Anda di halaman 1dari 8

Vol. 3(1) Februari 2019, pp.

187-194
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SYIAH KUALA ISSN : 2597-6893 (online)

TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN SENJATA API


(Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Kepolisian Militer Aceh)
Farras Halim
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh – 23111

Mahfud
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111

Abstrak - Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan penyebab terjadinya tindak pidana penyalahgunaan senjata
api dan untuk menjelaskan hambatan serta upaya penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan senjata api.
Pengumpulan data dalam penulisan artikel ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan untuk memperoleh
data sekunder yang bersifat teoritis. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan guna memperoleh data primer
melalui wawancara dengan responden. Hasil penelitian menjelaskan bahwa penyebab terjadinya tindak pidana
penyalahgunaan senjata api di Kota Lhokseumawe meliputi beberapa faktor, di antaranya seperti kesengajaan
pemilik senjata api, pengabaian hak dan kewajiban. Hasil penelitian juga menjelaskan bahwa hambatan yang
ditemukan dalam menanggulangi tindak pidana penyalahgunaan senjata api, meliputi kurangnya kerja sama
yang baik antara kepolisian dengan TNI. Upaya yang digunakan untuk menanggulangi tindak pidana berupa
upaya preventif, kuratif, represif, dan rehabilitatif. Disarankan untuk lebih menekankan upaya-upaya penegakan
hukum seperti upaya preventif, kuratif, represif, dan rehabilitatif, dan juga disarankan kepada sistem peradilan
pidana, mulai dari tingkat, penyidikan, pendakwaan, persidangan, sampai dengan tahap pembinaan untuk
melakukan penindakan yang lebih tegas dan nyata, serta disarankan untuk melakukan upaya atau tindakan yang
dapat mempermudah akses dalam menghadirkan saksi ahli seperti mengadakan berbagai pelatihan-pelatihan
khusus yang dapat menghasilkan ahli-ahli baru yang berkompeten di bidangnya dan adanya hubungan yang baik
antara Kepolisian dan TNI-AD di Kota Lhokseumawe.
Kata Kunci : Tindak Pidana, Penyalahgunaan, Senjata Api.

PENDAHULUAN
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api
menyebutkan bahwa barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat,
menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai,
membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan,
mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu
senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau
hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua
puluh tahun. Berdasarkan penelitian di wilayah hukum Polresta Lhokseumawe, adanya tindak
pidana penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh oknum TNI.

METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
yuridis empiris dengan pertimbangan titik tolak penelitian terhadap tindak pidana
penyalahgunaan senjata api, dan untuk mendapatkan bahan dan data dalam penelitian ini,
maka dilakukan melalui penelitian lapangan.
187
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.3, No.1 Februari 2019 188
Farras Halim, Mahfud

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


1. Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Penyalahgunaan Senjata Api
Mashal mengatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan atau omisi yang
dilarang oleh hukum untuk melindungi masyarakat, dan dapat dipidana berdasarkan prosedur
hukum yang berlaku.1 Konsep KUHP mengartikan tindak pidana sebagai perbuatan
melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.2
Indrianto Seno Aji megatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan seseorang
yang diancam pidana, perbuatannya bersifat melawan hukum, terdapat suatu kesalahan dan
bagi pelakunya dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.3
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api
(selanjutnya disebut Undang-Undang tentang Senjata Api), menyebutkan bahwa, “Barang
siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat, menerima, mencoba memperoleh,
menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan
padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan,
mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu
bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau
hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun”.
Rumusan ”mempergunakan” dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang tentang Senjata
Api, lebih kurangnya dapat dihubungkan dengan kasus tindak pidana penyalahgunaan senjata
api yang terjadi di wilayah hukum Polresta Lhokseumawe. Hal berbahaya dari
penyalahgunaan senjata api adalah dengan adanya kelalaian atau bahkan kesengajaan dari
pemilik senjata api sehingga senjata yang dimilikinya jatuh ke tangan orang lain yang tidak
berhak dan digunakan untuk melakukan tindak pidana.
Beberapa hal yang menjadi faktor penyebab terjadinya tindak pidana penyalahgunaan
senjata api disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:4
1. Kesengajaan pemilik senjata api;
2. pengabaian hak dan kewajiban;

1
S. R. Sianturi, Asas- Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Alumni AHAEM-PTHAEM,
Jakarta, 1986, hal. 205.
2
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal. 98.
3
Indrianto Seno Aji, Korupsi dan Hukum Pidana, Kantor Pengacara Oemar Seno Aji & Rekan, Jakarta,
2002, hal. 155.
4
AKBP. Syukri, Wawancara, di ruang BINOPSNAL Kepolisian Daerah Aceh, pada tanggal 7 Juni 2016,
pukul 11.15 WIB.
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.3, No.1 Februari 2019 189
Farras Halim, Mahfud

3. lingkungan sosial;
4. kurangnya ketaatan atau kesadaran hukum; dan
Kesengajaan atau dolus adalah bagian dari unsur kesalahan, selain kealpaan atau
culpa dalam unsur-unsur tindak pidana. Terkait tindak pidana penyalahgunaan senjata api,
adanya perbuatan “menyerahkan” dari pemilik senjata api kepada pelaku penyalahgunaan
senjata api, memberikan penafsiran bahwa perbuatan “menyerahkan” tersebut memang
merupakan kesengajaan dari pemilik senjata api.
”Schuld”, istilah dalam bahasa Belanda yang maksudnya mengacu pada istilah
“kesalahan”. Kesalahan merupakan satu dari lima unsur tindak pidana menurut konsep yang
terdapat dalam KUHP. Selain unsur kesalahan terdapat unsur-unsur tindak pidana lainnya
yang dikenal dalam konsep hukum pidana materiil, seperti adanya pelaku, perbuatan, akibat
dari perbuatan, dan sifat melawan hukum.
Apatis atau sifat acuh terhadap hukum juga menjadi faktor penyebab utama terjadinya
berbagai macam tindak pidana, seperti tindak pidana penyalahgunaan senjata api. Pemenuhan
hak dan kewajiban yang proporsional akan melahirkan suatu keseimbangan dalam kehidupan
bernegara dan bermasyarakat dalam rangka mewujudkan keadilan sebagai tujuan hukum.
Mental disorder yang sebagian besar dialami oleh penghuni lembaga pemasyarakatan,
oleh Phillipe Pinel seorang dokter Prancis dianggap sebagai manie sans delire (madness
without confusion) atau oleh dokter Inggris bernama James C. Prichard disebut sebagai
“moral incanity”, dan oleh Gina Lombroso-Ferrero disebut sebagai “irresistible atavistic
impulses”. Pada dewasa ini penyakit mental tadi disebut anti social personality atau
psychopathy sebagai suatu kepribadian yang ditandai oleh suatu ketidakmampuan belajar dari
pengalaman, kurang ramah, bersifat cuek, dan tidak pernah merasa bersalah.
Lingkungan sosial atau lingkungan tempat tinggal juga menjadi salah satu faktor
penyebab terjadinya tindak pidana penyalahgunaan senjata api kg.5 Buruknya lingkungan
sosial yang menjadi tempat tinggal untuk saling berinteraksi antar sesama, turut menambah
faktor lainnya, terkait faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana penyalahgunaan
senjata api.

5
Fernando Manik, Wawancara, di ruang Administrasi Umum Polisi Daerah Militer Aceh Iskandar
Muda, pada tanggal 9 Mei 2016, pukul 15.00 WIB.
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.3, No.1 Februari 2019 190
Farras Halim, Mahfud

2. Hambatan dan Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Penyalahgunaan Senjata Api


Penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan senjata api dapat dilakukan dengan
menempuh beberapa upaya, seperti:
a. upaya preventif;
b. upaya kuratif;
c. upaya represif; dan
d. upaya rehabilitatif.
Upaya preventif merupakan upaya pencegahan terjadinya suatu tindak pidana. upaya
kuratif secara garis besar sama dengan upaya represif yakni upaya penanggulangan atau
penanganan suatu tindak pidana, guna menekan angka tindak pidana tertentu. Sedangkan
upaya rehabilitatif adalah suatu upaya pemulihan terhadap suatu tindak pidana, baik bagi
pelaku maupun korban tindak pidana. Rehabilitatif di sini dapat berupa pemulihan hak,
pemulihan nama baik, atau pemulihan lainnya.
Penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan senjata api, dilakukan dengan
menerapkan beberapa upaya yang meliputi upaya preventif, kuratif, represif, dan upaya
rehabilitatif sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya. Upaya preventif yang akan
dilakukan POMDAM IM berfokus pada sosialisasi-sosialisasi yang akan menjelaskan
berbagai hal terkait senjata api. Sosialisasi kepemilikan senjata api rencananya akan
dilakukan Polresta Lhokseumawe berkoordinasi dengan POMDAM IM dan juga turut
mengundang ahli balistik, sebagai wujud kepeduliannya demi mencegah terjadinya praktek
tindak pidana penyalahgunaan senjata api seperti ini di kemudian hari. 6
Sosialisasi tidak terbatas hanya diadakan kepada masyarakat saja, namun juga fokus
dilakukan kepada semua personil anggota TNI atau Polisi yang selalu dilengkapi senjata api
dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Sosialisasi ini akan menjelaskan kepada masyarakat
dan juga angkatan bersenjata mengenai bahaya penyalahgunaan senjata api, pihak-pihak yang
berwenang menggunakan senjata api, tata cara atau prosedur kepemilikan senjata api, tugas
pokok dan fungsi TNI/Polri dan berbagai hal lainnya terkait senjata api.7
Upaya kuratif atau upaya penanganan dilakukan dengan menindak tegas para pelaku
dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
melakukan kerja sama dengan pihak-pihak lain seperti TNI, lembaga swadaya masyarakat,
komunitas senjata api seperti PERBAKIN, lembaga bantuan hukum (LBH), dan upaya

6
Ibid.
7
Ibid.
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.3, No.1 Februari 2019 191
Farras Halim, Mahfud

penanggulangan lainnya untuk mengurangi angka terjadinya tindak pidana penyalahgunaan


senjata api sebagai bentuk dari upaya represif sebagai upaya yang dilakukan untuk menekan
atau meminimalisir angka statistik terjadinya tindak pidana (dark number) di masa yang akan
datang.8
Teori-teori pemidanaan berkembang mengikuti dinamika kehidupan masyarakat
sebagai reaksi dari timbul dan berkembangnya kejahatan itu sendiri yang senantiasa
mewarnai kehidupan sosial masyarakat dari masa ke masa. Dalam dunia ilmu hukum pidana
itu sendiri, berkembang beberapa teori tentang tujuan pemidanaan, yaitu teori absolut
(retributif), teori relatif (deterrence/utilitarian), teori penggabungan (integratif), teori
treatment dan teori perlindungan sosial (social defence). Teori-teori pemidanaan
mempertimbangkan berbagai aspek sasaran yang hendak dicapai di dalam penjatuhan
pidana.9
Setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana, tidak boleh tidak, tanpa tawar menawar.
Seseorang mendapat pidana oleh karena melakukan kejahatan. Tidak dilihat akibat-akibat
apapun yang timbul dengan dijatuhkannya pidana, tidak peduli apakah masyarakat mungkin
akan dirugikan. Pembalasan sebagai alasan untuk memidana suatu kejahatan.10 Penjatuhan
pidana pada dasarnya penderitaan pada penjahat dibenarkan karena penjahat telah membuat
penderitaan bagi orang lain.11 Menurut Hegel bahwa, pidana merupakan keharusan logis
sebagai konsekuensi dari adanya kejahatan.12
Teori absolut (teori retributif), memandang bahwa pemidanaan merupakan
pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan, jadi berorientasi pada perbuatan dan terletak
pada kejahatan itu sendiri. Pemidanaan diberikan karena si pelaku harus menerima sanksi itu
demi kesalahannya. Menurut teori ini, dasar hukuman harus dicari dari kejahatan itu sendiri,
karena kejahatan itu telah menimbulkan penderitaan bagi orang lain, sebagai imbalannya
(vergelding) si pelaku harus diberi penderitaan.13 Ciri pokok atau karakteristik teori retributif,
yaitu :14
a. tujuan pidana adalah semata-mata untuk pembalasan;

