Anda di halaman 1dari 63

Laporan Kasus

HIPERPLASIA PROSTAT GRADE IV, BATU URETER DEXTRA


Nur Syafawati Halim, Abidin, Muhammad Asykar A.Palinrungi
Divisi Bedah Urologi, Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hassanuddin,
Makassar

ABSTARCT
A case of hyperplasia prostate had been reported in man aged 68 years old who came to the
Wahidin Sudirohusodo Hospital with chief complaint of can’t void. The patient's initial complaint
was felt since 6 months ago, the patient need to strain while urinating, there is weak streaming of
urine, intermitten, interuptus. He felt uncomplete after urinating and always have nocturia for
about 5-6 times

History of right flank pain since 6 months ago with type of colicky pain and did not depend on
activity. The pain is radiate to the region of anterior abdomen. Pain is accompanied with vomiting
and nausea. No history of sandy urine, no history of bloody urine, no historyof pus urination. No
history of fever. No history of hypertension and Diabtes Mellitus.

ABSTRAK
Dilaporkan 1 kasus hiperplasia prostat pada laki-laki umur 68 tahun datang ke RS Wahidin
Sudirohusodo Makassar dengan keluhan utama tidak bisa buang air kecil. Dirasakan sejak 5 jam
sebelum masuk Rumah Sakit Larantuka 1 bulan yang lalu, pasien kemudian dipasang kateter. Satu
minggu kemudian, kateter dilepas namun 6 jam kemudian, pasien kembali tidak bisa kencing.
Pasien kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo. Riwayat susah buang air kecil
kurang lebih 6 bulan yang lalu. Pasien harus mengedan untuk memulai kencing. Pancaran kencing
lemah dan kencing terputus putus. Pasien merasa tidak puas setelah selesai kencing. Riwayat
terbangun di malam hari untuk kencing sebanyak 5-6 kali.

Riwayat nyeri pinggang kanan sejak kurang lebih 6 bulan lalu. Nyeri bersifat hilang timbul,
muncul tanpa dipengaruhi aktivitas. Nyeri dirasakan menjalar ke perut depan. Bila nyeri timbul,
kadang disertai mual dan muntah. Riwayat kencing keluar batu tidak ada. Riwayat kencing
bercampur darah tidak ada. Riwayat kencing bercampur nanah tidak ada. Riwayat demam tidak
ada. Riwayat hipertensi dan Diabetes Melitus tidak ada.

1
PENDAHULUAN
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli –
buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra
pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli – buli. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram.

Hiperplasi prostat benignamerupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan pada usia
yang kurang dari 40 tahun. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang
lebih 80% pria yang berusia 80 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran
yang lambat dari lahir sampai pubertas. Pada waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yang
kontinyu sampai usia akhir 30-an.

Batu ureter umunya berasal dari batu ginjal yang terbentuk pada tubuli ginjal kemudian
berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi seluruh kaliks ginjal. Batu
yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal Kelainan atau obstruksi pada sistem
pelvikalises ginjal mempermudah timbulnya batu saluran kemih.(1)

Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot sistem pelvikalises dan
turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter mencoba untuk mengeluarkan batu
hingga turun ke buli-buli. Batu yang ukurannya kecil (<5 mm) pada umumnya dapat keluar spontan
sedangkan yang lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi radang
(periureteritis) serta menimbulkan obstruksi kronis berupa hidroureter atau hidronefrosis. (1, 2)

I. Laporan Kasus
Laki-laki umur 68 tahun datang ke RS Wahidin Sudirohusodo
Makassar dengan keluhan utama tidak bisa buang air kecil. Dirasakan sejak
5 jam sebelum masuk Rumah Sakit Larantuka 1 bulan yang lalu, pasien
kemudian dipasang kateter. Satu minggu kemudian, kateter dilepas namun 6
jam kemudian, pasien kembali tidak bisa kencing. Pasien kemudian
dipasangi kateter lalu dirujuk ke Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo.
Keluhan buang air kecil dialami kurang lebih sejak 6 bulan yang lalu.
Pasien harus menunggu saat ingin buang air kecil. Riwayat pancaran
kencing lemah, terputus-putus ada.Pasien juga sering mengeluhkan
kencingnya keluar menetes di akhir berkemih.Kadang pasien merasa tidak
puas saat berkemih.pasien juga sering terbangun saat malam hari untuk

2
berkemih. Riwayat nyeri saat buang air kecil tidak ada.riwayat kencing
warna merah tidak ada. riwayat kencing berpasir tidak ada. riwayat demam
tidak ada.

Riwayat nyeri pinggang kanan sejak kurang lebih 6 bulan lalu. Nyeri
bersifat hilang timbul, muncul tanpa dipengaruhi aktivitas. Nyeri dirasakan
menjalar ke perut bagian depan. Bila nyeri timbul, kadang disertai rasa mual
dan muntah. Riwayat kencing keluar batu dan berpasir tidak ada. Riwayat
kencing bercampur darah tidak ada. Riwayat kencing bercampur nanah tidak
ada. Riwayat demam tidak ada. Riwayat hipertensi dan Diabetes Melitus
tidak ada.

Gambar 1 : Foto Pasien

II. Pemeriksaan Fisis


Status generalisata : Sakit sedang/gizi cukup/composmentis
BB = 65 kg
TB = 160 cm
IMT : 65kg/(1,60)m2 = 25,39 kg/m2
Status vitalis : Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88x/menit
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 36,8 C
Status Lokalis :

3
 Regio Costovertebralis Dextra

Inspeksi : Alignment vertebra kesan normal, Gibbus tidak ada, hematom


tidak ada, massa tumor tidak tampak.

Palpasi : Ballotement ginjal kanan teraba setinggi 3 jari di atas SIAS,


massa tumor tidak teraba, nyeri tekan tidak ada

Perkusi : Nyeri ketok ada

 Regio Costovertebralis Sinistra

Inspeksi : Alignment vertebra kesan normal, Gibbus tidak ada, hematom


tidak ada, massa tumor tidak tampak.

Palpasi : Ballotement ginjal kiri, tidak teraba, massa tumor tidak teraba,
nyeri tekan tidak ada.

Perkusi : Nyeri ketok tidak ada

 Regio Suprapubik

Inspeksi : Datar, Tidak ada hiperemis, massa tumor tidak terlihat, tidak
terlihat bulging

Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada

 Regio Genitalia Externa


 Penis

Inspeksi : Ostium urethra externum diujung glans penis, terpasang kateter


foley 18Fr, keluar urin warna kuning, hematom tidak ada, tidak
tampak massa tumor

Palpasi : Massa tumor tidak teraba, nyeri tekan tidak ada.

