Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MAKALAH HUKUM BUMI & BANGUNAN

TENTANG
UDARA & RUANG ANGKASA

KELOMPOK :

1. Ahmad Jaelani Danifulhaq 20.02.51.0002


2. Rully Buyung H 20.02.51.0007
3. Patrick Assyauqi Lil ALamin 20.02.51.0015

Tahun Ajaran 2021/2022


Pendahuluan
Hukum Udara dan Ruang angkasa merupakan salah satu cabang ilmu hukum
internasional yang relative baru,karena baru mulai berkembang pada permulaan abad ke-
20 setelah munculnya pesawat udara.Oleh karena itu berbeda dengan hukum laut yang
pada umumnya bersumber pada hukum kebiasaan,hukum udara dan angkasa luar
terutama didasarkan pada ketentuan konvensional,sedangkan hukum kebiasaan hanya
mempunyai peranan tambahan dalam pembentukan hukum udara dan ruang angkasa.

Pada awalnya banyak yang berpendapat bahwa ruang udara mempunyai status yang
analog dengan laut yaitu kedaulatan territorial Negara atas ruang udara di atasnya dengan
ketinggian tertentu dan berlaku regime kebebasan seperti kedaulatan Negara atas laut
wilayah yang dilanjutkan dengan regime kebebasan di laut lepas.Pendapat yang
diformulasikan dalam bentuk ini masih diperdebatkan dalam forum internasional karena
banyak Negara menganggap ruang udara dalam keseluruhannya tetap ditundukkan pada
kedaulatan Negara yang berada dibawahnya.

Akibat dari kemajuan teknologi penerbangan yang serba canggih,manusia mulai


melakukan kegiatan angkasa luar.Peluncuran satelit buatan sputnik 1 pada permulaan
bulan oktober 1957, peluncuran astronot pertama dalam pesawat ruang angkasa pada
tahun 1961,dan terutama pendaratan dibulan oleh misi appolo XI tahun
1969,menyebabkan orang berpikir bahwa ruang angkasa luar,seperti halnya dengan laut
lepas,tidak mungkin dimiliki oleh Negara manapun juga.

Pembahasan
I.Pengertian Hukum Udara dan Ruang Angkasa

Hukum udara adalah serangkaian ketentuan nasional dan internasional


mengenai pesawat,navigasi udara,pengangkutan udara komersial dan semua
hubungan hukum,public ataupun perdata,yang timbul dari navigasi udara
domestic dan internasional.

Hukum ruang angkasa adalah hukum yang ditujukan untuk mengatur


hukungan antar Negara,untuk menentukan hak dan kewajiban yang timbul dari
segala aktivitas yang tertuju kepada ruang angkasa dan di ruang angkasa serta
aktivitas itu demi kepentingan seluruh umat manusia, untuk memberikan
perlindungan terhadap kehidupan,terrestrial dan non-terrestrial,dimanapun
aktivitas itu dilakukan.

II.Hukum Luar angkasa

Hukum angkasa luar juga lahir karena pengaruh perkembangan teknologi


yang tidak dapat dihindari. Ruang angkasa (outerspace) sendiri adalah ruang
atau wilayah di atas ruang udara yang hampa udara. Semua benda yang dapat
terbang di ruang udara karena mendapat gaya angkat di atmosfir dari reaksi
udara (…that can derive support in the atmosphere from the reaction of the
air). hukum antariksa atau hukum ruang angkasa adalah hukum yang ditujukan
untuk mengatur hubungan antarnegara, untuk menentukan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang timbul dari segala aktivitas yang tertuju kepada
ruang angkasa dan di ruang angkasa, aktivitas itu demi kepentingan seluruh
umat manusia untuk memberikan perlindungan terhadap kehidupan, terrestrial
dan non terrestrial, dimana pun aktivitas itu dilakukan.

Ruang lingkup hukum ruang angkasa, diantaranya (a) ruang angkasa


yakni ruang yang kosong/hampa udara (aero space) dan berisikan langit; (b)
bulan dan benda-benda (planet-planet) lainnya; dan (c) orbit geostasioner (Geo
Stationary Orbit-GSO).