8
Ibid.
9
Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, Rafika Aditama, Bandung, 2009,
hal. 22.
10
Ibid, hal. 24.
11
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana Kajian Kebijakan Kriminalisasi
dan Dekriminalisasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hal. 90.
12
Muladi dan Barda Nawawi, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1992, hal. 12.
13
Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 105.
14
Dwidja Priyanto, Op.Cit, hal. 26.
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.3, No.1 Februari 2019 192
Farras Halim, Mahfud

b. pembalasan adalah tujuan utama dan di dalamnya tidak mengandung sarana-


sarana untuk tujuan lain misalnya untuk kesejahteraan masyarakat;
c. kesalahan merupakan satu-satunya syarat untuk adanya pidana;
d. pidana harus disesuaikan dengan kesalahan si pelanggar; dan
e. pidana melihat ke belakang, ia merupakan pencelaan yang murni dan tujuannya
tidak untuk memperbaiki, mendidik atau memasyarakatkan kembali si pelanggar.
Tidak terbantahkan lagi ada banyak hambatan-hambatan yang menjadi kendala dalam
menanggulangi tindak pidana penyalahgunaan senjata api. Hambatan-hambatan yang ditemui
ini, tidak menjadi alasan bagi para aparat penegak hukum untuk menegakkan keadilan, sesuai
dengan adagium yang berbunyi seperti berikut, “Fiat Justitia et Pereat Mundus”, yang
bermakna, “Walaupun dunia binasa, hukum harus ditegakkan”.
Hambatan yang dijumpai Penyidik dalam proses pengumpulan keterangan dari
pemilik senjata api. Pihaknya menyebutkan, ada semacam upaya yang menyulitkan penyidik
yang menghalangi-halangi dan memperlambat proses penyidikan. Tindakan yang kurang
kooperatif yang ditunjukkan oleh beberapa oknum anggota TNI-AD, ketika berkunjung ke
tempat sang pelaku sehari-harinya bertugas sebagai Prajurit Kepala (Praka) di Kompi E-111
Raider Paya Bakong Kabupaten Aceh Utara, sebelumnya akhirnya perkara tersebut
dilimpahkan kepada POMDAM Iskandar Muda, dan perkembangan terakhir telah diputuskan
perkaranya oleh Pengadilan Militer Banda Aceh.15

KESIMPULAN
Faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana penyalahgunaan senjata api yang
ditangani oleh Kepolisian Resort Kota Lhokseumawe meliputi beberapa faktor beberapa di
antaranya seperti, kesengajaan pemilik senjata api, pengabaian hak dan kewajiban, dan
kurangnya ketaatan atau kesadaran hukum.
Hambatan dan upaya penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan senjata api di
Kota Lhokseumawe adalah sebagai berikut:
1) Hambatan yang ditemui dalam menanggulangi tindak pidana penyalahgunaan senjata
api, meliputi:
a) sulitnya menghadirkan ahli balistik dalam proses penyidikan;
b) kurangnya kerja sama antara kepolisian dengan TNI; dan

15
Ibid.
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.3, No.1 Februari 2019 193
Farras Halim, Mahfud

c) kurangnya alokasi dana yang dianggarkan untuk menunjang upaya penyelidikan


dan penyidikan, guna mengatasi kejahatan dan pelanggaran, khususnya
penyalahgunaan senjata api.
2) Upaya penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan senjata api, meliputi:
a) upaya preventif;
b) upaya kuratif;
c) upaya represif; dan
d) upaya rehabilitatif.

DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, Rafika Aditama,
Bandung, 2009.

Farras Halim, Tindak Pidana Penyalahgunaan Senjata Api (Suatu Penelitian di Pengadilan
Militer Aceh), Fakultas Hukum Unsyiah, Banda Aceh, 2016.

Indrianto Seno Aji, Korupsi dan Hukum Pidana, Kantor Pengacara Oemar Seno Aji &
Rekan, Jakarta, 2002.

Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.

Muladi dan Barda Nawawi, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1992.

S. R. Sianturi, Asas- Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Alumni AHAEM-
PTHAEM, Jakarta, 1986.

Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana Kajian Kebijakan
Kriminalisasi dan Dekriminalisasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005.

2. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Lembaran Negara Tahun
1959 Nomor 75).

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Staatsblad 1915 Nomor 732).

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh
Wilayah Republik Indonesia (Berita Republik Indonesia II Tahun 1946 Nomor 9).
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.3, No.1 Februari 2019 194
Farras Halim, Mahfud

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api
(Lembaran Negara Tahun 1948 Nomor 007).

Undang-Undang Darurat Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata
Api (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 78).

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia


(Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 123).

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Kepentingan Olahraga.

Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pedoman
Perizinan.

Anda mungkin juga menyukai