Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TINJAUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN, PERBUATAN DALAM UU


ITE, CYBERBULLYING, SERTA PENEGAKAN HUKUM DALAM
CYBER

Disusun Oleh :

Patrick Assyauqi Lil Alamin

(20.02.51.0015)

PROGAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM DAN BAHASA

UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini berjudul “TINJAUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN, PERBUATAN DALAM
UU ITE, CYBERBULLYING, SERTA PENEGAKAN HUKUM DALAM CYBER”.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun, selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi
segala usaha kita. Amin.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Internet membawa perekonomian dunia memasuki babak baru yang lebih populer dengan
istilah digital economic atau ekonomi digital. Keberadaannya ditandai dengan semakin
maraknya kegiatan perekonomian yang memanfaatkan internet sebagai media komunikasi.
Perdagangan misalnya, semakin banyak mengandalkan perdagangan elektronik atau
electronic commerce (e-commerce) sebagai media transaksi.1

Pengertian e-commerce sendiri adalah segala bentuk transaksi perdagangan atau


perniagaan barang atau jasa dengan menggunakan media elektronik. Dampak dari adanya
internet sebagai hasil dari kemajuan perkembangan teknologi informasi bagi konsumen di
satu sisi telah mengubah perilaku konsumen menjadi semakin kritis dan selektif dalam
menentukan produk yang akan dipilihnya. Begitu pula bagi produsen, kemajuan ini memberi
dampak positif dalam memudahkan pemasaran produk sehingga dapat menghemat biaya dan
waktu.

Sebaliknya, karena kedua belah pihak secara fisik tidak bertemu maka kemungkinan
lahirnya bentuk-bentuk kecurangan atau kekeliruan menjadi perhatian utama yang perlu
penanganan lebih besar. Dampak negatif dari e-commerce itu sendiri cenderung merugikan
konsumen. Diantaranya dalam hal yang berkaitan dengan produk yang dipesan tidak sesuai
dengan produk yang ditawarkan, dan hal-hal lain yang tidak sesuai dengan kesepakatan
sebelumnya. Contoh kasus saat belanja barang secara online, tapi barang yang dibeli tidak
sama dengan yang dilihat difoto pada iklan yang dipajang.

1.2.Rumusan Masalah

1. Bagaimana perlindungan terhadap konsumen ?

2. Bagaimana penegakan hukumnya ?

1
Richardus Eko Indrajit, E-Commerce: Kiat dan Strategi Bisnis di Dunia Maya, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2001,
hlm. 33.
1.3.Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang perlindungan terhadap konsumen.

2. Untuk mengetahui bagaimana penegakan hukumnya.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Perlindungan Hukum Bagi Konsumen

Pengertian perlindungan konsumen menurut AzNasution dijelaskan bahwa kedua istilah


itu berbeda, yaitu bahwa hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum
konsumen. Hukum konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah- kaidah yang
mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan
barang dan atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup. Sedangkan hukum perlindungan
konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur
dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang
dan atau jasa konsumen.2

Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyatakan secara tegas bahwa


hak-hak konsumen sebagai berikut :

a. Hak atas keamanan, kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau
jasa.
b. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukarkondisi serta
jaminan yang dijanjikan.
c. Hak atas informasi yang benarjelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau
jasa.
d. Hak untuk didengarkan pendapat, keluhan atas barang yang digunakan.
e. Hak untuk dapat digunakan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa
konsumen secara patut.
f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
g. Hak untuk diperlakukan secara jujur tanpa diskriminatif.
h. Hak untuk mendapatkan konpensasi ganti rugi atau pergantian barang jika barang tidak
sesuai dan tidak sebagaimana mestinya.
i. Hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya.
2
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen : Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta, 2014, Hlm 12.
Hukum perlindungan konsumen atau hukum konsumen dapat diartikan sebagai
keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban konsumen
dan produsen yang timbul dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya Kata keseluruhan
dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa di dalamnya termasuk seluruh pembedaan
hukum menurut jenisnya Jadi termasuk di dalamnya baik aturan hukum perdata pidana
admininstrasi negara maupun hukum internasional. Sedangkan cakupannya adalah hak dan
kewajiban serta cara-cara pemenuhannya dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya,
yaitu bagi konsumen mulai dari usaha untuk mendapatkan kebutuhannya dari produsen,
meliputi informasi memilih harga sampai pada akibat-akibat yang timbul karena pengguna
kebutuhan itu misalnya untuk mendapatkan pengganti kerugian. Pasal angka 1 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 memberi pengertian perlindungan konsumen sebagai segala
upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada
konsumen.

