DAFTAR ISI............................................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................2
B. Rumusan Masalah.............................................................................................5
C. Tujuan Penelitian..............................................................................................5
D. Manfaat Penelitian............................................................................................5
E. Keaslian Penelitian...........................................................................................6
F.
Tinjauan Pustaka...............................................................................................8
1.
2.
3.
4.
G. Metode Penelitian...........................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................24
A. Latar Belakang
Masyarakat selalu berkembang dan bersifat dinamis, begitu pula dengan
hukum. Hukum senantiasa mengikuti perkembangan yang ada dalam masyarakat
dan selalu menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat. Seiring semakin
meningkatnya fenomena hukum yang terjadi di masyarakat, semakin banyak pula
kajian-kajian tentang ilmu hukum dan penerapan hukum yang sesuai demi
menyelesaikan persoalan yang ada di masyarakat. Semakin berkembanganya
hukum dalam masyarakat, semakin berkembang pula tujuan dari hukum itu
sendiri.
Dalam paham aliran klasik yang bertitik tolak pada paham indeterminisme,
manusia dianggap mempunyai kebebasan untuk berkehendak (free will), sehingga
dalam aliran klasik ini yang ditekankan adalah perbuatan dari manusia, sehingga
dikehendakilah hukum pidana perbuatan (daad-strefrecht). Aliran klasik pada
prinsipnya hanya menganut single track system dalam sistem pemidanaanya,
sehingga hanya dikenal adanya sanksi tunggal yakni sanksi pidana. Sementara itu
menurut aliran modern yang berpaham determinisme yang merupakan
perkembangan dari paham indeterminisme yang menyatakan tentang kebebasan
berkehendak (free will) memandang bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan
untuk berkehendak, melainkan dipengaruhi oleh lingkungannya, sehingga dia
tidak dapat dipersalahkan atau dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang
dilakukannya.
Perkembangan teori hukum tersebut sejalan dengan kebutuhan masyarakat
yang semakin berpikiran maju. Masyarakat modern tidak menghendaki pidana
hanya sebagai suatu pembalasan atas apa yang dilakukan oleh pelaku, tetapi lebih
menekankan kepada keadilan baik terhadap korban maupun terhadap pelaku
kejahatan. Dengan adanya pemikiran tersebut, kemudian muncul suatu alternatif
penyelesaian perkara pidana yang lebih menekankan pada kepentingan korban
serta melibatkan peran serta masyarakat yang kemudian dikenal dengan nama
Restorative Justice System (sistem keadilan restoratif).
dalam
pelanggaran
tertentu
bertemu
bersama
untuk
pemidanaan tidak hanya terbatas pada ketentuan hukum pidana (formal dan
materil). Restorative justice harus juga diamati dari segi kriminologi dan sistem
pemasyarakatan. Dari kenyataan yang ada, sistem pemidanaan yang berlaku
belum sepenuhnya menjamin keadilan terpadu (integrated justice), yaitu keadilan
1 Rocky Marbun, S.H., M.H., Restorative Justice Sebagai alternatif Sistem Pemidanaan
Masa Depan , diakses dari
http://forumduniahukumblogku.wordpress.com/2013/01/17/restorative-justice-sebagaialternatif-sistem-pemidanaan-masa-depan/, pada tanggal 15 november 2014 pukul 20.24
bagi pelaku, keadilan bagi korban, dan keadilan bagi masyarakat. Hal inilah yang
mendorong kedepan konsep restorative justice.
Konsep mengenai suatu penyelesaian perkara pidana yang menghendaki
penyelesaian perkara dengan memperhatikan kebutuhan baik kebutuhan korban
maupun pelaku kejahatan telah dikaji dan dipelajari dalam suatu cabang ilmu yang
disebut dengan kriminologi. Bonger memberikan definisi bahwa kriminologi
sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluasluasnya.2 Kriminologi nantinya tidak hanya terfokus pada pengkajian terhadap
gejala-gejala kejahatan dan berbagai faktor-faktor penyebab seseorang melakukan
kejahatan, tetapi juga berusaha mencari upaya yang paling baik untuk
menyelesaikan berbagai macam kejahatan sebagai bentuk penanggulangan dari
kejahatan itu sendiri. Dengan mengkaji suatu permasalahan menggunakan ilmu
kriminologi, akan diketahui fakta-fakta social yang terjadi di masyarakat,
sehingga kita akan melihat suatu permasalahan hukum tidak hanya dari satu sisi
yakni sisi normative saja, tetapi dapat melihatnya dari segi sosial dan kepentingan
bagi pelaku maupun korban. Sehingga dari situ kita akan dapat memahami bahwa
sesungguhnya tujuan dari pemidanaan itu tidak harus selalu menghukum
seseorang, tetapi seharusnya dapat memperbaiki pelaku dari kejahatan tersebut
serta memberikan pembelajaran bagi masyarakat pada umumnya.
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengkaji lebih jauh mengenai
penerapan prinsip restorative justice dalam tindak pidana narkotika yang ditinjau
dari sudut pandang kriminologi, sehingga dalam karya tulis ini penulis mengambil
tema tentang restorative justice dengan judul TINJAUAN KRIMINOLOGI
TERHADAP PRINSIP RESTORATIVE JUSTICE DALAM PERKARA PIDANA
DI INDONESIA.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan sebelumnya, penulis
membuat beberapa rumusan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penerapan prinsip restorative justice dalam penanganan
perkara pidana di Indonesia?
2. Mengapa restorative justice harus diterapkan sebagai upaya melindungi
korban serta pelaku tindak pidana Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan karya tulis ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Obyektif
a. Mengetahui penerapan prinsip restorative justice dalam penanganan
perkara pidana di Indonesia.
b. Mengkaji penerapan prinsip restorative justicese bagai upaya
perlindungan bagikorban serta pelaku tindak pidana di Indonesia.
2. Tujuan Subyektif
a. Memperoleh jawaban dari permasalahan yang diangkat sehingga
mampu menarik kesimpulan.
b. Menambah pengetahuan dan keterampilan hukum baik dalam aspek
teori maupun praktik.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Negara
Sebagai masukan bagi negara mengenai penerapan prinsip restorative
justice dalam penyelesaian perkara pidana di Indonesia agar dapat
memberikan jaminan hak terhadap korban serta pelaku kejahatan.
2. Bagi ilmu pengetahuan
a. Mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang hukum pidana
khususnya dalam hal penyelesaian perkara dengan menerapkan prinsip
restorative justice.
DAN
PENGEMBANGAN
KONSEP
KEADILAN
RESTORATIF DENGAN CARA DIVERSI DALAM RANCANGAN UNDANGUNDANG PENGADILAN ANAK DI INDONESIA. Tesis tersebut membahas
tentang penegakan hukum bagi delikuen anak dalam perkara anak nakal
berdasarkan Undang-Undang No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak di Kota
Yogyakarta dan juga cerminan pendekatan keadilan restoratif bagi delinkuen
dalam putusan perkara anak nakal tahun 2010 di Kota Yogyakarta.
Kedua, penulisan hukum yang ditulis oleh Fani Phisca Purbayanti pada
tahun 2012 dengan judul PERAN APARAT PENEGAK HUKUM DALAM
PENERAPAN KONSEP RESTORATIVE JUSTICE PADA PERKARA PIDANA
ANAK DI KABUPATEN PURBALINGGA DAN KOTA YOGYAKARTA.
Penulisan hukum tersebut membahas tentang penerapan konsep restorative justice
dalam proses penegakan hukum pada perkara pidana anak di Kabupaten
Purbalingga dan Kota Yogyakarta dan juga hambatan aparat penegak hukum
dalam menerapkan konsep restorative justice pada perkara pidana anak di
Kabupaten Purbalingga dan Kota Yogyakarta.
Ketiga, penulisan hukum yang ditulis oleh Mohamad Yogi Hidayat pada
tahun 2012 dengan judul PELAKSANAAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM
PROSES PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA. Penulisan hukum
tersebut membahas tentang ide dasar penggunaan restorative justice dalam sistem
peradilan pidana anak di Indonesia dan juga hambatan yuridis yang
F. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Umum tentang Kriminologi
a. Kriminilogi dan Obyek Studi Kriminilogi
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala
kejahatan seluas-luasnya (kriminologi teoritis atau murni).3 Kriminologi berasal
dari kata crimen yang berarti kejahatan, dan logos yang berarti pengetahuan atau
ilmu pengetahuan, sehingga kriminologi adalah ilmu/pengetahuan tentang
kejahatan. Istilah kriminologi untuk pertama kali (1879) digunakan oleh P.
Topinard, ahli antropologi Perancis, sementara istilah yang banyak dipakai
sebelumnya adalah antropologi kriminal.4Menurut Sutherland, kriminologi terdiri
dari tiga bagian utama, yaitu:
a. Etiologi Kriminal, yaitu usaha secara ilmiah untuk mencari sebabsebab kejahatan.
b. Penologi, yaitu pengetahuan yang mempelajari tentang sejarah
lahirnya hukuman, perkembangannya serta arti dan faedahnya.
c. Sosiologi hukum (pidana), yaitu analisis ilmiah terhadap kondisikondisi mempengaruhi perkembangan hukum pidana.
Secara garis besar, obyek studi kriminologi adalah:
a. Kejahatan
dalam hal ini membicarakan mengenai hubungan kriminologi,
kejahatan, dan peraturan perundan-undangan. Meskipun kriminologi
terutama mempelajari perbuatan-perbuatan yang oleh undang-undang
dinyatakan sebagai tindak pidana, namun perkembangan kriminologi
setelah tahun 1960-an khususnya studi sosiologi terhadap peraturan
perundang-undangan pidana telah menyadarkan bahwa dijadikannya
perbuatan tertentu sebagai kejahatan (tindak pidana) tidak semata-mata
3W.A Bonger, 1982, Pengantar tentang Kriminologi, Jakarta, Ghalia Indonesia, hlm. 21.
4I. S. Susanto, 2011, Kriminologi, Yogyakarta, Genta Publishing, hlm. 1.
terhadap
perbuatan-perbuatanyang
masyarakat
luas,
baik
dipandang
kerugian
materi
sangat
maupun
kejahatan.
Dalam
mencari
sebab-sebab
kejahatan,
psikologik,
maupun
sosio-kultural.
Di
dalam
pandanan
serta
tanggapan
masyarakat
terhadap
10
tentang
penjara
terdapat
dalam
Gestichten
Reglement
11
Pandangan-pandangan
tersebut
hampir
tidak
pernah
mempertanyakan tentang dasar atau asal dari norma-norma yang telah dikenakan
pada pelaku kejahatan. Juga teori-teori tersebut mengarahkan perhatiannya pada
perilaku menyimpang dengan mengikuti asumsi pelanggar hukum yang ditangkap
sebagai sampel yang representatid dari seluruh pelanggar.
Pada tahun 1962. Howard Becker dalam bukunya Outsiders, mengajukan
teori labeling. Dia mengatakan, kejahatan sebagai hal yang problematik dan
merupakan hasil dari batasan masyarakat, sebab ukuran-ukuran atau norma-norma
yang dilanggar tidak bersifat universal dan tidak dapat berubah. Ada dua dalil
yang diajukan dalam teorinya, yaitu:
a. Kelompok sosial menciptakan penyimpangan dengan membuat
peraturan
barangsiapa
melanggarnya
akan
menghasilkan
penyimpangan, dan
b. Perilaku menyimpang adalah perilaku yang oleh orang-orang diberi
cap demikian.
12
dan
Seidman
menyimpulkan
bahwa
kejahatan
bukan
(pidana)
seringkali
merupakan
jalan
untuk
menangani
13
14
undang-undang
tersebut,
maka
sekelompok
masyarakat
dapat
7 M. Sholehuddin, 2007, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana; Ide dasar Double Track
System & Implementasinya, Jakarta, Raja Grafindo Persada, hlm. 68.
8 Ibid, hlm. 69.
15
pemidanaan
harus
mengandung
semacam
kehilangan
16
17
Pemidanaan bisa diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan juga tahap
pemberian sanksi dalam hukum pidana. 15 Terdapat beberapa teori tentang tujuan
dari pemidanaan. Teori tersebut diantaranya adalah:
Teori Absolut (teori retributif), teori ini memandang bahwa pemidanaan
merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan. Jadi teori ini
berorientasi pada perbuatan dan terletak pada terjadinya kejahatan itu sendiri.
Teori retributif mencari pendasaran pemidanaan dengan memandang ke masa
lampau, yaitu memusatkan argumennya pada tindakan kejahatan yang sudah
dilakukan. Menurut Sahetapy, teori absolut adalah teori tertua, setua sejarah
manusia. Teori ini memandang pidana sebagai pembalasan terhadap pelaku
kejahatan.16
Teori Relatif (teori tujuan), teori ini berporos pada tiga tujuan utama
pemidanaan, yaitu: preventif, deterrence dan reformatif. Tujuan preventif dalam
pemidanaan adalah untuk melindungi masyarakat dengan menempatkan pelaku
kejahatan terpisah dari masyarakat. Dalam istilah pemidanaan, hal ini disebut
incapacitation.17 Tujuan menakuti atau deterrence dalam pemidanaan adalah
untuk menimbulkan rasa takut melakukan kejahatan. Tujuan ini dibedakan dalam
tiga bagian, yaitu: tujuan yang bersifat individual, tujuan yang bersifat publik dan
tujuan yang bersifat jangka panjang. Tujuan yang bersifat individual dimaksudkan
agar pelaku menjadi jera untuk kembali melakukan kejahatan, sedangkan tujuan
yang bersifat publik adalah agar anggota masyarakat lain merasa takut untuk
melakukan kejahatan dan tujuan yang bersifat jangka panjang adalah agar dapat
memelihara keajegan sikap masyarakat terhadap pidana.18
15 Ray Pratama Siadari, Pengertian, Jenis-jenis, dan Tujuan Pemidanaan, diakses dari
http://www.academia.edu/6377313/PENGERTIAN_JENIS_JENIS_DAN_TUJUAN_PE
MIDANAAN, pada tanggal 22 Desember 2014 pukul 19.45
16 M. Sholehuddin, Op. Cit., hlm. 34.
17 Ibid. hlm 41.
18
18 Ibid.
19 Ibid.
19
merespon suatu perkara pidana. Dalam hal ini disyaratkan adanya keseimbangan
fokus perhatian antara kepentingan pelaku dan korban serta memperhitungkan
pula dampak penyelesaian perkara pidana tersebut dalam masyarakat. Dalam
Undang-Undang sistem peradilan anak yakni UU No 11 tahun 2012 tentang
sistem peradilan anak, restorative justice didefinisikan sebagai penyelesaian
perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban,
dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil
dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan
pembalasan.
Model atau konsep restorative justice ini adalah konsep yang diajukan
oleh kaum abolisionis pada tahun 1985. Kaum abolisionis adalah gerakan
akademis yang menampakkan dirinya pada tahun 1985 di Vienna, Austria pada
The Ninth World Conference on Criminology. Gerakan ini dipengaruhi pandangan
kriminologis kritis, seperti labeling approach. Tokoh-tokohnya antara lain: L.
Hulsman, H. Bianchi, Mils Christie, dan Thomas Mathiesen. Gerakan yang
mendasar dari kaum ini adalah penolakannya terhadap sarana koersif yang berupa
sarana penal dan diganti dengan sarana reparative.21
Secara umum, Muladi menjabarkan cirri-ciri dari konsep restorative
justice ini yang membedakannya dengan konsep yang lain. Ciri-ciri tersebut
diantaranya adalah:22
20 Anonim, Restorative Justice dan Penerapannya Dalam Hukum Nasional, diakses dari
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/kegiatan-umum/927-restorative-justice-danpenerapannya-dalam-hukum-nasional.html, pada tanggal 22 desember 2014 pukul 20.00
21 M. Sholehuddin, Op. Cit., hlm. 64.
22 Ibid, hlm. 65.
20
sebagai
dampak
23 Soerjono Soekanto, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, hlm. 43.
21
dalam kerangka know-how di dalam hukum. Hasil yang dicapai adalah untuk
memberikan preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.24
Dalam penulisan hukum ini, penulis menggunakan metode penelitian
sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan dalam penulisan hukum ini termasuk
dalam kategori penelitian hukum normatif atau penelitian hukum
kepustakaan. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang
mengkaji studi dokumen, yakni menggunakan berbagai data sekunder
seperti peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori
hukum, dan dapat berupa pendapat para sarjana.25
2. Bentuk Penelitian
Penelitian yang dilakukan dalam penulisan hukum ini termasuk
dalam penelitian evaluatif. Penelitian evaluatif adalah penelitian yang
bertujuan untuk menilai, baik penelitian tersebut melalui pengujian
maupun melalui analisis mengenai hubungan yang terjadi antar
variable.26
3. Pendekatan Penelitian
Menurut Johnny Ibrahim, dalam penelitian hukum terdapat
bebarapa pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan (statue
24 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana, hlm. 41.
25Anonim, Pengertian Penelitian Hukum Normatif, diakses dari
http://idtesis.com/pengertian-penelitian-hukum-normatif-adalah/ pada tanggal 25
desember 2014 pukul 20.30
26 Anonim, Penelitian Hukum Dikelompokkan Berdasar Sifat dan Fokus Kajian ,
diakses dari http://idtesis.com/penelitian-hukum-dikelompokkan-berdasar-sifat-danfokus-kajian/ pada tanggal 25 desember 2014 pukul 20.30
22
23
DAFTAR PUSTAKA
Bonger. W. A. 1982. Pengantar tentang Kriminologi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Marzuki Mahmud, Peter. 2008. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana.
24
Diakses
Tanggal
22
Restorative
Justice,
Alternatif
Baru
Sistem
Pemidanaan.