Anda di halaman 1dari 14

ABSTRAK

Penulisan penelitian ini dimaksudkan untuk memaparkan pelanggaran yang terjadi


akibat adanya penyelundupan klausula baku pada e-commerce yang menyebabkan
kerugian material pada konsumen. Adapun yang menjadi latar belakang penulisan ini
karena Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar
di dunia, kemudian di dukung pula oleh kemajuan Tekhnologi dan Informasi yang
menyebabkan beberapa perusahaan e-comerce berlomba-lomba untuk menciptakan
marketplace yang dapat di nikmati secara leluasa oleh seluruh masyarakat. Salah satu dari
negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia, kemudian di dukung pula oleh
kemajuan teknologi dan informasi yang menyebabkan beberapa perusahaan e-commerce
belomba-lomba untuk menciptakan pasar tempat yang dapat diakses oleh leluasa oleh
seluruh masyarakat. Dalam praktiknya, para penyedia jasa e-commerce menjadikan
klausula baku sebagai syarat utama persetujuan agar dapat mengakses layanan tersebut.
Tanpa disadari, dalam hal ini menjadi problematika hukum yang mana klausula baku
tersebut justru merugikan dan atau menghilangkan hak-hak yang dimiliki oleh konsumen.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen pasal 18 ayat 1 telah menjabarkan hal-hal apa
saja yang seharusnya tidak di perbolehkan untuk ada dalam klausula baku, namun masih
ada saja oknum yang dengan sengaja menyelundupkan pelanggaran terhadap klausula
baku tersebut untuk menghilangkan tanggung jawab sebagai pemilik jasa e-commerce.
Pengaturan klausula baku juga diatur dalam pasal 1320 KUHPer yang menerangkan
tentang syarat sah perjanjian. Dalam kasusu ini klausula baku biasanya hanya
menguntungkan salah satu pihak yakni pihak pelaku usaha. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pada beberapa aplikasi e-commerce yang mencantumkan klausula
baku yang melanggar Undang-Undang. Dengan ini, menyatakan bahwa perjanjian dapat
batal demi hukum.

Kata kunci: Klausula baku, privasi, e-commerce.

1
1. Latar Belakang

Penelitian ini mengangkat topik tentang perlindungan data pribadi dalam e-commerce
Indonesia. Hal Ini menarik dibahas karena tingginya penggunaan teknologi di Indonesia
membuat perkembangan e-commerce semakin pesat. Masyarakat secara perlahan mulai
meninggalkan kebiasaan berbelanja secara konvensional dan beralih berbelanja secara online.
E-commerce mulai digemari masyarakat karena menawarkan solusi berbelanja yang lebih
efisien. Dalam perkembangan dan perubahannya e-commerce harus membawa dampak
positif disemua kalangan baik dari konsumen maupun pelaku usaha, karena kemudahan dan
kepraktisannya hal ini banyak disenangi oleh banyak masyarakat sehingga fenomeno e-
commerce ini semakin menjamur diseluruh dunia. Segala transaksi yang biasanya dilakukan
secara konvensional sekarang dapat dilakukan di e-commerce, yang dibutuhkan hanyalah
sebuah perangkat yang dapat tersambung ke internet dan semua hal dapat dilakukan dengan
satu jari saja. Dalam penggunaan e-commerce, para pengguna harus megunduh aplikasi dan
mendaftarkan diri agar dapat menggunakan fitur yang ditawarkan oleh e-commerce tersebut.
Ketika pengguna ingin menggunakan aplikasi tersebut maka pengguna harus menyetujui
privacy policy yang diberikan oleh aplikasi e-commerce tersebut. Jika pengguna tidak
menyetujuinya maka pengguna tidak dapat menggunakan aplikasi dari e-commerce tersebut
padahal tindakan tersebut cenderung memaksa. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata dalam pasal 1320 terdapat syarat sahnya perjanjian yang harus tercantum dalam
privacy & policy sebagai bentuk perjanjian. Apabila perjanjian tersebut melanggar unsur-
unsur dalam pasal 1320 maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum.

Privacy policy berisi mengenai ketentuan-ketentuan yang diberikan oleh pelaku usaha
kepada konsumen sebagai pengguna barang dan/atau jasa dari pelaku usaha tersebut. Privacy
policy menjelaskan hak-hak serta kewajiban baik dari pelaku usaha maupun konsumen itu
sendiri. Privacy policy juga merupakan bentuk perjanjian antara pelaku usaha dengan
konsumen. Dalam privacy policy tersebut, terkadang sering kali terdapat klausula baku yang
bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999 Pasal 18
tentang hal-hal yang di larang pada pembuatan klausula baku seperti halnya pencantuman
klausula yang menerangkan pengalihan tanggung jawab serta pembatasan pertanggung
jawaban apabila terjadi kebocoran data. Pada kenyataannya tidak ada pilihan bagi para
pengguna selain menyetujui privacy policy yang diberikan oleh aplikasi tersebut agar dapat
menggunakan aplikasi e-commerce tersebut karena privacy policy berisi mengenai ketentuan-
ketentuan yang diberikan oleh pelaku usaha kepada konsumen sebagai pengguna barang

2
dan/atau jasa dari pelaku usaha tersebut seperti ketentuan untuk menyetejui adanya
perubahan perjajian sepihak tanpa pemberitahuaan, hak akses data secara otomatis untuk
kepentingan penyedia layanan elektronik dan pengalihan atau pembatasan pertanggung
jawaban apabila terjadi kebocoran data milik pengguna. Jika klausula-klausula yang ada
dalam privacy policy tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang Perlidungan Konsumen
mengenai pencatuman klausula baku maka hal ini akan sangat merugikan bagi para
pengguna, karena para pengguna tidak dapat bertindak apabila terjadi kerugian karena telah
menyetujui privacy policy tersebut contoh kerugian yang akan dialami oleh pengguna adalah
ketika pengguna menyetejui privacy policy, pihak aplikasi dapat mengakses dan
menggunakan data pribadi milik pengguna secara bebas untuk kepentingan penyedia layanan
elektronik tanpa pemberitahuan kepada pengguna. Penggunaan data pribadi milik seseorang
sudah diatur di dalam undang-undang. Di Indonesia aturan hukum yang mengatur mengenai
perlindungan data pribadi diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik dan di Eropa diatur dalam GDPR (General Data
Protection Regulation). Berdasarkan aturan penggunaan data pribadi menurut Undang-
Undang ITE dan GDPR penggunaan data pribadi harus berdasarkan persetujuan pemilik data
sedangkan, dalam menyetujui klausula baku yang diberikan penyedia layanan elektronik
tersebut pengguna tidak memiliki pilihan selain menyetujui klausula baku yang bertentangan
dengan Undang-Udang Perlindungan data yang ada. Tindakan ini merupakan bentuk
penyelundupan hukum sehingga hal ini yang membuat penulis ingin mengakat topik ini
sebagai rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini.

2. Rumusan Masalah
Setiap permasalahan memerlukan pemecahan secara tuntas. Supaya masalah-masalah
yang timbul dapat cepat terselesaikan, terlebih dahulu masalah tersebut harus
dirumuskan secara jelas. Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan
masalah yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan perlindungan data pribadi ?
2. Bagaimana pengaturan klausula baku ?
3. Bagaimana sistem klausula baku pada E-commerce ?

3
3. Tujuan

Tujuan penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian adalah:

1) Menjelaskan mengenai pengatruan perlindungan data pribadi yang berlaku


2) Menjelaskan mengenai pengaturan klasula baku
3) Menjelaskan kondisi sistem klasula baku pada e-commerce yang berada di Indonesia

4. Manfaat
Penerapan e-commerce mendapat prioritas dan persepsi di masing-masing
negara akan bisa berbeda jauh satu dengan lainnya tergantung dari tingkat kemajuan
sosial dan budaya masyarakat di masing-masing negara. Maka dalam penelitian ini
mencoba memaparkan kondisi sistem klausula baku pada e-commerce di indonesia
serta menjabarkan pengaturan data pribadi yang berlaku serta pengaturan klausula
baku. Sehingga manfaat dari penelitian ini pun dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Membantu menyelesaikan kasus-kasus yang terjadi mengenai
perlindungan data pribadi dan klausula baku yang ada di e-commerce
2) Agar masyarakat dapat memahami mengenai perlindungan data pribadi
dalam klausula baku yang ada di e-commerce
3) Dapat dijadikan sumber referensi terkait dengan perlindunga data ppribadi
dalam klausula baku e-commerce

