SKRIPSI
Oleh:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
NIM : 160200375
Judul Skripsi : Tinjaun Yuridis Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Pra dan
1. Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil
karya saya sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuat
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau
ii
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa
atas setiap rahmat, hidayah dan taufiknya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat dan salam penulis ucapkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, yang telah menuntun kita semua hingga saat ini dan semoga
Presiden Pra dan Pasca Amandemen Undang – Undang Dasar Tahun 1945”
yang disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana
dalam penulisan skripsi ini, semoga kedepannya penulis dapat lebih memperbaiki
karya ilmiah penulis, baik dari segi substansi maupun metodologi penulisan.
dukungan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Untuk itu
2. Bapak Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan I Fakultas
iii
4. Bapak Dr. Jelly Leviza S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan III Fakultas
Utara;
6. Ibu Dr. Afnila S.H., M.Hum. selaku Sekretaris Departemen Hukum Tata
9. Bapak Drs. Nazaruddin, S.H., MA., dan Bapak Dr. Mirza Nasution, S.H.,
iv
mencurahkan kasih sayang serta setiap harapan yang dilafaskan dalam do’a
agar penulis menjadi orang yang bermanfaat bagi agama, keluarga, bangsa,
12. Saudara kandung Penulis Adinda M.Alfin Arya Nst dan Adinda Aisyah
14. Seluruh senior-senior dan alumni mahasiswa yang tak bisa Penulis
dan non akademik kepada penulis dan seluruh adik-adik mahasiswa Penulis
Utara;
yang pernah berjumpa dengan Penulis untuk dapat bertukar pemikiran dan
Penulis
vi
*
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
**
Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
***
Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
vii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN.................................................................................... ii
ABSTRAK.............................................................................................................vii
BAB I : PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................7
D.Keaslian Penulisan...................................................................................8
E. Tinjauan Pustaka......................................................................................9
F. Metode Penelitian..................................................................................20
G. Sistematika Penulisan............................................................................22
B. Periode Pertama.......................................................................................25
1. Dasar Hukum.......................................................................................27
2. Syarat Jabatan......................................................................................28
C. Periode Kedua..........................................................................................29
1. Dasar Hukum.......................................................................................30
viii
D. Periode Ketiga..........................................................................................32
1. Dasar Hukum.......................................................................................33
2. Syarat Jabatan......................................................................................35
E. Periode Keempat......................................................................................36
1. Dasar Hukum.......................................................................................37
2. Syarat Jabatan......................................................................................41
F. Periode Peralihan......................................................................................45
1. Dasar Hukum.......................................................................................45
2. Syarat Jabatan......................................................................................46
1. Dasar Hukum.......................................................................................50
2. Syarat Jabatan......................................................................................52
1. Dasar Hukum.......................................................................................56
2. Syarat Jabatan......................................................................................60
ix
1. Dasar Hukum.......................................................................................63
2. Syarat Jabatan......................................................................................64
1. Dasar Hukum.......................................................................................66
2. Syarat Jabatan......................................................................................68
PRESIDEN.............................................................................................................71
Indonesia..................................................................................................84
Partai Politik.............................................................................................87
Politik.......................................................................................................96
Sistem Presidensiil.................................................................................101
BAB V : PENUTUP.............................................................................................104
A. Kesimpulan............................................................................................104
B. Saran.......................................................................................................105
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................107
xi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
NRI Tahun 1945) telah mengatur mengenai susunan negara, bentuk negara, dan
Indonesia diatur didalam Pasal 1 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang
Republik”. Ketentuan pasal 1 ayat (1) tersebut menyatakan bahwa susunan atau
Pasal 4 dan Pasal 17 UUD NRI Tahun 1945 yang menunjukkan bahwa
tertinggi (de hoogste wet) dalam penyelenggaraan kegiatan bernegara. UUD yang
pernah berlaku secara resmi di Indonesia adalah (i) UUD 1945, (ii) UUD
Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS) Tahun 1949, (iii) UUD Sementara
1950, (iv) UUD 1945 beserta penjelasannya, dan (v) UUD NRI Tahun 1945 hasil
jawab kepada lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang terdiri atas
anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ditambah dengan utusan daerah dan
utusan fungsional.2
Ketentuan tersebut terdapat pada Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 sebelum
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat” dan pasal 2 ayat (1) yang
1
Jimly Asshidiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Jakarta : PT
Bhuana Ilmu Populer, 2008, hlm. 72.
2
Ibid, hlm.320.
3
Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, Yogyakarta : Gama Media dan PSH UII , 1999, hlm. 40.
1999, 2000, 2001, dan 2002 telah mengubah sistem pemerintahan Indonesia.
sangat kuat dalam UUD 1945 sebelum perubahan (executive heavy) menjadi lebih
lain.4
terkait dengan Presiden adalah Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres)
secara langsung oleh rakyat dalam Pemilihan Umum (Pemilu) yang mengubah
berdasarkan kehendak rakyat yang digariskan oleh pemimpin negara atau wakil-
4
Patrialis Akbar, Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945, Jakarta : Sinar
Grafika, 2013, hlm. 26.
5
Ibid, hlm.27.
sejarah kenegaraan harus didasarkan kepada dasar negara sehingga timbul sebutan
terwujud dalam suatu sistem pemilu langsung Presiden dan Wakil Presiden
6
Sulardi, Sulardi, Menuju Sistem Pemerintahan Presidensiil Murni, Malang: Setara Press, 2012,
hlm. 37-38.
7
Ibid.
untuk rakyat, karena itulah rakyat memiliki kekuasaan tertinggi. Dimana Partai
proses-proses pemerintahan dengan warga negara. UUD NRI 1945 yang telah
mengatur mengenai Pemilihan Umum pada BAB VIIB Pasal 22E yang
menyatakan bahwa:
secara langsung untuk pertama kalinya pada tahun 2004, pengaturan lebih lanjut
No.42/2008 yang digunakan juga pada Pilpres pada tahun 2014. Terakhir pada
Pilpres tahun 2019 yang untuk pertama kalinya dilaksanakan secara serentak
antara Pemilu Eksekutif dan Pemilu Legislatif (Pileg) menggunakan dasar hukum
UU No.7/2017.
oleh Parpol. Seperti yang dikatakan oleh Radbruch, kekuasaan rakyat berarti
demokrasi. Tidak terkecuali pada pemilihan presiden. Memamg salah satu fungsi
Indonesia seiring dengan perubahan yang terjadi pada Konstitusi yaitu UUD 1945
Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 maupun perubahan dalam bentuk
Amendemen yang terjadi sebanyak empat tahap, pada tahun 1999, 2000, 2001 dan
2002, dan juga mempengaruhi terhadap pengaturan Pilpres di Indonesia dan peran
perwujudan dari nilai demokrasi yang terkandung dalam UUD NRI Tahun 1945,
hal ini yang melatar belakangi ketertarikan penulis untuk mengkaji hal ini lebih
1945”
8
Harun Alrasid, Harun Alrasid, Pengisian Jabatan Presiden, Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti,
1999, hlm. 24.
3. Bagaimana peran Partai Politik dan permasalahan yang dialami Partai Politik
1. Tujuan Penulisan
Indonesia.
Indonesia serta peran Partai Politik dan permasalahan yang dialami Partai
b. Secara praktis hasil penulisan ini semoga bermanfaat bagi semua orang,
Tahun 1945 serta menjabarkan peran Partai Politik dan permasalahan yang
D. Keaslian Penulisan
Presiden dan Wakil Presiden Pra dan Pasca Amandemen Undang – Undang Dasar
1945 dan dari informasi yang diperoleh dari perpustakaan, judul ini belum pernah
penulisan ini merupakan hasil olah pikir dari penulis sendiri. Dalam skripsi ini,
terhadap pilpres di Indonesia serta peran parpol dan permasalahan yang dialami
parpol dalam pelaksanaan pilpres. Oleh karena itu, keaslian dari tulisan ini dapat
E. Tinjaun Pustaka
1. Bentuk Negara
dasar – dasar negara susunan dan tata tertib suatu negara berhubungan dengan
organ tertinggi dalam negara itu dan kedudukan masing–masing organ itu dalam
atau federasi.10
negara ialah kerajaan (monarchie) dan republik. Disamping itu ada lagi
pembagian atas tiga yaitu: monarhie, oligarchie dan democratie, pembagi tigaan
9
Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945,
Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010, hlm.139.
10
Ibid, hlm. 139-140.
“satu” orang yang menjalankan kekuasaan itu untuk kepentingan semua orang. 12
Bersifat turun temurun dan menjabat untuk seumur hidup. Selain raja, kepala
negara monarchie dapat berupa kaisar (Kaisar Jepang atau Cina sebelum dijajah
rakyat yang dikepalai oleh seorang Presiden sebagai kepala negara yang dipilih
dari rakyat dan oleh rakyat untuk suatu masa jabatan tertentu.15
Negara kesatuan disebut juga dengan uniterisme dan eenheistaan ialah suatu
negara yang merdeka dan berdaulat, di mana diseluruh negara yang berkuasa
hanya satu Pemerintah pusat yang mengatur seluruh daerah, jadi tidak terdiri dari
11
M. Solly Lubis, Ilmu Negara Edisi Revisi, Bandung : CV Mandar Maju, 2014, hlm.63.
12
Ibid.
13
Titik Triwulan Tutik, Op.Cit. hlm.141.
14
M. Solly Lubis, Op.cit, hlm. 59
15
Titik Triwulan Tutik, Op.Cit, hlm. 142
10
negara.16
dengan sistem sentralisasi, dimana segala urusan diatur oleh pemerintah pusat.
Federasi berasal dari bahasa latin foedus, yang berarti perjanjian atau
merupakan dua atau lebih kekuasaan politik yang sudah atau belum berstatus
negara berjanji untuk bersatu dalam suatu ikatan politik, ikatan mana akan
serikat.18
3. Sistem Pemerintahan
hubungan antara eksekutif dan legislatif. Adanya dan tidak adanya hubungan
16
Ibid, hlm.144.
17
Ibid, hlm.144-145.
18
Ibid, hlm. 145.
11
pemerintahan yang dikenal di dunia secara garis besar dapat dibedakan dalam tiga
macam yaitu: (i) sistem pemerintahan presidensil (presidential system); (ii) sistem
parlementer (parliamentary system); dan (iii) sistem campuran (mixed system atau
hybrid system).20
sebagai kepala negara (head of state). Dalam sistem parlementer, jabatan kepala
dibedakan dan dipisahkan satu sama lain. Kedua jabatan itu pada hakikatnya,
executive dan real executive. Kepala negara disebut oleh C.F. Strong sebagai
tercampur di mana ciri-ciri kedua sistem tersebut diatas sama-sama dianut. Oleh
karena itu, kedua sistem pemerintahan tersebut pada pokonya dibedakan atas
dasar kriteria:
19
Ibid, hlm. 148.
