Anda di halaman 1dari 5

A.

Pengertian Jual Beli


Berdasarkan Pasal 1313 Buku III kitab undang-undang hukum
perdata (KUHP) menyatakan bahwa Jual beli ialah suatu perjanjian tukar-menukar benda
atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu
menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau
ketentuan yang telah dibenarkan syara' dan disepakati.

B. Subjek dan Objek


Subjek adalah pihak-pihak dalam perjanjian bisa pengusaha ataupun bukan pengusaha
sekurang-kurangnya ada 2 pihak penjual yang : menyerahkan hak milik atas benda dan
pembeli yang membayar harga dari benda tersebut.

Objek adalah barang yang diperjual belikan tersebut karena barang adalah essensial pada
perjanjian jual beli maka tentunya tidak ada perjanjian jual beli apabila tidak ada barang
yang diperjual belikan.

Perjanjian jual beli itu sendiri diatur dalam Pasal 1457 s.d. Pasal 1450 KUH Perdataa.
Yang di maksud jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak satu mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga yang
dijanjikan ( Pasal 1457 KUH Perdata )

C. Jenis Jual Beli


1. Jual beli barang yang kelihatan
2. Jual beli yang disebutkan sifat–sifat nya dalam janji
3. Jual beli benda yang tidak ada

D. UU Yang Mengatur Tentang Jual Beli


Menurut ketentuan pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, jual beli
ditegaskan sebagai suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya
untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang
telah dijanjikan. Jika sudah tercapai sepakat itu, maka sahlah sudah perjanjian jual beli itu
atau mengikatlah perjanjian jual beli tersebut. Kesepakatan yang terjadi harus dari kedua
belah pihak, baik pihak penjual maupun pihak pembeli.

E. Larangan Dalam Jual Beli


Berikut perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha khususnya dalam memproduksi dan
memperdagangkan barang dan/atau jasa (Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen):
Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang
tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan
sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut, tidak sesuai dengan
ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya,
tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana
dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut, tidak sesuai
dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan
tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa
tersebut, tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan
atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut, tidak mencantumkan tanggal
kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan yang paling baik atas barang
tertentu, tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan
“halal” yang dicantumkan dalam label, tidak memasang label atau membuat penjelasan
barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan
pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta
keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat, tidak
mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan
tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat
atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan
benar. Apabila pelaku usaha melakukan pelanggaran terhadap larangan pada butir 1 dan 2
diatas, maka pelaku usaha tidak boleh melanjutkan memperdagangkan barang dan/atau
jasa tersebut dan wajib untuk menariknya dari peredaran.
Kartel
Penguasaan pasar
UU persaingan usaha dan praktik monopoli – perjanjian yang dilarang { jual beli)
monopoli harus dijual satu orang

F. Hak dan Kewajiban Penjual dan Pembeli


Hak dan Kewajiban Penjual Apabila kesepakatan antar pihak penjual dan
pemblei telah tercapai maka akan menimbulkan hak dan kewajiban diantara
para pihak. Hak penjual adalah menerima harga barang yang telah dijualnya
dari pihak pembeli sedangkan kewajiban pihak penjual adalah
sebagai berikut:
1. menyatakan dengan tegas tentang prjanjian jual beli tersebut (Pasal 1473 KUH
Perdata)
2. menyerahkan barang dan menanggungnya (Pasal 1474 KUH Perdata)
3. menjamin penguasaan benda secara aman dan tidak cacat (Pasal 1473 KUH
Perdata)
4. Wajib menanggung cacat tersembunyi (Pasal 1474 KUH Perdata)
5. wajib mengembalikan harga pembelian yang diterimanya jika penjual mengetahui
barang yang telah dijual mengandung cacat (Pasal 1476 KUH Perdata)

Hak dan Kewajiban Pembeli

Hak Pembeli adalah menerima barang yang telah dibelinya baik secara nyata maupun
secara yuridis. Berdasarkan Pasal 1513 KUH Perdata, kewajiban utama pembeli adalah
membayar harga pembelian pada waktu dan tempat yang telah ditetapkan melalui
persetujuan. Sedangkan bila saat peristiwa jual beli tidak ditentukan kapan dan dimana
pembayarannya maka berdasarkan Pasal 1514 KUH Perdata, Pembayaran dilakukan
diwaktu dan tempat dimana peristiwa penyerahan terjadi.

G. Berakhirnya Perjanjian Jual Beli


Secara normal adalah setelah penjual dan pembeli memenuhi kewajiban masing-masing
sesuai dengan kesepakatan mereka. Tetapi secara tidak normal ada beberapa hal yang
dapat mengakibatkan perjanjian jual beli berakhir atau putus. Hal-hal
tersebut adalah :
a. Segala hak dan kewajiban dari masing-masing pihak terpenuhi sesuai dengan
perjanjian
b. Kedua belah pihak sepakat untuk memutuskan perjanjian setelah adanya
pengiriman atau penerimaan barang di tempat pembeli.
c. Pemutusan perjanjian secara sepihak

H. Contoh Kasus
Kasus Jual Beli Online : Beli Ipad, barang tak datang

Dina Christina baru-baru ini mengalami penipuan saat membeli iPad 11 inci berkapasitas
256 gigabita di merchant Tokopedia bernama MA senilai Rp 13,99 juta. Transaksi
dilakukan menggunakan fitur spilt payment dengan pembayaran pertama atau invoice 1
sebesar Rp 10 juta lewat aplikasi kredit online. Sedangkan invoice 2 sebesar Rp 3,99 juta
dibayar lewat virtual account di salah satu bank.
Pembelian dilakukan pada 20 Juli dengan pengiriman instan menggunakan layanan
GoSend milik Gojek. Karena diantar dengan layanan pengiriman instan, semestinya
barang segera datang setelah Dina menyelesaikan transaksi. Namun sampai sore,
barangnya tak kunjung tiba.

Dina lantas mengecek notifikasi di aplikasi Tokopedia-nya. Ia melihat bahwa kurir sudah
menyelesaikan transaksi, namun barang diterima atas nama orang lain. Dina mencoba
menghubungi Gojek untuk melacak alamat kurir. Dia mendatangi alamat kurir Gojek
tersebut, namun ternyata pemiliknya bukan orang yang mengantarkan pesanan Dina.

Pemilik akun itu meminjamkannya kepada orang lain berinisial AS. Singkat cerita Dina
langsung mendatangi keluarga AS. Namun, lewat keluarganya, AS mengelak melarikan
barang Dina dan mengancam menuntut balik dengan tuduhan pencemaran nama baik.

Dina pun pulang dan berkomunikasi dengan pihak Tokopedia. Dina mengajukan klaim
atas kesepakatan dengan penjual. Namun proses tersebut tidak berjalan mulus.
Untuk invoice pertama senilai Rp 10 juta yg dibayar lewat aplikasi kredit, klaim dapat
diproses dan dikembalikan utuh. Namun untuk invoice kedua yang dibayar melalui bank,
uang yang keluar senilai Rp 3,99 juta hanya kembali Rp 1.99 juta.

Alasannya Tokopedia tidak merekomendasikan pelanggan menggunakan mekanisme


transaksi split payment. "Tokopedia bilang kami tidak memperkenankan toko untuk
melakukan split payment. Memang banyak toko-toko yang suka nakal untuk melakukan
split payment. Jadi ke depannya diharapkan kakak tidak melakukan pembayaran secara
split payment," kata Dina. Namun akhirnya, Tokopedia mengembalikan penuh uang
Dina.

Kepala Bidang Pengaduan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Aji Warsito
sebelumnya mengatakan pengaduan untuk belanja online meningkat selama pandemi
Covid-19. Selama semester pertama tahun 2020, Warsito mengatakan jumlah aduan yang
berkaitan dengan belanja online tercatat sebanyak 51 pengaduan. Dari jumlah tersebut,
Warsito mengatakan ada kenaikan signifikan dibanding tahun sebelumnya.

"Dari jumlah pengaduan belanja online sebetulnya ada peningkatan dibanding laporan
akhir tahun 2019 yang hanya 34 pengaduan yang masuk. Saya kira nanti sampai akhir
tahun jumlah tersebut akan meningkat," ujar Warsito kepada Tempo, Kamis, 3 September
2020.

Menurut Warsito, bentuk pengaduan belanja online yang masuk secara umum sama
dengan kondisi sebelum pandemi. Misalnya saja, ujar Warsito, konsumen tidak menerima
barang pesanannya. Selain itu, spesifikasi barang yang diterima tidak sesuai dengan
pesanan.

Kemudian, konsumen juga mengadukan pengembalian dana yang tidak dilakukan oleh
penjual. Selain itu, ada juga pengaduan pembajakan akun belanja online.

Anda mungkin juga menyukai