Anda di halaman 1dari 102

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA PERAWAT YANG

MELAKUKAN TINDAK MEDIK DALAM RANGKA MELAKSANAKAN

TUGAS DOKTER TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN.

(STUDI DI RSU HIDAYAH DELITUA)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi Syarat – Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH

ANGGI DAMARIZKA

NIM : 150200583

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis serta telah

memberikan penulis kekuatan dan kemampuan sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM

BAGI TENAGA PERAWAT YANG MELAKUKAN TINDAK MEDIK

DALAM RANGKA MELAKSANAKAN TUGAS DOKTER TERHADAP

PELAYANAN KESEHATAN. (STUDI DI RSU HIDAYAH DELITUA)”.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis

menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna baik itu disebabkan karena

keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati

penulis menerima baik kritik maupun saran yang bersifat membangun dari

berbagai pihak yang menaruh perhatian demi kesempurnaan skripsi ini.

Di dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan,

dukungan serta doa dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

i
Universitas Sumatera Utara
4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I, yang

telah meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan dan bimbingan

pada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Ibu Zulfi Chairi, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II, yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan dan bimbingan pada

penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

10. Bapak Zulkifli Sembiring, S.H., selaku dosen penasihat akademik yang selalu

memberikan arahan serta masukan kepada penulis.

11. Seluruh Dosen dan Staff Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara yang telah memberikan pendidikan dan ilmu pengetahuan kepada

penulis selama menjalani studi.

12. Ibu dr. Chadijah Karim, Perawat Syahru Syafrizal, Perawat M. Sofyan Zuhri,

Perawat Dewi Sagita Damanik, yang telah menyediakan waktu dan pikirannya

untuk diwawancarai penulis sehingga membantu penulis dalam menyelesaikan

penulisan skripsi ini.

ii

Universitas Sumatera Utara


13. Bapak Drs. Fachruddin Rangkuti, Ibu dr. Chadijah Karim Siregar, dan Abang

Muhammad Faisal Rangkuti, selaku orang tua dan abang penulis yang sangat

banyak berkorban dan memberikan motivasi serta semangat dan doa yang

tidak putus - putusnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

14. Kepada sahabat – sahabat seperjuangan, Ira, Tika, Kimi, Ica, Tita, Audi, Noni,

Risma, Dila, Fakhri, Nisa, dan Fitri, yang telah memberikan banyak masukan

dan motivasi kepada penulis selama kuliah serta dalam menyelesaikan skripsi

ini.

15. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis, yang tidak dapat

disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan baik isi

maupun kalimat dalam penulisannya dikarenakan keterbatasan yang ada pada

penulis. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

membangun untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata diucapkan

terimakasih atas segala bimbingan dan bantuan kepada penulis. Penulis berharap

skripsi ini dapat memberikan manfaat maupun menambah pengetahuan bagi

setiap pembacanya.

Medan, 24 Mei 2019

Penulis

Anggi Damarizka

iii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iv

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ............................................................................. vii

ABSTRAK .................................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ................................................................... 8

D. Keaslian Penulisan .................................................................................... 10

E. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 11

F. Metode Penelitian ...................................................................................... 14

G. Sistematika Penulisan ................................................................................ 16

BAB II KETENTUAN HUKUM MENGENAI TINDAKAN MEDIK

OLEH PERAWAT YANG MELAKSANAKAN TUGAS

DOKTER DALAM PELAYANAN KESEHATAN

A. Pengaturan Hukum Kesehatan Dalam Perspektif Pelayanan

Kesehatandi Indonesia ............................................................................... 19

B. Ketentuan Hukum Mengenai Tindakan Medik Dalam Pelayanan

Kesehatan................................................................................................... 28

C. Kajian Hukum Terhadap Pelayanan Kesehatan di Indonesia .................... 30

iv

Universitas Sumatera Utara


BAB III HUBUNGAN HUKUM ANTARA DOKTER DENGAN

TENAGA PERAWAT

A. Definisi Dokter Sebagai Tenaga Medis dan Perawat Sebagai

Paramedis Dalam Pelayanan Kesehatan .................................................... 38

B. Aspek Hukum Terhdap Hubungan Dokter dan Perawat Dalam

Melaksanakan Pelayanan Kesehatan ......................................................... 51

C. Mekanisme Pelaksanaan Tindak Medik yang Dilakukan

oleh Perawat Dalam Melaksanakan Tugas Dokter .................................... 56

BAB IV TANGGUNG JAWAB TENAGA PERAWAT YANG

MELAKUKAN TINDAK MEDIK DALAM RANGKA

MELAKSANAKAN TUGAS DOKTER TERHADAP

PELAYANAN KESEHATAN. (STUDI DI RSU HIDAYAH

DELITUA)

A. Tanggungjawab Perawat yang Melakukan Tindak Medik

Dalam Rangka Melaksanakan Tugas Dokter di RSU

Hidayah Delitua ......................................................................................... 63

B. Perlindungan Hukum Bagi Perawat yang Melakukan

Tindak Medik Dalam Rangka Melaksanakan Tugas

Dokter di RSU Hidayah Delitua ................................................................ 75

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan

Perlindungan Hukum Bagi Perawat yang Melakukan

Tindakan Medis ......................................................................................... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan .............................................................................................. 85

Universitas Sumatera Utara


2. Saran ........................................................................................................ 86

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vi

Universitas Sumatera Utara


SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

NAMA : ANGGI DAMARIZKA RANGKUTI

NIM : 150200583

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN / BW

JUDUL SKRIPSI : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA PERAWAT

YANG MELAKUKAN TINDAK MEDIK DALAM

RANGKA MELAKSANAKAN TUGAS DOKTER

TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN.

Dengan ini menyatakan:

1. Skripsi yang saya tulis adalah benar dan tidak merupakan ciplakan dari

skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti di kemudian hari tersebut adalah ciplakan, maka

segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau

tekanan dari pihak manapun.

Medan, 24 Mei 2019

Anggi Damarizka Rangkuti

vii

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Anggi Damarizka
Muhammad Husni, S.H, M.H
Zulfi Chairi, S.H, M. Hum

Rumah Sakit dalam menjalankan pelayanan kesehatan tentu wajib


memiliki beberapa tenaga kesehatan seperti tenaga medis, tenaga keperawatan,
tenaga kefarmasian dan lain-lain.Dalam pemberian pelayanan kesehatan oleh
rumah sakit, dokter dan perawat merupakan tenaga kesehatan yang memegang
peran penting. Dokter berwenang melakukan tindakan medik tertentu berdasarkan
ilmu kedokteran dan perawat sebagai tenaga keperawatan berwenang
melaksanakan asuhan pelayanan perawatan terhadap pasien. Namun sekarang
perawat tidak lagi hanya dapat melaksanakan asuhan pelayanan perawatan tetapi
juga dapat berperan melakukan tindakan medik dalam melaksanakan tugas dokter
yang diberikan kepadanya.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis – normatif dimana
metode ini memiliki sumber data sekunder yaitu dengan menggunakan bahan
pustaka sebagai bahan utama dan di dukung serta dengan metode penelitian
lapangan yang dilakukan melalui wawancara dengan beberapa narasumber.
Pelaksanaan tindakan medik oleh Perawat melalui instruksi dari dokter
hendaklah dilakukan secara tertulis.Namun, di RSU Hidayah Delitua pemberian
instruksi tersebut tidak selalu dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang –
undangan. Hal ini justru dapat menimbulkan akibat hukum terhadap perawat
dalam menjalankan praktiknya apalagi jika ia lalai dalam melakukan tindakan
medik tersebut. Perlindungan hukum dapat diberikan terhadap perawat yang
melakukan tindakan medik berdasarkan pelaksanaan tugas dokter apabila perawat
tersebut dalam menjalankan tugasnya sudah sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan oleh peraturan perundang - undangan.

Kiata Kunci :Perlindungan, Tenaga Perawat, Tindak Medik, Dokter


Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

viii

Universitas Sumatera Utara


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting untuk dijaga dalam

kehidupan manusia hingga tak ternilai harganya.Kesehatan memang bukanlah

segalanya namun tanpa kesehatan semuanya tidaklah berarti.Kesehatan juga

sebagai kebutuhan yang utama dan prioritas yang mendasar bagi kehidupan

manusia. UU No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menimbang bahwa:

“Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam Pancasila dan Undang - Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.”

Tujuan nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945

adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban

dunia yang berdasarkan kepada kemerdekaan, perdamaian abadi, serta

keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut, program pembangunan

nasional diselenggarakan secara menyeluruh dan berkesinambungan.

Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang

bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

sehatbagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh

warganegara Indonesia, baik masyarakat swasta maupun pemerintah.1

1
Ns. Ta’adi.,Hukum Kesehatan Sanksi & Motivasi bagi Perawat, Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, 2012, hlm. 5.

1
Universitas Sumatera Utara
2

Banyaknya masyarakat kurang dalam menjaga kesehatan, seperti gaya

hidup yang sembarangan sangat mempengaruhi kualitas kesehatan seseorang,

sehingga timbul berbagai penyakit yang mudah menyerangnya. Dalam hal

penyembuhan penyakitnya tersebut, masyarakat pun otomatis akan mencari

pelayanan kesehatan ke rumah-rumah sakit terdekat. Pelayanan kesehatan

yang dimaksud salah satunya pelayanan kesehatan kuratif, adalah suatu

kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk

penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit,

pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal

mungkin.

Sejalan dengan amanat Pasal 28H ayat (1) Undang - Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak

memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3)

dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan

umum yang layak. Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan

kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat

diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Rumah sakit mempunyai

karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga

kesehatan dengan perangkat keilmuannya masing-masing berinteraksi satu

sama lain.2

2
Tim Redaksi Nuansa Aulia., Himpunan Peraturan dan PerUndang - Undangan Tentang
Rumah Sakit, Nuansa Aulia, Bandung, 2010, hlm. iii.

Universitas Sumatera Utara


3

Pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas adalah kewajiban yang

harus dijalankan oleh setiap Rumah Sakit. Dalam pelaksanaan pelayanan

kesehatan, haruslah ditunjang dengan tenaga kesehatan yang profesional

diantaranya seperti dokter, perawat ataupun tenaga kesehatan lainnya. Dokter

merupakan sebagai salah satu yang paling berperan penting dalam

memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dimana dokter memiliki

tanggung jawab serta wewenang yang cukup besar dalam melakukan tindakan

medis terhadap pasien. Tindakan medis (tindak medik) adalah suatu tindakan

yang seharusnya hanya boleh dilakukan oleh para tenaga medis, karena

tindakan itu ditujukan terutama bagi para pasien yang mengalami gangguan

kesehatan.

Suatu tindakan medis adalah suatu keputusan etis, karena dilakukan oleh

manusia, terhadap manusia lain yang umumnya memerlukan pertolongan dan

keputusan tersebut berdasarkan pertimbangan atas beberapa alternatif yang

ada. Keputusan etis seharusnya memenuhi ketiga syarat yaitu bahwa

keputusan tersebut harus benar sesuai ketentuan yang berlaku, juga harus baik

tujuan maupun akibatnya dan keputusan tersebut harus tepat, sesuai konteks,

situasi dan kondisi saat itu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Hal itu

sulit, tetapi kita harus berupaya ke arah sana, meskipun mungkin tidak dapat

dipenuhi seluruhnya.3

Tindakan medis harus dilakukan oleh tenaga medis. Dalam hukum positif

di Indonesia kita membedakan antara tenaga kesehatan dan tenaga medis.

Peraturan Pemerintah RI No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan yang

3
Danny Wiradharma., Tindakan Medis Aspek Etis dan Yuridis, Universitas Trisakti,
Jakarta, 2012, hlm. 13.

Universitas Sumatera Utara


4

merupakan Peraturan Pelaksana dari Undang - Undang No. 23 Tahun 1992

tentang Kesehatan, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Tenaga

Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan

serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan yang diperoleh melalui

pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan

kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Oleh karena itu tidak setiap

orang yang mempunyai gelar tertentu di bidang kesehatan dapat disebut

sebagai Tenaga Kesehatan. Dokter yang menjadi anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, pada saat itu bukanlah tenaga kesehatan, melainkan dapat disebut

sebagai politisi.4

Tenaga medis adalah mereka yang profesinya dalam bidang medis, yaitu

dokter, baik physician (dokter fisik = dokter badan) maupun dentist (dokter

gigi). Para dokter tersebut berpraktek mungkin sebagai general practitioner

atau specialist, tergantung keahlian masing-masing.Jadi ada dokter fisik

spesialis dan dokter gigi spesialis. Tenaga medis dibedakan dengan tenaga

kesehatan lain seperti paramedis. Adapun yang dimaksud dengan tenaga

paramedis menurut Undang - Undang No. 18 Tahun 1964 tentang wajib kerja

tenaga paramedis, adalah tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan

rendah, sebagaimana tersebut dalam pasal 2 nomor II Undang - Undang No. 6

Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan. Mengingat bahwa tenaga keperawatan

ada yang memperoleh gelar sarjana (lulusan Fakultas Keperawatan) maka

perbedaan antara tenaga medis dan tenaga paramedis adalah antara lain

berdasarkan fungsinya. Tenaga paramedis adalah tenaga kesehatan lain, selain

4
Ibid.,hlm. 17.

Universitas Sumatera Utara


5

dokter, yang bekerja mendampingi dokter/tenaga medis dalam merawat

pasien.5

Tenaga medik (dokter) sebagai salah satu komponen utama pemberi

pelayanan kesehatankepada masyarakat mempunyai peranan yang sangat

penting karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan.Di

dalam rumah sakit para dokter tidak bisa bekerja tanpa adanya bantuan dari

tenaga paramedis (perawat). Sebaliknya perawat tanpa adanya dokter tidak

berwenang untuk bertindak secara mandiri.

Dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit menempatkan dokter dan

perawat sebagai tenaga yang paling dekat hubungannya dengan pelayanan

kepada pasien. Hubungan yang terjalin dengan pasien dapat dikatakan sebagai

perikatan upaya perawatan dan penyembuhan penyakit ataupun transaksi

terapeutik, dimana hal tersebut didalamnya melahirkan hak dan kewajiban

antara berbagai pihak yaitu dokter, perawat, dan pasien itu sendiri.6

Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan di rumah sakit menjalankan

tiga fungsi, yaitu: Pertama fungsi independen atau fungsi mandiri berupa

pemberian asuhan keperawatan kepada pasien; Kedua fungsi interdependen

yang bersifat kolaboratif dengan tenaga kesehatan lain berupa pemberian

pelayanan keperawatan yang diberikan bersama tenaga kesehatan lain; Ketiga

fungsi dependen yang berdasarkan advis atau instruksi dokter berupa tindakan

perawat untuk membantu dokter melaksanakan tindakan medis tertentu.7

5
Ibid.,hlm. 20.
6
Veronica komalwati, Peran Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik (Persetujuan
dalam Hubungan Dokter dan Pasien), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm. 74.
7
Nisya.R & Hartanti.S., Prinsip-Prinsip Dasar Keperawatan, Dunia Cerdas, Jakarta,
2013, hlm. 53.

Universitas Sumatera Utara


6

Disamping itu, belum terdapatnya batasan yang jelas antara tindakan

perawat yang membantu dokter dalammelaksanakan tugasnya dengan tugas

perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, dimana hal tersebut

kemungkinan dapat memberikan dampak buruk terhadap kepuasan pasien

dalam mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Dengan adanya

tindakan perawat yang melaksanakan tugas dokter tersebut dengan kata lain

dikenal dengan istilah pelimpahan wewenang (delegasi wewenang) dari dokter

kepada perawat untuk melakukan tindakan medis tertentu.

Delegasi merupakan proses pemindahan tanggung jawab dan otoritas

dalam pelaksanaan aktivitas kepada individu yang kompeten. Sebagai

penerima wewenang delegat bertanggung jawab melaksanakan sejumlah tugas

atau prosedur secara nyata, sedangkan pemberi wewenang (delegator) sendiri

bertanggung gugat atas hasil akhir yang dicapai oleh delegat.8

Dalam keperawatan pendelegasian dilakukan oleh perawat yang telah

terdaftar atau register nurse kepada perawat bantu dan tindakan yang

didelegasikan mengacu pada prosedur keperawatan tidak langsung antara lain:

mengukur tanda-tanda vital, mengukur asupan dan haluaran, melakukan

transfer dan ambulasi pasien, perawatan postmortem, memandikan, memberi

makan, membersihkan kateter, memberikan makan via gastrotomi pada sistem

buatan, menjaga keamanan, menimbang berat badan, melakukan penggantian

balutan sederhana, melakukan penghisapan, lendir pada klien yang terpasang

tracheostomi untuk waktu lama dan melakukan bantuan hidup dasar (RJP).9

8
Dede Nasrullah., Etika dan Hukum Keperawatan, Trans Info Media, Jakarta, 2014, hlm.
105.
9
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


7

Sedangkan prosedur yang tidak dapat didelegasikan adalah: melakukan

pengkajian, melakukan interpretasi data, membuat rencana asuhan

keperawatan, melakukan perawatan jalur invasif pada klien, memberikan

medikasi parenteral, melakukan fungsi vena, memasukkan selang nasogastrik,

memberikan pendidikan kesehatan kepada klien, melakukan triase,

memberikan saran melalui telepon dan melakukan prosedur steril.10

Tugas utama perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan sering kali

terlupakan dengan tugas melaksanakan tindakan medik yang sebenarnya

bukan tugas perawat. Berbagai faktor terkait terjadinya penyalahgunaan

wewenang yang dilakukan oleh perawat dapat dikarenakan adanya

keterbatasan tenaga medis (dokter) ataupun keterlambatan tenaga medis

(dokter) dalam memberikan pelayanan kesehatan menimbulkan situasi dimana

perawat harus melakukan tindakan medis yang mana bukan wewenangnya.

Dimana tindakan medis tersebut dilakukan dengan atau tanpa adanya

pelimpahan wewenang dari tenaga medis itu sendiri (dokter). Dengan kondisi

ini perawat akan sangat berisiko untuk bermasalah hukum. Untuk dapat

menghindari berbagai permasalahan terkait dengan peran dan fungsinya,

perawat perlu memahami tentang Undang – Undang / Peraturan Praktik

Keperawatan.

Ketidaksesuaian penerapan kewenangan yang dilakukan oleh perawat

dalam melakukan tindakan medik yang tidak sesuai dengan peraturan yang

berlaku dapat menimbulkan berbagai resiko. Karena tidak sedikit juga perawat

yang lalai dalam melakukan tindak medik. Kurangnya pengetahuan perawat

10
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


8

mengenai ketentuan hukum dalam melaksanakan tindakan medik tersebut

merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya resiko yang akan terjadi.

Hubungan yang terjadi antara perawat dengan dokter merupakan faktor

penting yang harus diperhatikan demi terlaksananya pelayanan kesehatan yang

baik. Setiap resiko yang ditimbulkan dari tindakan medis yang dilakukan oleh

perawat pastilah menimbulkan harus adanya pertanggungjawaban. Untuk itu,

berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh

tentang perlindungan hukum bagi tenaga perawat yang melakukan tindak

medik dalam rangka melaksanakan tugas dokter terhadap pelayanan

kesehatan.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, dapat dirumuskan beberapa

permasalahan yang muncul yakni sebagai berikut :

1. Bagaimana ketentuan hukum mengenai tindakan medik oleh perawat

yang melaksanakan tugas dokter dalam pelayanan kesehatan?

2. Bagaimana hubungan hukum antara tenaga perawat dengan dokter?

3. Bagaimana tanggungjawab perawat dalam melaksanakan tugas dokter

terhadap pasien dalam pelayanan kesehatan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan permasalahan diatas tujuan penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui ketentuan hukum mengenai tindakan medik oleh

perawat yang melaksanakan tugas dokter dalam pelayanan kesehatan.

2. Untuk mengetahui hubungan hukum antara tenaga perawat dengan

dokter.

Universitas Sumatera Utara


9

3. Untuk mengetahui tanggungjawab perawat dalam melaksanakan tugas

dokter terhadap pasien dalam pelayanan kesehatan.

Adapun juga yang menjadi manfaat penulisan ini yang tidak terlepas dari

tujuan penulisan yang telah diuraikan diatas, antara lain:

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan secara

teoritis mengenai hukum kesehatan terkhususnya mengenai

perlindungan hukum bagi perawat yang melakukan tindak medik

dalam melaksanakan tugas dokter terhadap pelayanan kesehatan.

b. Penelitian ini juga diharapkan menambah wawasan dan kajian

mengenai beberapa peraturan perundangan yang berlaku berkaitan

dengan upaya perlindungan hukum bagi perawat yang melakukan

tindak medik dalam pelayanan kesehatan.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

khususnya kepada para mahasiswa fakultas hukum dan para

praktisi hukum, terpenting lagi dapat dijadikan pedoman bagi

masyarakat pada umumnya terkait dengan permasalahan tindak

medik yang dilakukan oleh perawat terhadap pelayanan kesehatan.

b. Hasil penelitian ini juga diharapkan akan berguna bagi setiap

tenaga perawat yang melakukan tindak medik dalam melaksanakan

tugas dokter terhadap pelayanan kesehatan.

Universitas Sumatera Utara


10

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan oleh pihak Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara dalam pengajuan judul skripsi, penulis terlebih

dahulu sudah melakukan penelusuran kepustakaan di Perpustakaan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara dimana hasil penelusuran dari judul

skripsi penulis yakni tidak didapati judul yang sama. Adapun beberapa judul

skripsi yang terkait dengan perlindungan hukum bagi perawat yang melakukan

tindak medik dalam melaksanakan tugas dokter dalam pelayanan kesehatan,

antara lain:

1. Abdul Hadi Putra (2014), dengan judul Tanggung Jawab Dokter

Akibat Terjadinya Kesalahan Medis Dari Sudut Hukum Perdata (Studi

Pada IDI Cabang Asahan). Adapun permasalahan dalam penelitian ini

antara lain adalah Bentuk kesalahan medis, Akibat hukum dari

kesalahan medis, dan Proses pertenaggungjawaban dokter terhadap

kesalahan medis.

2. Tiffany Putri Amalina (2016), dengan judul penelitian

Pertanggungjawaban Hukum Rumah Sakit Bagi Pasien BPJS Terhadap

Tindakan Medis Yang Dilakukan Oleh Dokter Muda (Studi Pada

RSUP Dr. M. Djamil Padang). Adapun permasalahan dalam penelitian

ini antara lain adalah Hubungan hukum RSUP Dr. M. Djamil Padang,

Dokter Muda dan peserta BPJS, Pengaturan hukum kedudukan dokter

muda di rumah sakit sebagai calon tenaga medis, Pertanggungjawaban

hukum terhadap tindakan medis yang dilakukan oleh dokter muda

Universitas Sumatera Utara


11

terhadap peserta BPJS, dan Pertanggungjawaban rumah sakit terhadap

pesertas BPJS yang ditangani oleh dokter muda.

3. Monica Hendrika H B (2013), dengan judul penelitian Perlindungan

Hukum Bagi Pasien Terhadap Tindakan Medis Yang Dilakukan Oleh

Calon Tenaga Kesehatan Profesional. Adapun permasalahan dalam

penelitian ini antara lain adalah Kedudukan hukum seorang calon

tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan medis di Rumah Sakit,

Tanggung jawab Rumah Sakit terhadap tindakan medis yang dilakukan

oleh calon tenaga kesehatan pada pasien.

E. Tinjauan Pustaka

3. Pengertian Perlindungan Hukum

Hukum menurut S. M. Amin, S. H. sebagaimana yang dikutip oleh C. S. T

Kansil adalah kumpulan – kumpulan peraturan – peraturan yang terdiri dari

norma dan sanksi – sanksi itu disebut hukum dan tujuan hukum itu

adalahmengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga

keamanan dan ketertiban terpelihara.11

Hukum itu juga memiliki fungsi. Adapun fungsi hukum adalah melindungi

kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan

kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingan tersebut. Pengalokasian

kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti ditentukan keluasan dan

kedalamannya.12

Perlindungan diartikan sebagai perbuatan memberi jaminan, atau

keamanan, ketentraman, kesejahteraan dan kedamaian dari pelindung kepada


11
C. S. T. Kansil., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta, 2002, hlm 38.
12
Sajipto Raharjo., Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm 18.

Universitas Sumatera Utara


12

yang dilindungi atas segala bahaya atau resiko yang mengancamnya.

Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek

hukum ke dalam bentuk perangkat baik yang bersifat preventif maupun yang

bersifat represif, baik yang lisan maupun tertulis. Dengan kata lain dapat

dikatakan bahwa perlindungan hukum sebagai suatu gambaran tersendiri dari

fungsi hukum itu sendiri, yang memiliki konsep bahwa hukum memberikan

suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. Satjipto

Raharjo mendefinisikan perlindungan hukum adalah memberikan

pengayoman kepada hak asasi manusia yang di rugikan orang lain dan

perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat

menikmati semua hak – hak yang diberikan oleh hukum.13

2. Pengertian Tenaga Perawat

Menurut Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

HK.02.02/Menkes/148/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik

Perawat, Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik

dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan perundang – undangan

yang berlaku.

Perawat sebagai tenaga profesional bertanggung jawab dan berwenang

memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan berkolaborasi dengan

tenaga kesehatan sesuai dengan kewenangannya, terutama terkait dengan

lingkup praktik perawat. Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat

profesional melalui kerjasama (kolaborasi) dengan pasien dan tenaga

kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup

13
http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli/ diakses
pada tanggal 22 April 2019 pukul 03.20 WIB.

Universitas Sumatera Utara


13

wewenang dan tanggung jawabnya.Lingkup kewenangan perawat dalam

praktik keperawatan profesional meliputi sistem klien (individu, keluarga,

kelompok khusus dan masyarakat) baik dalam keadaan sehat ataupun sakit.14

3. Pengertian Tindak Medik

Tindak medik ataupun tindakan medik adalah tindakan profesional oleh

dokter terhadap pasien dengan tujuan memelihara, meningkatkan, memulihkan

kesehatan, menghilangkan atau mengurangi penderitaan meski memang harus

dilakukan, tetapi tindakan medik tersebut ada kalanya atau sering dirasa tidak

menyenangkan. Tindakan medik adalah suatu tindakan dimana seharusnya

hanya boleh dilakukan oleh para tenaga medis.15

Ada 5 (lima) unsur untuk tindakan medis menurut Sutorios yang dikutip

oleh Sukindar, yaitu:

a. Orang yang melakukan adalah seorang dokter yang sudah lulus,

b. Kepada pasien harus diberikan informasi yang adekuat dan menyetujui

dilakukannya tindakan medis tersebut,

c. Harus ada indikasi medis yang merupakan titik tolak dari segala tindakan

medis selanjutnya,

d. Sang dokter harus dapat merumuskan tujuan pemberian pengobatannya,

disamping harus juga mempertimbangkan alternatif lain selainnya yang

dipilihnya,

14
Sukindar.,Perllindungan Hukum Terhadap Perawat Dalam Melakukan Tindakan
Medis, Jurnal Legalitas Vol. 2 No. 1, 2017, hlm. 8.
15
Ayih Sutarih., Sinkronisasi Pengaturan Pelimpahan Wewenang Tindakan Medis
Kepada Perawat Untuk Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit, Hermeneutika Vol. 2 No. 1, 2018,
hlm. 11.

Universitas Sumatera Utara


14

e. Segala tindakannya harus selalu ditujukan kepada kesejahteraan

pasiennya.16

4. Pengertian Pelayanan Kesehatan

Undang - Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit,

menimbang poin b bahwa:

Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang

- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang harus

diwujudkan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya. Oleh sebab itu, pentingnya menjaga dan meningkatkan

kualitas pelayanan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku

demi terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara

bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan

derajat kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit serta memulihkan

kesehatan perorangan, kelompok, keluarga ataupun masyarakat.Selain itu,

pelayanan kesehatan juga merupakan sebuah sub sistem pelayanan kesehatan

yang tujuan utamannya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif

(peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat.17

F. Metode Penelitian

Metode penelitian atau metode pengumpulan data yang penulis gunakan

dalam penyusunan skripsi ini meliputi 2 (dua) cara, yakni:

1. Penelitian Hukum Normatif

16
J. Guwandi., Dokter, Pasien, dan hukum, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 1996, hlm. 42.
17
Yulianingsih Kodim., Konsep Dasar Keperawatan, Trans Info Media, Jakarta, 2015,
hlm. 163.

Universitas Sumatera Utara


15

Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada

penelitian hukum jenis ini, acapkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang

tertulis dalam peraturan perundang - undangan (law in books) atau hukum

dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan yang

berperilaku manusia yang dianggap pantas.18

Sumber data dalam penelitian hukum normatif ini adalah data sekunder,

data sekunder yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Bahan hukum primer; yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat,

meliputi:

1) Undang - Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

2) Undang - Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.

3) Undang - Undang No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.

4) Peraturan Menteri Kesehatan No. 2052Tahun 2011 tentang Izin

Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran.

5) Peraturan Menteri Kesehatan No. 148 Tahun 2010 tentang Izin dan

Penyelenggaraaan Praktik Perawat.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan Undang - Undang,

hasil-hasil penelitian, atau jurnal-jurnal dari kalangan hukum.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,

seperti kamus (hukum), ensiklopedia.

18
Amiruddin, Zainal Asikin.,Pengantar Metode Peneltian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta,
2016, hlm. 118.

Universitas Sumatera Utara


16

2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian ini merupakan penelitian secara langsung ke lapangan untuk

mendapatkan data primer yang menggunakan teknik wawancara atau

interview, dengan cara mewawancarai pihak-pihak yang dianggap diperlukan

untuk diwawancarai pada Rumah Sakit Umum Hidayah Delitua. Wawancara

berfungsi untuk membuat deskripsi dan/atau eksplorasi.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab yang

tersusun secara sistematis serta saling berkaitan satu dengan yang lainnya.

Adapun uraian singkat dari sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan

manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan

serta sistematika penulisan.

BAB II KETENTUAN HUKUM MENGENAI TINDAKAN MEDIK

OLEH PERAWAT YANG MELAKSANAKAN TUGAS

DOKTER DALAM PELAYANAN KESEHATAN

Bab ini membahas tentang pengaturan hukum kesehatan

dalam perspektif pelayanan kesehatan, juga menjawab

tentang permasalahan yang diangkat di bagian rumusan

masalah pertama pada Bab I yaitu ketentuan hukum

mengenai tindakan medik khususnya tindakan medik oleh

Universitas Sumatera Utara


17

perawat, serta membahas tentang kajian hukum terhadap

pelayanan kesehatan di Indonesia.

BAB III HUBUNGAN HUKUM ANTARA DOKTER DENGAN

TENAGA PERAWAT

Bab ini membahas dan menjawab tentang permasalahan yang

diangkat di bagian rumusan masalah kedua pada Bab I

tentang hubungan hukum antara dokter dengan tenaga

perawat dimana terlebih dahulu menjelaskan definisi dokter

dan perawat.Bab ini juga membahas aspek hukum dokter dan

perawat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan, serta

mekanisme pelaksanaan tindakan medik yang dilakukan oleh

perawat dalam melaksanakan tugas dokter.

BAB IV TANGGUNG JAWAB TENAGA PERAWAT YANG

MELAKUKAN TINDAK MEDIK DALAM RANGKA

MELAKSANAKAN TUGAS DOKTER TERHADAP

PELAYANAN KESEHATAN

Bab ini membahas dan menjawab tentang permasalahan yang

diangkat di bagian rumusan masalah ketiga pada Bab I

tentang tanggung jawab tenaga perawat yang melakukan

tindak medik dalam rangka melaksanakan tugas dokter

terhadap pelayanan kesehatan.Bab ini juga membahas tentang

perlindungan hukum bagi perawat yang melakukan tindak

medik, serta faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan

Universitas Sumatera Utara


18

perlindungan hukum bagi perawat yang melakukan tindakan

medis.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi ini

yang berisikan kesimpulan dari setiap pembahasan dari

keseluruhan bab sebelumnya dan juga berisikan pemberian

saran-saran yang berkaitan dengan permasalahan yang

dibahas dalam skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara


19

BAB II

KETENTUAN HUKUM MENGENAI TINDAKAN MEDIK OLEH

PERAWAT YANG MELAKSANAKAN TUGAS DOKTER DALAM

PELAYANAN KESEHATAN

A. Pengaturan Hukum Kesehatan Dalam Perspektif Pelayanan Kesehatan di

Indonesia

Setiap kehidupan manusia tidaklah lepas dari hukum. Peraturan yang

bersifat memaksa untuk menjamin tata - tertib dalam kehidupan

bermasyarakat dinamakan peraturan hukum. Berbicara mengenai hukum,

Utrecht memberikan batasan hukum sebagai berikut:

“Hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan

larangan-larangan) yang mengurus tata-tertib suatu masyarakat dan karena

itu harus ditaati oleh masyarakat itu.”19

Kesehatan adalah salah satu parameter untuk mengukur keberhasilan

pembangunan manusia. Tanpa kesehatan manusia tidak akan produktif untuk

hidup layak secara ekonomi dan menjalani pendidikan yang baik. Begitu juga

tanpa ekonomi yang baik, manusia tidak akan dapat memperoleh pelayanan

kesehatan yang baik serta pendidikan yang baik. Tanpa pendidikan yang baik,

manusia juga tidak bisa mengerti kesehatan serta mendapatkan ekonomi yang

baik. Ketiga parameter ini saling berhubungan dan tidak bisa dipisahkan satu

sama lain.20

19
C.S.T. Kansil., Op. Cit, hlm. 38.
20
Sri Siswati., Etika dan Hukum Kesehatan Dalam Perspektif Undang - Undang
Kesehatan, Rajawali Pers,Depok, 2017, hlm. 2.

19

Universitas Sumatera Utara


20

Lahirnya hukum kesehatan tidak dapat dipisahkan dengan proses

perkembangan kesehatan sehingga perkembangan kesehatan sangat diperlukan

bagi permasalahan hukum kesehatan. Upaya tersebut tidak dapat dipisahkan

dari tingkat dan pola berpikir masyarakat tentang proses terjadinya penyakit

karena setiap upaya penanggulangan penyakit selalu berdasarkan pola berpikir

tersebut. Lahirnya hukum kesehatan tidak berarti menghapus atau meniadakan

norma etika. Dalam pelaksanaannya, norma etika menghadapi berbagai

problematika akibat sifatnya yang terlalu umum sehingga mengakibatkan

penafsiran yang beraneka ragam. Meskipun demikian, keberadaan norma etika

tetap dibutuhkan terkhususnya etika kedokteran yang diperlukan untuk

mendampingi hukum kesehatan.21

Kesehatan dilandasi dengan ketentuan-ketentuan hukum antara lain hukum

kesehatan. Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang - Undang No 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,

spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

produktif secara sosial dan ekonomis.Undang - Undang ini juga menimbang

bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

kesejahteraan yang harus di wujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa

Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pancasila dan Undang - Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang - Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa kesehatan adalah

hak asasi manusia. Pada Pasal 28H dinyatakan bahwa setiap orang berhak

hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

21
Ns. Ta’adi.,Op. Cit., hlm. 3

Universitas Sumatera Utara


21

lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan

kesehatan.Selanjutnya pada Pasal 34 ayat 3 dinyatakan bahwa negara

bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas

pelayanan umum yang layak.Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah

berkewajiban untuk menyehatkan yang sakit dan berupaya mempertahankan

yang sehat untuk tetap sehat. Berdasarkan Undang - Undang No. 36 tahun

2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan

sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup

produktif secara sosial dan ekonomis. Dengan demikian, kesehatan selain

sebagai hak asasi manusia, kesehatan juga merupakan suatu investasi.22

Dari anggaran dasar PERHUKI (Perhimpunan untuk Hukum Kedokteran

Indonesia) dijelaskan, Hukum Kesehatan adalah:

“Semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan


pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan penerapannya serta hak dan kewajiban
baik dari perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima
pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan
dalam segala aspek organisasi, sarana, pedoman-pedoman medik, ilmu
pengetahuan kesehatan dan hukum serta sumber-sumber hukum lainnya.”23

Hukum kesehatan merupakan cabang dari ilmu hukum yang secara relatif

baru berkembang di Indonesia. Hukum kesehatan ini merupakan cakupan dari

aspek-aspek hukum perdata, hukum administratif, hukum pidana, dan hukum

disiplin yang tertuju pada subsistem kesehatan dalam masyarakat. Salah satu

unsur dalam hukumkesehatan, merupakan pengertian-pengertian tersebut,

yaitu subjek hukum., hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum,

22
Muhamad Sadi Is, Etika & Hukum Kesehatan Teori dan Aplikasinya di Indonesia,
Parnamedia Group, Jakarta, 2015, hlm. 7.
23
Amri Amir., Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Widya Medika, Jakarta, 1997, hlm. 10.

Universitas Sumatera Utara


22

objek hukum, dan masyarakat hukum. Pengertian ini, misalnya subyek hukum

antara lain apotek dan apoteker dan menjadi tenaga kesehatan kesarjanaan.24

Dalam suatu Negara yang berlandaskan hukum, maka sesuai dengan sifat

dan hakikatnya, hukum berperan besar dalam mengatur setiap hubungan

hukum yang timbul, baik antara individu dengan individu maupun antara

individu dengan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk

tentang kesehatan. Dengan demikian fungsi hukum kesehatan adalah sebagai

berikut:

a. Menjaga ketertiban di dalam masyarakat. Meskipun hanya mengatur tata

kehidupan di dalam sub sektor yang kecil tetapi keberadaannya dapat

memberi sumbangan yang besar bagi ketertiban masyarakat secara

keseluruhan.

b. Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat (khususnya di

bidang kesehatan). Benturan antara kepentingan idnividu dengan

kepentingan masyarakat.

c. Merekayasa masyarakat (social engineering). Jika masyarakat

menghalang-halangi dokter untuk melakukan pertolongan terhadap

penjahat yang luka-luka karena tembakan, maka tindakan tersebut

sebenarnya keliru dan perlu diluruskan. Contoh lain: mengenai pandangan

masyarakat yang menganggap dokter sebagai dewa yang tidak dapat

berbuat salah. Pandangan ini juga salah, mengingat dokter adalah manusia

biasa yang dapat melakukan kesalahan di dalam menjalankan profesinya,

sehingga ia perlu di hukum jika perbuatannya memang pantas untuk di

24
Soerjono Soekanto, Aspek Hukum Apotek dan Apoteker, Bandung, Mandar Maju, 1980,
hlm. 1.

Universitas Sumatera Utara


23

hukum. Keberadaan hukum kesehatan disini tidak saja perlu untuk

meluruskan sikap dan pandangan masyarakat, tetapi juga sikap dan

pandangan kelompok dokter yang sering merasa tidak senang jika

berhadapan dengan proses peradilan.25

Menurut Van der Vijn, hukum kesehatan dapat dirumuskan sebagai

kumpulan pengaturan yang berkaitan dengan pemberian perawatan dan juga

penerapannya kepada hukum perdata, hukum pidana, dan hukum administrasi.

Jika dilihat hukum kesehatan, maka ia meliputi:

1. Hukum medis (medical law)


2. Hukum Keperawatan (nurse law)
3. Hukum rumah sakit (hospital law)
4. Hukum pencemaran lingkungan (environmental law)
5. Hukum limbah (dari industry, rumah tangga, dan sebagainya)
6. Hukum polusi (bising, asap, debu, bau, gas yang mengandung
racun)
7. Hukum peralatan yang memakai X-ray (cobalt, nuclear)
8. Hukum keselamatan kerja
9. Hukum dan peraturan-peraturan lainnya yang ada kaitan langsung
yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia.26

Sumber hukum kesehatan tidak hanya bertumpu pada hukum tertulis

(Undang - Undang), namun juga pada jurisprudensi, traktat, konsensus, dan

pendapat ahli hukum serta ahli kedokteran (termasuk doktrin). Akan tetapi,

tidak semua sumber hukum diatas memiliki kekuatan hukum yang mengikat

(binding authority). Jurisprudensi memiliki kekuatan hukum yang mengikat,

namun doktrin atau pendapat ahli tidak. Pendapat ahli maupun doktrin hanya

dapat dijadikan sebagai persuasive authority bagi hakim, misalnya dalam

mencari atau menemukan hukum yang baru.Pada prinsipnya, hakim tidak

25
https://budi399.worpress.com/2010/02/10/kuliah-hukum-kesehatan/, diakses pada
tanggal 20 November 2018 pukul 23.57 WIB.
26
Muhamad Sadi Is, Op.Cit., hlm. 3.

Universitas Sumatera Utara


24

boleh menolak perkara hanya karena masalah tersebut belum ada undang-

undangnya.27

Nilai dan asas hukum kesehatan sebagaimana diatur di dalam Pasal 2

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yaitu :

pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan

yang berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dilandasi atas

perikemanusiaan yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa dengan

tidak membedakan golongan agama dan bangsa. Berasaskan keseimbangan

berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dilaksanakan antara kepentingan

kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik dan mental, serta antara

materiil dan spiritual. Berasaskan manfaat berarti bahwa pembangunan

kesehatan harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi

kemanusiaan dan perikehidupan yang sehat bagi setiap warga negara.

Berasaskan perlindungan yang berarti bahwa pembangunan kesehatan harus

dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada pemberi dan

penerima pelayanan kesehatan. Berasaskan penghormatan terhadap hak dan

kewajiban berarti bahwa pembangunan kesehatan dengan menghormati hak

dan kewajiban masyarakat sebagai bentuk kesamaan kedudukan

hukum.Berasaskan keadilan berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus

dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan

masyarakat dengan pembiayaan yang terjangkau. Berasaskan gender dan

nondiskriminatif berarti bahwa pembangunan kesehatan tidak membedakan

perlakuan terhadap perempuan dan laki-laki. Adapun yang terakhir berasaskan

27
Ns. Ta’adi.,Loc. Cit.

Universitas Sumatera Utara


25

norma agama berarti pembangunan kesehatan harus memperhatikan dan

menghormati serta tidak membedakan agama yang dianut masyarakat.28

Adapun yang menjadi dasar hukum dari hukum kesehatan ini adalah

Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang dapat dijadikan

sebagai pedoman yuridis dalam pemberian layanan kesehatan kepada

masyarakat. Hukum kesehatan pada pokoknya mengatur tentang hak,

kewajiban, fungsi, dan tanggung jawab para pihak terkait dalam bidang

kesehatan yang dalam praktiknya diberikan kepada tenaga kesehatan.

Menurut Undang - Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Tenaga

kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan

serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di

bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk

melakukan upaya kesehatan.

Tenaga kesehatan dikelompokkan ke dalam:

a. tenaga medis;
b. tenaga psikologi klinis;
c. tenaga keperawatan;
d. tenaga kebidanan;
e. tenaga kefarmasian;
f. tenaga kesehatan masyarakat;
g. tenaga kesehatan lingkungan;
h. tenaga gizi;
i. tenaga keterapian fisik;
j. tenaga keteknisian medis;
k. tenaga teknik biomediks;
l. tenaga kesehatan tradisional; dan
m. tenaga kesehatan lain.29

Tenaga kesehatan, khususnya dokter dan perawat merupakan tenaga

kesehatan yang mutlak diperlukan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

28
Muhamad Sadi Is., Op. Cit., hlm. 50.
29
Pasal 11 Undang – Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.

Universitas Sumatera Utara


26

Mereka dalam tugas sehari-hari berhubungan langsung dengan orang sakit

(pasien), maka mereka diberikan kewenangan khusus dalam melaksanakan

tugas profesinya. Dalam menjalankan tugas profesinya, perawat merupakan

perpanjangan tangan dari dokter. Ia bertugas atas perintah dokter dalam

melakukan suatu tindakan medis (menyuntik, memberi obat dan sebagainya),

sedangkan dalam tugas keperawatannya ia mandiri.

Di dalam Pasal 16 Undang - Undang No. 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan disebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan

sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh

masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Maksud dari pasal tersebut yakni untuk dapat terselenggaranya pelayanan

kesehatan yang merata kepada masyarakat, diperlukan ketersediaan tenaga

kesehatan yang merata dalam arti pendayagunaan dan penyebarannya harus

merata ke seluruh wilayah sampai ke daerah terpencil sehingga memudahkan

masyarakat dalam memperoleh layanan kesehatan. Tenaga kesehatan adalah

suatu “Conditio sine quanon” bagi suksesnya pembangunan kesehatan. Hal ini

disebabkan karena tenaga kesehatan harus memiliki kemampuan dan

kewenangan tertentu untuk melaksanakan pembangunan kesehatan. Untuk

memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan berbagai upaya yang terdiri dari

perencanaan, pendidikan, latihan serta pendayagunaannya atau lebih dikenal

dengan “segitiga” pengolahan tenaga kesehatan.30

Di dalam Pasal 24 Undang - Undang No. 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan, dalam melaksanakan pelayanan kesehatan, setiap tenaga kesehatan

30
Ibid., hlm. 40.

Universitas Sumatera Utara


27

harus memenuhi ketentuan standar profesi masing-masing, dimana ketentuan

mengenai standar profesi diatur oleh organisasi profesi masing - masing

tenanga kesehatan tersebut. Menurut Prof. Mr. W.B. Van der Mijn, bahwa

dalam melaksanakan profesinya, seorang tenaga kesehatan perlu berpegang

kepada tiga ukuran umum yaitu:

a. Kewenangan
Kewenangan seorang tenaga kesehatan, adalah kewenangan hukum
(rechtsbevoegheid) yang dipunyai oleh seorang tenaga kesehatan untuk
melaksanakan pekerjaannya.Kewenangan ini memberikan hak kepada
tenaga kesehatan untuk bekerja sesuai dengan bidangnya. Di Indonesia,
kewenangan menjalankan profesi tenaga kesehatan didapat dari
Departemen Kesehatan. Bila seorang tenaga kesehatan melaksanakan
pekerjaan tanpa kewenangan, maka tenaga kesehatan tersebut melanggar
salah satu standar profesi tenaga kesehatan.
b. Kemampuan Rata-rata
Untuk mengukur atau menentukan kemampuan/kecakapan rata-rata
seorang tenaga kesehatan sangat sulit, karena banyak faktor yang
mempengaruhi penentuan itu.sebagai misal, seorang tenaga kesehatan
yang baru lulus pendidikan tentunya tidak dapat disamakan
kemampuannya dengan seorang tenaga kesehatan yang telah menjalankan
pekerjaan di bidang kesehatan selama dua puluh tahun.
c. Keseksamaan
Ukuran keseksamaan atau ketelitian yang umum, ialah ketelitian yang
akan dilakukan oleh setiap tenaga kesehatan dalam melaksanakan
pekerjaan yang sama. Dengan perkataan lain, tidak dapat seorang tenaga
kesehatan yang dapat dikatakan perfeksionis menjadi ukuran bagi
ketelitian dari tenaga kesehatan yang lain. Penelitian yang umum di sini,
adalah bila sekelompok tenaga kesehatan akan melakukan ketelitian yang
sama dalam situasi dan kondisi yang sama, maka ukuran ketelitian itulah
yang diambil.31

Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan,

pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam rangka

penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan juga harus

mempunyai kualifikasi minimum, dan dalam menyelenggarakan pelayanan

kesehatan dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki, serta wajib

31
Wila Chandrawila Supriadi., Hukum Kedokteran, Mandar Maju, Bandung, 2001, hlm.
52-54.

Universitas Sumatera Utara


28

memiliki izin dari pemerintah bagi tenaga kesehatan tertentu. Tenaga

kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam

melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. Tenaga kesehatan dalam

melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan dan mengikatkan

pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.32

B. Ketentuan Hukum Mengenai Tindakan Medik Dalam Pelayanan

Kesehatan

Setiap tindakan yang dilakukan seseorang, seharusnya sudah melalui

proses terlebih dahulu. Tindakan adalah suatu perbuatan fisik yang dilakukan

setelah melalui suatu pemikiran sebelumnya. Suatu pemikiran seharusnya

memiliki tujuan, tidak spontan begitu saja. Apalagi bila tindakan itu adalah

tindakan medis. Tindakan medis adalah suatu tindakan yang seharusnya hanya

boleh dilakukan oleh para tenaga medis, karena tindakan itu ditujukan

terutama bagi para pasien yang mengalami gangguan kesehatan.33

Dalam Pasal 1 ayat 3 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan

Kedokteran mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang

selanjutnya disebut tindakan kedokteran adalah suatu tindakan medis berupa

preventif, diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter

atau dokter gigi terhadap pasien. Jadi disini telah jelas bahwa tindakan

kedokteran atau pun kedokteran gigi merupakan tindakan medis.

32
Sri Siswati., Op.Cit, hlm. 52.
33
Danny Wiradharma., Op. Cit, hlm. 1.

Universitas Sumatera Utara


29

Yang dimaksud dengan para tenaga medis menurut Pasal 11 ayat 2

Undang - Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan terdiri atas

dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis. Jadi tindakan

medik hanya boleh dipraktekkan oleh tenaga medis yang sudah terlatih dan

berpengalaman yaitu dokter atau pun dokter gigi. Adapun tindakan medik

yang dapat dilakukan oleh tenaga paramedis (perawat) dilakukan berdasarkan

pendelegasian wewenang yang diberikan oleh tenaga medis (dokter ataupun

dokter gigi).

Perawat yang melaksanakan tugas dokter dalam melakukan tindakan

medis tidak dapat melaksanakannya tanpa ada dasar hukumnya. Hal ini diatur

dalam Pasal 23Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

2052/MENKES/PER/X/2011 tentang Izin Praktek Dan Pelaksanaan Praktik

Kedokteran, disini dijelaskan bahwa perawat dapat melakukan tindakan medik

yang mana dalam rangka melaksanakan tugas dokter apabila dalam keadaan

dimana jumlah dokter ataupun dokter gigi yang terbatas dan dilaksanakan

sesuai dengan pelimpahan wewenang para tenaga medis secara tertulis. Yang

sebelumnya kita tahu bahwa tindakan medik hanya dapat dilakukan oleh para

tenaga medis baik itu dokter ataupun dokter gigi.

Selain itu, ketentuan hukum mengenai tenaga paramedis (perawat) yang

melakukan tindakan medik dalam rangka melaksanakan tugas dokter juga

tertera dalam Undang - Undang No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.

Adapun beberapa pasal yang terkait yaitu Pasal 32 yang menjelaskan bahwa

tenaga perawat dapat melakukan tindakan medik berdasarkan pelimpahan

wewenang baik secara delegatif ataupun mandat dan dilakukan secara

Universitas Sumatera Utara


30

tertulisdalam rangka melaksanakan tugas dokter. Dalam Pasal 33 juga

dijelaskan bahwa tenaga perawat di wilayahnya bertugas dapat juga

melakukan tindakan medik pada suatu keadaan tertentu dalam rangka

melaksanakan tugas dokter disaat dokter ataupun tenaga medis tidak ada, serta

dalam pasal 35 Perawat dapat melakukan tindakan medik pada suatu keadaan

darurat.Jadi dari setiap penjelasan peraturan tentang keperawatan tersebut

mengenai tindakan medik yang dapat dilakukan oleh perawat dilakukan

dengan alasan-alasan tertentu, bukan dengan dilakukan begitu saja maupun

tidak diluar dari setiap peraturan-peraturan yang mengaturnya.

C. Kajian Hukum Terhadap Pelayanan Kesehatan di Indonesia

Kesehatan menurut UU No. 36/2009 tentang Kesehatan terdiri dari dua

unsur yaitu “upaya kesehatan” & “sumber daya kesehatan”. Yang dimaksud

dengan sumber daya kesehatan, terdiri dari sumber daya manusia kesehatan

(tenaga kesehatan yaitu dokter, apoteker, bidan, perawat) & sarana kesehatan

(antara lain rumah sakit, puskesmas, poliklinik, tempat praktik dokter).

Pemeliharaan kesehatan & pelayanan kesehatan adalah dua aspek dari upaya

kesehatan, istilah pemeliharaan kesehatan dipakai untuk kegiatan upaya

kesehatan masyarakat & istilah pelayanan kesehatan dipakai untuk upaya

kesehatan individu (dikenal sebagai upaya kedokteran atau upaya medik). Inti

dari pemeliharaan kesehatan adalah kesehatan masyarakat, menyangkut hal-

hal yang berhubungan antara lain dengan pembasmian penyakit menular,

usaha kesehatan lingkungan, usaha kesehatan sekolah.34

34
https://hukumkes.wordpress.com/2008/03/15/aspek-hukum-pelayanan-kesehatan/ di
akses pada tanggal 20 Desember 2018 pukul 00.12 WIB

Universitas Sumatera Utara


31

Sedangkan pelayanan kesehatan adalah hubungan segitiga antara tenaga

kesehatan, pasien & sarana kesehatan & dari hubungan segitiga ini terbentuk

hubungan medik & hubungan hukum. Hubungan medik dilaksanakan upaya

kesehatan preventif, kuratif, promotif & rehabilitatif. Sedangkan hubungan

hukum yang terbentuk antara ketiga komponen itu adalah hubungan antara

subyek hukum dengan subyek hukum.35

Dalam kehidupan sehari-hari, pelayanan kesehatan (khususnya

kedokteran) dapat dibagi menjadi 2 kategori, yakni pelayanan perseorangan

(privat) dan pelayanan masyarakat/publik secara umum. Yang dimaksudkan

dengan pelayanan perseorangan ialah pelayanan yang dilakukan oleh instansi

kesehatan swasta, misalnya klinik swasta, rumah sakit swasta, dan dokter

praktik swasta. Sedangkan pelayanan masyarakat adalah upaya kesehatan

yang dilakukan dan diselenggarakan oleh pihak pemerintah, antara lain

melalui program-program Departemen Kesehatan, misalnya program

pemberantasan penyakit menular dan pelbagai program lain yang

dilaksanakan oleh Puskesmas.Perbedaan pokoknya terletak pada tanggung

jawab yang ditujukan kepada pemerintah dan masyarakat secara luas,

sedangkan pelaksana pelayanan swasta bertanggung jawab langsung kepada

pasien sendiri dan untuk itulah digunakan aturan hukum yang umum. 36

Dalam Pasal 52 ayat (1) Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan juga telah dijelaskan mengenai 2 kategori atau bentuk pelayanan

kesehatan secara umum, yakni:

35
Ibid.
36
Chrisdiono M. Achadiat., Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran Dalam Tantangan
Zaman, EGC, Jakarta, 2006, hlm. 3.

Universitas Sumatera Utara


32

a. Pelayanan kesehatan perseorangan.

Pelayanan kesehatan perseorangan ini termasuk dalam kelompok

pelayanan kedokteran (medical service) yang mana tujuan utamanya yakni

untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan

dan keluarga.

b. Pelayanan kesehatan masyarakat.

Pelayanan kesehatan masyarakat ini termasuk dalam kelompok kesehatan

masyarakat (public health service) yang tujuan utamanya yakni untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu

kelompok dan masyarakat.

Menurut Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan tersebut, Pelayanan kesehatan perseorangan (medical service) dan

pelayanan kesehatan masyarakat (public health service) meliputi kegiatan

dengan pendekatan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitatif.

Dalam Pelayanan Kesehatan terdapat tiga bentuk pelayanan yaitu:

a. Primary Health Care (Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama)


Pelayanan kesehatan ini dibutuhkan atau dilaksanakan pada masyarakat
yang memiliki masalah masalah kesehatan yang ringan atau masyarakat
sehat, tetapi ingin mendapatkan peningkatan kesehatan agar menjadi
optimal dan sejahtera sehingga sifat pelayanan kesehatan adalah kesehatan
dasar.
b. Secundary Health Care (Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua)
Bentuk pelayanan kesehatan ini diperlukan baik masyarakat atau klien
yang membutuhkan perawatan di rumah sakit atau rawat inap dan tidak
dilaksanakan di pelayanan kesehatan utama.
c. Tertiary Health Services (Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga)
Pelayanan kesehatan ini merupakan tingkat pelayanan yang tertinggi
dimana tingkat pelayanan ini apabila tidak lagi dibutuhkan pelayanan pada
tingkat pertama dan kedua.37

37
Yulianingsih Kodim., Op.Cit, hlm. 165.

Universitas Sumatera Utara


33

Undang - Undang Kesehatan merupakan landasan utama dan merupakan

payung hukum bagi setiap penyelenggara pelayanan kesehatan. Dalam

melaksanakan pelayanan kesehatan, setiap penyelenggara pelayanan kesehatan

terlebih dahulu wajib mengetahui secara umum dasar hukum dalam

memberikan pelayanan kesehatan. Adapun dasar hukum dalam pemberian

pelayanan kesehatan diatur dalam Pasal 54 Undang - Undang Kesehatan juga

mengatur mengenai pemberian pelaksanaan kesehatan, yakni:

1) Penyelenggara pelayanan kesehatan dilaksanakan secara bertanggung

jawab, aman, bermutu, serta merata dan non diskriminatif.

2) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas

penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1).

3) Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,

dan masyarakat.

Rumah Sakit sebagai salah satu institusi penyelenggara pelayanan

kesehatan juga mempunyai kewajiban memberikan pelayanan kesehatan yang

aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan

kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. Hal ini

diatur dalam Pasal 29 ayat (1) huruf (b) Undang - Undang No. 44 Tahun 2009

tentang Rumah Sakit yang mana peraturan atau dasar hukum dalam setiap

tindakan pelayanan kesehatan di rumah sakit wajib dilaksanakan sesuai

Universitas Sumatera Utara


34

dengan ketentuan Pasal 53 dan Pasal 54 Undang - Undang Kesehatan sebagai

dasar dan ketentuan umum dalam melakukan pelayanan kesehatan.38

Dalam pembentukan setiap peraturan didasarkan oleh asas - asas umum,

begitu juga mengenai peraturan pelayanan kesehatan. Menurut Veronica

Komalasari, yang mengatakan bahwa asas - asas hukum yang berlaku dan

mendasari pelayanan kesehatan dapat disimpulkan secara garis besarnya

sebagai berikut:

1. Asas Legalitas

Asas ini pada dasarnya tersirat di dalam Pasal 23 ayat (1), (2) dan (3)

Undang - Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Mendasarkan pada

ketentuan tersebut, maka pelayanan kesehatan hanya dapat diselenggarakan

apabila tenaga kesehatan yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan dan

perizinan yang diatur dalam Undang - Undang No. 29 Tahun 2004 tentang

Praktik Kedokteran, terutama Pasal 29 ayat (1) dan (3), Pasal 36, serta Pasal

38 ayat (1).