 Skrotum

Inspeksi : Tampak warna kulit lebih gelap dari warna sekitarnya, hematom
tidak ada, massa tumor tidak tampak.

Palpasi : Teraba 2 buah testis dengan konsistensi dan bentuk dalam batas
normal, tidak teraba massa tumor, tidak ada nyeri tekan.

4
 Perineum :

Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitarnya, hematom tidak ada, massa
tumor tidak tampak.

Palpasi : Massa tumor tidak teraba, nyeri tekan tidak ada.

 Rectal Toucher :
o Sphincter ani mencekik
o Mukosa licin
o Ampulla kosong
o Teraba pembesaran prostat kearah rectum ± 3-4 cm,
permukaan rata, konsistensi padat kenyal, simetris kiri dan
kanan, pole atas tidak dapat dicapai dengan bimanual palpasi,
nyeri tekan tidak ada.
o Handscoen : Lendir tidak ada,Feses ada, darah tidak ada

III. Pemeriksaan Laboratorium

5
Pemeriksaan Urinalisa (19/11/2015)

Parameter Hasil Nilai Rujukan


Warna Kuning Muda Kuning muda
Ph 6.0 4.5-8.0
Bj 1.005 1.005-1.035
Protein ++/100 Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubine Negatif Negatif
Urobilinogen Normal Normal
Nitrit Negatif Negatif
Blood +++/200 Negatif
Lekosit +++/125 Negatif
Vit C Negatif Negatif
Sedimen Lekosit 81 <5
Sedimen Erotrosit 35 <5
Sedimen Torak -
Sedimen Kristal -
Sedimen Epitel Sel 1
Sedimen Lain-lain Bakteri (-)

Kesan: Infeksi Saluran Kemih

Pemeriksaan Darah Rutin (19/11/2015)

Parameter Nilai Nilai Rujukan


WBC 9.56 4.00-10.00
HGB 10.4 12.0-16.0
RBC 4.48 4.00-6.00
HCT 30.7 37.0-48.0
MCV 68.5 80.0-97.0
MCH 23.2 26.5-33.5
MCHC 33.9 31.5-35.0
PLT 605 150-400

6
LYMP 1.08 20.0-40.0
PT/APTT 10.5/28.4 10-14/22.0-33.0
GDS 108 140
SGOT/SGPT 30/27 <38/<41
UR/CR 102/3.10 10-50/L(<1.3),P(<1.1)
Na/K/Cl 113/3.5/78 136-145/3.5-5.1/97-
111
PSA 29.22 0-4.00

USG Abdomen ( 19/11/2015)

7
Gambar 2

• Hepar : Ukuran dan Echo parenkim hepar dalam batas normal,tidak tampak
dilatasi vaskuler dan bile duct, tidak tampak SOL.
• GB : Dinding tidak menebal, tidak tampak echo batu didalamnya
• Pancreas : Ukuran dan echo dalam batas normal, tidak tampak dilatasi duktus
pancreaticus, tidak tampak SOL
• Lien : ukuran dan echo parenkim dalam batas normal, tidak tampak SOL
• Kedua Ginjal : ukuran dan echo kortikomedular dalam batas normal, tampak
dilatasi PCS, tidak tampak echo massa/cyst/batu.
• VU : dinding menebal, mukosa irregular, tidak tampak echo batu/ mass
• Prostat : Ukuran membesar, dengan volume 93,54 ml. Tidak tampak
kalsifikasi di dalamnya
• Kesan : -Hypertrophy prostat
- Hydronephrosis bilateral
-Cystitis

CT Scan whole abdomen tanpa kontras ( 23/11/2015)

8
Gambar 3

9
• Hepar: Ukuran dan parenkim dalam batas normal, permukaan reguler, tip
tajam. Tidak tampak dilatasi vaskular maupun bile duct. Tidak tampak
mass/cyst/nodul metastasis
• GB : Dinding tidak menebal, mukosa reguler, tidak tampak densitas batu
• Pancreas : ukuran dan densitas dalam batas normal,tidak tampak dilatasi
duktus pankreatikus, tidak tampak SOL
• Lien : ukuran dan densitas dalam batas normal, tidak tampak dilatasi duktus
pankreatikus, tidak tampak SOL
• Ginjal Kanan : ukuran dan densitas parenkim dalam batas normal,tampak
dilatasi PCS, tampak multipel densitas batu(277 HU) dengan ukuran terbesar
1,6 x 1,3 cm
• Ginjal Kiri : Ukuran mengecil. Tampak dilatasi PCS. Tampak multipel
densitas batu kecil dengan ukuran terbesar 0,2 cm.
• Tampak densitas batu (697 HU) ukuran 1,5 x 0,9 cm pada 1/3 tengah ureter
kanan
• VU : Urin minimal. Tampak densitas balon kateter di dalamnya
• Prostat : ukuran membesar dengan volume 127 ml.. Tampak kalsifikasi di
dalamnya
• Loop-loop usus yang terscan dalam batas normal.
• Tulang-tulang intak.
• Kesan : Hypertrophy prostat, hydronephrosis disertai nephroliths
bilateral, ureterolith dextra, tanda tanda PNC sinistra

10
IV. RESUME :

Pasien laki-laki umur 68 tahun datang ke RS Wahidin Sudirohusodo


Makassar dengan keluhan utama tidak bisa buang air kecil. Dirasakan sejak
5 jam sebelum masuk Rumah Sakit Larantuka 1 bulan yang lalu, pasien
kemudian dipasang kateter. Satu minggu kemudian, kateter dilepas namun 6
jam kemudian, pasien kembali tidak bisa kencing. Pasien kemudian
dipasangi kateter lalu dirujuk ke Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo.
Keluhan buang air kecil dialami kurang lebih sejak 6 bulan yang lalu.
Pasien mempunyai gejala hesitancy, pancaran miksi lemah, intermittency,
terminal dribbling, nocturia dan rasa tidak puas saat miksi. Riwayat disuria
tidak ada.

Riwayat flank pain dextra sejak kurang lebih 6 bulan lalu. Nyeri
bersifat hilang timbul, muncul tanpa dipengaruhi aktivitas. Nyeri dirasakan
menjalar ke perut bagian depan. Bila nyeri timbul, kadang disertai rasa mual
dan muntah

Pada pemeriksaan fisik tampak terpasang kateter didaerah suprapubik


dan didapatkan nyeri ketok costovertebra dextra. Pada pemeriksaan rektal
touché Sphincter mencekik, mukosa licin, ampulla kosong, Teraba
pembesaran prostat kearah rectum ± 3-4 cm, permukaan rata, konsistensi
padat kenyal, pole atas tidak dapat dicapai dengan bimanual palpasi, nyeri
tekan tidak ada, pada handscoen lendir tidak ada,feses tidak ada, darah tidak
ada. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 9.56 gr/dl, trombosit 605
000 µl.Terdapat peningkatan ureum dan kreatinin dan imbalans elektrolit
dengan hasil natrium 113 mmol/l, kalium 3.5 mmol/l, dan klorida 78 mmol/l,
dan pada urinalisa didapatkan darah +++, leukosit +++ dan protein ++. Pada
pemeriksaan foto USG abdomen didapatkan hasil hipertrofi prostat,
hydronephrosis bilateral, dan. Diagnosa diperkuat dengan pemeriksaan CT
scan whole abdomen tanpa kontras dengan hasil hypertrophy prostat,
hydronephrosis disertai nephroliths bilateral, ureterolith dextra, tanda tanda
PNC sinistra.

11
V. DIAGNOSA : Hipertropi Prostat Grade IV
Batu ureter kanan1/3 proximal + hydronephrosis
dextra
Batu kaliks inferior ginjal kanan

VI. TATALAKSANA : Ureterorenoscopy (URS) + pasang DJ Stent dextra

Transureteral Resection Prostat (TUR-P)

12
Operasi URS + DJ Stent dextra (10 Desember 2015)
Laporan operasi :
1. Pasien dalam posisi supine dibawah pengaruh general anestesi
2. Desinfeksi dengan draping prosedur
3. Dimasukkan sheat URS 8 F lensa 0 derajat, ke dalam buli buli, tampak mukosa
hiperemis ringan, trabekulasi ringan, tampak batu buli buli warna kuning sekitar
0.8 cm
4. Identifikasi muara ureter kanan, masukkan sheath URS ke dalam ureter kanan,
kesan hidroureter,tampak kingking di ureter proksimal kanan, tampak batu
permukaan kasar dan tajam, sheath tidak dapat masuk sampai ke dalam
pelvicalises system kanan.
5. Dilakukan pemasangan DJ Stent no 4.7 F pada ureter kanan
6. Lepas sheath
7. Pasang kateter no 18Fr + balon 15 cc
8. Operasi selesai

13
Operasi Transureteral Resection Prostat (11 Januari 2016)

Gambar 4

Laporan operasi :
1. Pasien dalam posisi litotomi dibawah pengaruh general anestesi
2. Desinfeksi dengan draping prosedur
3. Dimasukkan sheat 24 lensa 30 derajat ke urethra sampai buli buli
4. Tampak kissing lobe 3-4 cm, mukosa buli hiperemis, trabekulasi sedang, kedua
muara ureter intak, tidak tampak batu dalam buli buli, tidak ada tumor
5. Dilakukan reseksi prostat simultan dengan kontrol perdarahan. Evakuasi chip dan
elik evakuator  60 g – jaringan diperlakukan untuk pemeriksaan histopatologi

14
6. Kontrol perdarahan, re evaluasi : perdarahan tidak ada
7. Keluarkan sheath, insersikan foley kateter 24F three way ballon 30 cc
dihubungkan dengan spooling NaCl 0,9%. Traksi kateter di abdomen
8. Operasi selesai

15
ANALISIS KASUS

Dari kasus di atas, Tn. SSW usia 68 tahun dengan keluhan tidak bisa buang air kecil. Dari
anamnesa didapatkan pasien mempunyai gejala hesitancy, straining, weak stream, intermittency,
feeling of incomplete emptying, terminal dribbling dan nocturia yang merupakan gejala obstruksi
dan iritasi. Dari hal ini kita dapat memperkirakan bahwa ada gangguan pada saluran kemih pada
sistem urogenital yang dapat berupa obstruksi akibat massa tumor, batu pada buli-buli dan uretra,
hipertrofi prostat atau karsinoma prostat.
Pada anamnesa juga didapatkan keluhan keluhan nyeri hilang timbul pada pinggang kanan
yang menjalar ke arah perut sebelah kanan depan sampai ke paha bagian dalam dan lipat paha.
Nyeri pada daerah pinggang dapat dibagi menjadi nyeri kolik dan nonkolik. Nyeri yang hilang
timbul disebut sebagai nyeri kolik, yaitu nyeri yang diakibatkan oleh adanya peregangan pada
sistem kolektif atau ureter sedangkan nyeri nonkolik disebabkan oleh peregangan pada kapsul
renal.
Pada pemeriksaan fisik palpasi ditemukan nyeri ketok costovertebralis kanan. Nyeri ginjal
adalah nyeri yang menetap di regio costovertebralis akibat keregangan yang mendadak dari capsule
propria ginjal misalnya pada pyelonephritis akuta atau obstruksi ureter proksimal akuta. Nyeri
ginjal juga dapat bersifat menjalar sampai sepanjang subcostal ke umbilicus dan sampai kuadran
lateral bawah dinding perut. Pada pembesaran ginjal dan keregangan kapsul yang berlangsung
kronis, misalnya kanker, batu staghorn, hidronefrosis, kista ginjal, TBC ginjal, biasanya bersifat
tumpul (dull pain).
Pada rectal toucher pasien ini ditemukan spincter ani mencekik, mukosa licin, ampula
kosong, teraba pembesaran prostat kurang lebih 3-4 cm kearah rectum, simetris kiri dan kanan,
4454permukaan rata, konsistensi padat kenyal, tidak teraba nodul, tidak ada nyeri tekan, dengan
bimanual palpasi pole atas tidak dapat dicapai, dan pada handscoen ditemukan feses tidak ada,
lendir tidak ada, darah tidak ada. Suatu keganasan pada prostat bila pada rectal toucher ditemukan
konsistensi keras, berbenjol, tidak rata, dan asimetris namun pada pasien ini tidak ditemukan hal-
hal tersebut sehingga suatu massa atau keganasan dapat disingkirkan. Maka ini mendukung bahwa
pasien ini menderita pembesaran prostat suspek jinak disertai suspek batu ureter.
Untuk mengklarifikasikan adanya pembesaran prostat dan batu ureter, dilakukan beberapa
pemeriksaan penunjang ya itu Pemeriksaan laboratorium, Urinalisa, PSA, USG Abdomen, CT scan.
Pada pasien ini tidak dilakukan pencitraan dengan kontras, oleh karena fungsi ginjal yang
bermasalah yang ditandai dengan peningkatan kreatinin (kreatinin 3,10). Urografi dengan kontras
(baik IVP maupun CT scan urografi dengan pencitraan kontras) tidak dapat dilakukan pada pasien

16
dengan gagal ginjal karena kontras bersifat nefrotoksik sehingga kontras tidak dapat diekskresikan
oleh ginjal menyebabkan kerusakan ginjal yang lebih luas. Pada penderita dengan obstruksi saluran
kemih lama dapat terjadi gangguan pada ginjal.Anemia sering terjadi pada pasien-pasien dengan
penyakit ginjal kronis. 80-90% pasien penyakit ginjal kronik mengalami anemia. Penyebab utama
anemia pada pasien dengan penyakit ginjal kronik adalah kurangnya produksi eritropoietin (EPO)
karena penyakit ginjalnya. Faktor tambahan termasuk kekurangan zat besi, peradangan akut dan
kronik dengan gangguan penggunaan zat besi (anemia penyakit kronik), hiperparatiroid berat
dengan konsekuensi fibrosis sumsum tulang, pendeknya masa hidup eritrosit akibat kondisi
uremia. Pada pemeriksaan darah rutin,kadar hemoglobin ditemukan adalah 9,56 g/dl.
Pemeriksaan urinalisa menunjukkan hasil leukosit 3+, darah 3+, dan protein 2+. Leukosituria
terjadi disebabkan oleh adanya sedimen batu yang terbentuk dari komponen-komponen bakteri
sekitar daerah urogenitalia sedangkan mikrohematuri terjadi karena lokasi batu pada saluran ginjal
yang sempit.Proteinuria biasanya didapatkan pada kasus gagal ginjal baik akut maupun kronik dan
penyebabnya dapat berbagai mulai dari obstruksi batu sehingga hipertensi kronik lama.
Pemeriksaan Prostate Specific Antigen (PSA) dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan
terjadinya karsinoma prostat dimana nilai normal PSA adalah 0.5- 4 ng/ml. Namun, kondisi-kondisi
lain seperti prostatitis, BPH, olahraga berat, dan umur dapat meningkatkan nilai PSA. Hasil PSA
pada pasien ini terjadi peningkatan dengan nilai 29,22 ng/ml. USG Abdomen menilai kondisi buli-
buli, volume prostat, dan mencari kemungkinan adanya karsinoma prostat atau batu prostat. Hasil
dari USG Abdomen didapatkan hydronephrosis, sistitis dan hipertrofi prostat (volume prostat 93,54
ml). Setelah itu dilakukan CT whole abdomen tanpa kontras dan didapatkan kesan hydronephrosis
dengan nephrolithiasis bilateral (ukuran 1,6 x 1,3 cm di kanan dan 0,2 cm), ureterolithiasis dextra
(ukuran 1,5 x 0,9 cm pada 1/3 tengah ureter kanan), hypertrophy prostat (volume 127 ml) dengan
kalsifikasi dan tanda- tanda PNC bilateral.
Berdasarkan hasil dari anamnesa, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang disimpulkan
diagnosis pasien adalah hipertrofi prostat grade III disertai ureterolithiasis dextra dan
nephrolithiasis kanan.
Pada pasien ini ,tindakan yang dilakukan adalah pemasangan URS + DJ Stent. Stent adalah
benda kecil, elastis yang berbentuk seperti 2 buah huruf J yang dimasukan pada daerah obstruksi.
Alat ini dipasang di ureter, salah satu ujungnya berada di sistem pelvikokaliseal ginjal dan satu lagi
di kandung kemih.Fungsi dari stent adalah untuk mempertahankan patensi aliran urin,
mempermudah aliran kencing dari ginjal ke kandung kencing, juga memudahkan terbawanya
serpihan batu saluran kencing. TUR-P merupakan penanganan gold standard dalam pengobatan
BPH di seluruh dunia dengan mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan transvesical
17
prostatectomy atau open prostatectomy yaitu perdarahan lebih terkontrol karena bisa terlihat
langsung, lama rawat inap lebih sedikit, tidak ada luka operasi yang terlihat dari luar, dan resiko
operasi lebih kecil.

18
DISKUSI

BENING PROSTATE HYPERPLASIA

I. DEFINISI
Hiperplasia Prostat Benigna sebenarnya adalah suatu keadaan dimana
kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan
prostat yang asli ke perifer. Selain itu, BPH merupakan pembesaran kelenjar
prostat yang bersifat jinak yang hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada
usia pertengahan atau lanjut.4

II. EPIDEMIOLOGI
Benign prostatic hyperplasia merupakan tumor jinak yang paling sering
terjadi pada pria, dan insidensinya berhubungan dengan usia. Prevalensi
penemuan BPH dari autopsi yang dilakukan meningkat kira-kira sekitar 20% pada
pria berumur 41-50, hingga 50% pada pria berumur 51-60, dan lebih dari 90%
pada pria berumur lebih dari 80 tahun. Meskipun bukti klinis dari penyakit ini
hanya sedikit, gelaja dari obstruksi akibat prostat juga berhubungan dengan usia.
Pada usia 55, ada sekitar 25% pria melaporkan gejala sulit berkemih. Pada usia
75, sekitar 50% mengeluhkan melemahnya pancaran urin.(5)

Faktor risiko sehingga terjadinya BPH masih kurang dimengerti. Beberapa


penelitian menyimpulkan adanya hubungan dengan genetik, dan beberapa juga
mengaitkan dengan perbedaan ras. Sekitar 50% pria berumur kurang dari 60
tahun yang menjalani pembedahan dapat mewariskan penyakit ini. Bentuk ini
biasanya merupakan sifat dominan, dan meningkatkan resiko hingga 4 kali lipat.(2)

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR PROSTAT

19
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli,
di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah
kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Kelenjar
ini terdiri atas jaringan stroma fibromuskular dan glandular epithelial.Prostat
ditopang oleh ligament puboprostatic dari depan dan oleh diafragma urogenital
dari bawah.Dari belakang, prostat ditembus oleh duktus ejakulatorius yang
menuju verumontanum di prostatic urethra yang terletak proximal dari sfinkter
eksterna. Segmen uretra yang melintasi prostat adalah uretra pars prostatika.
Urethra ini dilapisi oleh dinding otot longitudinal yang sama dengan dinding
vesika. Di dalam kelenjar prostat banyak terdapat otot polos yang berasal dari otot
longitudinal eksterna vesika. Otot ini sama dengan otot polos pada sfinkter interna
pada urethra posterior.(2)(3)
Prostat mendapat suplai darah yang berasal dari arteri vesika
inferior.Mendekati kelenjar prostat, arteri terbagi menjadi 2 cabang.Arteri urethra
menembus junction prostatovesikal secara posterolateral dan masuk tegak lurus
dengan urethra. Arteri ini menuju ke leher kandung kemih pada arah jam 1
sampai 5 dan arah jam 7 sampai 11, dengan cabang terbesar berada di posterior.
Arteri ini kemudian mengarah ke kaudal, paralel dengan urethra untuk mensuplai
glandular periurethral, dan zona transisi.Oleh karena itu, pada BPH, arteri ini
merupakan penyuplai utama untuk adenoma.Ketika glandula ini direseksi,
perdarahan dapat dijumpai pada leher kandung kemih, khususnya pada arah jam 4
sampai 8.Arteri kapsular merupakan cabang utama kedua dari arteri
prostatika.Pembuluh darah balik dari prostat masuk ke plexus periprostatic yang
mana terhubung dengan vena dorsalis penis dan vena hipogastrikus (vena iliaka
interna).Drainase limfatikus utamanya terdapat pada nodus obturator dan iliaka
interna.Sebagian kecil dari drainase dapat melewati nodus iliaka eksterna.Prostat
mendapatkan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus
prostatikus.Pleksus prostatikus (pleksus pelvikus) menerima masukan serabut
parasimpatik dari korda spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus
(T10-L2).Stimulasi parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel
prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat
ke dalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi.Sistem simpatik memberikan
inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher bulibuli.Di tempat-

20
tempat itu banyak terdapat reseptor adrenergik-α. Rangsangan simpatik
menyebabkan dipertahankan tonus otot polos tersebut.(2)(3)(4)
Menurut klasifikasi Lowsley, prostat terdiri dari 5 lobus: anterior, posterior,
median, lateral kanan, dan lateral kiri. Klasifikasi ini sering digunakan untuk
pemeriksaan cystourethroscopic. Setelah melakukan analisa terhadap 500 prostat,
McNeal (1981) membagi prostat menjadi 4 zona: zona perifer, zona sentral
(mengelilingi duktus ejakulatorius), zona transisional (mengelilingi uretra) dan
zona fibromuskular anterior.(2)(3)(4)(5)

Gambar 2.zona pada prostat(1)


Secara histopatologik, kelenjar prostat terdiri atas kapsula fibrosa tipis yang
mengandung serat otot polos dan jaringan kolagen yang mengelilingi urethra
(sfinkter interna). Jika dilihat lebih dalam, akan tampak stroma yang terdiri dari
jaringan ikat dan serat otot polot yang melekat pada kelenjar epithelial. Kelenjar
ini bermuara ke duktus ekskresitorius, yang berhubungan dengan urethra diantara
verumontanum dan leher kandung kemih. Terletak dibawah epithelium
transisional dari uretra pars prostatica, terdapat kelenjar periurethral.(2)(3)(4)(5)

21
Gambar 3.histologi prostat. Kelenjar epitelia melekat pada jaringan ikat dan elastis serta otot
polos(2)

Pada saat ejakulasi, 2 mL merupakan hasil sekresi dari vesikula seminalis, 0,5
mL berasal dari prostat, dan kelenjar Cowper dan kelenjar Littre menghasilkan
sekitar 0,1 mL. meskipun manfaat dari berbagai sekresi ini masih belum jelas.
Sperma epididimis tetap dapat membuahi sel telur tapi tidak sebaik sperma
ejakulat.Jadi dapat dikatakan bahwa fungsi dari sekresi ini membantu
mengoptimalkan terjadinya pembuahan.Hal ini diakibatkan karena adanya efek
proteksi selama perjalanan sperma hingga sampai ke sel telur, atau perannya
untuk meningkatkn motilitas dan kemampuan sperma untuk bertahan hidup, atau
bahkan peran untuk meningkatkan efek pembuahan oleh sperma. Telah banyak
beberapa bukti yang mendukung peran sperma dalam hal tersebut, walaupun
masih memerlukan penelitian lebih jauh.(2)
Macam-macam sekresi tersebut juga memiliki peran dalam perlindungan
terhadap traktus urinarius bawah itu sendiri. Adanya cairan bening ini berfungsi
sebagai lubrikan baik pada urethra dan melalui cairan preejakulat, pada saat
melalukan hubungan seksual.Hal ini merupakan peran dari kelenjar Littre.Efek
pelindung terhadap traktus urinarius bawah oleh komponen cairan semen ini jauh
lebih baik dibandingkan dengan pembersihan uretra secara mekanis. Saat ini,
masih diperdebatkan fungsi prostat dan organ kelamin sekunder lainnya untuk
meningkatan kerja spermatozoa. Zink merupakan antimikroba kuat.(2)
Substansi yang telah dikenal untuk meningkatkan kerja sel sperma dalam
pembuahan adalah fertilization-promoting peptide, yang secara struktur mirip
dengan thyrotrophin releasing hormone.EGF juga banyak terdapat pada cairan
semen, hanya kalah dibanding kolostrum, hal ini bisa jadi mendukung peran
dalam pembuahan.(2)(4)(5)
Beberapa senyawa dihasilkan oleh prostat, walaupun masih belum diketahui
fungsinya.Acid phostpatase memecah glycerylphosphocholine yang dihasilkan
vesikula seminalis untuk menghasilkan glycerylphospate yang berperan dalam
proteksi sperma. Polyamines merupakan senyawa kation terkuat dan berperan

22
penting dalam proses transkripsi dan translasi. Prostate specific antigen
merupakan protease yang berperan sebagai lubrikan.(2)
Yang lebih menarik, karena tingginya konsentrasi yang terkandung dalam
prostat yaitu zink, sitrat dan polyamines.Terdapat hubungan erat diantara ketiga
senyawa ini dan telah lama diduga bahwa sitrat berfungsi sebagai ligand dari zink
dimana zink sendiri berfungsi untuk mempertahankan struktur kromatin sperma
yang meningkatkan proteksi sperma.Dilihat bahwa pH optimum untuk acid
phospatase jauh lebih rendah daripada pH cairan semen, dan jika acid phospatase
memang memiliki peran penting, hal ini didukung dengan banyaknya sitrat yang
terkandung. Walaupun hal ini masih merupakan spekulasi.(2)(4)
Masalahnya, senyawa-senyawa ini hanya diteliti sebagai perannya sebagai
penanda penyakit dibandingkan dengan peran fisiologisnya. Hingga penemuan
dilakukan, fungsi dari berbagai senyawa yang disekresikan prostat dan vesikula
seminalis masih tetap samar.(2)(4)
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau berubah menjadi kanker
ganas dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi
saluran kemih.(3)

IV. ETIOLOGI
Secara histopatologi, BPH terjadi karena bertambahnya jumlah sel stromal
dan epitelial di area periurethral dari prostat dan oleh sebab itu disebut sebagai
hiperplasia, bukan hipertrofi yang mana sering disebutkan pada literatur yang
lebih lama.(1)
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat.Peningkatan jumlah sel prostat menunjukkan telah terjadinya
proliferasi sel stroma dan epitel, kematian sel yang tidak seimbang, bahkan akibat
kombinasi keduanya.Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat adalah: (1) teori dihidrotestosteron, (2) adanya ketidak
seimbangan antara estrogen-testosteron, (3) interaksi antara sel stroma dan sel
epitel prostat, (4) berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5) teori stem sel. (2)
(3)(4)

Teori dihidrotestosteron

23
Testosterone berikatan langsung dengan reseptor androgen atau dapat
dikonversi langsung menjadi bentuk yang lebih poten yaitu dihydrotestosterone
(DHT) oleh enzim 5α-reduktase (5AR) dengan bantuan koenzim
NADPH.Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat
penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat.Terdapat 2 tipe isoform dari
5AR, tipe I atau ‘extraprostatic’ 5AR (yang tidak terdapat di jaringan prostat dan
ada pada kulit dan hati) dan tipe II atau ‘prostatic’ 5AR (dapat ditemukan pada
membran nukleus dari sel stromal, tapi tidak ada di sel epitelial prostat). Tipe I
5AR tidak dihambat oleh finasteride berlawanan dengan tipe II 5AR. Dutaseride
menghambat kedua tipe 5AR. Finasteride mengurangi serum DHT sekitar 70%
dan dutaseride sekitar 95%. Finasteride mengurangi prostatic DHT (tipe II)
sekitar 80% dan dutasteride sekitar 94%.(4)

Gambar 4 .testosterone di ubah menjadi dihidrotestosteron oleh 5α-reduktase (4)

Testosterone berdifusi ke prostate dan sel stromal epitelial.Dalam sel epitelial,


testosterone berikatan langsung dengan reseptor androgen.Di sel stromal prostat,
sebagian kecil berikatan dengan reseptor androgen, dan sisanya berikatan dengan
5AR (tipe II) pada membran nukleus, diubah menjadi dihidrotestosterone, yang
lalu berikatan (dengan afinitas yang lebih besar dan oleh karena itu meningkatkan
potensi testosterone) dengan reseptor androgen di sel stromal.Beberapa DHT
yang terbentuk di sel stromal berdifusi keluar dari sel menuju sel epitelial
terdekat. Kompleks androgen reseptor dan testosterone/DHT kemudian berikatan
dengan specific binding site di nukleus, yang kemudian mendorong terjadinya
transkripsi pada androgen dependent gene yang kemudian mengsintesis protein. (2)
(4)(5)

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas

24
enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal
ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga
replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.(4)

Ketidak seimbangan antara estrogen-testosteron


Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar
estrogen relatitif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif
meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam
terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan
sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan
jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat
(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan
terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel
prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa
prostat jadi lebih besar.(2)(3)

Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui soluble growth
factors, small peptide yang berfungsi untuk menstimulasi atau menghambat
diferensiasi sel. Growth stimulating factor termasuk basic fibroblastic growth
factor (bFGF), epidermal growth factor (EGF), keratinocyte growth factor (KGF),
dan insulin-like growth factor (IGF). Transforming growth factor (seperti TGFβ)
umumnya bekerja sebagai penghambat proliferasi sel epitelial dan pada BPH
dikatakan terdapat hanya sedikit TGFβ..Setelah sel-sel stroma mendapatkan
stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor
yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan
atuokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu
menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.(4)(5)

Berkurangnya kematian sel prostat


Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme
fisiologik untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis
terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami

25
apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya kemudian didegradasi oleh
enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju
proliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai
pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati
dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami
apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi
meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat. Sampai sekarang
belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang menghambat proses
apoptosis. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses
kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas
kematian sel kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-
sel prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGFβ berperan dalam proses
apoptosis.(4)

Teori sel stem


Untuk menganti sel-sel yang telah mengalami apotosis, selalu dibentuk sel-sel
baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai
kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung
pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun
seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya
proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel
stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.(4)

V. PATOFISIOLOGI
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine.Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal.Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tahanan itu.Kontraksi yang terus menerus ini menyebakan
perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.Perubahan struktur pada buli-
buli tersebut, oleh pasienn dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah
bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan
gejala prostatismus.

26
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter.Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-
ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.(4)(6)
Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya
disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi
juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul
prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut
simpatis yang berasal dari nervus pudendus.Pada BPH terjadi rasio peningkatan
komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada prostat normal rasio stroma
dibanding dengan epitel adalah 2:1, pada BPH, rasionya meningkat menjadi 4:1,
hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos prostat
dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang
menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang
merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.(4)(6)

VI. GAMBARAN KLINIS


Anamnesis
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan di luarsaluran kemih.(6)
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala
obstruksi dan gejalairitatif.

Tabel 1. gejala obstruksi dan iritasi


Obstruksi Iritasi
o Hesitansi o Frekuensi
o Pancaran miksi lemah o Nokturi
o Intermitensi o Urgensi
o Miksi tidak puas o Disuria

27
o Menetes setelah miksi

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah
bawah, beberapaahli/organisasi urologi membuat sistem skoring yang secara
subyektif dapat diisi dan dihitungsendiri oleh pasien. Sistem skoring yang
dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)adalah Skor Internasional
Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score).(6)(7)
Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas
hidup pasien. Setiappertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi
nilai dari 0 sampai dengan 5,sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup
pasien diberi nilai dari 1 hingga 7.(6)(7)
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu
(1) ringan:skor 0 – 7, (2) sedang: skor 8 – 19, dan (3) berat: skor 20 – 35.(4)

Gambar 5. skor internasional gejala prostat(()

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli


untukmengeluarkan urine.Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan
(fatique) sehinggajatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam
bentuk retensi urine akut.(4)(6)(7)
Timbulnya dekompensasi buli-buli biasanya didahului oleh beberapa faktor
pencetus,antara lain: (1) volume buli-buli tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca

28
dingin, menahankencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman
yang mengandungdiuretikum (alkohol, kopi), dan minum air dalam jumlah yang
berlebihan, (2) massa prostattiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan
aktivitas seksual atau mengalami infeksi prostatakut, dan (3) setelah
mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi ototdetrusor atau
yang dapat mempersempit leher buli-buli, antara lain: golongan antikolinergikatau
adrenergik alfa.(4)(6)(7)

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas


Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas
berupa gejalaobstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang
merupakan tanda darihidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari
infeksi atau urosepsis.(4)(6)(7)

3. Gejala di luar saluran kemih


Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia
inguinalis atauhemoroid.Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan
pada saat miksi sehinggamengakibatkan peningkatan tekanan
intraabdominal.Pada pemeriksaan fisis mungkin didapatkan buli-buli yang terisi
penuh dan teraba massakista di daerah supra simfisis akibat retensi urine.
Kadang-kadang didapatkan urine yangselalu menetes tanpa disadari oleh pasien
yaitu merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa.(4)(6)(7)

Pemeriksaan Fisis
Pada colok dubur diperhatikan: (1) tonus sfingter ani/refleks bulbo-
kavernosusuntuk menyingkirkan adanya kelainan buli-buli neurogenik, (2)
mukosa rektum, dan (3)keadaan prostat, antara lain: kemungkinan adanya nodul,
krepitasi, konsistensi prostat,simetri antar lobus dan batas prostat(4)(6)(7)
Colok dubur pada pembesaran prostat benigna menunjukkan konsistensi
prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan
tidak didapatkan nodul;sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat
keras/teraba nodul dan mungkin diantara lobus prostat tidak simetri.(4)(6)(7)

29
Derajat pembesaran prostat dapat dilakukan dengan berbagai macam grading,
yaitu rectal grading, intravesical grading (cystografi), intraurethral grading
(panendoscopy), dan clinical grading (sisa urin).(4)(6)(7)

Rectal Grading
Berdasarkan penonjolan prostat ke rektum:
 Grade 0: penonjolan 0-1cm
 Grade 1: penonjolan 1-2cm
 Grade 3: penonjolan 2-3cm
 Grade 4: penonjolan 3-4cm
 Grade 5: penonjolan >4cm
Berdasarkan teraba atau tidaknya pole atas:
 Grade 1: pole atas mudah dicapai
 Grade 2: pole atas dapat dicapai tetapi sulit
 Grade 3: pole atas hanya teraba pada rectal touche bimanual
 Grade 4: pole atas tidak teraba

Intravesical grading
 Grade 1: menonjol di bladder inlet
 Grade 2: penonjolan antara inlet dan muara ureter
 Grade 3: sampai muara ureter
 Grade 4: melewati muara ureter

Intraurethral grading
 Grade 1: kedua lobus lateral bertemu di satu titik pada garis tengah
 Grade 2: bertemu sepanjang 1cm
 Grade 3: bertemu sepanjang 2cm
 Grade 4: bertemu sepanjang 3cm

Clinical grading
 Normal: sisa urin 0cc
 Grade 1: sisa urin 0-50cc

30
 Grade 2: sisa urin 50-150cc
 Grade 3: sisa urin >150cc
 Grade 4: retensi total

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium
Sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi
atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam
mencari jenis kuman yangmenyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapaantimikroba yang diujikan.(4)(5)
Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang
mengenai salurankemih bagian atas, sedangkan gula darah dimaksudkan untuk
mencari kemungkinan adanyapenyakit diabetes melitus yang dapat menimbulkan
kelainan persarafan pada buli-buli (bulibulineurogenik). Jika dicurigai adanya
keganasan prostat perlu diperiksa kadar penandatumor PSA.(8)(9)

Pencitraan
Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih,
adanyabatu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan buli-
buli yang penuhterisi urine, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine.
Pemeriksaan PIV dapatmenerangkan kemungkinan adanya: (1) kelainan pada
ginjal maupun ureter berupa hidoureteratau hidronefrosis, (2) memperkirakan
besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan olehadanya indentasi prostat
(pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter disebelahdistal yang
berbentuk seperti mata kail atau hooked fish, dan (3) penyulit yang terjadi
padabuli-buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau sakulasi buli-buli.
Pemeriksaan PIV inisekarang tidak direkomendasikan pada BPH.(6)(7)
Pemeriksaan ultrasonografi transrektal atau TRUS, dimaksudkan untuk
mengetahui: besaratau volumekelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran
prostat maligna, sebagai guidance (petunjuk) untuk melakukan biopsi aspirasi
prostat, menentukan jumlah residual urine, dan mencari kelainan lain yang
mungkin ada di dalam buli-buli. Di samping ituultrasonografi transabdominal

31
mampu untuk mendeteksi adanya hidronefrosis ataupunkerusakan ginjal akibat
obstruksi BPH yang lama.(6)(7)

Sistoskopi
Sistoskopi tidak selalu dilakukan untuk menentukan kebutuhan terapi tapi dapat
membantu untuk pemilihan pembedahan dengan minimal invasif.Sistoskopi
berguna untuk mengidentifikasi kenaikan leher kandung kemih, striktur urethra,
atau kelainan lainnya. Jika BPH disertai dengan hematuria, maka sistoskopi wajib
digunakan untuk mendeteksi kelainan lain yang dapat menyertai.(2)

Pemeriksaan lain (8),(9)


Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur:
 Residual urine yaitu jumlah sisa urine setelah miksi. Sisa urine ini dapat
dihitungdengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan
pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi
 Pancaran urine atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan
menghitungjumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik)
atau dengan alaturoflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urine
 Pemeriksaan yang lebih teliti adalah dengan pemeriksaan urodinamika.

Dari uroflometri dapat diketahui lama waktu miksi, lama panacaran, waktu
yangdibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, rerata pancaran,
maksimum pancaranmaksimum, dan volume urine yang dikemihkan. Pancaran
yang mendekati normal, sedangkan pada BPH dengan pancaran lemah dan lama.
(4)

Gambar6 .uroflowmetri normal Gambar 7. uroflowmetri pada BPH

VIII. TATALAKSANA

32
Setelah melakukan pemeriksaan pada pasien, pasien berhak diberikan
informasi tentang berbagai pilihan terapi untuk BPH.Tidak semua pasien
hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadang kadang mereka yang
mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun
atau hanya dengan nasehat dan konsultasi saja. Namun di antara mereka akhirnya
ada yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain
karena keluhannya semakin parah.(2)(3)
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan
miksi, (2)meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi infravesika, (4)
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume
residu urine setelah miksi, dan(5) mencegah progresifitas penyakit. Hal ini dapat
dicapai dengan cara medikamentosa,pembedahan, atau tindakan endourologi yang
kurang invasif, seperti terlihat pada tabel 5-2. (3)

