Anda di halaman 1dari 114

ANALISIS HUKUM HUBUNGAN ANTARA DOKTER DENGAN RUMAH

SAKIT DALAM PERJANJIAN TERAPEUTIK DI RUMAH SAKIT Dr. H.

KUMPULAN PANE TEBING TINGGI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:
MAYA HAJRIANTI SARAGIH
140200131

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS HUKUM

MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas karunia dan

nikmatNya penulis dapat menjalani perkuliahan sampai pada menyelesaikan

skripsi ini. Adapun judul dari skripsi ini adalah “ANALISIS HUKUM

HUBUNGAN ANTARA DOKTER DENGAN RUMAH SAKIT DALAM

PERJANJIAN TERAPEUTIK DI RUMAH SAKIT Dr.H.KUMPULAN PANE

TEBING TINGGI”.

Dalam penulisan skripsi ini penulis berusaha mengkaji serta menjelaskan

mengenai hubungan hukum yang dilakukan antara dokter dengan rumah sakit

dalam melaksanakan perjanjian terapeutik di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.

Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi.Skripsi ini disusun untuk memperoleh gelar

sarjana dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapat banyak bantuan serta

dukungan dari para pihak. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Budiman Ginting, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. OK. Saidin, S.H, M.Hum. selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Puspa Melati, S.H, M.Hum. selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H, M.Hum. selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


5. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, S.H, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Keperdataan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

6. Bapak Dr. Edy Ikhsan, S.H, M.A. selaku Dosen Pembimbing I skripsi penulis

yang telah meluangkan waktu serta membagi ilmunya kepada penulis untuk

membantu dan membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini

7. Bapak Syamsul Rizal, S.H, M.Hum. selaku Sekretaris Jurusan Keperdataan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembimbing II skripsi

penulis yang telah meluangkan waktu serta membagi ilmunya kepada penulis

untuk membantu dan membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini

8. Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi dan

Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi yang telah membantu penulis dalam

penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini

9. Seluruh Bapak/Ibu Dosen serta seluruh Staf Pegawai Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan bimbingan

kepada penulis selama menjalani perkuliahan

10. Kepada tulang Godeng, tulang Eddy Syofian, turang Amelida Amin, kak Dita,

Surya Puba, Bang Syaiful, kak Yanti yang sangat baik hati merawat dan

menjaga saya dan telah menjadi keluarga dan rumah kedua penulis yang selalu

ada setiap suka maupun duka, menjaga penulis mulai awal perkuliahan sampai

sekarang

11. Sahabat penulis Zahra, Dina, Jeannyfer, Mutia, Diva, Bang Pras, Irsa, Rani,

Vera, Ruth, Ilham, Sahabat penulis Gadis Girang Reborn Beby, Salsa, Paijok

yang selalu menjadi penghibur penulis

Universitas Sumatera Utara


12. Sahabat penulis Icha Purba, Amalia, Sasa, Widi, Mamet Rinal, Bella Gacok,

Kim Jihan, Etek Dila, Syelvi

13. Sahabat klinis perdata, pidana, ptun penulis

14. Seluruh Mahasiswa Grup D 2014 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

15. Kepada Seluruh teman dan sahabat yang tidak dapat penulis ucapkan satu

persatu

Khusus kepada keluarga saya, saya ucapkan terima kasih kepada kedua

orang tua saya tersayang. Kepada Ayahanda tersayang ALM Rizal Effendy

Saragih, sebagai sosok ayah yang telah mencurahkan kasih sayangnya kepada

saya hingga akhirhayatnya, hanya doa yang bisa kupanjatkan untukmu semoga

kita bisa berkumpul lagi di SurgaNya. Kepada Ibunda tersayang Suliawati Purba

adalah motivasi terbesar saya untuk menjadi lebih baik yang telah berjuang

mencurahkan kasih sayangnya, mendoakan, mendidik serta merawat saya seorang

diri semenjak tahun 2007, penulis sangat mencintai kalian. Dan saya u capkan

terima kasih kepada kakak saya Rini Aftitasari Saragih dan Lily Verawati Saragih

yang telah memberikan doa dan semangat kepada saya selama ini.

Medan, April 2018

Maya Hajrianti Saragih


NIM : 140200131

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Maya HajriantiSaragih*
EdyIkhsan**
Syamsul Rizal***

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan menjadi salah satu unsure
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai cita-cita bangsa Indonesia. Sejak
zaman dahulu telah dikenal bahwa adanya hubungan yang menanamkan
kepercayaan antara dua pihak yaitu pihak penerima perawatan medis dan pemberi
pelayanan medis. Dokter melaksanakan hak dan kewajiban terhadap pasien
timbullah suatu perjanjian terapeutik.Dalam perjanjian terapeutik tidak akan lepas
dari persoalan hukum yang melibatkan antara dokter, pasien, dan rumah sakit.
Oleh karena itu, penulis ingin membahas tentang “Analisis Hukum Hubungan
Dokter dengan Rumah Sakit Dalam Perjanjian Terapeutik Di Rumah Sakit Dr. H.
Kumpulan Pane Tebing Tinggi. Rumusan masalah dalam skripsi ini adalah hak
dan kewajiban dokter dan rumah sakit dalam perjanjian terapeutik, peraturan dasar
adanya hubungan hukum antara dokter dan rumah sakit dalam perjanjian
terapeutik, dan tanggung jawab perdata dokter dan rumah sakit dalam perjanjian
terapeutik terhadap pihak ketiga.
Metode penelitian dalam skripsi ini adalah metode penelitian hukum
normatif bersifat deskriptif. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder
dan data primer. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier serta didukung dengan dengan hasil data
primer berupa wawancara dengan beberapa dokter dan pasien RSUD. Dr. H.
Kumpulan Pane Tebing Tinggi.
Hasil penelitian dalam skripsi ini adalah terdapat beberapa peraturan
perundangan mengenai hak dan kewajiban dokter dalam perjanjian terapeutik, ada
peraturan yang mendasari adanya hubungan hukum antara pihak dokter dan
rumah sakit dalam perjanjian terapeutik di Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane
Tebing Tinggi, serta dalam tanggung jawab perdata dokter dan rumah dalam
melakukan perjanjian terapeutik terhadap pihak ketiga lebih banyak dilakukan
secara kekeluargaan dan telah dibentuk suatu tim komite medik yang
menyelesaikan.

Kata Kunci : HubunganHukum, PerjanjianTerapeutik

*
) MahasiswaFakultasHukum USU
**
) DosenPembimbing I FakultasHukum USU
***
) DosenPembimbing II FakultasHukum USU

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

ABATRAK ........................................................................................................... iv

DAFTAR ISI ........................................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................... 1


B. Permasalahan ............................................................................ 7
C. Tujuan Penulisan....................................................................... 7
D. Manfaat Penulisan..................................................................... 8
E. Metode Penelitian ..................................................................... 8
F. Keaslian Penulisan .................................................................... 11
G. Sistematika Penulisan ............................................................... 12

BAB II HAK DAN KEWAJIBAN DOKTER DAN RUMAH


SAKIT DALAM PERJANJIAN TERAPEUTIK DI
INDONESIA

A. Pengertian Perjanjian dalam KUHPerdata ................................ 15


B. Jenis-Jenis Perjanjian ................................................................ 18
C. Subjek dan Objek Perjanjian..................................................... 23
D. Pengertian Perjanjian Terapeutik .............................................. 25
E. Hak dan Kewajiban Dokter dan Rumah Sakit dalam
Perjanjian Terapeutik ................................................................ 31
F. Kekuatan dan Kelemahan Perjanjian Terapeutik dari
Sudut Pandang Hukum Perdata ................................................ 40

Universitas Sumatera Utara


BAB III HUBUNGAN HUKUM ANTARA PIHAK DOKTER
DAN RUMAH SAKIT DALAM PERJANJIAN
TERAPEUTIK

A. Pengertian Dokter ..................................................................... 42


B. Dasar Hukum dan Tanggung Jawab Dokter ............................. 45
C. Pengertian Rumah Sakit............................................................ 51
D. Dasar Hukum dan Tanggung Jawab Rumah Sakit ................... 56
E. Tinjauan Umum Hubungan Hukum Antara Dokter dan
Rumah Sakit dalam Perjanjian Terapeutik .............................. 59

BAB IV HUBUNGAN ANTARA DOKTER DENGAN RUMAH


SAKIT DALAM PERJANJIAN TERAPEUTIK DI
RUMAH SAKIT Dr. H. KUMPULAN PANE TEBING
TINGGI

A. Gambaran Umum Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane


Tebing Tinggi ........................................................................... 65
B. Peraturan Adanya Hubungan Hukum Antara Pihak
Dokter dan Rumah Sakit dalam Perjanjian Terapeutik di
Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi ................ 73
C. Tanggung Jawab Perdata Dokter dan Rumah Sakit yang
Memiliki Perjanjian Terapeutik Terhadap Pihak Ketiga .......... 90

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................... 102


B. Saran ......................................................................................... 103

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan menjadi salah satu

unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa

Indonesia sebagaimana yang dituangkan ke dalam Pancasila dan Undang-

Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Upaya peningkatan kualitas hidup manusia di bidang kesehatan,

merupakan suatu usaha yang sangat luas dan secara menyeluruh, usaha

tersebut meliputi peningkatan kesehatan masyarakat baik fisik maupun

non fisik.Kesehatan di dalam semua segi kehidupannya ruang lingkup dan

jangkauannya sangat luas.

Pada dasarnya berkaitan dengan masalah kesehatan ini telah

menyangkut terhadap semua aspek segi kehidupan dan melingkupi setiap

waktu di dalam kehidupan setiap manusia baik dimasa lalu, sekarang,

maupun masa yang akan datang. Dengan berkembangnya zaman, dalam

hal ini perkembangan kesehatan akan ikut terus berkembang tiap

waktunya. Perkembangan ini selalu diikuti oleh proses perkembangan

kemajuan teknologi, sosial, budaya. Sejak zaman dahulu telah dikenal

bahwa adanya hubungan yang menanamkan kepercayaan antara dua pihak

yaitu pihak penerima perawatan medis dan pihak pemberi pelayanan

medis.Di dalam era modern ini kedua pihak tersebut disebut hubungan

antara pasien dengan dokter dan rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara


Dokter yang melakukan praktik kedokteran pada pasien adalah

dalam rangka melaksanakan hak dan kewajiban dalam suatu hubungan

hukum dokter dan pasien.Hubungan hukum (rechtsbetrekking) adalah

hubungan antar dua atau lebih subjek hukum atau antara subjek hukum

dan objek hukum yang berlaku dibawah kekuasaan hukum atau diatur

dalam hukum dan mengandung akibat hukum.1

Dalam hubungan ini maka timbullah suatu perjanjian yaitu

perjanjian terapeutik.Perjanjian atau transaksi terapeutik adalah perjanjian

antara dokter dengan pasien, berupa hubungan hukum yang melahirkan

hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak.Berbeda dengan perjanjian

yang dilakukan oleh masyarakat, perjanjian terapeutik memiliki sifat atau

ciri yang khusus berbeda dengan perjanjian pada umumnya,

kekhususannya terletak pada atau mengenai objek yang

diperjanjikan.Objek dari perjanjian ini adalah berupa upaya atau terapi

untuk penyembuhan pasien.Jadi perjanjian atau transaksi terapeutik,

adalah suatu transaksi untuk menentukan atau upaya mencari terapi yang

paling tepat bagi pasien yang dilakukan oleh dokter.Jadi menurut hukum,

objek perjanjian dalam transaksi terapeutik bukan kesembuhan pasien,

melainkan mencari upaya yang tepat untuk kesembuhan pasien.2

Akibat dari hubungan hukum yang mucul dalam perjanjian

terapeutik, maka muncullah suatu hak dan kewajiban setiap para pihak

yaitu pihak pasien memiliki hak dan kewajibannya begitu juga sebaliknya

dengan pihak dokter.Oleh sebab itu, apabila didalam perjanjian ini salah
1
Adam Chazawi, Malapraktik Kedokteran, Penerbit Sinar Grafika 2016, Jakarta, Hal.12
2
Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Penerbit
Rineka Cipta 2005, Hal.11

Universitas Sumatera Utara


satu pihak lalai dengan kewajibannya maka pihak tersebut dapat dikatakan

telah melakukan wanprestasi.Sesuai dengan pasal 1320 KUHPerdata

bahwa salah satu syarat perjanjian adalah suatu sebab yang tidak terlarang.

Oleh sebab itu, maka isi perjanjian terapeutik ini tidak boleh sepakat

untuk melakukan perbuatan melawan hukum.

Dalam melakukan perjanjian terapeutik ini tidak akan pernah

terlepas dari suatu persoalan hukum. Dalam menghadapi suatu persoalan

hukum tersebut bukan hanya kepada pihak dokter saja yang terlibat,

bahkan kepada pihak manajemen rumah sakit juga ikut terlibat.Dari tahun

ke tahun semakin banyak jumlah peningkatan pasien yang menggugat

dalam kasus malpraktik.

Menghukum rumah sakit dengan membayar ganti rugi itu sama

artinya dengan mengurangi asset yang dimiliki oleh rumah sakit tersebut,

yang secara langsung dapat mengurangi kemampuan rumah sakit dalam

menolong masyarakat. Sudah semakin banyak rumah sakit yang telah

melupakan fungsi sosialnya.Oleh karena itu, semestinya pihak rumah sakit

mulai meletakkan setiap tuntuntan ganti rugi sebagai bentuk dari risiko

berbisnis sehingga dibutuhkan suatu manajemen yang baik di rumah sakit

tersebut.

Meningkatnya kasus malpratik yang terjadi tentu saja telah

mencemaskan bagi perkembangan rumah sakit serta kesehatan di

Indonesia.Oleh karena itu, masalah penting tersebut harus terus

diwaspadai.Sebelum setiap kasus malpratik dapat dibuktikan maka setiap

pengelola pihak rumah sakit seharusnya sudah terlebih dahulu mengerti

Universitas Sumatera Utara


serta memahami bahwa setiap masalah yang terjadi antara pihak penyedia

pelayanan kesehatan dan penerima pelayanan kesehatan bisa dikatakan

sebagai suatu sengketa apabila masalah tersebut muncul karena munculnya

ketidaksesuaian atas suatu masalah yang telah terjadi.

Belum ada jaminan bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan

oleh tenaga kesehatan dapat memberikan kepuasan.Pada saat tertentu,

pelayanan tersebut justru menimbulkan kerugian besar pada pasien seperti

mengalami kelumpuhan, cacat, hingga mengakibatkan kematian.Kerugian

tersebut merupakan risiko pihak pemberi pelayanan.Jika hal demikian

terjadi, undang-undang memberi peluang kepada pihak pasien untuk

menuntut (baik perdata maupun pidana). Hal di atas dijamin dalam

Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran,

khususnya Pasal 66 ayat (1), yang menyebutkan bahwa setiap orang yang

mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau

dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan

secara tertulis kepada ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran

Indonesia. Sedangkan dalam Pasal 66 ayat (2) disebutkan bahwa tata cara

pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat identitas pengadu, nama

dan alamat praktik waktu tindakan dilakukan, serta alasan pengaduan.

Pengaduan sebagaimana dimaksud tidak menghilangkan hak setiap orang

untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang

berwenang dan atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan (UUPK

Pasal 66 ayat (3)).Jika persengketaan di atas terjadi pada dokter praktik

mandiri, pertanggungjawaban bersifat lebih jelas dan spesifik.Akan tetapi,

Universitas Sumatera Utara


yang menjadi pertanyaan adalah jika hal tersebut terjadi pada unit

pelayanan misalnya terdapat pada rumah sakit, lalu siapakah yang harus

bertanggung jawab atas kerugian tersebut mengingat banyaknya pihak

yang ikut andil dalam memberi pelayanan di rumah sakit.3

Berdasarkan pada latar belakang yang diatas penulis ingin

mengkaji lebih dalam karena terdapat beberapa masalah yang

ditemui.Pertama, bagaimana hak dan kewajiban dokter dengan rumah sakit

dalam perjanjian terapeutik. Kedua, apa yang menjadi dasar bahwa adanya

hubungan hukum antara pihak dokter dengan rumah sakit dalam perjanjian

terapeutik. Ketiga, bagaimana tanggung jawab dokter dan rumah sakit

yang memiliki perjanjian terapeutikterhadap pihak ketiga, serta bagaimana

perlindungan hukum yang dilakukan pihak rumah sakit terhadap pihak

dokter dalam melakukan perjanjian terapeutik di rumah sakit.

Keadaan ini tentu saja dapat menyulitkan pasien yang sering sekali

menjadi korban. Lebih menyulitkan lagi kepada masyarakat apabila telah

terjadi hal yang tidak diharapkan dalam pelayanan medis, pasien tersebut

harus kemana menuntut apakah ke pihak dokter saja atau rumah sakit, atau

kepada kedua pihak sekaligus. Bagi pihak dokter dan rumah sakit juga

dapat mengetahui bagaimana pembagian manajemen yang baik, khususnya

dalam pembagian tanggung jawab. Ditambah lagi dengan tidak semua

dokter yang berpraktik di rumah sakit memilki status yang sama, ada

beberapa rumah sakit khususnya miliki pemerintah yang memiliki

3
Ns. Ta’adi, Hukum Kesehatan Sanksi & Motivasi Bagi Perawat, Penerbit Buku
Kedokteran EGC 2012, Hal. 55

Universitas Sumatera Utara


beberapa dokter yang berstatus sebagai pegawai tetap (PNS) di rumah

sakit tersebut, dan ada juga sebagian dokter yang hanya berstatus kontrak

atau sebagai dokter tamu. Bagaimana dengan pembagian tanggung jawab,

hak, serta kewajiban bagi dokter tersebut.

Berdasarkan hal tersebut penulis ingin meneliti masalah tersebut

terhadap sebuah Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Kumpulan Pane Kota

Tebing Tinggi.Rumah Sakit tersebut merupakan rumah sakit milik

Pemerintah Kota Tebing Tinggi yang telah berdiri sejak 1958. Sebagai

rumah sakit milik pemerintah, tentu saja RSUD Dr. H. Kumpulan Pane

Kota Tebing Tinggi menjadi satu-satunya sarana pelayanan kesehatan

yang seharusnya dapat berperan dalam meningkatkan kualitas serta

kesejahteraan masyarakat Kota Tebing Tinggi khususnya dalam bidang

pelayanan kesehatan.

Oleh karena itu penulis ingin mengkaji lebih dalam dan

menuangkannya kedalam bentuk skripsi hukum dengan judul: “

ANALISIS HUKUM HUBUNGAN DOKTER DENGAN RUMAH

SAKIT DALAM PERJANJIAN TERAPEUTIK DI RUMAH SAKIT Dr.

H. KUMPULAN PANE TEBING TINGGI”

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam

penulisan ini yaitu, sebagai berikut:

1. Bagaimana hak dan kewajiban dokter dan rumah sakit dalam perjanjian

terapeutik di Indonesia?

Universitas Sumatera Utara


2. Apa yang menjadi dasar adanya hubungan hukum antara pihak dokter dan

rumah sakit dalam perjanjian terapeutik di Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan

Pane Tebing Tinggi?

3. Bagaimana tanggung jawab perdata dokter dan rumah sakit yang memiliki

perjanjian terapeutik terhadap pihak ketiga?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan tersebut, tujuan dari penulisan ini

adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa saja hak dan kewajiban pihak dokter dan pihak

rumah sakit dalam perjanjian terapeutik di Indonesia

2. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi peraturan dasar adanya

hubungan hukum antara pihak dokter dan rumah sakit dalam perjanjian

terapeutik di Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi

3. Untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab perdata dokter dan

rumah sakit yang memiliki perjanjian terapeutik terhadap pihak ketiga

D. Manfaat Penulisan

Apa yang menjadi manfaat dari penulisan skripsi ini diharapkan

akan memberikan beberapa manfaat. Manfaat dari penulisan ini akan

dibagi menjadi dua bagian yaitu secara teoritis dan secara praktis. Adapun

isi dari manfaat tersebut anatara lain, yaitu:

Universitas Sumatera Utara


1. Secara teoritis

Dengan adanya penulisan ini diharapkan dapat member

sumbangan berupa pikiran terhadap perkembangan ilmu hukum

khususnya terhadap hukum perdata, hukum kedokteran, dan hukum

kesehatan.

2. Secara praktis

Dari hasil penulisan ini diharapkan dapat member masukan

kepada peneliti, tenaga kesehatan serta sarana kesehatan, serta

pasien.Selain itu, penulisan ini juga diharapkan dapat menjadi informasi

penting tentang bagaimana pembagian tanggung jawab antara pihak

dokter dengan pihak rumah sakit dalam melakukan perjanjian

terapeutik.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif yuridis.

Penelitian hukum normative adalah penelitian hukum yang meletakkan

hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang

dimaksud adalah tentang asas-asas, norma, kaidah dari peraturan

perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin.4

4
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2010, hal.5

Universitas Sumatera Utara


2 Sifat Penelitian

Penelitian ini menggunakan deskriptif analistis adalah penelitian

yang hanya semata-mata melukiskan keadaan objek atau peristiwa tanpa

suatu maksud untuk mengambil kesimpulan-kesimpulan secara umum.5

3. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari Rumah

Sakit Dr. H.Kumpulan Pane. Data primer diperoleh dengan memperoleh

dokumen yang berkaitan dengan yang diteliti serta wawancara, yaitu

memperoleh informasi dengan bertanya langsung kepada beberapa dokter dan

pasien Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane. Daftar pertanyaan sudah

disiapkan terlebih dahulu sebagai pedoman, tetapi tidak menutup

kemungkinan adanya variasi ataupun tambahan pertanyaan yang sesuai

dengan situasi dan kondisi pada saat wawancara dilakukan.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang mendukung keterangan atau

menunjang kelengkapan data primer. Data sekunder terdiri diri:

1. Bahan-bahan hukum primer, yaitu: Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga

5
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2008, hal.4

Universitas Sumatera Utara


Kesehatan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

tentang Rumah Sakit, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2. Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu: bahan-bahan yang berkaitan dengan

bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa serta memahami

bahan hukum primer, seperti buku-buku yang pembahasannya berkaitan

dengan judul peneliti, jurnal, serta artikel.

3. Bahan hukum tersier yaitu berupa bahan yang dapat menjadi pendukung

bahan hukum primer, terdiri dari kamus hukum, kamus besar Bahasa

Indonesia serta Internet.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data penulisan skripsi ini dilakukan melalui dua tahap yaitu:

1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data yang berupa

perundang-undangan, karya ilmiah, majalah, buku, dan dokumen lainnya yang

berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Selain penelitian kepustakaan, penulis juga melakukan penelitian lain

yaitu melakukan penelitian lapangan dengan mendatangi rumah sakit Dr. H.

Kumpulan Pane Tebing Tinggi.

5. Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh baik dari studi lapangan maupun studi dokumen

merupakan data yang dianalisis secara kualitatif, yaitu setelah data terkumpul

Universitas Sumatera Utara


kemudian dituangkan dalam bentuk uraian logis dan sistematis, selanjutnya

dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian masalah, kemudian

ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal yang bersifat umum menuju

hal yang bersifat khusus.6

F. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran pada perpustakaan Universitas Sumatera

Utara khususnya Fakultas Hukum, tidak ditemukan bahwa judul Analisis

Hukum Hubungan Antara Dokter Dengan Rumah Sakit Dalam Perjanjian

Terapeutik Di Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi, belum

pernah ada yang meneliti sebelumnya. Namun ada beberapa judul skripsi

yang terkait, antara lain:

Siti Nur Suflah (2017), dengan judul Tanggungjawaban Antara

Dokter Dengan Pasien Ditinjau Dari Aspek Hukum Perdata (Studi Pada

Rumah Sakit Permata Bunda Medan). Permasalahan dalam penulisan

skripsi ini adalah hak mendapatkan pelayanan kesehatan bagi pasien di

Rumah Sakit Permata Bunda Medan, tanggungjawab perdata dokter dalam

transaksi terapeutik antara dokter dengan pasien, perlindungan hukum

terhadap dokter dalam memberikan pelayanan medis.

Andini Pratiwi Siregar (2013), dengan judul Hubungan Antara

Dokter-Pasien Sebagai Konsumen Jasa Pelayanan Kesehatan Puskesmas

Di Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan Dapat

Terselesaikan. Permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah

6
P. Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta,
2006, hal.87

Universitas Sumatera Utara


perlindungan hukum kepada pasien pengguna pelayanan kesehatan sebagai

konsumen yang harus mendapat perlindungan hukum yang baik bila

terjadinya malpraktek, perlindungan hukum kepada dokter dan rumah sakit

sebagai pelaku usaha yang diatur dalam perjanjian terapeutik, kendala

pemenuhan hak atas ganti kerugian bagi konsumen dalam hal malpraktek

medik.

G. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika penulisan hukum bertujuan untuk memberikan

gambaran secara keseluruhan tentang isi dari penelitian sesuai dengan

aturan yang sudah ada dalam penulisan hukum.Tulisan ini terdiri atas 5 Bab,

masing-masing memberikan gambaran umum. Mengenai substansi bahasan

tiap-tiap bab antara lain, yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Di dalam bab ini merupakan uraian mengenai Latar

Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Metode Penelitian,

Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan,

Sistematika Penulisan

BAB II :HAK& KEWAJIBAN DOKTER DAN RUMAH SAKIT

DALAM PERJANJIAN TERAPEUTIK DI INDONESIA

Di dalam bab ini merupakan uraian mengenai Pengertian

Perjanjian Dalam KUHPerdata, Jenis-Jenis Perjanjian,

Objek Perjanjian, Pengertian Perjanjian Terapeutik, Hak &

Universitas Sumatera Utara


Kewajiban Dokter dan Rumah Sakit Dalam Perjanjian

Terapeutik, serta Kekuatan & Kelemahan Perjanjian

Terapeutik Dari Sudut Pandang Hukum Perdata

BAB III :HUBUNGAN HUKUM ANTARA PIHAK DOKTER

DAN RUMAH SAKIT DALAM PERJANJIAN

TERAPEUTIK

Di dalam bab ini merupakan uraian mengenai Pengertian

Dokter, Dasar Hukum dan Tanggung Jawab Dokter,

Pengertian Rumah Sakit serta Dasar Hukum dan

Tanggung Jawab Rumah Sakit, serta Tinjauan Umum

Hubungan Hukum Antara Dokter dan Rumah Sakit dalam

Perjanjian Terapeutik

BAB IV :HUBUNGAN ANTARA DOKTER DENGAN RUMAH

SAKIT DALAM PERJANJIAN TERAPEUTIK di

RUMAH SAKIT Dr. H. KUMPULAN PANE TEBING

TINGGI

Di dalam bab ini merupakan uraian mengenai Gambaran

Umum Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane Tebing

Tinggi, Peraturan adanya hubungan hukum antara Pihak

Dokter dan Rumah Sakit dalam Perjanjian Terapeutik di

Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi serta

Tanggung Jawab Perdata Dokter dan Rumah Sakit yang

Memiliki Perjanjian Terapeutik terhadap Pihak Ketiga.

Universitas Sumatera Utara


BAB V :PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dari skripsi ini yang

mengenai kesimpulan dan saran terhadap analisis dari bab-

bab sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

HAK & KEWAJIBAN DOKTER DAN RUMAH SAKIT DALAM

PERJANJIAN TERAPEUTIK DI INDONESIA

A. Pengertian Perjanjian dalam KUHPerdata

Hukum Perjanjian diatur dalam buku III BW (K.U.H.Perdata)

sebagai bagian dari BW yang terdiri dari IV Buku. Buku I mengenai

Hukum Perorangan/Personenrecht, Buku ke II memuat ketentuan Hukum

Kebendaan/Zakenrecht, Buku ke III mengenai Hukum

Perjanjian/Verbintenissenrecht, sedangkan Buku ke IV mengatur

Pembuktian dan Kadaluarsa/Bewijs en Verjaring.

Perjanjian atau Verbintenis mengandung pengertian: suatu

hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang

member kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan

sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.

Perjanjian/verbintenis adalah hubungan hukum/rechtsbetrekking

yang oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara perhubungannya.

Oleh karena itu perjanjian yang mengandung hubungan hukum antara

perorangan/person adalah hal-hal yang terletak dan berada dalam

lingkungan hukum.

Itulah sebabnya hubungan hukum dalam Perjanjian, bukan suatu

hubungan yang bisa timbul dengan sendirinya seperti yang kita jumpai

dalam harta benda kekeluargaan. Dalam hubungan hukum kekayaan

Universitas Sumatera Utara


keluarga, dengan sendirinya timbul hubungan hukum antara anak dengan

kekayaan orang tuanya seperti yang diatur dalam hukum waris. Lain

halnya dalam perjanjian. Hubungan hukum antara pihak yang satu dengan

yang lain tidak bisa timbul dengan sendirinya. Hubungan itu tercipta oleh

karena adanya “tindakan hukum”/rechtshandeling. Tindakan/perbuatan

hukum yang dilakukan oleh pihak-pihaklah yang menimbulkan hubungan

hukum perjanjian, sehingga terhadap satu pihak diberi hak oleh pihak yang

lain untuk memperoleh prestasi. Sedangkan pihak yang lain itupun

menyediakan diri dibebani dengan “kewajiban” untuk menunaikan

prestasi. Jadi satu pihak memperoleh “hak/recht” dan pihak sebelah lagi

memikul “kewajiban/plicht” menyerahkan/menunaikan prestasi.7

Mengenai perjanjian telah diatur di dalam Buku ke III Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Pengertian dari perjanjian diatur di

dalam pasal 1313 yang menyatakan bahwa perjanjian adalah perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang atau lebih.

Ada beberapa pendapat para sarjana mengenai pengertian perikatan

dan perjanjian, antara lain:

a. R.Subekti memberikan pengertian perikatan sebagai suatu

perhubungan hukum antara dua orang atau dari pihak, berdasarkan

mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang

lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan

7
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni 1986, Bandung,
Hal. 7

Universitas Sumatera Utara


tersebut, kemudian menurut Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa

dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang

saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.8

b. Menurut Abdul Kadir Muhammad, perjanjian adalah suatu hubungan

hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain

karena perbuatan peristiwa atau keadaan.9

c. Menurut R. Wirjono Prodjodikoro, perjanjian adalah hubungan hukum

dimana seorang tertentu, berdasarkan atas suatu janji, wajib untuk

melakukan suatu hal dan orang lain tertentu berhak menuntut

kewajiban itu.

d. Menurut R. Setiawan, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum

dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Menurut R. Setiawan, definisi pasal 1313 KUHPerdata tersebut

perlu dilakukan perbaikan mengenai pengertian perjanjian, yaitu bahwa

kata perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum (perbuatan

hukum disini dimaksudkan sebagai perbuatan yang bertujuan untuk

menimbulkan akibat hukum) dan menambahkan istilah “perkataan” atau

saling mengikatkan dirinya. Sehingga perumusannya menjadi “persetujuan

adalah suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

8
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Penerbit PT. Imnternusa, Jakarta, Hal.1
9
Abdul Khadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Penerbit Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2011, hal.6

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan alasan tersebut, maka yang dimaksud dengan

perjanjian perlu dirumuskan kembali. Maka apa yang dimaksud dengan

perjanjian dapat mencerminkan suatu persetujuan dengan mana dua orang

atau lebih saling mengikatkan dirinya untuk melakukan suatu hal dalam

lapangan harta kekayaan.

B. Jenis-Jenis Perjanjian

Di dalam perjanjian banyak sekali jenis-jenis perjanjian yang kita

ketahui dan sering terjadi di dalam masyarakat kita sekarang. Adapun

jenis-jenis perjanjian itu sendiri tergolong dalam 5 bagian, yaitu:10

1. Berdasarkan Hak dan Kewajiban

Penggolongan ini dilihat dari hak dan kewajiban para pihak. Adapun

perjanjian-perjanjian yang dilakukan para pihak menimbulkan hak dan

kewajiban-kewajiban pokok seperti pada jual beli dan sewa-menyewa.

a. Perjanjian Sepihak

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang hanya ada kewajiban

pada satu pihak, dan hanya ada hak pada pihak lain. Pihak yang

satu berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi objek

perikatan dan pihak lainnya berhak menerima benda yang

diberikan itu.

b. Perjanjian Timbal Balik

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian dimana hak dan

kewajiban ada pada kedua belah pihak. Jadi pihak yang

10
Juraganmakalah.blogspot.co.id, 2013

Universitas Sumatera Utara


berkewajiban melakukan suatu prestasi juga berhak menuntut suatu

kontra prestasi.

2. Berdasarkan keuntungan yang diperoleh

Penggolongan ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan

adanya prestasi dari pihak lainnya.

a. Perjanjian Cuma-Cuma

Perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan

keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya perjanjian hibah,

perjanjian pinjam pakai.

b. Perjanjian Asas Beban

Perjanjian asas beban adalah perjanjian atas prestasi dari pihak

yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain dan antara

kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

3. Berdasarkan Nama dan Pengaturan

Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum di

dalam pasal 1319 KUHPerdata. Di dalam KUHPerdata hanya

disebutkan dua macam perjanjian. Menurut namanya, yaitu perjanjian

nominaat (bernama) dan perjanjian innominaat (tidak bernama).

a. Perjanjian Bernama (nominat contracten)

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang memiliki nama sendiri.

Perjanjian tersebut diberi nama oleh pembuat undang-undang dan

merupakan perjanjian yang sering ditemui di masyarakat. Secara

garis besar, perjanjian yang diatur/dikenal di dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata adalah sebagai berikut: perjanjian jual-

Universitas Sumatera Utara


beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, kerja, persekutuan perdata,

hibah, pemberian kuasa, dan sebagainya. Dasar hukum perjanjian

bernama terdapat dalam Bab V sampai Bab XVIII Buku Ke Tiga

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

b. Perjanjian Tidak Bernama (innominat)

Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian-perjanjian yang belum

ada pengaturannya secara khusus di dalam Undang-Undang,

karena tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

maupun Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Perjanjian ini

timbul, tumbuh, hidup, dan berkembang dalam praktik kehidupan

masyarakat. 11 Lahirnya perjanjian ini didalam prakteknya adalah

berdasarkan asas kebebasan berkontrak, mengadakan perjanjian.

Tentang perjanjian tidak bernama diatur dalam pasal 1319 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu yang berbunyi:”semua

perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak

dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-

peraturan umum, yang termuat didalam bab ini dan bab yang

lalu”. 12 Di luar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dikenal

pula perjanjian lainnya, seperti kontrak joint venture, kontrak

production sharing, leasing, franchise, kontrak karya, beli sewa,

kontrak rahim, kontrak terapeutik, dan lain sebagainya.

11
Salim, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Penerbit Sinar Grafika,
Jakarta, 2003, hal.25
12
R.Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Penerbit PT Pradnya Paramita,
Jakarta, 1999, hal. 339

Universitas Sumatera Utara


4. Berdasarkan Tujuan Perjanjian

Penggolongan ini didasarkan pada unsur-unsur perjanjian yang

terdapat di dalam perjanjian tersebut.

a. Perjanjian kebendaan

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian hak atas benda dialihkan

atau diserahkan kepada pihak lain. Misalnya perjanjian

pembebanan jaminan dan penyerahan hak milik.

b. Perjanjian Obligator

Perjanjian ini adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban dari

para pihak.13

c. Perjanjian Liberatoir

Perjanjian ini adalah perjanjian para pihak yang membebaskan diri

dari kewajiban yang ada. Misalnya pembebasan utang (pasal1438

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

5. Berdasarkan Cara Lahirnya Perjanjian

Penggolongan perjanjian ini didasarkan pada terbentuknya perjanjian

itu. Perjanjian itu sendiri terbentuk karena adanya kesepakatan kedua

belah pihak pada saat melakukan perjanjian.

a. Perjanjian Konsesuil

Perjanjian ini merupakan perjanjian yang mengikat sejak adanya

kesepakatan dari kedua belah pihak. Oleh karena itu perjanjian

lahir sejak detik tercapainya kata sepakat dari kedua belah pihak.

Contoh dari perjanjian ini adalah jual beli, sewa menyewa.

13
Salim, Op.cit, hal.27

Universitas Sumatera Utara


b. Perjanjian Riil

Perjanjian ini merupakan perjanjian yang mengikat jika disertai

dengan perbuatan yang nyata. Maka dengan adanya kata sepakat

saja, perjanjian tersebut belum tentu mengikat kedua belah pihak.

Contohnya adalah perjanjian penitipan barang, perjanjian pinjam

pakai.

c. Perjanjian Formal

Perjanjian ini adalah perjanjian yang terikat pada bentuk tertentu,

jadi bentuknya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang

berlaku. Jika bentuk perjanjian tersebut tidak sesuai dengan

ketentuan yang berlaku, maka perjanjian tersebut tidak dapat

dikatan sah. Contoh dari perjanjian ini adalah dalam hal jual beli

sebidang tanah harus melalui akta PPAT, pendirian suatu badan

hukum harus melalui akta Notaris, dan sebagainya.

C. Subjek dan Objek Perjanjian

Subekti menggunakan istilah personalia dalam perikatan untuk

membahas mengenai subjek dan objek perikatan 14 , yaitu tentang pihak-

pihak yang terkait dalam suatu perjanjian. Berdasarkan Pasal 1315 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, pada umumnya tidak seorangpun dapat

mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu

perjanjian, melainkan untuk dirinya sendiri. Asas tersebut dinamakan asas

kepribadian suatu perjanjian. Mengikatkan diri, artinya memikul

14
Subekti, Hukum Perjanjian, Cet.XIII, Jakarta, 1991, hal. 29-34

Universitas Sumatera Utara


kewajiban atau menyanggupi melakukan sesuatu, sedangkan minta

ditetapkan suatu janji, artinya pihak lain memperoleh hak atas sesuatu

yang akibatnya dapat menuntut sesuatu atas pihak lain. Dengan demikian,

secara absoulut, perikatan hukum yang dilahirkan oleh sesuatu perjanjian

hanya mengikat orang-orang yang mengadakan perjanjian dan tidak

mengikat orang lain yang tidak termasuk ke dalam perjanjian.15

Subjek di dalam perjanjian ada dua macam yaitu seseorang

manusia dan badan hukum yang memiliki hak dan kewajiban dalam

perjanjian tersebut. Subjek dalam hal seorang manusia, tidak setiap

manusia (orang) dapat melakukan tindakan hukum atau dapat dikatakan

cakap hukum. Syarat –syarat seseorang yang cakap hukum, yaitu:

1. Seseorang yang sudah dewasa. Menurut pasal 330 KUHPerdata, orang

yang dikatakan dewasa adalah umur 21tahun dan sudah menikah.

2. Sesorang yang tidak sedang menjalani hukum

3. Berjiwa dan berakal sehat.

Ada beberapa pendapat para ahli mengemukakan pengertian

tentang badan hukum, salah satunya yaitu menurut Wirjono

Projodikoro, badan hukum adalah suatu badan yang di damping

manusia perorangan juga dapat bertindak dalam hukum dan yang

mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban dan kepentingan-

kepentingan hukum terhadap orang lain atau badan lain. Sedangkan

menurut Masjchoen Sofwan, badan hukum adalah baik perhimpunan

maupun yayasan kedua-keduanya berstatus sebagai badan hukum, jadi

15
FIrman FLoranta Adonara, Aspek-Aspek Hukum Perikatan, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2014, hal.11

Universitas Sumatera Utara


merupakan person pendukung hak dan kewajiban. Badan hukum

dibedakan dalam dua bentuk, yaitu badan hukum publik dan badan

hukum privat.

Sedangkan objek hukum dalam suatu perjanjian berupa prestasi

yang telah disepakati itu sendiri yaitu hal pemenuhan perjanjian. Ada

beberapa macam prestasi16, yaitu:

1. Memberikan sesuatu seperti membayar harga, menyerahkan barang

dan sebagainya

2. Berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki barang yang rusak,

membongkar bangunan

3. Tidak berbuat sesuatu, misalnya untuk tidak mendirikan suatu

bangunan, untuk tidak menggunakan merek dagang tertentu, yang

kesemuanya ditetapkan oleh Pengadilan.

Dalam objek perjanjian, ada beberapa syarat untuk menentukan

sahnya suatu perikatan, antara lain:

a) Objeknya harus tertentu. Syarat ini hanya diperlukan bagi perikatan

yang timbul dari perjanjian

b) Objeknya harus diperbolehkan artinya tidak bertentangan dengan

undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan

c) Objeknya dapat dinilai dengan uang. Hal ini dikarenakan suatu

hubungan hukum yang ditimbulkan dari adanya perikatan berada

dalam lapangan harta kekayaan

16
CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta, 1989, hal.247

Universitas Sumatera Utara


d) Obyeknya harus mungkin. Orang tidak dapat mengikatkan diri

kalau objek tidak mungkin diberikan.

D. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Terapeutik

Selama ini para dokter mengetahui apabila ia sudah memiliki

ijazah kedokteran, kedokteran gigi, dokter spesialis dan memiliki surat izin

dokter (SID) dan surat izin praktek (SIP) memang dapat memasang papan

praktik dan siap untuk memberikan layanan kesehatan yang sesuai dengan

kemampuan dan ijazah maupun izin dokter dan izin praktek yang telah

dimilikinya. Apalagi apabila dia bertugas di instansi pelayanan kesehatan

berupa rumah sakit, puskesmas, klinik, maupun pusat kesehatan lainnya

sehingga hanya ada satu dalam pemikirannya bahwa ia harus menjalankan

profesinya sesuai dengan misi yang ditugaskan. Tidak ada dalam

pikirannya bahwa pada saat menerima pasien tersebut telah terjadi suatu

perjanjian atau transaksi yang disebut dengan transaksi terapeutik.17

Ditinjau dari sudut hukum (baik dari sudut keadilan sebagai

peraturan perundang-undangan maupun sebagai hak yang dikaitkan

dengan hak-hak dasar yang telah melekat pada diri manusia sejak

lahirnya), hukum kedokteran bertumpu pada dua hak asasi manusia, yakni

hak atas pemeliharaan kesehatan (the right to healthcare) dan hak untuk

17
M.Jusuf Hanafiah, Amir Amri, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Buku
Kedokteran, Jakarta, 2008, hal.42

Universitas Sumatera Utara


menentukan nasib sendiri (the right to self-determination atau zelf-

beschikkingrecht)18

Perjanjian atau transaksi atau persetujuan adalah hubungan timbal

balik yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang sepakat untuk

melakukan sesuatu hal. Perjanjian terapeutik atau transaksi terapeutik

terjadi antara dokter dengan pasien yang berakibat pada timbulnya hak dan

kewajiban bagi kedua belah pihak. Dalam perjanjian terapeutik, antara

dokter dengan pasien telah membentuk hubungan medis berupa tindakan

medis yang secara otomatis juga mengakibatkan terbentuknya hubungan

hukum.19

Kontrak terapeutik merupakan kontrak yang dikenal dalam

pelayanan kesehatan. Istilah kontrak terapeutik merupakan terjemahan dari

bahasa Inggris, yaitu therapeutic contract. Para ahli di bidang hukum

kesehatan telah memberikan pengertian tentang kontrak terapeutik.

Fred Ameln memberikan pengertian kontrak terapeutik adalah

“kontrak di mana pihak dokter berupaya secara maksimal menyembuhkan

pasien (inspaningsverbintenis) jarang merupakan

resultaatsverbintenis”.20 Dalam definisi ini kontrak terapeutik disamakan

dengan inspaningsverbintenis karena dalam kontrak ini dokter hanya

berusaha untuk menyembuhkan pasien dan upaya yang dilakukan belum

tentu berhasil. Para pihaknya dalam kontrak ini adalah dokter dan pasien.

18
Y.A. Triama Ohoiwutun, Bunga Rampai Hukum Kedokteran, Bayumedia Publishing,
Malang, 2007, hal.7
19
Ibid, hal. 9
20
Fred Ameln, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya Jakarta,1991, hal.76

Universitas Sumatera Utara


Yang dimaksud dengan inspaningverbintenis ialah suatu perikatan atau

perjanjian yang prestasi atau hasilnya dari salah satu pihak (dokter) belum

pasti, dokter hanya berusaha semaksimal mungkin untuk menyembuhkan

pasien, namun kesembuhan dari pasien belum tentu berhasil. Berbeda

dengan resultaatverbintenis yaitu suatu perikatan atau perjanjian yang

prestasi atau hasilnya sudah pasti. Ini biasa sering terjadi pada dokter

gigi.21

Di dalam Mukadimah Kode Etik Kedokteran Indonesia yang

dilampirkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

434/Men.Kes/X/1983 tentang berlakunya Kode Etik Kedokteran Indonesia

bagi para dokter di Indonesia, memuat tentang pengertian perjanjian

terapeutik, yaitu perjanjian terapeutik adalah hubungan antara dokter dan

penderita yang dilakukan dalam suasana saling percaya (konfidensial)

serta senantiasa diliputi oleh segala emosi, harapan, dan kekhawatiran

makhluk insan.

Hermien Hadiati Koeswadji mengemukakan pengertian kontrak

terapeutik. Beliau menggunakan istilah transaksi terapeutik untuk kontrak

terapeutik. Menurutnya kontrak terapeutik adalah transaksi untuk

menentukan-mencari terapi yang paling tepat bagi pasien oleh dokter.

Dalam transaksi terapeutik tersebut kedua belah pihak harus memenuhi

syarat-syarat tertentu, dan bila transaksi sudah terjadi maka kedua belah

21
Sunarto Ady Wibowo, Hukum Kontrak Terapeutik di Indonesia, Pustaka Bangsa Press,
Medan, 2009, hal.20

Universitas Sumatera Utara


pihak terikat akan hak dan kewajiban sebagaimana yang telah disepakati

oleh keduanya.22

Oleh sebab itu rumusan pengertian kontrak terapeutik dari

pendapat para sarjana dan undang-undang tersebut perlu disempurnakan

sebagai berikut:”kontrak terapeutik ialah suatu perjanjian/persetujuan

antara pasien dengan tenaga kesehatan, dokter atau dokter gigi dan rumah

sakit dalam hal pelayanan kesehatan. Rumah sakit tidak terlepas tanggung

jawabnya dari pada wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum

tenaga kesehatan yang ada dalam naungannya. 23

Terdapat tiga unsur yang terkandung dalam definisi perjanjian

terapeutik, yaitu:

1. Adanya subjek hukum

Subjek dalam kontrak terapeutik meliputi pasien, tenaga

kesehatan/dokter/dokter gigi

2. Adanya objek hukum

Objek dalam kontrak terapeutik adalah upaya maksimal untuk

melakukan penyembuhan terhadap pasien

3. Kewajiban pasien

Kewajiban pasien adalah membayar biaya atau jasa terhadap tenaga

kesehatan/dokter atau dokter gigi. Besarnya biaya atau jasa itu

ditentukan secara sepihak oleh tenaga kesehatan/dokter/dokter gigi,

sementara pasien sendiri tidak mempunyai kekuatan untuk tawar-


22
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak DI Luar KUHPerdata, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2006, hal. 45-46
23
Sunarto Ady Wibowo, Op.Cit, hal.21

Universitas Sumatera Utara


menawar terhadap apa saja yang disampaikan oleh tenaga

kesehatan/dokter/dokter gigi.

Perjanjian terapeutik sebagai bagian dari hukum privat tunduk pada

aturan-aturan yang ditentukan dalam KUHPerdata sebagai dasar adanya

perikatan. Pasal 1233 KUHPerdata menyatakan bahwa “tiap-tiap perikatan

dapat dilahirkan dari suatu perjanjian maupun karena undang-undang”.24

Pada perjanjian terapeutik di samping terikat pada perjanjian yang

diatur dalam KUHPerdata, para pihak juga terikat oleh undang-undang.

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kontrak terapeutik

dapat dikaji dan dianalisis dalam berbagai ketentuan sebagai berikut, yaitu:

1. Buku III KUHPerdata

Pada prinsipnya dalam Buku III KUHPerdata tidak mengatur hubungan

antara pasien dengan tenaga kesehatan, tetapi ketentuan itu memiliki

hubungan yang cukup erat dengannya karena ketentuan tersebut dapat

dijadikan rujukan di dalam menyelesaikan berbagai masalah yang

berhubungan dengan perjanjian terapeutik. Apabila di dalam ketentuan

khusus tidak diatur, ketentuan yang terdapat dalam Buku III

KUHPerdata dapat diterapkan. Terdapat Sembilan pasal yang memiliki

hubungan antara dokter dengan tenaga kesehatan, yaitu pasal 330, 1320,

1330, 1338, 1338, 1339, 1365, 1366, 1367 KUHPerdata.25

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

24
Salim HS, Op.Cit, hal. 49
25
Subekti, Op.cit, hal. 323

Universitas Sumatera Utara


4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.

Selain dalam bentuk undang-undang, ketentuan yang mengatur

tentang perjanjian terapeutik juga diatur dalam peraturan pemerintah,

keputusan presiden, dan keputusan Menteri Kesehatan.

E. Hak & Kewajiban Dokter dan Rumah Sakit dalam Perjanjian

Terapeutik

Hukum, hak dan kewajiban memiliki hubungan yang cukup erat.

Hukum memberikan perlindungan terhadap kepentingan manusia dan

membagi hak dan kewajiban. Hak merupakan kenikmatan dan

keleluasaan, sementara itu, kewajiban merupakan beban.

Dari sudut sumbernya, kewajiban dan hak dokter ada dua macam.

Pertama, kewajiban dan hak yang bersumber pada kesepakatan. Kedua,

kewajiban dan hak yang bersumber pada peraturan perundang-undangan.

Kewajiban dan hak dokter ditetapkan dalam peraturan perundang-

undangan, yakni Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,

dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.

Selain itu terdapat juga dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)

yang secara moral dan etika wajib ditaati.26

26
Adami Chazawi, Op.Cit, hal.13

Universitas Sumatera Utara


Hak-hak dokter yang timbul karena adanya perjanjian terapeutik

adalah sebagai berikut:27

1. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan

tugas sesuai dengan profesinya.

2. Hak untuk menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan

peraturan perundangan, profesi, dan etika.

3. Hak atas informasi yang lengkap dan jujur dari pasien tentang keluhan

yang diderita.

4. Hak atas imbalan jasa dari pelayanan kesehatan yang telah diberikan.

5. Hak untuk mengakhiri hubungan dengan pasien, jika pasien tidak mau

menuruti nasihat yang diberikannya atau berkembangnya hubungan

yang tidak baik dengan pasien.

6. Hak atas itikad baik dari pasien dalam pelaksanaan perjanjian

terapeutik.

7. Hak untuk diperlakukan adil dan jujur.

8. Hak atas privacy dokter.

Kewajiban yang diemban oleh dokter dalam perjanjian terapeutik

adalah sebagai berikut:28

1. Kewajiban untuk memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar

profesi, yaitu dengan cara melakukan tindakan medis dalam suatu kasus

27
Y.A. Triana Ohoiwutun, Op.Cit, hal.17
28
Ibid, hal.18

Universitas Sumatera Utara


yang konkret menurut ukuran tertentu yang didasarkan pada ilmu medis

dan pengalaman.

2. Kewajiban untuk menghormati hak-hak pasien, antara lain rahasia atas

kesehatan pasien bahkan setelah pasien meninggal dunia.

3. Kewajiban untuk memberikan informasi pada pasien dan/atau

keluarganya tentang tindakan medis yang dilakukan dan risiko yang

mungkin terjadi akibat tindakan medis tersebut.

4. Kewajiban merujuk pasien untuk berobat ke dokter lain yang

mempunyai keahlian/kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu

melakukan pemeriksaan atau pengobatan.

5. Kewajiban untuk memberikan pertolongan dalam keadaan darurat

sebagai tugas perikemanusiaan.

6. Kewajiban untuk membuat rekam medis yang baik dan secara

berkesinambungan.

7. Kewajiban yang berhubungan dengan tujuan ilmu kedokteran, termasuk

kewajiban untuk secara terus menerus menambah ilmu pengetahuan dan

mengikuti perkembangan di bidang ilmu kedokteran.

8. Kewajiban yang berhubungan dengan prinsip keseimbangan.

Hak dan kewajiban dokter dan dokter gigi telah ditentukan dalam

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Di

dalam pasal 50 telah ditentukan hak dokter dan dokter gigi, yaitu:

1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai

dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;

Universitas Sumatera Utara


2. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar

prosedur operasional;

3. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau

keluarganya; dan

4. Menerima imbalan jasa.

Standar profesi adalah batasan kemampuan (knowledge, skill and

professional attiude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu

untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara

mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi. Standar prosedur operasional

adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk

menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu. Standar prosedur

operasional memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan

konsesus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi

layanan yang dibuat oleh sarana pelayanan kesehatan berdasarkan standar

profesi.29

Sedangkan dalam hal kewajiban dokter atau dokter gigi dalam

melaksanakan praktik kedokteran telah ditentukan dalam pasal 51

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,

antara lain:

1. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar

prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;

29
Salim HS, Op.Cit, hal.67

Universitas Sumatera Utara


2. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai

keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu

melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;

3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan

juga setelah pasien itu meninggal dunia;

4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila

ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan

5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu

kedokteran atau kedokteran gigi.

Di dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia telah ditentukan

kewajiban dokter. Dalam Kode Etik tersebut ditentukan empat macam

kewajiban dokter, yaitu:

1. Kewajiban umum;

2. Kewajiban dokter terhadap pasien;

3. Kewajiban dokter terhadap teman sejawat; dan

4. Kewajiban dokter terhadap diri sendiri.

Dalam UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

dokter juga memiliki hak yang disebutkan secara limitative dalam Pasal

57, yaitu:

1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksankan tugas sesuai

dengan Standar Profesi, standar pelayanan profesi dan Standar Prosedur

Operasional.

Universitas Sumatera Utara


2. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari penerima

pelayanan kesehatan atau keluarganya.

3. Menerima imbalan jasa.

4. Memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,

perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral,

kesusilaan serta nilai-nilai agama.

5. Mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesinya.

6. Menolak keinginan penerima pelayanan kesehatan atau pihak lain uang

bertentangan dengan Standar Profesi, kode etik, standar pelayanan,

Standar Prosedur Operasional, atau ketentuan peraturan perundang-

undangan.

7. Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan

Sedangkan kewajiban dokter dalam UU Nomor 36 Tahun 2014

tentang Tenaga Kesehatan dicantumkan dalam Pasal 58 ayat (1), yaitu:

1. Memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar Profesi,

Standar Pelayanan Profesi, Standar Prosedur Operasional, dan etika

profesi serta kebutuhan kesehatan penerima pelayanan kesehatan.

2. Memperoleh persetujuan dari penerima pelayanan kesehatan atau

keluarganya atas tindakan yang akan diberikan.

3. Menjaga kerahasiaan kesehatan penerima pelayanan kesehatan.

4. Membuat dan menyimpan catatan dan/atau dokumen tentang

pemeriksaan, asuhan, dan tindakan yang dilakukan.

Universitas Sumatera Utara


5. Merujuk penerima pelayanan kesehatan ke tenaga kesehatan lain yang

mempunyai kompetensi dan kewenangan yang sesuai.

Selain itu terdapat juga kewajiban hukum lainnya yang disebutkan

dalam Pasal 59 UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan,

yaitu:

1. Tenaga kesehatan yang menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan

kesehatan wajib memberikan pertolongan pertama kepada penerima

pelayanan kesehatan dalam keadaan gawat darurat dan/atau pada

bencana untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan.

2. Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang

menolak penerima pelayanan kesehatan dan/atau dilarang meminta

uang muka terlebih dahulu.

Selain para dokter yang memiliki hak dan kewajiban dalam

melaksanakan perajanjian terapeutik, rumah sakit sebagai sarana

pelayanan kesehatan pasti memiliki hak dan kewajiban dalam

melaksanakan perjanjian terapeutik. Rumah sakit sebagai penyelenggara

pelayanan kesehatan mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam

hubungan hukum perjanjian terapeutik dengan pasien sebagaimana yang

diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

tentang Rumah Sakit.30

Hak Rumah sakit dicantumkan dalam Pasal 30 UU Nomor 44

Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yaitu:


30
http://drampera.blogspot.co.id/kewajiban-dan-hak-hak-rumah-sakit/diakses pada
tanggal 22 Februari 2018

Universitas Sumatera Utara


1. Menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai

dengan klasifikasi Rumah Sakit;

2. Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi,

insentif, dan pengahrgaan sesuai dengan ketentuan-ketentuan peraturan

perundang-undangan;

3. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan

pelayanan;

4. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan melaksanakan

pelayanan kesehatan;

5. Mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

6. Mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit

yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan.

Kewajiban Rumah Sakit dicantumkan dalam Pasal 29 UU Nomor

44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, antara lain:

1. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit

kepada masyarakat;

2. Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi,

dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan

standar pelayanan Rumah Sakit;

3. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan

kemampuan pelayanannya;

4. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana,

sesuai dengan kemampuan pelayanannya;

Universitas Sumatera Utara


5. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau

miskin;

6. Melaksanakan fungsi social antara lain dengan memberikan fasilitas

pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa

uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian

luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan;

7. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan

kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;

8. Menyelenggarakan rekam medis;

9. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana

ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita

menyusui, anak-anak, lanjut usia;

10. Melaksanakan sistem rujukan;

11. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi

dan etika serta peraturan perundang-perundangan

12. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan

kewajiban pasien;

13. Menghormati dan melindungi hak-hak pasien;

14. Melaksanakan etika Rumah Sakit;

15. Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana;

16. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara

regional maupun nasional;

17. Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau

kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya;

Universitas Sumatera Utara


18. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital

by laws);

19. Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas

Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas, dan

20. Meberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa

rokok.

F. Kekuatan dan Kelemahan Perjanjian Terapeutik dari Sudut Pandang

Hukum Perdata

Perjanjian terapeutik merupakan perjanjian yang bersifat istimewa

(khusus) dan objeknya berupa pelayanan kesehatan. Keistimewaan atau

kekuatan perjanjian terapeutik adalah sebagai berikut:

1. Kedudukan antara para pihak (dokter dengan pasien) tidak seimbang

karena dokter dipandang memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk

melakukan upaya kesehatan, sedangkan pasien tidak mengetahui

tentang keadaan kesehatannya. Hal ini sangat berbeda jika

dibandingkan dengan perjanjian biasa.

2. Dalam tindakan medis tertentu ada informed consent sebagai hak pasien

untuk menyetujuinya secara sepihak. Maksud dari informed consent

adalah persetujuan atau izin oleh pasien atau keluarga yang berhak

kepada dokter untuk melakukan tindakan medis pada pasien, seperti

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lain-lain untuk menegakkan

diagnosis, member obat, melakukan suntikan, menolong bersalin,

melakukan pembiusan, melakukan pembedahan, melakukan tindak

Universitas Sumatera Utara


lanjut jika terjadi kesulitan, dan sebagainya. 31 Hal tersebut dapat

dibatalkan setiap saat sebelum dilakukannya tindakan medis yang telah

disepakati.

3. Hasil perjanjian yang belum pasti dalam pelayanan medis.32

31
Sunarto Ady Wibowo, Op.Cit, hal.77
32
Y.A. Triana Ohoiwutun, Op.Cit, hal.12

Universitas Sumatera Utara


BAB III

HUBUNGAN HUKUM ANTARA PIHAK DOKTER DAN RUMAH SAKIT

DALAM PERJANJIAN TERAPEUTIK

A. Pengertian Dokter

Profesi kedokteran dianggap sebagai sebuah seni (art) dalam

kehidupan, karenanya tidak semua orang dengan mudah memiliki

kecakapan terhadap melakukan tindakan medis, walaupun tindakan medis

yang sederhana yang dapat dimiliki oleh setiap orang.

Dengan semakin bertambahnya ragam kehidupan manusia saat ini,

maka ruang lingkup ilmu kesehatan menjadi ikut terlibat dalam melakukan

pengembangan dan peningkatan kualitas kesehatan yang sesuai dengan

realitas kehidupan manusia yang berkembang hingga saat ini. Oleh sebab

itu, telah terjadi proses pengembangan ilmu kedokteran, dimana setiap

orang berhak mendapatkan kesempatan untuk memahami ilmu kesehatan

dengan syarat harus melalui proses pendidikan.

Secara operasional, definisi “Dokter” adalah seorang tenaga

kesehatan (dokter) yang menjadi tempat kontak pertama pasien dengan

dokternya untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi

tanpa memandang jenis penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis

kelamin, sedini dan sedapat mungkin secara menyeluruh, bersinambung,

dan dalam koordinasi serta kolaborasi dengan professional kesehatan

lainnya, dengan menggunakan prinsip pelayanan yang efektif dan efisien

Universitas Sumatera Utara


serta menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika dan

moral. Layanan yang diselenggarakannya adalah sebatas kompetensi dasar

kedokteran yang diperolehnya selama pendidikan kedokteran.33

Pengertian dokter yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, yang

berbunyi:

“Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi
dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi baik didalam maupun diluar negeri yang diakui
oleh pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan”.

Dokter adalah seseorang dengan gelar dokter atau seseorang yang

memiliki lisensi untuk praktik dalam seni penyembuhan penyakit. Istilah

dokter dalam konteks medis, ialah semua profesional medis dengan gelar

dokter (dr.) dan spesialis (Sp.) atau berbagai gelar lainnya. Jika

disimpulkan secara lengkap, maka pengertian dokter adalah seseorang

yang:

1. Memiliki gelar dokter dan lisensi untuk melakukan praktik

penyembuhan penyakit

2. Dapat mengusahakan penyembuhan terhadap suatu penyakit melalui

penerapan obat

3. Dapat melakukan tindakan operasi atau bedah guna memperbaiki

kerusakan pada tubuh.

33
http://w-afif-mufida-fk12.web.unair.ac.id/artikel_detail-68894-1EtikaKodekteran-
PengertianDokterDanTugasDokter.html diakses pada tanggal 25 Februari 2018

Universitas Sumatera Utara


Menurut WFME (World Federation For Medical Education), ada 7

kompetensi yang harus dicapai seorang dokter. Kompetensi tersebut

sebenarnya adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seorang

dokter, yaitu:

1. Keterampilan komunikasi efektif

2. Keterampilan klinik dasar

3. Keterampilan pengelolaan masalah kesehatan pada individu, keluarga

ataupun masyarakat dengan cara yang komprehenif, holistic,

bersinambung, terkoordinasi dan bekerja sama dalam konteks

Pelayanan Kesehatan Primer

4. Keterampilan menerapkan dasar-dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu

perilaku, dan epidemologi dalam praktik kedokteran

5. Memanfaatkan, menilai secara kritis dan mengelola informasi

6. Mawas diri dan mengembangkan diri/belajar sepanjang hayat

7. Menjunjung tinggi etika, moral, dan profesionalitas dalam praktik

B. Dasar Hukum & Tanggung Jawab Dokter

Selain dapat dipertanggungjawabkan menurut etik profesi (yaitu

KODEKI), profesi yang dijalankan oleh dokter juga sekaligus dapat

dipertanggungjawabkan menurut hukum.

Pembuktian tentang ada atau tidaknya kesalahan/kelalaian yang

telah dilakukan oleh dokter merupakan syarat utama untuk

mempertanggungjawabkan pelayanan kesehatan yang telah

Universitas Sumatera Utara


34
dilakukannya. Dokter dalam melakukan suatu tindakan harus

bertanggung jawab sebagai subyek hukum pengemban hak dan kewajiban.

Kewajiban dokter dapat dibedakan kedalam tiga kelompok, amtara

lain:

1. Kewajiban yang berhubungan dengan fungsi social pemeliharaan

kesehatan (Health Care)

2. Kewajiban yang berhubungan dengan hak pasien, meliputi:

a. Hak atas informasi

b. Hak memberikan persetujuan

c. Hak memilih dokter

d. Hak memilih sarana kesehatan atau rumah sakit

e. Hak atas rahasia kedokteran

f. Hak menolak pengobatan/perawatan

g. Hak menolak suatu tindakan medis tertentu

h. Hak untuk menghentikan pengobatan

i. Hak atas “second opinion” (pendapat kedua)

j. Hak melihat rekam medis

3. Kewajiban yang berhubungan dengan standar profesi kedokteran dan

kewajiban yang timbul dari standar profesi kedokteran35

Seorang dokter harus selalu bertanggung jawab dalam menjalankan

profesinya. Hal tersebut berlaku karena tanggung jawab dokter dalam

hukum sangat luas, oleh karena itu dokter juga harus memahami
34
Y.A. Triana Ohoiwutun, Op.Cit, hal.55
35
Fred Ameln, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya Jakarta, 1991,
hal.56

Universitas Sumatera Utara


peraturan-peraturan hukum yang berlaku terhadap pelaksanaan profesi

yang diembannya tersebut. Kesadaran dokter terhadap hak dan kewajiban

hukumnya baik terhadap diri sendiri ataupun terhadap orang lain dalam

melaksanakan profesinya tersebut harus benar-benar dimengerti oleh

dokter sebagai pengemban hak dan kewajiban. Pada intinya kewajiban

hukum telah menyangkut apa yang boleh dan apa yang tidak boleh

dilaksanakan dalam menjalankan profesi dokter.

Menurut Any Isfanyarie, tanggung jawab hukum yang timbul

berkaitan dengan pelaksanaan profesi dokter dapat dibedakan, sebagai

berikut:

1. Tanggung jawab terhadap ketentuan profesionalnya yang termuat dalam

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor.434/Men.Kes/SK/X/1983

tentang Kode Etik Kedokteran

2. Tanggung jawab terhadap ketentuan hukum yang tercantum dalam

Undang-Undang, yaitu Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

beserta hukum acaranya (KUHAP), Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (KUHPerdata) beserta hukum acaranya yang terdapat dalam

Herziene Island Reglement (HIR), Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 29

Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.36

Pertanggungjawaban hukum dokter dapat dilakukan menurut

mekanisme hukum pidana, hukum perdata, UU Perlindungan Konsumen,

36
Any Isfandyarie, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter, Prestasi Pustaka,
Jakarta, 2006, hal.3

Universitas Sumatera Utara


dan UU Praktik Kedokteran. Secara berturut-turut dapat diuraikan sebagai

berikut:

a. Tanggung jawab dokter menurut etik profesi

Kode etik merupakan pedoman perilaku yang berisi garis-garis

besar yang berisi pemandu sikap dan perilaku. Kode etik kedokteran

menyangkut dua hal yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Etik jabatan kedokteran (medical ethics) yaitu menyangkut masalah

yang berkaitan dengan sikap dokter terhadap teman sejawat, para

pembantunya, masyarakat, dan pemerintah

2.Etik asuhan kedokteran (ethics of medical care) merupakan etik

kedokteran untuk pedoman kehidupan sehari-hari yaitu mengenai sikap

tindakan seorang dokter terhadap penderita yang menjadi tanggung

jawabnya.

KODEKI mengatur hubungan antarmanusia yang mencakup

kewajiban umum seorang dokter, hubungan dokter terhadap pasiennya,

kewajiban dokter terhadap sejawanya, dan kewajiban dokter terhadap diri

sendiri.

b. Tanggung jawab dokter menurut hukum pidana

Perbedaan mendasar antara tindak pidana biasa dengan tindak

pidana medis terletak pada focus tindak pidana tersebut. Fokus tindak

pidana biasa terletak pada akibat dari tindak pidana, sedangkan pada

tindak pidana medis fokusnya pada sebab/kausa dari tindak pidana.

Universitas Sumatera Utara


Dalam tindak pidana medis (criminal malpractice)

pertanggungjawaban pidananya harus dapat dibuktikan tentang adanya

kesalahan profesional, misalnya kesalahan diagnosis atau kesalahan cara

pengobatan atau perawatan.

c. Tanggung jawab dokter menurut hukum perdata

Menurut van der Mijn ada tiga unsur dalam pertanggungjawaban

secara perdata, yaitu:

1. Adanya kelalaian yang dapat dipersalahkan (culpability)

2. Adanya kerugian (damages)

3. Adanya hubungan kausal (causal relationship)

Pada hakikatnya, ada dua bentuk pertanggungjawaban dokter di

bidang hukum perdata, yaitu pertanggungjawaban atas kerugian yang

disebabkan karena wanprestasi (yaitu perbuatan tidak memenuhi prestasi

atau memenuhi prestasi secara tidak baik) dan pertanggungjawaban

disebabkan oleh perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad), yaitu

perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban profesi.37

Dalam hukum perdata, dokter juga dapat

mempertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukan oleh orang

lain yang posisinya sebagai bawahannya. Hal ini diatur dalam Pasal

1367 Ayat (3) KUHPerdata yang menyatakan bahwa “majikan-

majikan dan mereka yang mengangkat orang lain untuk mewakili

urusan-urusan mereka bertanggung jawab atas kerugian yang

37
Y.A. Triana Ohoiwutun, Op.Cit, hal.65

Universitas Sumatera Utara


ditimbulkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka

dalam melakukan pekerjaan dimana orang-orang ini dipakainya.”38

Untuk dapat meminta pertanggungjawaban dokter atas kesalahan

yang dilakukan oleh bawahannya, menurut Veronika Komalawati

(1989:108) penugasan tindakan medis tersebut harus berada dalam

keadaan berikut:

1. Dokter hanya boleh melakukan diagnosis, terapi, dan petunjuk

medis

2. Penugasan tindakan medis hanya boleh dilakukan jika dokter telah

yakin bahwa orang yang diberi tugas akan melaksanakan tindakan

itu dengan baik (mampu). Penugasan ini harus dilakukan secara

tertulis, termasuk instruksi yang jelas tentang cara melaksanakannya

serta segala kemungkinan terjadinya komplikasi

3. Perawatan medis (tindakan perawatan) dan pengawasan harus

diberikan sesuai keadaan yang terjadi, yaitu apakah dokter harus

hadir pada waktu itu ataukah baru hadir pada waktu sangat

diperlukan

4. Pasien yang menjalani tindakan medis tersebut mempunyai hak

untuk menerima atau menolak.

d. Tanggung jawab dokter menurut UU Perlindungan Konsumen

Sebagai pihak penerima pelayanan kesehatan pasien dapat

dikategorikan sebagai konsumen pengguna jasa yang diberikan oleh

tenaga kesehatan (dalam hal ini dokter). Sementara itu, dokter dapat

38
Ibid., hal.68

Universitas Sumatera Utara


dikategorikan sebagai pelaku usaha di bidang jasa, yaitu jasa dalam

pelayanan kesehatan.

Hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha di Indonesia

diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Hubungan antara dokter dengan pasien dalam perjanjian terapeutik

merupakan pemberian jasa pelayanan di bidang kesehatan oleh dokter

kepada pasien.

Berdasarkan Pasal 19 Ayat (1) UU Perlindungan Konsumen dapat

berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang

sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian

santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

e. Tanggung jawab dokter menurut UU Praktik Kedokteran

Berdasarkan ketentuan Pasal 64 UU Praktik Kedokteran, apabila

terjadi kesalahan yang melibatkan pelayanan kesehatan oleh dokter maka

pengaduan diajukan pada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran

Indonesia. Pengaduan berhubungan dengan kesalahan dalam pelaksanaan

tugas dokter ditentukan dalam Pasal 66 Ayat (1) UU Praktik Kedokteran

yang menyatakan bahwa setiap orang yang mengetahui atau

kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam

menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada

Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


C. Pengertian, Fungsi, dan Tugas Rumah Sakit

Dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan berbagai usaha

harus dilakukan antara lain upaya pencegahan, peningkatan,

penyembuhan, dan pemulihan. Seluruh upaya tersebut harus dilakukan

secara terpadu serasi dan berkesinambungan.

Pada saat ini berbagai upaya tersebut telah secara tegas di atur

dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Rumah

Sakit sebagai sarana kesehatan mendapat peran yang sangat penting dalam

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Satu hal yang sangat penting

dalam kaitan ini adalah hubungan pasien dengan dokter dan rumah sakit

dengan menekankan pada segi etik dan hukum.

Rumah sakit menurut kamus umum Bahasa Indonesia, “Rumah

sakit diartikan sebagai rumah tempat merawat orang sakit”.39

Pengertian rumah sakit menurut Pasal 1 angka 1 UU Nomor 44

Tahun 2009 tentang Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Pengertian rumah sakit juga diatur di dalam Peraturan Menteri

Kesehatan No.159b/Men.Kes/Per/II/1998, pada Pasal 1 angka 1

menyebutkan bahwa:”Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang

39
W.J.S. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1999,
hal.836

Universitas Sumatera Utara


menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan

untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian”.

Menurut Pasal 3 Peraturan Menteri Kesehatan

No.159b/Men.Kes/Per/II/1998, Rumah Sakit dapat dimiliki dan

diselenggarkan oleh Pemerintah atau swasta.

Rumah sakit Pemerintah dimiliki dan diselenggarakan oleh:

1. Departemen Kesehatan

2. Pemerintah Daerah

3. ABRI

4. BUMN (Badan Usaha Milik Negara)

Rumah sakit swasta dimiliki dan diselenggarakan oleh:

1. Yayasan yang sudah disahkan sebagai badan hukum

2. Badan Hukum lain yang bersifat social

Rumah sakit yang dimiliki dan diselenggarakan oleh Pemerintah

yang berbentuk BUMN, dinamakan Perusahaan Jawatan.40

Di Indonesia rumah sakit dibagi ke dalam beberapa kategori, yaitu:

1. RSU Pemerintah Kelas D dan RSU Swasta Kelas Pratama

Rumah sakit pada tipe ini adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medis dasar. Karena itu jumlah dan

jenis dokter spesialis sangat terbatas. Rumah sakit tingkat ini harus

40
Hermien Hadiati Koeswaji, Hukum untuk Perumahsakitan, PT.Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2002, hal.147

Universitas Sumatera Utara


mempunyai dua kelompok staf medis yaitu kelompok staf medis bedah

dan kelompok staf medis non bedah.

2. RSU Pemerintah Kelas C dan RSU Swasta Kelas Madya

Rumah sakit pada tipe ini adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik dasar yang

meliputi spesialis penyakit dalam, kesehatan anak, kebidanan dan

kandungan dan bedah. Dengan adanya kemampuan pelayanan medis

tersebut maka kelompok staf medis yang harus dimiliki adalah 4 yaitu

kelompok staf medis penyakit dalam, kesehatan anak, kebidanan dan

kandungan, dan bedah.

3. RSU Pemerintah Kelas B dan RSU Swasta Kelas Utama

Rumah sakit pada tipe ini adalah rumah sakit umum yang memiliki

fasilitas dan kemampuan pelayanan medis minimal sebelas spesialistik

dan sub spesialistik terbatas. Maka rumah sakit pada tipe ini harus

memiliki minimal sebelas kelompok staf medis antara lain kelompok

staf medis penyakit dalam, kesehatan anak, kebidanan dan kandungan,

bedah, anesthesia, tenggorokan dan kulit, radiologi, pathologi klinik,

psikiatri/neurologi, kulit dan kelamin, mata, telinga hidung dan

tenggorokan.

4. RSU Pemerintah Kelas A

RSU kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan sub spesialistik luas.

Oleh karena itu, maka rumah sakit pada tipe A minimal harus memiliki

kelompok staf medis antara lain kelompok staf medis penyakit dalam,

Universitas Sumatera Utara


kebidanan dan penyakit kandungan, bedah, kesehatan anak, telinga,

hidung dan tenggorokan, mata syaraf, jiwa, kulit dan kelamin, jantung,

paru, radiologi, anesthesia, rehabilitasi medis, patologi klinik, patologi

anatomi.

5. Rumah Sakit Pendidikan

Menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2015

tentang Rumah Sakit Pendidikan, yang dimaksud dengan Rumah Sakit

Pendidikan adalah rumah sakit yang mempunyai fungsi sebagai tempat

pendidikan, penelitian, dan pelayanan kesehatan secara terpadu dalam

bidang pendidikan kedokteran dan/atau kedokteran gigi, pendidikan

berkelanjutan, dan pendidikan kesehatan lainnya secara multiproses.

Tenaga dokter di RS Pendidikan pada umumnya cukup banyak dari segi

jumlah maupun jenis spesialisasi dan sub spesialisasi. Karena itu

kelompok staf medis di RS Pendidikan dapat terdiri dari kelompok staf

medis dokter spesialis dan kelompok staf medis dokter sub spesialis

sesuai kebutuhan.41

6. Rumah Sakit Khusus

Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan berdasarkan jenis penyakit tertentu atau disiplin

ilmu. Rumah sakit khusus wajib memiliki kelompok staf medis minimal

dua yaitu kelompok staf medis sesuai dengan disiplin ilmu yang

menjadi kekhususan staf medis sesuai dengan disiplin ilmu yang

41
Sunarto Ady Wibowo, Op.Cit, hal.33

Universitas Sumatera Utara


menjadi kekhususan rumah sakit dan kelompok staf medis lainnya yang

merupakan penggabungan dari disiplin-disiplin ilmu.42

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

262/Men.Kes/Per/VII/1979 tentang Ketenagaan Rumah Sakit telah

dicantumkan empat perbedaan tenaga rumah sakit, sebagai berikut:

1. Tenaga medis: yaitu lulusan Fakultas Kedokteran antara lain dokter

umum, dokter gigi dan sebagainya

2. Tenaga paramedik: yaitu lulusan sekolah atau Akademi Perawatan

Kesehatan

3. Tenaga para medis non keperawatan: yaitu lulusan sekolah atau

Akademi Kesehatan lainnya

4. Tenaga Non Medis: yaitu di luar butir 1,2, dan 3 seperti Apoteker,

Sarjana Kesehatan Masyarakat.

D. Dasar Hukum dan Tanggung jawab Rumah Sakit

Sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan, rumah sakit sudah

seharusnya memberikan perlindungan kepada pasien. Perlindungan yang

diberikan rumah sakit kepada pasien yaitu dengan cara memberikan hak-

hak kepada pasien.

Selain memberi hak kepada pasien juga harus selalu menjaga

keselamatan pasien dalam menjalani pengobatan. Standar keselamatan

pasien dilakukan dengan cara paloporan insiden, analisis dan menemukan

42
Ibid, hal.34

Universitas Sumatera Utara


pemecahan masalah dengan tujuan menurunkan angka kejadian yang tidak

diharapkan.43 Rumah sakit juga bertanggung jawab dalam segala kerugian

yang timbul akibat kelalaian oleh tenaga kesehatan di rumah sakit.

Seiring perkembangan peradaban manusia dengan perkembangan

kehidupan sosial dan budaya masyarakat, rumah sakit sebagai sarana

kesehatan telah berkembang menjadi sebuah lembaga unit ekonomi seiring

dengan perkembangan dan kemajuan ilmu dan teknologi, secara khusus

dalam bidang kedokteran dan kesehatan.

Rumah Sakit merupakan suatu wadah yang berbadan hukum

(recthpersoon). Bagi rumah swasta yang bernaung di bawah yayasan yang

bertanggung jawab adalah pengurusnya. Sedangkan Rumah sakit

Pemerintah yang berbentuk Perusahaan Jawatan, yang bertanggung jawab

adalah pengurus PERJAN.

Rumah Sakit di Indonesia yang bergabung ke dalam Perhimpunan

Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) menetapkan Kode Etik Rumah

Sakit Indonesia yang merangkup nilai dan norma rumah sakit sebagai

ajuan terhadap pihak yang terlibat dalam pengelolaan rumah sakit di

Indoneisa. Menurut Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI),

tanggung jawab rumah sakit ini meliputi tanggung jawab umum dan

tanggung jawab khusus.

Tanggung jawab hukum rumah sakit dapat dikategorikan dalam

tiga bidang tanggung jawab, yaitu tanggung jawab hukum di bidang


43
Pasal 43 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit

Universitas Sumatera Utara


hukum perdata, tanggung jawab hukum di bidang hukum pidana, dan

tanggung jawab hukum di bidang hukum administrasi.44

Pertanggungjawaban Rumah Sakit dalam hukum keperdataan,

meliputi pertanggungjawaban dalam hal wanprestasi sebagai tanggung

jawab kontraktual dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad)

sebagai tanggung jawab undang-undang.

Dokter yang bekerja penuh melakukan kegiatan di rumah sakit dan

menerima gaji, dokter tersebut disebut (dokter purna waktu) dokter “in”,

rumah sakit bertanggung jawab atas semua tindakan dokter “in” ini.

Sebaliknya untuk dokter “out” (dokter tamu) yang bukan pegawai rumah

sakit, tanggung jawab bukan pada rumah sakit yang bersangkutan tetapi

pada dokter “out” itu sendiri.45

Dalam melakukan upaya kesehatan diharapkan adanya perpaduan

upaya kesehatan yang menyeluruh yang meliputi dalam pencegahan

penyakit, peningkatan kesehatan, serta pemulihan kesehatan. Upaya-upaya

tersebut harus dilakukan secara terpadu, baik dalam pemerintah ataupun

masyarakat. Rumah sakit harus terbuka kepada upaya-upaya sosial dan

ekonomi masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 7 dam

Pasal 8 Kode Etik Rumah Sakit Indonesia.

Selain itu, pihak manajemen rumah sakit harus menyediakan dan

menjaga secara terus menerus sarana dan prasarana agar mencegah

44
Sunarto Ady Wibowo, Op.Cit, hal. 138
45
Fred Ameln, Naskah Akademis Peraturan Perundang-undangan tentang Informed
Concent Bidang Kesehatan, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, Jakarta,
1992, hal.33

Universitas Sumatera Utara


terjadinya pencemaran lingkungan yang dapat mengancam kehidupan

manusia. Karena dalam operasi analisanya rumah sakit banyak memakai

serta menghasilkan bahan-bahan berupa limbah yang dapat mencemari

lingkungan yang dapat mengganggu bahkan dapat membahayakan

kehidupan manusia.

E. Tinjauan Umum Hubungan Hukum Antara Dokter dan Rumah Sakit

Dalam Perjanjian Terapeutik

Dalam Pasal 1 ayat (1) Bab I Ketentuan Umum Undang-Undang

Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dicantumkan mengenai

pengertian rumah sakit, yaitu:

Pasal 1 ayat (1)

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,

dan gawat darurat.

Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran Bab I Ketentuan Umum tidak menuliskan mengenai

pengertian rumah sakit, akan tetapi telah tercantum beberapa pasal yang

berkaitan dengan rumah sakit, sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


Pasal 1 ayat (1)

Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya

kesehatan.

Pasal 1 ayat (9)

Sarana Kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan

kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau

kedokteran gigi

Pasal 42

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan dokter

atau dokter gigi yang tidak memiliki syarat izin praktik untuk

melakukan prasktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan.

Berdasarkan beberapa pasal yang terdapat dalam Undang-Undang

Praktik Kedokteran kita dapat menyimpulkan bahwa rumah sakit ialah

sebagai salah satu sarana kesehatan tempat untuk menyelenggarakan

upaya kesehatan, yang memiliki karyawan di bidang kesehatan antara lain

dokter, perawat, apoteker, dan berbagai macam tenaga kesehatan yang

semuanya berkumpul sebagai tenaga profesional dengan latar belakang

keahlian dan dengan berbagai macam peralatan yang digunakan untuk

pelaksanaan tindakan medis.

Semakin besar suatu rumah sakit maka akan semakin kompleks

permasalahan dalam rumah sakit tersebut. Oleh karena itu, akan semakin

Universitas Sumatera Utara


sulit dalam menangani pembagian tanggung jawabnya. Penyebab

terjadinya kerugian, pola hubungan terapeutik dan juga pola hubungan

kerja tenaga medik sangat menentukan sejauh mana rumah sakit dan

tenaga kesehatan harus bertanggung jawab.

Ada dua macam cara dalam hubungan kerja yang terjadi antara

dokter dengan rumah sakit:46

1. Dokter bekerja sepenuhnya di dalam rumah sakit

2. Dokter bekerja tidak sepenuhnya dalam rumah sakit, dalam hal ini

dokter hanya memberikan pelayanan medis (yang berpraktik di luar

rumah sakit atau tidak bekerja untuk rumah sakit) dan bekerjasama

dengan rumah sakit untuk pekerjaan perawatan.

Hubungan hukum yang terjadi karena hubungan kerja tersebut

tergantung kepada organisasi yang diatur dalam rumah sakit dan

kesepakatan antara dokter dengan rumah sakit. Untuk dokter yang bekerja

sepenuhnya di dalam rumah sakit, pelayanan medis yang dilakukan identik

dengan pekerjaan rumah sakit sehingga dalam menjalankan profesinya

dokter juga merupakan kepanjangan tangan rumah sakit.

Selain itu, pasien dapat mengadakan perjanjian terapeutik dengan

rumah sakit dalam bentuk pelayanan perawatan. Dalam hal ini, hubungan

kerja antara dokter dengan rumah sakit tergantung kepada perikatan yang

disepakati antara dokter dengan rumah sakit, apakah pasien cukup

mengadakan perjanjian terapeutik dengan rumah sakit yang secara

46
Y.A. Triana Ohoiwutun, Op.Cit, hal.81

Universitas Sumatera Utara


otomatis juga terjadi perjanjian pelayanan medis dengan dokter, ataukah

bentuk perjanjian dibuat masing-masing terpisah antara pasien dengan

rumah sakit dan antara pasien dengan dokter. Hal ini tergantung kepada

tata cara dan management rumah sakit.47

Pada umumnya, terdapat beberapa macam pola hubungan kerja

dokter di rumah sakit, yaitu:48

1. Dokter sebagai employee

Mengenai pola hubungan terapeutik yang terjadi antara pasien dan

rumah sakit dimana dokter bekerja sebagai employee, terjadi jika pasien

sudah berkompeten (dewasa dan sehat akal), sedangkan rumah sakit

hanya memiliki dokter yang bekerja sebagai employee. Dalam hal ini

kedudukan rumah sakit adalah sebagai pihak yang harus memberikan

prestasi, sementara dokter hanya berfungsi sebagai employee yang

bertugas melaksanakan kewajiban rumah akit. Dengan kata lain,

kedudukan rumah sakit adalah sebagai principal dan dokter sebagai

agent. Sedang kedudukan pasien adalah sebagai pihak yang wajib

memberikan kontraprestasi. Hubungan hukum seperti ini biasanya

berlaku di sarana kesehatan milik pemerintah yang dokter-dokternya

digaji secara tetap dan penuh, tidak didasarkan atas jumlah pasien yang

telah ditangani ataupun kuantitas maupun kualitas tindakan medik yang

dilakukan oleh dokter tersebut.

47
Ibid, hal.82
48
Http://hukumkes.wordpress.com/hospital-liability, diakses pada tanggal 10 Mei 2018,
15.00WIB

Universitas Sumatera Utara


2. Dokter sebagai attending physician (mitra)

Hubungan antara dokter dengan pasien dimana dokter bekerja

sebagai mitra. Pola ini terjadi apabila pasien sudah dalam keadaan

berkompeten dan dirawat di rumah akit yang para dokternya bekerja

bukan sebagai employee, tetapi sebagai mitra. Pola seperti ini

meletakkan dokter dan rumah sakit dalam kedudukan yang sederajat.

Kedudukan dokter adalah sebagai pihak yang wajib memberikan

prestasi, sedangkan fungsi rumah sakit hanya sebagai tempat yang

menyediakan fasilitas. Pola seperti ini banyak berlaku pada rumah sakit

swasta dimana dokter mendapatkan penghasilan berdasarkan jumlah

pasien, kualitas, serta kuantitas tindakan medik yang dilakukan oleh

dokter tersebut. Jika dalam waktu sebulan tidak ada seorang pasien yang

dirawat oleh dokter tersebut, maka pada bulan itu dokter tidak

mendapatkan penghasilan.

3. Dokter sebagai independent contractor

Tindakan operasi merupakan tindakan medik yang memerlukan tim

dengan berbagai latar belakang keahlian, terdiri dari operator dan

anastesi. Tim tersebut dapat berupa tim tunggal dengan pimpinan ahli

bedah yang bertindak sebagai kepala, dimana dokter anastesi termasuk di

dalamnya atau juga dapat berupa dua tim yang terdiri dari tim operator

(ahli bedah, asisten dan perawat) dan tim anastesi (ahli anastesi dan

perawat anastesi) dengan masing-masing tim memiliki pimpinan sendiri

yang akan bertindak sebagai “captain of the ship” di dalam timnya.

Dalam hal dokter ahli anastesi atau tim anastesi bekerja secara mandiri,

Universitas Sumatera Utara


maka posisi dokter anastesi atau tim anastesi tersebut adalah sebagai

independent contractor. Tetapi konsep independent contractor hanya

bisa diterapkan bila kedudukan dokter ahli anastesi di rumah sakit

sebagai mitra. Lalu bagaimana kedudukan anggota tim, baik anggota tim

operator maupun anggota tim anastesi? Jawabannya bisa berbagai

macam. Bila dokter bedah bekerja sebagai mitra, maka ia bisa saja

memakai asisten atau perawat yang merupakan employee dari rumah

sakit. Dalam hal ini maka kedudukan asisten atau perawat di ruang

operasi adalah sebagai “borrowed servant”. Apabila operator memakai

asisten atau perawat yang bukan merupakan employee rumah sakit maka

posisi asisten atau perawat tersebut menjadi subordinate dari operator,

bukan sebagai tenaga pinjaman rumah sakit.49

Dilihat dari pola-pola hubungan kerja tersebut akan sangat

menentukan apakah rumah sakit harus bertanggung jawab atau tidak

dalam kerugian yang disebabkan oleh kesalahan yang dilakukan oleh

dokter dan sejauh mana tanggung jawab tersebut harus dipikul. Fungsi

social rumah sakit, sesuai dengan hak atas pelayanan medis yang

dimiliki oleh seluruh warga masyarakat harus dipenuhi oleh pelayanan

yang bermutu. Demikian juga hubungan kerja antara pihak dokter

dengan rumah sakit, perlu diatur lebih lanjut agar pelayanan rumah sakit

menjadi semakin bermutu serta dapat memberi perlindungan yang baik

terhadap setiap pasien, hal tersebut berkaitan juga dengan pembagian

49
Http://hukumkes.wordpress.com/hospital-liability, diakses pada tanggal 22 Maret 2018,
pukul 10.00 WIB

Universitas Sumatera Utara


tanggung jawab antara dokter dan rumah sakit ketika menghadapi suatu

permasalahan hukum.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HUBUNGAN HUKUM ANTARA DOKTER DAN RUMAH SAKIT

DALAM PERJANJIAN TERAPEUTIK DI RUMAH SAKIT Dr. H.

KUMPULAN PANE TEBING TINGGI

A. Gambaran Umum Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi

1. Sejarah ringkas Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi

Di Indonesia, rumah sakit sebagai salah satu bagian sistem

pelayanan kesehatan secara garis besar memberikan pelayanan untuk

masyarakat berupa pelayanan keseahatan mencakup pelayanan medic,

pelayanan penunjang medic, rehabilitasi medic dan pelayanan perawatan.

Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat

jalan, dan unit rawat inap.50

Perkembangan rumah sakit awalnya hanya memberi pelayanan

yang bersertifikat penyembuhan (kuratif) terhadapa pasien melalui rawat

inap. Selanjutnya, rumah sakit karena kemajuan ilmu pengetahuan

khususnya teknologi kedokteran, peningkatan pendapatan dan pendidikan

masyarakat, pelayanan rumah sakit bertambah bukan saja kuratif tapi

juga bersifat pemulihan (rehabilitatif). Kedua layanan tersebut secara

terpadu melalui upaya promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan

(preventif). Dengan demikian, sarana pelayanan kesehatan rumah sakit

50
Susatyo Herlambang, Manajemen Pelayanan Rumah Sakit, Gosyen Publising,
Yogyakarta, 2016, hal. 33

Universitas Sumatera Utara


bukan hanya untuk individu pasien, tetapi juga berkembang untuk

keluarga pasien dan masyarakat umum.51

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing

Tinggi berdiri tahun 1958 yang sebelumnya bernama Rumah Sakit Kota

Praja. Dibangun di atas areal tanah seluas 11.675 M 2 dengan luas

bangunan 3.296 M2.

Selanjutnya pada tahun 1962 diresmikan secara resmi Rumah Sakit

Kota Praja oleh Gubernur Sumatera Utara yaitu Raja Junjungan Lubis.

Kemudian Rumah Sakit Umum Kota Tebing Tinggi terus melakukan

pembangunan dan peningkatan pelayanan kesehatan baik rawat inap

maupun rawat jalan bagi masyarakat Kota Tebing Tinggi.

Sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan mengenang jasa

salah seorang dokter pribumi pertama yang berpraktek di Kota Tebing

Tinggi dan merupaka Tokoh Masyarakat yang banyak bergerak di bidang

kesehatan, maka nama Rumah Sakit dirubah menjadi RSUD Dr. H.

Kumpulan Pane. Perubahan ini ditetapkan dengan keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor:1013/Menkes/SK/IX/2007

Tanggal 6 Desember 2007, tentang Perubahan Nama Rumah Sakit

Umum Kota Tebing Tinggi Menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.

Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi.

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing

Tinggi terletak di lokasi yang strategis yaitu di tengah kota dan mudah

dijangkau. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik

51
Ibid, hal. 36

Universitas Sumatera Utara


Indonesia Nomor:233/MenKes/S.K/VI/1983 UPTD RSU Kota Tebing

Tinggi ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum Pemerintah Kelas C Non

Pendidikan.

Adapun visi, misi, dan motto Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane

Tebing Tinggi adalah, sebagai berikut:

1. Visi

Menjadikan RSUD Kota Tebing Tinggi yang terpercaya dengan

pelayanan kesehatan yang profesional, terkini, aman, nyaman dan

terjangkau menuju masyarakat sehat.

2. Misi

a. Menyelenggarakan pelayanan rumah sakit dengan didasari komitmen

dan partisipasi seluruh pegawai

b. Menjadi rumah sakit yang manmpu meningkatkan mutu SDM melalui

pelatihan yang berkelanjutan

c. Mengembangkan pelayanan unggulan spesialis obgyn bidang

laparoscopy, spesialis penyakit dalam bidang hemodialisa

d. Menyelenggarakan pelayanan Rumah Sakit dengan dukungan

peningkatan sarana & prasarana yang mengikuti perkembangan ilmu

kesehatan dan teknologi

e. Meningkatkan Sistem Administrasi dan Keuangan

f. Menyelenggarakan pelayanan Rumah Sakit yang berorientasi dan

terfokus pada kepuasan pelanggan termasuk masyarakat miskin

g. Penghargaan profesional kerja dengan peningkatan kesejahteraan

pegawai.

Universitas Sumatera Utara


3. Motto

Motto Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi adalah

“Kami Peduli Keselamatan Anda”.

4. Tugas Pokok

Yaitu melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasil

guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan,

pencegahan yang dilaksanakan secara serasi, selaras dan terpadu dengan

upaya peningkatan kualitas, citra dan melaksanakan upaya rujukan.

2. Struktur Organisasi Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi

Rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan

berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit. 52 Rumah

sakit dibedakan dalam beberapa kategori secara berjenjang, yaitu: 53

1. Rumah sakit umum kelas A

2. Rumah sakit umum kelas B

3. Rumah sakit umum kelas C

4. Rumah sakit umum kelas D

RSUD. Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi merupakan

rumah sakit kelas B. Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit

umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medic

52
Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
53
Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit

Universitas Sumatera Utara


paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang

medic, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua) subspesialis dasar.54

Dalam kepengurusannya Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.

Kumpulan Pane Tebing Tinggi dilaksanakan oleh direksi yang berjumlah

4 (empat) orang, yaitu Direktur, Wakil Direktur Umum, Wakil Direktur

Pelayanan, dan Wakil Direktur Keuangan.

RSUD merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dibidang

pelayanan kesehatan, dipimpin oleh Direktur yang berkedudukan di

bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris

Daerah.55

RSUD mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan

pelaksanaan kebijakan daerah dibidang pelayanan kesehatan. Untuk

melaksanakan tugasnya RSUD menyelenggarakan fungsi sesuai dengan

isi pasal 2 ayat (3) Peraturan Walikota Tebing Tinggi Nomor 7 Tahun

2014 tentang Tugas dan Fungsi serta Uraian Tugas Jabatan Struktural

pada Rumah Sakit Umum Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi,

berikut bunyi pasalnya:

Pasal 2

Fungsi RSUD adalah:

1. Perumusan kebijakan teknis dibidang pelayanan kesehatan


54
Penjelasan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit
55
Pasal 2 ayat (1) Peraturan Walikota Tebing Tinggi Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Tugas dan Fungsi serta Uraian Tugas Jabatan Struktural pada Rumah Sakit Umum Dr. H.
Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi

Universitas Sumatera Utara


2. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan

daerah dibidang pelayanan kesehatan

3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang pelayanan

kesehatan, dan

4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai

dengan tugas dan fungsinya

Struktur Organisasi yang berlaku di Rumah Sakit Umum Daerah

Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi terdiri dari:56

1. Direktur

2. Wakil Direktur Bidang Umum dan Keuangan, terdiri dari:

1. Bagian Keuangan, terdiri dari:

a) Sub Bagian Perbendaharaan dan Verifikasi

b) Sub Bagian Pelaporan dan Akuntansi

2. Bagian Program dan Rekam Medis, terdiri dari:

a) Sub Bagian Program

b) Sub Bagian Rekam Medis dan Pengelolaan Data

3. Bagian Tata Usaha, terdiri dari:

a) Sub Bagian Hukum, Kepegawaian dan Pendidikan Pelatihan

b) Sub Bagian Umum dan Humas

3. Wakil Direktur Bidang Pelayanan, terdiri dari:

1. Bidang Pelayanan, terdiri dari:

a) Seksi Pelayanan Medik

56
Pasal 2 ayat (1) Peraturan Walikota Tebing Tinggi Nomor 7 Tahun 2014 tentang Tugas
dan Fungsi serta Uraian Tugas Jabatan Struktural pada Rumah Sakit Umum Dr. H. Kumpulan
Pane Kota Tebing Tinggi

Universitas Sumatera Utara


b) Seksi Ketenagaan dan Pengembangan Mutu Pelayanan Medik

2. Bidang Keperawatan, terdiri dari:

a) Seksi Asuhan Keperawatan dan Logistik

b) Seksi Sumber Daya Manusia dan Mutu Keperawatan

3. Bidang Penunjang Medik dan Non Medik, terdiri dari:

a) Seksi Penunjang Medik

b) Seksi Penunjang Non Medik

4. Kelompok Jabatan Fungsional

Berikut penjelasan masing-masing tugas dan fungsi organisasi

structural Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Kumpulan Pane Kota

Tebing Tinggi:

1. Direktur

Mempunyai tugas memimpin dan mengordinasikan pelaksanaan tugas

dan fungsi RSUD, merumuskan kebijakan perencanaan dibidang

pelayanan kesehatan sesuai dengan visi, misi dan rencana strategis

pemerintah daerah sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas

2. Wakil Direktur Bidang Umum dan Keuangan

Mempunyai tugas melaksanakan sebagian fungsi RSUD dibidang

umum dan keuangan, merumuskan rencana program umum dan

keuangan berdasarkan usulan bagian program dan rekam medis,

bagian keuangan dan bagian tata usaha untuk bahan perumusan

rencana kerja. Memiliki fungsi pengkoordinasian bidang umum dan

keuangan dalam rangka perumusan kebijakan teknis, pemberian

Universitas Sumatera Utara


dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah, pembinaan dan

pelaksanaan tugas dibidang pelayanan kesehatan.

3. Wakil Direktur Pelayanan

Mempunyai tugas melaksanakan sebagian fungsi RSUD dibidang

pelayanan, merumuskan rencana program pelayanan berdasarkan

usulan Bidang Pelayanan, Bidang Keperawatan dan Bidang Penunjang

Medik dan Non Medik untuk bahan perumusan rencana kerja,

menyusun rencana pelaksanaan program pelayanan berdasarkan

program dan kebijakan yang ada agar tugas pokok dan fungsi dapat

dilaksanakan secara efektif. Wakil Direktur Pelayanan mempunyai

fungsi pengkoordinasian bidang pelayanan dalam rangka perumusan

kebijakan teknis, pemberian dukungan atas penyelenggaraan

pemerintahan daerah, pembinaan dan pelaksanaan tugas, dan

pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Direktur sesuai dengan

tugas dan fungsinya dibidang pelayanan kesehatan.

B. Peraturan Adanya Hubungan Hukum Antara Pihak Dokter dan

Rumah Sakit dalam Perjanjian Terapeutik di Rumah Sakit Dr. H.

Kumpulan Pane Tebing Tinggi

Rumah sakit adalah suatu institusi yang bergerak pada bidang

pelayanan kesehatan. Sebagai penyelenggara kesehatan, rumah sakit

dijalankan oleh jasa yang profesional seperti dokter, perawat, apoteker,

serta ahli kesehatan lainnya dan masing-masing memiliki tanggung jawab

yang sesuai dengan profesinya. Segala peraturan yang dikeluarkan oleh

Universitas Sumatera Utara


rumah sakit harus dipatuhi oleh setiap pihak tenaga kesehatan di rumah

sakit tersebut.

Rumah sakit sebagai salah satu sarana untuk menyelenggarakan

upaya kesehatan tidak akan pernah terlepas dari kesalahan yang bisa

menimbulkan suatu kerugian terhadap pasien. Sejauh mana rumah sakit

bertanggung jawab akan tergantung dari pola hubungan kerja dan

hubungan terapeutik antara pihak dokter dengan rumah sakit. Bagaimana

pembagian tanggung jawab antara dokter dengan rumah sakit sangat sulit

ditentukan. Penyebab terjadinya kerugian terhadap pasien juga menjadi

penentuan sampai mana rumah sakit dan tenaga kesehatan harus

bertanggung jawab.

Untuk mengetahui apabila adanya tuntutan hukum dari pasien,

bagaimana dan sampai mana tanggung jawab dokter dan juga bagaimana

pula dengan rumah sakit ikut bertanggung jawab terhadap kelalaian yang

diakibatkan oleh dokter serta bagaimana hubungan hukum yang terjadi

antara dokter dengan rumah sakit. Oleh karena itu, kita harus mengetahui

peraturan apa saja yang menjadi dasar bahwa adanya hubungan hukum

antara dokter dan rumah sakit dalam perjanjian terapeutik. Beberapa

peraturan dasar adanya hubungan tersebut, antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

terdapat pengertian Dokter yang berbunyi “Dokter dan dokter gigi

adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis

Universitas Sumatera Utara


lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam

maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia

sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004, kata rumah sakit

termasuk ke dalam istilah sarana pelayanan kesehatan. Pengertian

sarana pelayanan kesehatan yang tertuang di dalam Pasal 1 ayat (9)

yang berbunyi “Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat

penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan

untuk praktik kedokteran dan kedokteran gigi”.

Mengenai hubungan hukum yang terdapat antara dokter dengan

rumah sakit telah tertuang secara tidak langsung di dalam Pasal 41, 42,

dan 43 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

kedokteran. Adapun bunyi pasal tersebut yaitu:

Pasal 41

(1)Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik

dan menyelenggarakan praktik kedokteran sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 36 wajib memasang papan nama praktik

kedokteran.

(2) Dalam hal dokter atau dokter gigi berpraktik di sarana

pelayanan kesehatan, pimpinan sarana pelayanan kesehatan

wajib membuat daftar dokter atau dokter gigi yang melakukan

praktik kedokteran.

Universitas Sumatera Utara


Pasal 42

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan di larang mengizinkan

dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki surat izin praktik untuk

melakukan praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan

tersebut.

Pasal 44

(1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik

kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau

kedokteran gigi

(2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dibedakan menurut jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan

(3) Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan

Menteri.

Oleh karena itu, dapat dikatakan secara umum bahwa hubungan

antara dokter dengan rumah sakit merupakan hubungan yang saling

melengkapi, dimana rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan

membutuhkan dokter sebagai tenaga kesehatan di rumah sakit agar

terlaksananya upaya pelayanan kesehatan, sedangkan dokter juga

membutuhkan rumah sakit sebagai wadah penyelenggaraan praktik

kesehatan.

Pola hubungan kerja antara dokter dan rumah sakit terbentuk

apabila muncul perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien di rumah

sakit. Perjanjian terapeutik adalah hubungan hukum antara dokter dan

Universitas Sumatera Utara


pasien dalam pelayanan kesehatan medis secara profesional, didasarkan

kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan ketrampilan tertentu di

bidang kedokteran.57

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

Mengenai pengertian tenga kesehatan diatur dalam Bab I ketentuan

Umum Pasal 1 angka 1 yang berbunyi “Tenaga Kesehatan adalah setiap

orang yang mengeabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki

pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang

kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk

melakukan upaya kesehatan”.

Pengertian sarana kesehatan dalam Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2014 memakai istilah fasilitas pelayanan kesehatan. Adapun

pengertiannya dituangkan dalam Pasal 1 angka 3 yang berbunyi

“Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang

digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik

promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitative yang dilakukan oleh

Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.

Berdasarkan kedua pengertian tersebut, maka sudah terlihat bahwa

antara dokter dengan rumah sakit memiliki hubungan yang erat dan

saling melengkapi satu sama lain.

Hubungan hukum yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2014 antara dokter dengan rumah sakit adalah pola hubungan

kerja terhadap dokter yang bekerja di rumah sakit yang berstatus tetap

57
Veronica Komalawati, Peranan Informed Concent dalam Transaksi Terapeutik, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal.1

Universitas Sumatera Utara


maupun tidak tetap. Yang dimaksud dengan dokter tetap adalah dokter

yang diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), sedangkan dokter

tidak tetap adalah dokter yang berpraktik sebagai pegawai bulanan,

pegawai harian maupun pegawai honorer baik yang berpraktik di rumah

sakit swasta ataupun pemerintah.

Dalam hal ini, mengenai status dokter di RSUD. Dr. H. Kumpulan

Pane Kota Tebing Tinggi ada dua jenis dokter yang berpraktik di rumah

sakit tersebut. Berdasarkan keterangan Ibu Suci, salah satu pegawai

bagian Umum RSUD. Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi,

mengatakan bahwa untuk saat ini terdapat 18 dokter spesialis tetap

(PNS), 2 dokter gigi tetap (PNS), dan 32 dokter umum tetap (PNS).

Sedangkan dokter tidak tetap atau kontrak terdapat 11 dokter spesialis

dan 1 dokter umum.58

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 diatur mengenai

hak dan kewajiban tenaga kesehatan. Hal tersebut terdapat pada Pasal

57 dan 58 yang berbunyi:

Pasal 57

Tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik berhak:

a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan

tugas sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan

Profesi, dan Standar Prosedur Operasional

b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari Penerima

Pelayanan Kesehatan atau keluarganya

58
Dr. Yanti Tri Ratna, wawancara pada tanggal 16 Maret 2018, RSUD. Dr. H. Kumpulan
Pane Tebing Tinggi

Universitas Sumatera Utara


c. Menerima imbalan jasa

d. Memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan

kerja, perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat

manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai agama

e. Mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesinya

f. Menolak keinginan Penerima Pelayanan Kesehatan atau pihak

lain yang bertentangan dengan Standar Profesi, kode etik,

standar pelayanan, Standar Prosedur Operasional, atau

ketentuan Peraturan Perundang-undangan, dan

g. Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan Peraturan

Perundang-undangan.

Pasal 58

(1) Tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik wajib:

a. Memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar

Profesi, Standar Pelayanan Profesi, Standar Prosedur

Operasional, dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan

Penerima Pelayanan Kesehatan

b. Memperoleh persetujuan dari Penerima Pelayanan Kesehatan

atau keluarganya atas tindakan yang akan diberikan

c. Menjaga kerahasiaan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan

d. Membuat dan menyimpan catatan dan/atau dokumen tentang

pemeriksaan, asuhan, dan tindakan yang dilakukan, dan

e. Merujuk Penerima Pelayanan Kesehatan ke Tenaga Kesehatan

lain yang mempunyai Kompetensi dan Kewenangan yang sesuai

Universitas Sumatera Utara


(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan

huruf d hanya berlaku bagi Tenaga Kesehatan yang melakukan

pelayanan kesehatan perseorangan.

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 juga mengatur

mengenai Perlindungan bagi tenaga kesehatan yang berbunyi:

Pasal 74

Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang mengizinkan

Tenaga Kesehatan yang tidak memiliki STR dan izin untuk

menjalankan praktik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Pasal 75

Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik berhak mendapatka

perlindungan hukum sesuai dengan ketentuan Peraturan

Perundang-undangan

Pasal 76

Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dalam meningkatkan dan

menjaga mutu pemberian pelayanan kesehatan dapat membentuk

komite atau panitia atau tim untuk kelompok Tenaga Kesehatan di

lingkungan Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Sarana kesehatan bertanggung jawab kepada dokter dalam upaya

peningkatan keterampilan serta pengetahuan, hal ini bertujuan agar

mengurangi hal-hal yang tidak diharapkan dalam memberikan pelayanan

kesehatan terhadap pasien.

Universitas Sumatera Utara


Dalam upaya peningkatan kualitas tenaga kesehatan di rumah sakit

khususnya terhadap dokter, maka sering diadakan pelatihan seperti

seminar ataupun mendatangkan dokter konsul ke rumah sakit. Dokter

umum yang berstatus sebagai pegawai tetap (PNS) dapat mengajukan

beasiswa mengambil pendidikan spesialis kepada pihak rumah sakit atau

pemerintah.59

3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

Pengertian rumah sakit telah tertuang di dalam Pasal 1 angka 1

yang berbunyi “Rumah Sakit adalh institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat.

Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 hubungan hukum

antara dokter dengan rumah sakit telah tersirat secara implisit dalam

Pasal 12, 13, 33, 37, 38, 46. Adapun bunyi pasal tersebut yaitu:

Pasal 12

(1) Persyaratan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7 ayat (1) yaitu Rumah Sakit harus memiliki

tenaga tetap yang meliputi tenaga medis dan penunjang medis,

tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga manajemen

Rumah Sakit, dan tenaga nonkesehatan

59
Dr. Yanti Tri Ratna, wawancara pada tanggal 16 Maret 2018, RSUD. Dr. H. Kumpulan
Pane Tebing Tinggi

Universitas Sumatera Utara


Pasal 13

(1) Sakit wajib memiliki Surat Izin Praktik sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan

(2) Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di Rumah sakit wajib

memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan

(3) Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus

bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan

Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika

profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan

keselamatan pasien.

Pasal 33

(1) Setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif,

efisien, dan akuntabel

(2) Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas Kepala

Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsure pelayanan

medis, unsure keperawatan, unsur penunjang medis, komite

medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum

dan keuangan

Pasal 37

(1) Setiap tindakan kedokteran yang dilakukan Rumah Sakit harus

mendapat persetujuan pasien atau keluarganya

Universitas Sumatera Utara


Pasal 38

(1) Setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia kedokteran

(2) Rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dapat dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien, untuk

pemenuhan permintaan aparat penegak hukum dalam rangka

penegakan hukum, atas persetujuan pasien sendiri, atau

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan

Pasal 46

Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua

kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh

tenaga kesehatan di Rumah Sakit

Dari beberapa pasal diatas dapat ditemukan bahwa terdapat

hubungan hukum antara dokter dengan rumah sakit. Setiap tenaga

kesehatan yang terdiri dari dokter, perawat dan non paramedik non

keperawatan bekerja sebagai employee tenaga kesehatan sehingga

menimbulkan hak dan kewajiban antara dokter dan rumah sakit. Setiap

dokter yang bekerja di rumah sakit mendapat perlindungan hukum oleh

rumah sakit apabila terjadi masalah tindakan medis.

4. Kode Etik Rumah Sakit

Mengenai hubungan hukum antara dokter dengan rumah sakit

terdapat dalam Bab IV Kewajiban rumah sakit Terhadap Pimpinan,

Universitas Sumatera Utara


Staf, dan Karyawan Kode Etik Rumah Sakit. Hal tersebut telah

ditentukan dalam pasal sebagai berikut:

Pasal 13

Rumah sakit harus menjamin agar pimpinan, staf, dan

karyawannya senantiasa mematuhi etika profesi masing-masing

Pasal 14

Rumah sakit harus mengadakan seleksi tenaga staf dokter, perawat,

dan tenaga lainnya berdasarkan nilai, norma, dan standar

ketenagaan

Pasal 15

Rumah sakit harus harus menjamin agar koordinasi serta hubungan

yang baik antara seluruh tenaga di rumah sakit dapat terpelihara

Pasal 16

Rumah Sakit harus member kesempatan kepada seluruh tenaga

rumah sakit untuk meningkatkan dan menambah ilmu pengetahuan

serta keterampilannya

Pasal 17

Rumah sakit harus mengawasi agar penyelenggaraan pelayanan

dilakukan berdasarkan standar profesi yang berlaku

Pasal 18

Rumah sakit berkewajiban member kesejahteraan kepada

karyawan dan menjaga keselamatan kerja sesuai dengan peraturan

yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan pasal tersebut, maka jelas adanya hubungan hukum

antara dokter dengan rumah sakit, dimana dokter berada diposisi

sebagai tenaga kesehatan di rumah sakit. Oleh sebab itu, rumah sakit

wajib menjamin mutu pelayanan kesehatan terhadap pasien.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 13 sampai Pasal 18 Kode Etik Rumah

Sakit, bahwa rumah sakit harus tetap menjaga mutu pelayanan dokter

terhadap pasien dengan harus selalu memegang pedoman standar

pelayanan medik yang sudah disepakati oleh dokter.

5. Peraturan Walikota Tebing Tinggi Nomor 19 Tahun 2010 tentang

Ketenagaan RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi

Hubungan hukum antara dokter dan rumah sakit dalam Peraturan

Walikota Tebing Tinggi Nomor 19 Tahun 2010 termuat dalam Pasal 9

yang berbunyi “RSUD berkedudukan sebagai milik Pemerintah Kota

Tebing Tinggi yang merupakan unsur pendukung tugas walikota di

bidang pelayanan kesehatan yang dipimpin oleh seorang direktur berada

dibawah dan bertanggung jawab kepada walikota melalui sekretaris

daerah”.

Berdasarkan isi Pasal 9 tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa

semua pegawai structural maupun fungsional di RSUD Dr. H.

Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi berada dibawah pengawasan

Walikota Tebing Tinggi. Hal ini berlaku karena kedudukan RSUD Dr.

H. Kumpulan Pane merupakan salah satu lembaga miliki Pemerintah

Kota Tebing Tinggi. Oleh sebab itu, segala peristiwa yang dapat

Universitas Sumatera Utara


mengakibatkan hukum di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane menjadi

wewenang Pemerintah Kota Tebing Tinggi.

Dengan demikian, perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien

yang terjadi di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane secara tidak langsung

mengakibatkan hubungan hukum kepada Pemerintah Kota Tebing

Tinggi selaku pemilik rumah sakit serta akibat hukum yang timbul dari

perjanjian terapeutik juga mengikat bagi RSUD Dr. H. Kumpulan Pane

karena setiap dokter yang bertindak untuk dan atas nama RSUD Dr. H.

Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi.

6. Peraturan Walikota Tebing Tinggi Nomor 16 Tahun 2010 tentang

Peraturan Internal Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Kumpulan Pane

Kota Tebing Tinggi

Mengingat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

772/MENKES/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah

Sakit (Hospital By Laws), dalam rangka peningkatan mutu pelayanan

medic maka diperlukan adanya Peraturan Internal Rumah Sakit yang

dibuat dan diberlakukan di setiap pelayanan kesehatan, dimana dalam

hal ini Pemerintah Kota Tebing Tinggi mengeluarkan Peraturan

Walikota Nomor 16 Tahun 2010 tentang Peraturan Internal RSUD Dr.

H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi.

Pasal-pasal yang mengatur tentang hubungan hukum antara

dokter dan rumah sakit dalam peraturan ini adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


Pasal 1 angka 6

Peraturan Internal adalah aturan dasar yang mengatur tatacara

penyelenggaraan rumah sakit, yang mengatur hubungan antara

pemilik dan/atau yang mewakili pemilik dalam hal ini Dewan

Penyantun, pengelola atau Direktur dan para Direktur (direktur)

dan Staf Medis Fungsional atau yang terhimpun dalam wadah

Komite Medik

Pasal 1 angka 8

Pemilik Rumah Sakit adalah Pemerintah Kota Tebing Tinggi

Pasal 1 angka 10

Direktur adalah Pimpinan Rumah sakit yang bertugas dalam

pengelolaan rumah sakit

Pasal 1 angka 14

Staf Medik Fungsional untuk selanjutnya disingkat SMF adalah

kelompok dokter dan/atau dokter spesialis serta dokter gigi

dan/atau dokter gigi spesialis yang melakukan pelayanan dan

telah disetujui serta diterima sesuai dengan aturan yang berlaku

untuk menjalankan profesi masing-masing di Rumah Sakit

Pasal 1 angka 18

Dokter dan dokter gigi adalah dokter dan/atau dokter spesialis

serta dokter gigi dan/atau dokter gigi spesialis yang melakukan

pelayanan di Rumah Sakit

Universitas Sumatera Utara


Pasal 1 angka 19

Dokter tetap atau dokter purna waktu adalah dokter dan/atau

dokter spesialis serta dokter gigi dan/atau dokter gigi spesialis

yang sepenuhnya bekerja di rumah sakit

Pasal 1 angka 20

Dokter tidak tetap atau paruh waktu adalah dokter dan/atau dokter

spesialis serta dokter gigi dan/atau dokter gigi spesialis yang

bekerja di rumah sakit pada waktu tertentu, yang disepakati

bersama antara Komite Medik dan Direktur serta mendapat izin

tertulis dari Direktur untuk melaksanakan pelayanan medis di

Rumah Sakit

Pasal 1 angka 21

Dokter tamu adalah dokter yang bukan berstatus sebagai pegawai

Rumah Sakit, yaitu dokter dan/atau dokter spesialis serta doker

gigi dan/atau dokter gigi spesialis yang diundang/ditunjuk karena

kompetensinya untuk melakukan atau memberikan pelayanan

medis dan tindakan medis di Rumah Sakit untuk jangka waktu

dan/atau kasus tertentu

Pasal 1 angka 22

Dokter Kontrak dan/atau Dokter Honorer adalah dokter baik

dokter dan/atau dokter spesialis serta dokter gigi dan/atau dokter

gigi spesialis yang diangkat dengan status tenaga kontrak dan/atau

tenaga honorer di Rumah Sakit, yang ditetapkan dengan

Universitas Sumatera Utara


Keputusan Direktur dengan masa kerja untuk jangka waktu

tertentu

Pasal 1 angka 23

Dokter Konsultan adalah Dokter Spesialis tertentu yang karena

kompetensinya diminta membantu pelayanan medis di Rumah

Sakit

Berdasarkan pasal tersebut, hubungan hukum antara dokter dan

RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi adalah bahwa dokter

dalam melakukan perjanjian terapeutik berada di bawah pimpinan dan

bertanggung jawab kepada Direktur. Sedangkan Direktur berada

dibawah pimpinan dan bertanggung jawab kepada Pemerintah Kota

Tebing Tinggi sebagai pemilik RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota

Tebing Tinggi. Dalam hal ini yang mewakili Pemerintah Kota Tebing

Tinggi adalah Dewan Penyantun.

Dalam melakukan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Dr. H.

Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi, ada beberapa dokter kontrak yang

melakukan perjanjian kerjasama. Salah satunya adalah Dr. T. Jeffry

Abdillah, Sp.OG. Isi dari perjanjian tersebut adalah sebagai berikut:

Pasal 1 angka 1

Pihak pertama membutuhkan bantuan Pelayanan Medis dalam

upaya untuk memberikan layanan medis di RSUD Dr. H.

Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi

Universitas Sumatera Utara


Pasal 1 angka 2

Pihak kedua menyatakan bersedia memberikan Pelayanan Medis

sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 Ayat 1 sesuai dengan

keahlian dan dedikasi terbaik yang dimilikinya

Pasal 2 angka 1

Pelaksanaan Pelayanan Medis sebagaimana dimaksud pada Pasal

1 Ayat 1 dilaksanakan di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota

Tebing Tinggi

Pasal 2 angka 2

Fasilitas ruangan dan peralatan selama melaksanakan pelayanan

medis disediakan oleh Pihak Pertama

Dalam beberapa isi dari perjanjian kerjasama tersebut dapat

diambil kesimpulan bahwa adanya hubungan hukum antara dokter

dengan rumah sakit dalam melakukan perjanjian terapeutik, dimana

dokter dengan rumah sakit saling membutuhkan dan melengkapi satu

sama lain. Rumah sakit sebagai wadah dalam melakukan pelayanan

kesehatan membutuhkan dokter sebagai tenaga kesehatan dalam rumah

sakit untuk melakukan upaya kesehatan.

C. Tanggung Jawab Perdata Dokter dan Rumah Sakit yang Memiliki

Perjanjian Terapeutik Terhadap Pihak Ketiga

Dalam melaksanakan tindakan medis, rumah sakit tidak selalunya

dapat memberikan hasil yang diharapkan oleh semua pihak. Adakalanya

tindakan medis tersebut dapat menimbulkan kerugian terhadap pasien

Universitas Sumatera Utara


seperti cacat, lumpuh, hingga meninggal dunia. Namun rumah sakit

sebagai pihak pemberi jasa kesehatan tidak perlu cemas apabila tindakan

yang diberikan sesuai dengan standar yang berlaku maka kerugian yang

dialami oleh pasien bukan menjadi tanggung jawab rumah sakit. Akan

tetapi, apabila kerugian pasien timbul karena kelalaian rumah sakit, maka

Undang-Undang memberikan kesempatan kepada pasien yang dirugikan

untuk menuntut ganti rugi.

Tanggung jawab hukum adalah jenis tanggung jawab yang

dibebankan kepada subjek hukum baik itu manusia maupun badan hukum

yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam hukum perdata atau

melakukan tindak pidana.60

Dalam hukum perdata dikenal berbagai macam tanggung jawab

(liability), yaitu:61

1. Contractual liability

Tanggung jawab jenis ini muncul karena adanya ingkar janji, yaitu

tidak dilaksanakannya sesuatu kewajiban (prestasi) atau tidak

dipenuhinya sesuatu hak pihak lain sebagai akibat adanya hubungan

kontraktual. Dalam kaitannya dengan perjanjian terapeutik, kewajiban

atau prestasi yang harus dilaksanakan oleh dokter adalah berupa upaya

(effort), bukan hasil (result). Oleh karena itu dokter hanya bertanggung

jawab atas upaya medik yang tidak memenuhi standar, atau dengan kata

lain, upaya medik yang dapat dikategorikan sebagai malpraktek

60
Sunarto Adi Wibowo, Op.Cit, hal.49
61
Sofwan Dahlan, Malpraktik, Pencegahan, dan Upaya Menghadapi Tuntutan Hukum
pada Profesi Kedokteran: Dalam Pedoman Profesi Kedokteran, Badan Penerbit Univ.
Dipenogoro, Semarang, 2000, hal. 61

Universitas Sumatera Utara


2. Liability in tort

Tanggung jawab jenis ini merupakan tanggung jawab yang tidak

didasarkan atas adanya contractual obligation, tetapi atas perbuatan

melawan hukum (onrechtmatige daad). Pengertian melawan hukum

tidak hanya terbatas pada perbuatan yang berlawanan dengan hukum,

kewajiban hukum diri sendiri atau kewajiban hukum orang lain saja

tetapi juga yang berlawanan dengan kesusilaan yang baik dan

berlawanan dengan ketelitian yang patut dilakukan dalam pergaulan

hidup terhadap orang lain atau benda orang lain. Dengan adanya

tanggung jawab seperti itu maka health care provider dapat digugat

membayar ganti rugi atas terjadinya kesalahan yang masuk kategori

liability in tort (civil wrong against person or properties), baik yang

bersifat intensional ataupun negligence. Contoh dari tindakan rumah

sakit yang dapat menimbulkan tanggung jawab antara lain

membocorkan rahasia kedokteran, euthanasia atau ceroboh dalam

melakukan upaya medic sehingga pasien meninggal dunia atau cacat.

3. Strict liability

Tanggung jawab jenis ini sering disebut tanggung jawab tanpa

kesalahan (liability without fault) mengingat seseorang harus

bertanggungjawab meskipun tidak melakukan kesalahan apa-apa, baik

yang bersifat intensional ataupun negligence. Tanggung jawab seperti

ini biasanya berlaku bagi product sold atau article of commerce,

misalnya rokok (dimana produsen harus membayar ganti rugi atas

terjadinya kanker paru-paru, kecuali pabrik telah telah memberikan

Universitas Sumatera Utara


peringatan akan kemungkinan terjadinya risiko seperti itu). Di Negara-

negara common law, produk darah dikategorikan sebagai product sold

sehingga produsen yang mengolah darah harus bertanggung jawab

untuk setiap transfuse darah olahannya yang menularkan virus hepatitis

atau HIV

4. Vicarious liability

Tanggung jawab jenis ini timbul akibat kesalahan yang dibuat oleh

subordinatenya. Dalam kaitannya dengan pelayanan medik maka rumah

sakit bertanggung jawab atas kesalahan yang dibuat oleh tenaga

kesehatan yang bekerja dalam kedudukan sebagai employee. Lain

halnya jika tenaga kesehatan, misalnya dokter yang berkedudukan

hanya sebagai mitra (attending physician) seperti di rumah sakit swasta.

Pada dasarnya hubungan hukum antara dokter dan rumah sakit

muncul karena adanya perjanjian terapeutik. Pengertian perjanjian

terapeutik adalah perjanjian yang dibuat oleh pasien dengan tenaga

kesehatan dan/atau dokter atau dokter gigi, dimana tenaga kesehatan

dan/atau dokter atau dokter gigi berusaha untuk melakukan upaya

maksimal untuk melakukan penyembuhan terhadap pasien sesuai dengan

kesepakatan yang dibuat antara keduanya, dan pasien berkewajiban untuk

membayar biaya penyembuhannya.62

Perjanjian terapeutik yang terjadi di rumah sakit serta memenuhi

syarat sahnya perjanjian akan menimbulkan hubungan hukum antara

62
H. Salim, Op.Cit, hal.46

Universitas Sumatera Utara


dokter dengan pasien, oleh sebab itu maka muncullah hak dan kewajiban

dokter dan pasien tersebut. Perjanjian terapeutik tersebut bukan saja

menimbulkan hubungan hukum antara dokter dan pasien, tetapi juga

menimbulkan hubungan hukum antara dokter dan rumah sakit serta pasien

dan rumah sakit.

Dokter dapat diminta pertanggung jawabannya apabila dokter telah

melakukan kesalahan medik, seperti melakukan upaya yang menyimpang

atau tidak sesuai dengan yang diperjanjikan. Pertanggung jawaban secara

hukum dapat terlaksana ketika:

1. Bertentangan dengan kewajiban profesionalnya

2. Melanggar hak pasien yang timbul dari adanya transaksi terapeutik

tanpa alasan medik yang dapat dibenarkan

3. Bertentangan dengan kesusilaan baik kepatutan dan kepantasan dalam

masyarakat.63

Kelalaian dengan malpraktek merupakan kedua hal yang berbeda,

kelalaian sebagai seorang dokter mungkin dapat terjadi karena kelalaian

sebagai manusia biasa, akibatnya kurang teliti pada saat pemeriksaaan dan

informasi yang kurang jelas dari pasien. Sedangkan malpraktek,

merupakan tindakan dokter yang memiliki keterampilan dan pengetahuan

sengaja melakukan tindakan medis yang tidak sesuai dengan ilmu

kedokteran yang berlaku.

Yang menjadi alasan pasien meminta pertanggung jawaban dokter

adalah “apabila dokter melakukan suatu tindakan medis yang tidak sesuai

63
Hermien Hadiati Koeswaji, Op.Cit, hal.78

Universitas Sumatera Utara


dengan prosedur yang berlaku baik menurut ilmu kedokteran ataupun

peraturan yang berlaku di rumah sakit. Oleh sebab itu, tidak semua

kerugian yang dialami oleh pasien dapat diminta pertanggung jawabannya

terhadap dokter maupun rumah sakit.”64

Dalam Pasal 1365 KUHPerdata ditentukan bahwa “Tiap perbuatan

melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain,

mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, dan

diwajibkan mengganti kerugian tersebut.” Selanjutnya dalam Pasal 1366

KUHPerdata menentukan bahwa “Setiap orang bertanggung jawab tidak

saja kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian

yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.” Didalam perjanjian

terapeutik, yang menjadi upaya prestasinya adalah upaya semaksimal

dokter dalam menyembuhkan pasiennya, maka dalam hal pasien meminta

pertanggung jawaban dokter harus dilihat dari sisi upaya yang dilakukan

oleh dokter tersebut.

Seperti yang dinyatakan oleh salah satu dokter di rumah sakit “Di

dalam prakteknya para dokter mengatakan bahwa tindakan medis yang

dilakukan terhadap pasien di rumah sakit tidak seluruhnya sesuai dengan

tata cara ilmu kedokteran yang berlaku, sebaliknya tindakan medis yang

dilakukan di rumah sakit harus mengikuti aturan yang dikeluarkan oleh

rumah sakit. Hal ini terjadi karena setiap dokter yang bekerja di rumah

sakit berada dibawah kewenangan dan tanggung jawab di rumah sakit.”65

64
Wawancara Dr. Rini Aftita, wawancara pada tanggal 17 Maret 2018, di RSUD Dr. H.
Kumpulan Pane Tebing Tinggi
65
Dr. Rini Aftita, wawancara pada tanggal 17 Maret 2018, di RSUD. Dr. H. Kumpulan
Pane Tebing Tinggi

Universitas Sumatera Utara


Para pihak ketiga meminta pertanggung jawaban ketika terjadi

gugatan ataupun keluhan tidak seluruhnya dikenakan kepada dokter,

namun pihak rumah sakit juga ikut andil dalam pertanggung jawaban

tersebut. Di dalam Pasal 1367 KUHPerdata, menyatakan “Seorang tidak

saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya

sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang

yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang

berada di bawah pengawasannya.” Dalam Pasal 1 UU Nomor 44 Tahun

2009 menyatakan “Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.”

Rumah sakit memiliki hak untuk membuat peraturan pelayanan medis

kepada pasien. Maka apabila adanya gugatan dari pasien akibat tindakan

medis dokter, maka rumah sakit ikut andil dalam bertanggung jawab

kepada pasien. Pertanggung jawaban hukum yang dilakukan oleh dokter

sebelumnya harus dilihat dulu perjanjian yang terdapat di dalam informed

consent yang sudah disepakati antara dokter dengan pasien. Di dalam surat

pernyataan persetujuan operasi dan pembiusan dapat dilihat apa yang

menjadi tanggung jawab dokter, sehingga pasien dianggap sudah paham

mengenai risiko dari tindakan operasi tersebut.

Contohnya pada operasi bedah kuret yang terjadi di rumah sakit

Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi, Seorang pasien bersedia untuk

dilakukan tindakan kuret. Sebelum dilakukan tindakan, pasien terlebih

dahulu dijelaskan mengenai sebab dan akibat dari tindan medis tersebut.

Universitas Sumatera Utara


Dokter menjelaskan resiko yang muncul pasca operasi tidak menjadi

tanggung jawab dokter beserta tim. Namun, apabila dokter tidak

menjelaskan secara jelas dan tidak mendapat persetujuan dari pasien untuk

melakukan tindakan operasi maka dokter dapat dituntut untuk dimintai

pertanggung jawabannya apabila pasien mengalami kerugian yang

disebabkan oleh operasi tersebut.66

Perkara yang timbul antara dokter dengan pasien dapat berupa

perkara perdata, pidana, dan administratif. Penyelesaian perkara antara

dokter dengan pasien dapat diselesaikan dengan cara antara lain:

1. Penyelesaian perkara diluar pengadilan (Non Litigasi)

Penyelesaian perkara melalui non litigasi lebih banyak

keuntungannya disbanding dengan penyelesaian perkara melalui jalur

pengadilan. Salah satu keuntungannya yaitu tetap terjaga hubungan baik

antara pihak yang berperkara dibandingkan perkara yang diselesaikan

melalui jalur pengadilan. Selain itu, prosesnya tidak memakan waktu dan

biaya yang banyak, dan bisa ditempuh oleh kedua pihak baik melibatkan

mediator maupun dilakukan sendiri secara damai.

Bentuk penyelesaian diluar pengadilan antara lain:

a. Negosiasi

Yaitu dengan melakukan upaya tawar menawar dengan mencapai

kesepakatan bersama. Cara ini tidak perlu melibatkan orang lain sehingga

masalahnya tidak perlu diketahui oleh pihak luar dan bisa dilakukan dimana

dan kapan saja.

66
Dr. Yanti Tri Yatna, Wawancara pada tanggal 16 Maret 2018, di RSUD. Dr. H.
Kumpulan Pane Tebing Tinggi

Universitas Sumatera Utara


b. Mediasi

Penyelesaian bentuk mediasi melibatkan seorang mediator. Mediator

berfungsi hanya sebagai fasilitator untuk mempertemukan kedua belah pihak

agar dapat bertukar pikiran dan dialog.

2. Penyelesaian Perkara Lewat Pengadilan (Litigasi)

Litigasi merupakan suatu proses seorang individu ataupun badan

hukum membawa sengketa, kasus ke pengadilan atau pengaduan dan

penyelesaian tuntutan atau penggantian atas kerusakan. Jalur ini digunakan

biasanya apabila sengketa tidak bisa diselesaikan dengan cara lain hingga

akhirnya dibawa ke jalur pengadilan.

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis terima, pasien yang

mengeluh jarang sekali mengungkapkannya. Karena pihak rumah sakit

tidak secara terbuka dan jelas menyediakan bagian khusus pengaduan

pasien jika pasien mengalami kerugian yang diakibatkan oleh tindakan

medis dokter. Oleh sebab itu, sering sekali terjadi salah alamat bahwa

pasien langsung mengeluh ataupun menuntut langsung ke dokter tersebut

sehingga para dokter pun terkadang tidak melibatkan rumah sakit dalam

menyelesaikan perkaranya. Biasanya dokter secara pribadi menyelesaikan

masalahnya dengan meminta maaf langsung kepada pasien.

Seperti yang dikatakan oleh salah satu informan rumah sakit bahwa

“dokter dan pihak rumah sakit biasanya mengambil tindakan sendiri untuk

mempertanggung jawabkan kesalahan tindakan medik yang dilakukan.

Seperti membuat surat permohonan maaf dari dokter dan rumah sakit,

Universitas Sumatera Utara


penggantian biaya pengobatan, pemberian uang santunan, ataupun seluruh

beban biaya selama masa pengobatan digratiskan.”67

Hal ini merupakan bentuk pertanggung jawaban pihak Rumah

Sakit Umum Daerah Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi terhadap

kesalahan tindakan medis yang dilakukan oleh dokter di rumah sakit

tersebut. Hal ini bertujuan untuk menjaga hubungan yang tetap baik

terhadap pasien yang sudah menjadi salah satu tanggung jawab rumah

sakit.

Dalam melakukan penelitian penulis juga mendapatkan beberapa

kasus di rumah sakit ini antara lain:

Kasus 1:

Seorang pasien laki-laki berumur 16 Tahun, alamat Jl. Pulau

Samosir No.34 Tebing Tinggi, pasien tersebut mengalami kecelakaan

sepeda motor lalu dioperasi pemasangan plat di daerah tungkai kaki

sebelah kanan. Pada saat itu pihak yang mengoperasi merupakan satu tim

yang dipimpin oleh Dr. A spesialis Bedah Umum. Dokter tersebut

merupakan dokter spesialis kontrak di rumah sakit tersebut. Operasi

pemasangan plat berhasil dilaksanakan. Setelah 8 bulan kemudian,

dilakukan tindakan operasi pengangkatan plat tersebut dengan dokter dan

tim yang sama. Pasca operasi tersebut, pasien merasakan kesakitan di

daerah kaki yang dioperasi dan dianjurkan untuk foto ulang, dan hasilnya

terdapat satu mur yang tertinggal pada saat operasi pengangkatan plat. Hal

ini merugikan pasien, oleh sebab itu mereka meminta pertanggung

67
Dr. Yanti Tri Ratna, wawancara pada tanggal 16 Maret 2018, di RSUD. Dr. H.
Kumpulan Pane Tebing Tinggi

Universitas Sumatera Utara


jawaban kepada dokter yang mengoperasinya. Karena dokter A tidak ingin

masalah ini menjadi panjang, maka beliau sebagai ketua tim yang

mengoperasi pasien tersebut langsung meminta maaf. Masalah ini

diselesaikan secara kekeluargaan yang hanya melibatkan pihak rumah

sakit, dokter, dan pasien. Hasilnya bahwa semua biaya pengobatan pasien

dari awal sampai akhir ditanggung oleh pihak rumah sakit, dan honor

dokter A sebagai kepala tim yang mengoperasi pasien gratis. 68

Pada kasus tersebut telah ditemukan perbuatan lalai yang dilakukan

oleh dokter, dokter lalai dan kurang teliti pada saat mengoperasi pasien

tersebut sehingga menimbulkan kerugian terhadap si pasien. Dalam hal ini

pihak rumah sakit bertanggung jawab dengan menanggung seluruh biaya

pengobatan pasien akibat dari kelalaian yang dilakukan oleh dokter

kontrak yang berada dibawah tanggung jawab rumah sakit. Dokter tersebut

juga tidak diberikan honor dalam beberapa waktu yang ditentukan.

Kasus 2:

Seorang ibu, umur 30 tahun melahirkan secara bedah Caesar tanpa

persetujuan oleh pihak keluarga pasien terlebih dahulu melalui zurat izin

operasi dan pembiusan. Pihak RSUD. Dr. H. Kumpulan Pane Tebing

Tinggi memberikan surat tersebut setelah operasi tersebut selesai.69

Kejadian tersebut merupakan salah satu bentuk perbuatan melawan

hukum. Apabila terjadi hal yang tidak diharapkan, maka dokter tersebut

bisa dituntut karena melakukan tindakan pembedahan tanpa adanya

persetujuan dari pihak keluarga pasien. Beruntungnya ibu dan anak


68
Wawancara Pasien, pada tanggal 10 Mei 2018, di Jl. Pulau Samosir Tebing Tinggi
69
Wawancara Dokter B, pada tanggal 12 Mei 2018, di RSUD. Dr. H. Kumpulan Pane
Tebing Tinggi

Universitas Sumatera Utara


tersebut selamat dan tidak ada sengketa yang terjadi antara dokter dengan

pasien.

Dari kasus tersebut, penyelesaiannya dilakukan dengan cara

kekeluargaan. Pihak rumah sakit beserta dokter yang bertindak meminta

maaf secara tertulis kepada pihak pasien beserta keluarganya. Dalam kasus

ini, dokter yang bersangkutan merupakan pegawai tetap (PNS) di rumah

sakit tersebut, hanya teguran saja yang diberikan kepada dokter tersebut

untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama dimasa mendatang.

Dari beberapa kasus diatas, penyelesaian sengketa medis di Rumah

Sakit Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi sebagian besar diselesaikan

dengan cara kekeluargaan. Setiap sengketa yang timbul di rumah sakit

akibat kesalahan dokter, Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane Tebing

Tinggi tidak melepaskan tanggung jawabnya sebagai wadah terlaksananya

upaya tindakan medis. Setiap pihak memiliki porsi tanggung jawabnya

masing-masing, khususnya dokter yang memiliki status yang berbeda baik

sebagai employee ataupun sebagai mitra.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dan penelitian, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1) Berdasarkan sudut sumbernya, hak dan kewajiban dokter ada dua

macam, yaitu bersumber pada kesepakatan dan bersumber pada

peraturan perundang-undangan. Hak dan kewajiban dokter ditetapkan

dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga

kesehatan, serta KODEKI. Sedangkan mengenai hak dan kewajiban

rumah sakit telah ditentukan di dalam Undang-Undang Nomor 44

Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

2) Peraturan yang menjadi dasar adanya hubungan hukum antara pihak

dokter dan rumah sakit dalam perjanjian terapeutik adalah Undang-

Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, Undang-

Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Kode Etik Rumah

Sakit, PeraturanWalikota Tebing Tinggi Nomor 19 Tahun 2010 tentang

Ketenagaan RSUD. Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi,

Peraturan Walikota Tebing Tinggi Nomor 16 Tahun 2010 tentang

Peraturan Internal RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi,

Surat Edaran Nomor 800/508/RSUD-TT/2014 tentang Penerapan

Universitas Sumatera Utara


Peraturan Walikota Tebing Tinggi Nomor 7 Tahun 2014 tentang Tugas

dan Fungsi serta Uraian Tugas Jabatan Struktural pada Rumah Sakit

Umum Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi.

3) Tanggung jawab perdata dokter dan rumah sakit yang memiliki

perjanjian terapeutik terhadap pihak ketiga adalah apabila terhadap

dokter tanggung jawab perdata ini berupa wanprestasi dan perbuatan

melawan hukum (onrechtmatigdaad) yang terdapat dalam Pasal 1239

KUHPerdata dan perbuatan melawan hukum yang terdapat dalam Pasal

1365 KUHPerdata. Wanprestasi dalam pelayanan kesehatan timbul

karena tindakan seorang dokter dalam memberi pelayanan kesehatan

tidak sesuai dengan yang diperjanjikan. Dalam hal ini, pihak dokter dan

RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi menyelesaikan

sengketa medis dengan penyelesaian diluar pengadilan, apabila tidak

ditemukan penyelesaian diluar pengadilan maka melewati jalur

pengadilan. Pihak rumah sakit juga membentuk tim penyelesaian

sengketa medik yang disebut dengan Komite Etik dan Hukum.

B. Saran

1) Pemerintah Khususnya Kota Tebing Tinggi, rumah sakit, maupun para

tenaga kesehatan diharapkan memberikan pelayanan yang terbaik

kepada pasien dan melakukan upaya kesehatan yang sesuai dengan

prosedur sehingga kemungkinan terjadinya sengketa medic hingga

mengakibatkan kerugian terhadap pasien berkurang. Hal ini sangat

Universitas Sumatera Utara


penting, Karena bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat

khususnya di dalam dunia kesehatan.

2) Perlu adanya perjanjian kerja yang dibuat antara dokter dengan rumah

sakit yang mengenai tentang pembagian tanggung jawab antara

keduanya. Peraturan tersebut dibuat lebih jelas agar mengetahui sejauh

mana rumah sakit harus bertanggung jawab serta melindungi dokter

apabila terjadi sengketa medik di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota

Tebing Tinggi. Hal ini juga bertujuan agar pihak dokter maupun rumah

sakit mengetahui hak serta kewajiban mereka masing-masing.

3) Pihak rumah sakit seharusnya melakukan upaya meningkatkan mutu

para tenaga kesehatan seperti membuka pelatihan terhadap dokter yang

bekerja di rumah sakit tersebut, memberikan pendidikan dalam

meningkatkan pengetahuan terhadap dokter di rumah sakit tersebut.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Ameln, Fred. 1991. Kapita Selekta Hukum Kedokteran. Jakarta: PT. Grafikatama

Jaya

. 1991/1992, Naskah Akademis Peraturan Perundang-Undangan tentang

Informed Consent Bidang Kesehatan. Jakarta:

BadanPembinaanHukumNasional, DepartemenKehakiman

Chazawi, Adam. 2016. Malapraktik Kedokteran. Jakarta: SinarGrafika

Dahlan, Sofwan. 2000. Malpraktek, Pencegahan, dan Upaya Menghadapi

Tuntutan Hukum pada Profesi Kedokteran: Dalam Pedoman Profesi

Kedokteran. Semarang: BadanPenerbitUniversitasDiponegoro

Hanafiah, M.Yusuf dan Amir Amri. 2008. Etika Kedokteran dan Hukum

Kesehatan. Jakarta: BukuKedokteran

Harahap, M. Yahya. 1986. Segi-Segi Hukum Perjanjian.Jakarta: PT. Alumni

Herlambang, Susatyo. 2016. Manajemen Pelayanan RumahSakit. Yogyakarta:

Gosyen Publishing

Ibrahim, Jhonny. 2005. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif.

Jakarta: Bayu Media Publishing

Is, Muhammad Sadi. 2015. Etika Hukum Kedokteran. Jakarta: PT. Kharisma Putra

Utama

Universitas Sumatera Utara


Isfandyarie, Any.2006. Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter.Jakarta:

PrestasiPustaka

Koeswaji, HermienHadiati. 2002. Hukum Untuk Perumahsakitan. Bandung: PT.

Citra AdityaBakti

Komalawati, Veronica. 1999. Peranan Informed Consent dalam Transaksi

Terapeutik.Bandung: PT. Citra AdityaBakti

Nasution, Bahder Johan. 2015. Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter.

Jakarta: RinekaCipta

Ohoiwutun, Y.A. Triana. 2007. Bunga Rampai Hukum Kedokteran. Malang:

Bayumedia Publishing

Projodikoro, R. Wirjono. 2011. Asas-Asas Hukum Perjanjian. Bandung:

MandarMaju

Purwadarminta, W. J. S. 1999. Kamus Umum Bahasa Indonesia.Jakarta:

BalaiPustaka

Salim, H. 2006. Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUHPerdata. Jakarta: PT.

Raja GrafindoPersada

Soekanto, Soerjono. 2008. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press

Subagyo, P. Joko. 2006. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta:

Rineka Cipta

Ta’adi, Ns. 2012.Hukum Kesehatan Sanksi & Motivasi Bagi Perawat.Jakarta:

SinarGrafika

Universitas Sumatera Utara


Triwibowo, Cecep. 2014. Etika & Hukum Kesehatan. Yogyakarta: NuhaMedika

Tutik Titik Triwulan dan Shita Febriana. 2010. Perlindungan Hukum Bagi Pasien.

Jakarta: PT. Prestasi Pustaka Raya

Wibowo, SunartoAdy. 2009. Hukum Kontrak Terapeutik Di Indonesia.Medan:

Pustaka Bangsa Press

Wiradharma, Danny. 1995. Penuntut Kuliah Hukum Kedokteran. Jakarta:

Binarupa Aksara

Wiradharma, Danny danDionisa Sri Hartati.2010. Penuntun Kuliah Hukum

Kedokteran. Jakarta: Sagung Seto

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentangKesehatan

Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004

tentangPraktikKedokteran

Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014

tentangTenagaKesehatan

Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentangRumahSakit

PeraturanPemerintahNomor 93 Tahun 2015 tentangRumahSakitPendidikan

PeraturanMenteriKesehatanNomor 262/Men.Kes/Per/VII/1979

tentangKetenagaanRumahSakit

Universitas Sumatera Utara


PeraturanWalikotaTebingTinggiNomor 19 Tahun 2010 tentangPola Tata Kelola

RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota TebingTinggi

PeraturanWalikotaTebingTinggiNomor 16 Tahun 2010 tentangPeraturan Internal

RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota TebingTinggi

INTERNET

Anonymous,HakdanKewajibanRumahSakit, http://drampera.blogspot.co.id, (diaksespada

26 Februari 2018 pukul 20.00 WIB)

Anonymous, Hopital Liability, http://hukumkes.wordpress.com, (diaksespada 28 Februari

2018 pukul 21.00 WIB)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai