Anda di halaman 1dari 75

RANGKAP JABATAN PEJABAT PUBLIK DALAM

SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

OLEH:

NAMA : Imanuel R Masela


NIM : 2014-21-254

SKRIPSI

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN


MEMPEROLEH GELAR SARJANA HUKUM

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2018
PERNYATAAN KEASLIAN NASKAH

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam penulisan

skripsi ini, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di salah satu Perguruan Tinggi, sepanjang pengetahuan saya, tidak

pernah terdapat karya atau skripsi dengan judul serta masalah yang pernah ditulis

dan diuji pada ujian skripsi atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis

yang diakui dalam Naskah ini, dan disebut dalam daftar pustaka. Saya bersedia

dituntut secara hukum maupun dikenakan sanksi Akademis, apabila dikemudian

hari ternyata pernyataan yang saya buat ini tidak benar

Ambon, Januari 2018

Imanuel R Masela
Nim : 2014-21-254
ABSTRAK

Imanuel R Masela, NIM 2014 21 254, dengan judul skripsi Rangkap Jabatan
Pejabat Publik Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, dibawah bimbingan
Dr.Jemy.J.Pietersz. SH. MH sebagai Pembimbing I dan Dr.Victo.J. Sedubun. SH.
LLM sebagai Pembimbing II.

Metode penelitian yang digunakan dalam menganalisis dan membahas


Permasalahan yaitu normatif. Penelitian yang difokuskan untuk mengkaji
Penerapan Kaedah-kaedah atau norma-norma dalam Hukum Positif.
Rangkap jabatan merupakan permasalahan yang terjadi dalam
penyelengaraan pemerintahan di Indonesia saat ini dari tahun ke tahun semakin
meningkat, tindakan tersebut terjadi pada lingkungan birokrasi mulai dari tingkat
pusat sampai pada daerah, dari tingkatan organisasi pemerintahan yang paling
tinggi hingga pada tingkatan yang paling rendah. Rangkap jabatan oleh sejumlah
pejabat publik merupakan pelanggaran terhadap sejumlah peraturan perundang-
undangan yang merupakan hukum positif dan sampai sekarang masih berlaku
namun tidak ada tindakan yang tegas oleh Pemerintah terhadap pejabat publik yang
merangkap jabatan sebagai upaya yang mencerminkan idealnya kekuasaan hukum.
Rangkap jabatan tidak dapat dipandang sebagai sesuatu yang biasa dalam
penyelenggaraan pemerintahan karena dapat berakibat ketidak efektifnya suatu
organ pemerintah, melanggar norma-norma hukum yang berlaku dan Asas-asas
Hukum Pemerintaha yang Baik (AAUPB), merusak sendi-sendi pemerintahan yang
selama ini ditata, Serta potensi besar terjadinya konflik kepentingan yang akan
mendorong pada tindak pidana korupsi oleh sebab itu Pejabat Publik dalam
melaksanakan fungsinnya harus taat terhadap norma-norma hukum yang berlaku,
memegang teguh sumpah jabatan serta tunduk terhadap kode etik profesinya.

Kata Kunci ; Rangkap Jabatan, Pejabat Publik, Pemerintah.


MOTTO

Sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan


ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang
matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak
kekurangan suatu apa pun.
( Yakobus 1 : 3– 4 )

“Beneficium accipere libertatem est vendere”


(Menerima kebaikan sama dengan menjual kebebasan)
LEMBARAN PERSEBAHAN

Skripsi ini Kupersembahkan Untuk :

 TUHAN YANG MAHA ESA

 Papa BASTIAN MASELA, Mama DAMARES

MASELA, KAKA dan ADE-ADEKU Tercinta;

 Almamater Tercinta, Bunda Asuh

Fakultas Hukum Universitas Pattimura.


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

atas kehendak-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul :

” RANGKAP JABATAN PEJABAT PUBLIK DALAM SISTEM

KETATANEGARAAN INDONESIA”

Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk mendapat gelar sarjana

hukum pada fakultas hukum universitas pattimura Ambon. Dalam penulisan skripsi ini,

penulis menyadari bahwa sebagai manusia biasa yang penuh dengan kekurangan dan

keterbatasan, skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, Oleh karena itu, penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak guna menyempurnakan penulisan skripsi

ini.

Selanjutnya penulis menyadari pula bahwa dalam proses pendidikan di Fakultas

Hukum sampai dengan saat ini, banyak pihak yang telah membantu penulis dengan

memberikan dukungan dan petunjuk yang sangat berharga. Oleh sebab itu, perkenankanlah

penulis mengucapkan terimah kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. M. J. Saptteno, SH. M.Hum, selaku Rektor Universitas Pattimura, terima

kasih telah menerima penulis sebagai mahasiswa untuk menuntut ilmu pada

Universitas Pattimura.

2. Dr. R. J. Akyuwen, SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Pattimura Ambon yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Pattimura dan telah

bersedia mengajar penulis selama penulis belajar di almamater tercinta ini.


3. Dr. M. Tjoanda, SH. MH, selaku Wakil Dekan I yang telah membantu dan

memberikan arahan serta mengajarkan penulis di bangku perkuliahan sehingga

dapat menyelesaikan penulisan ini.

4. Dr. A.I. Laturette, SH. MH, selaku Wakil Dekan II yang telah mengajarkan

penulis di bangku perkuliahan sehingga dapat menyelesaikan penulisan ini.

5. Dr. S. S. Alfons, SH. MH, selaku Wakil Dekan III yang telah membantu penulis

dalam arahan dan nasihat sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan ini.

6. Dr. A. Anwar, SH. M.H, selaku Wakil Dekan IV yang telah banyak memberikan

nasihat serta mengajarkan penulis di bangku perkuliahansehingga dapat

menyelesaikan Penulisan ini.

7. Dr. E. R. M. Toule, SH. MS, selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Fakultas

Hukum Universitas Pattimura, atas seluruh kebijakan-kebijakan yang dibuat untuk

membantu kepentingan mahasiswa (termasuk penulis) dan telah memberikan

banyak motivasi dan bimbingan yang tulus lewat proses perkuliahan, sehingga

penulis dapat menyelesaikan studi.

8. Dr. J.J.Pietersz. SH.MH., selaku pembimbing I, Terima kasih atas segala waktu

yang telah diberikan dalam proses pembimbingan, motivasi, nasihat serta arahan-

arahan bagi penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Dr. V.J.Sedubun, SH.LLM. selaku pembimbing II Terima kasih atas segala waktu

yang telah diberikan dalam proses pembimbingan, motivasi, nasihat serta arahan-

arahan bagi penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

10. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Pattimura Bagian Hukum

Internasional, Bagian Hukum Perdata, Bagian Hukum Pidana dan lebih khusus
lagi Bagian Hukum Tata Negara/Hukum Adminitrasi Negara Fakultas Hukum

Universitas Pattimura yakni :

Prof. Dr. S. E. M. Nirahua, SH., M.Hum.,; Prof. Dr. M. J. Saptenno, SH., M.Hum.

(alm) Dr. H. Hattu, SH., MH Almarhum. Ny. J. Sahalessy, SH., MH.,; Dr. J.

Tjiptabudy, SH., M.Hum.,; Dr. S.S. Alfons SH., MH.,; Dr. H. Salmon, SH., MH.,;

Ny. M.I. Matitaputty, SH., MH.,; H. J. Piris, SH.,MH.,; Dr. J.J. Pieterz, SH.,

MH.,; B.G. Picauly, SH.,; Dr. R. Nendissa. SH., MH.,; D. R. Pattipawae, SH.,

MH.,; Ny. H. M. Y. Tita, SH., MH.,; Dr. J. Mustamu, SH., MH.,; Dr. A. D.

Bakarbessy, SH.,LLM., ; Dr. S. H. Lekipiouw, SH., MH.,; Dr. V. J. Sedubun, SH.,

LLM.,; Dr. R. V. Rugebregt., SH., MH.,; E. S. Holle, SH., MH.,; J. Pattinasarany,

SH., MH.,; M. Ch. Latuny, M. Toel; Ny. V. Saija., SH., MH.,; M. Irham, SH.,

MH.,; Sostones Y Sisinaru, SH.M.Hum,: Baranyanan, SH., MH.,; serta Bapak/Ibu

Dosen lainnya yang banyak memberikan masukan, ilmu serta pengetahuan kepada

Penulis, yang tidak sempat disebutkan namanya satu persatu.

11. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Pattimura, Terima kasih banyak atas

segala nasihat, didikan, ajaran, bimbingan dan ketulusan dalam membekali

penulis dengan ilmu hukum selama penulis mendalaminya di almamater tercinta

ini.

12. Para pegawai Fakultas Hukum Universitas Pattimura yang telah banyak

membantu penulis dalam bidang administrasi selama masa perkuliahan.

13. Papa dan Mama, tersayang yang sudah membesarkan dan menyayangi penulis

dengan teramat tulus lewat segala motivasi, nasihat, waktu, kesetian, kesabaran,
serta selalu menopang penulis dalam doa, sehingga penulis mampu menyelesaikan

studi dan skripsi ini. Papa dan Mama ialah segalanya bagi penulis di dunia ini.

14. Teman-teman kuliah angkatan 2014 kelas E pada Fakultas Hukum Universitas

Pattimura : Eki, Buken, Kamal, Iwan, Fanoks, Gino, Joch, Faldi, Alfian, Daniel,

Merfin, Novi, ian, Idul, Bill, Usmila, Gilvano, Akiki, Antoni, Samto, Isye, Reza,

Idul atas segala waktu, kebersamaan, canda, tawa, susah dan senang dalam

menemani penulis hingga penulis menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum

Universitas Pattimura.

Selanjutnya perkenankan Penulis menyisipkan ucapan terima kasih yang setulus-

tulusnya kepada :

1. Yang tercinta Bastiann Masela (Papa) dan Damares Masela/Tiwery (Mama)

selaku orang tua, untuk cinta kasihnya dalam setiap bimbingan, dukungan, dan

doa yang tulus kepada Penulis hingga saat ini;

2. Kakakku, Ella, Ode, Otha dan adikku tercinta,Frets Serta Kedua Ponaan Nofa dan

Echa . Terima kasih untuk semua doa, dukungan dan motivasinya kepada Penulis

sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini;

3. Seluruh keluarga besar Masela, Tiwery, yang telah memberikan dukungan doa

dan semangat kepada Penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini;

4. Wanita tercinta yang selalu mendoakan, memberika suport, mendampingi penulis

baik susah maupun senang Junelia Ayawailla

Akhirnya, ucapan terima kasih penulis haturkan kepada semua pihak yang tidak

sempat penulis sebutkan namanya satu per satu, atas semua bantuan, bimbingan, budi baik,

dorongan, doa dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis, dalam penyelesaian skripsi
ini. Penulis tidak dapat membalas semua itu, tetapi penulis hanya memanjatkan doa kepada

Tuhan Yang Maha Esa yang punya kehidupan ini untuk selalu memberkati bpk/ibu/sdr-i

dan semoga apa yang tertuang di dalam skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Ambon, 3 Februari 2018


Penulis

Imanuel R Masela
NIM. 2014-21-254
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………….. i
LEMBARAN PENGESAHAN…………………………………………. ii
PERNYATAAN KEASLIAN NASKAH………………………………. iii
ABSTRAK……………………………………………………………….. iv
MOTTO…………………………………………………………………... v
LEMBARAN PERSEMBAHAN………………………………………. vi
KATA PENGANTAR…………………………………………………... vii
DAFTAR ISI…………………………………………………………….. viii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ……………………………………………………. 1
B. Permasalahan …………………………………………………… 6
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………... 6
D. Manfaat Penelitian ………………………………………………. 7
E. Kerangka Konseptual ……………………………………………. 7
F. Metode Penelitia ………………………………………………… 20
G. Sistimatika Penulisan ……………………………………………. 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Jabatan dan Pejabat ………………………………………………. 23
B. Macam-Macam Jabatan Pemerintah………………………………. 30
C. Pengisian Jabatan Pada Lembaga Negara………………………… 37

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Rangkap Jabatan Dalam Peraturan Perundang-undangan………… 44
1. Pemerintahan Yang Baik (Good Governance) ……………….. 44
2. Larangan Rangkap Jabatan Dalam Peraturan Perundang-Undang 47
3. Pengecualian Memangku Jabatan Rangkap…………………… 50
B. Pengaturan Sanksi .Administrasi Terhadap Pejabat Publik Yang 54
Merangkap Jabatan

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………….. 67
B. Saran …………………………………………………………… 68

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) ditegaskan dalam

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 (selanjutnya disebut UUDNRI 1945). Konsekuensi Negara Indonesia

sebagai negara hukum berarti Negara dalam penyelenggaraan pemerintahan

harus mempunyai dasar legitimasi sesuai dengan prinsip-prinsip hukum

yang berlaku.

A.Hamid S. Attamimi,1 menyatakan bahwa: Negara Hukum

(rechtstaat) secara sederhana adalah Negara yang menempatkan hukum

sebagai dasar kekuasaan Negara dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut

dalam segala bentuk dilakukan di bawah kekuasaan hukum. Selain itu

Philipus M. Hadjon2, ide (rechtstaat) cenderung ke arah Positivisme

hukum yang membawa konsekuensi bahwa hukum harus dibentuk secara

sadar oleh badan pembentuk undang-undang. Dalam Negara hukum, segala

sesuatu harus dilakukan menurut hukum (everything must be done

according to law). Negara hukum menentukan bahwa pemerintah harus

tunduk pada hukum, bukannya hukum yang tunduk pada pemerintah.

1
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada hlm 20
2
Ridwan HR, ibid, hlm 20

1
Menurut Abdul Aziz Hakim3 Negara Hukum adalah, negara

berlandaskan atas hukum dan keadilan bagi warganya. Artinya adalah segala

kewenangan dan tindakan alat-alat perlengkapan negara atau penguasa,

semata-mata berdasarkan hukum atau dengan kata lain diatur oleh hukum

sehingga dapat mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup warganya.

Pada Negara hukum modern ini, pemerintah dalam menjalankan

kewenangannya selalu terjadi penyalahgunaan wewenang. untuk

menghindari penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang maka tetap

diperlukan prinsip-prinsip dasar dalam pelaksanaan negara hukum antara

lain : a. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia; b. Pemisahan/pembagian

kekuasaan; c. Legalitas Pemerintahan; d. Peradilan Administrasi yang bebas

dan tidak memihak; dan e. Terwujudnya kesejahteraan umum warga

Negara.4

Prinsip-prinsip dalam Negara hukum tersebut juga dikemukakan

oleh Fraidrich Julius Stahl,5 ‘rechtsstaat’ itu mencakup empat elemen

penting, yaitu: (1). Perlindungan hak asasi manusia, (2). Pembagian

kekuasaan, (3). Pemerintahan berdasarkan undang-undang (4). Peradilan

tata usaha Negara.

Selanjutnya dalam buku yang sama A.V. Dicey, menguraikan adanya

tiga ciri atau prinsip penting dalam setiap Negara hukum yang disebutnya

3 Abdul Aziz Hakim, Negara Hukum dan Demokrasi Di Indonesia, Penerbit


Pustaka Pelajar, 2011, Celeban Timur Yogyakarta, hlm. 8
4
B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju
Konsolidasi Sistem Demokrasi”, Universitas Atma Jaya, Jakarta, hlm.21
5
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada hlm 2

2
dengan istilah “The Rule of Law”, yaitu: (1). Supremacy of Law. (2).

Equality before the law. (3). Due Process of Law.

Keempat prinsip ‘rechtsstaat’ yang dikembangkan oleh Julius Stahl

tersebut di atas pada pokoknya dapat digabungkan dengan ketiga prinsip

‘Rule of Law’ yang dikembangkan oleh A.V. Dicey untuk menandai ciri-ciri

Negara Hukum modern di zaman sekarang.

Mengenai Pejabat Publk, dalam Negara Hukum Indonesia, Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBIH)6 memberi pengertian “Pejabat” adalah

pegawai pemerintah yang memegang jabatan penting (unsur pimpinan).

Sementara, istilah ‘Publik: diartikan dengan: orang banyak (umum). Dari

pengertian ini, dapat dipahami bahwa “Pejabat Publik” adalah pegawai

pemerintah yang memegang jabatan penting sebagai pimpinan yang

mengurusi kepentingan orang banyak. Dalam kaitannya dengan hukum tata

negara dan hukum administrasi negara, istilah ”Pejabat Publik” memiliki

makna yang similar (sama) dengan istilah ”Pejabat Tata Usaha Negara”.

pendapat Hans Kelsen sebagaimana dikemukakan oleh Jimly Asshiddiqie,7

bahwa setiap jabatan yang menjalankan fungsi-fungsi ‘law creating function

and law applying function’ adalah pejabat tata usaha negara. Artinya, bahwa

setiap jabatan yang melaksanakan fungsi-fungsi pembuatan dan pelaksanaan

norma hukum negara dapat disebut sebagai pejabat tata usaha negara atau

pejabat publik.

6
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989. hlm 41
7Jimly Asshiddiqie, Liberalisasi Sistem Pengisian Jabatan Publik, Disampaikan
dalam rangka Konferensi Hukum Tata Negara ke-2, di UNAND, Padang, September 2015.

3
Menggali pengertian yang lebih mendalam tentang ”Pejabat

Publik”,8 dalam hal ini Pejabat Tata Usaha Negara”, perlu di jelaskan secara

normatif menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi

Publik.

Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1986 tentang Undang-Undang

Nomor. 9 Tahun 2004, pasal 1 angka 2 menyatakan : Badan atau Pejabat

Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan

pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Badan yang dimaksudkan disini adalah institusi atau organ, sementara

pejabat adalah orang perorangan yang menduduki jabatan tertentu. Jika

dicermati bunyi ketentuan tersebut, bahwa Pejabat Tata usaha Negara itu

bukan hanya pegawai pemerintah saja, akan tetapi siapapun, institusi atau

orang perorang, yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan atas amanat

dari peraturan perundang-undangan, dapat disebut sebagai Pejabat Tata

Usaha Negara.

Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik memberi peristilahan yang lebih tegas dan jelas, hal ini

sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (8) : Pejabat Publik adalah

orang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan

tertentu pada badan publik. Sementara, yang dimaksud badan publik

8
Muhammad Taufik Nasution, Mendefinisikan Pejabat Publik dalam Perspektif
Hukum http://lekons-lenterakonstitusi.blogspot.co.id/2011/06/pejabat-publik.html (Di Akses
tanggal 2 agustus 2017)

4
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang yang sama

: Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lain

yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara,

yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD,

atau organisasi nonpemerintah yang sebagian atau seluruh dananya

bersumber dari APBN dan/atau APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau

luar negeri.

Pengisian jabatan pada lembaga pemerintah dan non pemerintah oleh

pejabat publik merupakan wewenang yang diatur oleh peraturan perundang-

undangan. Berkaitan dengan jabatan rangkap, dapat dilihat data

Ombudsman Republik Indonesia yang diuraikan dibawah ini.

Data Ombudsman Republik Indonesia Tahun 2017, dari 541 jabatan

komisaris di 141 BUMN, 232 di antaranya diduduki oleh pejabat public di

berbagai bidang, diantaranya :

a) Konstruksi , sejumlah 25 orang

b) Perkebunan dan Hutan, sejumlah 25 orang

c) Perbankan/Keuangan, sejumlah 41 orang

d) Kesehatan dan Farmasi, sejumlah 16 orang

e) Tambang dan Energy, sejumlah 25 orang

f) Komunikasi dan Utilitas, sejumlah 27 orang

g) Transportasi/Perhubungan, sejumlah 51 orang

h) Pariwisata sejumlah , 8 orang

5
i) Pertanian dan Logistik, sejumlah 41 orang Dengan rata-rata

prosentase 5% - 20% pejabat publik yang rangkap jabatan setiap

bidang pekerjaan diatas.

Beberapa kasus terjadi pada pejabat publik yang merangkap jabatan

serta asal instansinya antara lain ; (1). Aloysius Kiik Ro, menjabat sebagai

Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan usaha. merangkap

sebagai, Komisaris PLN. (2). Hidayat Abdullah menjabat sebagai, Deputi

Bidang Usaha Energi Logistik Kawasan dan Pariwisata. merangkap sebagai,

Komisaris PT PERTAMINA. (3). Hambra nyambi, menjabat sebagai Deputi

Bidang Infrastruktur Bisnis. Merangkap sebagai, Komisaris PT Semen

Indonesia. (4). Imam Apriyanto Putro. Menjabt Sebagai, Sekertaris

Kementerian Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya di singkat

(BUMN). Merangkap sebagai, Komisaris Utama PT BANK Mandiri (Tbk).9

(5). Ony Sprihartono, menjabat sebagai Kepala Biro Perencanaan SDM dan

Organisasi Kementerian Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya

disingkat (BUMN). Merangkap sebagai Komisaris PT Pupuk Indonesia,dan

Komisaris PT Jamkrindo. (6). Wahyu Kuncoro, menjabat sebagai Deputi

Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi. Merangkap sebagai Komisaris

BANK BNI. (7). Suahasil Nazara. menjabat sebagai, Kepala Badan

Kebijakan Fiskal Kemenkeu. Merangkap sebagai, Komisaris Pertamina. (8).

Bambang Gatot Arivono, menjabat sebagai, Dirjen Minerba Kementerian

Energi Sumberdaya Manusia (yang selanjutnya disingkat ESDM).

9
http://www.ombudsman.go.id/index.php/berita/berita/siaran-pers-ombudsman/2321-
siaran-pers-polemik-rangkap-jabatan,-ombudsman-ri-beri-solusi-kepada-pemerintah.html (Di
Akses Tanggal 1 Agustus 2017)

6
Merangkap sebagai Komisaris PT Antam, (9). Selain itu Oesman Sapta

Odang menjabat sebagai Ketua DPD RI merangkap sebagai Wakil Ketua

MPR RI, Airlangga Hartarto Sebagai Menteri Perindustrian merangkap

sebagai Ketua Umum Partai Golkar.

Dari bentuk kasus diatas yang memperlihatkan terjadi rangkap

jabatan maka penulis merasa tertarik untuk di teliti dalam penulisan

Proposalan ini dengan judul adalah Rangkap Jabatan Pejabat Publik

Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia.

B. Permasalahan

Berdasarkan Latar Belakang diatas, maka Penulis menarik Permasalahan

yang akan dibahas adalah:

1. Apakah Rangkap Jabatan diperbolehkan menurut Peraturan

Perundang-undang?

2. Bagaimana Pengaturan Sanksi Administrasi Terhadap Pejabat Publik

yang Rangkap Jabatan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan penelitian dalam Penulisan Penulisan Proposal ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk Menganalisis dan mengetahui, Rangkap Jabatan yang

dilakukan Oleh Pejabat Publik dalam sistem Ketata Negaraan

Indonesia.

2. Untuk mengetahui Akibat Hukum bagi Pejabat Publik yang

merangkap Jabatan.

7
3. Sebagai salah satu Persyaratan dalam penyelasaian Studi pada

Fakultas Hukum Universitas Pattimura.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun Kegunaan Penelitian adalah sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

kepada ilmu hukum, Khususnya dalam penerapan Rangkap Jabatan

Oleh Pejabat Publik pada Sistem Ketata Negaraan Indonesia.

2. Kegunaan Praktis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah masukan

bagi jalannya suatu pemerintahan yang lebih Efektif dan efisiensi

E. Karangka Konseptual

1. Konsep Negara Hukum.

Dalam mempelajari Negara hukum maka perlu dibedakan antara

Negara dan Bangsa. Bangsa adalah kumpulan manusia yang terikat karena

kesatuan bahasa dan wilayah tertentu di muka bumi. Dengan demikian

bangsa Indonesia adalah sekelompok manusia yang mempunyai

kepentingan yang sama dan menyatakan dirinya sebagai suatu bangsa serta

berproses dalam suatu wilayah (Indonesia). Sedangkan Negara adalah suatu

persekutuan yang melaksanakan suatu pemerintahan melalui hukum yang

mengikat masyarakat dengan kekuasaan untuk ketertiban sosial. Dalam

suatu Negara diperlukan suatu aturan untuk membatasi kekuasaan para

pemimpin agar tidak bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya.

8
Aturan tersebut disebut hukum. Konsep mengenai Negara hukum ada dua

yaitu konsep Eropa Kontinental ( Rechtstaat ) dan Konsep Anglo Saxon (

Rule of Law ). Di Indonesia menganut konsep Eropa Kontinental (

Rechtstaat ) yang merupakan warisan dari kolonial Belanda. Istilah hukum

di Indonesia sering diterjemahkan Rechtstaat atau Rule Of Law. Ide

Rechtstaat mulai populer abad ke tujuh belas sebagai akibat situai sosial

politik Eropa yang didominir oleh absolutisme.Paham Rechtstaat

dikembangkan oleh Immanuel Kant ( 1724-1804) dan Friedrich Julius Stahl.

Sedangkan paham Rule Of Law mulai dikenal setelah Albert Venn Dicey

pada tahun 1885. Dan menerbitkan buku Introduction to Study Of the Law

Of the Constitusion. Paham the Rule Of Law bertumpu pada system Hukum

Anglo Saxon. Atau Common Law System. Dalam sebuah Negara konsep

mendasar menentukkan pondasi dasar Negara itu sendiri. Indonesia sebagai

suatu negar hukum ( Rechtstaat atau Rule Of Law ). Hal ini tercermin dalam

Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke empat Pasal 1 ayat(3) yang

mangatakan “ Negara Indonesia adalah Negara Hukum “. Selain itu

Indonesia juga disebut negara Demokrasi yang tercermin dalam Undang-

Undang Dsara 1945 Amandemen ke empat Pasal 1 ayat(2), bahwa”

Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-

Undang Dasar ”. Konsekuesi bahwa Indonesia adalah negara hukum bahwa

kekuasaan tertinggi dalam negara adalah hukum.