20
Jimly Asshidiqie, Op.Cit, hlm.311.
21
Ibid.
12
universal, yaitu:
22
Ibid, hlm.312.
23
Titik Triwulan Tutik, Op.Cit hlm.151.
24
Jimly Asshiddiqie, Op.cit. hlm.316.
13
anatara eksekutif dan badan perwakilan (legislatif) sangat erat. Hal ini disebabkan
pemerintah atau kabinet tidak boleh menyimpang dari apa yang dikehendaki oleh
disebabkan situasi dan kondisi yang berbeda sehingga melahirkan bentuk bentuk-
25
Titik Triwulan Tutik, Op.Cit. hlm.149.
26
Jimly Asshiddiqie, hlm 315-316
14
ada yang lebih menonjol sifat presidensilnya, sehingga dapat dinamakan quasi
bentukan dari dua kata demos yaitu rakyat dan cratein atau cratos (kekuasaan dan
kedaulatan). Perpaduan kata demos dan cratein atau cratos membentuk kata
(goverment of the people) dimana kekuasaan tertinggi terletak ditangan rakyat dan
dilakukan secara langsung oleh rakyat atau melalui para wakil mereka melalui
Nomokrasi diartikan sebuah sistem dimana norma atau hukum berdaulat dalam
normatif oleh Friedrich Julius Stahl dalam bentuk unsur-unsur dari rechstaat,
27
Titik Triwulan Tutik, Op.Cit, hlm.153.
28
Jimly ashiddiqie, Op.Cit, hlm 319.
29
A. Ubaedillah, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Pancasila, Demokrasi, dan
Pencegahan Korupsi, Jakarta : Kencana, 2015, hlm. 81.
15
konstitusional dalam bentuk unsur-unsur dari rule of law dalam arti klasik
atau equality before the law, dan terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-
banyak aliran pikiran yang dinamakan demokrasi, ada dua kelompok aliran yang
paling penting, salah satunya adalah demokrasi konstitusional. Ciri khas dari
Pemilu yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Indonesia (UUD 1945, Konstitusi RIS, dan UUDS 1950) menganut demokrasi
30
Topo Santoso dan Ida Budhiati, Pemilu di Indonesia Kelembagaan Pelaksanaan dan
Pengawasan, Jakarta : Sinar Grafika, 2019, hlm. 5.
16
Pancasila.31
5. Perubahan Konstitusi
secara keseluruhan.32
konstitusi diubah, konstitusi yang asli tetap berlaku. Dengan kata lain, perubahan
pada model amandemen tidak terjadi secara keseluruhan bagian dalam konstitusi
asli sehingga hasil amandemen tersebut merupakan bagian atau lampiran yang
menyertai konstitusi awal. Negara yang menganut sistem ini adalah Amerika
UUD.33
6. Partai Politik
human beings, stably organized with the objectives of securing or maintaning for
its leader the control of a government, with the further objective of giving to
members of the party, through such control ideal and material benefits and
31
Sulardi, Op.Cit, hlm.39.
32
A. Ubaedillah, Op.cit, hlm.114-115.
33
Ibid.
17
mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini
1). Semula Presiden dipilih oleh MPR (Pasal 6 UUD 1945), menjadi dipilih
oleh rakyat secara langsung (Pasal 6A UUD Negara RI tahun 1945);
2). Semula Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang
Pasal 5 ayat (1), menjadi Presiden berhak mengajukan rancangan undang-
undang (Pasal 5 ayat (1));
3). Mekanisme pemberhentian Presiden pada masa jabatannya diatur dalam
pasal 7A dan 7B UUD Negara RI tahun 1945, sebelumnya tidak diatur
dalam UUD 1945, cara-cara ini lebih accountable dan fair;
4). Beberapa kekuasaan presiden yang semula tanpa persetujuan DPR,
menjadi dengan persetujuan DPR;
5). Presiden tidak dapat membekukan dan atau membubarkan DPR. 36
Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi, “Presiden dan Wakil Presiden dipilih
34
Kuswanto, Konstitusionalitas Penyederhanaan Partai Politik, Malang : Setara Press, 2016, hlm.
57.
35
Ibid.
36
Sulardi, Op.cit, hlm. 9.
18
(1). Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara
langsung oleh rakyat.
(2). Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai
politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum
pelaksanaan pemilihan umum.
(3). Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara
lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum
dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di
lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden
dan Wakil Presiden.
(4). Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan
kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan
pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai
Presiden dan Wakil Presiden.
(5). Tata cara pelaksanaan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih
lanjut diatur dalam undang-undang.
37
Harun Alrasid, Op.cit, hlm. 28-29
19
Penelitian hukum terdiri dari dua kata, yakni “penelitian” dan “hukum”.
Asal kata “penelitian” adalah “teliti” yang berarti suatu tindakan yang penuh
sesuai dengan sudut padang masing-masing aliran filsafat hukum. Objek kajian
ilmu hukum sesungguhnya adalah norma dan bukan sikap prilaku manusia.38
penemuan kembali secara teliti dan cermat bahan hukum atau data hukum untuk
tesis disertasi dan lain-lain, bahan-bahan hukum itu sudah ada diberbagai tempat
2. Jenis Penelitian
hukum normatif yang meneliti hukum dari perspektif internal dengan objek
hukumnya.40
38
I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum,
Jakarta : Kencana, 2016, hlm.1.
39
Ibid
40
Ibid
20
Data yang disajikan dalam skripsi ini diambil dari data sekunder, antara
lain :
mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Bahan hukum primer
dalam tulisan ini diantaranya UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, UUDS 1950,
dan Anggota DPR yang menjadi dasar hukum Pemilu tahun 1955,
tentang Tata Cara Pencalonan dan Pemilihan Presiden dan Wapres Republik
Presiden dan Wakil Presiden yang digunakan dalam Pilpres Tahun 2009,
21
ilmiah, dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan
di atas.
c) Bahan hukum tersier yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus dan
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan yang disebut
G. Sistematika Penulisan
BAB I : Bab ini merupakan Bab Pendahuluan. Bab ini akan membahas
22
BAB III: Bab ini akan membahas mengenai pengaturan Pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden setelah perubahan UUD 1945 yang terdiri dari
hasil pemilihan.
BAB IV: Bab ini akan membahas mengenai peran Partai Politik dan
BAB V : Bab ini merupakan Bab penutup yang berisi Kesimpulan dan Saran
23
yaitu :41
41
Jimly Asshidiqie, Op.Cit, hlm.73.
42
Mohammad Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta:
Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV Sinar Bakti,
2017, hlm.86.
24
tersebut ternyata cara pemilihannya dilakukan dengan cara-cara yang berbeda dan
dasar hukum yang tidak sama sesuai dengan konstitusi dan undang-undang, atau
B. Periode Pertama
43
A.Ubaedillah, Op.Cit, hlm.114.
25
1945 dan pada tahun 1946 diadakan Pemilu di karesidenan Kediri dan Surakarta.44
dibentuk atas dasar Maklumat Wakil Presiden No.X tertanggal 16 Oktober 1945.
politik nasional tidak kondusif dan tengah menghadapi revolusi fisik. Sehingga
Pembaruan Susunan KNIP. Dalam undang-undang ini bahwa akan dibentuk badan
Indonesia, yang ditetapkan oleh MPR menurut Mr. Assat ialah masa peralihan.
44
Topo Santoso dan Ida Budhiati, Op.Cit, hlm.15.
45
Muhadam Labolo dan Teguh Ilham, Partai Politik dan sistem Pemilihan Umum di Indonesia:
Teori, Konsep dan Isu Strategis, Jakarta:PT RajaGrafindo, 201, hlm.108.
46
Miriam Budiardjo, Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila,
Jakarta: Gramedia Pustaka, 1999, hlm.221.
26
1. Dasar Hukum
Soal pengisian jabatan presiden diatur dalam pasal 6 ayat (2) UUD 1945,
1945, atas usul Otto Iskandardinata, Soekarno dipilih sebagai presiden secara
aklamasi dan jabatan Wapres diduduki oleh Muhammad Hatta, hal ini berdasar
pada Aturan Peralihan Pasal III UUD 1945 yang berbunyi: “Untuk pertama kali
Kedudukan sebagai Presiden yang dipilih oleh PPKI ini hanya bertahan
selama empat tahun. Pada saat terjadi perubahan negara Indonesia dari negara
kesatuan menjadi negara serikat dari tanggal 27 Desember 1949 sampai dengan
17 Agustus 1950.
47
Harun Alrasid, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam hukum positif di Indonesia,
Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1997, hlm. 24.
48
Harun Alrasid, Pengisian Jabatan Presiden, Jakarta : PT Pustaka Utama Grafiti, 1999, hlm. 29.
27
Pada masa Periode Konstitusi Pertama, syarat jabatan presiden diatur dalam
pasal 6 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi : “Presiden ialah orang Indonesia
asli”. Nyatalah bahwa pembuat UUD 1945 hanya menetapkan dua syarat :49
dijumpai dalam pasal 7 UUD 1945 yang berbunyi : “Presiden dan Wakil Presiden
Indonesia yang pertama pada 18 Agustus 1945, beliau terus memegang jabatan
ketentuan Aturan Tambahan, dalam waktu enam bulan setelah berakhirnya Perang
Asia Timur Raya (Perang Dunia II), segala ketentuan UUD 1945 sudah dapat
49
Ibid, hlm.36
28
C. Periode Kedua
sebagai negara bagian. Hal ini mengakibatkan berlakunya dua konstitusi secara
bersamaan di wilayah negara bagian RI, yaitu Konstitusi RIS dan UUD 1945.
terdiri atas seorang Presiden. Presiden dipilih oleh Dewan Pemilih (Electoral
pendek. RI dan RIS mencapai kesepakatan pada 19 Mei 1950 untuk kembali ke
bentuk negara kesatuan. Pada 15 Agustus 1950, di hadapan sidang DPR dan
50
Ibid, hlm.54
51
Indarja, Perkembangan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia, Jurnal Masalah-
Masalah Hukum Jilid 47 No.1, Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2018, hlm.
65.
52
Ibid, hlm.66.
53
Ibid.
29
1950. Pada hari itu juga, Pemangku Jabatan Presiden RI, Assaat, menyerahkan
Republik Indonesia.54
1. Dasar Hukum
pemilihan presiden diatur dalam pasal 69 ayat (2) yang berbunyi: “Beliau dipilih
pemilihan yang digunakan tidak dilakukan oleh rakyat, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Pemilihan dilakukan oleh sebuah badan yang terdiri atas
ini bersifat ad hoc, yang berarti tugasnya memilih presiden. Setelah tugasnya
selesai badan itu bubar. Pada pemilihan Presiden yang kedua kali itu (16
Desember 1949), Ir. Soekarno juga terpilih secara aklamasi. Jadi, presiden calon
Pemilihan presiden seperti yang diatur dalam pasal 69 ayat (2) itu bersifat
einmalig atau sekali terjadi karena dalam pasal 72 ayat (2) dikatakan bahwa
pemilihan presiden baru, yaitu dalam hal presiden berhalangan tetap, atau
54
Ibid.
55
Harun Alrasid, Pengisian Jabatan Presiden, hlm.30.
30
tersebut di atas, akan diatur oleh konstituante yang selekasnya akan membuat
2. Syarat Jabatan
ayat (3) yang berbunyi “Presiden harus orang Indonesia yang telah berusia 30
tahun, beliau tidak boleh orang yang tidak diperkenankan serta dalam atau
menjalankan hak pilih atau orang –orang yang telah dicabut haknya untuk
dipilih”.
lagi terdapat kata “asli”. Dari ketentuan konstitusi RIS tersebut menunjukkan
bahwa kata “asli” telah dihilangkan dan secara eksplisit juga tidak menyebutkan
WNI. namun dari frasa “tidak boleh yang tidak diperkenankan serta dalam atau
menjalankan hak pilih ataupun orang yang telah dicabut haknya untuk memilih”
Konstitusi RIS 1949 yang punya hak pilih hanyalah WNI. Selain itu, terdapat
syarat umur, yaitu presiden harus berumur minimal 30 tahun. Juga ada syarat
56
Ibid.
31
Pada masa Republik Kedua, Konstitusi RIS tidak mengatur soal masa
Agustus 1950.57
D. Periode Ketiga
dilantik dan diangkat sumpahnya oleh kepala negara pada tanggal 28 November
1953. Upaya ini kemudian dilanjutkan pada Kabinet Wilopo, yang berhasil
Konstituante dan Anggota DPR, yang menjadi dasar hukum Pemilu 1955.
segi materi, UUDS 1950 ini merupakan perpaduan antara Konstitusi RIS milik
negara federasi Republik Indonesia Serikat dengan UUD 1945 yang disahkan oleh
PPKI milik Republik Indonesia, sebagai hasil persetujuan RIS dan RI tanggal 19
Mei 1950. Lembaga Kepresidenan dalam masa republik ketiga tergolong unik.
Tokoh yang memangku jabatan Presiden pada periode ini merupakan hasil
persetujuan dari RIS dan RI pada 19 Mei 1950 (Penjelasan Konstitusi), sedangkan
57
Harun Alrasid, Op.Cit, hlm.54.
32
diajukan oleh DPR, Pasal 45 ayat (4) UUDS 1950 menyatakan bahwa: “Untuk
dimadjukan oleh Dewan Perwakilan Rakjat” . Dari hal-hal tersebut jelas bahwa
Aturan Pasal 45 ayat (4) UUDS 1950 tidak lagi dapat digunakan untuk mengisi
lowongan tersebut, karena ketentuan ini hanya berlaku untuk pengisian jabatan
Wakil Presiden yang pertama kali, dan hal ini sudah dilaksanakan ketika
maupun Undang-Undang pemilihan Presiden dan wakil Presiden belum ada. Pada
Presiden 5 Juli 1959 dan digantikan dengan lembaga kepresidenan menurut UUD
1. Dasar Hukum
Pada masa Republik Ketiga (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959), yang
UUDS tahun 1950, Ir. Soekarno tetap memangku jabatan presiden berdasarkan
58
Indarja, Op.Cit, hlm.66.
33
undang seperti yang tertuang dalam pasal 45 ayat (3) UUDS 1950 yang berbunyi:
“Presiden dan wakil presiden dipilih menurut aturan yang ditetapkan dengan
undang-undang”. Hanya saja kedudukan presiden pada periode ini hanya sebagai
kepala negara, kepala pemerintahan dijalankan oleh perdana menteri. Pada masa
mengatur Pemilihan Presiden yang diamanatkan oleh Pasal 45 ayat (3) UUDS
ternyata sesuai dengan ketentuan Pasal 141 UUDS 1950 yang antara lain
menentukan bahwa pejabat-pejabat yang sudah ada sebelum UUD RIS diubah,
akan tetap memegang jabatannya sampai diganti yang lain menurut UUD baru
dan itulah sebabnya tidak ada pemilihan Presiden saat berlakunya UUDS 1950.
34
undang dasar kepada pembuat undang-undang biasa, seperti ternyata dalam pasal
45 ayat (3) berbunyi: “Presiden dan wakil presiden dipilih menurut aturan yang
dimaksud tidak pernah terbentuk. Demikian pula Konstituante hasil Pemilu 1955,
2. Syarat Jabatan
Pasal 45 ayat (5) yang berbunyi “Presiden dan wakil Presiden harus warga
Negara Indonesia yang telah berusia 30 tahun dan tidak boleh orang yang tidak
diperkenankan serta dalam suatu menjalankan hak pilih ataupun orang yang
telah dicabut haknya untuk dipilih “. Istilah “orang” telah diganti dengan “warga
negara” dan syarat umum tetap dipertahankan. Selain itu, seperti juga halnya
59
Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia,
Bandung: Alumni, 1997, hlm. 2-3.
35
pilih pasif seperti yang telah diatur dalam Undang-Undang Pemilihan Umum.
Ketentuan dalam UUDS 1950 nampaknya sudah lebih jelas, yaitu bahwa
persyaratan tersebut berlaku untuk Presiden dan Wakil Presiden, syarat harus
WNI, usia sudah 30 tahun, dan mempunyai hak pilih (hak memilih dan hak untuk
dipilih).
3. Masa Jabatan
Pada masa Republik Ketiga, pembuat UUD 1950 tidak mengatur soal masa
baru. Konstituante itu memang berhasil dibentuk, tetapi telah dibubarkan sebelum
E. Periode Keempat
tanggal 5 Juli 1959 yang kemudian diikuti dengan pembentukan MPR Sementara
menyimpangi ketentuan Pasal 7 UUD NRI 1945 bahwa masa jabatan Presiden ada
lima tahun.
Menurut Pasal 6 ayat (2) UUD 1945, Presiden dipilih oleh MPR. Namun,
pasal tersebut belum bisa diterapkan, karena MPR hasil Pemilu belum terbentuk.
36
pemilu diadakan pada masa Orde Lama (Orla), kemungkinan besar MPR akan
didominasi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), karena Masyumi dan Partai
sudah retak. Situasi politik berubah setelah perebutan kekuasaan (kudeta) yang
Peristiwa ini merupakan the beginning of the end bagi Presiden Soekarno yang
tidak mengambil sikap tegas terhadap PKI. Untuk menyelesaikan situasi konflik
1. Dasar Hukum
keanggotaan MPRS dari unsur PKI, dan ditegaskan dalam UU No.4/1966 bahwa
sebelum terbentuknya MPR yang dipilih oleh rakyat, maka MPRS menjalankan
tugas dan wewenangnya sesuai dengan UUD 1945 sampai MPR hasil Pemilu
Dr.A.H.Nasution.61
1966, dalam sidang ini telah dikeluarkan, antara lain ketetapan MPRS
berbunyi: “Dalam hal terjadi yang disebut dalam pasal 8 Undang-undang Dasar
60
Harun Alrasid, Pengisian Jabatan Presiden, hlm.31.
61
Indarja, Op.Cit, hlm.66.
62
Ibid.
37
1945 berbunyi: “Jika Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan
habis waktunya”. Namun ketentuan Pasal 8 UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan
1956 atau masa berakhirnya dwitunggal, jabatan wakil presiden menjadi lowong
dan tidak pernah diisi lagi selama kepemimpinan Presiden Soekarno, sehingga
ketika Presiden Soekarno dicabut mandatnya sebagai Presiden oleh MPRS, tidak
ada Wakil Presiden yang dapat menggantikannya sesuai ketentuan Pasal 8 UUD
1945.
Seperti diketahui bahwa sejak tahun 1956 tidak ada Wakil Presiden, maka
MPRS melalui Ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1966 tanggal 5 Juli 1966 tentang
Sementara tidak mengadakan pemilihan Wakil Presiden”, Pasal 2 ayat (1) dan (2)
Pimpinan DPR-GR”, dan Pasal 3 yang berbunyi “Dalam hal terjadi keadaan
yang disebut dalam Pasal 8 UUD NRI 1945 maka MPRS segera memilih pejabat
38
No.XVIII/MPRS/1966.
Peralihan UUD 1945, ternyata menjadi bumerang bagi Presiden Soekarno. Dalam
Sidang Istimewa MPRS yang dilaksanakan pada tanggal 7-12 Maret 1967
pejabat presiden berdasarkan pasal 8 UUD 1945 hingga dipilihnya presiden oleh
dalam jangka waktu 21 tahun 6 bulan 3 hari. Dalam sidang umum MPRS V
Pemilu dalam era Orde Baru pertama kali diadakan pada tanggal 5 juli
1971 dan MPR hasil Pemilu baru terbentuk pada tahun 1973. Sesuai dengan
63
Harun Alrasid, Pengisian Jabatan Presiden, hlm.32.
39
mengacu kepada ketentuan Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 sebelum mengalami
perubahan, yaitu dipilih secara tidak langsung, dalam hal ini dipilih oleh MPR
dengan suara terbanyak, maka MPR melalui Ketetapan MPR No. II/MPR/1973
40
Presiden dan hasilnya Presiden Soeharto terpilih kembali sebagai Presiden RI.
Selanjutnya Pemilu diadakan setiap lima tahun sekali, yaitu tahun 1977, tahun
1982, tahun 1987, tahun 1992, dan tahun 1997 dalam hal mana MPR hasil
Pemilu-pemilu tersebut juga memilih kembali Soeharto sebagai Presiden RI, yang
2. Syarat Jabatan
Yang patut dicatat dari Pilpres era Orde Baru adalah mengenai ketentuan
khususnya setelah Pemilu 1971, yaitu diterbitkannya Tap MPR No. II/MPR/1973
tentang Tata Cara Pilpres Republik Indonesia bertanggal 19 Maret 1973 yang
Persyaratan yang harus dipenuhi calon presiden dan calon wakil presiden,
ketentuan hukum secara rinci, yang dapat dikelompokkan dalam tiga persyaratan,
yaitu persyaratan objektif yang dapat diukur, persyaratan subjektif yang tidak
64
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No.II/MPR/1973 Tentang Tata Cara Pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
41
dipakai untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 1973, 1978, 1983,
1988, 1993, dan 1998 yang baru mengalami revisi pada Pilpres tahun 1999 yang
65
Pasal 1 ayat (1) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
II/MPR/1973 Tahun 1973 Tentang Tata Cara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik
Indonesia.
42
3. Masa Jabatan
Peralihan sampai terpilihnya presiden baru oleh MPR hasil Pemilu. Sementara itu
kekuasaan (kudeta) yang gagal pada 30 September 1965. Timbul Rezim Orde
“Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama lima tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali”. Dalam lima kali Pemilihan presiden pada
masa orde baru MPR hasil Pemilu orde baru terus menerus memilih Soeharto.
Parpol, undang-undang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD belum
66
Muhadam Labolo dan Teguh Ilham, Op.Cit, hlm. 126.
43
Umum (LPU).
62,82% suara. Melihat perolehan suara yang didapat Golkar sepanjang masa Orde
periode dan merupakan calon tunggal yang diusung fraksi-fraksi di MPR untuk
Presiden :
mengenai soal kapan masa jabatan presiden mulai dihitung. Hal ini diatasi oleh
67
Topo Santoso dan Ida Budhiati, Op.Cit, hlm.50.
44
tanggal 10 Maret 1993 pasal 2 yang menyatakan bahwa masa jabatan Presiden
adalah lima tahun terhitung sejak diucapkannya sumpah atau janji di hadapan
Rapat Paripurna MPR, jadi tidak diatur secara tetap dalam sebuah ketetapan yang
F. Periode Peralihan
Pengalihan kekuasaan tersebut sesuai dengan Pasal 8 UUD 1945 yang berbunyi
waktunya".
68
Harun Alrasid, Pengisian Jabatan Presiden, Jakarta : PT Pustaka Utama Grafiti, 1999, hlm. 55-
56.
45
1998.
1. Dasar Hukum
mengalami perubahan, sehingga sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) masih
menjadi wewenang MPR untuk melaksanakannnya. dalam hal ini adalah MPR
hasil Pemilu Legislatif 1999. Sebagai dasar hukum untuk melaksanakan Pilpres.
2. Syarat Jabatan
Pada dasarnya persyaratan Capres dan Wapres yang diatur dalam Tap
MPR No. VI/MPR/1999 tidak banyak berbeda dengan ketentuan dalam Tap MPR
No. II/MPR/1973, hanya dengan penambahan syarat bahwa calon harus memiliki
visi kenegarawanan yang berdasar pada komitmen yang kuat terhadap persatuan
politik saat itu yang rawan konflik dan terancam disintegrasi, serta komitmen
(KKN). Selain itu adalah dihapuskannya syarat bahwa calon Presiden dan Wakil
Presdien harus dapat bekerja sama dan keharusan calon Wakil Presiden harus
46
pencalonan dan Pemilihan Presiden tahun 1999 tidak jauh berbeda dengan diatur
dan dilaksanakan pada era Orde baru, kecuali ada penambahan dan perubahan
sejumlah anggota MPR minimal tujuh puluh orang untuk mengajukan calon,
sesuai dengan Pasal 8 ayat (2) Tap MPR No.VI/MPR/1999 yang menyatakan
“Calon Presiden dapat juga diajukan oleh sekurang-kurangnya tujuh puluh orang
Anggota Majelis yang terdiri atas satu Fraksi atau lebih”. Selain itu juga
No.II/MPR/1973 pada Pasal 2 ayat (2) yang menyatakan “Calon Wakil Presiden
selain memenuhi persyaratan yang ditentukan pada pasal 1 Ketetapan ini, harus
juga menyatakan sanggup dan dapat bekerja sama dengan Presiden”, dan Pasal
Berbeda dengan era Orde Baru yang selalu hanya memunculkan calon
47
menjadi calon dari Poros Tengah sebagai pengganti BJ Habibie yang didukung
ditolak oleh MPR-RI. Hal ini tidak terlepas dari hasil Pemilu 1999 yang diikuti
oleh 48 Parpol dan 20 Parpol berhasil mendapat kursi Parlemen, hal ini sesuai
dengan dasar hukum pelaksanaan Pemilu 1999 yaitu UU No2/1999 tentang Partai
pemilihan tahap kedua yaitu pemilihan wapres saat menghadapi Hamza Haz,
suara.71
69
Indarja, Op.Cit, hlm.67-68.
70
Ibid, hlm.68.
71
https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_Presiden_Indonesia_1999, diakses tanggal 2 Mei 2020.
48
Pada masa Konstitusi Peralihan, tetap berlaku ketentuan Pasal 7 UUD 1945.
berakhir pada Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Tepat 23 Juli 2001,
menjabat sebagai wapres setelah mandat Abdurrahman Wahid dicabut oleh MPR,
49
ini berbeda dengan pemilu yang diadakan pada tahun 1999, sebab Komisi
Pemilihan Umum (KPU) dalam Pemilu tahun 2004 dijalankan secara independen
seperti yang termaktub dalam Pasal 8 ayat (2) UU No.4/2000 tentang Perubahan
Umum dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum yang independen dan non
partai”.72
1. Dasar Hukum
norma konstitusi. Oleh karena itu, agar tetap demokrasi dapat berputar sesuai
secara demokratis pada negara hukum ini, dibentuklah sebuah aturan atau undang-
72
Topo Santoso dan Ida Budiati, Op.Cit hlm, 181
73
Ahmad Farhan Subhi, Pengusulan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Sebagai
Peserta Pemilu Menurut Undang-Undang Pilpres, Jakarta : Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jurnal Cita Hukum. Vol. 3 No. 2, 2015,
hlm.340-341.
50
DPR, DPD dan DPRD sebagai dasar hukum pelaksanaan Pemilu tahun 2004.
“Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diusulkan
oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-
kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPR atau 20% (dua puluh
persen) dari perolehan suara sah secara nasional dalam Pemilu anggota DPR”.
dalam Pasal 5 ayat (4) UU No.23/2003 tersebut, tidak diterapkan untuk Pilpres
tahun 2004, karena ada Ketentuan Peralihan pada UU No.23/2003 yaitu Pasal
101, yang mengatur jumlah persentase ambang batas pencalonan Presiden dan
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004 partai politik atau gabungan
partai politik yang memenuhi persyaratan perolehan suara pada Pemilu anggota
DPR sekurang-kurangnya 3% (tiga persen) dari jumlah kursi DPR atau 5% (lima
persen) dari perolehan suara sah secara nasional hasil Pemilu anggota DPR
Pasal 5 ayat (4) UU No.23/2003, tidak diterapkan dalam Pilpres tahun 2004.
51
pencalonan presiden dan wakil presiden sesuai dengan yang ditentukan dalam
pasal 26 yaitu secara demokratis dan terbuka sesuai dengan mekanisme internal
partai politik bersangkutan. Partai politik tersebut hanya dapat mencalonkan satu
gabungan partai politik yang dilakukan secara demokratis dan terbuka melalui
kesepakatan.
presiden dan wakil presiden lebih lanjut diatur dalam Pasal 26 UU No. 23/2003,
gabungan partai politik yang dilakukan secara demokratis dan terbuka serta partai
politik atau gabungan Partai Politik tersebut hanya dapat mencalonkan satu
pasangan calon.
2. Syarat Jabatan
dipenuhi calon Presiden dan calon Wakil Presiden dalam pasal 6 yang
menyatakan bahwa :
52
calon tersebut, pasangan Abdurrahman Wahid dan Marwah Daud Ibrahim tidak
memenuhi kesehatan. Maka secara resmi, ada lima pasangan calon Presiden dan
Wakil Presiden dengan nomor urut dan partai pengusung, dan perolehan suara
53
74
https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Presiden_Indonesia_2004, diakses pada tanggal
8 Mei 2020.
54
diikuti oleh 5 paslon. Berdasarkan hasil pemilu yang diumumkan pada tanggal 26
Juli 2004, dari 153.320.544 orang pemilih terdaftar, 122.293.844 orang (79,76%)
menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 119.656.868 suara (97,84%)
dinyatakan sah, kelima pasangan tersebut tidak ada yang memenuhi ketentuan
yang terdapat didalam ketentuan pasal 6A ayat (3) UUD NRI 1945, maka berlaku
ketentuan pasal 6A ayat (4), maka diselenggarakan pemilihan putaran kedua yang
diikuti oleh 2 pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan
diikuti oleh 2 paslon, dengan nomor urut dan partai politik pengusung serta
75
https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Presiden_Indonesia_2004, diakses tanggal 8 Mei
2020.
55
pemilu pada tahun 2009 memiliki persamaan dengan pemilu pada tahun 2004.
Yaitu diselenggarakan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU kabupaten/kota. Selain
bersifat sementara (adhoc) yang ikut serta dalam menyelenggarakan pemilu, yaitu
untuk di TPS. Untuk diluar negeri, dibentuk Panitia Pemungutan Luar Negeri
(KPPSLN).77
1. Dasar Hukum
76
Ibid.
77
Muhadam Labolo dan Teguh Ilham, Op.Cit, hlm.162.
56
KPU dari partai politik untuk Pemilu 1999 menjadi usulan presiden untuk
Tim Seleksi. Perubahan lain yang penting pada periode ini adanya lembaga
VI/2008 atas uji materi UU No.42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden yang dimohonkan oleh Fadjroel Rachman, dkk. Materi Pasal yang diuji
adalah Pasal 1 ayat (4), Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 13 ayat (1), Pasal-pasal
Terdapat ketentuan di dalam Pasal 1 ayat (4), Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 13 ayat
pemahaman bahwa satu-satunya mekanisme atau jalur untuk menjadi Capres dan
Cawapres adalah melalui usulan Parpol atau gabungan Parpol peserta Pemilu.
Dengan kata lain, hak untuk mengajukan Paslon Presiden dan Wapres adalah hak
78
Topo Santoso dan Ida Budhiati, Op.Cit, hlm189.