Menurut Ali Mansyur kepentingan konsumen dapat dibagi menjadi empat macam
kepentingan yaitu sebagai berikut:

1. Kepentingan fisik : Kepentingan fisik berkenaan dengan badan atau tubuh yang berkaitan
dengan keamanan dan keselamatan tubuh dan jiwa dalam penggunaan barang dan/atau
jasa. Kepentingan fisik ini juga berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan jiwa
kepentingan fisik konsumen ini harus diperhatikan oleh pelaku usaha.
2. Kepentingan sosial dan lingkungan : Kepentingan sosial dan lingkungan konsumen
adalah terwujudnya keinginan konsumen untuk memperoleh hasil yang optimal dari
penggunaan sumber-sumber ekonomi mereka dalam mendapatkan barang dan jasa yang
merupakan kebutuhan hidup, sehingga konsumen memerlukan informasi yang benar
mengenai produk yang mereka konsumsi sebab jika tidak maka akan terjadi gejolak
sosial apabila konsumen mengkonsumsi produk yang tidak aman.
3. Kepentingan ekonomi : Kepentingan ekonomi para pelaku usaha untuk mendapatkan laba
yang sebesar-besarnya adalah sesuatu yang wajar, akan tetapi daya beli konsumen juga
harus dipertimbangkan dalam artian pelaku usaha jangan memikirkan keuntungan semata
tanpa merinci biaya riil produksi atas suatu produk yang dihasilkan.
4. Kepentingan perlindungan hukum : Kepentingan hukum konsumen adalah akses terhadap
keadilan (acces to justice) konsumen berhak untuk dilindungi dari perlakuan-perrlakuan
pelaku usaha yang merugikan.3

2.2.Perbuatan Yang Dilarang Dalam UU ITE

 Informasi elektronik merupakan satu atau sekumpulan data elektronik, seperti  tulisan,
suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik
(electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses,
simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang
yang mampu memahaminya.

Sistem elektronik merupakan serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang


berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan,
menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.

Saat ini perkembangan teknologi digital menyebabkan adanya konvergensi, yang


memberikan dampak secara sosial, baik dampak positif maupun negatif. Salah satu dampak
negatif yang muncul, yaitu banyaknya kasus yang muncul terkait informasi dan transaksi
elektronik, terutama pada penggunaan media sosial.

Perbuatan yang dilarang terhadap penggunaan informasi dan transaksi elektronik dalam
undang-undang diatur dalam Pasal 27 hingga Pasal 37 UU ITE. Disimak yuk berikut
larangan-larangan yang telah dirangkum.

1. Pasal 27 UU ITE, berisikan kategori perbuatan yang dilarang adalah setiap orang dengan
sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat
dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki
muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian,  penghinaan dan/atau pencemaran nama
baik, serta pemerasan dan/atau pengancaman.

3
M. Ali Mansyur, Penegakan Hukum Tentang Tanggung Gugat Produsen Dalam Perwujudan Perlindungan Konsumen, Genta
Press, Yogyakarta, 2007, Hlm 81.
2. Pasal 28 UU ITE, berisikan kategori perbuatan yang dilarang adalah setiap orang dengan
sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. 

Kemudian penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau
permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama,
ras, dan antargolongan (SARA).

3. Pasal 29 UU ITE, berisikan kategori perbuatan yang dilarang adalah setiap orang dengan
sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik
yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. 

4. Pasal  30 UU ITE,  berisikan kategori perbuatan yang dilarang adalah setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau
Sistem elektronik milik orang lain dengan cara apa pun seperti melanggar, menerobos,
melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

5. Pasal 31 UU ITE, berisikan kategori perbuatan yang dilarang adalah setiap orang dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau
Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain. 

Baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun adanya perubahan,
penghilangan, dan/atau penghentian informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik.

6. Pasal 32 UU ITE, berisikan kategori perbuatan yang dilarang adalah setiap orang dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah,
mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan,
menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang
lain atau milik publik. Sehingga informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik
tersebut dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana
mestinya
7. Pasal 33 UU ITE, berisikan kategori perbuatan yang dilarang adalah setiap orang dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat
terganggunya sistem elektronik.

8. Pasal 34 UU ITE, berisikan kategori perbuatan yang dilarang adalah setiap orang dengan
sengaja dan tanpa hak tau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk
digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki perangkat keras,
perangkat lunak, dan kode akses bagi pelanggar larangan.

9. Pasal 35 UU ITE, berisikan kategori perbuatan yang dilarang adalah melakukan


manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik. 

10. Pasal 36 UU ITE, bahwa setiap orang yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain
sesuai Pasal 27 hingga Pasal 34 UU ITE

11. Pasal 37 UU ITE, bahwa perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang
berada di wilayah yurisdiksi Indonesia. 

Penanganan kejahatan siber tergolong sangat sulit karena aktivitasnya secara online yang


lokasinya tidak pasti atau dapat berubah. Kejahatan siber dapat menyebabkan potongan data
korban disalahgunakan. Pemerintah tentunya dituntut harus dapat mengendalikan dan
menerapkan hukum untuk mencegah kejahatan siber sehingga kepastian hukum dapat
terwujud. 

2.3.Tinjauan Mengenai Cyberbullying

Cyber Bullying atau Bullying elektronik merupakan perilaku Bullying yang dilakukan
melalui sarana elektronik seperti computer, hanphone, internet, website, chatting room,
email, SMS dan sebagainya. Biasanya ditunjukan untuk meneror korban dengan
menggunakan tulisan, animasi, gambar dan rekaman video atau film yang sifatnya
mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan Pada dasarnya Bullying dikategorikan ke
dalam kontak fisik antara pelaku dan korban seperti memukul dan mendorong ataupun
kontak psikis yakni mengejek, mengancam, dan berkata kasar secara langsung. Namun
karena bullying mengalami perkembangan akibat kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi dengan menggunakan sarana internet maka muncullah istilah yang dinamakan
cyber bullying.

Willard dalam bukunya Novan Ardy Wiyani yang berjudul Save Our Children From
School Bullying, menyebutkan macam-macam jenis cyber bullying sebagai berikut :

a. Flaming (terbakar): yaitu mengirimkan pesan teks yang isinya merupakan kata-
kata yang penuh amarah dan frontal. Istilah “flame” ini pun merujuk pada kata-
kata di pesan yang berapi-api.
b. Harassment (gangguan) : pesan-pesan yang berisi gangguan pada email, sms,
maupun pesan teks di jejaring sosial dilakukan secara terus menerus.
c. Denigration (pencemaran nama baik) : yaitu proses mengumbar keburukan
seseorang di internet dengan maksud merusak reputasi dan nama baik orang
tersebut.
d. Impersonation (peniruan) : berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan
pesan-pesan atau status yang tidak baik.
e. Outing : menyebarkan rahasia orang lain, atau foto-foto pribadi orang lain.
f. Trickery (tipu daya) : membujuk seseorang dengan tipu daya agar mendapatkan
rahasia atau foto pribadi orang tersebut.
g. Exclusion (pengeluaran) : secara sengaja dan kejam mengeluarkan seseorang dari
grup online.
h. Cyberstalking: mengganggu dan mencemarkan nama baik seseorang secara intens
sehingga membuat ketakutan besar pada orang tersebut.

2.4.Penegakkan Hukum Dalam Cyber

Cybercrime merupakan tindakkriminal yang dilakukan dengan menggunakan teknologi


komputer sebagai alat kejahatan utama. Cybercrimeyaitu kejahatan yang memanfaatkan
perkembangan teknologi komputer khususnya internet. Cybercrime didefinisikan sebagai
perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi komputer yang berbasis pada
kecanggihan perkembangan teknologi internet.4

Cybercrime adalah perbuatan kriminal yang dilakukan dengan menggunakan teknologi


computer sebagai alat kejahatan utama. Dengan kata lain, Cybercrime yaitu kejahatan yang
memanfaatkan perkembangan teknologi computer khususnya internet.Dengan demikian
Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan
teknologi komputer berbasasis pada kecanggihan dan perkembangan teknologi internet.

Indonesia belum memiliki Undang-Undang khusus/cyber law yang mengatur mengenai


cybercrime. Tetapi, terdapat beberapa hukum positif lain yang berlaku umum dan dapat
dikenakan bagi para pelaku cybercrime terutama untuk kasuskasus yang menggunakan
komputer sebagai sarana, diantaranya :

a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Pasal-pasal didalam KUHP biasanya digunakan lebih dari satu Pasal karena melibatkan
beberapa perbuatan sekaligus pasal-pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada
cybercrime yaitu:

1. Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor
kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya
saja yang diambil dengan menggunakan software card generator di Internet untuk
melakukan transaksi di ecommerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang dikirimkan,
kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena
pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi.
2. Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan dengan seolah olah menawarkan dan
menjual suatu produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu website
sehingga orang tertarik untuk membelinya lalu mengirimkan uang kepada pemasang
iklan. Tetapi, pada kenyataannya, barang tersebut tidak ada. Hal tersebut diketahui
setelah uang dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak datang sehingga pembeli
tersebut menjadi tertipu.

4
Budi Raharjo, Memahami Teknologi Informasi. (Jakarta: Elexmedia Komputindo, 2002). hlm 23
3. Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang
dilakukan melalui e-mail yang dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa korban
melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelaku dan jika tidak
dilaksanakan akan membawa dampak yang membahayakan. Hal ini biasanya dilakukan
karena pelaku mengetahui rahasia korban.
4. Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan
menggunakan media Internet. Modusnya adalah pelaku menyebarkan email kepada
teman-teman korban tentang suatu cerita yang tidak benar atau mengirimkan email ke
suatu mailing list sehingga banyak orang mengetahui cerita tersebut.
5. Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara
online di Internet dengan penyelenggara dari Indonesia.
6. Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi maupun website porno
yang banyak beredar dan mudah diakses di Internet. Walaupun berbahasa Indonesia,
sangat sulit sekali untuk menindak pelakunya karena mereka melakukan pendaftaran
domain tersebut di luarnegeri dimana pornografi yang menampilkan orang dewasa bukan
merupakan hal yang terlarang atau illegal.
7. Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi
seseorang yang vulgar di Internet , misalnya kasus-kasus video porno para mahasiswa,
pekerja atau pejabat publik.
8. Pasal 378 dan 262 KUHP dapat dikenakan pada kasus carding, karena pelaku melakukan
penipuan seolah-olah ingin membeli suatu barang dan membayar dengan kartu kreditnya
yang nomor kartu kreditnya merupakan curian.
9. Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem
milik orang lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat
digunakan sebagaimana mestinya.

b. Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Menurut Pasal 1 angka (8) Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program
komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema
ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan
komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus
atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang intruksi-
intruksi tersebut. Hak cipta untuk program komputer berlaku selama 50 tahun (Pasal 30).

c. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi atau UndangUndang Nomor


11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik.

Menurut Pasal 1 angka (1) Undang - Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah
setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk
tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio,
atau sistem elektromagnetik lainnya.

d. Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 merupakan Undang-Undang yang paling ampuh


bagi seorang penyidik untuk mendapatkan informasi mengenai tersangka yang melakukan
penipuan melalui Internet, karena tidak memerlukan prosedur birokrasi yang panjang dan
memakan waktu yang lama, sebab penipuan merupakan salah satu jenis tindak pidana yang
termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q).
BAB III

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Richardus Eko Indrajit, E-Commerce: Kiat dan Strategi Bisnis di Dunia Maya, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta, 2001.

Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen : Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta, 2014

M. Ali Mansyur, Penegakan Hukum Tentang Tanggung Gugat Produsen Dalam Perwujudan
Perlindungan Konsumen, Genta Press, Yogyakarta, 2007

Budi Raharjo, Memahami Teknologi Informasi. (Jakarta: Elexmedia Komputindo, 2002)

Gracia, Heylawedu, Kenali Perbuatan-Perbuatan Yang Dilarang Dalam UU ITE, Desember,


2022 https://heylawedu.id/blog/kenali-perbuatan-perbuatan-yang-dilarang-dalam-uu-ite

https://eprints.umm.ac.id/47278/3/BAB%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai