Anda di halaman 1dari 15

UNIVERSITAS PASUNDAN

Program Pascasarjana
Program Studi : Magister Ilmu Hukum Semester 2
Nama : Setiyana Ahmad Supangkat SH NPM 178040060
Mata Ujian : Kapita Selekta Hukum Bisnis Ruang Ujian 303
Hari/Tanggal : Sabtu/ 19 Januari 2019 No. Absen -
Dosen Penguji : Dr. H. Aang Achmad, S.H., M.H Tanda Tangan
......................................

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

1. E-Commerce
Sebutkan dan jelaskan tentang pengertian, manfaat, dasar hukum dan karakteristik dari
Electronic Commerce Transaction /KDE?
Jawaban:
Pengertian E-Commerce
Definisi E-Commerce menurut Laudon & Laudon (1998), E-Commerce adalah suatu proses
membeli dan menjual produk-produk secara elektronik oleh konsumen dan dari perusahaan
ke perusahaan dengan computer sebagai perantara transaksi bisnis.

Definisi menurut Onno. W. Purbo: E-Commerce merupakan satu set dinamis teknologi,
aplikasi, dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen, dan komunitas
tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang, pelavanan, dan informasi
yang dilakukan secara elektronik.

Definisi dari E-Commerce menurut Kalakota dan Whinston (1997) dapat ditinjau dalam 3
perspektif berikut:

a. Dari perspektif komunikasi.


E-Commerce adalah pengiriman barang, layanan, informasi, atau pembayaran melalui
jaringan komputer atau melalui peralatan elektronik lainnya.
b. Dari perspektif proses bisnis.
E-Commerce adalah aplikasi dari teknologi yang menuju otomatisasi dari transaksi bisnis
dan aliran kerja.
c. Dari perspektif layanan.
E-Commerce merupakan suatu alat yang memenuhi keinginan perusahaan, konsumen,
dan manajemen untuk memangkas biaya layanan (service cost) ketika meningkatkan
kualitas barang dan meningkatkan kecepatan layanan pengiriman.
d. Dari perspektif online.
E-Commerce menyediakan kemampuan untuk membeli dan menjual barang ataupun
informasi melalui internet dan sarana online lainnya.

Manfaat E-Commerce
Manfaat dari E-Commerce kiranya dapat dilihat dari beberapa sudut pandang berikut:
a. Manfaat Bagi Pelaku Bisnis

Halaman 1 dari 15
 Kemudahan dalam aktivitas jual beli
 Memangkas biaya pemasaran
 Kemudahan dalam berkomunikasi dengan konsumen dan produsen
 Dapat menjangkau target market yang lebih luas
 Penyebaran informasi lebih mudah dan cepat
 Proses pembayaran menjadi lebih mudah dan cepat

b. Manfaat Bagi Konsumen


 Konsumen dapat berbelanja dengan lebih mudah selama 24 jam sehari sepanjang
tahun
 Konsumen dapat melihat berbagai pilihan produk yang dianggap terbaik dengan
harga yang paling sesuai
 Konsumen dapat membeli produk dan jasa dengan biaya yang lebih mudah setelah
melakukan perbandingan dengan berbagai e-commerce

Dasar Hukum E-Commerce


Aktivitas perdagangan di tanah air diatur dengan Undang-Undang (UU) nomer 7/2014
tentang perdagangan. Terkait dengan E-Commerce sendiri disebutkan secara jelas pada
pasal 4 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, bahwa ruang lingkup
perdagangan salah satunya meliputi “Perdagangan melalui Sistem Elektronik”. Aktivitas
perdagangan yang dijalankan oleh situs perdagangan online di Indonesia jelas memenuhi
definisi ini karena secara operasional mereka menggunakan jaringan internet dalam
menjalankan aktivitas perdagangannya. Jaringan internet mereka fungsikan baik sebagai
marketplace tempat bertemunya konsumen dan pedagang sekaliguschannel bagi terjadinya
proses transaksi. Hal ini berarti situs perdagangan online yang beroperasi di Indonesia terikat
dengan berbagai ketentuan yang termuat dalam ketentuan tersebut.

Karakteristik E-Commerce
Berikut beberapa karateristik atau ciri dari perdagangan E-commerce:

a. Transaksi Tanpa Batas


E-commerce memanfaatkan kemajuan teknologi yang memungkinkan terjadinya
transaksi lintas negara. Transaksi yang terjadi dalam e-commerce dapat dilakukan oleh
semua pihak di seluruh dunia tanpa adanya batasan wilayah, karena transaksi e-
commerce tidak memerlukan adanya kehadiran antara pihak-pihak yang bertransaksi.
Para pengusaha dapat memanfaatkan media e commerce sebagai sarana promosi ke
seluruh dunia.

b. Transaksi Melalui Jaringan Internet


Transaksi e-commerce berbeda apabila dibandingkan dengan transaksi
konvensional. Dalam transaksi konvensional, pembeli dan penjual harus
bertemu secara langsung sedangkan dalam transaksi e-commerce pembeli dan
penjual tidak harus bertemu secara langsung, mereka dapat memanfaatkan
internet sebagai media transaksi

c. Transaksi Anonim
Karakteristik lain dari e-commerce adalah transaksi yang terdapat dalam ecommerce
merupakan transaksi anonim. Pembeli dan penjual dalam transaksi ecommerce tidak
harus bertemu. Selain itu penjual tidak harus mengetahui nama
pembeli sepanjang pembayaran dapat diotorisasi oleh penyedia sistem
pembayaran yang biasanya dilakukan oleh penyedia jasa kartu kredit.

Halaman 2 dari 15
Akibatnya dari anonimitas tersebut adalah sulitnya untuk melacak tempat
pembeli berada.

d. Produk Digital
Karakteristik lain dari transaksi e-commerce adalah jenis barang yang dijual
dalam transaksi e-commerce merupakan produk atau jasa yang diubah
bentuknya dalam format digital (digitized) yang bisa di download oleh pembeli
secara elektronik melalui internet.

e. Pengiriman Bisa Dilakukan Melalui Pabean dan Bisa Juga Tidak


Transaksi e-commerce dapat dikirim secara offline melalui pabean negara
pembeli atau penjual atau bisa langsung dikirim melalui e-mail atau melalui
fasilitas download. Jadi transaksi e-commerce tidak selalu harus dilakukan
dengan melalui Pabean.

f. Transaksi Tanpa Media Kertas (paperless)


Transaksi e-commerce adalah transaksi yang tidak menggunakan media kertas
(paperless) sebagai penyimpan informasi transaksi dan tidak terdapat jejak
audit (audit trail). Media penyimpan informasi untuk e-commerce berbentuk
elektronik, karena informasi yang terdapat dalam transaksi e-commerce telah
melalui proses digitalisasi sehingga menjadi format digital.

g. Pelaku Transaksi E-Commerce bisa berupa Business to Business (B2B) dan Business to
Consumer (B2C).
B2B adalah aliansi bisnis antara penjual dan pembeli dalam rangkaian sistem,
yaitu masing-masing sistem informasi internal perusahaan bersambung dengan
sistem informasi internal perusahaan yang lain. Sedangkan B2C adalah transaksi
antara penjual dan pembeli dengan penjualan langsung melalui jaringan
internet. Transaksi B2C umumnya kecil karena sifatnya adalah pengecer
langsung ke konsumen.

2. Pajak dan Pengadilan Pajak


Sebutkan dan jelaskan tentang : pengertian Objek, Subjek, dasar hukum dari pajak serta
lembaga penyelesaian sengketa Pajak?
Jawaban:
Objek Pajak dan Subjek Pajak dan Dasar Hukum Pajak
Dasar hukum Pajak pada umumnya
a. Undang – Undang dasar Republik Indonesia tahun 1945 pasal 23 A
b. Undang-Undang UU No. 6 tahun 1983, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9
tahun 1994, dengan UU No. 16 tahun 2000, terakhir dengan UU No. 28 tahun 2007
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Objek pajak merupakan sumber pendapatan yang dikenakan pajak. Sedangkan Subjek pajak
merupakan perorangan atau badan yang ditetapkan menjadi subjek pajak. Untuk masing-
masing jenis pajak mempunyai Subjek dan Objek pajak serta Dasar Hukum tersendiri,
setidaknya terdapat 6 Jenis Pajak yang dikenakan sebagai berikut:

a. Subjek dan Objek Pajak Penghasilan


Dasar Hukum
Pajak penghasilan pada Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak
Penghasilan (PPh).

Halaman 3 dari 15
Subjek pajak PPh terdiri dari tiga yaitu orang pribadi, badan dan warisan. Subjek pajak
tersebut juga digolongkan menjadi dua yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek
pajak luar negeri. Sedangkan Objek PPh merupakan setiap penghasilan yang diterima
atau diperoleh wajib pajak.

Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan


ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk
apapun termasuk:
1) penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain
dalam Undang-undang Pajak Penghasilan;
2) hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;
3) laba usaha
4) keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
 keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
 keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena
pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota ;
 keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan atau pengambilalihan usaha;
 keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial
atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
5) penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
6) bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang;
7) dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi ;
8) royalti;
9) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10) penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11) keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
12) keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
13) selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14) premi asuransi;
15) iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16) tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak.
17) penghasilan dari usaha berbasis syariah.
18) Surplus Bank Indonesia
19) imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU yang mnegatur mengenai KUP.
20) Objek Pajak yang dikenakan PPh final, atas penghasilan berupa:

Halaman 4 dari 15
• bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya;
• penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek;
• penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta
• penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

b. Subjek dan Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Dasar Hukum
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga
Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

Subjek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak
berdasarkan Undang-Undang PPN. Namun, untuk pengusaha kecil yang batasannya
ditetapkan oleh Menteri Keuangan masih belum termasuk, kecuali pengusaha kecil
tersebut memilih dikukuhkan sebagai PKP.

Pada prinsipnya semua barang dan jasa merupakan objek PPN, karena PPN dikenakan
atas konsumsi barang dan atau jasa di dalam Daerah Pabean. Namun demikian, dengan
pertimbangan ekonomi, sosial dan budaya, ada barang dan jasa tertentu yang tidak
dipungut serta dikecualikan dari pengenaan PPN dan dibebaskan dari pungutan PPN.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan
atas:
1) Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha. Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak
adalah:
a) Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;
b) Pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan
perjanjian leasing;
c) Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru
lelang
d) Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak
e) Persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan,
sepanjang Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan aktiva tersebut menurut
ketentuan sepanjang Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan aktiva tersebut
menurut ketentuan dapat dikreditkan;
f) Penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan
penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang;
g) Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi.

2) Impor Barang Kena Pajak


3) Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha
4) Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean
5) Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
6) Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak

Halaman 5 dari 15
c. Subjek dan Objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Dasar Hukum
Undang-undang No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan

Subjek pajak PBB adalah orang atau badan yang secara nyata memiliki status atas bumi
dan bangunan, memperoleh manfaat atas bangunan. 
Objek pajak PBB berikut ini:
1) Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman, serta
laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.
2) Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam/dilekatkan secara tetap pada
tanah dan/atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah jalan
lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan
emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks
bangunan tersebut.
3) Jalan tol.
4) Kolam renang.
5) Tempat olahraga.
6) Galangan kapal, dermaga.
7) Taman mewah.
8) Tempat penampungan / kilang minyak, air dan gas, pipa minyak.
9) Fasilitas lain yang memberikan manfaat

d. Subjek dan Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Dasar Hukum
BPHTB diatur dalam UU No. 21 Tahun 1997 dan telah diubah dengan UU No. 20 Tahun
2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau badan
yang memperoleh hak atas suatu tanah dan bangunan. Subjek yang berkewajiban untuk
membayar pajak disebut wajib pajak BPHTB.
Sedangkan yang termasuk dalam objek BPHTB meliputi:
1) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan
atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
2) Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa
hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh
orang pribadi atau badan.
3) Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan
di atasnya sebagaimana dalam undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
4) Yang menjadi objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan, perolehan hak atas tanah dan atau bangunan
5) Pemindahan hak karena :
6) Jual beli
7) Tukar-menukar
8) Hibah
9) Hibah waris
10) Waris
11) Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya
12) Perpisahan hak yang mengakibatkan peralihan

Halaman 6 dari 15
13) Penunjukkan pembeli dalam lelang
14) Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
15) Penggabungan usaha
16) Peleburan usaha
17) Pemekaran usaha
18) Hadiah.
19) Pemberian hak baru karena :
 Pelanjutan pelepasan hak,
 Diluar pelepasan hak.

e. Subjek dan Objek Bea Meterai


Dasar Hukum
Bea Meterai diatur dalam UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai

Pihak yang menggunakan dokumen yang disebutkan dalam undang-undang menjadi


subjek dari Bea Meterai. Artinya, mereka yang wajib melunasi sejumlah Bea Meterai
yang telah ditentukan.
Sedangkan Objek Bea Meterai dibagi tergantung tarif Bea Meterai yang digunakan.
Berikut penjelasannya:

1) Objek yang dikenakan tarif Bea Meterai Rp 6.000 di antaranya:


a) Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk
digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau
keadaan yang bersifat perdata.
b) Akta-akta notaris termasuk salinannya.
c) Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-
rangkapnya.
d) Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp 1.000.000.
e) Menyebutkan penerimaan uang.
f) Menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening bank.
g) Berisi pemberitahuan saldo rekening di bank.
h) Berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah
dilunasi atau diperhitungkan.
i) Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek yang harga nominalnya
lebih dari Rp 1.000.000.
j) Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya
lebih dari Rp 1.000.000.
k) Dokumen lain yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka
pengadilan:
 Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan.
 Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan
tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan untuk orang
lain, lain dari maksud semula untuk orang lain, lain dari maksud semula.

2) Objek yang dikenakan tarif Bea Cukai Rp 3.000 di antaranya:


a) Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp 250.000 tetapi tidak lebih dari
Rp 1.000.000.
b) Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek yang harga nominalnya
lebih dari Rp 250.000 tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000.
c) Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya
lebih dari dari Rp 250.000 tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000.

Halaman 7 dari 15
d) Cek dan bilyet giro dengan harga nominal berapa pun.

f. Objek Pajak Daerah


Dasar Hukum
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Pajak Daerah memiliki subjek dan objek pajak masing-masing.

Jenis Pajak Daerah terdiri dari:


a) Pajak Provinsi
(1) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air
(2) Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)
(3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB)
(4) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah
(5) Pajak Rokok

b) Pajak Kabupaten/Kota
(6) Pajak Hotel
(7) Pajak Restoran
(8) Pajak Hiburan
(9) Pajak Reklame
(10) Pajak Penerangan Jalan
(11) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
(12) Pajak Parkir
(13) Pajak Air Tanah
(14) Pajak Sarang Burung Walet
(15) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
(16) Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

Lembaga penyelesaian sengketa Pajak


Salah satu pengadilan khusus adalah Pengadilan Pajak. Secara organisasi pembinaan serta
pengawasan umum terhadap hakim Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Sedangkan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan ditanggulangi oleh
Kementrian Keuangan.

Pengadilan Pajak diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak. Pasal 2 UU No. 14 Tahun 2002 menentukan bahwa :

“Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi
Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak”.

Dari ketentuan tersebut, maka secara normatif yuridis Pengadilan Pajak merupakan
pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa
perpajakan. Pasal 1 angka 5 UU No. 14 Tahun 2002 menentukan bahwa :

“Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak
atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan
berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa”.

Halaman 8 dari 15
3. PKPU dan Pengadilan Niaga : Pailit
Sebutkan dan jelaskan tentang Pailit, Kepailitan, Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang,
dasar Hukum serta proses Lembaga Pengadilan Niaga?
Jawaban:
Pailit
Pengertian Pailit dapat dilihat dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU KPKPU) yang
mengatur syarat debitur dapat dinyatakan pailit yaitu:
 
“ Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya
satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih
kreditornya.”

Kepailitan
Definisi Kepailitan dalam Pasal 1 angka 1 UU KPKPU yaitu:
 
“ Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas
sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini. “
 
Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang (PKPU)
PKPU adalah sebuah cara yang digunakan oleh debitur maupun kreditur dalam hal debitur
atau kreditur menilai debitur tidak dapat atau diperkirakan tidak akan dapat lagi
melanjutkan pembayaran utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih,
dengan maksud agar tercapai rencana perdamaian (meliputi tawaran pembayaran sebagian
atau seluruh utang kepada kreditur) antara debitur dan kreditur agar debitur tidak perlu
dipailitkan (sebagaimana Pasal 222 UU KPKPU jo. Pasal 228 ayat [5] UU KPKPU).

Menurut pendapat ahli Munir Fuady  mengatakan bahwa yang dimaksud dengan penundaan
pembayaran utang (Suspension of Payment atau Surseance van Betaling) adalah suatu masa
yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga di mana dalam masa
tersebut kepada pihak kreditur dan debitur diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan
cara-cara pembayaran seluruh atau sebagian utangnya, termasuk apabila perlu untuk
merestrukturisasi utangnya tersebut.

Lembaga Pengadilan Niaga


Dasar Hukum Pengadilan Niaga dapat dilihat pada kewenangannya dimana Pengadilan Niaga
berwenang untuk menangani perkara-perkara sebagai berikut:
a. Kepailitan dan PKPU, serta hal-hal yang berkaitan dengannya, termasuk kasus-kasus
actio pauliana dan prosedur renvoi tanpa memperhatikan apakah pembuktiannya
sederhana atau tidak (UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang);
 
b. Hak kekayaan intelektua, berupal:
1) Desain Industri (UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri);
2) Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata
Letak Sirkuit Terpadu);
3) Paten (UU No. 14 Tahun 2001tentang Paten);
4) Merek (UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek)
5) Hak Cipta (UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta).

Halaman 9 dari 15
 
c. Lembaga Penjamin Simpanan 
UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, berupa :
1) Sengketa dalam proses likuidasi.
2) Tuntutan pembatalan segala perbuatan hukum bank yang mengakibatkan
berkurangnya aset atau bertambahnya kewajiban bank, yang dilakukan dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum pencabutan izin usaha.

4. Penyelesaian Sengketa Bisnis


Setiap hubungan bisnis berpotensi adanya beda pendapat, konflik dan sengketa, sebutkan
dan uraikan beberapa forum Lembaga Penyelesaian Sengketa Bisnis secara rinci dan jelas?
(menurut Saudara, lembaga Penyelesaian Sengketa yang menakah yang lebih cocok untuk
dunia bisnis saat ini dan sebutkan alasan-alasannya?
Jawaban:
Forum Lembaga Penyelesaian Sengketa Bisnis
Penyelesaian Sengketa Bisnis bisa dilakukan melalui beberapa forum, antara lain:
a. Melalui Litigasi, yang terdiri dari:
1. Pengadilan Umum;
Pengadilan Negeri berada pada lingkungan Peradilan Umum yang mempunyai
tugas dan kewenangan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2004 tentang tentang Peradilan Umum, dalam Pasal 50 menyatakan:
Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama.

2. Pengadilan Niaga;
Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan
umum, mempunyai tugas dan kewenangan sebagaimana disebutkan dalam
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Pembayaran, dalam Pasal 300 menyatakan bahwa: Pengadilan Niaga mempunyai
tugas memeriksa dan memutus permohonan pernyataan pailit dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, berwenang pula memeriksa dan memutus perkara
lain di bidang perniagaan yang penetapannya dilakukan dengan Undang-Undang.

b. Melalui Non- Litigasi, yang terdiri dari:


1. Arbitrase
Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa mengatakan Arbitrase adalah cara penyelesaian
suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Istilah
arbitrase berasal dari bahasa Belanda “arbitrate” dan bahasa Inggris “arbitration”.
Kata arbitrase juga berasal dari bahasa Latin, yaitu “arbitrare” yang mana dalam
bahasa Indonesia diartikan sebagai kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu
menurut “kebijaksanaan”.

2. Penyelesaian Sengketa Alternatif ( Alternative Dispute Resolution / ADR), melalui


mekanisme:
a) Negosiasi,
Negosiasi sebagai sarana bagi para pihak yang bersengketa untuk
mendiskusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai
penengah, sehingga tidak ada prosedur baku, akan tetapi prosedur dan
mekanismenya diserahkan kepada kesepakatan para pihak yang bersengketa

Halaman 10 dari 15
tersebut. Penyelesaian sengketa sepenuhnya dikontrol oleh para pihak, sifatnya
informal, yang dibahas adalah berbagai aspek, tidak hanya persoalan hukum
saja. Negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai
kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang
sama maupun yang berbeda atau dapat diartikan juga bahwa negosiasi ialah
proses tawar-menawar untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain melalui
proses interaksi, komunikasi yang dinamis dengan tujuan untuk mendapatkan
penyelesaian atau jalan keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi oleh
kedua belah pihak

b) Mediasi,
Pengertian mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan dibantu oleh pihak
ketiga (mediator) yang netral/tidak memihak. Peranan mediator adalah sebagai
penengah (yang pasif) yang memberikan bantuan berupa alternatif-alternatif
penyelesaian sengketa atau hanya sebagai fasilitator saja untuk selanjutnya
ditetapkan sendiri oleh pihak yang bersengketa. Dalam Peraturan Mahkamah
Agung No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, mediasi
diberikan arti sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan
untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.
Peran mediator hanya membantu para pihak mencari berbagai kemungkinan
penyelesaian sengketa dengan cara tidak memutus atau memaksakan
pandangan atau penilaian atas masalah-masalah selama proses mediasi
berlangsung.

c) Konsiliasi,
Konsiliasi adalah penyelesaian sengketa dengan intervensi pihak ketiga
(konsiliator), dimana konsiliator lebih bersifat aktif, dengan mengambil inisiatif
menyusun dan merumuskan langkah-langkah penyelesaian, yang selanjutnya
ditawarkan kepada para pihak yang bersengketa. Jika pihak yang bersengketa
tidak mampu merumuskan suatu kesepakatan, maka pihak ketiga mengajukan
usulan jalan keluar dari sengketa. Meskipun demikian konsiliator tidak
berwenang membuat putusan, tetapi hanya berwenang membuat rekomendasi,
yang pelaksanaanya sangat bergantung pada itikad baik para pihak yang
bersengketa sendiri.
Konsiliasi merupakan lanjutan dari mediasi. Mediator berubah fungsi menjadi
konsiliator. Dalam hal ini konsiliator menjalankan fungsi yang lebih aktif dalam
mencari bentuk-bentuk penyelesaian sengketa dan menawarkannya kepada
para pihak. Jika para pihak dapat menyetujui, solusi yang dibuat konsiliator akan
menjadi resolution.

d) Konsultasi,
Konsultasi adalah suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak
tertentu (klien) dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, dimana
pihak konsultan memberikan pendapatnya kepada klien sesuai dengan
keperluan dan kebutuhan kliennya.

e) Penilaian Ahli.
Penilaian ahli merupakan cara penyelesaian sengketa oleh para pihak dengan
meminta pendapat atau penilaian ahli terhadap perselisihan yang sedang terjadi

Halaman 11 dari 15
3. Penyelesaian Sengketa Secara Online (Online Dispute Resolution/ODR);
Adalah suatu kemungkinan berupa inovasi cara penyelesaian sengketa transaksi
perdagangan atau bisnis secara elektronis yang dilakukan melalui media internet,
dalam arti bahwa proses penyelesaiannya dilakukan oleh para pihak yang berada
dalam wilayah lintas batas negara (borderless) tanpa harus bertemu muka (face to
face), Pada dasarnya, ODR sama seperti penyelesaian sengketa konvensional
lainnya, perbedaannya terletak pada medianya yang menggunakan media Internet
(International Network).
Online Despute Resolution adalah cabang dari penyelesaian sengketa (negosiasi,
mediasi, arbitrase) yang inovatif dengan menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi untuk memfasilitasi penyelesaian sengketa antara pihak dengan prinsip
due process (penegakan hukum yang adil).
Penggunaan ODR terutama pada transaksi elektronik dimana para pihak berada
pada jarak yang jauh, meliputi sengketa personal, antar negara, baik diluar
pengadilan maupun dalam pengadilan. Manfaat dari ODR diantaranya adalah
menawarkan penyelesaian yang lebih efisien untuk kasus-kasus yang tidak mudah
untuk dijangkau.
Kemungkinan prosedur ODR ini terdapat Pasal 65 (5) Undang-Undang Nomor 7
tahun 2014 tentang Perdagangan, yang menyatakan:

Pasal 65 (5)
Dalam hal terjadi sengketa terkait dengan transaksi dagang melalui sistem
elektronik, orang atau badan usaha yang mengalami sengketa dapat
menyelesaikan sengketa tersebut melalui pengadilan atau melalui mekanisme
penyelesaian sengketa lainnya.

Penyelesaian Sengketa ODR belum terdapat pengaturan secara tegas di Indonesia


serta masih dalam tahap draft Undang-Undang mengenai Transaksi Perdagangan
Melalui Sistem Elektronik yang hingga saat ini belum disahkan.

Setidaknya dalam praktik secara internasional, terdapat tiga mekanisme dalam


Online Dispute Resolution, yaitu:
a) Negosiasi Online
Pada dasarnya model negosiasi online terbagi atas dua bentuk yaitu assisted
negotiation dan automated negotiation:
1) Assisted negotiation terjadi melalui pemberian saran tekhnologi informasi
yang diberikan kepada para pihak, biasanya dilakukan melalui sarana e-
mail atau melalui web based.
2) automated negotiation dilakukan melalui perbandingan antara tawaran
dengan kesepakatan persetujuan dijalankan tanpa campur tangan
manusia, dimana para pihak dibantu oleh komputer untuk mencapai
kesepakatan.

b) Mediasi Online
Perbedaan antara mediasi online dan mediasi offline yaitu bahwa dalam
mediasi online, dunia nyata (real space) digantikan oleh dunia virtual atau
dunia maya (cyberspace), Terdapat 3 (tiga) jenis mediasi online, yaitu: 

1) Mediasi yang bersifat fasilitatif di mana mediator berfungsi sebagai


fasilitator dan tidak dapat memberikan opini atau merekomendasikan
penyelesaian. Dalam hal ini, mediator memberikan jalan agar para pihak

Halaman 12 dari 15
menemukan sendiri penyelesaian bagi sengketa yang dihadapinya.
Penyelesaian sengketa jenis ini dilakukan oleh online resolution;

2) Mediasi evaluatif, yakni mediasi melalui mediator yang memberikan


pandangan dari segi hukum, fakta dan bukti. Strategi mediasi ini yaitu
membuat suatu kesepakatan mealui mediator dengan memberikan solusi
yang dapat diterima kedua belah pihak, dan mencoba membujuk para
pihak untuk menerimanya;

3) Mediasi yang menengahi situasi. Mediator mencoba mencampuri


permasalahan sejauh disetujui para pihak. Mediator hanya masuk jika
para pihak gagal melakukan negosiasi di antara mereka sendiri, mediator
dapat mencampuri hanya sebatas mengajukan solusi, jika para pihak
meminta kepadanya. Tujuan awal dari prosedur ini yaitu membantu
memfasilitasi komunikasi antara para pihak dengan mediator dan antara
para pihak sendiri. Komunikasi semacam itu dapat dijalankan dengan
menggunakan teknologi yang tersedia seperti internet relay chats, e-
mail, dan video conference. Sarana komunikasi merupakan elemen dasar
dalam mediasi online.

c) Arbitrase Online
Arbitrase juga dapat dilakukan secara online, hal ini sebagaimana yang
tercantum dalam pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa:

“ Dalam hal disepakati penyelesaian sengketa melalui arbitrase terjadi dalam


bentuk pertukaran surat, maka pengiriman teleks, telegram, faksimili,  e-
mail atau dalam bentuk sarana komunikasi lainnya , wajib disertai dengan
suatu catatan penerimaan oleh para pihak ”.

Pendapat terkait dengan Lembaga Penyelesaian Sengketa yang lebih cocok untuk dunia
bisnis saat ini.
Jika memperhatikan bisnis atau perdagangan saat ini yang lebih banyak menggunakan media
eletronis dikarenakan lebih efektif dan efisien sehingga besar kemungkinan akan
menggantikan bisnis atau perdagangan yang bersifat konvensional, maka penyelesaian
sengketa yang lebih cocok menggunakan arbitrase secara online, pilihan terbaik untuk
arbitrase adalah dikarenakan mempunyai beberapa kelebihan dalam praktiknya, antara lain:

a. Hukum acara lebih fleksibel serta masih dalam koridor Hukum yang ada
Prosedur penyelesaian sengketa melalui arbitrase didasari oleh Hukum Acara Perdata
dan Undang-Undang Arbitase. Namun, setiap lembaga arbiter atau majelis arbiter atau
arbiter boleh menggunakan prosedur yang sesuai dengan kepentingan para pihak. Hal
itu membuat para pihak lebih memilih arbitrase dibanding persidangan di pengadilan
yang cenderung lama dan proses beracara yang kaku.

b. Proses pemeriksaan lebih lancar


Sebelum persidangan dimulai pihak Arbiter telah terlebih dahulu mempelajari
permasalahan dalam perkara yang akan ditanganinya dari permohonan dan jawaban
yang telah diserahkan para pihak sebelum sidang pertama. Sehingga pihak arbiter telah
memahami permasalahan yang tengah diperiksanya tidak hanya dari segi hukum namun
juga dari segi teknis. Sehingga proses pemeriksaan dapat berjalan lancar dan dinamis.

Halaman 13 dari 15
c. Kemungkinan bagi para pihak tetap menjalin bisnis
Walau tidak selalu menghasilkan win win solution, setidaknya dalam perkara beberapa
perkara contohnya bagi perusahaan yang memiliki sengketa dengan perusahaan milik
pemerintah, dapat dicapai suatu putusan yang memberikan kepastian hukum ketika
timbul dispute karena perbedaan penafsiran. Sehingga, dalam beberapa kasus arbitrase,
hubungan bisnis antara klien dengan pihak lawan, atau counter part, tetap terjalin
dengan baik dan kontrak kerjasama masih berlanjut.

Sedangkan pilihan bersifat online karena efisiensi waktu dalam prosesnya, dimana tidak
harus bertemu bertatap muka (non face to face) sehingga dapat menekan biaya biaya proses
arbitrase dimaksud.

5. Waralaba/Franchise
Jelaskan tentang pengertian Waralaba/Franchise, Franchistor, Franchisee, Dasar Hukumnya
di Indonesia, Jenis-jenis waralaba di Indonesia dan di Luar Negeri yang berkembang dan
terkenal saat ini?
Jawaban:
Pengertian Waralaba
Waralaba jika dalam bahasa Inggris yaitu dari kata “Franchising” dan jika dalam bahasa
Francis yaitu “Franchise”, Merupakan hubungan bisnis atau usaha antara pemilik merek,
produk maupun sistem operasioal dengan pihak kedua yang berupa pemberian izin dari
pemakaian merek, produk dan sistem operasional dalam jangka waktu yang telah di
tentukan sebelumnya.
Atau definisi lain dari waralaba adalah bentuk kerjasama bisnis atau usaha dengan memakai
prinsip kemitraan, sebuah perusahaan yang sudah mapan baik itu dari segi sistem
manajemennya, keuangannya maupun dari marketingnya serta adanya merek dari produk
perusahaan yang sudah dikenal oleh masyarakat luas, dengan perusahaan ataupun individu
yang memakai merek dari produk maupun sistem tersebut itulah yang disebut dengan
waralaba.
Menurut Munir Fuady, Franchise atau sering disebut juga dengan istilah waralaba adalah
suatu cara melakukan kerjasama dibidang bisnis antara 2 (dua) atau lebih perusahaan,
dimana 1 (satu) pihak akan bertindak sebagai franchisor dan pihak yang lain sebagai
franchisee, di mana di dalamnya diatur bahwa pihak - pihak franchisor sebagai pemilik suatu
merek dari know - how terkenal, memberikan hak kepada franchisee untukmelakukan
kegiatan bisnis dari atas suatu produk barang atau jasa, berdasar dan sesuai rencana
komersil yang telah dipersiapkan, diuji keberhasilannya dan diperbaharui dari waktu ke
waktu, baik atas dasar hubungan yang eksklusif atau pun noneksklusif, dan sebaliknya suatu
imbalan tertentu akan dibayarkan kepada franchisor sehubungan dengan hal tersebut.

Pengertian Franchisor
Franchisor adalah suatu badan usaha atau orang yang mempunyai konsep, merek dan
produk yang dimana franchisor menguasai, mengembangkan serta memberikannya melalui
kontrak perjanjian. Jadi singkatnya Franchisor dapat dikatakan sebagai pemilik merek atau
produsen.

Franchisor (pemberi waralaba) memberikan kepada franchisee hak untuk menggunakan


kekayaan intelektual yang dimilik franchisor dan berkewajiban mematuhi peraturan yang
berlaku.  Franchisor sebagai pemimpin perusahaan yang harus memiliki keahlian dan
kompeten dan menghindari tindakan tanpa pertimbangan matang. Franchisor juga
memberikan teknik secara berkesinambungan, sesuai dengan kontrak franchise tertulis.

Halaman 14 dari 15
Pengertian Franchisee
Franchisee adalah badan usaha atau orang yang mendapatkan hak untuk menproduksi
konsep dari franchisor yang dimana franchisee terikat dengan kontrak atau perjanjian yang
telah di sepakati sebelumnya. Franchisee berkomitmen untuk menghormati setiap konsep,
spesifikasi dan peraturan dari Franchisor. Jadi singkatnya Franchisee dapat dikatakan sebagai
suatu perusahaan independen Franchisor (produsen). Franchisee, memberikan kontribusi
keuangan/finansial, baik secara langsung dan tidak langsung, metode dan teknik komersial,
prosedur, dan lian sebagainya.

Dasar Hukum Waralaba


Berikut beberapa dasar hukum tgerkait dengan Waralaba:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba.
b. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 12/m-Dag/Per/3/2006 Tentang Ketentuan Dan
Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba.
c. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 53/M-Dag/Per/8/2012 Tentang
Penyelenggaraan Waralaba.
d. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 57/M-Dag/Per/9/2014 Tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 53/M-Dag/Per/8/2012 Tentang
Penyelenggaraan Waralaba.
e. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 53/M-Dag/Per/8/2012 Tentang
Penyelenggaraan Waralaba.
f. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 58/M-Dag/Per/9/2014 Tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 07/M-Dag/Per/2/2013 Tentang
Pengembangan Kemitraan Dalam Waralaba Untuk Jenis Usaha Jasa Makanan Dan
Minuman.
g. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 07/M-Dag/Per/2/2013 Tentang
Pengembangan Kemitraan Dalam Waralaba Untuk Jenis Usaha Jasa Makanan Dan
Minuman.
h. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 60/M-Dag/Per/9/2013 Tentang Kewajiban
Penggunaan Logo Waralaba.
i. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 68/M-Dag/Per/10/2012 Tentang Waralaba
Untuk Jenis Usaha Toko Modern.

Jenis-Jenis Waralaba
Adapun jenis dari waralaba dapat dibagi menjadi 2 (dua), yang diantaranya sebagai berikut
ini:
a. Waralaba luar negeri – jenis waralaba ini paling banyak disukai, sebab sistemnya yang
sudah jelas, merek produknya sudah diterima oleh masyarakat dunia dan dirasakan jauh
lebih bergengsi dari pada yang lainnya.
Contoh KFC, Texas Fried Chicken, Mc. Donald, A & W, Wendyis, Pepsi , Coca Cola.

b. Waralaba dalam negeri – jenis ini menjadi salah satu pilihan investasi bagi orang yang
mempunyai keinginan untuk menjadi seorang pengusaha akan tetapi tidak memiliki
atau masih kurang akan pengetahuan mengenai usaha ini yang disediakan oleh pemilik
waralaba (Franchisor).
Contoh : Kebab Baba Rafi, Donat Jco, Es Teller 77, Rumah Makan Bumbu Desa, Pecel
Lele Lela, Alfamart, ayam goreng CFC.

***

Halaman 15 dari 15

Anda mungkin juga menyukai