Anda di halaman 1dari 16

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN AKIBAT PELAKU

USAHA YANG MEMPERSULIT PENGEMBALIAN DANA DALAM


TRANSAKSI E-COMMERCE DI LAZADA

Irene Fata Sari


Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawangi, Jl. HS.Ronggo Waluyo,
Kabupaten Karawang, Jawa Barat 41361
irenefatasari@gmail.com
Margo Hadi Pura
Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawangi, Jl. HS.Ronggo Waluyo,
Kabupaten Karawang, Jawa Barat 41361
oficiumnobile@gmail.com

Abstrak

Transaksi e-commerce merupakan cara baru yang cukup berkembang saat ini,
sebab dapat memudahkan konsumen dalam memenuhi kebutuhan berbelanja. Tranksasi
online menjadi pilihan karena memiliki keunggulan antara lain lebih praktis serta
mudah dan dapat dilakukan kapanpun selama memiliki koneksi internet, namun di sisi
lain memiliki dampak negatif yaitu timbulnya permasalahan hukum yang dapat
menimbulkan kerugian bagi konsumen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen yang mengalami kerugian akibat
tindakan pelaku usaha yang mempersulit proses refund serta bagaimana tanggung jawab
pelaku usaha terhadap kerugian konsumen menurut Undang-undang Perlindungan
Konsumen No.8 Tahun 1999. Dengan menggunakan metode penelitian hukum
normatif, yakni menganalisis suatu permasalahan hukum menurut ketentuan peraturan
perundangan-undangan yang berlaku dengan menggunakan jenis pendekatan
perundang-undangan,serta pendekatan analisis konsep hukum . Berdasarkan hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa kasus yang dialami konsumen karena proses refund
atau penngembalian dana yang dipersulit terdapat dua bentuk perlindungan yakni.
Bentuk perlindungan preventif tercantum pada Pasal 4 huruf (d), Pasal 4 huruf (h), dan
Pasal 7 huruf (g) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Sedangkan untuk perlindungan represif sudah diatur dalam Pasal 19 berupa
pemberian ganti rugi dan Pasal 60 Undang-undang Perlindungan Konsumen yakni
berupa sanksi administratif, serta tanggung jawab pelaku usaha yakni wajib
memberikan ganti rugi atas kerugian konsumen dan jika pelaku usaha menolak atau
tidak memberi tanggapan atas kerugian konsumen tersebut , maka pelaku usaha dapat
digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan
peradilan di tempat kedudukan konsumen.

Kata Kunci : E-Commerce, Pelaku Usaha, Perlindungan Konsumen .

