SKRIPSI
Oleh :
SKRIPSI
Oleh :
Universitas Sumatera Utara
i
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan berkat-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
Skripsi ini berjudul “Perbandingan Efektivitas Silodosin dan Tamsulosin dalam
Tatalaksana Batu Ureter Distal: Telaah Sistematis dan Meta Analisis” yang
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran
program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis mendapat banyak
dukungan dan bantuan baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-
besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Dr.dr.Aldy
Safruddin Rambe, Sp.S(K), yang banyak memberikan dukungan secara
psikologi selama proses penyusunan skripsi.
2. Dosen Pembimbing, Dr.dr.Syah Mirsya Warli, Sp.U(K)., yang banyak
memberikan nasihat, ilmu, dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan sedemikian rupa.
3. Dosen Penguji I, dr.Sri Amelia, M.Kes. dan Dosen Penguji II, dr.Dewi
Masyithah Darlan, DAP&E, MPH, Sp.Park. untuk setiap kritik dan saran
yang membangun selama proses pembuatan skripsi ini.
4. Dosen Pembimbing Akademik, Dr.dr.Blondina Marpaung, Sp.PD(K),
yang senantiasa membimbing dan memberikan motivasi selama masa
perkuliahan 7 semester
5. Abangda dr.Kharisma Prasetya Adhyatma dan Kakanda dr.Vitri Alya
Bahajaj yang telah memberikan arahan dan motivasi dalam pembuatan
skripsi ini dari awal hingga akhir
6. Teman seperjuangan, Hanika Assyifa Falatehan yang senantiasa
bekerjasama, saling bahu-membahu membantu dalam menyelesaikan
skripsi ini
7. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara atas bimbingan dan ilmu yang diberikan dari
mulai awal perkuliahan hingga penulis menyelesaikan skripsi ini
8. Kedua orang tua dr.Edward Sihite, Sp.OG., dan dr.Rivo Patricia, serta
saudari penulis, Enola Sihite yang selalu mendukung, memberikan
semangat, kasih sayang, bantuan dan rasa kebersamaan yang tidak pernah
berhenti sampai penulis menyelesaikan skripsi ini
9. Sahabat-sahabat penulis, Daniel Ivan, Renaldo Markus, Richard Septian,
Tia Sarah, William Jonathan dan sahabat terbaik lainnya yang tak bisa
disebut satu per satu saling bahu membahu menolong satu sama lain dari
awal perkuliahan sampai selesainya skripsi ini
10. Rekan-rekan lab A2 stambuk 2014 yang sejak awal perkuliahan berjuang
bersama melewati berbagai praktikum bersama, terkhususnya rekan skills
lab A2.1 yang selalu siap memberikan bantuan bersama bagaikan
keluarga.
ii
Universitas Sumatera Utara
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,
baik dari segi konten maupun cara penulisannya.Oleh sebab itu, dengan segala
kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat
menyempurnakan skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan mampu
memberikan sumbangsih bagi bangsa dan Negara terutama dalam bidang
pendidikan terkhususnya ilmu kedokteran.
iii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pengesahan ........................................................................................ i
Daftar Isi ............................................................................................................ ii
Daftar Tabel ...................................................................................................... iv
Daftar Singkatan ............................................................................................... iv
Abstrak .............................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 6
2.1 Batu Saluran Kemih ................................................................................... 6
2.1.1 Definisi Batu Saluran Kemih ........................................................... 6
2.1.2 Insidens dan epidemiologi Batu Saluran Kemih .............................. 7
2.1.3 Faktor Risiko Batu Saluran Kemih ................................................... 7
2.1.4 Komposisi Batu Saluran Kemih ....................................................... 8
2.1.5 Patofisiologi Batu Saluran Kemih .................................................... 13
2.1.6 Gejala Klinis Batu Saluran Kemih ........................................................... 14
2.1.6 Diagnosa Batu Saluran Kemih ......................................................... 15
2.1.7 Penatalaksanaan Batu Saluran Kemih ...................................................... 16
2.2 Medical Expulsive Therapy (MET) ............................................................ 18
2.3Kerangka Teori Penelitian............................................................................. 21
2.4 Kerangka Konsep Penelitian ....................................................................... 22
2.5Hipotesis ........................................................................................................ 22
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 23
4.1 Kriteria Inklusi ........................................................................................... 23
4.2 Penelusuran Literatur ................................................................................. 23
iv
Universitas Sumatera Utara
v
v
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
5.4 Nyeri................................................................................................... 33
.......................................................................................................................................
vi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN
viii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Latar Belakang. Selective α-adrenoceptor blocker adalah obat yang efektif dan banyak digunakan
sebagai medical expulsive therapy (MET).Di beberapa negara, Silodosin mulai digunakan
sebagai alternatif terapi alpha-blocker selain Tamsulosin karena efektivitas terapeutik yang
hampir sama, namun harga obat Silodosin lebih terjangkau dibandingkan dengan Tamsulosin.
Akan tetapi, sejauh ini belum ada penelitian yang membandingkan superioritas silodosin
dibandingkan dengan tamsulosin di Indonesia. Di samping itu, harga obat silodosin yang lebih
terjangkau cocok dengan tingkat ekonomi rata-rata penduduk Indonesia. Tujuan. Meta analisis
ini dibuat untuk untuk membandingkan efikasi dan keamanan Silodosin dibanding Tamsulosin
sebagai medical expulsive therapy (MET).Metode. Meta analisis ini menggunakan literatur online
yang bersumber dari Pubmed, Cochrane, Embase, Google Scholars dengan rentang waktu
pengumpulan dari bulan juli 2017 sampai November 2017. Jurnal-jurnal yang digunakan adalah
jurnal tentang penelitian klinis yang membandingkan Silodosin dan Tamsulosin dalam hal stone
expulsion time, stone expulsion rate, nyeri, ejakulasi retrograde, dan hipotensi ortostatik.Hasil. 9
studi yang membandingkan silodosin dan tamsulosin diikutsertakan dalam meta analisis ini
dengan total 974 pasien. Berdasarkan analisis data, Silodosin memiliki efikasi yang lebih baik
untuk mempercepat stone expulsion time (MD -4.57, 95% CI: -7.29; -1.85, p=0.001) dan
meningkatkan stone expulsion rate (OR 2.45, 95% CI: 1.80; 3.34, p<0.0001) dibanding
tamsulosin. Silodosin dan Tamsulosin tidak berbeda secara bermakna dalam hal nyeri (MD -0.43,
95% CI -1.03, 0.16, p=0.15), ejakulasi retrograde (OR 0.93, 95% CI: 0.29; 2.99, p=0.27), dan
hipotensi ortostatik (OR 1.19, 95% CI: 0.39; 7.93, p=0.75).Kesimpulan. Meta analisis ini
menunjukkan silodosin memiliki efikasi yang lebih baik dalam hal stone expulsion time dan rate.
ix
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
AIMS. Selective α-adrenoceptor blocker for medical expulsive therapy (MET) is an effective
treatment widely used for distal ureteral stones. There are several clinical trials comparing the
efficacy of Silodosin, which is a new α-adrenoceptor blocker to Tamsulosin, which is a more
common regiment used in medical expulsive therapy (MET). We performed this analysis to
compare the efficacy and safety of silodosin compared to tamsulosin in medical expulsive
therapy.METHODS. We searched Pubmed, Cochrane, Embase, Google scholars from July 2017
to November 2017 to identify studies that compared silodosin with tamsulosin or control on
ureteral stone passage. We collected datas related to stone expulsion time and rate, as well as
anelgesic use and side effects related to drugs usage (retrograde ejaculation and postural
hypotension).RESULTS. Nine studies were found involving a total of 974 patients which
compared silodosin and tamsulosin or control. We found that Silodosin had significantly better
efficacy to shorten time of expulsion (days) (MD -4.57, 95% CI: -7.29; -1.85, p=0.001) and had
higher stone expulsion rate (OR 2.45, 95% CI: 1.80; 3.34, p<0.0001). Both has no significant
difference in terms of analgesic use following the treatment (MD -0.43, 95% CI -1.03, 0.16,
p=0.15), retrograde ejaculation (OR 0.93, 95% CI: 0.29; 2.99, p=0.27), and postural hypotension
(OR 1.19, 95% CI: 0.39; 7.93, p=0.75).CONCLUSIONS. This meta analysis indicated silodosin
had better efficacy in terms of stone expulsion time and rate.
x
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1
Universitas Sumatera Utara
2
Universitas Sumatera Utara
3
Universitas Sumatera Utara
4
Universitas Sumatera Utara
5
1.Bidang Penelitian
Penelitian diharapkan dapat dipakai untuk menunjukkan secara statistik pilihan
terapi terbaik antara Silodosin dan Tamsulosin terhadap Batu Saluran Kemih.
2.Bidang Pendidikan
Penelitian ini diharapkan sebagai sarana untuk melatih berpikir secara logis dan
sistematis serta mampu menyelenggarakan suatu penelitian berdasarkan metode
yang baik dan benar.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Batu Saluran Kemih (BSK) adalah kondisi dimana ditemukan massa keras
seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih, baik saluran kemih atas
(ginjal dan ureter) maupun saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra),
yang dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan
infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam
kandung kemih (batu kandung kemih).Batu ini terbentuk dari pengendapan garam
kalsium, magnesium, asam urat, atau sistein (Katherine, 2008).
Penduduk Amerika Serikat yang menderita penyakit batu saluran kemih
sebesar 5-10%, sedangkan di seluruh dunia rata-rata terdapat 1-12% penduduk
yang menderita batu saluran kemih. Adapun batu saluran kemih ini merupakan
tiga penyakit terbanyak di bidang urologi di samping infeksi salutran kemih dan
pembesaran prostat benigna (Hiatt RA, 2016).
Batu ureter pada umumnya adalah batu yang terbentuk di dalam sistem
kaliks ginjal, yang turun ke ureter.Terdapat tiga penyempitan sepanjang ureter
yang biasanya menjadi tempat berhentinya batu yang turun dari kaliks, yaitu
ureteropelvic junction (UPJ), persilangan ureter dengan vasa iliaka, dan muara
ureter di dinding buli (Purnomo, 2015).
Komposisi batu ureter sama dengan komposisi batu saluran kencing pada
umumnya yaitu sebagian besar terdiri dari garam kalsium, seperti kalsium oksalat
monohidrat, kalsium oksalat dihidrat, dan sebagian kecil terdiri dari batu asam
urat, batu struvit dan batu sistin (Katherine, 2008).
Beberapa faktor yang mempengaruhi penanganan batu ureter antara lain
letak batu, ukuran batu, adanya komplikasi (obstruksi, infeksi, gangguan fungsi
ginjal) dan komposisi batu. Hal ini yang akan menentukan macam penanganan
yang kita putuskan. Misalnya cukup dilakukan observasi, menunggu batu keluar
spontan, atau melakukan intervensi aktif(Itaya et al., 2011).
5
Universitas Sumatera Utara
7
Batu saluran kemih pada laki-laki 3-4 kali lebih banyak daripada wanita. Hal
ini karena kadar kalsium air kemih sebagai bahan utama pembentuk batu pada
wanita lebih rendah daripada laki-laki dan kadar sitrat air kemih sebagai bahan
penghambat terjadinya batu (inhibitor) pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki
(Hiatt RA, 2016).
Batu saluran kemih banyak dijumpai pada orang dewasa antara umur 30- 60
tahun dengan rerata umur 42,20 tahun (pria rerata 43,06 dan wanita rerata 40,20
tahun).Umur terbanyak penderita batu di negara-negara eropa 20-50 tahun dan di
Indonesia antara 30-60 tahun. Adapun keadaan ini disebabkan adanya perbedaan
faktor sosial ekonomi, budaya dan diet(Kimata et al., 2012).Karakteristik batu
saluran kemih yang paling sering terjadi pada masing-masing variabelnya adalah
lokasi batu di ginjal (36%), dan jenis batu radioopak (41%)(Smith, 2012).
Universitas Sumatera Utara
8
meliputi faktor intrinsik, yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan
faktor ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.
Faktor intrinsik antara lain:
1. Herediter (keturunan): penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya
2. Umur: penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
3. Jenis kelamin: Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan
Beberapa faktor ekstrinsik di antaranya:
1. Geografi: pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt
(sabuk batu), sedangkan daerah di Afrika Selatan hamper tidak dijumpai penyakit
batu saluran kemih
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih
4. Diet: diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit
batu saluran kemih
5. Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktifitas
Universitas Sumatera Utara
9
Universitas Sumatera Utara
10
Universitas Sumatera Utara
11
Universitas Sumatera Utara
12
asam urat. Pada mamalia lain selain manusia dan dalmation, kelompok ini
mempunyai enzim urikase yang dapat mengubah asam urat menjadi allantoin
yang larut di dalam air. Pada manusia karena tidak mempunyai enzim itu, asam
urat diekskresikan ke dalam urine dalam bentuk asam urat bebas dan garam urat
yang lebih sering berikatan dengan natrium membentuk natrium urat.Natrium urat
lebih mudah larut di dalam air dibanding dengan asam urat bebas, sehingga tidak
mungkin mengadakan kristalisasi di dalam urin.
Asam urat relatif tidak larut di dalam urine sehingga pada keadaan tertentu
mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya membentuk batu
asam urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah urin
yang terlalu asam (pH urine <6), volume urin yang jumlahnya sedikit (<2 L/ hari)
atau dehidrasi dan hiperurikosuri atau kadar asam urat yang tinggi (Campbell,
2007).
Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran
besar sehingga membentuk batu staghorn yang mengisi seluruh pelvikalises
ginjal.Tidak seperti batu jenis kalsium yang bentuknya bergerigi, batu asam urat
bentuknya halus dan bulat sehingga seringkali keluar spontan. Batu asam urat
murni bersifat radiolusen, sehingga pada pemeriksaan IVU tampak sebagai
bayangan filling defect pada saluran kemih sehingga seringkali harus dibedakan
dengan bekuan darah, bentukan papilla ginjal yang nekrosis, tumor, atau bezoar
jamur. Pada pemeriksaan USG memberikan gambaran bayangan akustik (acoustic
shadowing)(Katherine, 2008).
4. Batu Jenis Lain
Batu sistin, batu xanthin, batu triamterene, dan batu silikat sangat jarang
dijumpai.Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolism sistin, yaitu kelainan
dalam absorbsi sistin di mukosa usus.Demikian batu xanthin terbentuk karena
penyakit herediter berupa defisiensi enzim xanthin oksidase yang mengkatalisis
perubahan hipoxantin menjadi xanthin dan xanthin menjadi asam urat.Pemakaian
antasida yang mengandung silikat (magnesium silikat atau aluminometilsalisilat)
yang berlebihan dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan timbulnya
batu silikat.
Universitas Sumatera Utara
13
Universitas Sumatera Utara
14
batu tidak sama. Dalam hal ini batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana
asam, sedangkan batu magnesium ammonium fosfat terbentuk karena urine
bersifat basa (Katherine, 2008).
Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada: posisi atau letak
batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan
oleh pasien adalah nyeri pada pinggang (Purnomo, 2015).Nyeri ini mungkin bisa
berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik.Nyeri kolik terjadi karena peregangan
ureter dan sistem pengumpulan ginjal atau aktivitas peristaltik otot polos sistem
kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari
saluran kemih.Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya
meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan
sensasi nyeri.Obstruksi saluran kemih merupakan mekanisme utama dari nyeri
kolik. Hal ini dapat dilihat pada nyeri yang dialami pasien saat pengoperasian
retrograde ureteropyelogram dengan anestetik lokal, dengan tekanan berlebihan
akan mengakibatkan distensi berlebihan sistem pengumpulan ginjal (Smith,
2012). Nyeri yang timbul akibat peningkatan intraluminal yang meregangkan
ujung-ujung saraf bebas.Nyeri kolik tidak selalu hilang timbul atau seperti pada
nyeri intestinal atau kolik bilier pada batu empedu melainkan relatif konstan
(Purnomo, 2015).
Mekanisme lokal seperti inflamasi, edema, hiperperistaltik, dan iritasi
mukosa berkontribusi terhadap persepsi nyeri pada pasien batu saluran kemih.Di
dalam ureter, nyeri lokal mengacu pada distribusi nervus ilioinguinal dan nervus
genitofemoralis. Tingkat keparahan dan lokasi nyeri berbeda-beda berdasarkan
ukuran batu, lokasi batu, tingkat obstruksi, ketajaman batu, variasi anatomi antar
individu (Katherine, 2008).
Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai
nyeri pada saat berkemih atau sering berkemih.Batu dengan ukuran kecil mungkin
dapat keluar spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan ureteropelvik, saat
ureter menyilang vasa iliaka, dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli.Hematuria
Universitas Sumatera Utara
15
sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang
disebabkan oleh batu.Kadang-kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan
urinalisis berupa hematuria mikroskopik (Purnomo, 2015).
Jika didapatkan demam harus dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan
kedaruratan di bidang urologi.Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak
kelainan anatomi pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsis dan
segera dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotik (Campbell,
2007).
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan nyeri kolik akut akan menunjukkan
gejala nyeri yang berat. Pasien sering berganti posisi untuk mengurangi rasa nyeri
dan dan didapatkan gejala-gejala sistemik seperti takikardia, keringat, mual, nyeri
ketok pada daerah kostovertebra, teraba ginjal pada sisi sakit dapat dijumpai pada
pasien batu saluran kemih yang lama atau pada pasien yang sudah mengalami
hidronefrosis akibat batu tersebut. Demam, hipotensi dapat dijumpai pada pasien-
pasien urosepsis dan palpasi kandung kemih juga perlu dilakukan karena nyeri
yang ditimbulkan karena retensi urin mirip dengan nyeri batu saluran kemih
(Katherine, 2008).
Pemeriksaan sedimen urine menunjukkan adanya leukosituria, hematuria,
dan berbagaikristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urin mungkin
menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri pemecah urea. Pemeriksaan faal ginjal
bertujuan untuk mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan
untuk mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan foto IVU dan perlu juga
diperiksa kadar elektorlit yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu
saluran kemih (kalsium, oksalat, fosfat maupun urat di dalam darah maupun di
dalam urin) (Purnomo, 2015).
Pemeriksaan radiologi meliputi computed tomography, intravenous
pyelography, tomography, KUB films dan directed ultrasonography, retrograde
pyelography, magnetic resonance imaging, nuclear scintigraphy (Campbell,
2007).
Universitas Sumatera Utara
16
Universitas Sumatera Utara
17
Universitas Sumatera Utara
18
Universitas Sumatera Utara
19
Tabel 2.2. Kecenderungan pengeluaran batu ureter distal.
Rekomendasi pengeluaran batu ureter (European Association of Urology)
Pada pasien dengan diagnosa batu ureter <10 mm tanpa indikasi operasi,
pilihan terapi awal berupa observasi dan evaluasi berkala.
Pada pasien dalam observasi ditawarkan Medical Expulsive Therapy (METS)
yang sesuai.
Universitas Sumatera Utara
20
Antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot polos ureter,
mengurangi kontaksi ureter yang mempersulit pengeluaran batu.Calcium channel
blocker yang terbukti menunjukkan pengurangan kolik pada 9 studi yang
melibatkan 686 pasien adalah nifedipin yang diberikan sekali sehari(Rathi et al.,
2014; Wang, Tsai, & Chang, 2016).Calcium channel blockerlain yang dapat
diberikan adalah verapamil sekali sehari.
3.Phosphodiesterase-5 (PDE-5) Inhibitors
Relaksasi otot polos ureter distal berperan penting dalam MET(Gupta et al.,
2013). Cyclic adenosine monophosphate dan cyclic guanosine monophosphate
adalah second messenger intraselular yang berperan dalam respon selular.
Peningkatan cAMP dan cGMP merangsang transduksi sinyal cascade yang akan
menyebabkan relaksasi otot polos. Cyclic nucleotides (cAMP dan cGMP)
dihancurkan oleh enzim phosphodiesterase-5 (PDE-5). Oleh karena itu,
penghambatan enzim phosphodiesterase-5 (PDE-5) olehPDE5-Inhibitors
meningkatkan konsentrasi dan memperpanjang aktivitas dari cyclic guanosine
monophosphate (cGMP) intraseluler, sehingga dapat mengurangi tonus otot polos
ureter(Sur et al., 2015).Di Indonesia, saat ini ada 3 jenis PDE5-Inhibitor yang
tersedia, yaitu sildenafil, vardenafil, dan tadalafil. Sampai saat ini, hanya tadalafil
dengan dosis 10 mg per hari yang direkomendasikan untuk pengobatan batu ureter
distal karena terbukti dapat mengurangi kolik akibat batu ureter distal(Rathi et al.,
2014).
4.Silodosin
Silodosin adalah alpha1A blockers dengan efek samping pada
kardiovaskular yang rendah. Obat-obatan alpha blockers sendiri biasanya
digunakan untuk pengobatan Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) akibat
benign prostatic hyperplasia(Huang et al., 2016; Yang, Wu, Yuan, & Cui, 2016).
Efek utama adalah hasil hambatan reseptor alpha-1 pada otot polos arteriol
dan vena, yang menimbulkan vasodilatasi dan venodilatasi sehingga menurunkan
resistensi perifer dan aliran balik vena.Penurunan resistensi perifer menyebabkan
penurunan tekanan darah tetapi biasanya tidak menimbulkan refleks
takikardi.Terdapat 3 subtipe reseptor alpha yaitu, α1A, α 1B, and α 1D.Silodosin
Universitas Sumatera Utara
21
Universitas Sumatera Utara
22
Obstruksi
Nyeri α-Blocker
Universitas Sumatera Utara
23
2.5 HIPOTESIS
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN
Telaah kualitas jurnal yang digunakan dalam penelitian ini adalah kriteria
Jadad (skor maksimum 5) (Jaded et al., 1996).Evaluasi kualitas studi dilakukan
oleh 3 reviewer (E.Sihite, Dr.dr.Syah Mirsya Warli,Sp.U(K)., dan dr.Kharisma
Prasetya). Randominisasi, uji klinis, dan blinding setiap jurnal dinilai dengan
kriteria tersebut. Setiap jurnal akan diberi skor secara keseluruhan dan nilai
tersebut digunakan untuk mengelompokkan jurnal-jurnal tersebut.
24
Universitas Sumatera Utara
25
Universitas Sumatera Utara
26
50%, maka meta analisis ini menggunakan fixed effects; Jika nilai I2 sebesar 50%
atau lebih, maka meta analisis ini menggunakan random effects. Hipotesis
penelitian secara keseluruhan diukur dengan z test dan analisis sensitivitas
digunakan untuk menguji heterogenitas statistik.
Variabel bebas
1. α-Blocker
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari 262 literatur yang ditelusuri dari google scholar, pubmed, cochrane,
240 literatur dieksklusikan berdasarkan skrining judul dan abstrak literatur yang
tidak relevan, termasuk penelitian yang dilakukan terhadap hewan. Setelah
dianalisis, didapatkan 22 literatur yang ditelaah secara mendalam, 11 literatur
diantaranya dieksklusikan karena mengalami duplikasi, 2 literatur lainnya
diekslusikan karena berupa review article. Sehingga didapatkan 9 literatur yang
relevan untuk digunakan.
Skema alur penelusuran literatur online sebagai berikut:
9 literatur relevan
27
Universitas Sumatera Utara
28
score
Silodosin Tamsulosin Silodosin Tamsulosin
Universitas Sumatera Utara
29
Universitas Sumatera Utara
30
Universitas Sumatera Utara
31
juga sesuai dengan penelitian (Huang et al., 2016) dan (Yang et al., 2016) yang
menyatakan terdapat perbedaan signifikan antara Silodosin dan Tamsulosin dalam
hal stone expulsion time. Adapun nilai standardized mean difference masing-
masing penelitian sebesar (SMD -2.64, 95% CI: -3.64, -1.64; P<0.00001) dan
(SMD -3.66, 95% CI: -6.61, -0.71; P 0.01).
Ak Persentase Ak Persentase
Universitas Sumatera Utara
32
Stone expulsion rate merupakan outcome kedua pada meta analisis dan
menggunakan seluruh jurnal yang disertakan pada penelitian ini. Keseluruhan
jurnal yang dianalisis menghasilkan nilai p sebesar 0.87 yang berarti data-data
bersifat homogen sehingga digunakan fixed effects model. Kelima jurnal yang
tidak memotong garis vertikal (rasio odds=0) diangap bermakna dan jurnal-jurnal
ini menunjukkan interval kepercayaan berada di daerah Silodosin, artinya
Silodosin menunjukkan rasio stone expulsion rate lebih besar dibandingkan
dengan Tamsulosin. Keempat jurnal lain yang memotong garis vertikal dianggap
tidak bermakna karena beda karakter inklusi yang disertakan dalam penelitian
masing-masing jurnal.
Total rasio odds dari outcome ini menunjukkan rasio stone expulsion rate
Silodosin 2.45 (95% CI: 1.80, 3.34) kali lebih baik daripada Tamsulosin dengan
rentang interval kepercayaan terhadap populasi antara 1.80-3.34 pasien (nilai p
<0.00001). Penelitian (Liu et al., 2017) dan (Ding et al., 2016) juga menyatakan
rasio stone expulsion rate Silodosin lebih baik dibanding Tamsulosin dengan hasil
analisa penelitian sebesar (RR 1.25, 95% CI: 1.13, 1.37; P<0.0001) dan (OR 2.82,
95% CI: 1.79, 4.44; P<0.00001)
Universitas Sumatera Utara
33
Tabel 5.4.Nyeri
Jurnal atau subgrup Silodosin Tamsulosin P value
Universitas Sumatera Utara
34
kepercayaan berada di daerah Silodosin pada forest plot (95% CI: 1.21, 0.59).
Berdasarkan telaah jurnal, penelitian (As et al., 2016) dan (Elgalaly et al., 2016)
menunjukkan perbedaan jumlah sampel dan cara follow up pasien.
Total mean difference dari outcome ini menunjukkan rerata angka
penggunaan analgesik lebih sedikit 0.43 (95% CI: -1.03, 0.16) dengan interval
kepercayaan dari penggabungan hasil studi ini terhadap populasi sebesar 1.03-
0.16 pasien (nilai p 0.15). Penggunaan Silodosin menunjukkan rerata nyeri lebih
sedikit dibandingkan tamsulosin, sehingga Silodosin dapat direkomendasikan
dibanding Tamsulosin walaupun nilai p sebesar 0.15.
Ak Persentase Ak Persentase
Universitas Sumatera Utara
35
Universitas Sumatera Utara
36
0.29, 2.99) kali lebih sedikit daripada Tamsulosin walaupun hasilnya tidak
bermakna dengan rentang interval kepercayaan terhadap populasi antara 0.29-2.99
pasien (nilai p 0.91).
Ak Persentase Ak Persentase
Universitas Sumatera Utara
37
Universitas Sumatera Utara
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
1. Silodosin memiliki rerata stone expulsion time yang lebih cepat dibandingkan
dengan tamsulosin (MD:-4.57, 95% CI: -7.29, -1.85).
2. Silodosin memiliki rasio stone expulsion rate yang lebih tinggi daripada
tamsulosin (MD:2.45, 95% CI: 1.80, 3.34).
6.2 SARAN
1. Silodosin direkomendasikan sebagai pilihan pertama dalam MET untuk terapi
batu ureter distal.
2. Perlunya dilakukan penelitian mengenai perbandingan Silodosin dan
Tamsulosin untuk MET di Indonesia agar data yang dihasilkan lebih relevan
untuk diterapkan di Indonesia.
38
Universitas Sumatera Utara
39
DAFTAR PUSTAKA
As, A., Pillai, S. R., Mary, A., Aravindakshan, R., As, A., & Surg, I. (2016). Efficacy
of tamsulosin and silodosin as medical expulsive therapy in the
management of distal ureteral stones : a randomized controlled study,
3(2), 578–581.
Campbell, M., Wein, A. and Kavoussi, L. (2007).Campbell-Walsh urology.
Philadelphia: W.B. Saunders.
Analysis, C., Silodosin, O. F., In, T., Ureteric, D., & Treatment, C. (2016).
COMPARATIVE ANALYSIS OF SILODOSIN AND TAMSULOSIN IN
DISTAL URETERIC, 3(85), 4647–4649.
https://doi.org/10.18410/jebmh/2016/979
As, A., Pillai, S. R., Mary, A., Aravindakshan, R., As, A., & Surg, I. (2016).
Efficacy of tamsulosin and silodosin as medical expulsive therapy in the
management of distal ureteral stones : a randomized controlled study, 3(2),
578–581.
Dell’Atti, L. (2015). Silodosin versus tamsulosin as medical expulsive therapy for
distal ureteral stones: a prospective randomized study. Urologia, 82(1), 54–
57. https://doi.org/10.5301/uro.5000083
Ding, H., Ning, Z., Dai, Y., Shang, P., & Yang, L. (2016). The role of Silodosin
as a new medical expulsive therapy for ureteral stones: a meta-analysis.
Renal Failure, 38(9), 1311–1319.
https://doi.org/10.1080/0886022X.2016.1215221
Elgalaly, H., Sakr, A., Fawzi, A., Salem, E. A., Desoky, E., Shahin, A., & Kamel,
M. (2016). Silodosin vs tamsulosin in the management of distal ureteric
stones: A prospective randomised study. Arab Journal of Urology, 14(1),
12–17. https://doi.org/10.1016/j.aju.2015.11.004
Freeman, R., Wieling, W., Axelrod, F. B., Benditt, D. G., Benarroch, E.,
Biaggioni, I., … Van Dijk, J. G. (2011). Consensus statement on the
definition of orthostatic hypotension, neurally mediated syncope and the
postural tachycardia syndrome. Clinical Autonomic Research, 21(2), 69–72.
https://doi.org/10.1007/s10286-011-0119-5
Georgescu, D., Ioniţă-Radu, F., Mulţescu, R., Draguţescu, M., Geavlete, B.,
Geavlete, P., … Ginghina, O. (2015). The role of α1-blockers in the medical
expulsive therapy for ureteral calculi - a prospective controlled randomized
study comparing tamsulosin and silodosin. Farmacia, 63(2), 184–188.
Gupta, S., Lodh, B., Kaku Singh, A., Somarendra, K., Sholay Meitei, K., &
Rajendra Singh, S. (2013). Comparing the efficacy of tamsulosin and
silodosin in the medical expulsion therapy for ureteral calculi. Journal of
Clinical and Diagnostic Research, 7(8), 1672–1674.
https://doi.org/10.7860/JCDR/2013/6141.3241
Hiatt, R. A., Dales, L. G., Friedman, G. D., & Hunkeler, E. M. (1982). Frequency
of urolithiasis in a prepaid medical care program. Am J Epidemiol.
https://doi.org/10.1093/oxfordjournals.aje.a113297
Huang, W., Xue, P., Zong, H., & Zhang, Y. (2016). Efficacy and safety of
Universitas Sumatera Utara
40
Universitas Sumatera Utara
41
234–238.
R., S., & S., O. (2013). A multicenter, randomized, doubleblind, placebo-
controlled study of silodosin to facilitate medical expulsion of ureteral
calculi. Journal of Endourology. Retrieved from
http://ovidsp.ovid.com/ovidweb.cgi?T=JS&PAGE=reference&D=emed11&
NEWS=N&AN=71195642
Rathi, S., Agarwal, A., Patnaik, P., Shaw, D., Trivedi, S., & Dwivedi, U. (2014).
Evaluation of medical expulsive therapy for distal ureteral stone: A
prospective randomized controlled study to compare silodosin versus
tamsulosin. Indian Journal of Urology, 30, S83.
Sreedhar Reddy, Pratvhi, Kulshreshtha, M., & Padmakar Singh. (2016). A
PROSPECTIVE STUDY COMPARING TAMSULOSIN AND
SILODOSIN IN MEDICAL EXPULSIVE THERAPY FOR LOWER
URETERIC STONES, 5(59), 4108–4111.
https://doi.org/10.14260/jemds/2016/939
Sur, R. L., Shore, N., L’Esperance, J., Knudsen, B., Gupta, M., Olsen, S., & Shah,
O. (2015). Silodosin to facilitate passage of ureteral stones: A multi-
institutional, randomized, double-blinded, placebo-controlled trial. European
Urology, 67(5), 959–964. https://doi.org/10.1016/j.eururo.2014.10.049
Tsuzaka, Y., Matsushima, H., Kaneko, T., Yamaguchi, T., & Homma, Y. (2011).
Naftopidil vs silodosin in medical expulsive therapy for ureteral stones: A
randomized controlled study in Japanese male patients. International Journal
of Urology, 18(11), 792–795. https://doi.org/10.1111/j.1442-
2042.2011.02850.x
Turk, C., Petrik, A., Sarica, K., Seitz, C., Skolarikos, A., Straub, M., … Petrik, A.
(2015). EAU Guidelines on Urolithiasis. European Association of Urology,
69(3), 475–482. https://doi.org/10.1159/000049803
Wang, C. J., Tsai, P. C., & Chang, C. H. (2016). Efficacy of silodosin in expulsive
therapy for distal ureteral stones: A randomized double-blinded controlled
trial. Urology Journal, 13(3), 2666–2671.
Yang, D., Wu, J., Yuan, H., & Cui, Y. (2016). The efficacy and safety of silodosin
for the treatment of ureteral stones: a systematic review and meta-analysis.
BMC Urology, 16(1), 23. https://doi.org/10.1186/s12894-016-0141-y
Yuksel, M., Yilmaz, S., Tokgoz, H., Yalcinkaya, S., Baş, S., Ipekci, T., … Savas,
M. (2015). Efficacy of silodosin in the treatment of distal ureteral stones 4 to
10 mm in diameter. International Journal of Clinical and Experimental
Medicine, 8(10), 19086–19092.
Universitas Sumatera Utara
42
LAMPIRAN
A.BIODATA PENULIS
Riwayat Pelatihan :
1. Peserta PMB (Penerimaan Mahasiswa Baru) FK USU 2013
2. Peserta MMB (Manajemen Mahasiswa Baru) FK USU 2013
Riwayat Kepanitiaan :
1. Panitia LKMM FK USU 2015
2. Panitia KPU FK USU 2017
3. Panitia Try Out FK USU 2016
4. Panitia Pengabdian Masyarakat SCORA FK USU 2016
5. Panitia MHD FK USU 2015
6. Panitia PKKMB FK USU 2017
7. Panitia IMO 2017
Universitas Sumatera Utara
43
Riwayat Organisasi :
1. SCORA PEMA FK USU tahun 2016-2017
2. SCORP CIMSA FK USU tahun 2016-2017
Universitas Sumatera Utara
44
Universitas Sumatera Utara