Pengaturan angkasa luar ini dirasakan perlu dan harus diatur, sejak Uni
Soviet meluncurkan satelit bumi pertamanya pada 1957. Hal inilah yang
membuat eksplorasi ruang angkasa telah berkembang dengan kecepatan yang
terus meningkat. Hadirnya eksplorasi ruang angkasa yang telah dilakukan ini
telah menimbulkan berbagai macam informasi mengenai ruang angkasa. Bahan
penelitian dikumpulkan mengenai beragam hal seperti sumber daya bumi,
kegiatan ionosfer, radiasi matahari, sinar kosmik dan struktur umum formasi
planet dan ruang angkasa telah mendorong upaya lebih lanjut untuk memahami
karakteristik ruang angkasa dan jagat raya.

melampaui garis yang memisahkan ruang udara dari ruang angkasa,


negara-negara telah sepakat untuk memberlakukan prinsip hukum
internasional res communis. Sehingga, tidak ada bagian angkasa luar yang boleh
dikhususkan untuk kedaulatan negara ataupun individu. Hal ini telah
ditegaskan dalam sejumlah resolusi Majelis Umum setelah munculnya era
satelit pada akhir 1950-an. Sebagai contoh, Resolusi Majelis Umum PBB 1962
(XVII), yang diadopsi pada 1963 dan diberi judul Deklarasi Prinsip Hukum yang
mengatur kegiatan negara dalam eksplorasi dan penggunaan antariksa,
menggariskan prinsip hukum yang bisa diberlakukan mencakup sejumlah
ketentuan. Ketentuan tersebut berisi bahwa angkasa luar dan benda angkasa
bebas dieksplorasi dan digunakan oleh semua negara berdasarkan kesetaraan
dan sesuai dengan hukum internasional. Ketentuan tersebut juga mengatur
bahwa angkasa luar dan benda langit tidak bisa dikenai penguasaan nasional
dengan cara apa pun. Hukum angkasa luar, status dari ruang tersebut, telah
disepakati sebagai wilayah yang tidak boleh dimiliki oleh negara manapun
ataupun oleh individu dengan cara apapun.

III. Dampak Kegiatan Pemanfaatan Ruang Angkasa

Pada prinsipnyakegiatan pemanfaatan ruang angkasa, berdampak


positif.Karena memberikan dan mempunyai manfaat, kegunaan atau keuntungan
yang besar bagi kehidupan umat manusia di planet bumi. Tetapi dapat pula
berdampak negatif. Maksudnya, dapat saja disalahgunakan untuk maksud tidak
darnai atau perang. Atau dapat pula menimbulkan kerugian dan bahaya besar di
permukaan bumi.

IV.Pasal UUPA Yang berkaitan dengan Ruang Angkasa

Pasal 1 ayat (2) Ruang angkasa dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan
serta kekayaan nasional

Pasal 1 ayat (3) Hubungan Indonesia dan ruang angkasa

Pasal 1 ayat (6) Pengertian ruang angkasa

Pasal 2 ayat (1) Penguasaan negara atas ruang angkasa, termasuk kekayaan alam
didalamnya

Pasal 2 ayat (2) Pengaturan dan penyelenggaraan ruang angkasa serta hubungan hukum
dengan subjek hukum

Pasal 4 ayat (3) Adanya hak atas ruang angkasa

Pasal 5 Ruang angkasa yang diatur berdasar hukum adat dengan syarat tertentu

Pasal 8 Pengambilan kekayaan alam yang terkandung di dalam ruang angkasa

Pasal 9 ayat (1) Hanya warga-negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan hukum
dengan ruang angkasa

Pasal 11 ayat (1) Pengaturan hubungan hukum ruang angkasa agar tidak melampaui batas

Pasal 14 ayat (1) Perencanaan pemerintah tentang ruang angkasa serta kekayaan alam
didalamnya

Pasal 14 ayat (2) Pemerintah Daerah juga mengatur ruang angkasa

Pasal 16 ayat (2) Adanya hak guna ruang angkasa


Pasal 48 ayat (1) Pengertian hak guna ruang angkasa

Pasal 48 ayat (2) Pengaturan lebih lanjut hak guna ruang angkasa dengan peraturan
pemerintah

V.Peraturan peraturan perundang-undangan mengenai status yuridis ruang angkasa


dalam hukum agraria Indonesia

1. Jangka Waktu 1960-1966

a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria


(selanjutnya disebut UUPA)

Dimulai dengan Undang-undang yang menjadi induk dari peraturan hukum agraria
Indonesia. Diketahui dalam UUPA ini terdapat begitu banyak pasal yang memuat
klausul “ruang angkasa”, yaitu : Pasal 1 ayat (2), (3), (6), Pasal 2 ayat (1), (2), Pasal 4
ayat (3), Pasal 5, Pasal 8, Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (1), Pasal 14 ayat (1), (2),
Pasal 16 ayat (2), Pasal 48 ayat (1) dan (2) UUPA. Dimulai dari pandangan adanya
hak menguasai negara16 yang menjadi dasar pemerintah dan pemerintah daerah
membuat perencanaan persediaan, peruntukan dan penggunaan ruang angkasa17
serta dalam hal mengatur hubungan orang dan badan hukum dengan ruang
angkasa,18 yang adapunhubungan itu disebut sebagai hak atas ruang angkasa yang
berupa hak guna ruang angkasa.19 Ketika membahas status yuridis ruang angkasa
sangat jelas dan mudah dipahami membaca Pasal 1 ayat (2) UUPA yang menyatakan
ruang angkasa berada dalam wilayah Republik Indonesia. Diketahui Undang-undang
ini masih berlaku.

b. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara (selanjutnya disebut


UU Karantina Udara)

Undang-undang ini secara eksplisit telah menyebutkan adanya dua ruang yaitu
ruang udara dan ruang angkasa20 namun belum pada pemisahan ruang udara dan
ruang angkasa yang dapat dilihat pada adanya dituliskan “pesawat terbang di luar
angkasa” dalam penjelasan Pasal 1 huruf e.

Dalam Undang-undang ini juga dituliskan "Peraturan Isyarat Internasional" yaitu


dalam Pasal 1 huruf e yang menurut penulis menunjuk pada Konvensi Chicago
1944, mengingat pada saat disahkannya Undang-undang ini, yaitu tahun 1962
belum ada peraturan internasional tentang ruang angkasa. Kemudian mengenai
status yuridis ruang angkasa dan meninjau pada Pasal 1 huruf k dimana masuknya
pesawat kepunyaan angkatan bersenjata pada pengertian pesawat udara, cukup
menunjukan maksud pengaturan status yuridis ruang angkasa Undang-undang ini
adalah sama seperti UUPA yaitu masuk dalam wilayah Republik Indonesia.
Diketahui tidak ada pencabutan, penggantian atau perubahan terhadap Undang-
undang ini.

c. Keputusan Presiden Nomor 236 Tahun 1963 tentang Lembaga Penerbangan dan
Angkasa Luar Nasional

Pada Pasal 4 dituliskan mengenai hubungan dan kerja-sama antar negara, yang
seolah menunjukan Keppres ini telah memandang status yuridis ruang angkasa
tidak dapat dimiliki oleh salah satu negara, namun tidaklah demikian ketika
memperhatikan bahwa hubungan antar negara yang dimaksud bukan pada status
yuridis ruang angkasa, melainkan dalam hal mempelajari kegiatan Negara lain di
angkasa. Ditambah dengan adanya pengaturan mengenai kekuatan angkasa luar
nasional yang dapat dilihat pada Pasal 2 dan Pasal 3 menunjukan bahwa
sesungguhnya Keppres ini memandang status yuridis ruang angkasa masuk dalam
wilayah Indonesia. Diketahui Keppres ini telah dicabut dengan Keppres Nomor 18
Tahun 1974 tentang Lembaga Penerbangan dan Angkasa Nasional.

2. Jangka Waktu 1967-2001

Indonesia adalah salah satu negara yang menandatangani Space Treaty 1967 pada saat
lahirnya Space Treaty 1967.21 Namun, penandatanganan tersebut tidak segera
ditindaklanjuti oleh Indonesia, yang kemudian menimbulkan pertanyaan mengenai
kedudukan Indonesia sehubungan dengan belum diratifikasinya perjanjian tersebut.22
Adapun untuk menjawab kedudukan tersebut dapat diketahui dengan mengalisis
peraturan-peraturan mengenai ruang angkasa di Indonesia setelah penandatanganan
tersebut.

a. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1987 tentang Penyediaan dan Penggunaan


Tanah untuk Keperluan Tempat Pemakaman

Adanya “Penggarisan seperti tersebut di atas terdapat pula dalam Undang-undang


Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria….” Yang
dituliskan pada penjelasan dan adanya tanggung jawab Negara agar ruang angkasa
dipelihara dan dipergunakan untuk kesejahteran rakyat menunjukan bahwa
Peraturan Pemerintah ini memandang ruang angkasa masuk dalam wilayah
Republik Indonesia. Diketahui tidak ada pencabutan, penggantian atau perubahan
terhadap Peraturan Pemerintah ini.

b. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi


“….sehingga sepatutnya apabila undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dijadikan sebagai salah satu landasan dalam
penyusunan Undang-undang ini….”

c. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang

Berbeda dengan dua peraturan sebelumnya dalam jangka waktu 1967-2001,


Undang-undang ini telah terdapat pemisahan ruang udara dan ruang angkasa
dimana dalam Pasal 1 dituliskan “Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan,
ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan
hidupnya” dan pada Penjelasan Pasal 1 dituliskan bahwa “Dalam Undang-undang
ini, pengertian ruang udara (air-space) tidak sama dengan pengertian ruang
angkasa (outerspace). Ruang angkasa beserta isinya seperti bulan dan benda-benda
langit lainnya adalah bagian dari antariksa, yang merupakan ruang di luar ruang
udara”.

3.Jangka Waktu 2002-sekarang

Adapun pengaturan mengenai status yuridis ruang angkasa dalam jangka waktu 2002-
sekarang yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti adalah:

a. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2002 tentang Pengesahan Treaty on Principles


Governing the Activities of State in the Exploration and Use of Outer Space, including
the Moon and Other Celestial Bodies, 1967 (Traktat mengenai Prinsip-prinsip yang
Mengatur Kegiatan Negara-negara dalam Eksplorasi dan Penggunaan Antariksa,
termasuk Bulan dan Benda-benda Langit Lainnya, 1967) yang selanjutnya disebut
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2002 tentang Pengesahan Space Treaty 1967.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional. Diketahui terdapat Peraturan Pemerintah yang mengatur substansi yang
sama dengan Peraturan Pemerintah ini, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun
2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, yang pada Pasal 1 angka 1 Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
menyebutkan “ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia
dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
hidupnya.” Untuk memahami ruang di dalam bumi, perlu menyimak Undang-undang
yang menjiwai kedua Peraturan Pemerintah ini, yaitu Undang-undang Nomor 26 tahun
2007 tentang Penataan Ruang, yang pada Penjelasan Pasal 32 ayat (2) menunjukan
bahwa ruang di dalam bumi dimaksudkan untuk pada jaringan yang terdapat di bawah
tanah (jalan, gas, dan lain sebagainya).
c. Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. Dengan dituliskan
batas wilayah negara pada Pasal 6 ayat (1) huruf c kemudian menyatakan adanya batas
dengan angkasa luar di udara yang berdasarkan pada hukum internasional serta
wilayah yurisdiksi Indonesia yang sesuai peraturan perundang-undangan dan hukum
internasional, sangat jelas menunjukan bahwa pembentuk Undang-undang telah
sangat sadar akan keberadaan Space Treaty 1967 dan perjanjian internasional
mengenai ruang angkasa lainnya. Terhadap status yuridis ruang angkasa, Undang-
undang ini memandang ruang angkasa tidak masuk dalam wilayah Republik Indonesia.
Undang-undang ini masih berlaku saat ini.
d. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Terlihat Undang-undang
ini ingin menegaskan kedaulatan negara dengan beberapa kali menyebutkan mengenai
kedaulatan negara, sama seperti beberapa peraturan lainnya, undang-undang ini tidak
memuat secara eksplisit pengaturan status yuridis ruang angkasa. Terhadap hal ini
terdapat tiga kemungkinan menurut analisa penulis. Pertama, pembentuk Undang-
undang masih ragu mengenai ruang udara dan ruang angkasa, mengenai ruang
angkasa masuk dalam wilayah Republik Indonesia atau tidak. Kedua, pembentuk
Undang-undang merasa ruang angkasa tidak termasuk dalam substansi Undang-
undang ini karena Undang-undang ini tentang penerbangan yang hanya dalam wilayah
udara. Ketiga karena pembentuk undang-undang telah sadar bahwa ruang angkasa
bukan wilayah Republik Indonesia sehingga tidak disebutkan.

Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai