Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Jual Beli Online

DOSEN PENGAMPU :
Zaenah, SH, M.H,

RM 04

DISUSUN OLEH :
Citra Aprillia Widiastuti (223402516118)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Bisnis.

Saya berharap, dengan terselesaikannya makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca serta saya dapat menyadari betapa pentingnya mempelajari mata kuliah Hukum
Bisnis, saya sebagai mahasiswa dapat mengetahui dan mengamalkan dalam kehidupan
sehari-hari.

Dan saya berterima kasih kepada ibu Zaenah, SH, M.H, selaku dosen mata kuliah Hukum
Bisnis yang telah memberikan tugas ini kepada saya. Semoga makalah ini dapat dipahami
dengan mudah oleh pembaca dan dapat berguna di masa yang akan datang.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................4
1.1 Rumusan Masalah.......................................................................................................................5
1.2 Tujuan Masalah...........................................................................................................................5
BAB II...................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
BAB III................................................................................................................................................11
CONTOH KASUS..............................................................................................................................11
BAB IV...............................................................................................................................................12
PENUTUP...........................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengaruh globalisasi memberikan dampak yang signifikan dalam bidang kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi, meningkatkan konektivitas antar manusia lamat
tanpa batas negara dan wilayah. Abad ke-21 ditandai dengan revolusi informasi. Berkat
perkembangan di bidang komunikasi, teknologi, dan informasi, hubungan global menjadi
tanpa batas dan juga membawa perubahan di bidang budaya, politik, sosial, dan
ekonomi. 191.176 orang melewatkan waktu dengan cepat. Perkembangan teknologi
informasi akibat globalisasi ibarat pedang bermata dua, artinya selain berperan aktif
dalam meningkatkan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, perkembangan
tersebut juga dapat menjadi sarana yang efektif bagi pihak lain atau merugikan .

Istilah tersebut berasal dari kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan jaringan
komunikasi dan baik secara global (Internet) maupun dengan menggunakan teknologi
informasi berbasis teknologi teknologi digital, khususnya elektronik yang dapat di
produksi dan dilihat secara virtual atau jarak jauh. Namun seiring dengan kemajuan
teknologi modern, timbul permasalahan hukum terutama dalam penyampaian informasi,
komunikasi dan transaksi elektronik terutama di bidang pembuktian dan dalam segala
aspek yang berkaitan dengan perbuatan hukum yang dilakukan dengan elektronik atau
digital.

Permasalahan lain yang muncul mungkin lebih sering terjadi di bidang hukum perdata,
kegiatan jual beli melalui transaksi elektronik (e-commerce) sudah menjadi kebutuhan
yang tidak bisa dihindari dalam perdagangan nasional, dan internasional.
Hal ini menunjukkan kombinasi perkembangan di sektor teknologi media, informasi dan
komputasi (telekomunikasi) yang berkembang di sektor media digital, teknologi
informasi dan komunikasi. Transaksi pesat, serta perkembangan di jual beli onlinedalam
e-commerceini menurut Research Paper on Contract Lawmemiliki banyak variasi, yakni
:transaksi melalui chatting (Pesan) atau video conference (video secara langsung), e-mail
atau surat elektronik,dan Web atau Situs.

Transaksi jual beli online menggunakane-mailatau surat elektronik dilakukan


dengan cara pihak custumer dan piak pembeliharus memenuhi ketentuanyaknimkedua
belah pihakmemiliki e-mail address kemudian sebelum melakukan transaksi elektronik,
pihak customer sudah mengetahui e-mail penjual, jenis barang maupun jumlah barang
yang akan dibeli, kemudian customer memberikan lamat, nama produk dan jumlah
produk, dan metode pembayaran yang digunakan.

4
Kemudian customer atau pembeli akan menerima konfirmasi mengenai orderan yang
dipesan dari merchant. Transaksi jual beli menggunakan chatting atau video conference
dengan cara memberikan penawaran suatu barang dengan dialog interaktif melalui
internet. Chatting dilakukan dengan menggunakan tulisan, sedangkan video conference
dilakukan dengan media electronik, yakni seseorang dengan media bisa melihat.

1.1 Rumusan Masalah


- Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam transaksi jual beli online (E-
Commerce) di Indonesia ?
- Bagaimana hukum apa yang bisa ditempuh oleh konsumen jika hak-hak dirugikan
dalam transaksi elektronik?
- Bagaimana kekuatan hukum perjanjian jual beli barang secara online?

1.2 Tujuan Masalah


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
- Untuk mengetahui dan menganalisa perlindungan konsumen dalam transaksi jual beli
online (E-Commerce) di Indonesia
- Untuk mengetahui dan menganalisa upaya hukum apa yang bisa ditempuh oleh
konsumen jika hak-hak dirugikan dalam transaksi elektronik
- Untuk mengetahui dan memahami kekuatan hukum perjanjian jual beli barang secara
online.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perlindungan hukum bagi konsumen dalam transaksi jual beli online (E-Commerce) di
Indonesia
Adanya transaksi konsumen yaitu proses perpindahan kepemilikan atau kenikmatan atas
suatu barang atau jasa dari penyedia barang atau jasa tersebut kepada konsumen. Pasal 4
UUPK mengatur bahwa hak-hak konsumen meliputi: hak untuk memilih barang dan/atau jasa
dan menerima barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukarnya dan syarat-syarat
serta jaminannya; hak untuk mendapatkan informasi yang akurat, jelas, dan benar mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; hak untuk menerima ganti rugi, ganti rugi dan/atau
penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau
tidak sesuai dengan yang diharapkan; dan sebagainya.
Sedangkan kewajiban badan usaha berdasarkan Pasal 7 UUPK antara lain: memberikan
keterangan yang akurat, jelas, dan benar mengenai keadaan dan jaminan suatu barang dan
jasa serta penjelasan mengenai kegunaan, perbaikan, pemeliharaannya; memberikan
kompensasi, kompensasi atau penggantian. Jika barang dan/atau jasa yang diterima atau
digunakan tidak sesuai dengan perjanjian, dan sebagainya. Lebih tegasnya lagi, Pasal 8
UUPK melarang badan usaha memasarkan barang/jasa yang tidak memenuhi janji pada label,
informasi, iklan, atau promosi atas penjualan barang dan/atau jasa jasa. Berdasarkan pasal
tersebut, ketidaksesuaian antara spesifikasi barang yang Anda terima dengan barang yang
tertera pada iklan/foto barang yang ditawarkan merupakan suatu bentuk
pelanggaran/larangan bagi pedagang peserta perdagangan dalam jual beli barang.
Oleh karena itu, menurut pasal huruf h UUPK, konsumen berhak mendapat ganti rugi, ganti
rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sesuai. Sedangkan badan usaha itu sendiri, menurut Pasal 7 huruf g UU
PK, mempunyai kewajiban memberi ganti rugi, memberi ganti rugi dan/atau mengganti
apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau digunakan tidak sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Ketentuan Perjanjian Apabila badan ekonomi tidak memenuhi kewajibannya,
maka badan ekonomi dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 62 UUPK, yang
menyatakan: 5 “Badan ekonomi yang melanggar Pasal yang ditentukan dalam Pasal dalam
Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf
c, huruf e, ayat (2) dan pasal 18 adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (tahun)
tahun atau denda banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).”

6
Transaksi penjualan meskipun dilakukan secara online berdasarkan UU ITE dan PP PSTE
tetap diakui sebagai transaksi elektronik yang dapat dipertanggung jawabkan. Kontrak
elektronik sendiri menurut Pasal 48 ayat (3) PP PSTE paling sedikit harus memuat unsur
sebagai berikut; data identifikasi pihak; objek dan spesifikasi; Persyaratan transaksi
elektronik; harga dan biaya ; proses perkara mengenai pembatalan oleh para pihak; klausul
yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk mengembalikan barang dan/atau
mengganti produk jika terdapat cacat laten; dan opsi hukum Penyelesaian transaksi
elektronik.
Dengan demikian, transaksi elektronik yang muncul, kasus dapat menggunakan perangkat
UU ITE dan/atau PP PSTE sebagai landasan hukum penyelesaiannya. Mengenai
perlindungan konsumen, Pasal 49 ayat (1) PP PSTE menegaskan bahwa badan usaha yang
memasok produk melalui sistem elektronik harus memberikan informasi yang lengkap dan
akurat berkaitan dengan syarat-syarat kontrak , produsen dan produk yang dipasok. Pada
paragraf berikut ini, lebih lanjut ditekankan bahwa entitas ekonomi wajib memberikan
informasi yang jelas mengenai penawaran kontrak atau iklan.
Maka timbul pertanyaan : bagaimana jika barang yang diperuntukkan bagi konsumen tidak
sesuai dengan yang telah disepakati? Pasal 49 ayat (3) PP PSTE mengatur khusus mengenai
hal ini, yaitu pelaku usaha wajib memberikan jangka waktu kepada konsumen untuk
mengembalikan barang yang dikirim apabila tidak sesuai dengan perjanjian Konsensus atau
apabila disembunyikan bawaan. Selain kedua peraturan tersebut di atas, jika menemukan
barang yang diterima tidak sesuai dengan foto pengumuman toko online (sebagai
penawaran), kami juga dapat menuntut pelaku komersial (dalam hal ini kasus). (kasus
penjual) secara perdata atas dasar pelanggaran dalam transaksi penjualan yang Anda
lakukan dengan penjual.

2.2 Hukum yang bisa ditempuh oleh konsumen jika hak-hak dirugikan dalam transaksi
elektronik
Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(UUPK) mengatur bahwa setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat badan ekonomi
melalui organisasi yang bertanggung jawab menyelesaikan perselisihan antara konsumen
dengan badan ekonomi atau melalui lembaga nasional pengadilan yurisdiksi umum. Lebih
lanjut, Pasal 45 ayat (2) UUPK mengatur bahwa penyelesaian sengketa konsumen dapat
dilakukan secara peradilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak
yang bersengketa.
Dengan demikian para pihak merasa dirugikan dalam kasus ini, konsumen mempunyai
kesempatan untuk memilih cara yang mereka gunakan untuk menyelesaikan perselisihan
diantara mereka, baik melalui pengadilan maupun di luar pengadilan. Pasal 48 UUPK dengan
jelas mengatur bahwa penyelesaian sengketa konsumen oleh pengadilan mengacu pada pasal
pada ketentuan umum peradilan yang ada.

7
Penyelesaian sengketa di luar hukum dapat berupa penyelesaian sengketa secara damai yang
dilakukan oleh para pihak sendiri dan penyelesaian sengketa melalui lembaga yang
berwenang khususnya melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
Pasal 52 huruf a UUPK menjelaskan tugas dan wewenang BPSK dalam menangani dan
menyelesaikan sengketa konsumen melalui konsiliasi, arbitrase atau konsiliasi. Bentuk
penyelesaian sengketa ini dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan
besarnya ganti rugi dan/atau tindakan tertentu untuk menjamin agar kerugian yang diderita
konsumen tidak terjadi atau terulang kembali .
Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan
Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE), Pasal 49 ayat (3), mengatur secara spesifik
permasalahan terkait ketidaksesuaian barang pada saat mencapai konsumen, khususnya badan
usaha wajib menyediakan konsumen dengan jangka waktu pengembalian barang dikirim bila
tidak sesuai kontrak atau bila terdapat cacat laten. Berdasarkan pasal 49 PP PSTE,
konsumen berhak mengembalikan barang kepada badan ekonomi dalam jangka waktu yang
disepakati apabila barang yang diterima konsumen tidak sesuai dengan barang yang
ditawarkan penjual.

2.3 Kekuatan hukum perjanjian jual beli barang secara online


Kekuasaan mengikat diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menjelaskan bahwa
perjanjian yang dibuat secara sah mempunyai kekuatan hukum terhadap orang yang
menandatanganinya (ayat 1) suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan
kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang,
dinyatakan bahwa untuk pasal ini (ayat 2), perjanjian yang dilaksanakan dengan baik sudah
cukup (ayat 3)).
Dari penjelasan Pasal 1338 KUH Perdata terlihat bahwa suatu perjanjian termasuk
perjanjian transaksi e-commerce yang ditandatangani berdasarkan Pasal harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut. Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian menurut Pasal 1320 KUH
Perdata adalah: mengikat para pihak untuk melaksanakan perjanjian, termasuk dalam
perdagangan elektronik , perjanjian dengan menggunakan fasilitas internet dan tidak dibuat
atas dokumen biasa yang berbentuk dari data numerik.
Suatu kontrak penjualan yang dibuat melalui sarana elektronik dianggap sah jika memenuhi
syarat subyektif dan obyektif, pemenuhan syarat-syarat tersebut akan menentukan sahnya
kontrak. Perjanjian tersebut juga mengikat para pihak dalam hak dan kewajibannya, sehingga
pemenuhan syarat-syarat agar perjanjian berlaku mutlak diperlukan. Kedepannya jika timbul
permasalahan atau perselisihan, maka penyelesaiannya dapat berdasarkan kesepakatan yang
telah disepakati.
Menurut pasal 1320 KUHPerdata dijelaskan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, antara
lain sebagai berikut :

8
Sepakat Mereka Yang Mengikatkan Dirinya
Suatu kesepakatan biasanya selalu diawali dengan adanya penawaran oleh suatu pihak dan
dilanjutkan dengan adanya tanggapan berupa penerimaan oleh pihak lain. Jika penawaran
tersebut tidak ditanggapi atau direspon oleh pihak lain,
maka tidak akan mungkin tercipta kesepakatan, oleh sebab itu diperlukan dua belah pihak
untuk melahirkan suatu kesepakatan. Pasal 1321 KUHPerdata menentukan bahwa :
“ tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau di perolehnya
dengan paksaan atau penipuan “ Dalam E-Commerce kesepakatan perjanjian tidak diberikan
secara langsung melainkan melalui media elektronik dalam hal ini adalah internet, tidak
seperti yang didapat dalam perjanjian langsung. Pada transaksi bisnis yang menggunakan E-
Commerce, pihak yang memberikan penawaran adalah pihak penjual yang dalam hal ini
menawarkan barang-barang dagangannya melalui website. Semua pihak pengguna internet
dapat dengan bebas untuk melihat toko virtual tersebut atau untuk membeli barang dan jasa
yang mereka butuhkan atau minati. Jika memang pembeli tertarik untuk membeli suatu
barang dia hanya perlu mengklik barang yang sesuai keinginannya, biasanya setelah
pemesanan tersebut sampai kepada penjual, maka penjual akan mengirim e-mail atau melalui
telepon untuk menginformasikan pesanan tersebut kepada costumer.
- Kecakapan Untuk Membuat Suatu Perikatan
Dalam transaksi bisnis yang menggunakan E-Commerce sangat sulit menentukan seseorang
yang melakukan transaksi telah dewasa atau tidak berada dibawah pengampuan karena proses
penawaran dan penerimaan tidak secara langsung dilakukan, tetapi hanya melalui media
virtual yang rawan pada rekayasa dan penipuan. Akan tetapi sebagaimana layaknya transaksi
bisnis biasanya jika ternyata yang melakukan transaksi E-Commerce ini adalah orang yang
tidak cakap, pihak yang dirugikan atas perjanjian tersebut dapat menuntut agar perjanjian itu
dibatalkan.
- Suatu Hal Tertentu
Berdasarkan pasal 1332 KUHPerdata diatur bahwa “ Hanya barang-barang yang dapat
diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok suatu perjanjian . lalu dalam pasal
selanjutnya yaitu pasal 1333 ayat 1 KUHPerdata mengatur bahwa “ suatu perjanjian harus
mempunyai pokok suatu barang yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya“ Suatu hal
tertentu merupakan pokok perjanjian, yang merupakan suatu prestasi yang harus dipenuhi
dalam suatu perjanjian, merupakan obyek perjanjian. Prestasi itu harus tertentu dan sekurang-
kurangnya dapat ditentukan jenisnya, dan yang diperjanjikan ini harus cukup jelas.
- Suatu Sebab Yang Halal
Suatu sebab yang halal dijelaskan dalam pasal 1337 KUHPerdata yang berbunyi : “Suatu
sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan
dengan kesusilaan atau ketertiban umum”.Sebab yang halal yang dimaksud dalam pasal 1337
yaitu ” isi perjanjian” yang menggambarkan tujuan yang akan di capai oleh para pihak yang
tidak melanggar undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
9
Perjanjian transaksi E-Commerce memiliki kekuatan mengikat juga dijelaskan dalam
Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pada pasal 18 ayat 1 yang berbunyi “ Transaksi elektronik yang dituangkan kedalam kontrak
elektronik mengikat para pihak “. Sesuai dengan bunyi pasal 18 ayat 1 UU ITE maka
perjanjian E-Commerce memiliki kekuatan yang mengikat bagi para pihak yang
membuatnya. Perjanjian transaksi E-Commerce harus memiliki kekuatan hukum yang sama
dengan kekuatan hukum perjanjian konvensional. Pada transaksi jual beli secara elektronik,
para pihak terkait di dalamnya melakukan hubungan hukum yang dituangkan melalui suatu
bentuk perjanjian atau kontrak yang juga dilakukan secara elektronik dan sesuai dengan Pasal
1 butir 17 UU ITE disebut sebagai kontrak elektronik yakni perjanjian yang dimuat dalam
dokumen elektronik atau media elektronik lainya. Pasal 19 UU ITE menyatakan bahwa “para
pihak yang melakukan transaksi elektronik harus menggunakan sistrem elektronik, maka para
pihak menyepakati sistem elektronik yang akan digunakan untuk melakukan transaksi.
Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, transaksi elektronik terjadi pada saat penawaran
transaksi yang dikirim, pengiriman telah diterima dan disetujui oleh penerima sebagaimana
yang ditentukan dalam Pasal 20 ayat (1) UU ITE. Maka, dalam hal ini transaksi elektronik
baru terjadi jika adanya penawaran yang dikirimkan kepada penerima dan adanya persetujuan
untuk menerima penawaran setelah penawaran diterima secara elektronik.
Syarat-syarat suatu kontrak dapat diakui sebagai perjanjian elektronik di atur dalam
UndangUndang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Perjanjian
E-Commerce dalam Hukum di Indonesia terletak pada bidang Hukum Perdata, maka segala
syarat yang diatur mengenai perjanjian dalam buku ketiga KUHPerdata berlaku untuk
menentukan syarat sahnya perjanjian E-Commerce.

10
BAB III

CONTOH KASUS
3.1 Keterlambatan Pengiriman dan Kualitas Produk yang Buruk

Seorang konsumen, Sara, membeli sebuah laptop melalui platform e-commerce yang
terkenal. Dalam deskripsi produk, laptop tersebut dijanjikan untuk dikirim dalam waktu
maksimal 5 hari kerja. Sara membayar ekspedisi tambahan untuk mendapatkan pengiriman
lebih cepat karena dia membutuhkan laptop tersebut untuk keperluan kerjanya.
Namun, setelah 10 hari berlalu, laptop belum kunjung tiba. Setelah Sara menerima produk,
dia menemukan bahwa laptop tersebut mengalami kerusakan fisik dan memiliki masalah
kualitas yang signifikan. Sara merasa kecewa karena bukan hanya pengiriman terlambat,
tetapi produk yang dia terima juga tidak sesuai dengan deskripsi.
Sara mencoba menghubungi penjual untuk mengajukan pengembalian atau pertukaran
barang, tetapi tidak mendapat tanggapan yang memuaskan. Penjual bahkan menolak klaim
Sara dan mengatakan bahwa keterlambatan pengiriman disebabkan oleh pihak kurir, bukan
tanggung jawab mereka.

11
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Transaksi e-commerce berkembang pesat, terutama di yurisdiksi di Indonesia. Indonesia
telah memiliki landasan hukum terkait perlindungan konsumen, khususnya UU No.8 Tahun
1999 terkait perlindungan konsumen. Selain , terdapat peraturan perundang-undangan lain
yang mengatur hal serupa. Dalam hal ini konsumen harus mendapatkan manfaat dari
berbagai perlindungan khusus rentan terhadap berbagai kemungkinan yang dapat merugikan
konsumen itu sendiri dari pelaku usaha yang tidak mempunyai itikad baik dalam melakukan
transaksi jual beli online.Transaksi online antara badan ekonomi dan konsumen masing-
masing pihak harus memiliki niat baik sejak awal.

4.2 Saran
- Bagi konsumen yang menggunakan jasa situs belanja online hendaknya lebih berhati-hati
dalam memilih produsen. Kemudian teliti setiap produk yang akan dibeli, perhatikan
informasi dari produsen maupun dari konsumen yang sudah melakukan pembelian
sebelumnya agar konsumen lebih mengetahui karakter produsen dan juga produk yang akan
dibeli.
- Bagi produsen hendaknya menjaga kepercayaan konsumen dengan memberikan produk
yang sesuai dengan yang ditawarkan. Unggah foto produk sesuai dengan kondisi aslinya agar
konsumen tidak merasa tertipu, dan berikan informasi tambahan mengenai produk dengan
sejelas-jelasnya untuk pertimbangan konsumen sebelum mereka melakukan pembelian.’
12

DAFTAR PUSTAKA
ranawa, Burham. "Perlindungan Hukum Konsumen Dalam Jual Beli Online." Jurnal Bedah
Hukum 5.2 (2021): 174-191.

Richardus Eko Indrajit, E-Commerce: Kiat dan Strategi Bisnis Di Dunia Maya, PT. Elex
Media Komputindo, Jakarta, 2001

Sukarmi,2007, Cyber Law Kontrak Elektronik Dalam Bayang-Bayang Pelaku Usaha, Pustaka
Sutra, Jakarta

Abdul Halim Barkatullah & Syahrida, Sengketa Transaksi E-Commerce Internasional, Nusa
Media, Bandung 2010
13

Anda mungkin juga menyukai