5. Tinjauan Pustaka

1. Perjanjian

2. Klausula Baku

Klausula baku dalam hukum perjanjian di Indonesia dapat ditelusuri dari dasar hukum
yang mengatur terkait dengan klausula baku tersebut, serta penggunaan klausula baku dalam
hubungan keperdataan yang dilakukan oleh para pihak. Mengenai kedudukan klausula baku
dapat dilihat dari aturan hukum yang mengaturnya serta beberapa contoh perjanjian yang
menggunakan klausula baku. Aturan hukum di Indonesia telah mengatur terkait dengan
klausula baku yang biasanya digunakan di dalam hubungan bisnis atau perjanjian, dalam hal

4
ini dapat dilihat di dalam ketentuan Pasal 18 Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.

Meski demikian dalam penerapanya keinginan untuk menghemat biaya operasional serta
mempersingkat waktu dalam membuat suatu perjanjian tersebut tidak jarang justru
menimbulkan konflik yang timbul pada saat proses pelaksanaan perjanjian tersebut.
cenderung hanya menerima dan menandatangani isi perjanjian karena dia tidak memiliki
daya tawar untuk merubah isi kontrak tersebut. Jika berdasar pada dari tujuan yang hendak
diraih oleh para pihak dalam sutau perjanjian tersebut dapat diketahui bahwa perjanjian yang
dilakukan tersebut bertujuan untuk mendapatkan kesepakatan sekaligus sebagai dasar hukum
bagi para pihak untuk berbuat maupun tidak berbuat sesuatu.

Adapun isi dari perjanjian yang lahir dari kesepakatan antara kedua belah pihak tersebut
menjadi dasar bagi para pihak dalam mencapi tujuan serta kepentingan masing-masing.
Penggunaan klausula baku dalam perjanjian saat ini tidak dapat dilepaskan dari kebutuhan
pengusaha yang menginginkan adanya suatu perjanjian yang cepat dengan biaya yang murah
sehingga dapat menghemat biaya yang dikeluarkan (efisien). keperdataan yang timbul pada
para pihak yang saling mengikatkan diri, memberikan konsekuensi hukum yang harus ditaati
dan di jalankan oleh kedua belah pihak tersebut, lahirnya hubungan tersebut berawal dari
adanya kesepakatan dengan tujuan yang akan dicapai.

Selain berkaitan dengan klausula baku upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai
keadilan berkontrak dapat dilakukan dengan upaya embinaan dan pengawasan, dalam hal ini
tanggung jawab pembinaan berada pada pemerintah sebagaimana diatur di dalam Pasal 29
Undang-undang No. 8 Tahun 1999, yaitu; 1) Pemerintah bertanggungjawab atas pembinaan
penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan
pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha. 2) Pembinaan
oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait. 3) Menteri sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) melakukan koordinasi atas penyelenggaraan perlindungan konsumen.
4) Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi upaya untuk: a. terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara
pelaku usaha dan konsumen; b. berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat; c. meningkatnya kualitas sumberdaya manusia serta meningkatnya kegiatan
penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen. 5) Ketentuan lebih lanjut

5
mengenai pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Upaya pengaturan klausula baku tidak akan dapat berjalan ketika tidak ada usaha
pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah untuk membuat suatu kebijakan
yang dapat membuat iklim hubungan para pihak dapat berjalan dengan baik. Dengan adanya
pembinaan tersebut diharapkan mampu menciptakan pelaku usaha yang kuat serta
menjadikan konsumen yang mandiri serta hubungan yang sehat antara produsen.

2. Privasi

Pada dasar nya, Privasi merupakan suatu konsep yang sulit untuk di definisikan karena
setiap individu memiliki batasan yang berbeda sesuai dari poin mana orang akan
melihatnya. Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang di kehendaki
seserorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Untuk itu Samuel Warren dan Louis
Brandeis menuliskan konsepsi hukum hak atas privasi dalam Harvard Law Review Vol.IV
No.5 yang berjudul “The Right to Privacy.” Yang kemudian tulisan inilah yang menjadi
pelopor konsepsi dari hak ats privasi sebagai sebuah hak hukum. Tingkatan privasi yang di
inginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk
berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar atau supaya sukai di capai oleh
orang lain. (Dibyo Hartono, 1986)