Ide negara hukum telah lama dikembangkan oleh filsuf dari zaman

Yunani Kuno. Pemikiran negara hukum merupakan gagasan moderen yang

multi-perspektif dan selalu aktual. Pada masa Yunani Kuno pemikiran

9
tentang negara hukum dikembangkan oleh Plato (429-374 SM) dan

Aristoteles (384-322 SM0. Konsep negara hukum menurut Aristoteles

adalah negara yang berdiri diatas hukum yang menjamin keadilan bagi

warga negaranya. Pada abad pertengahan pemikiran tentang negara hukum

lahir sebagai perjuangan melawan kekuasaan absolut para raja. Istilah

negara hukum itu berasal darai abad sembilan belas, tetapi gagasan negara

hukum itu tumbuh dalam abad tujuh belas. Gagasan itu tumbuh di Inggris

dan merupakan latar belakang dari Glorius Revolution 1688 M. Gagasan itu

timbal sebagai reaksi terhadap kerajaan yang absolut., dan dirumuskan

dalam piagam yang terkenal “ Hill Of Right 1689 (Great Britain) “ yang

berisi hak dan kebebasan dari warga negara serta peraturan pengganti raja di

Inggris.Pada jaman moderen konsep negara hukum di dominasi dengan

sitem Eropa Continental dan Anglo Saxon . Konsep negara hukum di Eropa

kontinental digunakan dengan menggunakan istilah Jerman yaitu “

Rechtstaat “ antara lain Immanuel Kant, Paul Labane, Julios Stahl, Fichte,

dsb. Sedangkan tradisi Anglo Amerika konsep negara hukum dikembangkan

dengan konsep Rule Of Law yang dipelopori oleh A.V. Dicey. Selain itu

konsep negara hukum juga terkait dengan istilah nomokrasi ( Nomocratie)

berarti dalam penyelenggaraan kekuasaan negara ádalah hukum. Immanuel

Kant memberikan gambaran tentang negara hukum sebagai penjaga malam

artinya tugas negara hanya menjaga saja, hak-hak rakyat jangan diganggu

atau di langgar, mengenai kamakmuran rakyat negara tidak boleh ikut

campur.

10
Menurut Immanuel Kant ada dua pokok yang senantiasa menjadi

inspirasi perkembangan prinsip-prinsip negara hukum adalah masalah

pembatasan kekuasaan oleh para penguasa dan perlindungan hak asasi

manusia Sedangkan menurut Friedrich Julius Stahl bahwa unsur negara

hukum yang perlu dilindungi yaitu perlindungan hak asasi manusia10.

Prinsip negara hukum senantiasa berkembang sesuai dengan

perkembangan jaman. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

kompleksnya kehidupan masyarakat di era global, menuntut pengembangan

prinsip-prinsip negara hukum. Negara hukum ádalah negara yang

penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum .

karena itu pemerintah dan lembaga-lembaga lain dalam melaksananakan

tindakan harus dilandasi oleh hukum dan bertanggung jawab secara hukum.

Perkembangan negara hukum di era moderen ini dipengaruhi oleh

konsep Eropa Continental yang disebut “ Rechtstaat dan Anglo Saxon yang

disebut Rule Of Law “. Eropa Kontinental ( Rechtstaat ) Sistem hukum

rechtstaat hádala sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-

ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sitematis yang ditafsirkan

lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Hampir 60 % negara Indonesia

menganut sistem ini. Konsep rechtstaat bertumpu pada asas legalitas dalam

kerangka adanya aturan perundang-undangan yang tertulis dan menitik

beratkan kepastian. Pendekatanh yang ditekankan hádala keadilan

berdasarkan hukum dalam artian yang seluas-luasnya. Perkembangan

rechtstaat di Eropa Continental menurut F.J. Stahl mencakup empat hal :

10
Ashiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Mahkamah Konstitusi,
RI, Jakarta,2006 hlm 25.

11
1. Perlindungan hak asasi manusia.

2. Pembagian kekuasaan.

3. Pemerintahan berdasarkan Undang-Undang.

4. Peradilan Tata Usaha Negara.

Anglo Saxon ( Rule Of Law) Rule Of Law tumbuh dan berkembang

pertama kali pada negara yang menganut “ Common Law System “ seperti

Inggris dan Amerika Serikat. Ke dua Negara tersebut mengejawantahkan

sebagai perwujudan dari persamaan hak, kewajiban dan derajat dalam suatu

Negara dihadapan hukum. Sistem Rule Of Law adalah suatu system yang

didasarkan atas Yurisprudensi yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu

yang menjadi dasar putusan hakim selanjutnya. Konsep rule of law

dipelopori oleh Albert Venn Dicey memiliki tiga cirri penting digabungkan

dengan konsep Negara hukum F.J. Stahl :

1. Supremacy Of Law artinya bahwa yang mempunyai kekuasaan

tertinggi dalam suatu Negara adalah hukum.

II. Equality Before The Law artinya persamaan dalam kedudukan bagi

semua warga Negara baik selakupribadi maupun dalam kualifikasi

sebagai pejabat Negara.

III. Dive Process Of Law artinya bahwa segala tindakan pemerintah

harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan

tertulis.

IV. Konsep Rechtstaat lahir karena menentang absolutisme sehingga

Sifatnya revolusioner sedangkan Rule Of Law berkembang secara

evolusioner yang bertumpu atas system hukum Common Law.

12
2. Konsep Pemerintah

Istilah pemerintah berasal dari kata “perintah” yang berarti menyuruh

melakukan sesuatu. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemerintah adalah

kekuasaan memerintah sesuatu negara (daerah negara) atau badan yang

tertinggi yang memerintah sesuatu Negara seperti kabinet merupakan suatu

pemerintah. Istilah pemerintahan diartikan dengan perbuatan (cara, hal

urusan dan sebagainya) memerintahkan.11

Dalam menjalankan tujuan negara untuk mencapai kemakmuran dan

kesejahteraan yang sebesar-besarnya untuk rakyat. dilaksanakan oleh

pemerintah. Pemerintah adalah organ yang berwenang memproses

pelayanan publik dan berkewajiban memproses pelayanan sipilbagi setiap

orang melalui hubungan pemerintahan sehingga setiap anggota masyarakat

yang bersangkutan menerimanya pada saat diperlukan, sesuai dengan

tuntutan dan harapan yang diperintah. Dalam hubungan itu, bahkan warga

negara asing atau siapa saja yang pada suatu saat berada secara sah (legal)

diwilayah Indonesia berhak menerima layanan sipil tertentu, pemerintah

wajib melayaninya.12

Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa “Pemerintahan diartikan


sebagai proses pemerintahan atau keseluruhan sistem dan
mekanisme pemerintahan. Dengan demikian kata Pemerintah lebih
sempit cakupan pengertiannya daripada Pemerintahan. Kata
Pemerintah dapat dikatakan hanya untuk kepada institusi
pelaksanaan atau eksekutif saja yaitu dalam rangka melaksanakan
peraturan perundang- undangan pusat dan daerah yang berisi

11
Sri Hartini, dkk., 2010, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
hlm.7
12
Taliziduhu Ndraha, 2003, Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) 1, Rineka
Cipta,Jakarta, hlm.6

13
kebijakan negara di daerah dan kebijakan pemerintahan daerah itu
sendiri. Fungsi pelaksanaan atau eksekutif itu sebenarnya secara
historis memang terkait dengan fungsi untuk melaksanakan
peraturan yang berisi aturan normatif. Baik dalam bentuk general
rules ataupun yang berbentuk Policy rules (beleid regels), general
rules sendiri dapat berupa peraturan yang ditetapkan dalam bentuk
peraturan perundang-undangan tingkat pusat dan dapat pula dapat
ditetapka dalam bentuk peraturan daerah ataupun peraturan lainnya.

Bagir manan13 pemerintah diartikan sebagai keseluruhan


lingkungan jabatan dalam suatu organisasi. Dalam organisasi
Negara, pemerintahan sebagai lingkungan jabatan adalah alat-alat
kelengkapan Negara seperti jabatan eksekutif , jabatan legislatif,
dan jabatan supra structural lainnya. Jabatan ini menunjukan suatu
suatu lingkungan kerja tetap yang berisi wewenang tertentu.

Mengenai pemerintah, terdapat dua pengertian, yaitu pemerintah

dalam arti luas dan pemerintah dalam arti sempit.

Bagir manan14 pemerintah dalam arti luas yaitu; penyelenggaraan

kekuasaan Negara yang mencakup kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif

dan lain sebagainya. Dalam arti sempit; penyelenggaraan kekuasaan

eksekutif atau administrasi Negara.

Pemerintah dalam arti luas (regering) adalah pelaksanaan tugas

seluruh badan badan, lembaga-lembaga dan petugas-petugas yang diserahi

wewenang mencapai tujuan negara.15 Sedangkan, pemerintah dalam arti

sempit (bestuur) mencakup organisasi fungsi fungsi yang menjalankan tugas

pemerintahan. pengertian dari pemerintah ini, Moh. Mahfud MD mengenai

arti pemerintah dalam arti luas maupun dalam arti sempit. Pengertian

pemerintah dalam arti sempit adalah organ/alat perlengkapan negara yang

13
Bagir manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum Fakultas
Hukum UII, Yogyakarta, 2001, hlm.100
14
Bagir manan,Op. cit.,hlm 103
15
Kuntjoro Purbopranoto, 1981, Perkembangan Hukum Administrasi Indonesia,
Binacipta, Bandung, (selajutnya disingkat Kuntjoro Purbopranoto I), hlm. 1

14
diserahi tugas pemerintahan atau melaksanakan undang-undang. Dalam

pengertian ini pemerintah hanya berfungsi sebagai badan Eksekutif

(Bestuur). Pemerintah dalam arti luas adalah semua badan yang

menyelenggarakan semua kekuasaan di dalam negara baik kekuasaan

eksekutif maupun kekuasaan legislatif dan yudikatif16.

pemerintahan dalam arti luas dan pemerintahan dalam arti sempit.

Menurut Teori Trias Politica (teori pemisahan kekuasaan) dari

Montesquieu, pemerintahan dalam arti luas terdiri atas tiga kekuasaan yaitu

kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif.17

Pengertian pemerintahan dalam arti luas juga dikemukakan oleh

beberapa ahli, diantaranya :

C. van Vollenhoven, pemerintahan dalam arti luas dibagi dalam empat


fungsi atau kekuasaan (catur praja) yaitu (berstuur), polisi (politie),
peradilan (rechtspraak) dan membuat peraturan (regeling, wetgeving).

A.M. Donner, pemerintahan dalam arti luas dibagi dalam dua tingkatan
atau kekuasaan (dwi praja), yaitu alat-alat pemerintahan yang
menentukan haluan (politik) negara (taaksteling) dan alat-alat
pemerintahan yang menjalankan politik negara yag telah ditentukan
(verwekenlijking van de taak).18

Sedangkan pengertian pemerintahan dalam arti sempit yaitu hanya

meliputi kekuasaan melaksanaan undang-undang (eksekutif, bestuur,

bestuurszorg) atau tidak termasuk kekuasaan membuat undang-undang

(legislatif) dan menegakkan undang-undang (yudikatif) serta fungsi

kepolisian.

16
Moh. Mahfud MD, 2006, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty,
Yogyakarta, hlm 8
17
E. Utrecht, 1960, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Cet. IV,
Ichtiar, Jakarta, hlm 16.
18
Djenal Hoesen Koesoemahatmadja, 1983, Pokok-Pokok Hukum Tata Usaha Negara
Jilid 1, Penerbit Alumni, Bandung, hlm. 40-41

15
Dalam aktifitas pemerintahan, pemerintah selalu melaksanakan

perbuatan hukum dalam kesehariannya yang berupa tindakan. Pengertian

Tindakan Hukum pemerintah Ridwan HR, bahwa tindakan hukum

pemerintah adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organ

pemerintahan atau administrasi negara yang dimaksudkan untuk

menimbulkan akibat-akibat hukum dalam bidang pemerintah atau

administrasi negara.19

Berdasarkan paparan sebagaimana disebutkan di atas, maka pada

dasarnya perbuatan pemerintah (administrasi) dapat dikategorikan menjadi

tiga macam, yaitu :

a. Mengeluarkan peraturan perundang-undangan (regelling).

b. Mengeluarkan keputusan (beschikking).

c. Melakukan perbuatan material (materielle daad).

Terdapat dua bentuk tindakan pemerintah (bestuurshandeling) yang

dilakukan dalam melaksanakan tugas dan fungsi pemerintahan, yakni

tindakan berdasarkan hukum (rechtshandeling) dan tindakan berdasarkan

fakta/bukan berdasarkan hukum (feitelijkehandeling).