Di samping persyaratan-persyaratan tersebut, dokter atau dokter gigi

dalam melakukan pelayanan kesehatan harus pula memiliki izin praktik,

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 36 Undang - Undang Praktik

Kedokteran. Dari ketentuan di atas dapat ditafsirkan bahwa keseluruhan

persyaratan tersebut merupakan landasan legalitasnya dokter dan dokter gigi

dalam menjalankan pelayanan kesehatan. Artinya, “asas legalitas” dalam

pelayanan kesehatan secara laten tersirat dalam Undang - Undang No. 29

tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

38
Cecep Triwibowo, Etika dan Hukum Kesehatan, Nuha Medika, Yogyakarta, 2014, hlm.
16.

Universitas Sumatera Utara


35

2. Asas Keseimbangan

Menurut asas ini, penyelenggaraan pelayanan kesehatan harus

diselenggarakan secara seimbang antara kepentingan individu dan kepentingan

masyarakat, antara fisik dan mental, antara material dan spiritual.Berlakunya

asas keseimbangan di dalam pelayanan kesehatan sangat berkaitan erat dengan

masalah keadilan yang bersifat kasustis, karena sangat berhubungan dengan

alokasi sumber daya dalam pelayanan kesehatan.

3. Asas Tepat Waktu

Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, asas tepat waktu ini

merupakan asas yang cukup krusial, oleh karena sangat berkaitan dengan

akibat hukum yang timbul dari pelayanan kesehatan. Akibat kelalaian dokter

untuk memberikan pertolongan tepat pada saat yang dibutuhkan dapat

menimbulkan kerugian pada pasien. Berlakunya asas ini harus diperhatikan

dokter, karena hukumnya tidak dapat menerima alasan apapun dalam hal

keselamatan nyawa pasien yang terancam yang disebabkan karena

keterlambatan dokter dalam menangani pasiennya.

4. Asas Itikad Baik

Asas itikad baik ini pada dasarnya bersumber pada prinsip etis untuk

berbuat baik pada umumnya yang perlu pula diaplikasikan dalam pelaksanaan

kewajiban dokter terhadap pasien dalam pelayanan kesehatan. Dokter sebagai

pengemban profesi, penerapan asas itikad baik akan tercermin pada sikap

penghormatan terhadap hak-hak pasien dan pelaksanaan praktik kedokteran

yang selalu patuh dan taat terhadap standar profesi.

5. Asas Kejujuran

Universitas Sumatera Utara


36

Berlandaskan asas kejujuran ini dokter berkewajiban untuk memberikan

pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien, yakni sesuai standar

profesinya. Di samping itu, berlakunya asas ini juga merupakan dasar bagi

terlaksananya penyampaian informasi yang benar, baik dari pasien maupun

dokter dalam berkomunikasi. Kejujuran dalam menyampaikan informasi

sudah tentu akan sangat membantu dalam kesembuhan pasien.

6. Asas Kehati-hatian

Asas kehati-hatian ini secara yuridis tersirat di dalam Pasal 58 ayat (1)

Undang - Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang menentukan

bahwa; “Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga

kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian

akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya”.

Dalam pelaksanaan kewajiban dokter, asas kehati-hatian ini diaplikasikan

dengan mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien terutama hak

atas informasi dan hak untuk memberikan persetujuan yang erat hubungannya

dengan informed consent dalam transaksi terapeutik.

7. Asas Keterbukaan

Salah satu asas yang ditentukan dalam Pasal 2 Undang - Undang No. 36

tahun 2009 adalah asas penghormatan terhadap hak dan kewajiban, yang

secara tersirat di dalamnya terkandung asas keterbukaan. Hal ini dapat

diinterpretasikan dari Penjelasan Pasal 2 angka (9) yang berbunyi; “Asas

penghormatan terhadap hak dan kewajiban berarti bahwa pembangunan

Universitas Sumatera Utara


37

kesehatan dengan menghormati hak dan kewajiban masyarakat sebagai bentuk

kesamaan kedudukan hukum”.39

Dalam memberikan pelayanan kesehatan, ada beberapa syarat pokok yang

harus dipenuhi agar suatu pelayanan dapat disebut sebagai pelayanan yang

baik. Syarat pokok pelayanan kesehatan yang dimaksud antara lain:

a. Tersedia dan berkesinambungan


b. Dapat diterima dan wajar
c. Mudah dicapai
d. Mudah dijangkau
e. Bermutu40

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan, akan

mengakibatkan tuntutan peningkatan pelayanan kesehatan. Salah satu upaya

mengantisipasi keadaan tersebut dengan menjaga kualitas pelayanan, sehingga

perlu dilakukan upaya terus menerus agar dapat diketahui kelemahan dan

kekurangan jasa pelayanan kesehatan serta fungsi pelayanan perlu

ditingkatkan untuk memberi kepuasan pasien. Kualitas pelayanan merupakan

suatu bentuk penilaian konsumen (pasien) terhadap tingkat pelayanan yang

diterima dengan tingkat layanan yang diharapkan. Mutu pelayanan kesehatan

yang diberikan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan

dalam memenuhi kebutuhan dan tuntutan setiap pasien, makin sempurna

kebutuhan dan tuntutan setiap pasien, makin baik pula mutu pelayanan

kesehatan.41

39
Veronica Komalasari., Op. Cit, hlm. 126-133.
40
Azrul Azwar., Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,
1996, hlm. 16
41
Yuristi Winda Bata, Muh. Alwy Arifin, Darmawansyah., Jurnal: Hubungan Kualitas
Pelayanan Kesehatan Dengan Kepuasan Pasien Pengguna Akses Sosial Pada Pelayanan Rawat
Inap di RSUD Lakipadada Kabupaten Tana Toraja, AKK Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin, Makassar, 2013, hlm. 2.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

HUBUNGAN HUKUM ANTARA DOKTER DENGAN TENAGA

PERAWAT

A. Definisi Dokter Sebagai Tenaga Medis dan Perawat Sebagai Tenaga

Paramedis Dalam Pelayanan Kesehatan

1. Dokter

Dokter dari bahasa Latin yang berarti “guru” adalah seseorang yang

karena keilmuannya berusaha menyembuhkan orang-orang yang sakit. Tidak

semua orang yang menyembuhkan penyakit bisa disebut dokter. Untuk

menjadi dokter biasanya diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus dan

mempunyai gelar dalam bidang kedokteran. Untuk menjadi seorang dokter,

seseorang harus menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran selama

beberapa tahun tergantung pada sistem yang dipakai oleh Universitas tempat

Fakultas Kedokteran itu berada. Di Indonesia Pendidikan Dokter mengacu

pada suatu Kurikulum Inti Pendidikan Dokter Indonesia (KIPDI). 42

Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 2 Undang - Undang No. 29 Tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran yang dimaksud dengan dokter dan dokter gigi

adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan

pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar

negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan

peraturan perundang - undangan. Di dalam peraturan perndang - undangan

negara kita belum terdapat dengan jelas mengenai rumusan definisi mengenai

42
Danny Wiradharma., Penuntun Kuliah Hukum Kedokteran, Binapura Aksara, Jakarta,
1996, hlm. 4.

38

Universitas Sumatera Utara


39

dokter. Namun, melihat dari kedudukan dokter sebagai tenaga kesehatan

dimana dokter sebagai salah satu sumber daya kesehatan yang mendukung

terselenggaranya upaya kesehatan maka dapat digunakan rumusan tenaga

kesehatan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat 6Undang - Undang Nomor 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan, yakni:

Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang

kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui

pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan

kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Menurut Undang - Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan,

dokter adalah tenaga medis yang merupakan salah satu dari tenaga kesehatan.

Maka jelas bahwa dokter sebagai pengemban profesi termasuk sebagai tenaga

kesehatan adalah orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta

memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan dibidang

kesehatan yang memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan

demi terwujudnya derajat kesehatan yang sebaik-baiknya.

Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 11 Undang - Undang No. 29 Tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran menyebutkan profesi kedokteran atau kedokteran

gigi adalah suatu pekerjaan kedokteran atau kedokteran gigi yang

dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui

pendidikan yang berjenjang, dan kode etik yang bersifat melayani masyarakat.

Profesi Kedokteran merupakan profesi yang berkepentingan dengan

kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa pengemban

profesi di bidang kedokteran ini senantiasa melaksanakan perintah moral dan

Universitas Sumatera Utara


40

intelektual. Lagi pula, menjadi seorang dokter berarti mau melayani manusia

yang sakit agar dapat sembuh serta melayani manusia agar tidak sakit, yaitu

melalui pencegahan dan peningkatan derajat kesehatannya. Dengan demikian,

semangat pelayanan harus ada. Sikap ini sangat penting dalam pembentukan

sikap etis yang paling mendasar. Selain itu, hal ini pun merupakan tantangan

dalam pelaksanaan profesi dokter karena selama pendidikan kedokteran yang

diberikan adalah teknik menentukan terapinya, sedangkan mengenai profesi

sebagai dokter kurang mendapat perhatian. Padahal, di dalam pelaksanaan

setiap profesi, disamping kemahiran teknik, seni penggunaan teknik pun selalu

diperlukan. Apalagi ilmu kedokteran tersebut diterapkan pada manusia yang

memiliki rasa dan harapan yang berbeda, serta latar belakang sosial masing-

masing. Bagi penderita, yang dihadapi dan menjadi masalah bukan hanya

sakitnya, melainkan juga keluarga, pekerjaan, keterlibatan dalam masyarakat,

dan terutama mengenai tanggung jawabnya, baik sebagai individu maupun

masyarakat.43

Dokter dalam melaksanakan pelayanan kesehatan haruslah memiliki

standar profesi. Menurut Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 10 Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin

Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran yang dimaksud dengan standar

profesi adalah batasan kemampuan (knowledge, skill and professional

attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang dokter atau dokter gigi

untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara

mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.

43
Munandar Wahyudin Suganda., Hukum Kedokteran, Alfabeta, Bandung, 2017, hlm. 35.

Universitas Sumatera Utara


41

Standar profesi medis menurut Leenan adalah bertindak teliti dan hati-hati

sesuai dengan standar medis dari seorang dokter yang berkemampuan rata-

rata dalam bidang keahlian yang sama di dalam situasi dan kondisi yang sama

akan menggunakan sarana upaya yang wajar/proporsional untuk mencapai

suatu tujuan ilmu kedokteran. Tujuan ilmu Kedokteran meliputi:

1. Menyembuhkan dan mencegah penyakit.

2. Meringankan penderitaan.

3. Mendampingi pasien.44

Rumusan standar Profesi Medis yang menurut Leenan harus dijadikan

norma bagi pekerjaan dokter, dapat diuraikan menjadi 5 (lima) pokok, yaitu:

1. Tindakan yang teliti dan hati-hati


Setiap anggota masyarakat, termasuk dokter harus mentaati norma
ketelitian dan keberhati-hatian yang wajar di anut di dalam masyarakat.
Secara umum seseorang yang karena tidak teliti/hati-hati atau lalai dan
merugikan orang lain, dianggap telah berbuat kesalahan.
2. Standar Medis
Standar medis adalah cara bertindak secara medis dalam suatu peristiwa
yang nyata, berdasarkan ilmu kedokteran dan pengalamannya sebagai
dokter. Standar bisa meliputi lebih dari satu metoda diagnosis dan terapi.
Hukum tidak akan memberikan penilaian langsung tentang metoda-metoda
kedokteran apabila harus memutuskan mengenai suatu tindakan medis.
Dokter mempunyai kebebasan untuk bertindak di dalam lingkungan
standar medis, sebagai suatu tindakan yang bersifat professional. Harus
ada hubungan langsung antara keluhan-keluhan pasien yang berkaitan
dengan gejala penyakitnya, dengan metoda diagnostik yang akan
dilakukan. Demikian pula tindakan terapi harus dilakukan berdasarkan
diagnosis yang sudah ditegakkan.
3. Kemampuan rata-rata dalam bidang keahlian yang sama
Apabila KODEKI menuntut standar yang tertinggi dengan menyatakan
bahwa dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran
yang tertinggi, maka Hukum mensyaratkan ukuran minimal rata-rata bagi
dokter, di mana penilaian kemampuan tersebut di dasarkan atas pendapat
saksi-saksi ahli dari kelompok keahlian yang sama.
4. Situasi dan kondisi yang sama
Keadaan yang sama diperlukan untuk membuat perbedaan dengan keadaan
yang berlainan dimana perawatan medis itu telah dilakukan. Dokter yang

44
Danny Wiradharma., Op. Cit, hlm. 68.

Universitas Sumatera Utara


42

merawat pasien di puskesmas tidak mungkin memiliki peralatan yang


memadai bila dibandingkan dengan di suatu R.S. Demikian pula dalam
peristiwa kecelakaan atau keadaan darurat.
5. Asas Proporsionalitas
Harus ada keseimbangan antara sarana upaya yang dilakukan dengan
tujuan kongkrit yang ingin dicapai sehingga tidak timbul suatu “diagnostic
overkill” atau “therapeutic overkill” yang selanjutnya bisa berkembang
menjadi suatu “defensive medicine”, di mana segalanya dilakukan secara
berlebihan karena takut dipersalahkan. Misalnya kasus infeksi
tenggorokan yang umum mungkin cukup diberikan per oral antibiotik
seperti cefadroxil generik, tidak harus antibiotik yang mahal.45

Dalam menjalankan profesinya selain harus memenuhi standar profesi,

seorang dokter juga harus memiliki etika dalam berprofesi. Etika profesi

sendiri adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan

professional terhadap masyarakat dengan ketertiban penuh dan keahlian

tertentu sesuai bidang profesi yang dijalankan sebagai pelayanan dalam rangka

melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.46

Adapun etika kedokteran (etika profesi dokter) merupakan seperangkat

perilaku anggota profesi kedokteran dalam hubungannya dengan klien/pasien,

teman sejawat dan masyarakat umumnya serta merupakan bagian dari

keseluruhan proses pengambilan keputusan dan tindakan medik ditinjau dari

segi norma – norma / nilai - nilai moral yang bertujuan untuk mengantisipasi

atau mencegah terjadinya perkembangan yang buruk terhadap profesi dokter

dan mencegah agar dokter dalam menjalani profesinya dapat bersikap

professional maka perlu kiranya membentuk kode etik profesi kedokteran

untuk mengawal sang dokter dalam menjalankan profesinya tersebut agar

45
Ibid.,hlm. 69.
46
Idris Mas’ud.,Tanggung Jawab dan Etika Profesi Dokter Dalam Bidang Hukum, Jurnal
Legalitas Vol. 2 No. 3, hlm. 100.

Universitas Sumatera Utara


43

sesuai dengan tuntutan ideal. Tuntutan tersebut kita kenal dengan kode etik

profesi dokter.47

Suatu kode etik merupakan pedoman bagi setiap dokter dalam

menjalankan profesinya. Kode etik kedokteran Indonesia diatur dalam Surat

Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia No. 221/PB/A.4/04/2002

Tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Kode etik tidak

mengatur hak-hak anggota, tetapi hanya kewajiban-kewajiban anggota. Ruang

lingkup kewajiban bagi anggota profesi atau isi Kode Etik Profesi pada

umumnya mencakup:

a. Kewajiban Umum

b. Kewajiban terhadap client

c. Kewajiban terhadap teman sejawatnya

d. Kewajiban terhadap diri sendiri48

Agar setiap profesi kedokteran senantiasa berpegang teguh dan berperilaku

sesuai dengan kehormatan profesinya, maka sebelum menjalankan tugas

profesinya diwajibkan mengangkat sumpah, sebagai janji profesi baik untuk

umum (kemanusiaan), untuk “client” atau pasien, teman sejawat, dan untuk

diri sendiri.

Secara khusus, praktik kedokteran diatur di dalam Undang - Undang

Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004. Dalam melaksanakan praktiknya,

dokter memeliki beberapa kewenangan, yakni:

a. mewawancarai pasien.
47
https://www.academia.edu/9802653/KODE_ETIK_PROFESI_DOKTER, hlm. 1-2,
diakses pada tanggal 25 Desember 2018 pukul 01.34 WIB
48
Soekidjo Notoadmojo., Etika dan Hukum Kedokteran, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm.
39.

Universitas Sumatera Utara


44

b. memeriksa fisik dan mental pasien.


c. menentukan pemeriksaan penunjang.
d. menegakkan diagnosis.
e. menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien.
f. melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi.
g. menulis resep obat dan alat kesehatan.
h. menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi.
i. menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan.
j. meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah
terpencil yang tidak ada apotek.49

Dokter adalah orang yang paling banyak berperan dalam kegiatan RS.

Pengertian dokter adalah tenaga medis yang memberikan pelayanan kesehatan

di RS, mencakup dokter gigi. Dalam menjalankan tugasnya, dokter juga

memiliki hak-hak dan kewajiban. Hak adalah kekuasaan dan kewenangan

yang dimiliki oleh seseorang atau badan hukum untukmendapatkan atau

memutuskan untuk berbuat sesuatu. Sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang

harus diperbuat atau yang harus dilakukan oleh seseorang atau suatu badan

hukum.50

Beberapa hak dan kewajiban dokter ataupun dokter gigi dalam

melaksanakan praktik kedokteran tercantum dalam Pasal 50 dan Pasal 51

Undang - Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Dalam

Pasal 50 Undang - Undang Praktik Kedokteran, dokter atau dokter gigi dalam

melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak:

a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai

dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;

b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar

prosedur operasional;
49
http://www.gresnews.com/berita/tips/81628-tips-hukum-kewenangan-kewajiban-dan-
hak-dokter/,di akses pada tanggal 07 Januari 2018 pukul 17.20 WIB
50
Arif Haliman & Ari Wulandari., Cerdas Memilih Rumah Sakit, Rapha Publishing,
Yogyakarta, 2012, hlm. 61.

Universitas Sumatera Utara


45

c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau

keluarganya; dan

d. menerima imbalan jasa.

Hak yang timbul dalam profesi kedokteran, sebenarnya bersumber pada

hak dasar, yakni hak dasar sosial dan hak dasar individu, keduanya akan saling

mendukung, minimal berjalan sejajar dan tidak saling bertentangan karena

merupakan hak dasar manusia. Oleh karena itu, dokter maupun pasien sama-

sama mempunyai hak tersebut.51

Dalam Pasal 51 Undang - Undang Praktik Kedokteran, dokter atau dokter

gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban:

a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar

prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;

b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian

atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu

pemeriksaan atau pengobatan;

c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuuinya tentang pasien, bahkan

juga setelah pasien itu meninggal dunia;

d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia

yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan

e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu

kedokteran dan kedokteran gigi.

Menurut Leenan, kewajiban dokter dalam melaksanakan pelayanan

kesehatan pada prinsipnya dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yakni:

51
Chrisdiono M. Achadiat., Loc. Cit.

Universitas Sumatera Utara


46

1. kewajiban yang timbul dari sifat keperawatan medik dimana dokter


harus bertindak sesuai dengan standar profesi medik atau menjalankan
praktik kedokterannya secara “lege artis”
2. kewajiban untuk menghormati hak-hak pasien yang bersumber dari
hak-hak asasi manusia dalam bidang kesehatan;
3. kewajiban yang berhubungan dengan fungsi sosial pemeliharaan
kesehatan.52

2. Perawat

Menurut Pasal 1 ayat (2) Undang - Undang No. 38 Tahun 2014 Tentang

Keperawatan, Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi

Keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh

Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang - undangan. Perawat

merupakan seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan

keperawatan, berwenang di Negara bersangkutan untuk memberikan

pelayanan, dan bertanggung jawab dalam peningkatan kesehatan, pencegahan

penyakit, serta pelayanan terhadap pasien. Perawat mempunyai fungsi yang

unik yaitu membantu individu yang baik, yang sehat maupun yang sakit, dari

lahir hingga meningga agar dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari secara

mandiri, dengan menggunakan kekuatan, kemauan, atau pengetahuan yang

dimiliki.53

Setiap perawat dalam melaksanakan tugasnya haruslah sesuai dengan

standar profesinya. Standar profesi merupakan ukuran kemampuan rata-rata

tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya. Standar pelaksanaan

profesi keperawatan menurut pendapat Leenen, meliputi:

a. terapi harus dilakukan dengan teliti;


b. harus sesuai dengan ukuran ilmu pengetahuan keperawatan;

52
Danny Wiradharma., Op. Cit, hlm. 74.
53
Dede Nasrullah., Op. Cit, hlm. 25.

Universitas Sumatera Utara


47

c. sesuai dengan kemampuan rata - rata yang dimiliki oleh perawat dengan
kategori keperawatan yang sama;
d. dengan sarana dan upaya yang wajar dan sesuai dengan tujuan konkret
upaya pelayanan kesehatan yang dilakukan.54

Dengan demikian, manakala perawat telah berupaya dengan sungguh -

sungguh, sesuai dengan kemampuan dan pengalaman rata - rata seorang

perawat dengan kualifikasi yang sama, maka dia telah bekerja dengan

memenuhi standar profesi.

Di dalam Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (1) Undang - Undang

Keperawatan, yang dimaksud dengan keperawatan adalah kegiatan pemberian

asuhan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik dalam

keadaan sakit maupun sehat. Keperawatan adalah bagian integral dari

pelayanan kesehatan yang merupakan pelayanan esensial dalam meningkatkan

harkat hidup individu, keluarga, dan masyarakat. Keperawatan bersifat unik,

contoh keunikan tersebut antara lain dalam cara menyintesis ilmu sosial dasar,

ilmu perilaku dasar, dan ilmu biologi dasar dalam melakukan fungsinya untuk

meningkatkan kesehatan. Sebagai profesi, keperawatan memiliki otonomi dan

keahlian, serta pengawasan terhadap pendidikan dan praktik keperawatan.

Keperawatan merupakan proses yang dilakukan dengan tindakan terarah,

berorientasi pada masalah dengan menggunakan pendekatan ilmiah dan

dilandasi etika profesi.55

Perawat harus mempunyai kemampuan yang baik untuk pasien maupun

dirinya didalam menghadapi masalah yang menyangkut etika. Etika

keperawatan adalah suatu ungkapan tentang bagaimana perawat wajib

54
Sri Praptianingsih., Kedudukan Hukum Perawat Dalam Upaya Pelayanan Kesehatan di
Rumah Sakit, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 51.
55
Ns. Ta’adi.,Op. Cit, hlm. 13.

Universitas Sumatera Utara


48

bertingkah laku : jujur terhadap pasien, menghargai pasien, serta beradvokasi

atas nama pasien.56 Etika profesi keperawatan merupakan alat untuk

mengukur perilaku moral dalam keperawatan. Dalam penyusunan alat ukur

ini, keputusan diambil berdasarkan kode etik sebagai standar yang mengukur

dan mengevaluasi perilaku moral perawat.57

Kode etik perawat adalah suatu pernyataan atau keyakinan yang

mengungkapkan kepedulian moral, nilai dan tujuan keperawatan. Kode etik

bertujuan untuk memberikan alasan/dasar terhadap keputusan yang

menyangkut masalah etik. Sebagai landasan utama dalam kode etik adalah

prinsip penghargaan terhadap orang lain, diikuti dengan prinsip otonomi yang

menempatkan pasien sebagai fokus dari pembuatan keputusan. Prinsip-prinsip

lain yang perlu di perhatikan adalah prinsip kemurahan hati atau selalu berbuat

baik, menghargai keyakinan atau hak-hak istimewa individu (confidentiality),

selalu menepati janji (fidelity) dan memperlakukan individu dengan adil. Kode

etik keperawatan di Indonesia telah disusun oleh Dewan Pimpinan Pusat

Persatuan Perawat Nasional Indonesia melalui Musyawarah Nasional PPNI

yang menghasilkan keputusan MUNAS VI PPNI Nomor: 09 MUNAS

VI/PPNI/2000.58

Dalam asuhan keperawatan, seorang perawat dengan tingkat pendidikan

minimal D-III mempunyai peran sebagai pelaksana, pendidik, pengelola, dan

56
https://www.google.co.id/amp/s/theladywtl26.worpress.com/2015/03/19/konsep-dasar-
etika-profesi-keperawatan/amp/,di akses pada tanggal 08 Januari 2019 pukul 15.49 WIB
57
https://www.slideshare.net/mobile/aderahmann/konsep-dasar-etika-profesi-
keperawatan., di akses pada tanggal 08 Januari 2019 pukul 16.30 WIB
58
Dede Nasrullah., Op. Cit, hlm. 13.

Universitas Sumatera Utara


49

peneliti.59 Berdasarkan Lokakarya Nasional Keperawatan pada Bulan Januari

1983, peran perawat yang ditetapkan adalah sebagai berikut:

a. pelaksana pelayanan keperawatan. Perawat bertanggung jawab dalam


memberi pelayanan keperawatan dari yang bersifat sederhana hingga yang
paling kompleks kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
b. Pengelola dalam bidang pelayanan keperawatan dan institusi pendidikan
keperawatan. Perawat bertanggung jawab dalam hal administrasi
keperawatan, baik di masyarakat maupun di dalam institusi, dalam
mengelola pelayanan keperawatan untuk individu, keluarga, kelompok,
dan masyarakat. Perawat juga dapat berperan sebagai pengelola sekolah
atau program pendidikan keperawatan.
c. Pendidik dalam ilmu keperawatan. Perawat bertanggung jawab dalam hal
pendidikan dan pengajaran (sebagai dosen, clinical instructor) ilmu
keperawatan bagi tenaga keperawatan dan tenaga kesehatan lainnya.
d. Peneliti dan pengembang ilmu keperawatan. Perawat melakukan
penelitian keperawatan untuk mengembangkan ilmu keperawatan dan
meningkatkan praktik profesi keperawatan, khususnya pelayanan,
pendidikan, dan administrasi keperawatan. Perawat juga menunjang
pengembangan berbagai bidang kesehatan dengan cara berperan serta
dalam kegiatan penelitian kesehatan.60

Dalam praktik keperawatan fungsi perawat terdiri dari tiga fungsi yaitu:

a. Fungsi Independen
Dalam fungsi ini tindakan perawat tidak memerlukan perintah dokter.
Tindakan perawat bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan. Oleh karena itu, perawat bertanggung jawab terhadap akibat
yang timbul dari tindakan yang diambil.
b. Fungsi Interdependen
Tindakan perawat berdasar pada kerja sama dengan tim perawatan atau
tim kesehatan. Fungsi ini tampak ketika perawat bersama tenaga kesehatan
lain berkolaborasi mengupayakan kesembuhan pasien. Mereka biasanya
tergabung dalam sebuah tim yang di pimpin oleh seorang dokter.
c. Fungsi Dependen
Dalam fungsi ini perawat bertindak membantu dokter dalam memberikan
pelayanan medik. Perawat membantu dokter memberikan pelayanan
pengobatan dan tindakan khusus yang menjadi wewenang dokter dan
seharusnya dilakukan dokter, seperti pemasangan infus, pemberian obat,
melakukan suntikan.61

59
Sri Praptianingsih., Op. Cit, hlm. 34.
60
Ns. Ta’adi.,Op. Cit, hlm. 14.
61
Sri Praptianingsih., Op. Cit, hlm. 31.

Universitas Sumatera Utara


50

Perawat dalam melaksanakan atau menyelenggarakan Praktik

Keperawatan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UU RI No. 38 Tahun 2014 ,

Perawat bertugas sebagai: pemberi Asuhan Keperawatan; penyuluh dan

konselor bagi Klien; pengelola Pelayanan Keperawatan; peneliti

Keperawatan; pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang; dan/atau

pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu. Tugas dapat

dilaksanakan secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri, dilaksanakan

secara bertanggung jawab dan akuntabel.62

Adapun tugas perawat yang berhubungan dengan pelaksanaan tindakan

medik dalam rangka melaksanakan tugas dokter adalah berdasarkan

pelimpahan wewenang.Perawat sebagai pelaksana tugas berdasarkan

pelimpahan wewenang ini diatur dalam Pasal 32 Undang – Undan No. 38

Tahun 2014 tentang Keperawatan. Pasal ini menerangkan bahwa perawat

memiliki kewenangan untuk melaksanakan tindakan medis yang

pelaksanaannya harus melalui perintah tertulis oleh tenaga medis yang

dilakukan secara delegatif ataupun mandat.

Kasus hukum yang menimpa perawat akhir-akhir ini yang banyak terjadi

di berbagai tempat menimbulkan kekhawatiran yang tinggi dikalangan

perawat. Disisi lain banyaknya kasus malpraktek yang dilakukan oleh perawat

membawa dampak buruk dalam peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.

Kedua hal diatas sebenarnya mengindikasikan bahwa masih banyak perawat

yang belum paham akan hak dan kewajiban serta batasan-batasan dalam

62
Yulianingsih Kodim., Op. Cit. hlm. 178.

Universitas Sumatera Utara


51

melakukan tugas profesinya sebagai perawat, sekaligus menegaskan bahwa

betapa pentingnya hukum dalam menjalankan profesi keperawatan.63

Dalam mewujudkan derajat kesehatan secara optimal sesuai dengan tujuan

pembangunan kesehatan perlu adanya keseimbangan hak dan kewajiban

antara pemberi jasa pelayanan kesehatan dengan kepentingan masyarakat atau

individu atau perorangan sebagai penerima pelayanan kesehatan.64 Beberapa

hak dan kewajiban perawat secara jelas diatur dalam Pasal 36 dan 37 Undang -

Undang No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.

Selain kewajiban - kewajiban perawat yang tercantum dalam pasal 37

Undang – Undang Keperawatan, menambah ilmu pengetahuan serta mengikuti

perkembangan ilmu keperawatan dapat dikatakan juga sebagai salah satu

kewajiban yang seharusnya dapat dipenuhi oleh setiap perawat sebagai tenaga

paramedis demi meningkatkan profesionalisme dalam bekerja.

B. Aspek Hukum Terhadap Hubungan Dokter dan Perawat Dalam

Melaksanakan Pelayanan Kesehatan

Dalam pemberian pelayanan kesehatan oleh rumah sakit, dokter dan

perawat merupakan tenaga kesehatan yang memegang peran penting. Dokter

berwenang melakukan tindakan medik tertentu berdasarkan ilmu kedokteran,

sedangkan perawat adalah:

“orang yang dididik menajdi tenaga paramedik untuk menyelenggarakan

perawatan orang sakit atau secara khusus untuk mendalami bidang

63
Cecep Triwibowo., Op. Cit, hlm. 7.
64
Ibid., hlm. 27.

Universitas Sumatera Utara


52

perawatan tertentu seperti ahli anastesi, ahli perawatan ruang gawat

darurat, … (berdasarkan ilmu keperawan).65

Munculnya kasus-kasus hukum dalam bidang kesehatan merupakan

indikasi bahwa kesadaran hukum masyarakat semakin meningkat. Semakin

sadar masyarakat akan aturan hukum, semakin mengetahui masyarakat akan

hak dan kewajibannya dan semakin luas pula suara-suara yang menuntut agar

hukum memainkan perannya di bidang kesehatan.66 Peraturan perundang -

undangan R.I yang menyangkut bidang kesehatan membedakan antara ilmu

kedokteran dan ilmu keperawatan. Dalam praktik sehari-hari banyak tindakan

yang sudah tidak dapat ditangani oleh praktisi medis dan dibutuhkan bantuan

dari tenaga paramedis, baik tenaga keperawatan, analis medis dan lain-lain.

Dengan berkembangnya ilmu keperawatan, harus ada peraturan mengenai

tindakan mana yang dianggap sebagai tindakan menurut ilmu kedokteran dan

mana yang dianggap sebagai tindakan menurut ilmu keperawatan.67

Hubungan antara dokter dengan perawat, dalam suatu tindakan medik

tertentu dokter memerlukan bantuan perawat. Perawat dalam tindakan medis

hanya sebatas membantu dokter, karenanya yang dilakukan sesuai dengan

perintah dan petunjuk dokter. Ia tidak bertanggung jawab dan bertanggung

gugat atas kesalahan tindakan medik tertentu yang dilakukan oleh dokter.68

Pada tahun 1982, Dewan Pusat Kesehatan Masyarakat (dcentral eaad voor

de volksgezondheid) membuat ketentuan mengenai tindakan yang boleh

dilakukan perawat, yaitu:

65
Sri Praptianingsih., Op. Cit, hlm. 19.
66
Cecep Triwibowo., Op.Cit, hlm. 11.
67
Danny Wiradharma., Op. Cit, hlm. 27.
68
Sri Praptianingsih., Op. Cit, hlm. 14.

Universitas Sumatera Utara


53

1. Tindakan dalam rangka penerusan observasi dan bimbingan pasien selama


di rumah sakit.
2. Tindakan keperawatan dan pengurusan pasien (verpleging en verzoging).
3. Tindakan di bidang medis yang berhubungan dengan aktivitas diagnostik
dan terapi dari dokter serta tindakan yang dilaksanakan atas instruksi
dokter.69

Berkaitan dengan hal tersebut, terdapat keputusan Gerechtshof Amsterdam

(29 Mei 1986), yang pertimbangannya disimpulkan bahwa dokter secara

yuridis dan moral tetap bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan

oleh perawat atas instruksi dokter. Akan tetapi, perawat juga bertanggung

jawab atas tindakannya jika tindakan tersebut tidak sesuai dengan instruksi

yang diberikan.70

Dalam pelayanan kesehatan, dokter dan perawat pastilah mempunyai

hubungan hukum. Hubungan hukum yang terjadi yakni berdasarkan

pelimpahan wewenang yang diberikan oleh dokter terhadap perawat.

Pelimpahan wewenang tersebutdapat dilakukan secara delegatif ataupun

mandat. Hubungan antara dokter dan perawat berdasarkan pelimpahan

wewenang ini diatur dalam Pasal 32 Undang - Undang Nomor 38 Tahun 2014.

Pelimpahan wewenang yang bersifat delegatif artinya perawat disertai

pelimpahan tanggung jawab. Ini artinya, perawat dapat juga dikenakan

pertanggung jawaban dalam melakukan tugas tersebut. Contoh tugas bersifat

delegatif yang dilaksanakan perawat antara lain adalah menyuntik, memasang

infus, dan memberikan imunisasi dasar sesuai dengan program pemerintah.

Sedangkan pelimpahan wewenang yang besifat mandat, tanggung jawab tetap

dipegang oleh dokter sebagai pemberi wewenang. Oleh karena hal tersebut,

69
Ns. Ta’adi.,Op. Cit, hlm. 29.
70
Ibid, hlm. 30.

Universitas Sumatera Utara


54

perawat hanya dapat melakukan tugas tersebut di bawah pengawasan dokter.

Dengan kata lain, tugas-tugas yang bersifat mandat baru bisa dilakukan oleh

perawat jika ada pernyataan lisan ataupun tertulis dari dokter yang

bertanggung jawab. Jadi, perawat tidak berhak mengubah atau mengganti

instruksi tanpa persetujuan dari dokter. Contoh tugas bersifat mandat yang

dilaksanakan oleh perawat antara lain adalah pemberian terapi parenteral dan

penjahitan luka.71

Hubungan antara dokter dan perawat yang didasarkan atas pelimpahan

wewenang juga diatur pada Pasal 23 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor.

2052/MENKES/PER/X/2011 tentang Izin Praktek Dan Pelaksanaan Praktik

Kedokteran, perawat dapat melakukan tindakan medik dalam menjalankan

tugas dokter apabila jumlah dokter yang terdapat pada fasilitas pelayanan

kesehatan belum memadai.

Menurut Ns. Ta’adi dalam bukunya, hubungan hukum antara dokter dan

perawat dapat berupa hubungan rujukanataupundelegasi. Pada hubungan

rujukan, perawat melakukan tindakan sesuai dengan keputusan sendiri.

Sedangkan pada hubungan delegasi, perawat tidak dapat mengambil

keputusan sendiri, namun melakukan tindakan sesuai dengan instruksi yang

diberikan oleh dokter. Di rumah sakit, dokter tidak dapat bekerja tanpa

perawat. Sebaliknya, perawat tidak berwenang untuk bertindak secara mandiri

tanpa instruksi dokter, kecuali dalam bidang tertentu yang bersifat asuhan

keperawatan (nursing care).72

71
https://www.liputan6.com/health/read/3381584/daftar-tugas-dokter-yang-bisa-
dilimpahkan-ke-perawat di akses pada tanggal 22 Januari 2019 pukul 15.49 WIB
72
Ns. Ta’adi.,Op. Cit, hlm. 28.

Universitas Sumatera Utara


55

Delegasi merupakan proses pemindahan tanggung jawab dan otoritas

dalam pelaksanaan aktivitas kepada individu yang kompeten. Sebagai

penerima wewenang delegat bertanggung jawab melaksanakan sejumlah tugas

atau prosedur secara nyata, sedangkan pemberi wewenang (delegator) sendiri

bertanggung gugat atas hasil akhir yang dicapai oleh delegat. Delegasi

merupakan sarana yang memudahkan delegator untuk mengalokasikan waktu

dalam menyelesaikan tugas atau prosedur yang tidak didelegasikan, langkah

tersebut juga membantu meningkatkan keahlian dan kemampuan delegat serta

akan meningkatkan rasa percaya diri penerima delegasi.73 Sedangkan Mandat

merupakan bentuk pelimpahan kekuasaan, tetapi tidak sama dengan delegasi,

karena Mandataris dalam melaksanakan kekuasaannya tidak bertindak atas

namanya sendiri, tetapi atas nama si pemberi kuasa dan yang bertanggung

jawab adalah si pemberi kuasa.74

Pelimpahan wewenang atau pendelegasian tindakan medis harus disertai

persyaratan tertentu agar pertanggung jawabannya menjadi jelas. Dasar hukum

dari persyaratan tersebut adalah bahwa berobatnya pasien ke dokter, harus

memperoleh jaminan bahwa ia mendapat bantuan/pertolongan atas

pertanggung jawaban dokter yang bersangkutan.75

Oleh karena permasalahan dalam pendelegasian tindakan medis berkaitan

dengan pertanggung jawaban masing-masing pelaksana jabatan menurut

peraturan perundang - undangan, maka pelimpahan wewenang itu jangan

73
Dede Nasrullah., Loc. Cit.
74
Anggriani J., Hukum Administrasi Negara, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2012, hlm. 91.
75
Danny Wiradharma., Op. Cit, hlm. 28.

Universitas Sumatera Utara


56

diartikan secara administratif saja, melainkan harus diartikan menurut hukum

perdata.76

Menurut hukum perdata, pemberi kuasa tetap bertanggung jawab,

sedangkan penerima kuasa mempunyai tanggung jawab terhadap pemberi

kuasa. Jadi pertanggung jawaban menurut hukum perdata itu, karena adanya

suatu pendelegasian, tidak beralih dari dari pemberi delegasi kepada penerima

delegasi, dokter tersebut tetap harus bertanggung jawab. Ia dapat setiap kali

meminta pertanggung jawaban dari penerima delegasi. 77

Hubungan dokter dan perawat merupakan hubungan interkolaborasi

sebagai satu tim yang seharusnya masing-masing pihak dapat mengukur

kompetensi dan keahliannya sendiri dan perannya dalam tim tersebut,

sehingga batasan-batasan tindakan jelas dalam pembagian tindakan yang mana

boleh dan tidak boleh dilakukan dalam tindakan medis tersebut. Delegasi yang

baik dan terencana dapat megurangi resiko terjadinya kelalaian dalam

tindakan medis yang mengakibatkan kerugian pada pasien.78

C. Mekanisme Pelaksanaan Tindakan Medik Yang Dilakukan Oleh Perawat

Dalam Melaksanakan Tugas Dokter

Hubungan kolaborasi antara dokter dan perawat seringkali menjadi

permasalahan yang kompleks. Secara historis, status perawat adalah panjang

tangan dari dokter dalam praktek medis, perawat melakukan tindakan

berdasarkan dari instruksi dokter. Sehingga pada prakteknya, perawat

76
Ibid, hlm. 30.
77
Ibid.
78
Catharina Sinta A.l., Skripsi: “Pelaksanaan Tindakan Medis Perawat Dalam Keadaan
Gawat Darurat Ditinjau Dari Undang - Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan
(Studi Kasus Di RSUD Sunan Kalijaga Demak)”, Unika Soegijapranata, Semarang, 2017, hlm. 81.

Universitas Sumatera Utara


57

seringkali hanya menjalankan perintah dokter dan tidak mempunyai batas

kewenangan yang jelas. Apabila dulu perawat menjalankan perintah dokter,

sekarang perawat diberi wewenang memutuskan dalam hal pelayanan

kesehatan terhadap pasien berdasarkan ilmu keperawatan yang dimilikinya

dan bekerjasama dengan dokter untuk menetapkan yang terbaik untuk pasien.

Sehingga muncul paradigma bahwa perawat merupakan profesi yang mandiri,

profesional serta mempunyai kewenangan yang proporsional. Kewenangan

perawat merupakan kewenangan dalam melakukan tindakan asuhan

keperawatan, sedangkan kewenangan melaksanakan tindakan medis hanya

diperoleh apabila ada pelimpahan wewenang dari dokter.79

Pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat sesuai dengan mekanisme

adalah salah satu upaya perlindungan hukum bagi pasien dan tenaga

kesehatan. Dalam beberapa situasi perawat percaya bahwa instruksi dokter

tanpa aturan yang jelas dapat mengakibatkan proses keperawatan yang tidak

aman. Pada prakteknya, perawat banyak menjalankan perintah dokter berupa

tindakan medis. Tugas dokter tanpa adanya batasan yang jelas dengan tugas

perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, pada akhirnya akan berdampak

kepada kepuasan pasien pada pelayanan tenaga kesehatan di rumah sakit.

Dengan kondisi ini perawat dan dokter akan sangat berisiko untuk mendapat

masalah hukum.80

79
Hudi Purnawan., Tesis: "Diskresi Pelimpahan Wewenang Tindakan Medik Dari Dokter
Kepada Perawat Di Kotawaringin Timur”, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta,
2017, hlm. 2.
80
Mike Assmaria., Tesis: “Persepsi Perawat Tentang Tanggung Jawab Dalam
Pelimpahan Kewenangan Dokter Kepada Perawat di Ruang Rawat Inap Non Bedah Penyakit
Dalam RSUP DR. M. Djamil Padang’, Universitas Andalas, Padang, 2016, hlm. 2.

Universitas Sumatera Utara


58

Oleh karena itu, mekanisme pelaksanaan tindakan medis oleh perawat

dalam rangka melaksanakan tugas dokter tersebut sebaiknya dilakukan secara

tertulis, di mana disebutkan dengan jelas mengenai instruksi-instruksi yang

diberikan dan tentang bagaimana caranya instruksi-instruksi tersebut harus

dilaksanakan, yang bilamana perlu disebutkan langkah-langkah yang harus

diambil jika terdapat gejala-gejala lain atau terjadi suatu komplikasi.81

Ketentuan mengenai mekanisme pelaksanaan tindakan medis dilakukan secara

tertulis merujuk pada Pasal 32 Undang - Undang No. 38 Tahun 2014 Tentang

Keperawatan serta Pasal 23 Permenkes No. 2052/Menkes/Per/X/2011 Tentang

Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran. Adapun perawat dapat

melaksanakan tindakan medis tanpa dengan perintah tertulis yakni dalam

suatu keadaan darurat, namun tetap dilakukan sesuai dengan kompetensinya,

yang mana keadaan tersebut merupakan keadaan yang mengancam nyawa atau

kecacatan terhadap klien. Hal ini diatur juga pada Pasal 35 Undang - Undang

No. 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan.

Namun tidak semua rumah sakit melakukan mekanisme pelaksanaan

tindakan medis tersebut secara tertulis, ada juga rumah sakit yang tidak terlalu

mengedepankan hal tersebut. Contohnya pada rumah sakit yang menjadi objek

penelitian bagi penulis yaitu Rumah Sakit Hidayah Delitua. Rumah Sakit

Umum Hidayah pada mulanya berasal dari Rumah Bersalin yang berdiri sejak

tanggal 15 September 2004 yang beralamat di Jl. Medan – Delitua km 8,5 No.

55 Delitua Kabupaten Deli Serdang. Kemudian pada tanggal 27 Juli 2007

berubah menjadi Rumah Sakit yang diberi nama Rumah Sakit Hidayah.

81
Danny Wiradharma., Loc. Cit.

Universitas Sumatera Utara


59

Pada tanggal 27 Juli 2007 Rumah Sakit Umum Hidayah telah

mendapatkan izin mendirikan dengan No. 2177/440/DS/RS/2007 sesuai

dengan Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Deli Serdang. Kemudian tanggal

06 Maret 2009 Rumah Sakit Umum Hidayah mendapatkan izin

Penyelenggaraan Sementara dengan No. 440.441/1957/III/2009 sesuai dengan

Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Prop. Sumatera Utara

445/7066/VIII/2009. Kemudian pada tanggal 07 Juni 2011 Rumah Sakit

Umum Hidayah mendapatkan izin Operasional Tetap dengan No.

1921/440/DS/SIRS/2011 sesuai dengan Keputusan Kepala Dinas Kesehatan

Deli Serdang.Rumah Sakit ini merupakan rumah sakit bertipe C yang

memiliki 3 (tiga) lantai, terdapat 50 tempat tidur dan dilengkapi dengan

Instalasi Gawat Darurat & Ruang Spesialis/Poli, juga dilengkapi dengan 1

(satu) Ruang Operasi, Ruang Bersalin, Ruang Bayi serta Ruang HCU.

Di dalam melakukan penelitian mengenai mekanisme pelaksanaan

tindakan medik ini, penulis telah melakukan wawancara terhadap dokter dan

beberapa perawat yang bekerja pada Rumah Sakit tersebut. Menurut salah satu

dokter yang bertugas di RSU Hidayah Delitua yakni dr. Chadijah Karim

Siregar mengenai mekanisme pelaksanaan tindakan medik yang dilakukan di

rumah sakit tersebut, dilaksanakan hanya dengan suruhan lisan secara

langsung, tanpa ada form tertulis mengenai pendelegasian wewenang yang

atau disebut sebagai form pemberian kuasa untuk melaksanakan tindakan

medis oleh perawat dikarenakan kondisi Instalasi Gawat Darurat juga tidak

dapat diprediksi. Selain itu, mekanisme pelaksanaan tindakan medik

tersebutdapat dilaksanakan dengan via telepon jika dokter tersebut sedang

Universitas Sumatera Utara


60

tidak berada di rumah sakit.Jadipelaksanaannya dilakukan tidak dengan

tertulis.Akan tetapi setelah perawat melaksanakan tindakan medis yang telah

di instruksikankemudian dicatatkan pada lembar status pasien saja.82

Selain itu, menurut Perawat Syahru Syafrizal dan Perawat Dewi Sagita

Damanik mekanisme pelaksanaan tindakan medis oleh perawat di RSU

HIdayah Delitua juga dilakukan tidak dengan tertulis, melainkan hanya

dengan instruksi lisan soleh dokter. Setelah melaksanakan tindakan medis

tersebut, perawat juga mencatat beberapa instruksi dokter yang diberikan

sebelumnya ke dalam lembar catatan medik dari perawat. Tidak seperti form

pelimpahan wewenang. Jika dokter tersebut belum hadir, instruksi

pelaksanaan tindakan medis tersebut hanya dilakukan melalui via

telepon.Selain itu, jumlah tenaga perawat lebih banyak daripada jumlah tenaga

dokter, sehingga lebih banyak tindakan medis yang dilakukan oleh perawat

daripada dokter jaga yang sedang bekerja tersebut.83

Dapat disimpulkan, mekanisme pelaksanaan tindakan medis atau yang

disebut sebagai pelimpahan tindakan medis oleh dokter terhadap perawat di

RSU Hidayah Delitua jelas dilakukan dengan tidak tertulismelainkan lebih

condong melalui instruksi langsung atau lisan oleh dokter bahkan juga

dilaksanakan dengan via telepon. Dokter tidak menuliskan pelimpahan

tindakan atau wewenang tersebut ke dalam form mengenai pelimpahan

wewenang, melainkan dokter hanya menuliskan beberapa suruhan tindakan

medis tersebut ke dalam lembar status pasien setelah menginstuksikannya

82
Hasil Wawancara dengan Dokter Chadijah Karim Siregar di Rumah sakit Umum
Hidayah Delitua pada tanggal 27 Januari 2019.
83
Hasil Wawancara dengan Perawat Syahru Syafrizal dan Perawat Dewi Sagita Damanik
di Rumah sakit Umum Hidayah Delitua pada tanggal 27 Januari 2019.

Universitas Sumatera Utara


61

langsung kepada paramedis. Hal ini bertentangan denganPasal 32 Ayat (1)

Undang - Undang No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan bahwa

pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang hanya dapat diberikan

secara tertulis oleh tenaga medis kepada perawat untuk melakukan sesuatu

tindakan medis dan selain itu bertentangan juga dengan Pasal 23 Ayat (1)

Permenkes No. 2052/Menkes/Per/X/2011 bahwa dokter atau dokter gigi

memberikan pelimpahan suatu tindakan kedokteran kepada perawat dilakukan

secara tertulis.

Mengenai mekanisme pelaksanaan tindakan medis dengan tidak tertulis di

rumah sakit tersebut, sepertinya sudah menjadi sebuah kebiasaan bagi setiap

perawat yang melaksanakannya. Baiknya setiap perawat yang berada di rumah

sakit tersebut lebih memahami mengenai ajaran hukum dalam profesinya dan

tidak menjadikan hal tersebut sebagai suatu sikap yang dominan untuk terus

menerus diberlakukan. Pada sistem pemberian wewenang oleh dokter dalam

hal agar perawat dapat melakukan tindakan medis untuk membantu tugas

dokter haruslah didahului dengan surat keterangan pelimpahan wewenang

yang ditandantangani oleh dokter sebagai pemberi tugas limpah wewenang

dan perawat sebagai penerima limpah wewenang. Namun setiap tenaga

kesehatan yakni dokter dan perawat pada rumah sakit tersebut hanya

menjalankan mekanisme pelaksanaan tindakan medis oleh perawat itu dengan

lisan saja agar lebih mudah dalam praktek pelayanan kesehatan terhadap

pasien dan mencatat instruksi lisan tersebut kedalam status pasien atau yang

disebut dengan lembar catatan medik dengan ditandatangani oleh dokter jaga

tersebut yang mana berbeda dengan form pelimpahan wewenang.

Universitas Sumatera Utara


62

Mekanisme pelaksanaan tindakan medis yang tidak sesuai dengan

peraturan perundang - undangan maupun peraturan Menteri Kesehatan

tersebutdilakukan dikarenakan berbagai faktor seperti kurangnya tenaga medis

atau dokter serta keterlambatan hadirnya dokter tersebut. Permasalahan inilah

yang dapat memungkinkan terjadinya ketimpangan pelayanan kesehatan di

Rumah Sakit.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

TANGGUNG JAWAB TENAGA PERAWAT YANG MELAKUKAN

TINDAK MEDIK DALAM RANGKA MELAKSANAKAN TUGAS

DOKTER TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN

A. Tanggungjawab Perawat yang Melakukan Tindak Medik Dalam Rangka

Melaksanakan Tugas Dokter di RSU Hidayah Delitua

Istilah tanggung jawab atau responsibility, berasal dari kata “response-

ability”, yang berarti kemampuan untuk memilih respons kita sendiri. Hal ini

berkaitan dengan prinsip yang paling mendasar mengenai sifat manusia:

diantara stimulus dan respons, manusia memiliki kebebasan untuk memilih.

Dalam kebebasan untuk memilih inilah terdapat anugerah ilahi yang

menjadikan manusia unik, berbeda dengan makhluk lain.84

Dalam dunia kedokteran terdapat dua pihak yang bisa menjadi

penanggung jawab, institusi penyelenggara pelayanan kedokteran (rumah sakit

ataupun penyedia jasa kesehatan) dan profesional pelaksana pelayanan

kedokteran (dokter, dokter gigi, perawat, dokter muda dan lainnya). Institusi

berkewajiban menyediakan sumber daya pelayanan medis, dan standar

prosedur yang harus diikuti oleh seluruh profesional.85

Tanggung jawab (Responsibility) merupakan penerapan ketentuan hukum

(eksekusi) terhadap tugas-tugas yang berhubungan dengan peran tertentu dari

perawat, agar tetap kompeten dalam pengetahuan, sikap dan bekerja sesuai

kode etik. Tanggungjawab perawat berarti keadaan yang dapat dipercaya dan

84
Danny Wiradharma., Op. Cit, hlm. 11.
85
Syahrul Machmud., Penegak Hukum dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter yang
Diduga Melakukan Medikal Malpraktik, CV. Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm. 180.

63

Universitas Sumatera Utara


64

terpercaya. Dalam melakukan pelayanan terhadap pasien, maka perawat harus

sesuai dengan peran dan kompetensinya. Tanggung jawab perawat

ditunjukkan dengan cara siap menerima hukuman (punishment) secara hukum

kalau perawat terbukti bersalah atau melanggar hukum. Tanggung jawab

perawat berarti keadaan yang dapat dipercaya dan terpercaya. Sebutan ini

menunjukkan bahwa perawat profesional menampilkan kinerja secara hati-

hati, teliti dan kegiatan perawat dilaporkan secara jujur.86

Berdasarkan Yosep, tanggung jawab perawat diidentifikasi menjadi 3

yaitu:

1. Responsibility to God (tanggung jawab utama terhadap Tuhannya).


2. Responsibility to Client and Society (tanggung jawab terhadap pasien dan
masyarakat).
3. Responsibility to Colleague and Supervisor (tanggung jawab terhadap
rekan sejawat dan atasan).87

Melaksanakan tanggung jawab dan tanggung gugat, sesuai dengan kode

etik serta berdasarkan berdasarkan standar praktik keperawatan yang telah

disepakati adalah salah satu ciri perawat profesional. Penjabaran dari tanggung

jawab tersebut adalah:

a. Tanggung jawab terhadap pasien/klien.


b. Tanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
c. Tanggung jawab terhadap profesi.
d. Tanggung jawab terhadap masyarakat.
e. Tanggung jawab terhadap bangsa dan tanah air.88

Setiap perawat pasti memilikitanggung jawab dalam melaksanakan

kewajiban pada praktik keperawatan terhadap pelaksanaan pelayanan

kesehatan. Contoh bentuk tanggungjawabperawat yakni seperti mengenal

kondisi pasiennya, memberikan perawatan, tanggung jawab dalam

86
Cecep Triwibowo., Op. Cit, hlm. 44.
87
Ibid.
88
Ns. Ta’adi.,Op. Cit, hlm. 15.

Universitas Sumatera Utara


65

mendokumentasikan, bertanggungjawab dalam menjaga keselamatan pasien,

jumlah pasien yang sesuai dengan catatan dan pengawasannya karena

terkadang ada pasien pulang paksa atau pulang tanpa pemberitahuan, disini

perawat bertanggung jawab bila ada pasien tiba-tiba tensinya drop tanpa

sepengetahuan perawat.89 Disamping itu, perawat berkewajiban melaksanakan

pelayanan perawatan sesuai dengan standar pelayanan keperawatan, standar

profesi, standar prosedur operasional dan ketentuan peraturan perundang -

undangan. Jika perawat lalai ataupun salah dalam melaksanakan tugasnya,

maka perawat haruslah bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi.

Sehingga perawat berhak mendapatkan haknya setelahmelaksanakan

kewajibannya.

Mengenai tanggung jawab perawat dalam hal melaksanakan tindakan

medik menurut Perawat Syahru Syafrizal yang bekerja di RSU Hidayah

Delitua yakni di tanggung oleh pihak rumah sakit, baik pula itu kesalahan

dalam hal melaksanakan tindakan medik. Karena perawat – perawat tersebut

terdaftar dan diterima sebagai perawat di rumah sakit wajib memiliki STR

yang lengkap.90

Sedangkan menurut Perawat M. Sofyan Zuhri, pertanggungjawaban

sepenuhnya di pegang oleh perawat, yang mana pertanggung jawaban tersebut

dapat dipertanggungjawabkan kepada perawat yang telah memiliki STR yang

89
Cecep Triwibowo., Op. Cit, hlm. 45.
90
Hasil Wawancara dengan Perawat Syahru Syafrizal di Rumah sakit Umum Hidayah
Delitua pada tanggal 27 Januari 2019.

Universitas Sumatera Utara


66

lengkap, jadi kesuluruhan atas kelalaian perawat dapat dipertanggung

jawabkan hanya kepada perawat.91

Dapat disimpulkan bahwa dalam hal kesalahan perawat dalam

melaksanakan tindakan medis, perawat-perawat di rumah sakit tersebut

menangguhkan tanggung jawabnya kepada perawat itu sendiri maupun pihak

rumah sakit. Dalam hal pihak rumah sakit yang bertanggung jawab atas

kesalahan ataupun kelalaian perawat dalam melaksanakan tindakan medis

tersebut dapat dilihat dalam Pasal 46 Undang - Undang No. 49 Tentang

Rumah Sakit yang mana dijelaskan bahwa “Rumah Sakit bertanggung jawab

secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang

dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.”

Namun tidaklah dapat sepenuhnya kelalaian setiap tenaga kesehatan

menjadi tanggung jawab pihak rumah sakit. Sebaiknya dapat diteliti terlebih

dahulu mengenai bagaimana terjadinya kelalaian tersebut. Jika memang

perawat memulai pelaksanaan tindakan medis dalam hal melaksanakan tugas

dokter tersebut sudah sesuai dengan prosedur yang sebagaimana diatur dalam

Undang - Undang, maka pertanggung jawaban tidak dapat ditangguhkan

keseluruhan kepada pihak rumah sakit, namun dapat ditangguhkan kepada

perawat itu sendiri.Perawat dituntut untuk bertanggung jawab dalam setiap

tindakannya khususnya selama melaksanakan tugas di rumah sakit,

puskesmas, panti, klinik atau masyarakat. Meskipun tidak dalam rangka tugas

91
Hasil Wawancara dengan Perawat M. Sofyan Zuhri di Rumah sakit Umum Hidayah
Delitua pada tanggal 27 Januari 2019.

Universitas Sumatera Utara


67

atau tidak sedang melaksanakan dinas, perawat dituntut untuk bertanggung

jawab dalam tugas-tugas yang melekat dalam diri perawat.92

Dalam hal perawat bertanggung jawab menyeluruh mengenai kelalaian

atau kesalahannya yang melaksanakan tindakan medisdalam rangka

melaksanakan tugas dokter tersebut, tidak dapat dibenarkan seutuhnya. Dalam

fungsi kolaborasi tersebut tanggung jawab berada bisa pada Ketua Tim

Kesehatan maupun bisa berada pada dokter yang berwenang melakukan

tindakan medis tertentu pada pasien. Berdasarkan Pasal 32 Undang - Undang

No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, dijelaskan bahwa pelaksanaan tugas

oleh perawat yang berdasarkan pelimpahan wewenang dapat di lakukan secara

delegatif dan mandat. Pelimpahan wewenang secara mandat pertanggung

jawaban sepenuhnya berada pada pemberi pelimpahan wewenang atau yang

dalam hal ini disebut dokter itu sendiri. Namun apabila pelimpahan wewenang

tersebut diberikan secara delegatif, perawat juga diikutsertakan dengan

pelimpahan tanggung jawab.