Rapoport menyatakan bahwa privasi sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol


interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan-pilihan dan kemampuan untuk mencapai
interaksi seperti yang di inginkan. Universal Declarations of Humas Right pasal 12 dan the
International Covenant on civil and political Rights menyatakan bahwa tidak ada seorang
pun yang akan tunduk pada campur tangan sewenang-wenang dengan privasi, korespodensi
atau pencemaran nama baik dan reputasi nya. Peraturan Menkominfo No. 20 tahun 2016,
pasal 1 butir 1 dan 2 menjelaskan bahwa Data Pribadi adalah data perseorangan tertentu
yang isimpan, di rawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaan nya. Privasi
menurut Juli Innes (1992) adalah suatu kondisi saat seseorang yang memiliki kontrol atas
ranah keputusan privat mereka yang meliputi keputusan akses privat, informasi privat dan
tindan privat.

6
6. Pembahasan

A. Pengaturan Perlindungan Data Pribadi

Pada dasarnya setiap negara memiliki aturan masing-masing mengenai


perlindungan data pribadi. Seperti negara-negara di Eropa mereka tunduk pada aturan
GDPR (General Data Protection Regulation). Aturan GDPR ini berlaku bagi setiap
warga negara Eropa dan perusahaan-perusahaan diluar Eropa yang menyimpan data
warga negara Eropa. Di Indonesia aturan mengenai data pribadi terdapat dalam
undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan tidak diatur dalam undang-
undang secara khusus. Menurut Jerry Kang, data pribadi mendeskripsikan suatu
informasi yang erat kaitannya dengan seseorang yang dapat membedakan karateristik
masing-masing pribadi.1 Dalam perlindungan data pribadi terdapat subjek hukum
yang harus diatur. Subjek hukum tersebut adalah pengelola data pribadi yaitu kegiatan
atau rangkaian kegiatan yang dilakukan terhadap data pribadi, baik dengan
menggunakan alat oleh data secara otomatis maupun manual secara terstruktur serta
menggunakan sistem penyimpanan data.2 Subjek yang kedua adalah pemroses data
pribadi yaitu orang badan hukum publik atau swasta dan organisasi kemasyarakatan
lainnya yang melakukan pemrosesan data pribadi atas nama pengelolaan data.3
Pemrosesan data pribadi melakukan kegiatan pemrosesan data pribadi berupa
pengumpulan, perekaman, pencatatan dan atau penyimpanan data pribadi, atau
pelaksaanaan penyusunan, penyesuian, perubahan data pribadi, pemulihan kembali
data pribadi yang telah dimusnahkan, pengungkapan data pribadi, pengggabungan,
pembetulan, penghapusan atau pengahncuran data pribadi.4 Subjek-subjek ini yang
bertanggung jawab apabila terjadi kebocoran data atau penyalahgunaan data pribadi
seseorang.

Dalam aplikasi e-commerce, setiap orang yang ingin menggunakan layanan-


layanan yang ada wajib mendaftarkan dirinya dengan mengisi beberapa daftar yang
berisi data pribadi. Setelah mengisi data para pengguna wajib menyetujui privacy &
policy yang terdapat klausula-klausula mengenai penggunaan data pribadi, klausula-
1
Lia Sautunnida, “Urgensi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di Indonesia” Kanun Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 20 No. 2, Agustus 2018 , hlm.374
2
Sinta Dewi Rosadi, Garry Gumelar Pratama, “Perlindungan Privasi dan Data Pribadi Dalam Era Ekonomi
Digital Di Indonesia”, Vej, Vol. 4 No. 1, 2018, hlm 94.
3
Ibid.
4
Ibid. hlm 95

7
klausula tersebut terkadang menguntungkan sepihak dan merugikan pengguna karena
berisi mengenai hak penyedia layanan dalam menggunakan data pribadi. Apabila para
pengguna tidak menyetujuinya maka pengguna tidak dapat menggunakan layanan
yang ada dalam aplikasi tersebut. Tindakan seperti ini merupakan suatu tindakan
melanggar hukum karena pengguna tidak memiliki pilihan lainnya. Dalam Undang-
Undang Perlindung Konsumen diatur secara jelas bahwa pelaku usaha dilarang
mencantumkan klausula baku yang melanggar undang-undang. Dalam GDPR dalam
membuat persetujuan mengenai penggunaan data pribadi diatur dalam act 7 dan act 32
dan untuk pengaturan perlindungan data pribadi di Indonesia hanya diatur dalam pasal
26 Undang-Undang No. 19 Tahun 2016.

