Anda di halaman 1dari 3

Perlindungan Konsumen Online Shop Atas Rusaknya Barang Pasca Ekspedisi

Barang Ditinjau dari Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia

Saat ini seringkali ditemukan banyak kasus konsumen toko online yang mengalami
permasalahan pada saat menerima barang, terutama permasalahan kerusakan barang yang diterima
oleh konsumen. Selain itu konsumen juga mengeluh bahwa pelaku usaha penyedia jasa pengiriman
barang dan pelaku usaha pemilik toko online sama-sama menolak untuk bertanggung jawab kepada
konsumen. Dalam hal ini siapakah yang seharusnya bertanggung jawab atas kerusakan barang yang
diterima oleh konsumen ? dan apakah pelaku usaha pemilik toko online dapat mengalihkan tanggung
jawabnya atas kerusakan barang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen ?. Istilah “pelaku usaha” dalam Pasal 1 UUPK adalah setiap orang
perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha
dalam berbagai bidang ekonomi. Dari begitu banyak online shop dan jasa pengiriman di Indonesia,
permasalahan atas kerusakan barang yang diterima oleh konsumen terjadi pada salah satu toko yang
bersitus Mylovelysister.com yang merupakan toko online milik perorangan yang menyelenggarakan
kegiatan penjualan produk kecantikan. Penjualan produk kecantikan yang dilakukan tersebut
merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi. Dinyatakan bahwa pemilik toko online
Mylovelysister.com termasuk ke dalam pelaku usaha menurut UUPK. Salah satu penyedia jasa
pengiriman yaitu TIKI yang merupakan badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas yang
menyelenggarakan kegiatan penyediaan jasa yang juga merupakan bagian dari kegiatan usaha dalam
bidang ekonomi. Oleh karena itu pemilik toko online Mylovelysister.com dan TIKI dapat
dikategorikan sebagai pelaku usaha sehingga dalam hal ini Mylovelysister.com dan TIKI memiliki
kewajiban sebagai pelaku usaha yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Pada kegiatan jual beli barang secara online, terdapat dua hubungan hukum
yang terjadi antara para pihak. Pertama adalah hubungan hukum yang terjadi antara online shop
sebagai pelaku usaha dengan konsumen dalam perjanjian jual beli barang. Kedua adalah hubungan
hukum yang terjadi antara penyedia jasa pengiriman barang sebagai pelaku usaha dengan online shop
sebagai konsumen dalam perjanjian pengiriman barang. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat
disimpulkan bahwa online shop sebagai pelaku usaha harus memberikan langsung ganti rugi atas
kerusakan barang kepada konsumennya. Hal ini dikarenakan dalam perjanjian jual beli barang,
konsumen hanya memiliki hubungan hukum dengan online shop sebagai pelaku usaha, tidak ada
pihak lain dalam perjanjian jual barang.
Tanggung jawab yang diberikan kepada pelaku usaha atas kerusakan barang berdasarkan Pasal 19
angka (1) dan (2) UUPK yaitu: “(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang
dihasilkan atau diperdagangkan. (2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.”

Berdasarkan syarat dan ketentuan dalam dokumen pengangkutan barang pada umumnya,
ganti rugi atas kerusakan barang baru akan diberikan kepada online shop jika online shop mengajukan
klaim ganti rugi kepada pihak penyedia jasa pengiriman barang atas kerusakan barang yang dialami
oleh konsumen online shop. Akan tetapi, seringkali nilai ganti rugi yang diberikan oleh pihak
penyedia jasa pengiriman barang tidak sesuai atau kurang dari harga barang yang di klaim oleh online
shop sehingga online shop menolak untuk bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi kepada
konsumennya. Atas dasar tersebut online shop membuat klausula-klausula baku yang mengatur
mengenai pertanggungjawaban atas kerusakan barang. Klausula-klausula baku tersebut banyak yang
termasuk ke dalam klausula baku yang dilarang menurut Pasal 18 ayat (1) UUPK. Pada prinsipnya
transaksi jual beli online merupakan perjanjian jual beli seperti yang dimaksud oleh KUHPerdata.
Karena ia merupakan suatu perjanjian, ia melahirkan juga apa yang disebut sebagai prestasi, yaitu
kewajiban suatu pihak untuk melaksanakan hal-hal yang ada dalam suatu perjanjian. Adanya prestasi
memungkinkan terjadinya wanprestasi atau tidak dilaksanakannya prestasi/kewajiban sebagaimana
mestinya yang dibebankan oleh kontrak kepada pihak-pihak tertentu. Jika terjadi kerusakan barang
yang diterima oleh konsumen berarti pelaku usaha tidak memberikan barang kepada konsumen sesuai
dengan perjanjian. Hal tersebut dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk wanprestasi, dengan
alasan pelaku usaha memang melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana yang
dijanjikan. Wanprestasi menimbulkan hak bagi konsumen untuk menuntut ganti rugi kepada penjual.
Atas dasar itu pelaku usaha diberi kewajiban untuk memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian apabila barang yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Berdasarkan ketentuan ganti rugi yang harus diberikan oleh pelaku usaha atas wanprestasi
tidak boleh mengalihkan tanggung jawabnya untuk mengganti kerugian atas kerusakan barang yang
diterima konsumen, karena pada dasarnya Online shop telah wanprestasi yaitu tidak melaksanakan
sebagaimana yang dijanjikan. Konsekuensinya adalah Online shop wajib untuk memberikan ganti
rugi atas kerusakan barang yang diterima oleh konsumen. Apalagi di dalam dokumen pengangkutan
yang dibuat oleh pihak penyedia jasa pengiriman barang dengan jelas tertera bahwa pengirim
menyetujui bahwa segala resiko yang terjadi dengan pengiriman merupakan risiko dan tanggung
jawab pihak pengirim sepenuhnya. Pada klausula baku tersebut harus dibubuhi tanda tangan pengirim,
sehingga pengirim pasti terlebih dahulu bisa melihat adanya klausula baku tersebut. Oleh karena itu
tanggung jawab untuk mengganti barang konsumen yang rusak semakin dibebankan kepada pihak
online shop.

OPINI HUKUM MAGANG DARING FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JAMBI 2020


TERBITAN PERIODE PERTAMA

NAMA KELOMPOK 5:

DPMM : DONY YUSRA PEBRIYANTO,S.H.,M.H.

KETUA KELOMPOK : B M HABIBULLAH TARIGAN

ANGGOTA : 1. FAJRI HALIM

2. ROSANTI FRANSISKA BR. PINTUBATU

3. RUTH ALOYSIA A. AMBARITA

4. DIO VIRAGUS IKHSANI

5. FITRIA EKA SYAMCAHYATI

JUDUL OPINI : “Perlindungan Konsumen Online Shop Atas Rusaknya Barang Pasca
Ekspedisi Barang Ditinjau dari Hukum Perlindungan Konsumen di

Indonesia” .

Anda mungkin juga menyukai