57
kemungkinan sama sekali bagi Paslon Presiden dan Wapres perseorangan atau
independen di luar dari yang diusulkan partai politik atau gabungan partai politik
Presiden dan Wakil Presiden diusulkan dan didaftarkan oleh partai politik atau
karena siapa saja yang memenuhi syarat demikian dapat diusulkan dan
didaftarkan oleh partai politik atau gabungan partai politik untuk menjadi
Presiden dan/atau Wakil Presiden tanpa harus menjadi Pengurus atau Anggota
Partai Politik. Lebih lanjut Mahkamah menyatakan bahwa untuk menjadi Presiden
atau Wakil Presiden adalah hak setiap warga negara yang dijamin oleh konstitusi
sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (3) UUD NRI 1945
UUD NRI 1945. Sedangkan dalam melaksanakan hak termaksud Pasal 6A ayat
(2) UUD NRI 1945 menentukan tata caranya yaitu harus diajukan oleh partai
politik atau gabungan partai politik dan rumusan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI,
menurut Mahkamah tidak dapat ditafsirkan lain dan lebih luas. Terhadap putusan
opinions) yaitu Abdul Mukthie Fadjar, Maruarar Siahaan dan M. Akil Mochtar,
79
Hanta Yuda A. R., Presidensialisme Setengah Hati: dari Dilema ke Kompromi, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama,2010, hlm 94.
58
Presiden jalur non partai atau independen, karena merupakan hak konstitusional
diusulkan oleh Parpol atau gabungan Parpol peserta Pemilu yang memenuhi
persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR-RI
atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR-
RI, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Ini berarti bahwa
suara sah nasional dari hasil pemilu legislatif atau 20 persen kursi parlemen yang
terpilih.
terhadap hasil Pilpres 2004, dimana dari 24 partai politik yang lolos pada Pileg,
5% suara sah nasional dalam Pileg, didapatkan 5 Paslon presiden dan Wapres,
dari 38 partai politik peserta pemilu legislatif, 9 Parpol memperoleh kursi di DPR,
sementara itu diperoleh tiga Paslon Presiden dan Wapres. Ketentuan persentase
ambang batas perolehan kursi DPR 20% dan 25% suara sah nasional dalam Pileg
yang diusulkan oleh Parpol dan gabungannya. Mekanisme koalisi Parpol dalam
80
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-VI/2008 tanggal 17 Februari 2009.
59
2. Syarat Jabatan
No.42/2008 diatur dalam pasal 5, persyaratan menjadi Capres dan calon Wapres
adalah:
60
Pemilu presiden dan wapres tahun 2009 dilaksanakan pada tanggal 8 Juli
2009 dan diikuti tiga Paslon presiden dan wapres. Pemilu Presiden dan Wapres
tahun 2009 ini berlangsung hanya satu putaran saja, karena salah satu paslon
sudah memperoleh suara lebih dari 50%. Berikut ini Paslon presiden dan wapres
berdasarkan nomor urut dan Parpol pengusung serta perolehan suara Paslon dalam
tabel:81
81
https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Presiden_Indonesia_2009, diakses tanggal 8 Mei
2020.
61
suara nasional Pilpres 2009 yang telah diselenggarakan pada 22 - 23 Juli 2009.
memperoleh 73.874.562 atau dalam persentase sebesar 60.80% dari suara sah
nasional, dengan demikian sesuai pasal 6A ayat (3) UUDNRI 1945 pasangan
nomor urut dua dapat ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih,
keberatan terhadap hasil rekapitulasi perolehan suara Pilpres 2009 yang telah
hari Selasa, 20 Oktober 2009 pukul 10.00 WIB di Gedung Nusantara, Senayan
dalam sidang Paripurna MPR. Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono selaku
Pimpinan dan Anggota MPR. Jumlah Anggota MPR yang hadir sejumlah 647
82
Ibid.
83
Ibid.
62
dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014 untuk memilih Presiden dan Wakil
Presiden Indonesia untuk masa bakti 2014-2019. Pemilihan ini menjadi pemilihan
Yudhoyono tidak dapat maju kembali dalam pemilihan ini karena dicegah oleh
UUDNRI 1945 pasal 7 yang melarang periode ketiga untuk seorang Presiden,
menurut UU No.42/2008, hanya partai yang menguasai lebih dari 20% kursi di
berlaku. Pemilu ini akhirnya dimenangi oleh pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla
keputusan KPU RI pada 22 Juli 2014. Presiden dan Wakil Presiden terpilih
Yudhoyono.
1. Dasar Hukum
KPU sebagai lembaga yang independen dan dapat mengurus rumah tangganya
sendiri yang ditunjukkan dalam jenjang pengaturan yang lebih hierarkis. Dalam
63
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang berdiri sendiri pada tahun 2012.
2. Syarat Jabatan
Syarat yang harus dipenuhi Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
pada Pemilihan Presiden tahun 2014 sama dengan ketentuan syarat calon Presiden
dan Wakil Presiden pada pemilihan tahun 2009, karena dasar hukum Undang-
Pemilu ini diikuti oleh dua pasang calon Presiden dan Wakil Presiden
yaitu Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Hatta Rajasa, serta pasangan
calon Presiden Joko Widodo yang berpasangan dengan Jusuf Kalla. Pada tanggal
31 Mei 2014 KPU menetapkan 2 pasang calon Presiden dan Wakil Presiden, serta
melakukan pengundian nomor urut pada 1 Juni 2014. Berikut adalah kandidat
resmi beserta nomor urutnya, Partai pengusung, seta perolehan suara Paslon yang
84
https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Presiden_Indonesia_2014, diakses tanggal 9 Mei
2020
64
penghitungan real count dengan angka kemenangan 53,15% dan Prabowo - Hatta
Rajasa sebesar 46,85%. Selain itu angka golput tercatat sebesar 30,42%.85
pemilihan ini, yaitu ke DKPP dan Mahkamah Konstitusi. Selain itu, koalisi merah
putih di DPR juga berencana meluncurkan pansus pilpres yang akan memanggil
pelaksanaan Pemilu yang lebih baik pada masa depan. Selain itu juga ada rencana
pada tanggal 25 Juli 2014 dengan klaim kemenangan seharusnya ada di pihak
Prabowo dengan 67.139.153 atau 50,25 persen suara dan 66.435.124 atau 49,75
persen suara untuk pasangan nomor urut 2. Pada tanggal 21 Agustus 2014, MK
85
Ibid
65
pada 30 Juli 2014 sebelum keluarnya persetujuan MK. Namun Ketua DKPP,
Jimly Asshiddiqie menyatakan gugatan ini hanya terkait masalah etika individu di
No.14/PUU-XI/2013 tentang uji materi Pasal 3 ayat (5), Pasal 9, Pasal 12 ayat (1)
dan ayat (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112 UU No.42/2008 tentang Pemilu
pemilu serentak yang akan dilaksanakan pada pemilu 2019 dan pemilu seterusnya,
Presiden dan Wakil Presiden dan Pemilu legislatif untuk memilih anggota
1. Dasar Hukum
Pemilu yang sebelumnya pada 2004, 2009 dan 2014 dilaksanakan secara
dua kali yaitu pemilihan legsilatif dan pemilihan presiden, mengalami perubahan
sebagian oleh majelis hakim MK. 87 Majelis hakim konstitusi menyatakan Pasal 3
86
Ibid.
87
Muhammad Mukhtarrija, I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani dan Agus Riwanto, Inefektifitas
Pengaturan Presidential Threshold dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
66
12 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112 UU 42/2008, tidak
lanjutan dari Pasal 3 ayat (5) UU 42/2008 maka seluruh pertimbangan mengenai
penggabungan pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilu eksekutif dalam satu hari
berlaku pada negara yang menganut sistem presidensial. Berbeda dengan sistem
menghasilkan pejabat eksekutif. Sebab partai politik atau koalisi partai politik
yang memenangi pemilu yang menguasai mayoritas kursi parlemen sehingga bisa
membentuk pemerintahan.88
akan diselenggarakan secara serentak. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal
tahun sekali.” UU No.7/2017 terdiri atas 573 Pasal, penjelasan dan 4 lampiran.
Pemilihan Umum, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum No.4 Vol.24, Yogyakarta: Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia, 2017, hlm.651.
88
Muhadam Labolo dan Teguh Ilham, Op.Cit, hlm.248.
67
langsung, umum, bebas, rahasia jujur dan adil. Jika dibandingkan dengan dasar
hukum untuk pemilu-pemilu sebelumnya, maka ada yang berbeda pada pemilu
2. Syarat Jabatan
Persyaratan calon Presiden dan Wakil Presiden diatur pada Pasal 169 UU
68
perolehan suara 44,50%. Berikut ini nomor urut resmi paslon, Partai pengusung
89
https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Presiden_Indonesia_2019, diakses tanggal 10
Mei 2020.
69
Hasil dari pemilu ini telah secara resmi diumumkan oleh KPU pada Selasa,
21 Mei 2019 dini hari. Namun hasil dari Pilpres ini tidak diterima oleh Badan
mengajukan gugatan sengketa hasil Pilpres kepada MK.Pada Rabu 26 Juni 2019,
Pemilu (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2019 yang diajukan oleh Paslon
hukum tidak beralasan. Maka pada tanggal 20 Oktober 2019 Paslon Jokowi dan
Ma’ruf Amin resmi dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia
periode 2019-2024.90
90
Ibid.
70
Parpol itu pada pokoknya memiliki kedudukan (status) dan peranan (role)
yang sentral dan penting dalam setiap sistem demokrasi. Parpol biasa disebut
penghubung antara pemerintahan negara (the state) dengan warga negaranya (the
partai politiklah yang membentuk demokrasi, bukan sebaliknya. Oleh sebab itu,
demokratis.91
politik meliputi: (i) sarana komunikasi politik, (ii) sosialisasi politik, (iii) sarana
rekruitmen politik, dan (iv) pengaturan konflik. Sedangkan menurut Yves Meny
dan Andrew Knapp, fungsi partai politik itu mencakup fungsi (i) mobilisasi dan
integrasi, (ii) sarana pembentukan pengaruh terhadap prilaku memilih, (iii) sarana
sebagai sarana:92
91
Jimly Asshidiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Jakarta:
PT.Bhuana Ilmu Populer, 2008, hlm.710.
92
Pasal 11 ayat (1) UU No.2/2008 Tentang Partai Politik.
71
khusus. Tujuan khusus itu adalah untuk meningkat partisipasi politik anggota dan
cita-cita parpol dan membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan
72
sama-sama terkait satu sama lain. Sebagai sarana komunikasi politik, partai
politik, setelah itu kebijakan atau aspirasi kebijakan itu diadvokasikan sehingga
sejauh mana pemerintah dalam menjalankan fungsinya, dengan cara seperti apa
dan bagaimana capaian yang dikehendaki. Partai politik ini berada diantara
ini. Dalam hubunga ini tentunya akan sangat tergantung di pihak mana partai
politik berada, apakah di pihak pemerintah ataukah oposisi, tentunya hal ini akan
pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat, melalui proses
93
Pasal 10 ayat (2) UU No.2/2008 tentang Partai Politik.
94
Imam Yudhi Prasetya, Pergeseran Peran Ideologi Dalam Partai Politik, Jurnal Ilmu Politik dan
Ilmu Pemerintahan Vol.1 No.1, Tanjung Pinang: Universitas Maritim Raja Ali Haji, 2011, hlm.34.
73
keputusan yang kemudian perilaku seperti akan menjadi modal untuk pelaksanaan
Parpol berperan penting dalam melakukan sosialisasi politik. Ide, visi dan
masyarakat luas. Terkait dengan sosialisasi poltik ini, partai juga sangat berperan
jenjang-jenjang dan posisi-posisi tertentu. Kader-kader itu ada yang dipilih secara
langsung oleh rakyat ada pula yang dipilih melalui cara yang tidak langsung
seperti oleh DPR atau melalui cara-cara tidak langsung lainnya. Tentu tidak
semua jabatan dapat diisi oleh peranan partai politik, partai hanya boleh terlibat
dalam pengisian jabatan-jabatan yang bersifat politik dan karena itu pengangkatan
95
Ibid, hlm.33.
74
tugasnya dengan baik sesuai dengan jabatan yang mereka pegang. Dalam alam
derajat tertentu, untuk mendapatkan suatu hal tetapi ada aturan bagaimana cara
yang ada. Dengan adanya partai politik maka individu-individu tadi akan lebih
tanpa partai politikpun bisa mendapatkannya tetapi tentunya akan lebih sulit. 96
Fungsi keempat adalah pengatur dan pengelola konflik yang terjadi dalam
antara warga negara dengan pemerintahnya. Selain itu partai juga melakukan
yang bersifat heterogen, dari segi etnis, sosial-ekonomi ataupun agama. Disinilah
mungkin.97
sangat beraneka ragam, rumit, dan cenderung saling bersaing dan bertabrakan satu
sama lain. Jika partai politiknya banyak, berbagai kepentingan yang beraneka
75
lain. Sebagai pengatur atau pengelola konflik partai berperan sebagai sarana
partai politik. Sebelum “Republik Indonesia” berdiri, Parpol telah berfungsi dan
keberadaan partai politik semakin marak dengan lahirnya banyak partai politik
pemerintah menyukai lahirnya partai-partai politik agar segala aliran paham yang
ada dalam masyarakat dapat dipimpin ke jalan yang teratur. Meskipun demikian,
ternyata fungsi dan peranan partai politik mengalami dinamika atau pasang surut
sosial dan partai politik yang sudah dibentuk pada masa kekuasaan kolonial
Belanda dan kekuasaan pendudukan Jepang. Diantara partai politik yang berdiri
98
A. Gau Kadir, Dinamika Partai Politik di Indonesia, Jurnal Sosiohumaniora, Volume 16 No. 2
Juli 2014: 132 -136, Makassar: Universitas Hasanuddin, 2014, hlm.134.
76
menunjukkan fungsi dan peranan yang kuat. Partai politik dan parlemen (DPR)
parlemen. Sistem politik ini diterapkan dalam sistem multi partai. Betapa sulit
membentuk kabinet. Tidak ada satupun kabinet yang dapat menyelesaikan masa
tugasnya.100
pemerintahan pada masa itu. Itulah sebabnya, pada periode Demokrasi Terpimpin
jumlah partai politik melalui penetapan Presiden No. 7 tahun 1959 tentang Syarat-
kebijakan itu disisi lain menyebabkan kekuasaan terpusat di tangan presiden yakni
99
Lili Romli, Masalah Kelembagaan Partai Politik Pasca di Indonesia Pasca Orde-Baru, Jurnal
Penelitian Politik Vol.5 No.1, Jakarta: Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), 2008, hlm.22.
100
A. Gau Kadir, Op.Cit, hlm.134.
77
partai.101
berlangsung pula dalam masa sistem politik Demokrasi Pancasila. Pada awal
masa ini, terdapat sembilan partai politik yaitu; PNI, Partai Nahdlatul Ummah
(PNU), Partai Kristen Indonesia (Parkindo) ,Partai Katolik, Partai Syarikat Islam
(Murba), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) dan Golongan Karya (Golkar). 102
Atas dasar himbauan tersebut tahun 1971 di DPR muncul kelompok “Persatuan
kelompok ini selanjutnya melakukan fusi tahun 1973 sehingga lahir Partai PPP
sebagai fusi dari partai-partai politik Islam dan Partai PDI sebagai fusi dari
kekuatan sosial politik yakni PPP, Golkar dan PDI, sebagai infra struktur sistem
101
Ibid.
102
Ibid.
78
Pada era ini, fungsi dan peranan partai politik melemah. Hal ini antara lain
kepengurusan di kecamatan dan desa. Hal ini tidak memungkinkan partai politik
No. 2 tahun 1999 tentang partai politik memberikan peluang bagi seluruh warga
negara Republik Indonesia untuk membentuk partai politik. Hal ini dipandang
sejalan dengan pasal 28 UUD 1945 tentang kebebasan berserikat dan berkumpul.
Tercatat ada 141 partai politik dan 48 diantaranya dinyatakan memenuhi syarat
untuk dapat mengikuti Pemilu tahun 1999. Tumbuhnya partai-partai politik baru,
maka pada pemilu legislatif tahun 1999 tampil 48 partai politik yang bersaing,
103
Ibid, hlm.135.
104
Ibid.
105
Azyumardi Azra, Reposisi Hubungan Agama dan Negara, Jakarta: Penerbit Kompas, 2002,
hlm.60.
79
Pada pemilu legislatif tahun 2009 naik lagi menjadi 38 partai politik
Keistimewaan Aceh, peserta pemilu yang bersaing dan pemilu legislatif 2014
tampil 12 partai politik ditambah 3 parpol lokal Aceh. Sedangkan pada pemilu
2019 tampil 16 partai politik sebagai peserta Pemilu ditambah 4 partai lokal Aceh.
Nampaknya sistem multi partai memungkinkan jumlah partai politik tidak stabil,
dimana partai politik baru bisa saja muncul dari adanya tuntutan perubahan dalam
masyarakat.
Parpol di Indonesia masih mengalami masalah serius dari sisi institusi atau
paling tidak ada tiga masalah terkait masalah kelembagaan Parpol. Ketiga masalah
tersebut yaitu ideologi dan platform serta rekrutmen dan kaderisasi partai politik
dibawah ini.
106
A.Gau Kadir, Op.Cit, hlm.135.
80
Ideologi merupakan ciri paling utama yang membedakan suatu partai dengan
partai lain karena setiap partai memiliki ideologi yang berbeda-beda. Ideologi
yang berasal dari dua kata idea yang berarti gagasan atau ide dan logos yang
berarti ilmu dapat diartikan secara istilah sebagai suatu sistem sebara ide,
kepercayaan (beliefs), yang membentuk sistem nilai dan norma serta sistem
peraturan (regulation) ideal yang diterima sebagai fakta dan kebenaran oleh
kelompok tertentu.107
Ideologi yang merupakan sistem nilai dan norma tentu masih bersifat
abstrak. Perlu ada penjabarannya lebih lanjut. Ideologi yang dianut oleh suatu
partai politik perlu diterjemahkan ke dalam hal-hal yang rill dan langsung
memahami dan mengerti tentang ideologi yang dianut oleh suatu partai politik.
Cara untuk menerjemahkan ideologi yang dimiliki oleh suatu partai politik ke
dalam hal-hal yang riil dan konkret dirumuskan dalam bentuk platform partai
politik.
Platform partai berisikan panduan umum dan garis besar arah kebijakan
partai memuat hal-hal penting dan mendasar yang digunakan sebagi acuan dasar
bagi penyusunan hal-hal yang harus dilakukan, seperti program kerja dan isu
politik. Platform partai merupakan cetak biru, dimana sistem nilai dan norma
107
Muhadam Labolo dan Teguh Ilham, Op.Cit, hlm.185.
81
politik tersebut belum dirumuskan dan diterjemahkan ke dalam bentuk yang riil
dan konkret. Umumnya partai partai politik yang ada masih terpaku pada ideologi
abstrak yang mereka anut tersebut, dan ideologi yang mereka miliki belum sampai
dikonkretkan dalam bentuk cetak biru (platform) berupa program dan kebijakan-
kebijakan yang riil. Kalaupun ada program dan kebijakan yang mereka rumuskan
Hal ini karena menguatnya korporatisasi negara atas partai politik. Pada masa
dengan cara fusi. Pemerintah menentukan dua kluster Parpol, PPP mewakili partai
Islam dan PDI mewakili Partai Nasionalis, serta satu Golongan Karya. Tidak
hanya ideologi, Platform partai pun tidak luput dari upaya penyeragaman. Kondisi
seperti itu yang terjadi dalam kurun waktu kurang lebih 30 tahun membuat
ideologi partai menjadi luntur, ketika Orde Baru runtuh dan demokrasi yang
108
Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era
Demokrasi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008, hlm.119.
82
karakter partai berubah menjadi partai lintas kelompok, atau catch-all party.109
Kuskridho, politik kartel adalah politik dimana partai dan aktivitasnya tidak lagi
sendiri dan politik menjadi profesi dalam dirinya. Ciri-ciri politik kartel adalah
partai tidak lagi mengusung atau mewakili segmen masyarakat tertentu yang
ekslusif tetapi mengutamakan program partai yang efektif, efisien dan pragmatis.
mementingkan tujuan untuk berkuasa ketimbang apa saja yang akan dilakukan
setelah berkuasa.110
Indonesia kedalam empat kategori, yaitu partai yang berideologi Islam, partai
Relegius, serta partai yang berideologi Kristen dalam tabel berikut ini: 111
109
Didik Supriyanto, Kebijakan Keuangan Partai Politik: Review Terhadap PP No. 5/2009 dalam
Rangka Penyusunan Peraturan Pemerintah Baru Berdasar UU No. 2/2011, Jurnal Pemilu dan
Demokrasi Vol.3, Jakarta: Perludem, 2012, hlm154.
110
Firmanzah, Op.Cit, hlm 22.
111
Imam Yudhi Prasetya, Op.Cit, hlm.37.
83
moral, nilai-nilai ajaran agama. Dan terakhir Kristen ketika di dalam AD/ART-
Agama Kristen.112
Indonesia
aktivitas Parpol pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, saat pembentukan
koalisi Parpol untuk mengusung Paslon Presiden dan Wakil Presiden terlihat
adanya koalisi Parpol yang berideologi berbeda namun berada dalam satua koalisi
Parpol pengusung.
112
Ibid.
84
dengan Islam. Pada putaran kedua, Paslon Megawati dan Hasyim Muzadi yang
diusung terdiri dari lima partai, yaitu PDIP, PDS, Golkar, PPP, PBR. PDIP yang
merupakan partai Nasionalis Sekuler berhasil mengajak bergabung PPP dan PBR
yang notabene merupakan Partai berideologi Islam. Koalisi kebangsaan ini dinilai
aneh karena Ideologi PDIP, PDS, dan Golkar jarak ideologinya berbeda jauh
dengan PPP dan PBR. Bahkan sebelum dilaksanakannya Pemilu, PPP menyatakan
sikap untuk menolak perempuan untuk menjadi Presiden. Namun, ketika PDIP
meminang Hasyim Muzadi untuk bergabung membentuk kabinet baru, PPP malah
menerimanya.113
Tidak jauh berbeda dengan Koalisi Kebangsaan, Kubu SBY dan JK yang
PKPI yang berideologi Nasionalis dengan PKB dan PKS yang berideologi Islam.
Dari koalisi yang mengikuti putaran kedua Pilpres pada 2004 dapat disimpulkan
Pada Pilpres 2009 yang diikuti oleh 3 pasangan calon, yaitu Megawati-
Prabowo Subianto, SBY Boediono, dan JK-Wiranto. Jika dilihat dari komposisi
113
Muhadam Labolo dan Teguh Ilham, Op.Cit, hlm.194.
114
Ibid, hlm.195.
85
oleh pemerintahan SBY jilid II ini ternyata dalam perjalanannya juga menuai
masalah. PKS yang notabene dari awal menyatakan diri sebagai bagian koalisi
malahan sering sekali tampil seperti oposisi. Banyak sekali perbedaan pendapat
antara PKS dengan anggota Koalisi yang lain. Mulai dari masalah kenaikan harga
Bahan Bakar Minyak hingga masalah Bantuan Lansung Sementara Masyarakat. 115
Pada Pilpres 2014 koalisi partai lintas Ideologi juga terjadi. Parpol
mainstream berideologi Islam seperti PKS, PPP, dan PBB memilih berkoalisi
bersama Golkar, Gerindra, dan PAN yang berideologi Nasionalis Relegius untuk
diusung oleh Parpol lintas Ideologi, yaitu PDIP bersama PKB, Hanura dan
Nasdem.
Sedangkan pada tahun 2019 dengan calon Presiden yang sama dengan
diusung oleh Parpol Gerindra, Demokrat, PAN, dan PKS. Dipihak Jokowi-Amin
diusung Parpol PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura, dan PKPI, berkoalisi dengan PPP,
PBB, dan PKB. Koalisi Parpol lintas Ideologi masih terjadi pada Pemilu 2019.
115
Ibid, hlm.195-196.
86
Partai Politik
Dalam organisasi politik peran anggota signifikan karena para anggota ini akan
dan program partai kepada masyarakat. Selain itu, anggota merupakan sumber
jabatan-jabatan politik yang akan diraih hasil dari Pemilu. Untuk mengisi
baik tentu memiliki sistem rekrutmen yang baik. Sistem rekrutmen itu mencakup
pola seleksi penjenjangan dan pendidikan bagi para anggotanya. Dengan demikian
masyarakat pada jabatan-jabatan politik yang bersifat strategis. Makin besar andil
87
Selain rekrutmen anggota, partai politik yang melembaga dengan baik akan
terus menerus. Tujuan dari kaderisasi dan pendidikan politik untuk meningkatkan
Persoalan yang umumnya muncul pada partai-partai politik saat ini adalah
pendidikan bagi para anggota kurang dilakukan secara lebih memadai. Memang
ada beberapa partai politik yang sudah melakukan seperti itu, namun sebagian
legislatif atau eksekutif, semua itu menunjukkan bahwa partai politik belum
Jika ditelusuri lebih dalam, maka akan menemukan garis merah antara
pola kaderisasi Parpol. Idealnya, jika sistem rekrutmen dan pola kaderisasi
116
Bijah Subijanto, Penguatan Peran Partai Politik dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat,
diunduh pada tanggal 7 Juni 2020 di
https://bappenas.go.id/files/2513/4986/1926/bijah__20091015142354__2381__0.pdf
117
Lili Romli, Masalah Kelembagaan Partai Politik Pasca di Indonesia Pasca Orde-Baru, Jurnal
Penelitian Politik Vol.5 No.1, Jakarta: Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), 2008, hlm.29.
88
fenomena berpindahnya kader Parpol dari satu partai ke partai lain. Fenomena
politik dan pola kaderisasi dan gagal dalam menanamkan ideologi partai pada
kadernya.118
terbenturnya partai dalam hal finansial. Dapat dipahami bahwa saat ini Parpol
cenderung sulit untuk mengumpulkan dana yang berasal dari iuran anggotanya.
Akibatnya Parpol telah berubah dari organisasi politik yang berperan dalam
yang handal berubah menjadi agen penyedia “tiket” bagi orang-orang berduit
kader terbaiknya untuk dicalonkan sebagai Capres dan Cawapres, hal ini dapat
dilihat dari beberapa perhelatan Pilpres yang telah dilaksanakan Capres maupun
Cawapres masih didominasi oleh elit-elit Parpol dan penyandang dana yang besar
118
Muhadam Labolo dan Teguh Ilham, Op.cit, hlm.197.
119
Ibid.
89
dua Paslon dan membuat masyarakat terbelah cukup ekstrim. Seandainya ada
Kenyataannya pada Pilpres 2014 dan 2019 Parpol terbelah menjadi dua
koalisi besar, karena tidak ada satu Parpol pun yang dapat mengusung sendiri
tanpa berkoalisi untuk mencalonkan Capres dan Cawapres karena tidak memenuhi
syarat ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden atau Presidential
Threshold sebesar 20% kursi di DPR atau 25% suara sah nasional. Koalisi
tersebut bukan tidak mungkin terjadi karena adanya politik transaksional dan
kartel politik dan menjadi sumber mula kejahatan korupsi yang hingga saat ini
masih didominasi oleh politikus baik anggota DPR, kepala daerah, menteri
diistilahkan dengan minimum barrier atau batas minimum. Istilah ini sering
90
batas dukungan dari DPR, baik dalam bentuk jumlah perolehan suara (ballot) atau
jumlah perolehan kursi (seat) yang harus diperoleh partai politik peserta pemilu
agar dapat mencalonkan Presiden dari partai politik tersebut atau dengan
minimal syarat pencalonan presiden dan wakil presiden berdasarkan jumlah kursi
suara yang ada di parlemen atau jumlah suara sah secara nasional yang di dapat
adalah PT ini menjadi salah satu cara penguatan sistem Presidensil melalui
berdasarkan perolehan suara 50% plus satu dan tersebar di 20% provinsi. Apabila
120
Muhammad Sidiq Armia, Penghapusan Presidential Threshold Sebagai Upaya Pemulihan Hak-
Hak Konstitusional, Jurnal Kajian Ilmu Hukum dan Syariah Vol.1 No.2, Aceh: Universitas Islam
Negeri Ar-Raniry, 2016, hlm.85.
121
Lutfil Ansori, Telaah Terhadapa Presidential Threshold dalam Pemilu Serentak 2019, Jurnal
Yuridis Vol.4 No.1, Surabaya: Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel, 2017, hlm.16.
91
akan dilakukan secara koalisi. Contohnya adalah Partai Demokrat dengan suara
minoritas pada tahun 2009 akhirnya mengajak partai Golkar masuk dalam kabinet
Harris, secara teoritis basis legitimasi seorang presiden dalam skema sistem
presidensial tidak ditentukan oleh formasi politik parlemen hasil pemilu legislatif.
Lembaga presiden dan parlemen dalam sistem presidensial adalah dua intitusi
Dengan demikian, sistem presidensial akan tetap efektif dan kuat dalam
persyaratan ambang batas bagi partai politik pengusung calon Presiden dan Wakil
Wapres juga tidak sepenuhnya tepat. Hal ini karena Parpol sebagai peserta Pemilu
sudah diseleksi secara ketat oleh KPU, sehingga Parpol yang lolos verifikasi yang
ketat sebagai Parpol peserta pemilu yang kemudian mengusulkan calon Presiden
dan Wakil Presiden. Penyeleksian partai politik peserta pemilu yang dilakukan
oleh KPU dan masih berlaku Parliementary Threshold atau ambang batas
Parlemen sebesar 4% yang diatur dalam Pasal 414 ayat (1) UU No.7/2017,
122
Sabrina Asril, Pengamat: Presidential Threshold Konspirasi Jahat Partai Besar,
https://nasional.kompas.com/read/2014/01/25/1115549/Pengamat.Presidential.Threshold.Konspira
si.Jahat.Partai.Besar, diakses Pada tanggal 29 Juni 2020.
123
Syamsuddin Haris, Salah Kaprah Presidential Threshold, http://nasional.sindonews
.com/read/683795/18/salah-kaprah-presidential-threshold-1351561633,diakses pada 29 Juni 2020.
92
keterpilihan Presiden.124
kali dirumuskan sejak Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilakukan secara
langsung atau setelah Amandemen UUD 1945 yaitu pada Pemilu 2004. Dalam
2004 dirumuskan pada Aturan Peralihan Pasal 101 yang mensyaratkan Parpol atau
kurangnya 3% jumlah kursi DPR atau 5% dari perolehan suara sah nasional dalam
Sedangkan pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2009 dan
93
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang dilakukan pada tahun 2004,
2009, dan 2014 menggunakan perolehan jumlah kursi DPR dan suara sah nasional
pada hasil Pemilu Legislatif yang telah dilaksanakan sebelumnya sebagai ambang
dilakukan sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Hal ini tentu
yang digunakan adalah perolehan jumlah kursi atau suara sah nasional Pileg 2014.
kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau
memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang berlaku pada Pemilu 2004, 2009 dan
2014, merupakan penjabaran dari UUD NRI 1945 Pasal 6A ayat (2) yang
menyatakan bahwa “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh
partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum
94
(2) mempunyai perbedaan dengan Pasal 222 UU No.7/2017. UUD NRI 1945
Pasal 6A ayat (2) tidak menentukan berapa jumlah suara sebagai syarat
No.42/2008 tentang Pilpres, lahir konsep Pemilu serentak. Pemilu serentak adalah
pelaksanaan Pileg dan Pemilu Presiden dan Pilpres yang dilaksanakan secara
berlaku pada pemilu 2019 dan pemilu seterusnya. MK mengabulkan sebagian uji
materi Undang-Undang No. 42 Tahun 2008, yaitu Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat
(1) dan (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112, tetapi MK tidak mengabulkan uji
terkait dengan pasal yang mengatur tentang PT. Semua putusan tersebut dalam
125
Lutfil Ansori, Op.Cit, hlm.17.