GDPR UU ITE
Pemrosesan data harus berdasarkan persetujuan. Kecuali ditentukan lain oleh undang-undang setiap
penggunaan informasi mengenai data pribadi
seseorang harus berdasarkan izin pemilik data
Permintaan persetujuan harus diberikan dengan cara yang Apabila terjadi pelanggaran hak dan terjadi
jelas dan mudah dipahami. kerugian maka pemilik data berhak untuk
menuntut.
Subjek data memiliki hak untuk menarik persetujuannya Penyelenggara sistem elektronik wajib menghapus
data-data yang sudah tidak relevan atas perintah
yang bersangkutan
Harus ada pertimbangan mengenai kinerja kontrak Penyelenggara sistem elektronik wajib
menyediakan mekanisme penghapusan infromasi
atau dokumen yang tidak relevan
Keamanan pemrosesan harus dipertimbangkan secara baik Ketentuan tata cara penghapusan diatur dalam
terhadap resiko yang akan terjadi dan harus memastikan peraturan pemerintah
tingkat keamanan sesuai denga resiko.
Aturan hukum mengenai pengaturan data pribadi di Indonesia sendiri belum diatur
secara khusus. Perlindungan data pribadi sebuah sistem elektronik di UU ITE meliputi
perlindungan rangka upaya hukum.5 Aturan hukum mengenai perlindungan data yang ada ini
masih kurang sehingga menyebabkan banyaknya kasus-kasus hukum yang tidak bisa
diselesaikan secara baik.

B. Pengaturan Klausula Baku dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen

5
Rosalinda Elsiana Latumahina S.H, M.Kn, “Aspek Hukum Perlindungan Data Pribadi di Dunia Maya”, Jurnal
Gema Aktualita, Vol. 3, No. 2, Desember 2014, hlm. 18.

8
Dalam aplikasi e-commerce para pengguna biasanya diberikan suatu klausula-
klausula yang berisi persyaratan dan ketentuan dalam penggunaan aplikasi e-commerce
tersebut. Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen pasal 1 angka 10 Klausula Baku
adalah setiap aturan atau ketentuan dan syaratsyarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan
terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen
dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. 6 Dalam pembuatan
klausula baku pengusaha dilarang membuat klausula baku yang merugikan konsumen. Syarat
pembuatan klausula baku diatur dalam pasal 18 undang-undang perlindungan konsumen.
Beberapa butir dari pasal 18 berikut ini berkaitan dengan syarat pembuatan klausula baku
yang harus dipenuhi oleh penyedia layanan elektronik :

UUPK
Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang berisi pengalihan tanggung jawab, pemberian kuasa
sepihak, membuat, merubah dan/atau menambahkan aturan baru serta menyatakan bahwa konsumen harus tunduk
pada aturan tersebut.
Pelaku usaha dilarang meletakan klausula baku di tempat yang sulit terlihat, tidak dapat dibaca dan sulit dimengerti.
Apabila klausula baku tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang maka dapat batal demi hukum.
Pelaku usaha wajib bertanggung jawab apabila terjadi kerugian pada konsumen.

Berikut ini table analisa dari klausula yang ada pada beberapa aplikasi e-commerce :

No. Muatan Shopee Lazada Tokopedia Keterangan


1. Privacy Policy menggunakan bahasa Indonesia   
2. Privacy Policy mudah dipahami ×   Bahasa dalam privacy
policy shopee terlalu
berbelit-berlit
3. Hak untuk menarik data   
4. Perlindungan Data   
5. Pembatasan tanggung jawab    Pembatasan tanggung
jawab terhadap resiko
kebocoran data
6. Hak merevisi data   
7. Persetujuan penggunaan data   
8. Pemberitahuan kebocoran data × × ×
9. Pertanggung jawaban kebocoran data   × Pembatasan
pertanggung jawaban

6
Muhamad Hasan Muaziz, Achmad Busro, “Pengaturan Klausula Baku Dalam Hukum Perjanjian Untuk
Mencapai Keadilan Berkontrak” Jurnal Law Reform, Vol. 11, No. 1, 2005, hlm. 75

9
apabila terjadi
kebocoran data di
shopee dan lazada
10. Letaknya mudah terlihat   
11. Pencabutan persetujuan   
12. Persetujuan penggunaan cookies  × 

Berdasarkan analisa kami dalam privacy & policy beberapa aplikasi e-commerce yang
ada masih banyak klausula baku yang tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Hal
ini tentu dapat merugikan salah satu pihak terutama konsumen. Apabila terjadi kerugian
maka konsumen berhak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut yang diatur dalam pasal 4 butir 5 undang-
undang perlindungan konsumen.

C. Sistem Klausla Baku Dalam E-commerce

Dalam pembuatan akun di aplikasi e-commerce, para pengguna wajib menyetujui


klausula baku yang dibuat oleh penyedia layanan elektronik yang dibuat dalam bentuk
formulir. Klausula baku yang diberikan oleh penyedia layanan elektronik ini merupakan salah
satu bentuk perjanjian baku. Aturan mengenai syarat sahnya perjanjian diatur dalam pasal
1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Berikut merupakan syarat sahnya perjanjian :

1. Sepakat mereka yang mengadakan perjanjian

2. Kecakapan untuk membuat perjanjian

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Syarat-syarat tersebut dapat dibagi menjadi kedalam dua kelompok :7

1. Syarat subjektif, yaitu syarat yang menyangkut pada subjek-subjek perjanjian itu,
yang meliputi kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya dan kecakapan pihak

7
Dwi Ratna Indri Hapsari, “Kontrak Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Hukum Islam (Suatu
Kajian dalam Perspektif Asas-Asas Hukum)”, Jurnal Repertorium, edisi 1, Januari 2014, hlm 85.

10
yang membuat perjanjian itu. Perjanjian yang tidak memenuhi persyaratan ini dapat
dibatalkan

2. Syarat objektif , yaitu syarat yang menyangkut pada objek-objek perjanjian. Apabila
syarat objektif ini tidak terpenuhi maka perjanjian dapat batal demi hukum.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), memberikan suatu batasan atau


definisi mengenai perjanjian atau persetujuan, didalam pasal 1313: “Suatu persetujuan adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
lain atau lebih”. Dengan demikian perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua
pihak yang membuatnya atau dapat dikatakan pula, bahwa perjanjian adalah sumber
perikatan disamping sumber-sumber lain. Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata suatu perjanjian
harus didasarkan atas asas itikad baik. Itikad baik dapat dibedakan menjadi itikad baik
subjektif dan itikad baik objektif. Itikad baik subjektif, yaitu apakah yang bersangkutan
sendiri menyadari bahwa tindakannya bertentangan dengan itikad baik, sedang itikad baik
objektif adalah kalau pendapat umum menganggap tindakan yang demikian adalah
bertentangan dengan itikad baik.8

Perjanjian-perjanjian yang telah diatur dalam KUH Perdata, seperti jual beli, tukar
menukar, sewa menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam
meminjam, pemberian kuasa, penangguhan utang, dan perdamaian. Di luar KUH Perdata kini
telah berkembang berbagai perjanjian baru seperti leasing, beli sewa, franchise, joint venture,
dan lain sebagainya. Walaupun perjanjian tersebut telah berkembang dalam masyakat, namun
peraturan yang berbentuk undang-undang belum ada. Yang ada hanya dalam bentuk
Peraturan Menteri.9

Memasuki zaman berbasis internet, perjanjian bukan hanya tertulis namun juga berbasis
elektronik. Perjanjian elektronik ini sering ditemui dalam e-commerce. Perjanjian E-
commerce dikenal dua pelaku yaitu merchant/pelaku usaha yang melakukan penjualan dan
buyer/costumer/konsumen yang berperan sebagai pembeli. Selain pelaku usaha dan
konsumen, dalam transaksi jual beli melalui media internet juga melibatkan provider sebagai

8
Hananto Prasetyo, “Pembaharuan Hukum Perjanjian Sportentertainment Berbasis Nilai Keadilan (Studi
Kasus pada Petinju Profesional di Indonesia) “, Jurnal Pembaharuan Hukum, Vol. IV No.1, Januari 2017, hlm
66.
9
Retna Gumanti, “Syarat Sahnya Perjanjian (Ditinjau Dari KUHPerdata)”, Jurnal Pelangi ilmu, Vol 5 No.1,
2012, hlm 57.

11
penyedia jasa layanan internet dan bank sebagai sarana pembayaran. 10 Berikut ini adalah
bentuk-bentuk transaksi elektronik yang berkembang dalam dunia internet mencakup:

a. Kontrak dibuat melalui komunikasi e-mail. Penawaran dan penerimaan


dapat dipertukarkan melalui e-mail atau dikombinasikan dengan
komunikasi elektronik lainnya, dokumen tertulis, faksimile dan lain-lain;

b. Kontrak yang dibuat melalui website dan jasa online lain, yaitu suatu
website yang menawarkan suatu penjualan barang/jasa dan konsumen
menerima penawaran dengan mengisi dan transmisi formulir yang
terpampang dilayar monitor. Direct online transfer dari informasi dan jasa;

c. Website digunakan sebagai medium of communication dan sekaligus


sebagai medium of exchange;

d. Kontrak yang berisi Electronic Data Interchange (EDI), yaitu suatu


pertukaran informasi bisnis secara elektronik;

e. Kontrak dalam internet dapat bersifat perjanjian lisensi.

Penutup

a. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan mengenai rumusan masalah yang ada, dapat disimpulkan bahwa
klausula-klausula yang dicatumkan oleh penyedia layanan elektronik e-commerce masih
banyak terdapat klausula yang melanggar undang-undang hal ini dibuktikan dengan analisa
yang telah kami buat dan berdasarkan hukum berikut ini :

GDPR UU ITE UUPK


Pemrosesan data harus berdasarkan Kecuali ditentukan lain oleh Konsumen memiliki hak advokasi,
persetujuan. undang-undang setiap perlindungan dan upaya penyelesaian
penggunaan informasi sengketa perlindungan konsumen
mengenai data pribadi

10
Dwi Anggreani, “Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Melalui Internet (E-Commerce) Ditinjau Dari Aspek
Hukum Perdataan”, Jurnal Sosial & Budaya Syar-I, Vol 6 No.3, 2019, hlm 231.

12
seseorang harus berdasarkan
izin pemilik data
Permintaan persetujuan harus Apabila terjadi pelanggaran hak Pelaku usaha dilarang mencantumkan
diberikan dengan cara yang jelas dan dan terjadi kerugian maka klausula baku yang berisi pengalihan
mudah dipahami. pemilik data berhak untuk tanggung jawab, pemberian kuasa
menuntut. sepihak, membuat, merubah dan/atau
menambahkan aturan baru serta
menyatakan bahwa konsumen harus
tunduk pada aturan tersebut.
Subjek data memiliki hak untuk menarik Pelaku usaha dilarang meletakan
persetujuannya klausula baku di tempat yang sulit
terlihat, tidak dapat dibaca dan sulit
dimengerti.
Harus ada pertimbangan mengenai Apabila klausula baku tidak sesuai
kinerja kontrak dengan ketentuan undang-undang
maka dapat batal demi hukum.
Keamanan pemrosesan harus Pelaku usaha wajib bertanggung jawab
dipertimbangkan secara baik terhadap apabila terjadi kerugian pada
resiko yang akan terjadi dan harus konsumen.
memastikan tingkat keamanan sesuai
denga resiko.

Klausula-klausula yang melanggar tersebut berdasarkan pasal 1320 kitab undang-


undang hukum perdata melanggar syarat sahnya perjanjian yaitu sebab yang halal, yang
dimaksud dengan sebab yang halal adalah sesuatu yang di perjanjikan tidak boleh melanggar
hukum. Maka klausula baku yang dibuat tersebut dapat batal demi hukum.

Berikut ini table analisa dari klausula yang ada pada beberapa aplikasi e-commerce

No. Muatan Shopee Lazada Tokopedia Keterangan


1. Privacy Policy menggunakan bahasa Indonesia   
2. Privacy Policy mudah dipahami ×   Bahasa dalam privacy
policy shopee terlalu
berbelit-berlit
3. Hak untuk menarik data   
4. Perlindungan Data   
5. Pembatasan tanggung jawab    Pembatasan tanggung

13
jawab terhadap resiko
kebocoran data
6. Hak merevisi data   
7. Persetujuan penggunaan data   
8. Pemberitahuan kebocoran data × × ×
9. Pertanggung jawaban kebocoran data   × Pembatasan
pertanggung jawaban
apabila terjadi
kebocoran data di
shopee dan lazada
10. Letaknya mudah terlihat   
11. Pencabutan persetujuan   
12. Persetujuan penggunaan cookies  × 

14

Anda mungkin juga menyukai