurut Soetjipto Rahardjo, perlindungan hukum merupakan tindakan memberikan
perlindungan terhadap kepentingan individu dengan memberikan kekuasaan kepada individu
tersebut untuk bertindak dalam kepentingannya sendiri. Dimana menjelaskan salah satu sifat dan
tujuan dari hukum itu sendiri adalah memberikan perlindungan kepada warga negara. Oleh
karena itu perlindungan hukum terhadap masyarakat harus diimplementasikan dalam suatu
bentuk kejelasan hukum. Perlindungan hukum memiliki pengertian hal-hal yang dilindungi oleh
hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada. Perlindungan hukum dibedakan
menjadi 2 yaitu:

a. Perlindungan hukum preventif yang adalah tindakan perlindungan oleh pemerintah agar
mencegah pelanggaran pelanggaran terjadi.
b. Perlindungan hukum represif yang adalah perlindungan terakhir yang diberikan kepada
suatu pelanggaran berupa denda, sanksi, penjara dan hukuman tambahan.
Diharapkan dengan adanya implementasi dari teori ini, diharapkan adanya perlindungan
hukum dari negara kepada masyarakat yang mengikatkan dirinya dalam perjanjian dalam
kasus ini perjanjian transaksi jual-beli yang akan memberikan sebuah bentuk kepastian
hukum.1

Bentuk perlindungan kepada warga negara memiliki banyak bentuk salah satunya adalah
perlindungan hukum. Kehadiran hukum didalam masyarakat akan mengurangi nepotisme atau
benturan kepentingan didalam masyarakat. Perlindungan hukum untuk warga negara Indonesia
di atur dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945), maka setiap
hasil keputusan yang dibuat oleh badan legislatif harus mampu memberikan suatu perlindungan
hukum bagi setiap warga negara. Ada beberapa pendapat para ahli mengenai perlindungan
hukum, antara lain:

a. MenurutSatjipto Rahardjo, menyatakan bahwa tindakan melindungi kepentingan individu


itu sendiri dengan memberikan kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam kepentingan
individu itu sendiri.
b. Menurut Philipus M. Hadjon,
Mengungkapkan pengertian perlindungan hukum sebagai memberikan pertolongan
kepada individu hukum dengan perangkat hukum , dan diperolehlah unsur –unsur dari

1Satjipto Rahardjo, 2003, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Jakarta, Kompas, h.121.
perlindungan hukum yaitu individu hukum yang melindungi dan individu yang akan
dilindungi oelh alat hukum, maupun tindakan agar tercapai tujuan dari perlindungan
hukum tersebut.2
Dari pengertian diatas tentang perlindungan hukum diperoleh kesimpulan bahwa
perlindungan hukum merupakan tindakan dalam memberikan dan melindungi
kepentingan warga negara sebagai manusia yang memiliki hak dan martabat dengan
memberikan kewenangan dan kebebasan dalam bertindak untuk kepentingannya sendiri
. berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No.8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen
menyatakan tentang “Perlindungan konsumen merupakan “segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Kalimat yang
menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”.3

a. Perlindungan Hukum Dari Sisi Pelaku Usaha

Pelaku usaha memiliki kewajiban untuk mencantumkan identitas usaha nya dalam
website, namun di dalam kenyataannya banyak pelaku usaha dan toko online hanya
memberikan no telepon dan email sebagai identitas usahanya tanpa alamat yang jelas.
Pencantuman identitas usaha yang jelas di harapkan konsumen mendapat jaminan akan
kejelasan hukum disaat bertransaksi.
Kemudian keabsahan toko dijamin oleh lembaga penjamin, namun toko online di
Indonesia kebnayakan tidak memiliki lembaga penjamin keabsahan tokonya sehingga
besar kemungkinan konsumen bertransaksi dengan toko online yang fiktif.
b. Perlindungan Hukum Dari Sisi Konsumen.
Jaminan akan perlindungan kerahasiaan data data pribadi dari konsumen agar tidak
disalah gunakan oleh pelaku usaha seperti menjual data pribadi konsumen kepad pihak
lain untuk kepentingan promosi.
c. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dari Sisi Produk
Dalam menjual produknya, pelaku usaha dberkewajiban untuk

2Inosentius Samsul, 2004, PerlindunganKonsumen, KemungkinanPenerapan

3Philipus M. Hadjon,dkk, 2011, Pengantar Hukum AdministrasiIndonesia,Gajah Mada University Press, Yogyakarta, h.10
1. Mencantumkan dan menjelaskan detail informasi yang benar tentang produk agar
konsumen tidak salah ionformasi dalam menggunakan produk tersebut terutama yang
bersifat dasar seperti kualitas, jenis dan ukuran produk tersebut. Disamping informasi-
informasi lain yang relevan4seperti keunggulanproduk. Hal ini sangat penting untuk
konsumen dalam pengambilanl keputusan untuk membeli atau tidak. Menurut hasil
penelitian di Indonesia para pelaku usaha kebanyakan sangat minim dalam memberi
detail dan informasi produk.
2. Detail dan informasi tentang produk sebaiknya menggunakan bahasa yang umum
sehingga mudah dimengerti dan tidak menyebakan salah penafsiran oleh konsumen.
Selain itu e-commerce adalah perdagangan antar negara dan pelaku usaha bisa
menggunakan bahasa yang di pahami oleh konsumennya sehingga terjadi transaksi yang
benar dan sesuai.
3. Menjelaskan dan memberikan jaminan tentang keamanan serta kenyamanan produk
untuk dikonsumsi atau di gunakan.
4. Pelaku usaha memberikan kejelasan dan jaminan produk yang dipromosikan sama
dengan produk yang ditawarkan.
5. Konsumen berkewajiban untuk mengenal dan mengetahui tentang produk agar tidaka
merugikan dirinya sendiri ketika sudah membeli produk tersebut.

Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dari Sisi Transaksi


konsumen tidak semua mengerti dan paham cara melakukan transaksi di media internet oleh sebab itu
pelaku usaha sebaiknya memberikan informasi yang jelas dan sistematis tentang bertransaksi seperti:
1. persyaratan yang harus dipenuhi oleh konsumen untuk bertransaksi, mengenai ini konsumen
diwajibkan memenuhi ketentuan seperti mengisi data pribadi dan alamat lengkap pada form
yang ada di website pelaku usaha. Agar pelaku usaha mengetahui data konsumen secara
administrativ dan bisa mengenal keabsahan seorang konsumen.
2. konsumen berpeluang untuk melihat kembali transaksi yang akan diproses, supaya menghindari
human eror yang dibuat oleh konsumen. penelitian yang dilakukan pada toko online harus ada
fasilitas cancel order atau batal atau I don’Agree yang bisa diklik oleh konsumen untuk tidak
melanjutkan transaksi atau membatalkan transaksi.

4 Az Nasution , Hukum PerlindunganKonsumenSuatuPengantar , (Jakarta: Diadit Media, 2006), h. 4


3. Pelaku usaha pada toko online nya menambahkan biaya ongkos kirim nya terpeisah dari
harga produk yang tertera di website mereka.
4. Konsumen harus nmengerti ssebelum melakukan transaksi, produk terrsebut bisa
dikembalikan jika terjadi kerusakan / cacat disaat pengiriman dan konsumen mendapatkan
barang yang baru lagi.
5. proses penyelesaian sengketa. Pelaku usaha memberikan informasi di awal transaksi kepada
konsumen tentang prosedur jika terjadi permasalahan antara pelaku usaha dan konsumen.
Penelitian yang dilakukanmenghasilakn bahwa para pedagang dan pelaku usaha di Indoneisa
memberikan informasi tentang mekanisme penyelesaian sengketa. Sehingga tidak ada
kejelasan hukum untuk solusi dari sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen.
6. pengajuan tuntutan terhadap barang dengan jangka waktu yang wajar untuk pengajuan klaim
jangan terlalu singkat karena jika terlalu singkat akan merugikan konsumen itu sendiri.
7. Pelaku usaha menyiapkan proses perekaman transaksi yang bisa diakses oleh konsumen setiap
saat berkaitan dengan transaksi yang telah atau sedang dilakukan oleh konsumen. Rekaman
transaksi ini dapat dijadikan suatu bukti di persidangan jika terjadi sengketa antara konsumen
dan pelaku usaha.
8. proses pengiriman barang penting untuk diketahui dengan jelas oleh konsumen, agar konsumen
dapat memilih dengan cara apa barang pesanannya dikirim, melalui kurir, jasa pengiriman atau
Cash On Delivery (COD).

Perbandingan Teori Perlindungan Hukum Negara Indonesia dan Singapura:


Indonesia dan Singapura merupakan negara yang mempunyai sistem hukum yang berbeda. Subekti
menyatakan bahwa sistem adalah pola yang tersusun dalam pemikiran yang saling berkaitan agar
mencapai tujuan. Sistem yang baik tidak lah ada ketimpangan (overlapping) diantara bagian yang salling
hidupan yang teratur dan bagian nya saling berkaitan satu sama lain.

Sistem hukum terbagi 4 (empat)bagian, yaitu Sistem Hukum Eropa Kontinental atau sering disebut
dengan Civil Law System, Sistem Anglo Saxon atau sering disebut dengan Common Law System, Sistem
Hukum Adat, dan Sistem Hukum Islam atau sering disebut Islamic Law System. Di Indonesia menganut
Sistem Hukum Eropa Kontinental atau Civil Law System dan di Singapura menganut Sistem Hukum Anglo
Saxon atau Common Law System.
1. Sistem Hukum Indonesia
sistem hukum indonesia menganut sistemhukum seperti Eropa khusunya negara Belanda
yang disebut juga dengan civic law karena menurut sejarah bahwa Indonesia merupakan
bekas wilayah jajahan Belanda. Sistem Hukum Eropa Kontinental memiliki ciri-ciri dan
ketentuan-ketentuan hukum yang dihimpun kemudian diputuskan lebih lanjut oleh hakim
dalam pelaksanaannya sistem hukum ini berasal dari kodifikasi hukum di kekaisaran
Romawi. Dalam Sistem Eropa Kontinental, hukum yang memiliki kekuatan yang mengikat
adalah hukum tertulis (peraturan perundang-undangan), sehingga putusan hakim dalam
suatu perkara hanya mengikat para pihak yang berpekara saja.
2. Sistem Hukum Singapura
singapura mengikuti sistem hukum yang dikenal Common law yang berkembang di wilayah
inggris dari abad XI. Sistem ini sering disebut sebagai hukum tak tertulis selain dari hukum
tertulis ( statues )sistem Common law bersumber kepada keputusaan hakim dan hukum
kebiasaanya

4. Teori Perlindungan Konsumen

 Pengertian Perlindungan Konsumen


AZ. Nasution, SH memmaparkan tentang batas dari hukum prlindungan konsumen
beserta asas hukum yang mengikuti nya yang mengatur dan mengikat konsumen
dengan pelaku bisnis didalam payung perundang undangan perlindungan konsumen
dan jika terjadi permasalahan yang dipicu oleh ketidak seimbangan.
menurut UU Perlindungan Konsumen dalam Pasal 1 angka (1), menyebutkan bahwa,
”Perlindungan Konsumen merupakan tindakan kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen”. Artinya, Pemerintah memberikan kepastian
hukum kepada konsumen dalam hal perlindungan terhadap hak-hak dan
kepentingannya. Meskipun UU Perlindungan Konsumen ini bertujuan untuk
melindungi kepentingan konsumen bukan berarti mengabaikan kepentingan pelaku
usaha yang mempunyai peranan penting dalam dunia perdagangan dan pemenuhan
akan kebutuhan masyarakat. Menurut Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen, perlindungan konsumen bertujuan:
1. Menumbuhkan dan meningkatakan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian
konsumen dalammelindungi diri.
2. Menaikkan rasa percaya diri konsumen dengan menghindari dari penipuan.
3. melakukan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
4. Memberikan dan membuat perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi.
5. Memberikan pengertian dan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen agar tercipta nya sikap yang jujur dan bertanggung
jawab dalam berusaha.
 Menambah mutu dan kualitas barang dan/atau jasa untuk keberlangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,dan
kenyamanan konsumen.

Sumber-Sumber Hukum Konsumen


selain UU Perlindungan Konsumen, hukum konsumen juga ditetapkan melalui
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagaimana telah diuraikan bahwa
UU Perlindungan Konsumen berlaku setahun setelah disahkannya (tanggal 20 April
2000). Dan kemudian ditambah dengan ketentuan Pasal 64 (ketentuan peralihan)
bearti “mempertahankan” kepentingan konsumen. Sekalipun ketetapan dari UU itu
tidak diterbitkan khusus untuk konsumen atau perlindungan konsumen, tapi
menjadi sumber dan referensi untuk juga dari hukum konsumen dan/atau hukum
perlindungan konsumen. Beberapa diantaranya akan diuraikan sebagai berikut:
 Undang-Undang Dasar dan Ketetapan MPR
Hukum Perlindungan Kosumen berdasarkan landasan hukumnya pada Undang-
Undang Dasar 1945, pembukaan alinea keempat yang berbunyi: “Kemudian
daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia”. Umumnya, sampai saat ini orang bertumpu
pada kata “segenap bangsa” sehingga ia diambil sebagai asas tentang persatuan
seluruh bangsa Indonesia (asas persatuan bangsa). Akan tetapi, disamping itu, dari
kata “melindungi” menurut AZ.Nasution di dalamnya terkandung pula asas
perlindungan hukum pada segenap bangsa tersebut. Perlindungan hukum pada
segenap bangsa itu tentulah bagi segenap bangsa tanpa kecuali.
 Hukum Konsumen Dalam Hukum Perdata
Dengan hukum perdata secara arti luasnya, termasuk hukum perdata, hukum
dagang serta asas asas keperdataan yang ada dalam peraturan perundang-udangan
lainnya. Kesemuanya itu baik dalam hukum tertulis maupun hukum perdata tidak
tertulis (hukum adat). Kaidah-kaidah hukum perdata umumnya termuat dalam Kitab
Undang- Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Selain itu, kaidah-kaidah hukum
perdata adat perlu menjadi referensi oleh pengadilan dalam perkara tertentu.
Meskipun tidak tertulis namun kenyataan yang ada dalam pelaksanaan berbagai
kaidah hukum perdata.
 Hukum Konsumen Dalam Hukum Publik
berdasarkan hukum publik di pahami sebagai hukum yang mengatur hubungan
antara negara dengan individu serta hukum publik dalam kerangka hukum
konsumen atau disebut juga sebagai hukum perlindungan konsumen berupa hukum
administrasi negara, hukum acara perdata, hukum pidana dan hukum internasional.
Oleh sebab itu, semua asas hukum berhubungan dengan hukum publik selama
masih berhubungan dengan hukum konsumen, supplier dan penyelengara jasa.
Tentang perizinan usaha, pidana tertentu, hukum tentang acara dan berbagai
konvensi hukum perdata internasioanal dikenal sebagai hukum publik yaitu, hukum
administrasi negara, selanjutnya disebut hukum administrasi, hukum pidana, hukum
internasional khususnya hukum perdata internasional dan hukum acara perdata
serta hukum acara pidana paling banyak pengaruhnya dalam pembentukan hukum
konsumen.
 Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha
Konsumen merupakan individu yang mempunyai nilai penting dalam bertransaksi
penjualan barang dan/atau jasa. Pedagang dalam melakukan produksi, penyaluran
barang maupun memasarkan suatu produk barang dan/atau jasa, memiliki suatu
sasaran yaitu agar dapat menarik pihak konsumen supaya mau membeli produk
yang ditawarkannya. Sekalipun pada umumnya masyarakat Indonesia sudah
memahami siapa yang dimaksud dengan konsumen, tetapi hukum positif Indonesia
sampai tanggal 20 April 1999 belum mengenalnya, baik hukum positif “warisan” dari
masa yang masih berlaku berdasarkan Aturan Peralihan Pasal II UndangUndang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maupun peraturan perundang-
undangan baru hasil karya bangsa Indonesia. Istilah “Konsumen” merupakan suatu
istilah yang tidak asing dan telah memasyarakat. Banyak ahli bahasa yang mencoba
untuk mendefinisikan istilah ini. Istilah “konsumen” berasal dari kata consumer atau
consument, yang secara harfiah adalah “orang yang memerlukan, membelanjakan
atau menggunakan; pemakai atau pembutuh.” Az. Nasution, SH juga
mengemukakan itu beberapa batasan mengenai konsumen, yaitu:
a. Konsumen secara umumnya memiliki makna individu yang melakukan transaksi
pembelian.
b. Konsumen-antara adalah individu atau kelompok yang memperoleh barang
dan/atau jasa untuk digunakan dengan tujuan diperdagangkan (tujuan
komersial).
c. Konsumen-akhir adalah setiap individu yang mendapatkan dan menggunakan
barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi,
keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali
(nonkomersial).
Faktor mendapatkan barang / jasa dilakukan dalam pembatasan perolehan barang
atau jasa oleh konsumen berdasarkan hukum jual-beli, pinjam pakai, sewa
menyewa, konstruksi ansuransi, jasa perbankan dan lainnya. tapi dapat juga
pemberian sumbangan, hadiah-hadiah baik berkaitan dengan hubungan komersial
(pemasaran, promosi barang/jasa tertentu) maupun dalam hubungan lain-lainnya
UUPK juga memberikan pengertian mengenai konsumen, sebagaimana yang
termuat pada Pasal 1 angka (2) dan Penjelasannya. Pasal 1 angka (2) UUPK
menyatakan bahwa: konsumen merupakan individu yang ada didalam masyarakat
untuk tujuan tertentu Istilah pelaku usaha merupakan pengertian yuridis dari istilah
produsen. Pengertian pelaku usaha juga telah dirumuskan secara khusus dalam
UUPK yaitu:
pelaku usaha merupakan individu bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian kegiatan usaha
berbagai usaha berbagai bidang ekonomi.” Pengertian pelaku usaha menurut
ketentuan Pasal 1 butir 3 UUPK ini, mempunyai cakupan yang luas karena meliputi
penjual grosir, leveransir sampai pada pengecer. Pelaku usaha disini tidak termasuk
untuk pelaku eksportir atau pedagang dari luar negeri karena UUPK hanya sebatas
individu atau kelompok yang bukan berbadan hukum yang bernaung diwilayah
Indonesia. Pengertian pelaku usaha yang bermakna luas tersebut, akan
memudahkan konsumen korban menuntut ganti kerugian. Konsumen yang
dirugikan akibat penggunaan produk, tidak kesulitan dalam menemukan kepada
siapa tuntutan akan diajukan, karena banyak pihak yang dapat digugat.

Hak dan Kewajiban Konsumen


pelanggaran terhadap perlindungan konsumen disebabkan oleh faktor awamnya
konsumen maupun pelaku usaha terhadap hak dan kewajiban . meskipun telah
ditetapkan didalam UUPK. Hal ini dikarenakan tidak membacanya UUPK atau tidak
mengetahui ada nya UUPK tersebut. maka dari itu merupakan hal yang wajib bagi
konsumen untuk mengetahui hak dan kewajiban antara dua belah pihak yang
terkait dengan hukum perlindungan konsumen.
1. Pelaku usaha dan konsumen, mempunyai kesetaraan hak dan kewajiban yang
harus diperhatikan dan dilaksanakan oleh mereka. Jika terjadi pelanggaran akan
hak-hak konsumen atau konsumen mengalami kerugian sebagai akibat dari
pelaku usaha yang tidak melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya, maka
2. konsumen dapat menuntut pelaku usaha tersebut untuk bertanggung jawab.
Sebaliknya, konsumen tidak dapat menuntut pelaku usaha untuk bertanggung
jawab jika konsumen tidak melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya.

Secara umum, terdapat empat hak dasar konsumen yang mengacu pada President
Kennedy’s 1962 Consumer’s Bill of Right. Ke empat hak tersebut yaitu:

1. Hak untuk memperoleh keamanan (the right to safety)


2. Hak untuk mendapat informasi (the right to be informed)
3. Hak untuk memilih (the right to choose)
4. Hak untuk didengar (the right to be heard)
Dalam rancangan UUPK yang dikeluarkan Fakultas Hukum Universitas Indonesia
dan Departemen Perdagangan, terdapatlah enam hak konsumen, yaitu enam
hak dasar diatas kemudian ditambah dengan hak untuk mendapatkan barang
dan atau jasa sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya, dan hak untuk
mendapatkan penyelesaian hukum yang patut.

Hak dan kewajiban dari konsumen diatur dalam ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5
UUPK. Pasal 4 UUPK menetapkan bahwa konsumen memiliki hak-hak sebagai
berikut:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi


barang dan atau jasa.
b. Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan
atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan atau jasa.
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa
yang digunakan.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
g. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian
apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
atau sebagaimana mestinya.
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan
lainnya.

Selain hak, tentunya konsumen juga memiliki kewajiban-kewajiban yang


harus dipenuhi. Pasal 5 UUPK menetapkan empat kewajiban konsumen
sebagai berikut:
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dan atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan.
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan atau
jasa.
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.
Konsumen diharuskan membaca dan memahami serta melaksanakan petunjuk dari informasi
dan sistematika pemakaian dan penggunaan barang dan jasa demi keselamatan disaat
menggunakan barang atau jasa tersebut , karena itu pelaku usaha telah sering
menyampaikan peringatan secara jelas pada suatu produk, tetapi konsumen tidak membaca
peringatan secara yang telah disampaikan kepadanya. Dengan ketentuan keharusan ini maka
implikasinya terhadap pelaku usaha tidak bertanggung jawab apabila konsumen yang
bersangkutan menderita kerugian akibat mengabaikan kewajiban tersebut.

Teori Komparatif
Perubahan lingkungan yang strategis menjadi kebebasan perdagangan, otonomi daerah,
perubahan preferensi konsumen, serta kelestarian lingkungan; kompenen yang tertera tersebut
meminta adanya perubahan cara kerja dan operasional dari kelembagaan kemitraan usaha
agribisnis hortikultura. Kebebasan dalam melakukan perdagangan meningkatkan daya saing dan
kompetitive di pasar dan meningkatkan pasar komoditas antar daerah dan negara. Indonesia
sebagai negara tropis memiliki dan mempunyai sunber daya hayati yang bernilai saing dan
keunggulan yang diakui didalam menghasilkan produk pertanian tropis seperti sayuran dan
buah buahan. Komoditas tersebut memiliki nilai ekonomi ytang tinggi ( high value commodity )
, sehingga harus diproduksi secara efektif dan efisien agar semakin memperoleh tempat
bersaing yang lebih di pasar. Dari aspek produksi, potensi pengembangan komoditas
hortikultura masih dapat ditingkatkan ditinjau dari aspek ketersediaan lahan dan peluang
peningkatan adopsi teknologi. Jumlah penduduk yang besar, kenaikan pendapatan, dan
berkembangnya pusat kota-industri-wisata, serta liberalisasi perdagangan merupakan faktor
utama yang mempengaruhi permintaan. Permintaan komoditas sayuran dan buah-buahan pada
tahun 1996 masing-masing sebesar 44,1 kg/kapita/tahun dan 24,5 kg/kapita/tahun, pada tahun
1999 meningkat menjadi 48,2 kg/kapita/tahun dan 18,6 kg/kapita/tahun, dan pada tahun 2002
masing-masing menjadi 38,92 kg/kapita/tahun dan 25,8 kg/kapita/tahun (Susenas, 1996, 1999,
dan 2002).
Komoditas hortikultura memiliki karakter cepat busuk, rusak, dan susut besar. permasalahan ini
menimbulkan risiko fisik dan harga. Dibutuhkan inovasi dalam mengembangkan agribisnis
holtikultura berupa ragam jenisnya, kualitas, pasokan, dan kuantitas yang mengikuti permintaan
pasar. Hal ini menjadi momok bagi konsumen / instuisi berfokus kepada ekspor. Faktor
permasalahan di karena kurangnya sumber daya manusia dalam menguasai teknologi dan kerja
sama antar pelaku agribisnis; sehingga struktur kelembagaan agribisnis hortikultura mengalami
dalam mengadakan supply chain management produk hortikultura. Berdasarkan latar belakang
permasalahan tersebut maka tulisan ini mengkaji: (1) konsepsi daya saing dan pentingya
kemitraan usaha; (2) status daya saing beberapa komoditas hortikultura Indonesia; (3) rumusan
simpul-simpul kritis prasyarat berjalannya kelembagaan kemitraan usaha yang berdayasaing;
dan (4) bagaimana mewujudkan keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif melalui
kemitraan usaha.
Daya saing suatu komoditas dapat diukur dengan menggunakan pendekatan keunggulan
komparatif dan kompetitif. Keunggulan komparatif merupakan suatu konsep yang
dikembangkan oleh David Ricardo untuk menjelaskan efisiensi alokasi sumberdaya di suatu
negara dalam sistem ekonomi yang terbuka (Warr, 1992; Lembaga Penelitian IPB, 1997/1998). ).
Ricardo menganggap keabsahan teori nilai berdasar tenaga kerja (labor theory of value) yang
menyatakan hanya satu faktor produksi yang penting menentukan nilai suatu komoditas, yaitu
faktor tenaga kerja dan Hukum keunggulan komparatif dari Ricardo menyatakan bahwa
sekalipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis
komoditas jika dibandingkan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan
masih bisa berlangsung, selama rasio harga antar negara masih berbeda jika dibandingkan tidak
ada perdagangan (Lindert dan Kindleberger, 1993.
nilai komoditas secara langsung berhubungan dengan jumlah tenaga kerja yang produktiv. Teori
keunggulan komparativ ricardo di tambah teori biaya imbangan maka secara hitungannya harga
reguler dari komoditas yang berbeda di tentukan oleh biaya yang dikeluarkan . Selanjutnya teori
Heckscer Ohlin tentang pola perdagangan mengungkapkan: Komoditi-komoditi yang dalam
produksinya melimpah dan faktor produksi sedikit (yang langka) diekspor untuk ditukar dengan
barang-barang yang yang dibutuhkan untuk. Jadi secara tidak langsung faktor produksi yang
melimpah diekspor dan faktor produksi yang langka diimpor (Ohlin, 1933: hal. 92 dalam Lindert
dan Kindleberger, 1993).
keunggulan suatu produk yang memiliki nilai saing sering di analisa menggunakan Domestic
Resource Cost (DRC) atau Biaya Sumberdaya Domestik (BSD). Biaya Sumberdaya Domestik
adalah biaya penanganan dari penerimaan devisa secara bersih, faktor –faktor produksi
domestik yang langsung atau tidak langsung didalam kegiatan ekonomi. Pendekatan ini sangat
umum digunakan pada komoditas pertanian seperti yang dilakukan oleh Suryana (1980),
Rosegrant et al. (1987), Saptana (1987), Simatupang (1990), Warr (1990), Kasryno (1990),
Saptana et al. (2001), Rachman et al. (2004), Rusastra et al. (2004), Saliem et al. (2004), dan
Saptana et al. (2004). Guna memperoleh indikator pengukur dayasaing yang lebih lengkap
digunakan Policy Analisis Matrix yang dikembangkan oleh Monke dan Person (1995). Menurut
Simatupang (1991) maupun Sudaryanto dan Simatupang (1993), konsep keunggulan komparatif
merupakan mengukur daya saing yang bisa dicapai oleh perekonomian dan tidak mengalami
diostorsi . beberapa faktor yang mempengaruhi keunggulan daya saing dalam kleayakan
ekonomi, dan yang terkait dengan daya saing adalah ke;ayakan ekonomi suatu aktivitas.
Sudaryanto dan Simatupang (1993) mengemukakan bahwa konsep yang lebih cocok untuk
mengukur kelayakan finansial adalah keunggulan kompetitif atau revealed competitive
advantage yang merupakan pengukur daya saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian
aktual.
nilai saing untuk komoditas dalam suatu negara dapat ditentukan oleh kemampuan sumber
daya manusia didalam managemennya. Keunggulan daya kerja manusia ditentukan oleh empat
faktor berikut (Yusdja, 2004): (1) Kemampuan SDM memanfaatkan dan mengelola alam
mencakup kemampuan manusia dalam bekerja yang tidak dapat digantikan oleh daya kerja yang
lain; (2) Kemampuan mengelola (manajemen) dalam menggunakan sumberdaya yang
dikuasainya; (3) Kemampuan menguasai modal, finansial, dan sumberdaya alam; dan (4)
Kemampuan membuat dan menggunakan teknologi. Landasan pemikiran tersebut di atas
seharusnya dapat diimplementasikan pada tataran operasional di tingkat mikro. Gagasan
tersebut sejalan dengan pemikiran John R. Commons tentang pentingnya kerjasama usaha
dalam mencapai harmoni. John R. Commons dalam Mubyarto (2002), mengakui prinsip ekonomi
neoklasik tentang kelangkaan (scarcity) dan asas efisiensi untuk mengatasinya tetapi berbeda
dengan teori ekonomi klasik dalam cara-cara mencapai “ harmoni” atau “keseimbangan”, yaitu
tidak dengan menyerahkan pada mekanisme pasar melaui persaingan (competition), tetapi
melalui kerjasama (cooperation) dan tindakan bersama (collective action). Untuk mencapai
keseimbangan antara pertumbuhan di jangka pendek dan pemerataan dan ke validan dalam
jangka panjang diperlukan pengembangan kelembagaan kemitraan usaha untuk mendapatkan
manfaat dari peningkatan daya saing dari komoditas yang mempengaruhi tingkat pencapaian
skala ekonomi dari petani baik dari distribusi dengan saling berbagi teknologi dan informasi
diantara perusahaan dan petani. Hal ini menyebabkan peningkatan akses terhadap pasar, serta
adanya kesatuan dalam pengambilan keputusan; sehingga usaha tani yang dilakukan sesuai
dengan permintaan pasar. Lahirnya konsep dan implementasi kelembagaan kemitraan usaha
antara perusahaan pertanian (BUMN, Swasta, Koperasi) dengan pertanian rakyat (petani)
didasari beberapa alasan : (1) karena perbedaan dalam penguasaan sumberdaya (lahan dan
kapital) antara masyarakat industrial di perkotaan (pengusaha pertanian) dan masyarakat
pertanian di pedesaan (petani); (2) Adanya perbedaan sifat hubungan biaya per satuan output
dengan skala usaha pada masing-masing sub sistem dari sistem agribisnis, di mana pada sub
sistem usahatani sifat hubungan biaya per satuan output terhadap skala usaha bersifat
meningkat atau tetap (increasing atau constant cost to scale), sedangkan pada sub sistem
lainnya sifat hubungan biaya persatuan output dengan skala usaha bersifat menurun
(decreasing cost return to scale); dan (3) Dalam dunia nyata, sulit ditemukan terjadinya
mekanisme pasar yang mendekati pasar persaingan sempurna, karena petani menghadapi
struktur pasar oligopolistik pada pasar input dan menghadapi struktur pasar yang oligopsonistik
pada pasar output.
Teori keunggulan komparatif (comparative advantage) dicetuskan oleh David Ricardo. Teori ini
merupakan penyempurnaan dari teori keunggulan mutlak yang dicetuskan oleh Adam Smith.
Dalam buku Perdagangan dan Bisnis Internasional (2020) karya Jongkers Tampubolon, meskipun
sebuah negara kurang efisien dalam memproduksi kedua komoditas, perdagangan yang
menguntungkan antara kedua belah pihak masih bisa dilakukan. Negara yang kurang efisien
akan melakukan spesialisasi dalam produksi dan mengekspor komoditas yang memiliki kerugian
absolut yang lebih kecil. Dari komoditas inilah negara tersebut memiliki keunggulan komparatif.
Berlaku sebaliknya, negara tersebut akan mengimpor komoditas yang memiliki kerugian absolut
lebih besar.

Anda mungkin juga menyukai