95
bahwa PT merupakan kebijakan hukum terbuka atau dapat disebut sebagai open
legal policy. Open Legal Policy merupakan kewenangan yang diberikan secara
bebas kepada pembuat undang-undang dalam hal ini DPR dan Presiden untuk
Politik
paling besar terkena imbas dari adanya PT. UU No.7/2017 pada intinya telah
menyatakan bahwa PT adalah 20% kursi di DPR atau 25% suara sah nasional
yang dimiliki Parpol atau gabungan Parpol. PT tersebut diambil dari Pileg yang
diselenggarakan pada tahun 2014 dan untuk Pilpres tahun 2024 mendatang akan
Melihat hasil Pemilu legislatif tahun 2019 tidak ada satu Parpol yang
mendapatkan suara 20% suara DPR atau 25% suara sah secara nasional, PDIP
sebagai pemenang Pemilu hanya memperoleh 19,5% suara. Artinya tidak ada satu
Parpol yang dapat mencalonkan pasangan Presiden dan Wapres. Kondisi tersebut
Calon Presiden dan Wakil Presiden (UUD 1945 Pasal 6A ayat (2)). Adanya PT
96
Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Saldi Isra memiliki pendapat berbeda atau
rights) dari Parpol peserta Pemilu untuk mengusulkan Paslon Presiden dan
Wapres yang diatur secara eksplisit dalam Pasal 6A ayat (2), yang berdasarkan
ketentuan itu seluruh Parpol yang telah ditetapkan sebagai peserta pemilu dalam
satu periode pemilu memiliki hak untuk mengusulkan paslon Presiden dan
Lebih lanjut Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Saldi Isra dalam dissenting
126
Ayon Diniyanto, Mengukur Dampak Penerapan Presidential Threshold di Pemilu Serentak
Tahun 2019 Jurnal Indonesian State Law Review Vol.1 No.1, Semarang: Universitas Negeri
Semarang, 2018, hlm.87
97
presiden menurut Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Saldi Isra juga potensial
mengamputasi salah satu fungsi partai politik, yaitu menyediakan dan menyeleksi
calon pemimpin masa depan. Disadari atau tidak, dengan rezim presidential
pemilu. Dengan membuka kesempatan kepada semua partai politik peserta pemilu
melihat ketersediaan calon pemimpin bagi masa depan. Selain itu, masyarakat
juga disediakan pilihan yang beragam untuk calon pemimpin tertinggi di jajaran
Dampak PT terhadap Parpol tidak berhenti sampai distu saja. Parpol baru
peserta Pemilu ditahun 2019 maupun dimasa mendatang yaitu Pilpres 2024
98
hanya dapat berkampanye terhadap calon Presiden dan Wakil Presiden yang
didukung. Parpol baru tidak bisa mencalonkan calon Presiden dan Wakil Presiden
karena Parpol baru belum mempunyai suara di DPR. Hal tersebut berbeda dengan
Parpol lama yang telah mempunyai suara di DPR. Parpol lama yang mempunyai
suara di DPR dapat mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden. Walaupun Parpol
Adanya perbedaan antara Parpol lama dengan Parpol baru peserta Pemilu
perlakuan terhadap Parpol lama dan baru jelas sekali tidak sesuai dengan amanat
konstitusi. Konstitusi telah secara jelas menyatakan bahwa setiap Parpol atau
tidak membedakan antara Parpol lama dengan Parpol baru dalam pencalonan
Artinya Parpol baru dirugikan dua hal dalam waktu yang bersamaan.
Pertama Parpol baru tidak bisa secara sendiri mencalonkan Presiden dan Wakil
Presiden. Kedua Parpol baru tidak bisa mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden
walaupun berkoalisi dan memenuhi syarat PT. Kerugian Parpol baru juga
diperparah dengan gambar Parpol yang tidak dicantumkan sebagai pengusul calon
Presiden dan Wakil Presiden. Jumlah batasan sumbangan dana kampanye Parpol
baru terhadap calon Presiden dan Wakil Presiden juga berbeda dengan Parpol
127
Ayon Diniyanto, Ibid, hlm.88
99
Ada satu hal yang prinsip dan merupakan kerugian bagi Parpol lama.
Parpol yang dapat mengusulkan calon Presiden dan Wakil Presiden tidak boleh
absen atau netral dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Mereka harus
ikut mengusulkan calon Presiden dan Wakil Presiden walaupun harus dengan
berkoalisi dengan partai lain. Jika Parpol lama yang dapat mengusulkan calon
Presiden dan Wakil Presiden tetapi tidak ikut mengusulkan maka konsekuensi
yang didapat adalah Parpol tersebut tidak dapat mengikuti Pemilu lima tahun
mendatang. Ketentuan itu diatur dalam pasal 235 ayat (5) UU No.7/2017 yang
berbunyi "Dalam hal partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi
Ketentuan Pasal 235 ayat (5) disatu sisi dimaksudkan untuk mencegah
namun disisi lain memaksa Parpol yang tidak memenuhi ambang batas
pencalonan untuk melakukan koalisi dengan Parpol lain, hal tersebut merupakan
kerugian bagi partai politik. Dikatakan kerugian karena tidak semua Parpol
dan Wakil Presiden. Adanya koalisi Parpol dalam kondisi ini juga sangat rentan
128
Glery Lazuardy, Parpol Baru Belum Dapat Mengusung Capres, Ini Konsekuensinya,
http://www.tribunnews.com/nasional/2018/05/24/parpol-baru-belumdapat-mengusung-capres-ini-
konsekuensinya, diakses pada tanggal 29 Juni 2020.
100
presidensial, karena Presiden tersandera oleh partai politik dalam koalisinya. 129
Presidensiil
Cawapresnya. Yang ada justru sebaliknya. Jutsru yang muncul adalah negara-
1. Amerika Serikat
yang paling mapan, Amerika tidak menerapkan ambang batas. Pada Pilpres
2016, misalnya, selain Hillary Clinton dan Tim Kaine dari Partai Demokrat,
serta Donald Trump dan Mike Pence dari Partai Republik. Selain itu juga
kecil dan independen). Misalnya, pasangan Gary Johnson dan Bill Weld dari
Partai Liberal (Libertarian Party), pasangan Jill Stein dan Ajamu Baraka
129
Liputan6.com, Golkar: Tidak Ada Istilah Partai Abstain di Pilpres,
https://www.liputan6.com/pilpres/read/3608506/golkar-tidak-ada-istilahpartai-abstain-di-pilpres,
pada tanggal 29 Juni 2020.
130
Abdul Ghoffar, Problematika Presidential Threshold: Putusan Mahkamah Konstitusi dan
Pengalaman di Negara lain, Jurnal Konstitusi Vol.15 No.3, Jakarta: Mahkamah Konstitusi, 2018,
hlm.490-492.
101
independen yang total terdapat sekitar 24 calon yang terdaftar di surat suara
di beberapa negara bagian atau menjadi calon tertulis. Meski demikian, tidak
ada calon dari partai ketiga tersebut, yang mendominasi sebuah negara
2. Brazil
Presiden dan dan Wakil Presiden Republik akan dipilih secara bersamaan
pada hari Minggu pertama bulan Oktober, dan jika harus ada putaran
kedua maka akan dilakukan pada hari minggu terakhir bulan Oktober
saat itu.
Dalam Bab V yang mengatur khusus soal Parpol, juga tidak menyebut
sama sekali soal ambang batas pengajuan calon presiden. dalam bab
hak asasi manusia. Atas dasar itu, maka setiap partai memiliki kebebasan
102
3. Peru
Republik dipilih melalui hak pilih langsung. Calon yang mendapat suara
lebih dari separuh suara pemilih dinyatakan sebagai calon terpilih. Suara
yang tidak sah atau kosong tidak dihitung. Dalam hal tidak ada calon
putaran kedua dalam waktu tiga puluh hari sejak pengumuman hasil
pemilihan secara resmi. Putaran kedua diikuti oleh dua calon yang
sama. Masa jabatan presiden selama lima (5) tahun. Presiden petahana
103
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sebelum Amendemen UUD 1945 yang dilakukan secara bertahap sejak tahun
1999 sampai tahun 2002, telah berlaku setidaknya empat periodisasi Konstitusi
yang berbeda-beda, yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS, dan UUDS1950, dan
2. Salah satu gagasan sentral amendemen UUD 1945 adalah penguatan Sistem
Presiden dan Wapres secara langsung sekaligus mengubah kedudukan MPR yang
tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara. Terjadinya Seperation of Powers atau
dan Yudikatif.
3. Parpol sebagai pilar demokrasi memiliki peran yang sangat penting dalam
Pemilu Presiden dan Wapres, peran Parpol bahkan langsung diamanatkan dalam
Konstitusi yaitu Pasal 6A ayat (2) UUD NRI 1945, yaitu satu-satunya lembaga
yang dapat mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Parpol
104
Parpol sendiri seperti lemahnya Ideologi dan platform, lemahnya rekrutmen dan
yaitu adanya Presidential Threshold yang melanggar hak konstitusional Parpol itu
B. Saran
konsisten, sesuai semangat Amandemen UUD 1945 dan prinsip negara hukum
dan demokrasi yaitu dengan pengaturan dan pelaksanaan, serta perbaikan Pemilu
Parpol, dan skema pendanaan Parpol yang sehat dan terbuka sesuai ketentuan
merupakan open legal policy atau kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-
undang, maka DPR dan Presiden (Pasal 20 ayat (2) UUD NRI 1945) harus
105
Parpol dan Prinsip negara demokrasi. Dengan studi komparasi atau perbandingan
106
A. Buku
Azra, Azyum ardi, Reposisi Hubungan Agama dan Negara, 2002, Penerbit
Kompas, Jakarta.
Labolo, Muhadam dan Teguh Ilham, 2017, Partai Politik dan sistem Pemilihan
Umum di Indonesia: Teori, Konsep dan Isu Strategis, PT RajaGrafindo,
Jakarta.
Lubis, M. Solly Ilmu Negara Edisi Revisi, 2014, CV Mandar Maju, Bandung.
107
B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949.
Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante
dan Anggota DPR.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (Tap MPRS)
No.XV/MPRS/1966 tentang Pemilihan/Penunjukkan Wakil Presiden dan Tata
Cara Pengangkatan Pejabat Presiden.
Tap MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 Tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah
Negara dari Presiden Soekarno.
Tap MPRS No. XLIV/MPRS/1968 tentang Pengakatan Pengemban Tap MPRS
No. IX/MPRS/1966 Sebagai Presiden Republik Indonesia.
Tap MPR No. II/MPR/1973 tentang Tata Cara Pemilihan Presiden dan Wapres
Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilu.
108
109
110
111