Anda di halaman 1dari 5

Peran Dan Fungsi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)

dalam Tanggung Jawab Pelaku Usaha Menurut UU No. 8 Tahun 1999

Konsumen senantiasa berada pada posisi lemah dan dirugikan. Perlu ada aturan yang
dapat menjembatani kepentingan pelaku usaha dan kepentingan konsumen karena dua pihak
tersebut bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, saling membutuhkan tidak
mengambil keuntungan kemudian dibiarkan merugi, tidak ada bentuk pertanggungjawaban dan
perlindungan bagi pihak yang dirugikan. Lembaga instansi dan perannya dalam perlindungan
konsumen di Indonesia adalah Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Peran dan
fungsi lembaga pengawasan dalam tanggung jawab pelaku usaha menurut UU No. 8 Tahun 1999
tentang perlindungan konsumen dilakukan oleh Badan Perlindungan Konsumen Nasional
(BPKN) yang berfungsi untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam
upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.
BPKN berkedudukan di Jakarta dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Jika
diperlukan, BPKN dapat membentuk perwakilan di ibukota provinsi. Fungsi BPKN ini hanya
memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam upaya mengembangkan
perlindungan konsumen di Indonesia. Untuk menjalankan fungsi tersebut, badan ini mempunyai
tugas (Pasal 34 UUPK), Memberikan saran dan rekomendasi kepada Pemerintah dalam rangka
penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen; Melakukan penelitian dan
pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan
konsumen; Melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan
konsumen; Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan
memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen; Menerima pengaduan tentang
perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat,
atau pelau usaha; Melakukan survey yang menyangkut kebutuhan konsumen.
Berdasarkan Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
memberikan kepastian hukum untuk melindungi hak- hak konsumen. Undang-undang tersebut
juga memberikan harapan agar pelaku usaha tidak lagi sewenang-wenang yang selalu merugikan
hak konsumen. Dengan adanya undang-undang perlindungan konsumen beserta perangkat
hukum lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi berimbang, dan mereka pun bisa menggugat
atau menuntut jika ternyata hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha.
Perlindungan konsumen yang dijamin oleh undang- undang ini adalah adanya kepastian hukum
yang meliputi segala upaya berdasarkan atas hukum untuk memberdayakan konsumen
memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang dan/atau jasa kebutuhannya serta
mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh pelaku usaha penyedia
kebutuhan konsumen.
Namun, dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) tidak bisa berbuat lebih seperti eksekusi,
selain menerima pengaduan. Fungsi BPKN adalah memberikan saran dan rekomendasi kepada
pemerintah. Selain itu, BPKN juga punya tugas untuk menerima pengaduan tentang
perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat,
atau pelaku usaha, dan melakukan survei yang menyangkut konsumen.
Seperti pada peran Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mendapatkan
sorotan di tengah kisruh antara pengembang dan konsumen Meikarta yang semakin memanas.
BPKN memiliki peran dalam melindungi konsumen Meikarta. Namun, peran tersebut kini
tersendat oleh berlakunya putusan pengadilan terkait Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) Meikarta. Adapun, produk hukum tersebut tercatut dalam Putusan No. 328/Pdt.Sus-
PKPU/2020/PN.Niaga Jakarta Pusat pada 18 Desember 2020 atau disebut sebagai Putusan
Homologasi. BPKN telah melakukan tugas perlindungan kepada konsumen Meikarta dengan
cara melakukan mediasi dengan pihak Meikarta sebagai upaya keberpihakan kepada konsumen.
Dalam kasus Grab Toko pada tahun 2021 BPKN juga menghimbau agar masyarakat
selaku konsumen untuk lebih cerdas, cermat dan teliti melakukan transaksi jual beli secara online
dan tidak mudah tergiur dengan penawaran harga murah. Kasus ini berawal dari Badan
Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN RI) mengungkapkan sudah
menerima 100 lebih pengaduan atas insiden penipuan yang terjadi di Grab Toko. Kasus tersebut
menghadapkan konsumen pada kondisi dimana konsumen berpeluang besar menanggung risiko
kerugian yang disebabkan wanprestasi produsen akibat konsumen tergiur dengan diskon yang
besar dimana harga yang ditawarkan sangat jauh lebih murah dari pasaran. Tergiur janji-janji
promosi diskon, konsumen yang memesan dan membayar handphone di Grab Toko, namun
pesanannya tak kunjung sampai. Tim Advokasi BPKN RI sudah melakukan investigasi lapangan
ke kantor Grab Toko yang berada, namun tidak ditemukan adanya perusahaan Grab Toko. BPKN
melalui Ketua BPKN RI, menyarankan Kementerian Kominfo untuk mereview kembali
tatakelola Grab Toko sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik, jika terbukti Grab Toko
melakukan pelanggaran terhadap kewajiban penerapan tata kelola sistem elektronik yang baik
dan akuntabel, maka perlu diberikan sanksi sesuai ketentuan. Bahkan apabila perlu, segera untuk
mencabut izinnya dan segera diblokir layanannya. Selain itu, BPKN menyarankan terkait dengan
shifting transaksi dari offline ke online selama pandemi, maka pengawasan transaksi
perdagangan melalui sistem elektronik perlu ditingkatkan.
Dalam dua kasus tersebut, sebenernya BPKN telah sesuai melaksanakan fungsi dan
tugasnya sesuai dengan tertuang dalam Pasal 33-34 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen yang memuat bahwa BPKN tidak bisa melakukan eksekusi terhadap
kasus yang dialami konsumen tetapi hanya sakadar menyarankan saran dan rekomendasi kepada
pemerintah, seperti Kominfo dalam kasus Grab Toko dalam rangka penyusunan kebijaksanaan di
bidang perlindungan konsumen.
BPKN dalam melaksanakan tugasnya sesuai UU No.8 Tahun 1999 juga bertugas dalam
melakukan survei yang menyangkut konsumen seperti yang dilakukan pada bulan Oktober 2022
dengan melakukan survei terhadap konsumen pengguna platform e-commerce di Indonesia yang
dirasakan belum memadai. BPKN-RI telah melakukan survei kepada 428 konsumen terkait
perlindungan atas keamanan dan kenyaman bertransaksi pada ecommerce. Temuan menunjukan
bahwa kelompok usia 20-30 tahun merupakan kelompok yang paling banyak menggunakan
PPMSE (Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) atau berbelanja di e-commerce.
Hasil survei juga menyimpulkan bahwa parameter kualitas sistem, kualitas informasi, kualitas
layanan, regulasi pemerintah, dan kepuasan penggunaan e-commerce berada pada kategori
moderat (indeks antara 60,0-79,9). Temuan penelitian juga mengindikasikan kualitas layanan
adalah yang paling rendah nilainya diantara parameter lainnya. Dengan demikian, masih perlu
dilakukan peningkatan kualitas layanan ecommerce oleh pelaku e-commerce. Selain itu, belum
ada mekanisme dan penanganan pengaduan yang terintegrasi, karena sampai saat ini masih
banyak konsumen yang kurang mengetahui saluran pengaduan pada saat mengalami
insiden/kerugian dalam bertransaksi.
Hasil kajian yang sudah dilakukan BPKN-RI terkait e-commerce dari bulan April hingga
September 2022. Beberapa permasalahan e-commerce di Indonesia adalah transaksi keuangan
tidak semuanya dimonitor, teritorialitas hukum, penipuan e-commerce, kemananan transaksi,
keamanan data pribadi, informasi palsu (toko fiktif, barang tidak sesuai), akuisisi asing
ecommerce/ start up, belum ada database e-commerce, dan ekosistem yang belum matang.
Kemudian BPKN juga menyarankan kepada Kemenkominfo untuk segera menyusun peraturan
turunan dari RUU PDP (Perlindungan Data Pribadi). Adanya UU PDP ini kedepannya, akan
membuat Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) yang akan mendaftar, sekaligus akan dapat
juga melakukan assessment terkait dengan poin-poin PDP sehingga PSE atau pelaku e-commerce
nantinya dapat memberikan pelayanan yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.
Magdalena Peggy Pantouw, Peran dan Fungsi Lembaga Pengawasan Dalam Tanggung Jawab
Pelaku Usaha Menurut Uu No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Jurnal
Lex Crimen, Vol. 5 No.6 2016
Marianus Gaharpaung, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Korban Atas Tindakan Pelaku
Usaha, Jurnal Yustika, Vol. 3 No. 1 Juli 2000.
Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
https://bpkn.go.id/siaranpers/detail/bpkn-ri-hasil-survey-indeks-kualitas-layanan-penggunaan-e-
commerce-paling-rendah-diantara-parameter-
diunduh 10 Desember 2023
https://www.cnbcindonesia.com/news/20210111171944-4-215116/kerugian-konsumen-yang-
kena-tipu-grab-toko-rp-11-miliar
diunduh 10 Desember 2023
https://nasional.kompas.com/read/2023/03/22/12211051/bpkn-dan-bpsk-mandul-lindungi-hak-
konsumen-anggota-komisi-vi-dpr-darmadi
diunduh 10 Desember 2023

Anda mungkin juga menyukai