1). Tindakan berdasarkan hukum (rechtshandeling)

R.J.H.M. Huisman (sebagaimana dikutip oleh Ridwan H.R), tindakan

hukum adalah tindakan-tindakan yang berdasarkan sifatnya menimbulkan

akibat hukum tertentu. Tindakan berdasarkan hukum dari pemerintah berarti

tindakan yang dilakukan oleh pemerintah yang menimbulkan akibat hukum

19
Ridwan HR, 2011, Op cit hlm. 112

16
tertentu berupa hak dan kewajiban, seperti tercipta atau hapusnya hak dan

kewajiban tertentu. Menurut H.D. van Wijk/Williem Konijnenbelt

(sebagaimana dikutip oleh Sadjijono), akibat hukum tindakan pemerintah

tersebut dapat berupa :

a. menimbulkan beberapa perubahan hak, kewajiban atau


kewenangan yang ada;
b. menimbulkan perubahan kedudukan hukum bagi seseorang atau
obyek yang ada;
c. terdapat hak-hak, kewajiban, kewenangan ataupun status tertentu
yang ditetapkan.20

2). Tindakan berdasarkan fakta (feitelijkehandeling)


Tindakan berdasarkan fakta adalah tindakan-tindakan yang tidak ada

relevansinya dengan hukum dan oleh karenanya tidak menimbulkan akibat

hukum. Kuntjoro Probopranoto, tindakan berdasarkan fakta

(feitelijkehandeling) ini tidak relevan, karena tidak mempunyai hubungan

langsung dengan kewenangannya.

Dalam perkembangannya, pemerintahan negara mengalami

perubahan-perubahan yang mempunyai dampak pada fungsi pemerintah

dalam kebijakan terhadap pelayanan publik21:

1. Negara sebagai political state, sehingga pemerintah menjalankan

empat fungsi pokok yang dikenal dengan the clasical function of

government, yaitu: memelihara ketertiban, pertahanan keamanan,

fungsi diplomatik dan fungsi perpajakan.

20
E. Utrecht, op.cit, hlm. 62-63.
21
Muhaemin Pengertian Pemerintah dan Pemerintahan. Diakses Melalui
http://www.slideshare.net/Muhaemin93/pengertian-pemerintah-dan-pemerintahan pada tangga l7
Oktober 2016 Pukul 16.21 Wit.

17
2. Negara sebagai lawstate, maka pemerintah menjalankan fungsi

pengaturan, perlindungan, peradilan terhadap warga dalam

kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berpemerintahanguna

menjamin dalam kepastian dan kesamaan di muka hukum.

3. Negara sebagai welfarestate: pemerintah menjalankan

fungsikeadilan, kemakmuran dan untuk mewujudkan kesejahteraan

rakyat.

3. Konsep Kewenangan

Secara konseptual, istilah wewenang atau kewenangan sering

disejajarkan dengan istilah Belanda “bevoegdheid” (yang berarti wewenang

atau berkuasa). Wewenang merupakan bagian yang sangat penting dalam

Hukum Tata Pemerintahan (Hukum Administrasi), karena pemerintahan

baru dapat menjalankan fungsinya atas dasar wewenang yang diperolehnya.

Keabsahan tindakan pemerintahan diukur berdasarkan wewenang yang

diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perihal kewenangan dapat

dilihat dari Konstitusi Negara yang memberikan legitimasi kepada Badan

Publik dan Lembaga Negara dalam menjalankan fungsinya. Wewenang

adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang

berlaku untuk melakukan hubungan dan perbuatan hukum22.

Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan

sebagai dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan

disetiap negara hukum. Dengan kata lain, setiap penyelenggaraan

pemerintahan dan kenegaraan harus memiliki legitimasi, yaitu kewenangan

22
SF. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di
Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1997, hlm. 154

18
yang diberikan oleh undang-undang. Dengan demikian, substansi asas

legalitas adalah wewenang, yaitu suatu kemampuan untuk melakukan suatu

tindakan-tindakan hukum tertentu.

Pengertian kewenangan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia


diartikan sama dengan wewenang, yaitu hak dan kekuasaan untuk
melakukan sesuatu. Hassan Shadhily menerjemahkan wewenang
(authority) sebagai hak atau kekuasaan memberikan perintah atau
bertindak untuk mempengaruhi tindakan orang lain, agar sesuatu
dilakukan sesuai dengan yang diinginkan.23

Penjelasan tentang konsep wewenang, dapat juga didekati melalui

telaah sumber wewenang dan konsep pembenaran tindakan kekuasaan

pemerintahan. Teori sumber wewenang tersebut meliputi atribusi, delegasi,

dan mandat.

Prajudi Atmosudirdjo berpendapat tentang pengertian wewenang


dalam kaitannya dengan kewenangan sebagai berikut : “Kewenangan
adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaa yang berasal dari
Kekuasaan Legislatif (diberi oleh Undang-Undang) atau dari
Kekuasaan Eksekutif/Administratif. Kewenangan adalah kekuasaan
terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap
sesuatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang bulat,
sedangkan wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. Di
dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang. Wewenang adalah
kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak hukum publik”24.

Tanpa membedakan secara teknis mengenai istilah wewenang dan

kewenangan, Indroharto berpendapat dalam arti yuridis: pengertian

wewenang adalah kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-

undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.

23
Tim Penyusun Kamus-Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hlm. 170.
24
Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1981, hlm. 29.

19
Atribusi (attributie), delegasi (delegatie), dan mandat (mandaat), oleh H.D.
van Wijk/Willem Konijnenbelt dirumuskan sebagai berikut : 25
1. Attributie : toekenning van een bestuursbevoegdheid door een
weigever aan een bestuursorgaan;
2. Delegatie : overdracht van een bevoegheid van het ene
bestuursorgaan aan een ander;
3. Mandaat : een bestuursorgaan laat zijn bevoegheid namens hem
uitoefenen door een ander.

Stroink dan Steenbeek sebagaimana dikutip oleh Ridwan,

mengemukakan pandangan yang berbeda, sebagai berikut : “Bahwa hanya

ada 2 (dua) cara untuk memperoleh wewenang, yaitu atribusi dan delegasi.

Atribusi berkenaan dengan penyerahan wewenang baru, sedangkan delegasi

menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada (oleh organ yang telah

memperoleh wewenang secara atributif kepada organ lain; jadi delegasi

secara logis selalu didahului oleh atribusi). Mengenai mandat, tidak

dibicarakan mengenai penyerahan wewenang atau pelimbahan wewenang.

Dalam hal mandat tidak terjadi perubahan wewenang apapun (dalam arti

yuridis formal), yang ada hanyalah hubungan internal”.26

Philipus M. Hadjon mengatakan bahwa: “Setiap tindakan


pemerintahan disyaratkan harus bertumpu atas kewenangan yang sah.
Kewenangan itu diperoleh melalui tiga sumber, yaitu atribusi,
delegasi, dan mandat. Kewenangan atribusi lazimnya digariskan
melalui pembagian kekuasaan negara oleh undang-undang dasar,
sedangkan kewenangan delegasi dan mandat adalah kewenangan yang
berasal dari “pelimpahan”.27

Wewenang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga komponen yaitu

pengaruh, dasar hukum, dan konformitas hukum. Komponen pengaruh ialah

25
H. D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, Hoofdstukken van Administratief Recht,
Culemborg, Uitgeverij LEMMA BV, 1988, hlm. 56
26
Ridwan HR, Op cit, hlm. 74-75.
27
Philipus M. Hadjon, Fungsi Normatif Hukum Administrasi dalam Mewujudkan
Pemerintahan yang Bersih, Pidato Penerimaan jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 1994, hlm. 7.

20
bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan prilaku

subyek hukum, komponen dasar hukum ialah bahwa wewenang itu harus

ditunjuk dasar hukumnya, dan komponen konformitas hukum mengandung

adanya standard wewenang yaitu standard hukum (semua jenis wewenang)

serta standard khusu28

F. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Sesuai dengan Judul, Permasalah dan Penelitian pada Penelitian ini

sebagaimana dikemukakan sebelumnya, maka tipe penelitian yang

digunakan dalam menganalisis dan membahas masalah ini adalah Tipe

Penelitian “Normatif”29 artinya, Penulisan yang difokuskan untuk mengkaji

Penerapan Kaedah-kaedah atau norma-norma dalam Hukum Positif.

2. Pendekatan Masalah

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

Perundang-Undang (Statute approach), Pendekatan Konseptual (Conseptual

approach) Menurut Peter Mahmud Marzuki, Pendekatan Perundang-undang

dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang

berkaitan dengan isu Hukum30.

3. Sumber Bahan Hukum

a) Bahan Hukum Primer

28
Philipus M. Hadjon, Penataan Hukum Administrasi, Fakultas Hukum Unair,
Surabaya, 1998. hlm.2.
29
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali,
Jakarta,1985,hlm 14
30
Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum, cetakan ke-3, Kencana, Jakarta, 2017,
hlm.93

21
Yaitu bahan-bahan Hukum yang mengikat dan terdiri dari; UUDNRI 1945,

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi

Pemerintahan, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan

Publik.

b) Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan Hukum yang mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan

hukum primer yang merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para

pakar atau ahli yang mempelajari suatu bidang tertentu secara Khusus yang

akan memberikan Petunjuk ke mana penelitian akan mengarah, seperti

doktrin-doktrin yang ada didalam buku, Jurnal, disertasi, Makalah.

4. Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan hukum primer ditelusuri melalui perpustakaan baik milik

pribadi maupun perpustakaan negara dan perpustakaan milik swasta. Bahan

hukum ditelusuri melalui studi secara teratur, dengan menggunakan sistem

kartu. Jadi kartu kartu dibuat untuk mencatat semua teori dan konsep, asas,

norma, yang ditemui dalam peraturan perundang undangan dan buku-buku

literatur.

5. Teknik Analisa Bahan Hukum

Bahan yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan disertai

pembahasan guna menjawab permasalahan. Hasil analisis dan pembahasan

selanjutnya dibuat beberapa kesimpulan dan saran sebagai pelengkap.

Metode yang digunakan untuk menganalisis data yang ditemukan ini

bersifat “analisis-kualitatif”. Digunakannya metode analisis ini,karena

bahan yang dikumpulkan cenderung bersifat Normatif, dan analisisnya lebih

22
beroreantasi pada pengujian data berdasarkat Kerangka Teori dan kaidah

normatif.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada Penelitian ini terbagi dalam bagian-bagian

sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan adalah uraian mengenai Latar Belakang,

Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Kegunaan Penulisan, Karangka

Konseptual, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka yang menguraikan tentang Rangkap

Jabatan dalam system Hukum Indonesia.

BAB III yaitu; Hasil dan Pembahasan yang terdiri atas Rangkap

Jabatan dalam Peraturan Perundang-undangan, Akibat Hukum kepada

Pejabat Publik yang merangkap Jabatan.

BAB IV Penutup yang terdiri atas Kesimpulan dan Saran

23
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Jabatan dan Pejabat

Pengertian Jabatan Secara etimologi, kata jabatan berasal dari kata

dasar “jabat‟ yang ditambah imbuhan –an, yang berdasarkan Kamus Besar

Bahasa Indonesia diartikan sebagai “pekerjaan (tugas) dalam pemerintahan

atau organisasi yang berkenaan deng an pangkat dan kedudukan”31

Menurut Logemann dalam bukunya yang diterjemahkan oleh

Makkatutu dan Pangkerego, jabatan adalah:32 ” Lingkungan kerja awet dan

digaris-batasi, dan yang disediakan untuk ditempati oleh pemangku jabatan

yang ditunjuk dan disediakan untuk diwakili oleh mereka sebagai pribadi.

Dalam sifat pembentukan hal ini harus dinyatakan dengan jelas.” Dari

pengertian di atas, Logemann menghendaki suatu kepastian dan kontinuitas

pada suatu jabatan supaya organisasi

dalam berfungsi dengan baik. Jabatan dijalankan oleh pribadi sebagai wakil

dalam kedudukan demikian dan berbuat atas nama jabatan, yang disebut

pemangku jabatan.

Apakah pemangku jabatan berwenang mewakilkan jabatan kepada

orang lain? Logemann menjawabnya bahwa “dalam hal ini perlu

31
Poerwasunata, W.J.S, Kamus Bahasa Indonesia edisi ketiga, Jakarta:BalaiPustaka,
2003, hlm 16.
32
Logemann, diterjemahkan oleh Makkatutu dan Pangkerego dari judul asli Over de
Theori Van Een Stelling Staatsrecht, Universitaire Pers Leiden, 1948, Tentang Teori Suatu
Hukum Tata Negara Positif, Ikhtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta, 1975, hlm. 124.

24
ditempatkan figura-subsitu (pengganti) yang diangkat untuk mewakili

jabatan itu dengan sepenuhnya di bawah pimpinan pemangku jabatan”.

Inilah yang menurut Logemann disebut dengan pemangku jamak. Karena

ada pertalian antar jabat-jabatan seperti itu, tampak sebagai suatu kelompok

sebagai satu kesatuan.33

Pengertian jabatan yang dapat ditarik dari Penjelasan Undang-Undang

Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pasal 1 ayat (3)

adalah ”Jabatan negeri adalah jabatan dalam bidang esekutif yang

ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan, termasuk di

dalamnya jabatan dalam kesekretariatan lembaga tertinggi atau tinggi

negara, dan kepaniteraan pengadilan”.

Selanjutnya ditetapkan34 pada Pasal 1 butir (2), yakni: “pejabat yang

berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat,

memindahkan, dan memberhentikan pegawai negeri berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku”. Butir (3), yakni: “Pejabat yang

berwajib adalah pejabat yang karena jabatan dan tugasnya berwenang

melakukan tindakan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku”. Butir (4), yakni: “Pejabat negara adalah pimpinan dan

anggota lembaga tertinggi/tinggi negara sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Dasar 1945 dan pejabat negara lainnya yang ditentukan

oleh undang-undang”. Butir (5), yakni: “Jabatan negeri adalah jabatan

dalam bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-

33
Ibid, hlm 135
34
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

25
undangan termasuk di dalamnya jabatan dan kesekretariatan lembaga

tertinggi atau tinggi negara, dan kepaniteraan pengadilan”. Butir (6), yakni:

“Jabatan karir adalah jabatan struktural dan fungsional yang hanya dapat

diduduki pegawai negeri sipil setelah memenuhi syarat yang ditentukan”.

Butir (7), yakni: “Jabatan organik adalah jabatan negeri yang menjadi tugas

pokok pada suatu satuan organisasi pemerintah”.

Untuk mengetahui pengertian yang lebih luas mengenai jabatan

dalam kamus jabatan nasional perlu dikemukakan istilah-istilah yang ikut

memberikan penjelasan, yaitu :

1. Unsur atau elemen, iala komponen yang terkecil suatu pekerjaan,

misalnya memutar, menarik, menggosok, dan mengangkat.

2. Tugas atau task, ialah sekumpulan unsur yang merupakan usaha

pokok yang dikerjakan karyawan dalam memproses bahan kerja

menjadi hasil kerja dengan alat kerja dan dalam kondisi jabatan

tertentu.

3. Pekerjaan atau job, adalah sekumpulan kedudukan yang memiliki

persamaan dalam tugas-tuigas pokoknya dan berada dalam satu

unit organisasi. Jabatan atau occupation adalah sekumpulan

pekerjaan yang berisi tugas-tugas pokok yang mempunyai

persamaan, dan yang telah sesuai dengan satuan organisasi.

Utrecht35 dalam bukunya yang berjudul Pengantar hukum

administrasi Negara Indonesia menyatakan bahwa :

35
Utrecht, E, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, cetakan ke empat,
Jakarta,1957.hlm 36

26
“Jabatan ialah suatu lingkungan pekerjaan tetap yang diadakan dan
dilakukan guna kepentingan negara (kepentingan umum). Tiap
jabatan adalah suatu lingkungan pekerjaan tetap yang dihubungakan
dengan organisasi sosial tertinggi, yang diberi nama Negara.”
Yang dimaksud dengan lingkungan tetap ialah suatu lingkungan

pekerjaan yang sebanyak-banyaknya dapat dinyatakan dengan tepat, teliti

dan bersifat duurzaam.

Jabatan itu subyek hukum, yakni pendukung hak dan kewajiban

(suatu personifikasi), maka dengan sendirinya jabatan itu dapat melakukan

perbuatan hukum. Perbuatan hukum itu dapat diatur baik hukum publik

maupun hukum privat.

Pengertian pejabat yang ditetapkan oleh Kamus BahasaIndonesia36,

yaitu : “Pegawai pemerintah yang memegang jabatan tertentu”.

Dengan ketetapan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pejabat

adalah seseorang yang mengembang jabatan di suatu instansi atau bidang

tertentu yang mempunyai kewenangan atas apa yang dilakukannya.

Pengertian penjabat yang dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia37, yaitu: “pemegang jabatan sementara; orang yang melakukan

jabatan orang lain untuk sementara”.

Selanjutnya yang ditetapkan oleh Utrecht38 dalam salah satu tulisannya

menyatakan bahwa : “penjabat adalah seseorang yang mewakili suatu

jabatan, yakni menjalankan suatu lingkungan pekerjaan tetap guna

kepentingan negara”.

36
Poerwasunata, W.J.S, ibid. hlm. 63
37
Poerwasunata, W.J.S, ibid. hlm.89
38
Utrecht, E, (1957:144) op.cit. hlm 27

27
Mengenai jabatan publik, Pengertian dapat dipahami lebih luas daripada

jabatan negara atau jabatan dalam struktur dan sistem kelembagaan

organsiasi negara. Jabatan organisasi non-negara yang bersifat privat tetapi

berhubungan erat dengan kepentingan umum dapat juga dikaitkan dengan

pengertian jabatan publik, meskipun tidak dapat disebut sebagai jabatan

negara dalam pengertian yang lazim. Misalnya, jabatan dalam organisasi

partai politik atau jabatan dalam organsiasi profesi yang sifat kegiatannya

ataupun bidang aktifitasnya berkenaan dengan kepentingan publik yang luas

dapat juga disebut sebagai jabatan publik yang lebih luas yang mencakup

pengertian jabatan negara dan jabatan publik non-negara.39

1. Pejabat Negara

a. Pengertian Pejabat Negara

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pejabat negara diartikan

sebagai orang yang memegang jabatan penting dalam pemerintahan seperti

menteri, sekretaris negara, dan lain-lain. Istilah pejabat negara

sesungguhnya lebih luas dibandingkan pejabat di lingkungan pemerintahan

yang diidentifikasi sebagai jabatan dalam kekuasaan eksekutif, karena

mencakup pejabat pada lingkungan kekuasaan lainnya seperti legislatif,

yudisial, dan kekuasaan derivatif lainnya yang dijalankan oleh lembaga-

lembaga negara pendukung (auxiliary state bodies/agencies).

39
Jimly Asshiddiqie,Sistem Pengisian Jabatan Publik, Disampaikan dalam rangka
Konferensi Hukum Tata Negara ke-2, di UNAND, Padang, September 2015.

28
Seorang Pejabat Negara selain menduduki jabatan lembaga negara

juga harus melalui pengangkatan dan pemberhentian dari seorang Presiden,

akan tetapi tidak semua pejabat yang diangkat dan diberhentikan oleh

Presiden adalah pejabat negara. Di Indonesia ada yang disebut dengan

pejabat lainnya yang tidak secara eksplisit dinyatakan jabatannya oleh UUD

NRI Tahun 1945 maupun undang-undang, tetapi diangkat dan diberhentikan

oleh Presiden sehingga penanganan administrasinya diselenggarakan oleh

Sekretaris Negara. Dalam konteks ini terkadang dipersepsikan oleh

masyarakat bahwa mereka adalah pejabat negara, misalnya anggota badan

perlindungan konsumen nasional, wakil pemerintah indonesia dalam

organisasi internasional, kepala perwakilan, konsuler, dan lain-lain.40

2. Jenis Pejabat Negara

Menurut pengaturan organik dan fungsinya, pejabat Negara

dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Pejabat Negara yang diatur secara eksplisit jabatannya baik secara

organik maupun fungsinya pada suatu lembaga negara yang diatur

secara langsung oleh UUD 1945;

2. Pejabat Negara yang diatur secara implisit status jabatan pejabat

negaranya karena secara organik tidak disebutkan secara tegas

namun fungsinya diatur secara langsung oleh UUD 1945 sehingga

dalam implementasinya dibutuhkan undang-undang sebagai

penjelasannya;

40
Budi Suhariyanto dkk., Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang
Jabatan Hakim, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan, Balitbang Diklat
Kumdil Mahkamah Agung RI 2015, Jakarta, hlm. 212.

29
3. Pejabat Negara yang tidak diatur baik secara organ maupun

fungsinya dalam UUD 1945 tetapi diatur oleh undang-undang

sebagai Pejabat Negara.

Pejabat negara juga dibagi dalam empat jenis menurut lingkup

kekuasaan kenegaraan, yaitu pejabat negara yudikatif, pejabat Negara

legislatif, pejabat negara eksekutif, dan pejabat negara pada state

auxiliary bodies.41

Menurut UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara

yang selanjutnya disingkat ASN dalam ketentuan Pasal Pasal 122

memberikan pengertian bahwa Pejabat negara meliputi :

a. Presiden dan Wakil Presiden;

b. Ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

c. Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat;

d. Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah;

e. Ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim agung pada Mahkamah

Agung serta ketua, wakil ketua, dan hakim pada semua badan

peradilan kecuali hakim ad hoc

f. Ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi;

g. Ketua, wakil ketua, dan anggota badan Pemeriksa Keuangan;

h. Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;

i. Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;

j. Menteri dan jabatan setingkat menteri;

41
Jimmly Asshidiqie, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Penyempurnaan Sistem
Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2010, hlm. 373.

30
k. Kepala perwakilan RepublikIndonesia di luar negeri yang

berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;

l. Gubernur dan wakil gubernur;

m. Bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota; dan

n. Pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang

Dengan ketetapan diatas maka dapat disimpulkan bahwa penjabat

adalah seseorang yang diberi kewenangan untuk sementara menduduki

suatu jabatan di mana jabatan tersebut tidak diduduki oleh seseorangpun

dengan kata lain lowong atau kosong.

B. Macam-Macam Jabatan Pemerintah

Sebelum berlakunya Undang-Undang No 5 Tahun 2014 tentang

Aparatur Sipil Negara yaitu Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang

Pokok-Pokok Kepegawaian,jenis jabatan dibagi menjadi 3 yaitu:

a. Jabatan Negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang

ditetapkan berdasarkan peraturan perundang- undangan,

termasuk di dalamnya jabatan dalam kesekretariatan lembaga

tertinggi atau tinggi negara, dan kepaniteraan pengadilan.

b. Jabatan Karier adalah jabatan struktural dan fungsional yang

hanya dapat diduduki Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi

syarat yang ditentukan,

31
c. Jabatan organik adalah jabatan negeri yang menjadi tugas pokok

pada suatu satuan organisasi pemerintah.

Jabatan karier PNS dibagi menjadi dua yaitu jabatan struktural dan

jabatan fungsional:

Jabatan Struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas,

tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang PNS dalarn rangka mernirnpin

suatu satuan organisasi negara. Jabatan Struktural, yaitu jabatan yang secara

tegas ada dalam struktur organisasi. Kedudukan jabatan struktural

bertingkat - tingkat dari tingkat yang terendah (eselon IV/b) hingga yang

tertinggi (eselon I/a).

Contoh jabatan struktural di PNS Pusat adalah: Sekretaris Jenderal,

Direktur Jenderal, Kepala Biro, dan Staf Ahli. Sedangkan contoh jabatan

struktural di PNS Daerah adalah: sekretaris daerah, kepala

dinas/badan/kantor, kepala bagian, kepala bidang, kepala seksi, camat,

sekretaris camat, lurah, dan sekretaris lurah.42

Struktur organisasi PNS (tingkatan jabatan struktural) yang biasa

disebut dengan Eselon. Eselon tertinggi sampai dengan eselon terendah dan

jenjang pangkat untuk setiap eselon sebagaimana tersebut dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 adalah sebagai berikut:

1. Eselon la Pembina Utama Madya IV/d Pembina Utama IV/e

2. Eselon lb Pembina Utama Muda IV/c Pembina Utama IV/e

42
C.S.T Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Aksara Baru, 1985, hlm 356

32
3. Eselon II a Pembina Utama Muda IV/c Pembina Utama Madya

IV/d

4. Eselon lIb Pembina Tingkat I IV/b Pembina Utama Muda IV/c

&

5. Eselon IIIa Pembina IV/a Pembina Tingkat I IV/b

6. Eselon III b Penata Tingkat I Ill/d Pembina IV/a

7. Eselon IV a Penata III/c Penata Tingkat I Ill/d

8. Eselon IV b Penata Muda Tingkat I Ill/b Penata III/c

9. Eselon V Penata Muda Ill/a Penata Muda TingkatI Ill/b

Sedangkan penerapannya, eselon-eselon tersebut dalam sebuah

lembaga dengan lembaga lainnya itu berbeda namanya walaupun sama

tingkatannya. Contohnya :

1. Di tingkat pusat (Kementerian):

a. Eselon I terdiri dari Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal,

Direktur Jenderal, Kepala Badan, dan lain-lain

b. Eselon II terdiri dari Kepala Biro, Kepala Pusat, Sekretaris

Direktorat Jenderal, Sekretaris Badan, dan lain-lain

c. Eselon III terdiri dari Kepala Bagian, Kepala Bidang, dan lain-

lain

d. Eselon IV terdiri dari Kepala Sub Bagian dan Kepala Seksi.

2. Di tingkat daerah (Provinsi misalnya):

a. Eselon I yaitu Sekretaris Daerah

b. Eselon II yaitu Asisten Sekretaris Daerah, Kepala Biro, Kepala

Dinas, Kepala Badan, dan lain-lain

33
c. Eselon III yaitu Sekretaris Badan, Sekretaris Dinas, Kepala

Bidang, Kepala Bagian, dan lain-lain

d. Eselon IV terdiri dari Kepala Sub Bagian dan Kepala Seksi.

Jabatan fungsional tertentu adalah suatu kedudukan yang

menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang PNS

dalarn suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan

pada keahlian dan atau keterarnpilan tertentu serta bersifat rnandiri dan

untuk kenaikan jabatan dan pangkatnya disyaratkan dengan angka kredit.

Jabatan fungsional umum adalah suatu kedudukan yang

rnenunjukkan tugas, jawab, wewenang, dan hak seorang PNS dalam suatu

satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada

keterarnpilan tertentu dan untuk kenaikan pangkatnya tidak disyaratkan

dengan angka kredit.

Jadi Jabatan Fungsional yaitu jabatan teknis yang tidak tercantum

dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut pandang fungsinya sangat

diperlukan dalam pelaksansaan tugas-tugas pokok organisasi, misalnya:

auditor (Jabatan Fungsional Auditor atau JFA), guru, dosen, dokter,

perawat, bidan, apoteker, peneliti, perencana, pranata komputer, statistisi,

pranata laboratorium pendidikan, dan penguji kendaraan bermotor.43

Jimmly Asshidiqie44, Dalam undang-undang baru ini, administrasi

pemerintahan negara dibedakan dalam tiga kelompok jabatan, yang disebut

sebagai Jabatan ASN (Aparatur Sipil Negara), yaitu:

43
Drs C.S.T Kansil, S.H. Op Cit , hlm `356.
44
Jimmly Asshidiqie, Sistem Pengisian Jabatan Publik. Ibid. hlm 5-6

34
(1) Jabatan Administrasi yang meliputi: (a) Jabatan administrator yang

bertanggung jawab memimpin pelaksanaan seluruh kegiatan

pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan

pembangunan; (b) Jabatan pengawas yang bertanggung jawab

mengendalikan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh pejabat

pelaksana; dan (c) Jabatan pelaksana yang bertanggung jawab

melaksanakan kegiatan pelayanan publik serta administrasi

pemerintahan dan pembangunan;

(2) Jabatan Fungsional yang meliputi: (a) Jabatan fungsional keahlian,

terdiri atas (i) Ahli utama; (ii) Ahli madya; (iii) Ahli muda; (iv)

Ahli pertama; dan ( ) Jabatan fungsional keterampilan yang terdiri

atas (i) Penyelia; (ii) Mahir; (iii) Terampil; dan (iv) Pemula; dan

(3) Jabatan Pimpinan Tinggi yang berfungsi memimpin dan

memotivasi Pegawai ASN pada Instansi Pemerintah melalui

kepeloporan, pengembangan kerja sama dengan instansi lain, dan

keteladanan dalam mengamalkan nilai dasar ASN dan menjalankan

kode etik dan kode perilaku ASN.

Jabatan Pimpinan Tinggi ini meliputi: (a) Jabatan pimpinan tinggi

utama. yakni kepala lembaga pemerintah nonkementerian, dan (b) Jabatan

pimpinan tinggi madya, meliputi sekretaris jenderal kementerian, sekretaris

kementerian, sekretaris utama, sekretaris jenderal kesekretariatan lembaga

negara, sekretaris jenderal lembaga nonstruktural, direktur jenderal, deputi,

inspektur jenderal, inspektur utama, kepala badan, staf ahli menteri, Kepala

Sekretariat Presiden, Kepala Sekretariat Wakil Presiden, Sekretaris Militer

35
Presiden, Kepala Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden, sekretaris

daerah provinsi, dan jabatan lain yang setara c. jabatan pimpinan tinggi

pratama. meliputi direktur, kepala biro, asisten deputi, sekretaris direktorat

jenderal, sekretaris inspektorat jenderal, sekretaris kepala badan, kepala

pusat, inspektur, kepala balai besar, asisten sekretariat daerah provinsi,

sekretaris daerah kabupaten/kota, kepala dinas/kepala badan provinsi,

sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan jabatan lain yang setara.

Lebih spesifik menurut Undang-Undang No 5 Tahun 2014 tentang

Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak dikenal lagi istilah jabatan struktural

eselon I hingga eselon V. Setiap jabatan dalam UU ASN ditetapkan sesuai

dengan kompetensi yang dibutuhkan (Pasal 16 UU ASN) Jabatan dalam

ASN terdiri dari:

a. Jabatan Administrator Adalah jabatan (pejabat) bertanggung jawab

memimpin pelaksanaan seluruh kegiatan pelayanan publik serta

administrasi pemerintahan dan pembangunan. Adapun pejabat dalam

jabatan pengawas bertanggung jawab mengendalikan pelaksanaan

kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pelaksana; sementara pejabat

dalam jabatan pelaksana melaksanakan kegiatan pelayanan publik

serta administrasi pemerintahan dan pembangunan.

b. Jabatan Fungsional Dalam ASN dikenal adanya jabatan fungsional.

Jabatan fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan

tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada

keahlian dan keterampilan tertentu.Jabatan fungsional terdiri dari

1. Jabatan Fungsional Keahlian terdiri dari:

36
a. Ahli utama

b. Ahli madya

c. Ahli muda

d. Ahli pertama

2. Jabatan Fungsional Keterampilan terdiri dari :

a. Penyelia

b. Mahir

c. Terampil

d. Pemula.

c. Jabatan Pimpinan Tinggi

Jabatan Pimpinan Tinggi adalah jabatan yang berfungsi

memimpin dan memotivasi setiap Pegawai ASN pada Instansi

Pemerintah melalui :

a. Kepeloporan dalam bidang keahlian profesional; analisis dan

rekomendasi kebijakan; dan kepemimpinan manajemen.

b. Pengembangan kerjasama dengan instansi lain.

c. Keteladanan dalam mengamalkan nilai dasar ASN, dan

melaksanakan kode etik dan kode perilaku ASN.

Untuk menjadi pejabat tinggi dalam tatanan UU ASN

dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. Kompetensi

b. Kualifikasi

c. Kepangkatan

d. pendidikan dan pelatihan

37
e. rekam jejak jabatan dan integritas

f. persyaratan lain45

d. Jabatan Politik

Secara sederhana jabatan politik bisa dimaknai sebagai jabatan yang

ditentukan oleh sebuah proses politik. Dalam hal ini bisa dicontohkan untuk

di tingkat provinsi, kabupaten dan kota, kita mengenal proses pemilihan

kepala daerah dan wakil kepala daerah, yakni pemilihan gubernur dan wakil

gubernur di tingkat provinsi serta pemilihan bupati/wali kota beserta wakil

di tingkat kabupaten dan kota.

Jabatan seperti kepala daerah baik itu gubernur, bupati/wali kota beserta

wakil di atas merupakan jabatan politik. Karena merupakan jabatan politik,

maka ada kewenangan yang melekat dari jabatan tersebut. Jabatan seperti

gubernur, bupati/wali kota di daerah dalam hal menentukan posisi jabatan di

lingkungan pemerintah daerah baik itu untuk posisi Sekretaris Daerah

(Sekda), posisi untuk menduduki jabatan di Satuan Kerja Perangkat Daerah

(SKPD) menjadi kewenangan dari masing-masing kepala daerah baik itu

gubernur, bupati maupun wali kota dengan meminta pertimbangan dari

Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat).

Olehnya itu Yang perlu dipahami bahwa para Menteri, Kepolri,

Panglima TNI, Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah

Konstitusi, KETUA KPK itu bukan jabatan eselon. Begitu juga dengan

45
UU No 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 13-14

38
jabatan sebagai Gubernur atau Bupati/Walikota, itu bukan jabatan dalam

Eselon, itu adalah jabatan politik.46

C. Pengisian Jabatan Pada Lembaga Negara

Pada dasarnya setiap pegawai mempunyai jabatan karena mereka

direkrut berdasarkan kebutuhan untuk melaksanakan tugas dan fungsi yang

ada dalam organisasi. Prinsip penempatan menurut A.W. Widjaja Adalah

the right man on the right place (penempatan orang yang tepat pada tempat

yang tepat). Untuk dapat melaksanakan prinsip ini dengan baik, ada dua hal

yang perlu diperhatikan, yaitu47 :

a. Adanya analisis tugas jabatan (job analisys) yang baik, suatu analisis
yang menggambarkan tentang ruang lingkup dan sifat-sifat tugas
yang dilaksanakan sesuatu unit organisasi dan syarat-syarat yang
harus dimiliki oleh pejabat yang akan menduduki jabatan di dalam
unit organisasi itu.
b. Adanya Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (kecakapan pegawai) dari
masing-masing pegawai yang terpelihara dengan baik dan terus-
menerus. Dengan adanya penilaian pekerjaan ini dapat diketahui
tentang sifat, kecakapan, disiplin, prestasi kerja, dan lain-lain dari
masing- masing pegawai.
Pengisian jabatan negara dapat dilakukan dengan metode pemilihan

dan/atau pengangkatan pejabat negara secara perorangan maupun

berkelompok dengan lembaga di tempat mereka bertugas, baik dalam

46
Sastra Djatmiko, Marsono, Hukum Kepegawaian Indonesia, Jakarta: Penerbit Djamb
atan, 1990, hlm 67.
47
Sri Hartini, dkk. Op.Cit,hlm.97.

39
lembaga negara maupun lembaga pemerintahan, baik pada pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah48.

Pemilihan, dalam arti seleksi, berlangsung untuk pejabat manapun

dalam proses mendapatkan seseorang atau sekelompok orang yang

dikehendaki untuk selanjutnya diproses sampai yang bersangkutan diberi

tugas tetap atau diangkat pada suatu jabatan tertentu. Proses pemilihan itu

berlangsung dengan beragam cara, sehingga hasil akhir pemilihan itupun

beragam pula kualitasnya.

Ada proses pemilihan yang panjang dan bahkan dirasakan sangat

berbelit-belit. Namun proses yang demikian ini belum tentu menjamin

kebenaran, keadilan, dan objektivitas sehingga diperoleh hasil yang

berkualitas. Ini pun belum tentu menghasilkan seperti yang disyaratkan itu.

Jimmly Asshidiqie49, Pejabat dalam arti luas dapat dibedakan antara

pejabat yang diangkat (appointed officials) dan pejabat yang dipilih (elected

officials). Pejabat yang dipilih dapat direkrut melalui proses (i) pemilihan

langsung oleh rakyat (directly elected by the peoples); (ii) pemilihan

langsung oleh rakyat. Sedangkan pejabat yang direkrut melalui

pengangkatan adalah jabatan kepegawaian, baik sipil maupun militer.

Khusus mengenai pejabat-pejabat yang direkrut melalui sistem

pemilihan langsung oleh rakyat (directly elected officials) dalam praktik di

Indonesia dewasa ini, meliputi:

48
C.S.T. Kansil, 2005, Sistem Pemerintahan Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta, hlm.
222
49
Jimmly Asshidiqie, Ibid.

40
1. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dalam pemilihan

presiden lima tahunan

2. Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Provinsi,

selain Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta;

3. Pasangan Bupati dan Wakil Bupati, selain Bupati di Daerah

Khusus Ibukota Jakarta;

4. Pasangan Walikota dan Wakil Walikota, selain Walikota di

Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

5. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat;

6. Anggota Dewan Perwakilan Daerah;

7. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi;

8. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten, kecuali

kabupaten administratif di Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

9. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota, kecuali kota

administratif di Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang tidak

mempunyai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan

10. Kepala Desa.

System pengisian jabatan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN)

berdasarkan Undang-Undang No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil

Negara (ASN), terkait dengan Jabatan pimpinan tinggi, diatur hal-hal

sebagai berikut50:

a. Pengisian jabatan pimpinan tinggi dilakukan oleh Pejabat Pembina

Kepegawaian dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi;

50
Ibid. hlm 6

41
b. Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti Pejabat Pimpinan

Tinggi selama 2 (dua) tahun terhitung sejak pelantikan Pejabat

Pimpinan Tinggi, kecuali Pejabat Pimpinan Tinggi tersebut

melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi

memenuhi syarat jabatan yang ditentukan;

c. Jabatan Pimpinan Tinggi hanya dapat diduduki paling lama 5 (lima)

tahun, namun dapat diperpanjang berdasarkan pencapaian kinerja,

kesesuaian kompetensi, dan berdasarkan kebutuhan instansi setelah

mendapat persetujuan Pejabat Pembina Kepegawaian dan

berkoordinasi dengan KASN;

d. Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada

kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga

nonstruktural, dan Instansi Daerah dilakukan secara terbuka dan

kompetitif pada tingkat nasional atau yang biasa dikenal dengan

istilah “lelang jabatan”;

e. Pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan secara terbuka

dan kompetitif atau “lelang jabatan”pada tingkat nasional atau antar

kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi;

f. Pimpinan Tinggi dapat diisi oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia

dan anggota Kepolisian Negara Republik juga dilakukan melalui

lelang jabatan atau melalui proses secara terbuka dan kompetitif;

g. Pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama

yang akan mencalonkan diri menjadi menjadi calon dalam pemilihan

gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil

42
bupati/wakil walikota wajib menyatakan mengundurkan diri secara

tertulis dari kedudukan sebagai pegawai ASN sejak mendaftar

sebagai calon, dan pernyataan pengunduran diri ini tidak dapat

ditarik kembali;

h. Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, terhadap jabatan PNS

dilakukan penyetaraan, yaitu (i) Jabatan eselon Ia kepala lembaga

pemerintah non kementerian setara dengan jabatan pimpinan tinggi

utama; (ii) Jabatan eselon Ia dan eselon Ib setara dengan jabatan

pimpinan tinggi madya; (iii) Jabatan eselon II setara dengan jabatan

pimpinan tinggi pratama; (iv) Jabatan eselon III setara dengan

jabatan administrator; (v) Jabatan eselon IV setara dengan jabatan

pengawas; dan (vi) Jabatan eselon V dan fungsional umum setara

dengan jabatan pelaksana;

Secara teoritis, tata cara pengisian jabatan yang baik telah

dikemukakan oleh Logemann berpendapat, bagian yang terbesar dari

Hukum Negara (Staatsrecht) adalah peraturan- peraturan hukum yang

menetapkan secara mengikat bagaimana akan terbentuknya organisasi

negara itu. Peraturan- peraturan hukum itu menangani:

1. Pembentukkan jabatan -jabatan dan susunannya.

2. Penunjukan para pejabat.

3. Kewajiban-kewajiban, tugas - tugas, yang terikat pada jabatan.

4. Wibawa, wewenang-wewenang hukum, yang terikat pada jabatan.

5. Lingkungan daerah dan lingkaran personil, atas mana tugas dan

jabatan itu meliputinya.

43
6. Hubungan wewenang dari jabatan - jabatan antara satu sama lain.

7. Peralihan jabatan.

8. Hubungan antara jabatan dan pejabat.

Logemann menunjukkan pentingnya perhubungan antara negara

sebagai organisasi dengan pengisian jabatan, oleh karena itu teorinya

disebut Teori Jabatan.51

Pengisian jabatan pemerintahan secara yuridis selain diatur dalam

UUD NRI Tahun 1945 juga secara sistematis telah dijabarkan dalam

Undang-Undang No.43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Undang-Undang

Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian; Peraturan

Pemerintah No.9 Tahun 2003 Tentang Wewenang Pengangkatan,

Pemindahan, Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil; Peraturan Pemerintah

No. 13 Tahun 2002 Tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No. 100

Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan

Struktural.

Adapun dalam Undang Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang

Perubahan Atas Undang Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok

Pokok Kepegawaian juga mengatur tentang persyaratan pengisian jabatan

bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), Selanjutnya juga diatur lebih lanjut dalam

surat Edaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi No. 16 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pengisian Jabatan

51
Pudja Pramana KA, Ilmu Negara, Jakarta: Graha Ilmu, 2009, hlm 28

44
Struktural Yang Lowong di Instansi Pemerintah, Undang-Undang Nomor 5

Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, pelaksanaan undang-undang ini

diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur

Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan-RB) Nomor 13 Tahun 2014

Tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Secara Terbuka di

Lingkungan Instansi Pemerintah. Permenpan ini mengatur tata cara, tahapan

dan mekanisme yang harus pelaksanaan seleksi pengisian jabatan.

45
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Rangkap Jabatan dalam Peraturan Perundang-Undangan

1. Pemerintahan yang Baik (Good Governance)

Pemerintah dalam menjalankan berbagai aktivitasnya wajib

melaksanakan prinsip-prinsip Kepemerintahan Yang Baik (Good

Governance). Dalam hal ini, Good Governance diartikan secara luas sebagai

suatu tata penyelenggaraan pemerintahan yang baik di suatu negara.

Selajudnya dalam arti sempit, penyelenggaraan pemerintahan yang baik

terutama berkaitan dengan pelaksanaan fungsi administrasi negara. Dalam

kaitan ini, di Negeri Belanda (yang juga diikuti oleh pakar Hukum

Administrasi Negara Indonesia) sejak beberapa waktu yang lalu, dikenal

suatu Asas-asas Umum Penyelenggaraan Administrasi yang baik. Asas-asas

ini, dikenal dengan sebutan AAUPB, berisikan pedoman yang harus

digunakan oleh pelaksana administrasi negara dalam melaksanakan

tugasnya sehari-hari dan juga oleh hakim (administrasi) untuk menguji

keabsahan (validitas) perbuatan hukum atau perbuatan nyata yang telah

dilakukan oleh para pelaksana administrasi negara tersebut. 52

Istilah Good Governance berasal dari induk bahasa Eropa Latin, yaitu

Gubernare yang diserap oleh bahasa Inggris menjadi Govern, yang berarti

52
Safri Nugraha, Dkk., 2007, Laporan Akhir Tim Kompendium Bidang
Hukum: Pemerintahan Yang Baik, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN),
Jakarta, hlm. 2

46
steer (menyetir, mengendalikan), direct (mengarahkan), atau rule

(memerintah). Penggunaan utama istilah ini dalam bahasa Inggris adalah to

rule with authority, atau memerintah dengan kewenangan.53

Pengertian Pemerintahan yang Baik (Good Governance) menurut

Mardiasmo adalah suatu konsep pendekatan yang berorientasi kepada

pembangunan sektor publik oleh pemerintah yang baik. Good Governance

dengan penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan

bertanggung jawab yang sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien,

penghindaran salah alokasi investasi yang langka, dan penghindaran korupsi

baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran

serta penciptaan legal and political frameworks bagi tumbuhnya aktivitas

kewiraswastaan,54

Berkaitan dengan Good Governance, Mardiasmo mengemukakan

bahwa orientasi pembangunan sektor publik adalah untuk menciptakan

Good Governance, dimana pengertian dasarnya adalah pemerintahan yang

baik. Kondisi ini berupaya untuk menciptakan suatu penyelenggaraan

pembangunan yang solid dan bertanggung jawab sejalan dengan prinsip

demokrasi, efesiensi, pencegahan korupsi, baik secara politik maupun

administrasi. Tuntutan reformasi yang berkaitan dengan aparatur negara

adalah perlunya mewujudkan administrasi Negara yang mampu mendukung

kelancaran dan perpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan berdasarkan prinsip Good Governance.

53
Djohan Djohermansyah, 2007, Potret Otonomi Daerah dan Wakil Rakyat di
Tingkat Lokal, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 131.
54
Sedermayanti, 2003, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam
Rangka Otonomi Daerah, Mandar Maju, Bandung, hlm. 7

47
Dalam upaya mewujudkan good governance dan good local

governance, pemerintah telah menetapkan agenda penciptaan tata

kepemerintahan yang baik di Indonesia, agenda tersebut setidaknya

memiliki 5 (lima) sasaran, yaitu55:

1. Berkurangnya secara nyata praktek korupsi kolusi dan nepotisme di


birokrasi, yang dimulai dari jajaran pejabat yang paling atas;
2. Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan Pemerintah
yang efisien, efektif dan profesional transparan dan akuntabel;
3. Terhapusnya peraturan dan praktek yang bersifat diskriminatif
terhadap warga;
4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan
publik;
5. Terjaminnya konsistensi seluruh peraturan Pemerintah Pusat dan
Pemerinatah.

2. Larangan Rangkap Jabatan dalam Peraturan Perundang-

Undangan.

a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112)

Pengertian mengenai Pelayanan publik menurut Undang-Undang Nomor

25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, Pasal 1 Angka 1 bahwa Pelayanan

Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan

kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap

warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administrasi

yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Pengertian lain juga

dapat dilihat dalam ketetntuan Keputusan Menteri PAN Nomor. 25 tentang

55
Bappenas, 2004, Menumbuhkan Kesadaran Tata Kepemerintahan yang baik,
Jakarta, hlm.15

48
Pelayanan Publik Tahun 2004 bahwa, “segala kegiatan pelayanan yang

dilaksanakan oleh penyelenggaraan pelayanan publik sebagai upaya

pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun dalam rangka pelaksanaan

ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut

Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi,

lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undangundang untuk

kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-

mata untuk kegiatan pelayanan publik.

Mengenai larangan Rangkap Jabatan telah diatur secara tegas dalam

ketentuan Pasal 17 huruf a bahwa :

Pelaksana dilarang:
a. merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi
pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah,
badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah

Pasal 1 ayat (5) bahwa; Pelaksana pelayanan publik yang selanjutnya

disebut Pelaksana adalah pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang

bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan

tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik.

Yang memiliki kewenangan langsung untuk mengawasi jalan

pelayanan publik berdasarkan ketentuan Pasal 35 adalah pengawas internal

dan pengawas eksternal. Pengawasan internal penyelenggaraan pelayanan

publik dilakukan melalui: (a). pengawasan oleh atasan langsung sesuai

dengan peraturan perundang-undangan; dan (b). pengawasan oleh pengawas

fungsional sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sementara

Pengawasan eksternal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui:

49
(a). pengawasan oleh masyarakat berupa laporan atau pengaduan

masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik; (b). pengawasan oleh

ombudsman sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan (c).

pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Provinsi,Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.

b. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara


(Lembaran Negara Republik Indonesi Tahun 2008 Nomor 166)

Didalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) dijelaskan bahwa;

Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah

perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam

pemerintahan. Selanjutnya penjelasan mengeni Menteri Negara yan

selanjutnya disebut Menteri adalah pembantu Presiden yang memimpin

Kementerian.

Berkaitan dengan rangkap jabatan oleh menteri telah diatur secara tegas

didalam Undang-Undang ini, pada ketentuan Pasal 23 huruf a,b dan c

bahwa;

Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai:

a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-


undangan;
b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan
swasta; atau
c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan
Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

d. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik


Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
70)

50
Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah

badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh

negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan

negara yang dipisahkan. Seluruh Kegiatan BUMN wajib hukumnya harus

sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan, hal

ini di jelaskan dalam Pasal 2 ayat (2).

Mengenai larangan rangkap jabatan dalam lingkungan BUMN di atur

secara eksplisit pada ketentuan Pasal 33 huruf a dan b yang berbunyi;

Anggota Komisaris dilarang memangku jabatan rangkap sebagai:


a. anggota Direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha
milik swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan
kepentingan; dan/atau
b. jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

3. Pengecualian Memangku Jabatan Rangkap

a. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2005 Tentang Perubahan


Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1997 Tentang Pegawai
Negeri Sipil yang menduduki Jabatan Rangkap (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 121)

Ketentuan Pasal 2 bahwa : Ketentuan pelarangan menduduki jabatan

rangkap dikecualikan bagi Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan

ditugaskan dalam jabatan:

a. Jaksa, merangkap jabatan struktural di lingkungan kejaksanaan yang


tugas pokoknya berkaitan erat dengan bidang penuntutan atau dapat
diberi tugas penuntutan;
b. Peneliti, merangkap jabatan struktural di lingkungan instansi
pemerintah yang tugas pokoknya berkaitan erat dengan bidang
penelitian; dan
c. Perancang, merangkap jabatan struktural di lingkungan instansi
pemerintah yang tugas pokoknya berkaitan erat dengan bidang

51
peraturan perundang-undangan. Jabatan Struktural yang dirangkap
oleh Pegawai Negeri Sipil ini dapat ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.

Alasan untuk PNS yang dikecualikan menduduki jabatan Rangkap

Berdasarka penjelasan daripada Peraturan Pemerintah ini bahwa;

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok

Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43

Tahun 1999, pada dasarnya Pegawai Negeri Sipil yang telah diangkat dalam

jabatan struktural tidak dapat merangkap dalam jabatan struktural lain atau

jabatan fungsional. Hal ini dimaksudkan agar Pegawai Negeri Sipil yang

bersangkutan dapat memusatkan perhatian dan kemampuannya dalam

melaksanakan tugas jabatannya sehingga dapat menghasilkan kinerja yang

optimal.

Namun, dalam jabatan-jabatan struktural pada unit organisasi yang

tugas dan fungsinya berkaitan dengan Peraturan Perundang-undangan,

terdapat tugas Pegawai Negeri Sipil di lingkungan instansi pemerintah yang

hanya dapat dilaksanakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang menduduki

jabatan fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan. Hal ini

mengingat sifat tugas dan tanggung jawab jabatan struktural tersebut

sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan tugas dan tanggung

jawab jabatan fungsionalnya

52
B. Pengaturan Sanksi Administrasi Terhadap Pejabat Publik Yang

Merangkap Jabatan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi

Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor

292) tidak mengatur secara komprehensif terhadap pejabat pemerintah yang

merangkap jabatan namun akibat hukum yang dapat terjadi terhadap pejabat yang

merangkap jabatan ialah Konflik Kepentingan. Pasal 1 angka 14 bahwa; Konflik

Kepentingan adalah kondisi Pejabat Pemerintahan yang memiliki

kepentingan pribadi untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain

dalam penggunaan Wewenang sehingga dapat mempengaruhi netralitas dan

kualitas Keputusan dan/atau Tindakan yang dibuat dan/atau dilakukannya.

Pasal 42 Pejabat Pemerintahan yang berpotensi memiliki Konflik

Kepentingan dilarang menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau

Tindakan.

Pasal 43 Konflik Kepentingan terjadi Apabila dalam menetapkan

dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dilatar belakangi:

a) adanya kepentingan pribadi dan/atau bisnis;


b) hubungan dengan kerabat dan keluarga;
c) hubungan dengan wakil pihak yang terlibat;
d) hubungan dengan pihak yang bekerja dan mendapat gaji dari pihak
yang terlibat
e) hubungan dengan pihak yang memberikan rekomendasi terhadap
pihak yang terlibat; dan/atau
f) hubungan dengan pihak-pihak lain yang dilarang oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan

Merujuk pada berbagai ketentuan dalam Undang-undang Administrasi

Pemerintahan tersebut, maka Pejabat Pemerintah yang merangkap sebagai

komisaris BUMN/BUMD dan Organisasi lainnya sangat rentan

53
menimbulkan konflik kepentingan. Sehingga apabila terjadi konflik

kepentingan yang diakibatkan Ranngkap Jabatan maka pejabat pemerintah

tersebut akan diberikan sanksi Administrasi yang diatur dalam ketentuan

Peraturan Perundang-undangan yaitu;

Pasal 80 ayat (1) bahwa ;

(1). Pejabat Pemerintahan yang melanggar ketentuan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 42 dan 43 dikenai sanksi administratif ringan.

Larangan untuk merangkap jabatan oleh pejabat publik dipertegas

dengan sanksi Administrasi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 25

Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2009 Nomor 112). Pasal 17 huruf (a). pada Undang-

undang ini mengenai larangan terhadap pejabat, pegawai, petugas, dan

setiap orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas

melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik. yang

merangkap jabatan sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi

pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha

milik negara, dan badan usaha milik daerah akan di kenakan sanksi

administrasi. Sanksi administrasi terhadap tindakan sebagaimana dijelaskan

diatas berupa Pembebasan dari Jabata,

pasal 54 ayat (7) bahwa;

Penyelenggara atau pelaksana yang melanggar ketentuan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 17 huruf a dikenai sanksi pembebasan dari
jabatan.

Berkaitan dengan kasus sebagaimana diuraikan pada latar belakang

diatas bahwa, pada lingkungan kementerian juga terdapat menteri yang

54
merangkap jabatan di berbagai organisasi yakni sebagai pimpinan Partai

Politik dan sejumlah BUMN. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008

Tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesi Tahun

2008 Nomor 166) Tidak mengatur terkait sanksi administrasi terhadap menteri

yang merankap jabatan karena jabatan menteri merupakan jabatan pengangkatan

berdasarkan hak prerogative presiden, karena itu kewenangan memberikan sanksi

terhadap menteri adalah presiden berdasarkan kewenangan yang diberikan

langsung dari konstitusi.

Rangkap jabatan pada lingkungan BUMN merupakan Pelanggaran terhadap

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70), Sanksi

administrasi terhadap tindakan anggota komisaris yang merangkap jabatan

sebagaimana dijelaskan pada ketentuan Pasal 33 huruf a dan b. akan dikenai

sanksi administrasi yaitu diberhentikan dari jabatanya berdasarkan

Peraturan Menteri BUMN No PER-03/MBU/02/2015 Tentang Persyaratan,

Tata cara Pengangkatan, dan Pemberhentian Anggota direksi BUMN Yang

berbunyi demikian;

”Anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas yang memangku


jabatan rangkap, masa jabatannya sebagai anggota Dewan
Komisaris/Dewan Pengawas berakhir karena hukum sejak saat
anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas lainnya atau Anggota
Direksi atau RUPS/Menteri mengetahui perangkapan jabatan
sebagaimana dimaksud”.

Tugas pejabat publik ialah melaksanakan Undang-undang, karena

kewenangannya bersumber dari norma hukum yang berlaku. Pelanggaran

terhadap norma hukum merupakan perbuatan melanggar hukum oleh sebab

itu bagi setiap pejabat publik yang melanggar Peraturan Perundang-

55
undangan harus diberikan tindakan yang tegas sesuai dengan kaida-kaida

hukum yang mengatur terkait perbuatan pejabat tersebut.

Norma hukum telah mengatur bahwa rangkap jabatan tidak diperbolehkan dan

terdapat akibat-akibat hukum, rangkap jabatan diperbolehkan juga berdasarkan

pada peraturan pemerintah Nomor 47 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1997 Tentang Pegawai Negeri Sipil yang

menduduki Jabatan Rangkap (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005

Nomor 121) terhadap jabatan-jabatan tertentu, oleh sebab itu sangat pentingnya

kesadaran hukum terutama pelaku penegak hukum yang seharusnya menjadi

contoh baik buat masyarakat, bukan sebaliknya melakukan tindakan pelanggaran

hukum.

Rangkap jabatan merupakan permasalahan yang tidak boleh dipandang

sebagai sesuatu yang biasa dalam penyelenggaraan pemerintahan. Rangkapa

jabatan oleh pejabat Publik dapat berakibat ketidak efektifnya suatu organ,

menimbulkan ketidak pastian hukum, serta melanggar norma-norma hukum

yang berlaku. Yang lebih condong dapat terjadi ialah merusak sendi-sendi

pemerintahan yang selama ini ditata, Serta potensi besar terjadinya konflik

kepentingan yang akan mendorong pada tindak pidana korupsi.

Dampak social akibat rangkap jabatan oleh pejabat publik yaitu kritikan

terhadap pemerintah yang tidak konsistensi terhadap pelaksanaan peraturan

perundang-undangan, oleh karena itu ketegasan yang tegas sangat

diharapkan sebgai upaya preventif terhadap berbagai persoalan yang dapat

terjadi akibat dari rangkap jabatan yang dilakukan oleh pejabat publik

diberbagai cabang lingkungan pemerintahan.

56
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berkaitan dengan Permasalahan yang telah dianalisis di atas maka

penulis memberikan Kesimpulan sebagai berikut :

1. Rangkapa jabatan oleh pejabat Publik dibolehkan namun sangat

limitative terhadap jabatan-jabatan tertentu sebagaimana diatur

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2005 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1997 Tentang

Pegawai Negeri Sipil yang menduduki Jabatan Rangkap, Pasal 2, oleh

karena itu diharapkan agar control pemerintah atau badan terkait

terhadap jabatan-jabatan yang dirangkap bagi setiap pejabat karena

sangat menentukan idealnya pemerintahan yang baik (Good

Governance). Rangkap jabatan dilihat dari perspektif apapun baik

moral, etika, asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang

baik (AAUPB) pada dasarya tidak dibenarkan tindakan tersebut

dan/atau dilarang oleh norma hukum yang berlaku.

2. Sanksi Administrasi terhadap Pejabat Publik yang merangkap

jabatan, sebagaimana diatur pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, Undang-Undang Nomor

25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, pasal 54 ayat (7) ,

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik

57
Negara, Peraturan Menteri BUMN No PER-03/MBU/02/2015

Tentang Persyaratan, Tata cara Pengangkatan, dan Pemberhentian

Anggota direksi BUMN serta dapat merugikan pejabat publik

tersebut yaitu hilangnya pekerjaan apabila dikenai sangksi

Administrasi maupun sangksi lainya, akibat daripada rangkap

jabatan yang dilakukan oleh pejabat publik ialah merusak sendi-

sendi pemerintahan yang selama ini ditata, Serta potensi terjadinya

konflik kepentingan yang akan mendorong pada tindak pidana

korupsi.

B. Saran

Berkaitan dengan Permasalahan yang telah dianalisis dan disimpulkan

di atas maka penulis memberikan saran sebagai sebagai berikut :

1. Diharapkan agar Pejabat Pemerintah dalam melaksanakan

fungsinnya harus taat terhadap norma-norma hukum yang berlaku,

memegang teguh sumpah jabatan serta tunduk terhadap kode etik

profesinya.

2. Diharapkan agar Pemerintah tegas dalam melaksanakan tindakan

hukum sebagai upaya preventif terhadap semua pejabat publik yang

merangkap jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

58
DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Hakim Abdul Aziz, 2011,Negara Hukum dan Demokrasi Di Indonesia, Penerbit Pustaka
Pelajar, Celeban Timur, Yogyakarta

Anotasi Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan


Universitas Indonesia –2017, Center for Study of Governance and
Administrative Reform (UI-CSGAR) , Jakarta

Suhariyanto Budi dkk, 2015, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang


Jabatan Hakim, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan,
Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI, Jakarta

Bappenas, 2004, Menumbuhkan Kesadaran Tata Kepemerintahan yang baik, Jakarta

Manan Bagir, 2001, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum Fakultas
Hukum UII, Yogyakarta

Kansil C.S.T, 1985, Sistem Pemerintahan Indonesia, Aksara Baru, Jakarta


Kansil C.S.T., 2005, Sistem Pemerintahan Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta
Koesoemahatmadja Djenal Hoesen, 1983, Pokok-Pokok Hukum Tata Usaha Negara Jilid
1, Penerbit Alumni, Bandung

Djohermansyah Djohan, 2007, Potret Otonomi Daerah dan Wakil Rakyat di Tingkat
Lokal, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Utrecht .E, 1960, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Cet. IV, Ichtiar,
Jakarta

Utrecht E, 1957, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, cetakan ke empat,


Jakarta

Ali Faried, 2012, Hukum Tata Pemerintahan Heteronom dan Otonom, Refika Aditama,
Bandung

Handoyo Hestu Cipto, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi
Sistem Demokrasi”, Universitas Atma Jaya, Jakarta
H. D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, 1988, Hoofdstukken van Administratief Recht,
Culemborg, Uitgeverij LEMMA BV,
Asshiddiqie Jimly, 2015, Liberalisasi Sistem Pengisian Jabatan Publik, Disampaikan
dalam rangka Konferensi Hukum Tata Negara ke-2, di UNAND, Padang,
September

Ashiddiqie Jimly, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Mahkamah Konstitusi, RI,
Jakarta

Asshiddiqie Jimly, 2015 Sistem Pengisian Jabatan Publik, Disampaikan dalam rangka
Konferensi Hukum Tata Negara ke-2, di UNAND, Padang

Asshidiqie Jimmly, 2010 , Pokok-Pokok Pikiran Tentang Penyempurnaan Sistem


Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim Indonesia, Rajawali Press, Jakarta

Purbopranoto Kuntjoro, 1981, Perkembangan Hukum Administrasi Indonesia, Binacipta,


(selajutnya disingkat Kuntjoro Purbopranoto I), Bandung

Logemann, , 1948, diterjemahkan oleh Makkatutu dan Pangkerego dari judul asli Over de
Theori Van Een Stelling Staatsrecht, Universitaire Pers Leiden, 1975, Tentang
Teori Suatu Hukum Tata Negara Positif, Ikhtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta
Moh. Mahfud MD, 2006, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty,
Yogyakarta

Atmosudirdjo Prajudi, 1981, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta

M. Hadjon Philipus, 1998, Penataan Hukum Administrasi, Fakultas Hukum Unair,


Surabaya
M. Hadjon Philipus, 1994, Fungsi Normatif Hukum Administrasi dalam Mewujudkan
Pemerintahan yang Bersih, Pidato Penerimaan jabatan Guru Besar dalam
Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya
M. Hadjon Philipus dkk, 2008, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, cet. ke-X,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Marzuki Peter Mahmud, 2017,Penelitian Hukum, cetakan ke-3, Kencana, Jakarta
Pudja Pramana KA, 2009, Ilmu Negara, Graha Ilmu, Jakarta

Hartini Sri, dkk , 2010, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta

Marbun SF, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia,
Liberty, Yogyakarta
Djatmiko Sastra, 1990, Hukum Kepegawaian Indonesia, Penerbit Djamb atan, Jakarta
Soekanto Soerjono dan Mamudji Sri, 1985, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali, Jakarta
Nugraha Safri, Dkk, 2007, Laporan Akhir Tim Kompendium Bidang Hukum:
Pemerintahan Yang Baik, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN),
Jakarta
Sedermayanti, 2003, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka
Otonomi Daerah, Mandar Maju, Bandung

Ndraha Taliziduhu, 2003, Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) 1, Rineka Cipta,Jakarta

B. Peraturan Perundang-undangan/Peraturan Pemerintah

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945


2. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan
3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara
5. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara
6. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara
7. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 29 Tahun 1997 Tentang Pegawai Negeri Sipil yang menduduki
Jabatan Rangkap
8. Peraturan Menteri BUMN No PER-03/MBU/02/2015 Tentang Persyaratan, Tata
cara Pengangkatan, dan Pemberhentian Anggota direksi BUMN

C. Disertasi/Makalah/Jurnal/Kamus/Website

Sedubun,Viktor, J. 2015, Pengawasan Peraturan Daerah Yang Berciri Khas Daerah,


Disertasi, Program Doktor, Program Studi Ilmu Hukum Administrasi Negara,
Universitas Airlangga, Surabaya.

Poerwasunata, W.J.S, 2003, Kamus Bahasa Indonesia edisi ketiga, BalaiPustaka,


Jakarta

Kamus Besar Bahasa Indonesia,(KBBI) Edisi Ke empat oleh Departemen Pendidikan


Nasional Tahun 2004
Tim Penyusun, 1989, Kamus-Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta

Muhammad Taufik Nasution, Mendefinisikan Pejabat Publik dalam Perspektif Hukum


http://lekons-lenterakonstitusi.blogspot.co.id/2011/06/pejabat-publik.html (Di
Akses tanggal 2 agustus 2017)

http://www.ombudsman.go.id/index.php/berita/berita/siaran-pers-ombudsman/2321-
siaran-pers-polemik-rangkap-jabatan,-ombudsman-ri-beri-solusi-kepada-
pemerintah.html (Di Akses Tanggal 1 Agustus 2017)

Muhaemin Pengertian Pemerintah dan Pemerintahan. Diakses Melalui


http://www.slideshare.net/Muhaemin93/pengertian-pemerintah-dan-pemerintahan
pada tangga l7 Oktober 2016

Anda mungkin juga menyukai