Menurut hukum perdata, pemberi kuasa tetap bertanggung jawab,

sedangkan penerima kuasa mempunyai tanggung jawab terhadap pemberi

kuasa. Jadi pertanggung jawaban menurut hukum perdata itu, karena adanya

suatu pendelegasian, tidak beralih dari dari pemberi delegasi kepada penerima

delegasi, dokter tersebut tetap harus bertanggung jawab. Ia dapat setiap kali

meminta pertanggung jawaban dari penerima delegasi. Apakah ada

kemungkinan bahwa penerima delegasi bertanggung jawab sendiri? Ia dapat

menerima tanggung jawab seperti itu, yakni jika tanggung jawab tersebut

92
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


68

harus dibebankan kepada penerima delegasi, misalnya karena ia telah dengan

sangat ceroboh melaksanakan apa yang diperintahkan kepadanya. Selanjutnya

ia juga memiliki tanggung jawab untuk melaporkan kepada dokter

penanggung jawab, bila ia mengetahui atau menduga bahwa telah ada

petunjuk timbulnya gejala-gejala yang tidak semestinya seperti yang

diharapkan. Ia juga wajib melaporkan keadaan pasien. Sikap mengabaikan

kewajiban-kewajiban sendiri berkaitan dengan pendelegasian itu dapat

membuat pertanggung jawaban bagi kerugian yang timbul, beralih dari dokter

penanggung jawab ke penerima delegasi, jika benar bahwa dokter tersebut

telah bertindak tepat. Disamping itu penerima delegasi harus bertanggung

jawab sendiri bagi tindakan-tindakan medis yang telah ia lakukan, jika

tindakan-tindakan tersebut ternyata telah ia lakukan tanpa adanya instruksi,

atau menyimpang dari instruksi yang diterimanya. 93 Masalah tanggung jawab

perdata ini mungkin mengakibatkan, bahwa yang bersalah harus membayar

ganti rugi (schadevergoeding). Ini bukan berarti akibatnya lebih ringan dari

kesalahan bidang pidana. Anggapan umum adalah bahwa hukum perdata jauh

lebih ringan, hal ini tidaklah selalu benar.94

Gugatan untuk meminta pertanggungjawaban kepada tenaga kesehatan

bersumber kepada dua dasar hukum yaitu: Pertama, berdasarkan pada

wanprestasi (contractual liability) sebagaimana diatur dalam Pasal 1239 KUH

Perdata. Kedua, berdasarkan perbuatan melanggar hukum (onrechmatigedaad)

sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata. Wanprestasi dalam

93
Danny Wridharma., Loc. Cit.
94
Drs. Jef. Leibo., Hukum dan Profesi Kedokteran Dalam Masyarakat Indonesia,
Liberty, Yogyakarta, 1986, hlm. 17.

Universitas Sumatera Utara


69

pelayanan kesehatan baru terjadi bila terjadi bila terpenuhinya unsur - unsur

berikut ini:

a. Hubungan antara tenaga kesehatan dengan pasien terjadi berdasar kontrak


terapeutik.
b. Tenaga kesehatan telah memberikan pelayanan kesehatan yang tidak patut
dan menyalahi tujuan kontrak terapeutik.
c. Pasien menderita kerugian akibat tindakan tenaga kesehatan yang
bersangkutan.95

Dasar hukum yang kedua untuk melakukan gugatan adalah perbuatan

melawan hukum Gugatan dapat diajukan jika terdapat fakta - fakta yang

berwujud suatu perbuatan yang melanggar hukum walaupun diantara para

pihak tidak terdapat suatu perjanjian. Adapun yang disebutkan dalam Pasal

1365 KUH Perdata yakni:

“tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian pada seorang

lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,

mengganti kerugian tersebut.”

Pasal 1365 KUH Perdata tersebut merupakan pertanggung jawaban

langsung dan mandiri seorang perawat. Jadi, untuk mengajukan gugatan

berdasarkan perbuatan melawan hukum harus dipenuhi empat syarat

sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yaitu:

a. Pasien harus mengalami suatu kerugian

b. Ada kesalahan

c. Ada hubungan kausal antara kesakahan dengan kerugian

d. Perbuatan itu melanggar hukum96

95
Cecep Triwibowo., Op. Cit, hlm. 48.
96
Ibid.,hlm. 49.

Universitas Sumatera Utara


70

Tentang apa yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum, Undang

- Undang sendiri tidak memberikan perumusannya. Namun sesuai dengan

yurisprudensiArrest Hoge Raad 31 Januari 1919 diterapkan adanya empat

kriteria perbuatan melanggar hukum yaitu:

a. Perbuatan itu bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku


b. Perbuatan itu melanggar hak orang lain
c. Perbuatan itu melanggar kaidah tata susila
d. Perbuatan itu bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap
hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan
sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain.97

Dalam kaitannya dengan pelayanan kesehatan, bila pasien atau

keluarganya menganggap tenaga kesehatan telah melakukan perbuatan

melanggar hukum maka dapat mengajukan tuntutan ganti rugi menurut

ketentuan pasal 58 Undang - Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

yakni:

(1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian
akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya.
(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau
pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -
undangan.98

Namun pertanggung jawaban dengan asas respondeat superior atau

vicarious liability atau let’s the master answer disebutkan melalui Pasal 1367

KUH Perdata bahwa:

“seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan

perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan

97
Ibid.
98
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


71

perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh

barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.”

Selain itu, Pasal 1367 Ayat 3 KUH Perdata juga menyebutkan:

“majikan - majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk

mewakili urusan-urusan mereka adalah bertanggung jawab tentang

kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan

mereka didalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini

dipakainya.”

Terkait dengan pelaksanaan fungsi perawat, sebagai bagian dari tim

maupun orang yang bekerja dibawah perintah dokter / rumah sakit maka

kesalahan yang terjadi dalam melaksanakan fungsi interdependen seorang

perawat maka akan dapat menghasilkan bentuk pertanggung jawaban seperti

diatas.

Apabila seorang perawat misalnya menjadi pegawai pada suatu rumah

sakit, sedangkan dia mendapat instruksi dari dokter, siapakah yang

mempunyai tanggung jawab? Atas dasar Pasal 1367 Ayat 3 BW, maka timbul

masalah, apakah di rumah sakit ataukah dokter dapat dibebani tanggung jawab

perdata? Sebab perawat tersebut bekerja pada rumah sakit, sedangkan dokter

yang memberikan perintah atau industruksi.99

Jawabannya sangat tergantung pada situasi yang dihadapi. Kalau hanya

dokter yang mempunyai wewenang untuk memberikan instruksi maka dia

yang bertanggungjawab. Apabila rumah sakit juga berwenang memberi

instruksi, maka baik dokter maupun rumah sakit yang bertanggungjawab.

99
Drs. Jef. Leibo.,Op. Cit, hlm. 19.

Universitas Sumatera Utara


72

Dengan demikian siapa yang bertanggungjawab senantiasa tergantung pada

pihak-pihak yang berwenang untuk memberikan instruksi.100

Seorang ahli bedah yang melakukan operasi di rumah sakit dan dibantu

oleh suatu tim misalnya, memberikan serangkaian instruksi pada anggota tim

tersebut. Perawat yang membantunya walaupun merupakan pegawai rumah

sakit, adalah bawahannya selama proses operasi itu berlangsung. Dengan

demikian tanggung jawab perdata ada pada ahli bedah tersebut, kecuali

tentunya apabila perawat tidak melaksanakan perintah ahli bedah, maka rumah

sakit yang harus membayar ganti rugi bila pasien cedera. Selama pasien masih

berada dibawah pengaruh narkose (walaupun operasi telah selesai), perawat

tersebut masih tetap merupakan bawahan dokter atau ahli bedah tadi.101

Berdasarkan hasil penelitian di RSU Hidayah Delitua mengenai tanggung

jawab perawat yang melakukan tindakan medis dalam melaksanakan tugas

dokter bahwa perawat tidaklah dapat bertanggung jawab sendiri atas

kelalaiannya tersebut. Hal ini merujuk pada Pasal 1367 KUH Perdata dimana

dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang dokter sebagai atasan yang

memberikan instruksi kepada perawat yang mana sebagai bawahannya harus

memberikan pertanggungjawaban tidak hanya atas kerugian yang

ditimbulkannya sendiri namun juga atas kerugian yang ditimbulkan oleh

bawahannya. Dokter bertanggung jawab atas kelalaian perawat yang menjadi

bawahannya juga dijelaskan pada Pasal 32 Ayat (3) dan (6) Undang - Undang

No. 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan serta Pasal 23 Ayat (3)c Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor2052/MENKES/PER/X/2011 tentang Izin Praktek

100
Ibid.
101
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


73

Dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran. Namun pertanggung jawaban dokter

atas kelalaian perawat tersebut senantiasa tergantung pada situasi dan kondisi

pada saat pemberian pelimpahan wewenang.

Simpulan dari keterangan beberapa perawat yang bekerja di RSU Hidayah

Delitua juga menjelaskan bahwa setiap perawat yang diberikan instruksi oleh

dokter jaga dalam melaksanakan tindakan medis juga telah memiliki SOP

yang lengkap sebagaimana syarat bekerja yang ditetapkan oleh Rumah Sakit.

Namun, dalam hal pemberian pelimpahan wewenang yang seharusnya

dilaksanakan secara tertulis, di dalam praktek dilakukan secara lisan

dikarenakan RSU Hidayah Delitua belum memiliki form pendelegasian

wewenang sebagaimana harusnya.

Hal tersebut tidaklah sesuai dengan peraturan perundangan-undangan

sebagaimana tercantum dalam Undang - Undang No. 38 Tahun 2014 Ayat (1)

tentang Keperawatan yang menjelaskan bahwa pendelegasian atau pelimpahan

wewenang hanya dapat dilimpahkan secara tertulis oleh tenaga medis kepada

perawat untuk melakukan sesuatu tindakan medis. Selain daripada itu, hal

tersebut juga tidak sesuai dengan Pasal 23 Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor. 2052/MENKES/PER/X/2011 tentang Izin Praktek Dan Pelaksanaan

Praktik Kedokteran, mengatur bahwa ”Dokter atau dokter gigi dapat

memberikan pelimpahan suatu tindakan kedokteran atau kedokteran gigi

kepada perawat, bidan atau tenaga kesehatan tertentu lainnya secara tertulis

dalam melaksanakan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi.” Akan tetapi

mengenai setiap pelaksanaan tindakan medis yang telah dilaksanakan oleh

perawat disini dicatat dalam lembar status pasien, jadi setelah mendapat

Universitas Sumatera Utara


74

perintah melaksanakan tugas dokter, perawat mencatat perintah-perintah

tersebut dalam form catatan medik masing-masing perawat atau status pasien.

Kelalaian perawat yang melakukan tindakan medik dalam rangka

melaksanakan tugas dokter tidak dapat dipertanggung jawabkan seutuhnya

oleh perawat itu sendiri. Selain merujuk pada Pasal 1367 Ayat (3) KUH

Perdata tersebut, disini dokter dalam bertugas memberikan pelimpahan

wewenang kepada perawat kurang melihat profesionalisme perawatnya

walaupun semua perawat yang bekerja di RSU Hidayah Delitua sudah sesuai

dan memiliki SOP yang lengkap. Hal ini tidak sesuai dengan yang tercantum

dalam Pasal 23 Ayat (3)c Peraturan Menteri Kesehatan Nomor.

2052/MENKES/PER/X/2011 tentang Izin Praktek Dan Pelaksanaan Praktik

Kedokteran bahwa tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan

dan keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan, serta pada

Pasal 32 Ayat (3) Undang - Undang No. 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan

disebutkan bahwa Pelimpahan wewenang secara delegatif hanya dapat

diberikan kepada Perawat profesi atau Perawat vokasi terlatih yang memiliki

kompetensi yang diperlukan. Dalam hal memberikan pelimpahan wewenang

ini baiknya dokter tersebut melihat kesesuaian antara kemampuan perawat

dengan tugas yang diberikan agar perawat tersebut terhindar dari kesalahan

sebagai pelaksana tindakan medis tersebut. Oleh karena itu perawat yang lalai

dalam melaksanakan tindakan medis di RSU Hidayah Delitua tidak dapat

bertanggung jawab seutuhnya atas tindakan yang telah ia lakukan.

Namun lain hal bilamana perawat yang sesuai dengan kemampuannya lalai

melakukan tindakan medis yang telah diinstruksikan dengan benar oleh dokter

Universitas Sumatera Utara


75

dan telah terbukti bahwa ia telah melakukan perbuatan melawan hukum, maka

rumah sakit lah yang harus membayar ganti rugi, karena perawat tersebut

merupakan sebagai pegawai rumah sakit yang bersangkutan. Dalam hal ini

nyata bahwa perawat tersebut tidak menjalankan instruksi dokter secara

saksama.

B. Perlindungan Hukum bagi Perawat yang Melakukan Tindak Medik

Dalam Rangka Melaksanakan Tugas Dokter di RSU Hidayah Delitua

Sebagai negara hukum maka segala sesuatunya di Indonesia harus

berdasarkan hukum (asas legalitas). Undang - Undang adalah produk hukum

yang berlaku bagi masyarakat ataupun individu. Sebagai warga negara maka

setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang diatur oleh Undang - Undang.

Petugas kesehatan melaksanakan tugasnya di rumah sakit sesuai kebutuhan

kesehatan pasien dan sudah diatur dalam Undang - Undang, setiap orang harus

bayar pajak dan itu mempunyai dasar hukum, polisi diberi wewenang untuk

menilang supir angkot didasarkan atas aturan hukum. Oleh karena itu hukum

harus mencerminkan keinginan masyarakat, demi untuk mewujudkan suatu

dinamika tertib masyarakat dan ditujukan kepada setiap orang tanpa

terkecuali. Perlindungan hukum diberlakukan bagi setiap orang sebagai bentuk

perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia terhadap ketentuan hukum yang

mungkin saja mealanggar hak-hak individu.102

Perawat merupakan profesi yang menjadi garda terdepan dalam pemberian

layanan kesehatan kepada masyarakat. UU Keperawatan mengatur dan

mengizinkan perawat melakukan tindakan di luar kewenangannya, seperti


102
Maskawati, Andriani Misdar, Muji Iswanty., Hukum Kesehatan Dimensi Etis dan
Yuridis Tanggungjawab Pelayanan Kesehatan, Litera, Yogyakarta, 2018, hlm 31.

Universitas Sumatera Utara


76

melakukan tindakan medis dan pemberian obat, walaupun kompetensi tersebut

tidak didapatkan oleh perawat dalam jenjang pendidikannya. Tupoksi perawat

sendiri adalah memberikan asuhan keperawatan bukan melakukan tindakan

medik yang bersifat invasif. Jika memang diharuskan melakukan tindakan di

luar kewenangannya, tentu harus mendapatkan imbalan sesuai dengan resiko

yang akan dihadapi oleh perawat. Melihat profesi lain yang satu payung lebih

merdeka, tentunya perawat juga menginginkan seperti profesi lain yang

memiliki regulasi yang jelas. Agar jelas hitam di atas putih tentang

kewenangan, hak dan kewajiban perawat bukan menjadi tarik ulur

kepentingan pihak lain.103

Kesadaran perawat akan pentingnya mempelajari hukum, sangat

diperlukan. Tidak hanya perlindungan untuk perawat itu sendiri dalam

melaksanakan tugas, akan tetapi juga masyarakat pada umumnya. Perawat

yang melaksanakan tugasnya sesuai dengan koridor hukum, akan menjamin

keamanan dalam bidang hukum bagi perawat dan juga pasien. Penting untuk

perawat melaksanakan tugasnya sesuai dengan etika keperawatan, mengetahui

hak dan kewajiban, peran dan fungsi, tanggung jawab dan tanggung gugat. 104

Dalam menciptakan suatu usaha pencegahan maupun pemberantasan atau

penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum, maka diperlukan suatu

penegak hukum. Oleh karena itu untuk melaksanakan penegakan hukum

tersebut dibutuhkan perlindungan hukum bagi tenaga paramedis ataupun

perawat.

103
Hadi Purnawan., Op. Cit, hlm. 17.
104
Cecep Triwibowo., Op. Cit, hlm. 14.

Universitas Sumatera Utara


77

Perlindungan hukum adalah suatu hal yang wajib diberikan oleh aparat

penegak hukum bagi masyarakat. Perlindungan hukum ini merupakan sarana

untuk melindungi hak seseorang ketika hak tersebut terabaikan yang nantinya

akan memberikan keadilan bagi masing-masing pihak. Perlindungan hukum

ini juga menjadi hal yang sangat dibutuhkan agar terjalin hubungan yang

sepadan dan adil antara pihak dokter dengan pihak perawat.

Penerapan praktik keperawatan perlu adanya perundang - undangan

(legislasi) yang mengatur tentang hak dan kewajiban perawat terkait dengan

tugas profesinya. Legislasi dimaksudkan untuk memberikan perlindungan

hukum bagi masyarakat sebagai penerima layanan, dan perawat sebagai

pemberi layanan. Dalam rangka perlindungan hukum tersebut, perawat perlu

diregistrasi, disertifikasi dan memperoleh izin praktik (lisensi).105

Pada dasarnya, pelaksanaan tugas sesuai dengan standar profesi sekaligus

juga memberikan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan maupun pasien,

sebagaimana ketentuan Pasal 57a Undang - Undang No. 36/2014, yang

menentukan pemberian perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan yang

melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesinya. Dengan perkataan lain,

pasien yang gagal untuk sembuh tidak berhak atas ganti rugi, sepanjang

pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan sudah dilakukan

sesuai dengan standar profesi atau tenaga kesehatan yang sudah menjalankan

tugas sesuai dengan standar profesi tidak akan dapat digugat oleh pasien atas

kegagalan upaya pelayanan kesehatan yang dilakukannya.106

105
Sukindar.,Loc. Cit.
106
Sri Praptianingsih., Op. Cit, hlm. 10.

Universitas Sumatera Utara


78

Demi perlindungan hukum terhadap perawat, perawat dalam menjalankan

pekerjaannya harus berpedoman dan berdasar pada instrumen normatif yang

berlaku terhadapnya. Adapun dalam rangka memberikan perlindungan hukum

bagi perawat dalam menjalankan praktik keperawatan Pemerintah telah

mengeluarkan keputusan yang mengatur mengenai hal tersebut, yaitu

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/MENKES/SK/XI/2001 Tentang

Registrasi dan Praktik Perawat. Ketetapan ini perlu dijabarkan lebih lanjut,

maka Direktorat Pelayanan Keperawatan bekerjasama dengan Bagian Humas

Departemen Kesehatan dan organisasi profesi Persatuan Perawat Nasional

Indonesia (PPNI) menyusun petunjuk pelaksanaan keputusan menteri

kesehatan tersebut yang meliputi, hak, kewajiban dan wewenang, tindakan

keperawatan, persyaratan praktik keperawatan, mekanisme pembinaan dan

pengawasan.107

Jika perawat dalam menjalankan tugasnya sudah sesuai dengan prosedur

yang ditetapkan oleh Peraturan Perundang - undangan, maka dari itu perawat

lebih pasti untuk mendapat perlindungan hukum. Pasal 1367 KUHPerdata

menjelaskan bahwa “seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian

yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang

disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya

atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.” Dari

isi Pasal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa kesalahan tindakan perawat atas

pelaksanaan tugas dokter tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada perawat

itu sendiri, melainkan hanya kepada dokter yang memberi isntruksi

107
Sukindar.,Op. Cit, hlm. 9.

Universitas Sumatera Utara


79

kepadanya. Pasal ini juga dapat dijadikan dasar sebagai perlindungan hukum

terhadap perawat yang melaksanakan tindakan medis berdasarkan perintah

dokter.

