Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pesatnya perkembangan teknologi informasi telah mengubah cara
belanja masyarakat dengan melakukan transaksi perdagangan secara elektronik
melalui transaksi elektronik. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik disebut dengan “UU ITE”. Dalam
UU ITE mengatur tentang transaksi elektronik, salah satunya mengatur jual
beli online. Dalam ketentuan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik”.
Peraturan tentang perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365
KUHPerdata, agar menerapkan peraturan terhadap perbuatan melawan hukum
dalam transaksi elektronik. Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan
membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan
kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
Seseorang yang dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum dapat
dikenakan sanksi dengan mengganti kerugian yang diderita akibat
kesalahannya melalui tuntutan yang diajukan kepada lembaga peradilan
ataupun lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Sudikno Mertokusumo menyebutkan bahwa, “perbuatan hukum adalah
perbuatan subjek hukum yang ditujukan untuk menimbulkan akibat
hukum yang sengaja dikehendaki oleh subjek hukum”. Pengertian
akibat hukum menurut Satjipto Rahardjo adalah “kelanjutan dari
perbuatan hukum yang ditimbulkan dari peristiwa hukum, yang akan
menimbulkan hak dan kewajiban pada subjek hukum yang
melakukannya”.1

1
Enni Soerjati Priowirjanto, “Pengaturan Transaksi Elektronik Dan Pelaksanaannya Di Indonesia
Dikaitkan Dengan Perlindungan Konsumen”, Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, Volume 1 No. 2
Tahun 2014, hlm 287, http://www.jurnal.unpad.ac.id/pjih/article/view/7080.pdf diakses pada
tanggal 27 April 2021.

1
Transaksi elektronik adalah perilaku penjual dan pembeli menciptakan
hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Sebagai akibat hukum dari
kesepakatan antara penjual dan pembeli melalui media elektronik. Penjual dan
pembeli masing-masing memiliki hak dan kewajibannya. Penjual wajib
menyerahkan barang sesuai dengan hak pembeli dan pembeli harus membayar
harga barang sesuai dengan perjanjian jual beli sebagai hak penjual. Seiring
waktu perkembangan munculnya teknologi internet dalam praktek jual beli
menimbulkan akses positif dan negatif.
Sejak kesepakatan tercapai hak dan kewajiban kedua belah pihak telah
terjadi sejak kesepakatan tercapai meskipun harga belum dilunasi dan barang
belum diserahkan. Kewajiban penjual merupakan hak pembeli dan sebaliknya
kewajiban pembeli merupakan hak dari penjual. Dalam hal ini, penjual
berkewajiban untuk menyerahkan barang dan berhak menerima pembayaran
dan pembeli berkewajiban melakukan pembayaran dan berhak menerima
barang. apabila tidak terpenuhi maka tidak aka nada perjanjian jual beli.
Kedua pihak sepakat untuk menentukan hak dan kewajiban yang
mengikat mereka untuk ditaati dan dilaksanakan. Perjanjian tersebut untuk
menimbulkan akibat hukum, yaitu menimbulkan hak dan kewajiban, sehingga
apabila perjanjian itu dilanggar maka akan ada akibat hukumnya atau sanksi
bagi para pihak yang melanggar. Dalam Pasal 1338 KUHPerdata semua
perjanjian yang dibuat sesuai dengan undang-undang dan Perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik bagi mereka yang membuatnya.
Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali tanpa kesepakatan kedua
belah pihak karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Pasal
1320 KUHPerdata mengatur bahwa perjanjian yang sah memenuhi empat
syarat sahnya adalah kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya,
kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu pokok persoalan tertentu dan
suatu sebab yang tidak terlarang. Kesepakatan antara kedua pihak harus ada
kecocokan antara keinginan Para pihak mencapai kesepakatan secara tegas
sehingga dalam transaksi secara elektronik. Kesekapatan terjadi Setelah kedua
pihak ada kesepakatan dalam mengadakan transaksi.

2
Transaksi elektronik Saat membeli barang secara online, pembeli bisa
melihat barang dan jasa yang harus dibelanjakan secara online terlebih dahulu
dipromosikan oleh pelaku usaha. Penjual berusaha keras untuk meningkatkan
pelayanan kepada konsumen, bisnis penjualan harus inovatif dan selalu
memberikan layanan terbaik kepada pembeli. Dalam pasal 1457 KUHPerdata
perjanjian jual beli merupakan suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda dan pihak lain untuk
membayar harga yang telah dijanjikan.
Dalam hubungan jual beli kedua belah pihak dibebankan hak dan
kewajiban sebagaimana diatur dalam pasal 1513-1518 KUHPerdata untuk
pembeli dan pasal 1474-1512 KUHPerdata untuk penjual. Pada era ini model
dan mekanisme transaksi jual beli yang dilakukan oleh masyarakat sangat
berkembang, karena transaksi tidak lagi dilakukan secara tatap muka atau
berhadapan langsung apalagi ditengah pandemi Covid 19 ini, transaksi jual beli
dilakukan dengan mekanisme yang lebih fleksibel dengan menggunakan media
virtual melalui internet.
Pembeli atau konsumen tinggal melihat barang di situs penjual dan jika
cocok dapat melakukan pemesanan dan melakukan pembayaran melalui
transfer bank atau uang elektronik. Bahkan bisa pula dilakukan pembayaran
jika barang sudah diterima atau yang dikenal dengan sistem Cash On Delivery
(COD). Transaksi elektronik selain memberikan kemudahan sistem COD juga
membawa berbagai dampak yang buruk. Salah satunya kasus ancaman
terhadap kurir oleh pembeli barang online via COD atau bayar di tempat yang
berulang kali terjadi karena barang yang dipesan tidak sesuai, sehingga
konsumen meminta uangnya dikembalikan.
Netizen menganggap perilaku pembeli tidak sepantasannya
memberikan ancaman terhadap kurir, karena sesungguhnya kurir hanyalah
pihak yang bertugas mengantar barang dan tidak punya kaitan apapun terhadap
transaksi jual beli yang terjadi. Permasalahan timbul karena pembeli yang
kurang memahami bagaimana mekanisme jual beli skema Cash On Delivery
(COD).

3
Dalam E-commerce mempunyai alur pembelian COD, pertama
konsumen memilih barang yang disukainya kemudian lanjut ke pembayaran
dan memilih opsi COD kemudian konsumen tinggal menunggu barang sampai
di tempat. Opsi COD tidak berlaku pada semua toko, hanya beberapa toko
yang memberlakukan sistem COD. Jika ingin membatalkan COD harus
mengikuti prosedur dari e-commerce. Dalam KUHPerdata perjanjian jual beli
secara online melalui sistem COD antara pembeli dengan penjual
menggunakan Pasal 1313 KUHPerdata sebagai dasar pengaturannya. Oleh
karenanya apa yang menjadi syarat sahnya perjanjian dalam KUHPerdata dapat
diterapkan.
Perjanjian jual beli secara online melalui sistem COD antara pembeli
dengan penjual dapat diakui keabsahannya jika keempat syarat sahnya
perjanjian dipenuhi dalam perjanjian jual beli secara online. Maka kemudian
akan diakui keabsahannya jika suatu perikatan diantara mereka menimbulkan
hubungan hukum yang berakibat timbulnya hak dan kewajiban bagi masing-
masing pihak. Dalam pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata) menegaskan jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah
pihak setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun
barang belum diserahkan maupun harganya belum dibayar. Perbuatan pembeli
yang menolak membayar barang yang telah diterimanya dapat dikategorikan
sebagai wanprestasi.
Wanprestasi di dalam perjanjian online yang sering terjadi adalah
dimana penjual menjual barang yang dia jual pada jual beli online tidak sesuai
yang diperjanjikan saat terjadi proses terjadinya transaksi jual beli online COD
sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak pembeli misalnya dalam layar
komputer online penjual menyebutkan bahwa barang tidak ada cacat dan tidak
pernah diservis akan tetapi saat terjadi proses jual beli online dengan sistem
COD barang dalam keadaan cacat dan kondisi rusak.

4
Penjual dapat menuntut ganti rugi atau pembatalan pembelian,
sebagaimana diatur dalam Pasal 1266, 1267, dan 1517 KUH Perdata. Namun
jika barang yang dikirimkan penjual di marketplace tidak sesuai dengan yang
diperjanjikan, pembeli berhak atas kompensasi, ganti rugi dan penjual wajib
memberikannya. Bukan malah bertindak sewenang-wenang pada kurir, karena
pada prinsipnya kurir hanya bertanggung jawab pada pengiriman barang bukan
kualitas barang.
Dalam perjanjian jual beli online biasanya sanksi yang sering terjadi
adalah berupa pembatalan perjanjian hal tersebut bisa dikarenakan pihak
pembeli merasa barang yang dijual tidak sesuai dengan barang yang diiklankan
pada komputer sehingga pembeli merasa kecewa dan tidak cocok atas barang
tersebut. Adapun bentuk ganti rugi yang dapat dituntut oleh masing-masing
pihak Debitur wajib membayar ganti rugi, setelah dinyatakan lalai ia tetap tidak
memenuhi prestasi itu diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata. Ganti rugi terdiri
dari biaya, rugi, dan bunga diatur Pasal 1244-1246 KUHPerdata.
Dalam perjanjian jual beli online yang sering terjadi adalah ganti rugi
biaya yaitu segala pengeluaran yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh suatu
pihak. Sebelum dilakukannya transaksi, pihak e-commerce wajib memiliki
kontrak elektronik. Dalam kontrak tersebut wajib terdapat ketentuan yang
memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat mengembalikan
barang dan meminta menggantian produk jika terdapat produk itu kurang baik.
Perdagangan elektronik (e-commerce) juga wajib memberikan batas
waktu kepada konsumen untuk mengembalikan barang yang dikirim apabila
tidak sesuai dengan kontrak atau terdapat produk kurang baik. Sarana dan
layanan serta penyelesaian pengaduan tersebut wajib disediakan dalam sistem
e-commerce. Berkaitan dengan prosedur penyelesaiannya ditentukan
berdasarkan kebijakan masing-masing e-commerce. Berkaitan dengan fasilitas
COD, pihak e-commerce juga harus memiliki ketentuan yang jelas. Serta wajib
diakses dan dipahami oleh calon pembeli sebelum melakukan transaksi.
Kemudian bagi para calon pembeli, sebaiknya membaca dengan teliti syarat
dan ketentuan di masing-masing e-commerce.

5
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis paparkan di atas,
maka penulis tertarik untuk membahas penelitian dengan judul “ TINJAUAN
HUKUM TENTANG TRANSAKSI ELEKTRONIK MENURUT
UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan diatas, penulis
merumuskan masalah yang ada sebagai berikut:
1. Bagaimanakah hak dan kewajiban para pihak dalam sistem transaksi
elektronik?
2. Bagaimanakah tanggung jawab penjual memberikan ganti rugi terhadap
pembeli karena barang yang dipesan tidak sesuai dengan pesanan yang
dilakukan melalui sistem pembayaran online dan COD?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam sistem transaksi
elektronik.
2. Untuk mengetahui penjual memberikan ganti rugi kepada pembeli karena
barang yang dipesan tidak sesuai dengan pesanan yang dilakukan melalui
sistem pembayaran online dan COD.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis:
a. Dari penelitian ini di harapkan dapat membantu dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum terutama
dalam hukum transaksi elektronik.
b. Untuk memperkaya bahan literature yang telah ada, berkaitan dengan
transaksi elektronik secara umumnya.
c. Sebagai bahan penunjang peneliti untuk memenuhi syarat menuju
sarjana strata satu ilmu hukum universitas tadulako.

6
2. Manfaat Praktis:
a. Dari penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis untuk
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang transaksi
elektronik.
b. Bagi masyarakat, agar dapat mengetahui tentang transaksi elektronik.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah
yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum
normatif yang menggunakan sumber bahan hukum. Jenis penelitian ini
dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum, norma hukum, konsep
hukum, dan asas hukum normatif yang terdiri dari bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder.
2. Sifat penelitian
Sifat penelitian ini adalah penelitian hukum normatif untuk
menggambarkan semua data yang diperoleh dan secara detail mungkin
terhadap hal-hal yang akan diteliti.
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan penulis adalah pendekatan
perundang-undangan. Pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan
yang dilakukan dengan meninjau semua peraturan perundang-undangan
yang berhubungan dengan masalah hukum yang dihadapi.
4. Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum dalam penelitian hukum ini adalah sumber bahan
hukum sebagai berikut:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yang digunakan penulis yaitu:
1) Undang-Undang Dasar 1945;
2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik;

7
4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yang digunakan penulis yaitu:
1) Literatur berupa buku-buku yang berisi teori-teori transaksi
elektronik dan pendapat ahli hukum;
2) Artikel dalam jurnal hukum di internet.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara mengumpul
bahan hukum kepustakaan yang telah dikumpulkan dari studi kearsipan
atau studi pustaka seperti buku dan jurnal atau karya ahli.
F. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis memberikan gambaran penulisan hukum
mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini penulis menguraikan tentang tinjauan umum
mengenai pengertian dengan dasar hukum transaksi elektronik,
jenis-jenis transaksi elektronik dan media transaksi elektronik.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis menjelaskan hasil penelitian mengenai hak
dan kewajiban para pihak dalam sistem transaksi elektronik dan
tanggung jawab penjual memberikan ganti rugi terhadap pembeli
karena barang yang dipesan tidak sesuai dengan pesanan yang
dilakukan melalui sistem pembayaran online dan COD.

8
BAB IV PENUTUP
Dalam bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran-saran
dari penulis. Isi kesimpulan berisi tentang jawaban dari rumusan
masalah dan saran-saran merupakan rekomendasi penulis kepada
dunia ilmu pengetahuan di bidang hukum.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Dengan Dasar Hukum Transaksi Elektronik


Pengertian transaksi elektronik berdasarkan Pasal 1 ayat 2 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
“transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik”.
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
Perbuatan hukum adalah perbuatan subjek hukum yang dimaksudkan
untuk menimbulkan akibat hukum yang sengaja dikehendaki oleh subjek
hukum yaitu hak dan kewajiban terkait dengan pihak yang melakukan
perbuatan hukum, dalam hal ini adalah pihak pelaku usaha dan konsumen.
Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan
penyampaian informasi, komunikasi, dan transaksi secara elektronik.
Khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan
hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.
Kata “transaksi” berasal dari kata bahasa inggris “transaction” yang
merupakan hasil gabungan dua kata yaitu “trans” dan “action”. “trans”
berarti “lintas”, sedangkan “action”berarti “aksi” atau “tindakan”. Jadi
“transaksi dapat diartikan aksi atau tindakan yang dilakukan secara
lintas personal, oleh dua pihak atau lebih untuk mencapai kata sepakat.2

Jika disebut dengan transaksi, artinya terdapat perbuatan oleh dua pihak
yang menimbulkan hak dan kewajiban, menimbulkan hubungan hukum antara
dua pihak atau lebih. Jika suatu kegiatan dilakukan melalui saluran elektronik,
maka dapat disebut sebagai transaksi elektronik. Misalnya memesan tiket
pesawat atau hotel secara elektronik.

2
Serfianto D. Purnomo et al., Bisnis Online Dan Transaksi Elektronik, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2013, hlm. 33

10
Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam
pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada pasal 1 ayat 1
diatur sebagai berikut:3
1. jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang
bertransaksi;
2. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam
pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi
kuasa;
3. jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam
pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab
penyelenggara Agen Elektronik.
Transaksi elektronik diatur dalam bab V UU ITE dalam ruang
lingkupnya mencakup lingkup publik dan perdata bagi para pihak. Transaksi
elektronik harus dilakukan dengan menggunakan system elektronik yang
disepakati kedua belah pihak menyebabkan terjadinya transaksi elektronik.
Penawaran dalam transaksi elektronik yang dikirimkan pengirim telah diterima
dan disetujui oleh penerima setelah terjadinya kesepakatan oleh kedua belah
pihak.
Dalam lingkup perdata transaksi akan berkaitan dengan segala jenis dan
mekanisme penyelenggaraan hubungan hukum dalam bentuk elektronik,
termasuk jual beli, perizinan, asuransi, lelang dan kontrak lain yang timbul
sejalan dengan pengembangan mekanisme transaksi elektronik di masyarakat.
Konsumen dan pelaku usaha hanya dapat berkomunikasi melalui perangkat
elektronik seperti komputer, laptop dan handphone.

3
Kitab Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 1 ayat 1.

11
Pihak-pihak yang dapat terlibat dalam satu hubungan hukum jual beli
secara elektronik, tidak hanya antar perorangan tetapi dapat juga dengan
sebuah perusahaan atau antara perusahaan dengan perusahaan. Yang
terpenting dalam hal ini bahwa para pihak secara perdata telah
memenuhi persyaratan untuk dapat melakukan suatu perbuatan hukum
dalam hal ini perdagangan secara elektronik secara sah.4

B. Jenis-Jenis Transaksi Elektronik


1. Uang Elektronik (e-Money)
Uang elektronik merupakan salah satu alternatif transaksi elektronik
yang menggantikan sistem uang tunai. prosesnya dengan menyimpan
serangkaian nilai moneter yang disimpan secara elektronik saat dana
diterima dan dapat digunakan untuk melakukan transaksi pembayaran.
Uang elektronik dapat disimpan dalam bentuk kartu, perangkat dengan
chip atau disimpan di server. Beberapa contoh sistem uang elektronik
tersebut adalah kartu prabayar, dompet elektronik atau layanan online
seperti gopay, dana dan ovo.
Pengertian uang elektronik menurut peraturan Bank Indonesia
Nomor 20/6/PBI/2018 tentang uang elektronik adalah instrumen
pembayaran yang harus memenuhi beberapa unsur diantaranya
diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu
kepada penerbit, nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu
media server atau chip, nilai uang elektronik yang dikelola oleh
penerbit bukan merupakan bentuk simpanan seperti dalam
ketentuan perbankan.5

Jenis e-money yang beredar di Indonesia yakni dalam bentuk kartu


dan token sebagai berikut:
a. Kartu
e-money berbentuk kartu terdiri dari kartu prabayar dan
kartu yang diterbitkan oleh institusi perbankan tertentu. Secara
umum e-money yang bentuknya kartu prabayar cenderung
memiliki saldo yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan

4
Bernadetta Tjandra Wulandari et al., Bungai Rampai: Berbagai Aspek Hukum Dalam Transaksi
Konsumen Secara Digital Di Masa Pandemi Covid-19, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya,
Jakarta, 2021, hlm. 7
5
Muhammad Arifiyanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Mahasiswa Menggunakan
Uang Elektronik Berbasis Server, PT. Nasya Expanding Management, Jawa Tengah, 2020, hlm. 4

12
kartu e-money yang diterbitkan oleh bank. dalam hal
pendaftaran e-money berbentuk kartu prabayar lebih cepat dan
singkat dibandingkan e-money berbentuk kartu dari bank, yang
mungkin akan membutuhkan verifikasi transaksi dalam waktu
tertentu.
b. Token
e-money berbentuk token dapat berupa replica koin ataupun
sekumpulan gambar dan tulisan yang melekat pada smartphone
seseorang. E-money berbentuk token serupa uang koin
merupakan hal yang menarik, karena dengan adanya e-money
berbentuk mirip dengan uang koin akan memudahkan
masyarakat untuk lebih mengingat dan beradaptasi dengan
penggunaannya.
Bank merupakan salah satu institusi yang mengeluarkan e-money,
dimana e-money dari bank berbentuk kartu. Terlepas dari jenis e-money
dan institusi yang mengeluarkannya, e-money hanya dapat digunakan
ketika ada mesin yang dapat membacanya. Di Indonesia terdapat mesin
EDC yang mirip dengan mesin penggesek kartu debit atau kredit.
2. Dompet Elektronik (e-Wallet)
Dompet elektronik merupakan bagian dari uang elektronik yang
mengacu pada nilai tunai yang tersimpan di kartu panggil atau perangkat
elektronik. “Dompet elektronik (electronic wallet) adalah arsip data
komputer dikonter keluar dari sebuah situs perdagangan elektronik yang
tidak hanya memiliki informasi kas elektronik tetapi juga informasi kartu
kredit, serta identifikasi pemilik beserta alamatnya”.6

Kartu prabayar adalah salah satu bentuk dompet elektronik.


Dompet elektronik bisa memiliki nilai tetap. Dalam hal ini setelah saldo
6
Louls E. Boone dan David I. Kurtz, Pengantar Bisnis Kontemporer, Salemba Empat, Jakarta,
2007, hlm. 348

13
habis kartu tidak dapat digunakan lagi. Dompet elektronik dapat di isi
ulang dan dapat digunakan kembali. Istilah dompet digunakan karena kartu
atau telepon dianggap sebagai pengganti uang tunai yang biasanya terdapat
di dompet seseorang. Pelanggan hanya mengeklik dompet elektronik
setelah memilih suatu barang dan informasi pembayaran kartu kredit.
3. Layanan Keuangan Mobile
Layanan keuangan seluler adalah istilah umum lain yang
mengacu pada berbagai layanan keuangan yang dapat ditawarkan melalui
telepon seluler. Tiga bentuk utama layanan keuangan seluler adalah
transfer uang seluler, pembayaran seluler dan mobile banking. Tujuannya
agar mengembangkan keuangan inklusif masyarakat serta mendukung
penyaluran dana bantuan pemerintah dengan efektif dan bermanfaat
membantu masyarakat yang belum pernah berhubungan dengan bank.
4. Transfer Uang Bergerak (MMT-Mobile Money Transfer)
Layanan di mana pelanggan menggunakan perangkat seluler
mereka untuk mengirim dan menerima uang atau lebih sederhananya,
untuk mentransfer uang secara elektronik dari satu orang ke orang lain
menggunakan ponsel. Layanan ini disediakan bank untuk nasabah agar
bisa melakukan transaksi perbankan tanpa harus ke cabang bank,
melainkan cukup dengan media ponsel. Beberapa transaksi yang dapat
dilakukan seperti: cek saldo, mutasi rekening, transfer, pembayaran, dan
pembelian. Transaksi-transaksi itu dapat dilakukan kapan dan dimana saja
selama 24 jam.
5. Mobile Banking
Mobile banking atau perbankan seluler memungkinkan pelanggan
untuk menggunakan ponsel mereka sebagai saluran lain untuk layanan
perbankan seperti setoran, penarikan, transfer rekening, pembayaran
tagihan dan cek saldo. Sebagian besar aplikasi mobile banking bersifat
aditif atau hanya tambahan, karena menyediakan saluran pengiriman baru
untuk pelanggan bank yang sudah ada. Mobile banking adalah transaksi
yang dilakukan oleh nasabah bank menggunakan perangkat seluler

14
menggunakan rekeningnya. Konsumen biasanya dapat melakukan
pemeriksaan saldo, transfer saldo dan pembayaran kredit.

C. Media Transaksi Elektronik


Media elektronik merupakan istilah yang digunakan untuk segala
bentuk media komunikasi massa yang berbasis teknologi komunikasi dan
teknologi informasi. Media elektronik dengan karakteristik tersebut
menggunakan jaringan internet yang berasal dari kabel yang langsung
terhubung ke komputer, telepon dan jaringan satelit.
Media elektronik merupakan salah satu contoh dari dampak
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dampak positif media
elektronik antara lain, manusia semakin cepat mengetahui berbagai
macam informasi dari berbagai macam sumber. Adapun dampak negatif
media elektronik televisi, radio dan internet antara lain, media
elektronik sering menampilkan adegan-adegan kekerasan, pemaksaan
(anarkhis)yang menyebabkan masyarakat meniru adegan tersebut.7

Bentuk-bentuk media elektronik sebagai berikut:


1. Radio
Radio merupakan salah satu bentuk media massa, karena potensi
komunikasi memiliki potensi yang besar untuk setiap daerah. Tetapi radio
lebih merupakan barang pribadi dari pada televisi. Radio berbicara langsung
dengan penonton, jadi respon terhadap program biasanya dipengaruhi oleh
respon personal. Oleh karena itu, kelebihan dari radio dapat langsung
menghubungi satu orang dan ribuan orang atau radio media untuk individu
dan individu.

Radio berfokus pada bahasa lisan dan suara manusia dan terus
mengarahkan mereka ke cerita dari sudut pandang manusia. Radio tidak
ada efek gambar yang disediakan untuk penonton, hanya suara. Metode
media elektronik ini lebih efektif dan lebih murah dari pada televisi.
7
Yuana Agus Dirgantara, Pelangi Bahasa Sastra dan Budaya Indonesia: Kumpulan Apresiasi dan
Tanggapan, Garudhawaca, Yogyakarta, 2012, hlm. 95

15
“Radio adalah media yang menyampaikan pesan melalui stimuli indera
pendengaran”.8
a. Kelebihan: isi pesan bisa cepat/langsung diterima publiknya, pesannya
mempunyai kekuatan mempersuasi secara emosional, proses
produksinya sederhana dan fleksibel, khalayaknya khusus, harga
pesawatnya tidak mahal dan mudah dibawa-bawa, siarannya bisa
diterima dimana saja, biaya produksi rendah, bisa menjangkau wilayah
yang sulit (pelosok) bahkan melalui batas negara, isi pesan bisa
dipahami siapapun juga termasuk yang tidak mampu membaca.
b. Kekurangan: isi pesan cepat berlalu dan tidak bisa diulang kembali, bila
tidak digarap dengan baik, maka dengan mudah pendengar bisa
langsung memindahkan gelombang radionya, umpan balik
membutuhkan waktu, sehingga sulit untuk melakukan evaluasi.
2. Televisi
Televisi merupakan media massa elektronik yang dapat
menyiarkan siaran dalam bentuk gambar dan suara dan fungsinya untuk
memberikan informasi dan hiburan. Bentuk media elektronik seperti
televisi memiliki kelebihan yang hampir sama dengan media cetak dalam
skala jangka panjang, namun hanya berbeda pada penekanan pada bentuk
gambar dan suara. “Televisi adalah media yang mampu menyajikan pesan
dalam bentuk suara, gerak, pandangan dan warna secara bersamaan,
sehingga mampu menstimuli indera pendengaran dan penglihatan”.9

a. Kelebihan: mampu menampilkan hal menarik yang ditangkap oleh


indera pendengaran dan penglihatan, mampu menampilkan secara detil
suatu peristiwa dan suatu pembicara, mempengaruhi dua indera
sekaligus, efek persuasinya lebih kuat ketimbang media radio, jumlah
pemirsanya lebih banyak dan merupakan media yang paling popular.
8
Diah Wardhani, Media Relations Sarana Membangun Reputasi Organisasi, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2013, hlm. 31
9
Ibid ., hlm.32

16
b. Kekurangan: biaya produksi mahal, waktu yang dibutuhkan untuk
proses produksi sampai selesai sangat lama, khalayaknya sangat
heterogen, peralatan peliputannya sangat mahal dan rumit
penggunaannya. Bila tidak dipersiapkan dengan matang maka pesan
visual itu justru akan menciptakan image buruk.
3. Internet
Internet adalah jaringan komunikasi global, meskipun sistem
operasi dan mesinnya berbeda, ia menghubungkan semua jaringan
komputer di dunia. Adanya internet telah mengubah cara kita
berkomunikasi, cara kita mendapatkan berita dan informasi, cara kita
membaca berita di media cetak, membaca gambar di majalah,
mendengarkan radio dan menonton acara TV. Internet adalah bagian tak
terpisahkan dari masyarakat saat ini. Internet juga ada di ponsel setiap
orang. Internet dapat menyampaikan informasi secara real time melalui
telepon atau video call. Kemampuan internet dalam menyampaikan
informasi dengan cepat dan akurat.
Internet adalah singkatan dari interconnected networks yang
apabila diartikan dalam bahasa indonesia berarti rangkaian
komputer yang terhubung di dalam beberapa rangkaian jaringan.
Pengertian internet menurut Supriyanto adalah suatu hubungan
antara berbagai jenis komputer dan juga dengan jaringan di dunia
yang mempunyai sistem operasi dan juga aplikasi yang berbeda-
beda dimana hubungan tersebut memanfaatkan kemajuan perangkat
komunikasi semacam telepon dan satelit yang memakai protocol
standar dalam melakukan hubungan komunikasi yaitu protocol
transmission control atau internet protocol.10

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Bernadetta Tjandra Wulandari, Marhaeni Ria Siombo, Yusuf Shofie, Valerie
Selvie, Laksana Arum Nugraheni, Bungai Rampai: Berbagai Aspek
Hukum Dalam Transaksi Konsumen Secara Digital Di Masa

Mohammad Yusuf, Komunikasi BisnisBusiness Communication, CV. Manhaji, Medan, 2019,


10

hlm. 248

17
Pandemi Covid-19, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta,
2021.
Diah Wardhani, Media Relations Sarana Membangun Reputasi Organisasi,
Graha Ilmu, Yogyakarta, 2013.
Louls E. Boone dan David I. Kurtz, Pengantar Bisnis Kontemporer, Salemba
Empat, Jakarta, 2007.
Mohammad Yusuf, Komunikasi BisnisBusiness Communication, CV. Manhaji,
Medan, 2019.
Muhammad Arifiyanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Mahasiswa
Menggunakan Uang Elektronik Berbasis Server, PT. Nasya Expanding
Management, Jawa Tengah, 2020.
Serfianto D. Purnomo, Cita Yustisia Serfiani, Iswi Hariyani, Bisnis Online Dan
Transaksi Elektronik, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2013.
Yuana Agus Dirgantara, Pelangi Bahasa Sastra dan Budaya Indonesia:
Kumpulan Apresiasi dan Tanggapan, Garudhawaca, Yogyakarta, 2012.
B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar 1945.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi Dan Transaksi Elektronik.

C. Jurnal
Enni Soerjati Priowirjanto, “Pengaturan Transaksi Elektronik Dan
Pelaksanaannya Di Indonesia Dikaitkan Dengan Perlindungan
Konsumen”, Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, Volume 1 No. 2 Tahun
2014, hlm 287, http://www.jurnal.unpad.ac.id/pjih/article/view/7080.pdf
diakses pada tanggal 27 April 2021.

18
19

Anda mungkin juga menyukai