Anda di halaman 1dari 7

PENYELUNDUPAN HUKUM DALAM KETENTUAN KLAUSULA BAKU

PERJANJIAN DI E-COMMERCE

Deyan Nugraha, Mitha Diant Pratiwi, Sheelna Azheema Huda, Tio Ariesta

Abstrak

Penulisan penelitian ini dimaksudkan untuk memaparkan pelanggaran yang terjadi akibat
adanya penyelundupan klausula baku pada e-commerce yang menyebabkan kerugian
material pada konsumen. Adapun yang menjadi latar belakang penulisan ini karena
Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di
dunia, kemudian di dukung pula oleh kemajuan Tekhnologi dan Informasi yang
menyebabkan beberapa perusahaan e-comerce berlomba-lomba untuk menciptakan
marketplace yang dapat di nikmati secara leluasa oleh seluruh masyarakat. Salah satu dari
negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia, kemudian di dukung pula oleh
kemajuan teknologi dan informasi yang menyebabkan beberapa perusahaan e-commerce
belomba-lomba untuk menciptakan pasar tempat yang dapat diakses oleh leluasa oleh
seluruh masyarakat. Dalam praktiknya, para penyedia jasa e-commerce menjadikan
klausula baku sebagai syarat utama persetujuan agar dapat mengakses layanan tersebut.
Tanpa disadari, dalam hal ini menjadi problematika hukum yang mana klausula baku
tersebut justru merugikan dan atau menghilangkan hak-hak yang dimiliki oleh konsumen.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen pasal 18 ayat 1 telah menjabarkan hal-hal apa
saja yang seharusnya tidak di perbolehkan untuk ada dalam klausula baku, namun masih
ada saja oknum yang dengan sengaja menyelundupkan pelanggaran terhadap klausula
baku tersebut untuk menghilangkan tanggung jawab sebagai pemilik jasa e-commerce.
Pengaturan klausula baku juga diatur dalam pasal 1320 KUHPer yang menerangkan
tentang syarat sah perjanjian. Dalam kasusu ini klausula baku biasanya hanya
menguntungkan salah satu pihak yakni pihak pelaku usaha. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pada beberapa aplikasi e-commerce yang mencantumkan klausula
baku yang melanggar Undang-Undang. Dengan ini, menyatakan bahwa perjanjian dapat
batal demi hukum.

Kata kunci: Klausula baku, privasi, e-commerce.

1
PENYELUNDUPAN HUKUM DALAM KETENTUAN KLAUSULA BAKU
PERJANJIAN DI E-COMMERCE

Deyan Nugraha, Mitha Diant Pratiwi, Sheelna Azheema Huda, Tio Ariesta

Abstract

The writing of this study is intended to describe the violations that occur as a result of the
smuggling of standard clauses in e-commerce that cause material losses to consumers. As for
the background of this writing because Indonesia is one of the countries that has the largest
population in the world, then it is also supported by advances in technology and information
that causes several e-commerce companies to compete to create a marketplace that can
be enjoyed freely by the whole community. One of the countries that has the largest
population in the world, then it is also supported by technological and information advances
that cause several e-commerce companies to compete to create a market place that can
be accessed freely by the entire community. In practice, e-commerce service providers make
the standard clause the main condition for agreement to access the service. Without
realizing it, in this case a legal problem in which the standard  clause actually harms and /
or eliminates the rights possessed by consumers. The Consumer Protection Act, article 18,
paragraph 1, outlines what should not be allowed in the standard clause, but there are
still  people who deliberately smuggle violations of the standard clause to cut the
responsibility as the owner of e-services commerce. The provisions of the standard clause
are also regulated in article 1320 of the Indonesian Criminal Code which explains the legal
conditions of the agreement. In this case the standard clause usually only benefits one party,
the business actor. The results of this study  show that in some e-commerce applications that
include standard clauses that violate the Act. Hereby, declare that the agreement can
be void.

Keywords: Standard clause, privacy, e-commerce.

2
1. Pembahasan

A. Pengaturan Perlindungan Data Pribadi

Pada dasarnya setiap negara memiliki aturan masing-masing mengenai


perlindungan data pribadi. Seperti negara-negara di Eropa mereka tunduk pada aturan
GDPR (General Data Protection Regulation). Aturan GDPR ini berlaku bagi setiap
warga negara Eropa dan perusahaan-perusahaan diluar Eropa yang menyimpan data
warga negara Eropa. Di Indonesia aturan mengenai data pribadi terdapat dalam
undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan tidak diatur dalam undang-
undang secara khusus. Menurut Jerry Kang, data pribadi mendeskripsikan suatu
informasi yang erat kaitannya dengan seseorang yang dapat membedakan karateristik
masing-masing pribadi.1 Dalam perlindungan data pribadi terdapat subjek hukum
yang harus diatur. Subjek hukum tersebut adalah pengelola data pribadi yaitu kegiatan
atau rangkaian kegiatan yang dilakukan terhadap data pribadi, baik dengan
menggunakan alat oleh data secara otomatis maupun manual secara terstruktur serta
menggunakan sistem penyimpanan data.2 Subjek yang kedua adalah pemroses data
pribadi yaitu orang badan hukum publik atau swasta dan organisasi kemasyarakatan
lainnya yang melakukan pemrosesan data pribadi atas nama pengelolaan data.3
Pemrosesan data pribadi melakukan kegiatan pemrosesan data pribadi berupa
pengumpulan, perekaman, pencatatan dan atau penyimpanan data pribadi, atau
pelaksaanaan penyusunan, penyesuian, perubahan data pribadi, pemulihan kembali
data pribadi yang telah dimusnahkan, pengungkapan data pribadi, pengggabungan,
pembetulan, penghapusan atau pengahncuran data pribadi.4 Subjek-subjek ini yang
bertanggung jawab apabila terjadi kebocoran data atau penyalahgunaan data pribadi
seseorang.

Dalam aplikasi e-commerce, setiap orang yang ingin menggunakan layanan-


layanan yang ada wajib mendaftarkan dirinya dengan mengisi beberapa daftar yang

1
Lia Sautunnida, “Urgensi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di Indonesia” Kanun Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 20 No. 2, Agustus 2018 , hlm.374
2
Sinta Dewi Rosadi, Garry Gumelar Pratama, “Perlindungan Privasi dan Data Pribadi Dalam Era Ekonomi
Digital Di Indonesia”, Vej, Vol. 4 No. 1, 2018, hlm 94.
3
Ibid.
4
Ibid. hlm 95

3
berisi data pribadi. Setelah mengisi data para pengguna wajib menyetujui privacy &
policy yang terdapat klausula-klausula mengenai penggunaan data pribadi, klausula-
klausula tersebut terkadang menguntungkan sepihak dan merugikan pengguna karena
berisi mengenai hak penyedia layanan dalam menggunakan data pribadi. Apabila para
pengguna tidak menyetujuinya maka pengguna tidak dapat menggunakan layanan
yang ada dalam aplikasi tersebut. Tindakan seperti ini merupakan suatu tindakan
melanggar hukum karena pengguna tidak memiliki pilihan lainnya. Dalam Undang-
Undang Perlindung Konsumen diatur secara jelas bahwa pelaku usaha dilarang
mencantumkan klausula baku yang melanggar undang-undang. Dalam GDPR dalam
membuat persetujuan mengenai penggunaan data pribadi diatur dalam act 7 dan act 32
dan untuk pengaturan perlindungan data pribadi di Indonesia hanya diatur dalam pasal
26 Undang-Undang No. 19 Tahun 2016.

GDPR UU ITE
Pemrosesan data harus berdasarkan persetujuan. Kecuali ditentukan lain oleh undang-undang setiap
penggunaan informasi mengenai data pribadi
seseorang harus berdasarkan izin pemilik data
Permintaan persetujuan harus diberikan dengan cara yang Apabila terjadi pelanggaran hak dan terjadi
jelas dan mudah dipahami. kerugian maka pemilik data berhak untuk
menuntut.
Subjek data memiliki hak untuk menarik persetujuannya Penyelenggara sistem elektronik wajib menghapus
data-data yang sudah tidak relevan atas perintah
yang bersangkutan
Harus ada pertimbangan mengenai kinerja kontrak Penyelenggara sistem elektronik wajib
menyediakan mekanisme penghapusan infromasi
atau dokumen yang tidak relevan
Keamanan pemrosesan harus dipertimbangkan secara baik Ketentuan tata cara penghapusan diatur dalam
terhadap resiko yang akan terjadi dan harus memastikan peraturan pemerintah
tingkat keamanan sesuai denga resiko.
Aturan hukum mengenai pengaturan data pribadi di Indonesia sendiri belum diatur
secara khusus. Perlindungan data pribadi sebuah sistem elektronik di UU ITE meliputi
perlindungan rangka upaya hukum.5 Aturan hukum mengenai perlindungan data yang ada ini
masih kurang sehingga menyebabkan banyaknya kasus-kasus hukum yang tidak bisa
diselesaikan secara baik.

5
Rosalinda Elsiana Latumahina S.H, M.Kn, “Aspek Hukum Perlindungan Data Pribadi di Dunia Maya”, Jurnal
Gema Aktualita, Vol. 3, No. 2, Desember 2014, hlm. 18.

4
B. Pengaturan Klausula Baku dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Dalam UU Perlindungan Konsumen terdapat teori deu care tentang kewajiban perusahaan
terhadap konsumen didasarkan pada kenyataan bahwasanya kedudukan antara pelaku usaha
dan konsumen tidaklah sejajar, karena konsumen berada di tingkat yang lemah dan pelaku
usaha berada di tingkat yang lebih mengutungkan. Hal ini pula yang mendasari pelaku usaha
memiliki kewajiban untuk menjamin kepentingan konsumen agar tidak di rugikan. 6 Klausula
baku merupakan bagian dari suatu perjanjian. Perjanjian yang mengunakan Klausula baku
biasa di sebut dengan Perjanjian baku. Pada umum nya klausula baku yang di terbitkan
ataupun di buat oleh perusahaan atau jasa penyedia layanan hanya akan menimbulkan
keuntungan pada satu pihak, yaitu perusahaan itu sendiri, yang mana artinya Konsumen
berada pada posisi lemah apabila ada hal-hal ataupun pelanggaran yang terjadi dalam
klausula baku tersebut.

Sudaryatmo dalam buku nya menungkapkan karakteristik Klausula baku sebagai berikut7. :

1. Perjanjian dibuat secara sepihak oleh mereka yang posisinya relative lebih kuat dari
konsumen.

2. Konsumen sama sekali tidak di libatkan dalam menentukan isi perjanjian

3. Dibuat dalam bentuk tertulis dan massal.

4. Konsumen terpaksa menerima isi perjanjian karena didorong oleh faktor kebutuhan.

Dalam aplikasi e-commerce para pengguna biasanya diberikan suatu klausula-


klausula yang berisi persyaratan dan ketentuan dalam penggunaan aplikasi e-commerce
tersebut. Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen pasal 1 angka 10 Klausula Baku
adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan
terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen
dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. 8 Dalam pembuatan
klausula baku pengusaha dilarang membuat klausula baku yang merugikan konsumen. Syarat
pembuatan klausula baku diatur dalam pasal 18 undang-undang perlindungan konsumen.
6
Pieries, J. dan Widiarty, W.S, Negara Hukum dan Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Perdagangan
Kadaluarsa. (Jakarta: Pelangi Pendikia), hlm. 56.
7
Sudaryatmo, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia,(Bandung : PT. Citra Aditya Bakti), hlm 256.
8
Muhamad Hasan Muaziz, Achmad Busro, “Pengaturan Klausula Baku Dalam Hukum Perjanjian Untuk
Mencapai Keadilan Berkontrak” Jurnal Law Reform, Vol. 11, No. 1, 2005, hlm. 75

5
Beberapa butir dari pasal 18 berikut ini berkaitan dengan syarat pembuatan klausula baku
yang harus dipenuhi oleh penyedia layanan elektronik :

UUPK
Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang berisi pengalihan tanggung jawab, pemberian kuasa
sepihak, membuat, merubah dan/atau menambahkan aturan baru serta menyatakan bahwa konsumen harus tunduk
pada aturan tersebut.
Pelaku usaha dilarang meletakan klausula baku di tempat yang sulit terlihat, tidak dapat dibaca dan sulit dimengerti.
Apabila klausula baku tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang maka dapat batal demi hukum.
Pelaku usaha wajib bertanggung jawab apabila terjadi kerugian pada konsumen.

Dalam kasus ini peneliti memilih 3 e-commerce yakni Shoppee, Lazada, Tokopedia untuk
mengetahui Klausula baku apa yang di langgar oleh para penyedia layanan elektronik
tersebut. Melihat dari hasil analisa dapat disimpulkan bahwa ke-tiga penyedia layanan
elektronik ini melanggar klausula baku yang sudah tertera pada Undang-Undang
Perlindungan Kosumen No. 8/1999 Pasal 18 butir 1 yakni ada nya pengalihan dan
pembatasan pertanggung jawaban pihak penyedia layanan elektronik terhadap pengguna dan/
konsumen.

No. Muatan Shopee Lazada Tokopedia Keterangan


1. Privacy Policy menggunakan bahasa Indonesia   
2. Privacy Policy mudah dipahami ×   Bahasa dalam privacy
policy shopee terlalu
berbelit-berlit
3. Hak untuk menarik data   
4. Perlindungan Data   
5. Pembatasan tanggung jawab    Pembatasan tanggung
jawab terhadap resiko
kebocoran data
6. Hak merevisi data   
7. Persetujuan penggunaan data   
8. Pemberitahuan kebocoran data × × ×
9. Pertanggung jawaban kebocoran data   × Pembatasan
pertanggung jawaban
apabila terjadi
kebocoran data di
shopee dan lazada
10. Letaknya mudah terlihat   
11. Pencabutan persetujuan   
12. Persetujuan penggunaan cookies  × 

6
Berdasarkan analisa kami dalam privacy & policy beberapa aplikasi e-commerce yang
ada masih banyak klausula baku yang tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, seperti
hal nya menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha, menyatakan tunduknya
konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/pengubahan
lanjutan yang di buat secara sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan
jasa layanan tersebut. Hal ini tentu dapat merugikan salah satu pihak terutama konsumen.
Tindakan ini pula berkaitan dengan pasal 1320 KUHPer yang menyebutkan empat unsur
syarat sah nya perjanjian, yang dimana di dalam nya terdapat unsur suatu sebab yang halal,
artinya suatu perjanjian tersebut isi nya tidak boleh melanggar Undang-Undang, dan
kemudian apabila perjanjian tersebut di ketahu melanggar, maka dapat batal demi hukum.
Melihat itu semua maka konsumen yang di rugikan berhak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa Perlindungan Konsumen secara patut yang
diatur dalam pasal 4 butir 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen No.8/1999.

Anda mungkin juga menyukai