Abstract

E-commerce transactions are a new method that is quite developing at this time,
because it can make it easier for consumers to meet their shopping needs. Online
trading is an option because it has the advantage of being more practical and easy and
can be done at any time as long as you have an internet connection, but on the other
hand it has a negative impact, namely the emergence of legal problems that can cause
harm to consumers. The purpose of this research is to find out how legal protection for
consumers who experience losses due to business actors' actions complicating the
refund process as well as how business actors are liable for consumer losses according
to consumer protection law No.8 of 1999. Using normative legal research methods,
namely analyzing a legal problem according to the provisions of the prevailing laws
and regulations by using a statutory approach, as well as a legal concept analysis
approach. Based on the results of the research, it can be concluded that cases
experienced by consumers due to the complicated process of refunding or returning
funds have a form of protection, namely the form of preventive protection listed in
Article 4 letter (d), Article 4 letter (h), and Article 7 letter (g) Law Law Number 8 of
1999 concerning Consumer Protection. Whereas repressive protection has been
regulated in Article 19 of the consumer protection law in the form of compensation and
Article 60 of the consumer protection law, namely in the form of administrative
sanctions, as well as the responsibility of business actors, namely the obligation to
provide compensation for consumer losses and if business actors refuse or does not
respond to the consumer's loss, then the business actor can be sued through the
consumer dispute settlement agency or submit to a judicial body at the consumer's
domicile.
Keywords: E-Commerce, Business Actors, Consumer Protection.
A. Pendahuluan
Di era globalisasi yang begitu pesat belakangan ini, perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi tidak dapat dihindari lagi. Dengan berkembangnya teknologi
informasi, masyarakat menjadi dimudahkan dalam memperoleh arus informasi, baik
informasi dari dalam maupun luar negeri, sekaligus mempermudah orang untuk
berkomunikasi jarak jauh hingga melintasi batas ruang dan waktu. Salah satu
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi antara lain yaitu Internet
(Interconnection Network). Perkembangan internet (Interconnection Network) ini
memiliki banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh sebagai pengguna internet, antara
lain sarana informasi, sarana kegiatan bisnis, sarana komunikasi, sarana pendidikan dan
sarana hiburan. Perkembangan internet memiliki dampak yang sangat besar di bidang
kegiatan bisnis di Indonesia. Transaksi dalam perdagangan menjadi dapat dilakukan
secara langsung maupun secara tidak langsung melalui internet. Transaksi perdagangan
dengan memanfaatkan sarana internet telah mengubah dunia bisnis dari pola
perdagangan tradisional menjadi sistem perdagangan yang lebih modern, yaitu sistem
perdagangan secara virtual yang dikenal dengan istilah Electronic Commerce (E-
Commerce).
Dengan E-commerce ini transaksi jual beli dalam perdagangan dapat dilakukan
tanpa penjual (seller) dan pembeli (buyer) yang harus bertemu secara langsung.
Transaksi antar penjual dan pembeli dapat dilakukan melalui email, dan media sosial
lainnya yang kini peredarannya semakin banyak. Masyarakat semakin dimudahkan
dalam melakukan jual beli dengan adanya E-Commerce ini. Selain itu pembayaran juga
dapat dilakukan melalui internet yang biasa dikenal sebagai Internet Banking yang
mana pembayaran ini dapat melintasi ruang dan waktu tanpa batas. Perusahaan e-
commerce di Indonesia, salah satunya adalah Lazada yang dikenal sebagai perintis e-
commerce (online shopping) di beberapa negara dengan pertumbuhan tercepat di dunia
yang menawarkan pengalaman belanja online cepat, aman dan nyaman dengan produk-
produk dengan kategori berbeda-beda. Lazada selalu memberikan pelayanan yang
terbaik termasuk dengan menawarkan beberapa metode pembayaran, pengembalian
gratis, layanan konsumen yang baik dan garansi komitmen. Lazada.co.id selalu
menyediakan deretan produk tak terhitung jumlahnya yang selalu di update tiap hari dan
menawarkan banyak sekali macam barang mulai dari yang harganya murah hingga yang
mahal, dari barang yang baru hingga yang bekas yang diperjual belikan oleh para
member. Barang-barang yang dijual antara lain buku, barang anti, peralatan dapur,
make-up wanita, pakaian, sepatu, kendaraan bermotor, alat-alat elektronik, tiket
pesawat, peralatan rumah tangga, alat musik, makanan dan lain-lain.
Transaksi di toko online seperti Lazada ini sangat berbeda sekali dengan berbelanja
di toko konvensional biasanya. Di toko online, para pembeli harus mengakses situs
internet dari si penjual. Apabila ingin belanja dari toko online lazada, maka pembeli
harus mengakses www.lazada.co.id terlebih dahulu, kemudian baru dapat mencari
barang yang diinginkan. Apabila pembeli ingin membeli barang yang diinginkan
tersebut, pembeli dapat dengan mudah meng-klik tabel bertuliskan beli dan konfirmasi
pesanan, setelah itu pembeli dapat diberikan beberapa pilihan mekanisme pembayaran
seperti cicilan 0%, transfer bank, cash on delivery atau kartu kredit, kemudian pembeli
tinggal menunggu proses data pembelian dan pengiriman barang. Singkatnya, sistem
electronic commerce ini dapat meningkatkan kepuasan pelanggan, dengan pelayanan
yang cepat dan mudah. Lazada memiliki sistem dan metode pembayaran yang cukup
lengkap dan aman sebagai toko yang berbasis online. Namun ternyata dengan sistem
pembayaran yang sedemikian rupa, masih seringkali ditemui terjadinya kasus
pembatalan sepihak yang mengakibatkan konsumen harus melakukan refund atau
pengembalian dana, dan proses pengembalian dana tersebut memakan waktu yang
cukup lama dan prosesnya yang dipersulit oleh PT. Lazada ini. Berikut kronologis
konsumen yang merasa dirugikan oleh pihak Lazada akibat proses refund atau
pengembalian dana yang dipersulit :
Tanggal 21 April 2016, Konsumen dengan user id Lazada Dita,
melakukan order produk CorfysBag Tas Messenger Casual Pria A3969 di LAZADA,
dengan no Order 387341268. Pembayaran dilakukan hari itu juga sebesar Rp 413.500
melalui rekening Maybank saya a.n. Derieta Kurniawati Asha Kirana Alesha. Pada hari
yang sama konsumen menerima update bahwa pesanan dibatalkan, padahal konsumen
tidak melakukan pembatalan. Kemudian konsumen melakukan live
chat dengan customer service Lazada EY_pickey_simpathy, dan menanyakan
kenapa order saya dibatalkan. Dan ini jawaban dari EY_pickey_simpathy: “Untuk
pembatalan pesanan tersebut terjadi dikarenakan produk yang Ibu Dita pesan
mengalami kehabisan ketersediaan produknya Ibu”. Akhirnya konsumen mengisi form
refund/pengembalian dana pada hari yang sama tgl 21 April 2016. Tanggal 26 April
2016 konsumen menerima SMS dari Lazada bahwa pengembalian dana telah diproses.
Dan pengembalian dana memerlukan waktu 3-7 hari kerja.
Tanggal 28 April 2016 konsumen menerima SMS lagi dari Lazada bahwa
pengembalian tidak berhasil diproses karena ada ketidaksesuaian data. Dan konsumen
diminta mengisi kembali form refund. Konsumen mencoba telepon ke customer
service Lazada, dan menurut lazada data antara form refund yang konsumen isi tidak
sama dengan nomor rekening yang konsumen kirimkan. konsumen pun diminta
mengirimkan surat pernyataan bahwa benar data rekening yang konsumen kirim adalah
rekening konsumen, dan juga mengirimkan foto cover depan rekening konsumen.
Tanggal 2 Mei 2016 konsumen mengirimkan data yang diminta ke support Lazada dan
mendapatkan balasan nomor tiket pengaduan #5436185. Dan pada tanggal 3 Mei 2016
konsumen menerima SMS bahwa “Proses pengembalian dana dilakukan tgl 25/4/2016
mohon konfirmasinya bila dana belum diterima”. Kenyataannya konsumen belum
menerima refund tersebut. Tanggal 9 Mei 2016 konsumen menerima SMS bahwa
Lazada telah memproses pengembalian dana tgl 4/5/2016 dan memerlukan waktu 3-7
hari, estimasinya adalah pada tanggal 16 Mei konsumen akan terima uangnya kembali.
Tanggal 12 Mei 2016 konsumen menerima SMS lagi dari Lazada bahwa proses
pengembalian dana tgl 4/5/2016, mohon konfirmasinya bila dana belum kembali”.
Tanggal 12 Mei 2016 konsumen menerima SMS yang kedua dari Lazada bahwa “Proses
pengembalian dana tidak berhasil dilakukan karena ada ketidaksesuaian data rekening.
Mohon isi kembali form refund”. Tanggal 13 Mei 2016 konsumen menelepon kembali
ke customer service Lazada sebanyak 3 kali dengan Purwanti, Fajar dan Milla dan
ketiga CS mengatakan bahwa dana konsumen sudah dipastikan terima tanggal 16 Mei.
Tanggal 16 Mei 2016 konsumen mengecek rekening dan ternyata belum ada
pengembalian dari Lazada. Konsumen kembali menelepon Customer Service Lazada
sebanyak 3 kali dengan Debby,Agung dan Vina dan jawabannya semua sama tunggu
1×24 jam setelah hari ini. Kemudian di tanggal 16 Mei 2016 konsumen menerima email
bahwa konsumen diminta mengirimkan kembali foto cover depan rekeningnya.
Dan tanggal 17 Mei 2016 konsumen mengirimkan kembali untuk ke-2 kalinya dan
konsumen menelepon juga ke Customer Service dengan Lukman, Agnes dan Roni
semua jawaban sama: “ Terima kasih telah menghubungi Lazada.co.id. Kami sangat
senang dapat melayani Ibu Dita hari ini. Sesuai informasi yang telah saya sampaikan
mengenai status pengembalian pembayaran dari pesanan dengan nomor 387341268,
bahwa saat ini status proses pengembalian dana Ibu Dita masih diproses tindaklanjut
kami kepada pihak terkait kami pada nomor laporan #5514597. Mohon kesediaan Ibu
Dita menunggu untuk prosesnya. Apabila kami telah menerima informasi dari pihak
terkait akan kami sampaikan kepada Ibu Dita” . Sampai dengan hari ini tgl 17 Mei 2016
(hampir 1 bulan) konsumen belum menerima refund dana dari Lazada. Konsumen heran
mengapa Lazada berbelit-belit proses pengembaliannya. Padahal sudah jelas konsumen
transfer ke ecard menggunakan rekening tersebut dan konsumen meminta
pengembalian dana juga ke rekening tersebut1. Berdasarkan kasus yang telah dijabarkan
diatas, penulis tertarik untuk membahas lebih dalam mengenai Perlindungan Hukum
Terhadap Konsumen Akibat Pelaku Usaha Yang Mempersulit Proses Pengembalian
Dana Dalam Transaksi E-Commerce berdasarkan UU Perlindungan Konsumen Nomor
8 Tahun 1999. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang diteliti adalah:

1. Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen yang mengalami kerugian


akibat pelaku usaha yang mempersulit proses pengembalian dana menurut
Undang-undang Perlindungan Konsumen No.8 tahun 1999?
2. Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen yang mengalami
kerugian akibat proses pengembalian dana yang dipersulit menurut UU
perlindungan konsumen No.8 tahun 1999?

B. Metedologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan Jurnal ini adalah metode penelitian
hukum normatif yang menganalisis suatu permasalahan hukum menurut ketentuan
peraturan perundangan–undangan yang berlaku dengan menggunakan jenis pendekatan
perundang-undangan,serta pendekatan analisis konsep hukum.
C. Pembahasan dan Analisa

Perlindungan hukum bagi konsumen yang mengalami kerugian akibat pelaku


usaha yang mempersulit proses pengembalian dana menurut Undang-undang
Perlindungan Konsumen No.8 tahun 1999

Kegiatan jual beli secara online merupakan cara baru yang cukup berkembang
saat ini, sebab dapat memudahkan konsumen dalam memenuhi kebutuhan berbelanja.
Tranksasi online menjadi pilihan karena memiliki keunggulan antara lain lebih praktis
1 Derieta Kurniawati, Keluhan Sulitnya Pengembalian Dana Refund Lazada, Diakses dari https://mediakonsumen.com/ . Pada 14 November 2020.
serta mudah dan dapat dilakukan kapanpun selama memiliki koneksi internet, namun di
sisi lain memiliki dampak negatif yaitu timbulnya permasalahan hukum yang dapat
menimbulkan kerugian bagi konsumen2.
Hak Konsumen

Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri
maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam
berbagai bidang ekonomi. Di sini penjual dapat disebut dengan pelaku usaha.
Sementara, orang yang memakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan disebut dengan konsumen.
Hak konsumen pada pasal 4 UUPK adalah:
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif (berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan,
kaya, miskin dan status sosial lainnya).

2 Ester Dwi Magfirah, Perlindungan Konsumen Dalam E-Commerce, Jakarta: PT. Grafikatama Jaya, 2009
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
atau tidak sebagaimana mestinya;
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.

Kewajiban Pelaku Usaha Pasal 7 UUPK:

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;


b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif;
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau
jasa yang berlaku;
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau
garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan;
g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
Tindakan penjual yang membeda-bedakan pelayanan dengan memberikan
ketentuan bahwa pembeli tidak bisa melakukan pengembalian barang serta uang,
merupakan tindakan yang diskriminatif. Selain itu, sejalan dengan kewajiban pelaku
usaha sebagaimana telah diuraikan di atas, pelaku usaha bertanggung jawab
memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Ganti rugi
dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis
atau setara nilainya , atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang
sesuai dengan ketentuan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku3 .

Tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen yang mengalami kerugian


akibat proses pengembalian dana yang dipersulit menurut UU perlindungan
konsumen No.8 tahun 1999

Berdasarkan KUHPerdata refund masuk dalam kategori ganti kerugian akibat


tidak dijalankannya suatu prestasi (wanprestasi). Wanprestasi terjadi apabila terjadi (1)
Tidak melakukan apa yang disanggupi untuk dilakukan, (2) Melakukan apa yang
diperjanjikan tapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan, (3) Melakukan apa yang sudah
diperjanjikan tapi terlambat Dalam KUH Perdata wanprestasi bisa terjadi dalam jual
beli barang maupun jasa dan bisa dilihat di pasal 1236 yaitu apabila satu pihak tidak
mampu untuk menyerahkan barang dan pasal 1239 apabila tidak mampu untuk
melakukan perbuatan tertentu. Sebagai konsekuensinya KUHPerdata mengatur bahwa
pihak yang telah wanprestasi harus melakukan penggantian biaya, kerugian dan bunga.
Refund atau pengembalian biaya termasuk dalam salah satu jenis ganti kerugian.
Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai
berikut:
1. Kesalahan (liability based on fault);
2. Praduga selalu bertanggung jawab (presumption of liability);
3. Praduga tidak selalu bertanggung jawab (presumption of non liability);
4. Tanggung jawab mutlak (strict liability);
5. Pembatasan tanggung jawab (limitation of liability).

Dalam hubungan Konsumen dan Pelaku Usaha perihal refund ini diatur dalam Pasal
4 huruf (h) mengenai hak konsumen yaitu “hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;” Dan juga diatur dalam pasal 7 huruf g
tentang Kewajiban Pelaku Usaha yang mengatur “memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai

3 Sovia Hasanah , Menuntut penjual yang melarang refund, diakses dari https://www.hukumonline.com/ . Pada 14 November 2020.
dengan perjanjian.” Dibagian lain yaitu pasal 19 sangat jelas diatur tentang tanggung jawab
pelaku usaha.

Tanggung Jawab Pelaku Usaha Pasal 19 UUPK:


1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau
jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian
uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya,
atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah
tanggal transaksi.
4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian
lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku
apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan
kesalahan konsumen

Selanjutnya jika pelaku usaha tersebut menolak dan/atau tidak memberi tanggapan
akan kerugian konsumen tersebut. Maka dijelaskan Dalam Pasal 23 Undang-undang
Perlindungan Konsumen dijelaskan bahwa upaya hukum yang dapat dilakukan ialah
"Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidakmemberi tanggapan dan/atau
tidakmemenuhi ganti rugi atas tuntuan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian
sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan
konsumen." Selain itu tidak menutup kemungkinan juga dilakukannya upaya hukum
melalui jalur pidana jika memang ada unsur kesalahan atas kerugian konsumen akibat
dari pada mengkomsumsi barang yang diperdagangkan pelaku usaha tersebut (Pasal 22
UU Perlindungan Konsumen)4. Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam
hukum dapat dibedakan sebagai berikut:
a.Kesalahan;
b.Praduga selalu bertanggung jawab (presumption based on fault);
c.Praduga selalu tidak bertanggung jawab (presumption of nonliability);
d.Tanggung jawab mutlak (strict liability);
e.Pembatasan tanggung jawab (limitation of liability).

Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability) atau liability
based of fault adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hokum pidana dan
perdata. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, khususnya Pasal 1365, 1366 dan
1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan seseorang baru dapat
dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang
dilakukannya5. Pasal 1365 KUHPerdata yang lazim dikenal sebagai pasal tentang
perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu:
a. Adanya perbuatan
b. Adanya unsur kesalahan;
c. Adanya kerugian yang diderita;
d. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.

Pada kenyataannya pengembalian dana pada kasus ini memakan waktu hampir 1
bulan lebih . Cepatnya pengembalian dana sangat berpengaruh terhadap pemulihan
kerugian yang diderita konsumen karena bagi konsumen yang mempunyai uang
terbatas, pengembalian uang sangat berguna bagi dirinya maupun keluarganya. Jadi di
era teknologi perbankan sekarang seharusnya pengembalian dana hanya hitungan detik
dan tidak perlu berhari hari atau berbulan bulan. Pada transaksi online pengembalian
dana sering dilakukan bukan ke rekening bank atau kartu kredit pembeli tetapi pembeli
dipaksa untuk membuka sistem pembayaran elektronik (uang elektronik) yang
diwajibkan pengelola platform karena pengembalian dana akan dilakukan ke sistem

4 Ida Ayu Dwi Weda Astuti. “Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Denpasar Dalam
Menanggani Pengaduan Dan Penyelesaian Sengketa Konsumen”, Kertha Semaya, Vol. 01, No. 04, Mei
2013
5 Yowanda. “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Memberikan Ganti Rugi Atas Kerusakan Barang Yang
Merugikan” . Jurnal Lex Privatum, Volume 1, No. 3, Juli, 2013.
pembayaran elektronik tersebut. Hal ini sangat merugikan konsumen karena konsumen
tidak dapat menggunakan uangnya untuk membeli barang yang dibutuhkan ditempat
lain.
Oleh karena itu dalam hal tersebut menurut penulis agar tidak terjadi hal yang
merugikan di kemudian hari bagi para pihak khususnya pelaku usaha, maka pelaku
usaha perlu meningkatkan kualitas barang guna menjamin kelangsungan usaha produksi
barang, kesehatan, kenyamanan , keamanan dan keselamatan konsumen. Karena biar
bagaimanapun juga "Konsumen adalah Raja", tumbuh berkembangnya suatu usaha
tergantung dari pada kesetiaan konsumen dalam menggunakan barang atau jasa yang
dihasilkan atau diperdagangkan nya tersebut. Sudah menjadi kewajiban para pelaku
usaha untuk senantiasa memberikan pelayanan kepada konsumen, kewajiban tersebut
menimbulkan tanggung jawab. Tanggung jawab adalah suatu keadaan dimana seseorang
berkewajiban menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawaban dan
menanggung segala akibat yang disebabkannya.

D. Penutup
Kesimpulan

Dalam menyikapi perkembangan teknologi informasi kita harus lebih teliti dalam
hal pemanfaatannya. Sebab dilain sisi dapat menimbulkan dampat negatif bila dalam
pemanfaatannya tidak diawasi dan disikapi dari sisi hukum. Di Indonesia belum ada
peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang kegiatan transaksi
jual beli online di Indonesia. Adapun salah satu produk hukum yang dapat digunakan
sebagai pedoman dalam hal ini adalah Undang-undang Perlindungan Konsumen . Sebab
selain dapat memberikan perlidungan terhadap hak konsumen juga melindungi pelaku
bisnis online yang beritikad baik dalam usaha jual beli online. Dalam kasus yang
dialami konsumen karena proses refund atau penngembalian dana yang dipersulit
terdapat 2 bentuk perlindungan yakni Bentuk perlindungan preventif tercantum pada
Pasal 4 huruf (d), Pasal 4 huruf (h), dan Pasal 7 huruf (g) Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Sedangkan untuk perlindungan represif
sudah diatur dalam Pasal 19 UUPK berupa pemberian ganti rugi dan Pasal 60 UUPK
yakni berupa sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi sebesar Rp. 200.000.000,-
serta sanksi pidana tambahannya sebagaimana diatur dalam Pasal 63 Undang-undang
Perlindungan Konsumen, jika pelaku usaha terbukti melakukan pelanggaran terhadap
hak-hak konsumen.
Bentuk tanggung jawab pelaku usaha yaitu, wajib memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang
dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Upaya penyelesaian pelaku usaha
terhadap konsumen melalui jalur non litigasi yaitu dengan jalan mediasi. Dan jika
pelaku usaha tersebut menolak dan/atau tidak memberi tanggapan akan kerugian
konsumen tersebut. Maka dijelaskan Dalam Pasal 23 UU Perlindungan Konsumen,
bahwa upaya hukum yang dapat dilakukan ialah "Pelaku usaha yang menolak dan/atau
tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntuan konsumen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dapat
digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan
peradilan di tempat kedudukan konsumen." Selain itu tidak menutup kemungkinan juga
dilakukannya upaya hukum melalui jalur pidana jika memang ada unsur kesalahan atas
kerugian konsumen akibat dari pada mengkomsumsi barang yang diperdagangkan
pelaku usaha tersebut (Pasal 22 UU Perlindungan Konsumen).

Daftar Pustaka
Buku

Ester Dwi Magfirah, Perlindungan Konsumen Dalam E-Commerce, Jakarta: PT.


Grafikatama Jaya, 2009 .

Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Jurnal Ilmiah

Yowanda. “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Memberikan Ganti Rugi Atas Kerusakan
Barang Yang Merugikan” . Jurnal Lex Privatum, Volume 1, No. 03, Juli, 2013.
Ida Ayu Dwi Weda Astuti. “Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota
Denpasar Dalam Menanggani Pengaduan Dan Penyelesaian Sengketa Konsumen”,
Kertha Semaya, Vol. 01, No. 04, Mei 2013.

Internet

Derieta Kurniawati, Keluhan Sulitnya Pengembalian Dana Refund Lazada, Diakses dari
https://mediakonsumen.com/ . Pada 14 November 2020.

Sovia Hasanah , Menuntut penjual yang melarang refund, diakses dari


https://www.hukumonline.com/ . Pada 14 November 2020.

Anda mungkin juga menyukai