Perlindungan hukum terhadap perawat yang melaksanakan tindakan medis

juga diatur di dalam Pasal 32 Undang - Undang No. 38 Tahun 2014 Tentang

Keperawatan.Perlindungan hukum terhadap perawat yang melakukan tindakan

medis menurut Undang - Undang Keperawatan tersebut diatas tergantung jenis

pelimpahan wewenang yang diberikan. Apabila pemberian pelimpahan

wewenang tersebut diberikan secara delegatif maka perawat juga dapat

disertai perlimpahan tanggungjawab. Namun tidak kesuluruhan

pertanggungjawaban dilimpahkan terhadap perawat namun pemberi

wewenang atau perintah seperti dokter juga turut bertanggung jawab. Serta

pelimpahan wewenang untuk melakukan tindakan medis secara mandat,

keseluruhan tanggung jawab dilimpahkan terhadap yang memberi kuasa atau

perintah. Penjelasan berdasarkan Pasal 32 Undang - Undang No. 38 Tahun

2018 tentang Keperawatan tersebut secara langsung memberikan perlindungan

hukum terhadap perawat yang melaksanakan tindakan medis berdasarkan

perintah dokter.

Pasal 23 Ayat 3(c) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor.

2052/MENKES/PER/X/2011 tentang Izin Praktek Dan Pelaksanaan Praktik

Kedokteran juga dapat dijadikan dasar perlindungan hukum terhadap perawat

dimana pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang

dilimpahkan sepanjang pelaksanan tindakan sesuai dengan pelimpahan yang

diberikan serta tetap dibawah pengawasan pemberi perintah. Atas dasar

Universitas Sumatera Utara


80

tersebut perawat tidak dapat disalahkan seluruhnya apabila ia melakukan

kesalahan tindakan medis.

Selain dari peraturan perundang - undangan sebagaimana tersebut diatas

berbagaiperaturan perundang - undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan

pemberianpelayanan kesehatan kepada masyarakat telah ditetapkan oleh

pemerintah, hal ini merupakan bentuk upaya pemberian perlindungan hukum

preventif bagi tenaga kesehatan dimana tujuan perlindungan hukum preventif

tersebut adalah untuk mencegah terjadinya sengketa. Sedangkan yang

berkaitan dengan perlindungan hukum represif pemerintah juga sudah

menerapkannya melalui peradilan umum dalam hal penyelesaian sengketa

medis baik yang dilakukan oleh perawat ataupun dokter karena dianggap telah

melakukan mal praktik.

Upaya pemberian perlindungan hukum terhadap perawat dalam

melaksanakan tindakan medis berdasarkan perintah dokter di Rumah Sakit

Umum Hidayah Delitua tetap harus dilaksanakan berdasarkan Peraturan

Perundang - undangan yang berlaku. Mengenai kesalahan tindakan medis

yang dilakukan oleh Perawat, belum pernah terjadi di Rumah Sakit tersebut,

apabila terdapat kesalahan tindakan perawat seperti itu maka perawat tetap

tidak dapat bertanggung jawab secara utuh atas kesalahannya tersebut.

Dimana segala perintah pelaksanaan tindakan medis diberikan oleh dokter

sebagai pemberi kuasa, dan terkadang dokter tersebut juga tidak terlalu

memperhatikan profesionalitas perawat yang ia berikan kuasanya. Maka dari

itu, dokterlah yang bertanggung jawab atas kesalahan tindakan perawat dan

Universitas Sumatera Utara


81

maka dari itu perawat tersebut mendapat perlindungan dari akibat hukum atas

kesalahan yang ia lakukan.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Perlindungan Hukum

Bagi Perawat yang Melakukan Tindakan Medis

Mengenai profesionalitas kerja di dalam kemampuan dan kemapanan

pendidikan berbasis kompetensi, pada akhirnya melahirkan standar di berbagai

pendidikan kejuruan termasuk di dalamnya ada keperawatan, kebidanan dan

rekam medik. Semua upaya ditempuh dalam tujuan mencapai taraf

keterampilan tertentu yang akan menunjang pekerjaan lebih baik, lebih efisien,

dan lebih berdaya guna. Peningkatan mutu dan kualitas kemampuan serta

keterampilan ini digunakan untuk meningkatkan pelayanan, peran dan fungsi

petugas kesehatan.108

Berbagai faktor seperti terbatasnya jumlah dokter UGD serta

keterlambatan hadir dalam bekerja yang menjadi peluang bagi perawat

melakukan tindakan medis di RSU Hidayah Delitua. Belum tersedianya

petunjuk atau peraturan mengenai jenis - jenis tindakan medis yang dapat

dilakukan oleh perawat menjadi salah satu penyebab tumpang tindih antara

tugas asuhan keperawatan dan tugas yang merupakan pelimpahan wewenang

oleh dokter. Namun, dalam melakukan prakteknya, perawat harus sesuai

dengan standar etik dan standar profesi yang berlaku demi terhindar dari

resiko hukum.

Menurut Perawat M. Sofyan Zuhri dan Perawat Dewi Sagita Damanik

yang bekerja di RSU Hidayah Delitua, salah satu faktor yang memberi
108
Indriyanti Dewi A., Etika dan Hukum Kesehatan, Pustaka Book Publisher,
Yogyakarta, 2008, hlm. 307.

Universitas Sumatera Utara


82

perlindungan hukum terhadap perawat dalam melakukan tindakan medis

adalah adanya STR (Surat Tanda Registrasi) yang dimiliki oleh perawat itu

sendiri. Dengan adanya STR tersebut, maka seorang perawat dapat disebut

layak dan telah diakui untuk menjalankan praktik keperawatannya.Jika

perawat lalai dalam melakukan tindakan medis, ia tidak dapat di hukum

sepenuhnya apabila ia mempunyai bukti adanya kepemilikan STR tersebut.

Karena untuk mendapatkan STR perawat harus benar benar telah

menyelesaikan masa pendidikannya serta sudah terlatih sebelum dapat

memulai praktik keperawatan.109

Tidak hanya wajib mempunyai STR, setiap tenaga kesehatan dalam

menjalankan praktiknya juga wajib memiliki SIP (Surat Izin Praktik) yang

mana hal ini tertuang jelas pada Pasal 44 – 46 Undang - Undang No. 36 Tahun

2014 tentang Tenaga Kesehatan. Sebelum itu, Undang - Undang No. 36 Tahun

2009 tentang Kesehatan Pasal 24 ayat (1) juga menjelaskan bahwa Tenaga

kesehatan harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna

pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.

Jadi beberapa faktor yang dapat memberikan perlindungan hukum

terhadap perawat seperti adanya STR (Surat Tanda Registrasi), dimana

perawat yang telah memiliki sertifikat profesi harus melakukan registrasi

terlebih dahulu agar secara sah diakui oleh hukum. Untuk menjalankan

praktiknya secara mandiri, perawat wajib memiliki SIPP (Surat Izin Praktik

Perawat). Namun, bagi perawat yang menjalankan praktiknya di luar praktik

mandiri seperti di fasilitas pelayanan kesehatan wajib memiliki SIKP (Surat

109
Hasil Wawancara dengan Perawat M. Sofyan Zuhri dan Perawat Dewi Sagita Damanik
di Rumah sakit Umum Hidayah Delitua pada tanggal 27 Januari 2019.

Universitas Sumatera Utara


83

Izin Kerja Perawat) hal ini diatur pada Pasal 1 ayat (3 – 3(a)) Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 17 Tahun 2013 tentang Perubahan

Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK 02.02/Menkes/148/I/2010

tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat.

Dengan adanya kepemilikan STR dan SIKP terhadap perawat, berarti

perawat tersebut sudah layak untuk menjalankan praktik keperawatannya

sesuai dengan wewenang yang dimilikinya. Apabila perawat melakukan

kelalaian dalam bekerja, maka kedua syarat diatas dapat dijadikan faktor yang

memberikan perlindungan hukum terhadap perawat tersebut. Dalam hal

melaksanakan tindakan medis, STR dan SIKP juga merupakan syarat penting

yang dijadikan faktor untuk memberikan perlindungan hukum terhadap

perawat. Karena ketika pemberian pelimpahan wewenang oleh dokter

diberlakukan, pelimpahan harus diberikan kepada perawat yang layak untuk

melaksanakannya, dan setiap kelayakan perawat untuk melaksanakan

praktiknya sudah tercantum pada STR maupun SIKP tersebut.

Salah satu alasan perawat melaksanakan tindakan medis di RSU Hidayah

Delitua adalah dikarenakan keterbatasan jumlah tenaga dokter yang ada,

terutama dokter UGD. Hal ini dapat juga dikatakan sebagai salah satu faktor

yang dapat memberikan perlindungan hukum terhadap perawat dalam

melakukan tindakan medis. Dalam Pasal 23 Peraturan Menteri Nomor 2052

Tahun 2011 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Kedokteran mengatur

tentang perawat diperbolehkan untuk melakukan tindakan medis tanpa adanya

pelimpahan wewenang terutama jika dalam ketersediaan dokter yang masih

kurang dan juga dalam keadaan gawat darurat. Jadi, dikarenakan keterbatasan

Universitas Sumatera Utara


84

tenaga dokter tersebut, melakukan tindakan medis diluar kewenangan seorang

perawat dapat dilaksanakan.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah di uraikan di

atas,maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Adapun ketentuan hukummengenai tindakan medik oleh perawatyang

melaksanakan tugas dokter dalam pelayanan kesehatan Pasal 32 Undang –

Undang No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan dan Pasal 23 Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 2052/MENKES/PER/X/2011 tentang Izin

Praktek Dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran.

2. Hubungan hukum antara dokter dengan perawat terjadi melalui kolaborasi

yang mereka lakukan seperti pemberian pelimpahan wewenang atau tugas

dari dokter kepada perawatnya. Pelimpahan wewenang yang diberikan

kepada Perawat harus dilakukan secara tertulis sesuai dengan peraturan

perundang - undangan yang berlaku.

3. Perawat dapat bertanggung jawab atas kesalahan tindakan medis yang ia

lakukan apabila tindakan tersebut termasuk perbuatan melawan hukum

sesuai dengan yang disebutkan dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Namun,

Perawat tidak dapat bertanggung jawab terhadap keseluruhan

kesalahannya dalam melaksanakan tindakan medisapabila tindakan

tersebut sudah sesuai dengan apa yang telah di instruksikan oleh dokter,

sesuai dengan Pasal 1367 KUHPerdata, bahwasanya dokter sebagai atasan

yang memberi instruksi kepada perawat yang mana sebagai bawahannya

harus memberikan pertanggungjawaban tidak hanya atas kerugian yang

85

Universitas Sumatera Utara


86

ditimbulkannya sendiri namun juga atas kerugian yang ditimbulkan oleh

bawahannya.

B. SARAN

1. Bagi Pemerintah, sebaiknya mengatur kembali peraturan mengenai

tindakan medik apa saja yang dapat dilakukan oleh Perawat, serta

sebaiknya pemerintah lebih detail lagi dalam menjabarkan form

pelimpahan wewenang yang dimaksud dalam Peraturan Perundang –

Undangan.

2. Dalam menjalankan hubungan kolaborasi, sebaiknya beberapa tenaga

medis seperti dokter perlu ditambahkan mengingat jumlah perawat

berbanding jauh dengan jumlah dokter yang ada, hal ini mungkin dapat

mengurangi perawat yang melakukan tindakan medis.

3. Kesadaran hukum harus lebih ditingkatkan lagi terhadap dokter

maupun perawat. Bagi perawat baiknya untuk menolak pelimpahan

tugas dokter terhadapnya apabila tidak sesuai dengan kompetensi atau

profesionalitasnya agar terhindar dari resiko hukum.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku – Buku

Amir, Amri, 1997, Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Widya Medika, Jakarta.

Amiruddin, Asikin Zainal, 2016, Pengantar Metode Peneltian Hukum, Rajawali

Pers, Jakarta.

Azwar, Azrul, 1996, Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Pustaka Sinar

Harapan, Jakarta.

Cecep Triwibowo, 2014, Etika dan Hukum Kesehatan, Nuha Medika, Yogyakarta.

Dewi A, Indriyanti, 2008, Etika dan Hukum Kesehatan, Pustaka Book Publisher,

Yogyakarta.

Guwandi, J., 1996, Dokter, Pasien, dan hukum, Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Jakarta.

Haliman Arif, Wulandari Ari, 2012, Cerdas Memilih Rumah Sakit, Rapha

Publishing, Yogyakarta.

J., Anggriani, 2012, Hukum Administrasi Negara, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Kansil, C. S. T, 2002, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai

Pustaka, Jakarta.

Kodim, Yulianingsih, 2015, Konsep Dasar Keperawatan, Trans Info Media,

Jakarta.

Komalawati, Veronica, 2002, Peran Informed Consent dalam Transaksi

Terapeutik (Persetujuan dalam Hubungan Dokter dan Pasien), Citra

Aditya Bakti, Bandung.

Leibo, Jef., 1986, Hukum dan Profesi Kedokteran Dalam Masyarakat Indonesia,

Liberty, Yogyakarta.

87

Universitas Sumatera Utara


88

M. Achadiat, Chrisdiono , 2006, Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran Dalam

Tantangan Zaman, EGC, Jakarta.

Machmud, Syahrul, 2008, Penegak Hukum dan Perlindungan Hukum Bagi

Dokter yang Diduga Melakukan Medikal Malpraktik, CV. Mandar Maju,

Bandung.

Maskawati, Misdar Andriani, Iswanty Muji, 2018, Hukum Kesehatan Dimensi

Etis dan Yuridis Tanggungjawab Pelayanan Kesehatan, Litera,

Yogyakarta.

Nasrullah, Dede, 2014, Etika dan Hukum Keperawatan, Trans Info Media,

Jakarta.

Notoadmojo, Soekidjo, 2010, Etika dan Hukum Kedokteran, Rineka Cipta,

Jakarta.

Praptianingsih, Sri, 2006, Kedudukan Hukum Perawat Dalam Upaya Pelayanan

Kesehatan di Rumah Sakit, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

R, Nisya, S, Hartanti, 2013, Prinsip-Prinsip Dasar Keperawatan, Dunia Cerdas,

Jakarta.

Raharjo, Sajipto, 2006, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Redaksi, Tim, 2010, Himpunan Peraturan dan Perundang-undangan Tentang

Rumah Sakit, Nuansa Aulia, Bandung.

Sadi Is, Muhamad, 2015, Etika & Hukum Kesehatan Teori dan Aplikasinya di

Indonesia, Parnamedia Group, Jakarta.

Siswati, Sri, 2017, Etika dan Hukum Kesehatan Dalam Perspektif Undang-

Undang Kesehatan, Rajawali Pers, Depok.

Universitas Sumatera Utara


89

Soekanto, Soerjono, 1980, Aspek Hukum Apotek dan Apoteker, Mandar Maju,

Bandung.

Supriadi, Wila Chandrawila, 2001, Hukum Kedokteran, Mandar Maju, Bandung.

Ta’adi, Ns, 2012, Hukum Kesehatan Sanksi & Motivasi bagi Perawat, Buku

Kedokteran EGC, Jakarta.

Wahyudin Suganda, Munandar, 2017, Hukum Kedokteran, Alfabeta, Bandung.

Wiradharma, Danny, 1996, Penuntun Kuliah Hukum Kedokteran, Binapura

Aksara, Jakarta.

-------2012, Tindakan Medis Aspek Etis dan Yuridis, Universitas Trisakti, Jakarta.

B. Peraturan Perundang – Undangan

Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KHUPer) atau Burgelijk Wetboek

(BW).

Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan.

Undang - Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keprawatan.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 2052 Tahun 2011 tentang Izin Praktik dan

Pelaksanaan Praktik Kedokteran.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 148 Tahun 2010 tentang Izin dan

Penyelenggaraaan Praktik Perawat.

C. Jurnal, Skripsi, dan Tesis

A.l, Catharina Sinta, Skripsi: “Pelaksanaan Tindakan Medis Perawat Dalam

Keadaan Gawat Darurat Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 38 Tahun

2014 Tentang Keperawatan (Studi Kasus Di RSUD Sunan Kalijaga

Demak)”, Unika Soegijapranata, Semarang, 2017.

Universitas Sumatera Utara


90

Assmaria, Mike, Tesis: “Persepsi Perawat Tentang Tanggung Jawab Dalam

Pelimpahan Kewenangan Dokter Kepada Perawat di Ruang Rawat Inap

Non Bedah Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil Padang’, Universitas

Andalas, Padang, 2016.

Ayih Sutarih., Sinkronisasi Pengaturan Pelimpahan Wewenang Tindakan Medis

Kepada Perawat Untuk Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit,

Hermeneutika Vol. 2 No. 1, 2018.

Bata Yuristi Winda, Alwy Arifin Muh., Darmawansyah, Jurnal: Hubungan

Kualitas Pelayanan Kesehatan Dengan Kepuasan Pasien Pengguna Akses

Sosial Pada Pelayanan Rawat Inap di RSUD Lakipadada Kabupaten Tana

Toraja, AKK Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin,

Makassar, 2013.

Mas’ud, Idris, Tanggung Jawab dan Etika Profesi Dokter Dalam Bidang Hukum,

Jurnal Legalitas Vol. 2 No. 3

Purnawan, Hudi, Tesis: "Diskresi Pelimpahan Wewenang Tindakan Medik Dari

Dokter Kepada Perawat Di Kotawaringin Timur”, Universitas

Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 2017.

Sukindar., Perllindungan Hukum Terhadap Perawat Dalam Melakukan Tindakan

Medis, Jurnal Legalitas Vol. 2 No. 1, 2017.

D. Internet

https://hukumkes.wordpress.com/2008/03/15/aspek-hukum-pelayanan-

kesehatan/

https://www.academia.edu/9802653/KODE_ETIK_PROFESI_DOKTER

Universitas Sumatera Utara


91

http://www.gresnews.com/berita/tips/81628-tips-hukum-kewenangan-

kewajiban-dan-hak-dokter/

https://www.google.co.id/amp/s/theladywtl26.worpress.com/2015/03/19/konse

p-dasar-etika-profesi-keperawatan/amp/

https://www.slideshare.net/mobile/aderahmann/konsep-dasar-etika-profesi-

keperawatan

https://www.liputan6.com/health/read/3381584/daftar-tugas-dokter-yang-

bisa-dilimpahkan-ke-perawat

https://budi399.worpress.com/2010/02/10/kuliah-hukum-kesehatan/

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN

87

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai