: Heny Sekartati
Institusi
Sumber
: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12174/1/09E0
2091.pdf
ABSTRAK
Istilah Multi Level Marketing (MLM) memang sudah sangat familiar dengan
kita. Tetapi kalau boleh jujur pada awal pemunculannya, MLM sarat dengan
kotroversi. Banyak dari mereka mempertayakan, apakah benar system penjualan
ala Multi Level Maketing benar-benar menguntungkan? Apakah benar tidak
mengandung resiko bagi sang konsumen? Dan masih banyak lagi pertanyaan
yang timbul di benak kita.
Beberapa hal tersebutlah yang menjadi pertimbangan diundangkannya
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang berlaku
efektif tanggal 20 April 2000. Undang-undang Perlindungan Konsumen telah
lama dinantikan oleh banyak pihak karena ketentuan Hukum yang melindungi
kepntingan konsumen di Indonesia dinilai belum memadai, karena pembangunan
perekonomian nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung tumbuhnya
dunia usaha, sehingga mampu menghasilkan barang dan jasa.
Proses globalisasi ekonomi yang sekarang berlangsung akan memperluas
ruang gerak arus transaksi barang dan jasa melintasi batas wilayah Negara.
Keluar masuknya barang dan jasa akan mempunyai manfaat bagi konsumen.
Konsumen mempunyai kebebasan untuk memilih barang dan jasa yang
dibutuhkan, banyak alternative untuk memilih barang dan jasa yang ditawarkan,
antara lain dengan Sistem Penjualan yang Berjenjaang atau Multi Level
Marketing (MLM). Namun disisi lain timbul dampak negative, yaitu konsumen
akan menjadi sasaran atau objek aktivitas bisnis para pelaku usaha untuk
mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Tetapi sayangnya tidak sedikit masyarakat yang pernah terjebak dalam
system penjualan berkedok MLM, seperti praktek bank gelap, money game,
skema piramida, arisan berantai, dan lain sebagainya yang menjerumuskan dan
sangat merugikan masyarakat. Oleh karena itu, perlu upaya yang sungguhsungguh dalam melihat dan memanfaatkan era globalisasi ini. Untuk itu perlu
ditingkatkan harkat dan martabat konsumen yang dilakukan melalui peningkatan
kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemandirian konsumen, untuk melindungi
dirinya dan disisi lain perlu pula dtumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang
bertanggungjawab.
PENDAHULUAN
Setiap orang, pada suatu waktu, dalam posisi tunggal, sendiri maupun
berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi
konsumen untuk suatu produk barang atau jasa tertentu. Keadaan yang
Universal ini pada beberapa sisi menunjukkan adanya beberapa kelemahan pada
konsumen, sehingga konsumen tidak mempunyai kedudukan yang aman. Oleh
karena itu, secara mendasar konsumen juga membutuhkan perlindungan hukum
yang bersifat universal juga.
Konsumen yang keberadaannya sangat tidak terbatas, dengan strata yang
sangat bervariasi menyebabkan produsen melakukan kegiatan pemasaran dan
distribusi produk barang atau jasa dengan cara-cara seefektif mungkin agar
dapat mencapai konsumen yang sangat majemuk tersebut. Utuk itu semua cara
pendekatan diupayakan sehingga mungkin menimbulkan berbagai dampak,
termasuk keadaan yang menjurus pada tindakan yang bersifat negative bahkan
tidak terpuji yang berawal dari itikad buruk. Dampak buruk yang lazim terjadi,
antara lain menyangkut kualitas atau mutu barang, informasi yang tidak jelas
bahkan menyesatkan, pemalsuan dan lain sebagainya.
Landasan Teori
Dalam satu konsiderans UU No. 8 Tahun 1999, isu hukum perlindungan
konsumen merupakan suatu hal yang ada keterkaitannya dengan era globalisasi.
Metode Penelitian
Metode
penulisan
review
jurnal
ini
menggunakan
metode
Library
Pembahasan
A.
Dalam peraturan
perundang-undangan
di
Indonesia,
istilah
konsumen sebagai definisi yuridis formal ditemukan pada UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Pasal 1 Angka (2) UUPK menyatakan, konsumen adalah Setiap orang
pemakai barang dan/atau jasa yang teredia dalam masyarakat, baik untuk
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan.
Istilah lain yang agak dekat dengan konsumen adalah Pembeli (koper).
Istilah ini dapat dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Pakar masalah ekonomi di Belanda, Hondius menyimpulkan bahwa para
ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai,
pemakai produk terakhir dari benda dan/atau jasa. Dengan rumusan itu,
Hondius
membedakan
antara
konsumen
bukan
pemakai
terakhir
perkembangannya,
organisasi-organisasi
konsumen
yang
kondisi
dan
niai
tukar
barang
dan/atau
jasa
yang
diperdagangkan,
Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan,
Memberikan informasi yang jelas, benar, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan atas barang dan/atau jasa serta member penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan,
Menjamin
mutu
barang
dan/atau
jasa
yang
diproduksi
dan/atau
pelanggan
Multi
Level
perusahaan
Marketing
juga
sekaligus
disebut
sebagai
sebagai
tenaga
Network
Dimana
hasil
produksinya
bisa
dibeli
melalui
MLM merupakan salah satu bentuk Direct Selling atau Direct Marketing
yang dibuat untuk memotong birokrasi maupun hambatan dari saluran
distribusi konvensional,
yang
biasanya
mempunyai
kredibilitas
tinggi,
Produk yang dijual harus eksklusif dan dikembangkan melalui R & D yang
kuat,
MLM berharap supaya pembeli menjadi life time customers yang ditawari
macam-macam produk,
criteria-kriteria
khusus,
seperti
ijazah,
pengalaman
kerja,
Resume
1.
hukum
yang
memberikan
perlindungakn
terhadap
konsumen.
2.