ABSTRAK
Perkembangan teknologi dan informasi yang mengakibatkan percepatan arus informasi menjalar ke
seluruh penjuru dunia. Hal tersebut juga berdampak pada kehidupan manusia dan membawa
perubahan yang signifikan. Salah satu halnya adalah perubahan dari pasar konvensional menuju ke
pasar online yang berbasis internet atau e-commerce. Pemanfaatan e-commerce dalam dunia
perdagangan memudahkan para pelaku usaha untuk melakukan promosi produk dagangannya hingga ke
manca negara dan konsumen juga diuntungkan karena mendapatkan pilihan yang beragam. Para pelaku
usaha yang mempromosikan usahanya melalui e-commerce juga dapat memilih metode pembayaran
yang akan digunakan, salah satunya dengan menggunakan metode pembayaran paypal. Penelitian ini
dilakukan untuk (1) mendapatkan informasi dan memahami serta menemukan bentuk perlindungan
Paypal terhadap pelaku usaha yang bersengketa dalam transaksi jual beli online melalui e-commerce
dengan metode pembayaran paypal dan (2) untuk mengetahui dan memahami yurisdiksi apa yang
berlaku terhadap pelaku usaha yang bersengketa dalam transaksi jual beli online melalui e-commerce
dengan metode pembayaran paypal. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian hukum kualitatif
normatif dengan menggunakan data yang diperoleh dari jurnal dan penelitian. Jenis dan sumber bahan
hukum adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Penelitian ini menunjukkan bahwa (1)
PayPal memberikan perlindungan hukum kepada pelaku usaha jika terdapat sengketa transaksi dengan
cara pelaku usaha harus dapat melampirkan bukti transaksi, bukti pembayaran dari konsumen, serta
bukti bahwa produk telah diberikan kepada konsumen dan diterima konsumen. Bukti tersebut diberikan
langsung kepada pihak PayPal melalui email. (2) Jika terjadi sengketa dan kedua pihak tidak menuliskan
hukum apa yang akan digunakan untuk menyelesaikan sengketa, Hukum Singapura yang akan berlaku.
Namun jika telah terjadi kesepakatan oleh kedua pihak menggunakan hukum Indonesia dan salah satu
pihak berwarga negara Indonesia, maka dapat menganut yurisdiksi hukum Indonesia.
Kata Kunci : Perlindungan Pelaku Usaha, PayPal, E-Commerce, Perlindungan Hukum
BAB I
PENDAHULUAN
2.1. Landasan Teori
1. Teori Perjanjian
Aturan yang memuat sebuah tindakan dari satu orang atau lebih untuk mengikatkan dirinya
pada satu orang atau lebih adalah Pasal 1313 KUHPerdata. Dalam peristiwa ini
menimbulkan sebuah hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang selanjutnya
disebut sebagai peritakatan dalam mengemban hak dan kewajiban setiap[ individu.
Syarat Syah suatu Perjanjian
Terdapat 4 (empat) syarat sah perjanjian berupa pelaku dan penerima yang diatur pada
pasal 1320 KUHPerdata, syarat subjektif ini diartikan sebagai individu yang membuat
perjanjian tersebut, sedangkan pada syarat objektifnya ini disebut sebagai objek dari suatu
perjanjian yang dijanjikan oleh para pihak. Terjadinya kekosongan terhadap syarat
perjanjian yang telah diatur maka perjanjian ini tidak dapat dilanjutkan atau dapat dikatakan
dibatalkan (voidable).
Kesepakatan (Pasal 1321 - 1328 KUHPerdata)
Dalam perjanjian untuk terjadinya sahnya suatu perjanjian maka masing-masing pihak
memberikan kesepakatan terhadap hal-hal yang disepakati terhadap perjanjian yang sedang
dilangsungkan. Pada pembukaan undang-undang dituliskan bahwa para pihak menyepakati
hal-hal yang telah disebutkan di atas, maksudnya adalah para pihak telah membaca dan
setuju terhadap perjanjian yang telah dibuat dan disepakati oleh para pihak. Dengan
mencantumkan kata-kata tersebut para pihak telah mengikatkan dirinya terhadap
perjanjian yang telah dibuat serta secara sadar dan tanpa paksaan dari pihak manapun
terhadap perjanjian yang telah disepakatinya itu. Perjanjian ini dapat dilakukan melalui
tulisan ataupun lisan. Terdapat penyebab cacatnya suatu perjanjian apabila:
Terdapat pemaksaan (dwang) pada proses terjadinya pengikatan antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
Adanya penipuan (bedrog) yang berada di dalam proses pengikatan perjanjian.
Terdapat suatu kekeliruan (dwaling) pada suatu subjek dan objek perjanjian yang akan
disepakati oleh para pihak. Misal objek yang disepakati adalah sebuah mobil namun tidak
memberikan keterangan secara detail mobil apa yang menjadi objek perjanjian.
- Kecakapan (Pasal 1329 - 1331 KUHPerdata)
Kecapakan subjek hukum merupakan sebuah suatu hal yang wajib dalam sebuah perjanjian
sebagaimana diatur dalam pasal 1329 KUHPerdata. Namun terdapat pengecualian yang
diatur oleh undang-undang pada pasal 1330 yang menyatakan bahwa terdapat beberapa
orang tidak cakap dalam melakukan sebuah perjanjian, yaitu:
1. Seseorang yang di bawah 21 tahun, kecuali dalam undang-undang ditentukan lain.
2, Seseorang yang berada di bawah pengampuan
3. Seorang Wanita berkeluarga
Pasal 330 KUHPerdata menyebutkan bahwa individu dapat dikatakan dewasa jika sudah
lebih dari 21 tahun atau sudah menikah, di bawah 21 tahun dianggap belum dewasa.
Selanjutnya pada ketentuan pasal 47 dan pasal 50 Undang-Undang No 1 tahun 1974
menyatakan bahwa seseorang dianggap dewasa apabila telah berada di atas 18 tahun,
selain itu seseorang yang telah menikah telah dianggap dapat melakukan perbuatan hukum
sehingga dapat dikatakan cakap secara hukum.
- Suatu hal tertentu (Pasal 1332 - 1334 KUHPerdata)
Dalam suatu perjanjian harus memuat hal-hal tertentu pada objek yang dijadikan dalam
objek perjanjiannya seperti jenis dari objeknya. Pada pasal 1333 KUHPerdata menyebutkan
bahwa suatu perjanjian harus memiliki suatu hal tertentu ( Certainty of terms) yang
diperjanjikan terhadap objek perjanjiannya, barang atau objek perjanjian ini paling tidak
sedikitnya hal yang ditentukan berupa jenis (determinable) dari suatu barang tersebut.
- Suatu Sebab yang halal (Pasal 1335 - 1337 KUHPerdata)
Menurut pasal 1337 KUHPerdata bahwa suatu perjanjian harus memuat sesuatu yang halal
dalam objek perjanjiannya dengan tidak bertentangan dengan causa palsu atau yang
dilarang dalam ketentuan pasal tersebut seperti kesusilaan atau ketertiban umum. Dalam
hal ini apabila terdapat suatu hal yang dikatakan dalam undang-undang termasuk sesuatu
hal yang dilarang maka perjanjian ini sebagaimana diatur dalam pasal 1335 KUHPerdata
tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pada hakihatnya setiap insan manusia yang dalam hukum dikatakan sebagai subjek hukum
memiliki hak dan kewajiban. Dalam hal ini sebagai subjek hukum manusia dapat melakukan
perbuatan hukum seperti melakukan sebuah perjanjian, hukum perjanjian ini juga telah
lama hidup dan berdampingan pada kehidupan masyarakat. Dalam bahasa belanda
perjanjian dikenal dengan overeenkomst dan dikenal juga dalam bahasa inggris dengan
sebutan contract/agreement. Dalam peraturan di Indonesia perjanjian telah tertuang pada
BW atau KUHPerdata pasal 1313 yang berbunyi “sebuah perjanjian adalah perbuatan yang
dilakukan oleh satu orang atau lebih dengan mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih”. Perjanjian sendiri timbul akibat dari seseorang yang mengikatkan dirinya dan berjanji
untuk menyetujui perjanjian yang telah dibuatnya.
Subekti mengatakan bahwa perjanjian merupakan sebuah peristiwa dimana seseorang
melakukan perbuatan hukum untuk saling berjanji dan mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih demi melaksanakan suatu hal. Teori ini didukung dengan berbagai syarat
sebagai sahnya suatu perjanjian yang ditermaktub pada pasal 1320 KUHPerdata. Dalam
syarat sahnya perjanjian ini terdapat 4 (empat) syarat, yakni: 1) adanya kesepakatan antar
pihak; 2) kecakapan antar pihak; 3) sesuatu hal tertentu; 4) sebab-sebab yang halal.
Pada teori ini, terdapat beberapa asas yang melengkapi jalannya teori perjanjian ini yaitu
Asas Kebebasan Berkontrak, Asas Konsensualisme, Pacta Sun Servanda, Asas Itikad Baik.
Asas Konsensualisme
Berdasarkan Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata, hukum perjanjian dikuasai oleh
asaskonsensualisme. Pada ayat tersebut tertulis kebebasan suatu pihak untuk menentukan
isikontrak diatas oleh sepakat lainnya yang mengandung arti bahwa asas kebebasan
berkontrak dibatasi oleh asas konsensualisme.
Asas Pacta Sun Servanda
Berdasarkan asas ini, sebuah perjanjian mengikat kepada pihak yang membuat perjanjian
tersebut seperti undang-undang. Berdasarkan asas ini juga membentuk suatu kewajiban
hukum bagi para pembuat perjanjiannya dan wajib ditaati.
Asas Itikad Baik
Asas ini bisa dilihat pada Pasal 1338 KUH Perdata yang bertuliskan “perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik”. Menurut Subekti, asas itikad baik merupakan salah satu
sendi terpenting dalam hukum perjanjian. Unsur utama yang dipegang teguh pada asas ini
adalah kejujuran dalam pembuatan perjanjian.
Teori perjanjian ini diaplikasikan kepada semua pihak yang melakukan perjanjian kepada
pihak lain. Perjanjian tersebut dapat berbentuk transaksi jual beli antara kedua belah pihak
yang dimana dalam melakukan transaksi jual beli tersebut, terdapat asas kebebasan
berkontrak yang berarti kedua belah pihak diberi kebebasan dalam membuat perjanjian.
Kemudian asas konsensualisme yang dimana kedua belah pihak diberi kebebasan untuk
melakukan transaksi jual beli barang yang akan dibeli oleh pembeli, ada juga asas pacta sun
servanda yang berarti jika terjadi transaksi jual beli, kedua belah pihak harus wajib menaati
kewajiban masing-masing yaitu penjual memberikan barangnya dan pembeli melakukan
pembayaran kepada penjual. Terdapat juga asas itikad baik yang dimana unsur yang
dijunjung tinggi adalah kejujuran antara kedua belah pihak, penjual jujur dalam berjualan
dan pembeli juga jujur dalam melakukan transaksi.
2. Teori Kontraktual
Kontrak atau perikatan adalah sebuah hubungan antara satu pihak dengan pihak lainnya dan
memiliki kewajiban yang wajib dipenuhi oleh pihak-pihak yang melakukan perikatan. Berdasarkan
Pasal 1313 KUH Perdata mengandung pengertian kontrak namun hanya mencakup pengertian
kontrak sepihak. Kontrak merupakan salah satu dari beberapa sumber hukum perikatan yang
mencakup yurisprudensi, hukum tidak tertulis, dan doktrin. Pada teori ini juga mengandung 4 asas
yang sama dengan teori perjanjian yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas
pacta sun servanda, dan asas itikad baik. Terdapat penambahan satu asas pada teori ini adalah asas
kepribadian yang berdasarkan pada Pasal 1315 dan 1340 KUH Perdata bahwa asas ini menentukan
bahwa seseorang yang akan melakukan perjanjian atau kontrak hanya untuk kepentingan
perorangan. Implementasi dari teori ini juga sama dengan teori perjanjian yang dimana kontrak
disini bisa juga diganti dengan transaksi jual beli antara pembeli dan penjual.
a. Perlindungan hukum preventif yang adalah tindakan perlindungan oleh pemerintah agar
mencegah pelanggaran pelanggaran terjadi.
b. Perlindungan hukum represif yang adalah perlindungan terakhir yang diberikan kepada
suatu pelanggaran berupa denda, sanksi, penjara dan hukuman tambahan.
Diharapkan dengan adanya implementasi dari teori ini, diharapkan adanya perlindungan
hukum dari negara kepada masyarakat yang mengikatkan dirinya dalam perjanjian dalam
kasus ini perjanjian transaksi jual-beli yang akan memberikan sebuah bentuk kepastian
hukum.1
Bentuk perlindungan kepada warga negara memiliki banyak bentuk salah satunya adalah
perlindungan hukum. Kehadiran hukum didalam masyarakat akan mengurangi nepotisme atau
benturan kepentingan didalam masyarakat. Perlindungan hukum untuk warga negara Indonesia
di atur dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945), maka setiap
hasil keputusan yang dibuat oleh badan legislatif harus mampu memberikan suatu perlindungan
hukum bagi setiap warga negara. Ada beberapa pendapat para ahli mengenai perlindungan
hukum, antara lain:
1Satjipto Rahardjo, 2003, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Jakarta, Kompas, h.121.
perlindungan hukum yaitu individu hukum yang melindungi dan individu yang akan
dilindungi oelh alat hukum, maupun tindakan agar tercapai tujuan dari perlindungan
hukum tersebut.2
Dari pengertian diatas tentang perlindungan hukum diperoleh kesimpulan bahwa
perlindungan hukum merupakan tindakan dalam memberikan dan melindungi
kepentingan warga negara sebagai manusia yang memiliki hak dan martabat dengan
memberikan kewenangan dan kebebasan dalam bertindak untuk kepentingannya sendiri
. berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No.8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen
menyatakan tentang “Perlindungan konsumen merupakan “segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Kalimat yang
menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”.3
Pelaku usaha memiliki kewajiban untuk mencantumkan identitas usaha nya dalam
website, namun di dalam kenyataannya banyak pelaku usaha dan toko online hanya
memberikan no telepon dan email sebagai identitas usahanya tanpa alamat yang jelas.
Pencantuman identitas usaha yang jelas di harapkan konsumen mendapat jaminan akan
kejelasan hukum disaat bertransaksi.
Kemudian keabsahan toko dijamin oleh lembaga penjamin, namun toko online di
Indonesia kebnayakan tidak memiliki lembaga penjamin keabsahan tokonya sehingga
besar kemungkinan konsumen bertransaksi dengan toko online yang fiktif.
b. Perlindungan Hukum Dari Sisi Konsumen.
Jaminan akan perlindungan kerahasiaan data data pribadi dari konsumen agar tidak
disalah gunakan oleh pelaku usaha seperti menjual data pribadi konsumen kepad pihak
lain untuk kepentingan promosi.
c. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dari Sisi Produk
Dalam menjual produknya, pelaku usaha dberkewajiban untuk
3Philipus M. Hadjon,dkk, 2011, Pengantar Hukum AdministrasiIndonesia,Gajah Mada University Press, Yogyakarta, h.10
1. Mencantumkan dan menjelaskan detail informasi yang benar tentang produk agar
konsumen tidak salah ionformasi dalam menggunakan produk tersebut terutama yang
bersifat dasar seperti kualitas, jenis dan ukuran produk tersebut. Disamping informasi-
informasi lain yang relevan4seperti keunggulanproduk. Hal ini sangat penting untuk
konsumen dalam pengambilanl keputusan untuk membeli atau tidak. Menurut hasil
penelitian di Indonesia para pelaku usaha kebanyakan sangat minim dalam memberi
detail dan informasi produk.
2. Detail dan informasi tentang produk sebaiknya menggunakan bahasa yang umum
sehingga mudah dimengerti dan tidak menyebakan salah penafsiran oleh konsumen.
Selain itu e-commerce adalah perdagangan antar negara dan pelaku usaha bisa
menggunakan bahasa yang di pahami oleh konsumennya sehingga terjadi transaksi yang
benar dan sesuai.
3. Menjelaskan dan memberikan jaminan tentang keamanan serta kenyamanan produk
untuk dikonsumsi atau di gunakan.
4. Pelaku usaha memberikan kejelasan dan jaminan produk yang dipromosikan sama
dengan produk yang ditawarkan.
5. Konsumen berkewajiban untuk mengenal dan mengetahui tentang produk agar tidaka
merugikan dirinya sendiri ketika sudah membeli produk tersebut.
Sistem hukum terbagi 4 (empat)bagian, yaitu Sistem Hukum Eropa Kontinental atau sering disebut
dengan Civil Law System, Sistem Anglo Saxon atau sering disebut dengan Common Law System, Sistem
Hukum Adat, dan Sistem Hukum Islam atau sering disebut Islamic Law System. Di Indonesia menganut
Sistem Hukum Eropa Kontinental atau Civil Law System dan di Singapura menganut Sistem Hukum Anglo
Saxon atau Common Law System.
1. Sistem Hukum Indonesia
sistem hukum indonesia menganut sistemhukum seperti Eropa khusunya negara Belanda
yang disebut juga dengan civic law karena menurut sejarah bahwa Indonesia merupakan
bekas wilayah jajahan Belanda. Sistem Hukum Eropa Kontinental memiliki ciri-ciri dan
ketentuan-ketentuan hukum yang dihimpun kemudian diputuskan lebih lanjut oleh hakim
dalam pelaksanaannya sistem hukum ini berasal dari kodifikasi hukum di kekaisaran
Romawi. Dalam Sistem Eropa Kontinental, hukum yang memiliki kekuatan yang mengikat
adalah hukum tertulis (peraturan perundang-undangan), sehingga putusan hakim dalam
suatu perkara hanya mengikat para pihak yang berpekara saja.
2. Sistem Hukum Singapura
singapura mengikuti sistem hukum yang dikenal Common law yang berkembang di wilayah
inggris dari abad XI. Sistem ini sering disebut sebagai hukum tak tertulis selain dari hukum
tertulis ( statues )sistem Common law bersumber kepada keputusaan hakim dan hukum
kebiasaanya
Secara umum, terdapat empat hak dasar konsumen yang mengacu pada President
Kennedy’s 1962 Consumer’s Bill of Right. Ke empat hak tersebut yaitu:
Hak dan kewajiban dari konsumen diatur dalam ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5
UUPK. Pasal 4 UUPK menetapkan bahwa konsumen memiliki hak-hak sebagai
berikut:
Teori Komparatif
Perubahan lingkungan yang strategis menjadi kebebasan perdagangan, otonomi daerah,
perubahan preferensi konsumen, serta kelestarian lingkungan; kompenen yang tertera tersebut
meminta adanya perubahan cara kerja dan operasional dari kelembagaan kemitraan usaha
agribisnis hortikultura. Kebebasan dalam melakukan perdagangan meningkatkan daya saing dan
kompetitive di pasar dan meningkatkan pasar komoditas antar daerah dan negara. Indonesia
sebagai negara tropis memiliki dan mempunyai sunber daya hayati yang bernilai saing dan
keunggulan yang diakui didalam menghasilkan produk pertanian tropis seperti sayuran dan
buah buahan. Komoditas tersebut memiliki nilai ekonomi ytang tinggi ( high value commodity )
, sehingga harus diproduksi secara efektif dan efisien agar semakin memperoleh tempat
bersaing yang lebih di pasar. Dari aspek produksi, potensi pengembangan komoditas
hortikultura masih dapat ditingkatkan ditinjau dari aspek ketersediaan lahan dan peluang
peningkatan adopsi teknologi. Jumlah penduduk yang besar, kenaikan pendapatan, dan
berkembangnya pusat kota-industri-wisata, serta liberalisasi perdagangan merupakan faktor
utama yang mempengaruhi permintaan. Permintaan komoditas sayuran dan buah-buahan pada
tahun 1996 masing-masing sebesar 44,1 kg/kapita/tahun dan 24,5 kg/kapita/tahun, pada tahun
1999 meningkat menjadi 48,2 kg/kapita/tahun dan 18,6 kg/kapita/tahun, dan pada tahun 2002
masing-masing menjadi 38,92 kg/kapita/tahun dan 25,8 kg/kapita/tahun (Susenas, 1996, 1999,
dan 2002).
Komoditas hortikultura memiliki karakter cepat busuk, rusak, dan susut besar. permasalahan ini
menimbulkan risiko fisik dan harga. Dibutuhkan inovasi dalam mengembangkan agribisnis
holtikultura berupa ragam jenisnya, kualitas, pasokan, dan kuantitas yang mengikuti permintaan
pasar. Hal ini menjadi momok bagi konsumen / instuisi berfokus kepada ekspor. Faktor
permasalahan di karena kurangnya sumber daya manusia dalam menguasai teknologi dan kerja
sama antar pelaku agribisnis; sehingga struktur kelembagaan agribisnis hortikultura mengalami
dalam mengadakan supply chain management produk hortikultura. Berdasarkan latar belakang
permasalahan tersebut maka tulisan ini mengkaji: (1) konsepsi daya saing dan pentingya
kemitraan usaha; (2) status daya saing beberapa komoditas hortikultura Indonesia; (3) rumusan
simpul-simpul kritis prasyarat berjalannya kelembagaan kemitraan usaha yang berdayasaing;
dan (4) bagaimana mewujudkan keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif melalui
kemitraan usaha.
Daya saing suatu komoditas dapat diukur dengan menggunakan pendekatan keunggulan
komparatif dan kompetitif. Keunggulan komparatif merupakan suatu konsep yang
dikembangkan oleh David Ricardo untuk menjelaskan efisiensi alokasi sumberdaya di suatu
negara dalam sistem ekonomi yang terbuka (Warr, 1992; Lembaga Penelitian IPB, 1997/1998). ).
Ricardo menganggap keabsahan teori nilai berdasar tenaga kerja (labor theory of value) yang
menyatakan hanya satu faktor produksi yang penting menentukan nilai suatu komoditas, yaitu
faktor tenaga kerja dan Hukum keunggulan komparatif dari Ricardo menyatakan bahwa
sekalipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis
komoditas jika dibandingkan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan
masih bisa berlangsung, selama rasio harga antar negara masih berbeda jika dibandingkan tidak
ada perdagangan (Lindert dan Kindleberger, 1993.
nilai komoditas secara langsung berhubungan dengan jumlah tenaga kerja yang produktiv. Teori
keunggulan komparativ ricardo di tambah teori biaya imbangan maka secara hitungannya harga
reguler dari komoditas yang berbeda di tentukan oleh biaya yang dikeluarkan . Selanjutnya teori
Heckscer Ohlin tentang pola perdagangan mengungkapkan: Komoditi-komoditi yang dalam
produksinya melimpah dan faktor produksi sedikit (yang langka) diekspor untuk ditukar dengan
barang-barang yang yang dibutuhkan untuk. Jadi secara tidak langsung faktor produksi yang
melimpah diekspor dan faktor produksi yang langka diimpor (Ohlin, 1933: hal. 92 dalam Lindert
dan Kindleberger, 1993).
keunggulan suatu produk yang memiliki nilai saing sering di analisa menggunakan Domestic
Resource Cost (DRC) atau Biaya Sumberdaya Domestik (BSD). Biaya Sumberdaya Domestik
adalah biaya penanganan dari penerimaan devisa secara bersih, faktor –faktor produksi
domestik yang langsung atau tidak langsung didalam kegiatan ekonomi. Pendekatan ini sangat
umum digunakan pada komoditas pertanian seperti yang dilakukan oleh Suryana (1980),
Rosegrant et al. (1987), Saptana (1987), Simatupang (1990), Warr (1990), Kasryno (1990),
Saptana et al. (2001), Rachman et al. (2004), Rusastra et al. (2004), Saliem et al. (2004), dan
Saptana et al. (2004). Guna memperoleh indikator pengukur dayasaing yang lebih lengkap
digunakan Policy Analisis Matrix yang dikembangkan oleh Monke dan Person (1995). Menurut
Simatupang (1991) maupun Sudaryanto dan Simatupang (1993), konsep keunggulan komparatif
merupakan mengukur daya saing yang bisa dicapai oleh perekonomian dan tidak mengalami
diostorsi . beberapa faktor yang mempengaruhi keunggulan daya saing dalam kleayakan
ekonomi, dan yang terkait dengan daya saing adalah ke;ayakan ekonomi suatu aktivitas.
Sudaryanto dan Simatupang (1993) mengemukakan bahwa konsep yang lebih cocok untuk
mengukur kelayakan finansial adalah keunggulan kompetitif atau revealed competitive
advantage yang merupakan pengukur daya saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian
aktual.
nilai saing untuk komoditas dalam suatu negara dapat ditentukan oleh kemampuan sumber
daya manusia didalam managemennya. Keunggulan daya kerja manusia ditentukan oleh empat
faktor berikut (Yusdja, 2004): (1) Kemampuan SDM memanfaatkan dan mengelola alam
mencakup kemampuan manusia dalam bekerja yang tidak dapat digantikan oleh daya kerja yang
lain; (2) Kemampuan mengelola (manajemen) dalam menggunakan sumberdaya yang
dikuasainya; (3) Kemampuan menguasai modal, finansial, dan sumberdaya alam; dan (4)
Kemampuan membuat dan menggunakan teknologi. Landasan pemikiran tersebut di atas
seharusnya dapat diimplementasikan pada tataran operasional di tingkat mikro. Gagasan
tersebut sejalan dengan pemikiran John R. Commons tentang pentingnya kerjasama usaha
dalam mencapai harmoni. John R. Commons dalam Mubyarto (2002), mengakui prinsip ekonomi
neoklasik tentang kelangkaan (scarcity) dan asas efisiensi untuk mengatasinya tetapi berbeda
dengan teori ekonomi klasik dalam cara-cara mencapai “ harmoni” atau “keseimbangan”, yaitu
tidak dengan menyerahkan pada mekanisme pasar melaui persaingan (competition), tetapi
melalui kerjasama (cooperation) dan tindakan bersama (collective action). Untuk mencapai
keseimbangan antara pertumbuhan di jangka pendek dan pemerataan dan ke validan dalam
jangka panjang diperlukan pengembangan kelembagaan kemitraan usaha untuk mendapatkan
manfaat dari peningkatan daya saing dari komoditas yang mempengaruhi tingkat pencapaian
skala ekonomi dari petani baik dari distribusi dengan saling berbagi teknologi dan informasi
diantara perusahaan dan petani. Hal ini menyebabkan peningkatan akses terhadap pasar, serta
adanya kesatuan dalam pengambilan keputusan; sehingga usaha tani yang dilakukan sesuai
dengan permintaan pasar. Lahirnya konsep dan implementasi kelembagaan kemitraan usaha
antara perusahaan pertanian (BUMN, Swasta, Koperasi) dengan pertanian rakyat (petani)
didasari beberapa alasan : (1) karena perbedaan dalam penguasaan sumberdaya (lahan dan
kapital) antara masyarakat industrial di perkotaan (pengusaha pertanian) dan masyarakat
pertanian di pedesaan (petani); (2) Adanya perbedaan sifat hubungan biaya per satuan output
dengan skala usaha pada masing-masing sub sistem dari sistem agribisnis, di mana pada sub
sistem usahatani sifat hubungan biaya per satuan output terhadap skala usaha bersifat
meningkat atau tetap (increasing atau constant cost to scale), sedangkan pada sub sistem
lainnya sifat hubungan biaya persatuan output dengan skala usaha bersifat menurun
(decreasing cost return to scale); dan (3) Dalam dunia nyata, sulit ditemukan terjadinya
mekanisme pasar yang mendekati pasar persaingan sempurna, karena petani menghadapi
struktur pasar oligopolistik pada pasar input dan menghadapi struktur pasar yang oligopsonistik
pada pasar output.
Teori keunggulan komparatif (comparative advantage) dicetuskan oleh David Ricardo. Teori ini
merupakan penyempurnaan dari teori keunggulan mutlak yang dicetuskan oleh Adam Smith.
Dalam buku Perdagangan dan Bisnis Internasional (2020) karya Jongkers Tampubolon, meskipun
sebuah negara kurang efisien dalam memproduksi kedua komoditas, perdagangan yang
menguntungkan antara kedua belah pihak masih bisa dilakukan. Negara yang kurang efisien
akan melakukan spesialisasi dalam produksi dan mengekspor komoditas yang memiliki kerugian
absolut yang lebih kecil. Dari komoditas inilah negara tersebut memiliki keunggulan komparatif.
Berlaku sebaliknya, negara tersebut akan mengimpor komoditas yang memiliki kerugian absolut
lebih besar.