Watchfull waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Pada
pasien dengan gejala moderat atau berat juga dilakukan pengamatan jika pasien
tidak ingin dilakukan intervensi. Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan
hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan
malam, (2)kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli
(kopi atau cokelat), (3)batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung
fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, dan (5) jangan menahan
kencing terlalu lama.(2)(3)
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya
keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku),
disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urine, atau uroflometri.
Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu
difikirkan untuk memilih terapi yang lain. (3)

Medikamentosa

33
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: (1) mengurangi
resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi
infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergik alfa (adrenergik alfa
blocker) dan (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara
menurunkan kadar hormon testosteron/dihidotestosteron (DHT) melalui
penghambat 5α-redukstase. Selain kedua cara di atas,sekarang banyak dipakai
terapi menggunakan fitofarmaka yang mekanisme kerjanya masih belum jelas. (3)

Penghambat reseptor adrenergik-α


Prostat dan kandung kemih mempunyai α1-adrenoreceptors, dan prostat
menunjukkan respon kontraksi pada pemberian agonist. Kontraksi dari prostat
dan leher kandung kemih dimediasi utamanya oleh subtipe α1a-receptor.α-blockers
telah menunjukkan perbaikan pada gejala BPH baik secara subyektif maupun
obyektif pada pasien. α-blockers dapat digolongkan berdasarkan selektifnya
maupun waktu paruhnya(2)
Caine adalah yang pertama kali melaporkan penggunaan obat penghambat
adrenergik alfa sebagai salah satu terapi BPH. Pada saat itu dipakai
fenoksibenzamin, yaitu penghambat alfa yang tidak selektif yang ternyata mampu
memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi. Sayangnya obat
ini tidak disenangi oleh pasien karena menyebabkan komplikasi sistemik yang
tidak diharapkan, di antaranya adalah hipotensi postural dan kelainan
kardiovaskuler lain. (3)
Diketemukannya obat penghambat adrenergik–α1 dapat mengurangi penyulit
sistemik yang diakibatkan oleh efek hambatan pada α2 dari fenoksibenzamin.
Beberapa golongan obat penghambat adrenergik–α1 adalah: prazosin yang
diberikan dua kali sehari, terazosin, afluzosin, dan doksazosin yang diberikan
sekali sehari. Obat-obatan golongan ini dilaporkan dapat memperbaiki keluhan
miksi dan laju pancaran urine. (3)
α1-blocker kerja panjang diberikan sehari sekali, walaupun titrasi tetap perlu
dilakukan. Terazosin diberikan 1 mg per hari selama 3 hari dan ditingkatkan
hingga 2 mg selama 11 hari dan kemudian diberikan 5 mg per hari. Dosis dapat
ditingkatkan hingga 10 mg jika diperlukan. Terapi menggunakan doxazosin
dimulai dengan pemberian 1 mg per hari selama 7 hari dan ditingkatkan menjadi
2mg perhari selama 7 hari dan kemudian diberikan 4mg perhari. Dosis dapat

34
ditingkatkan hingga 8mg jika diperlukan. Efek samping yang dapat terjadi yaitu
hipotensi ortostatik, pusing, lelah, ejakulasi retrogrde, rhinitis, dan nyeri kepala(2)
Akhir-akhir ini telah diketemukan pula golongan penghambat adrenergik–
α1A, yaitu tamsulosin yang sangat selektif terhadap otot polos prostat dan leher
kandung kemih . Dilaporkan bahwa obat ini mampu memperbaiki pancaran miksi
dengan efek samping yang lebih sedikit (khusunya kardiovaskular) , oleh karena
itu tidak perlu dilakukan titrasi. Efek samping lain seperti ejakulasi retrograde
masih dapat terjadi.(2)(3)

Penghambat 5 α-redukstase
Finasteride merupakan penghambat 5 α-redukstase yang bekerja menghambat
testosterone berubah menjadi dihidrotestosterone (DHT).Obat jenis ini
mempengaruhi komponen epitelial pada prostat, yang mengakibatkan
berkurangnya ukuran kelenjar prostat dan memberikan perbaikan pada gejala.
Terapi dilakukan selama 6 bulan untuk mendapatkan efek yang maksimum pada
ukuran prostat (mengecil hingga 20%) dan perbaikan gejala.(2)
Beberapa uji telah dilakukan dengan membandingkan finasteride dan
plasebo.Efikasi, keamanan, dan lama kerja sudah terbukti. Walaupun perbaikan
gejala hanya didapatkan pembesaran prostat >40cm3. Efek samping yang dapat
terjadi yaitu penurunan libido, berkurangnya volume ejakuasi dan fungsinya.
Serum PSA dapat dikurangi hingga 50% pada pasien yang ditangani
menggunakan finasteride.(2)
Dutasteride berbeda dengan finasteride karena menghambat kedua isoenzim
5α-reduktase.Serupa dengan finasteride, dutasteride juga mengurangi serum PSA
dan volume prostat. Berbagai uji yang dilakukan telah menunjukkan efikasi
dutasteride pada perbaikan gejala, symptom score, laju aliran urin puncak, dan
mengurangi risiko terjadinya retensi urin serta kebutuhan akan operasi. Efek
samping yang dapat terjadi seperti disfungsi erektil, berkurangya libido,
ginekomastia, dan kelainan ejakulasi.Beberapa studi membandingkan finasteride
dan dutasteride secara langsung.Analisis yang dilakukan pada lebih dari 5000 pria
pada pertengahan tahun 2000 ditemukan perbedaan yang kecil walaupun
signifikan, dengan retensi urin yang terjadi yaitu 12% dan 14,7% untuk
dutasteride dan finasteride (p = 0,0042), dan membutuhkan operasi prostat yaitu
3.9% dan 5.1% (p = 0,03) (Fenter et al, 2008)(2)

35
Tabel 2. Klasifikasi medikamentosa pada BPH

Kombinasi terapi

Sebuah studi dilakukan oleh Lepor et al, 1996 untuk mengetahui efek
kombinasi dari finasteride dan terazosin dengan penggunaan finasteride maupun
terazosin tunggal. Penelitian dilakukan pada lebih dari 1200 pasien dan
berkurangnya nilai IPSS dan peningkatan laju urin dilihat pada penggunaan
terazosin.Namun, satu hal yang mesti diperhatikan yaitu pembesaran prostat
bukanlah kriteria; bahkan, ukuran prostat pada studi ini jauh lebih kecil daripada
penelitian yang menggunakan finasteride (32 vs 52 cm3).McConnell et al
melakukan penelitian pada 3047 pasien untuk membandingkan efek dari plasebo,
doxazosin, finasteride, dan kombinasi terapi untuk proggres dari BPH.Proggres
dari BPH didefinisikan sebagai peningkatan paling kurang 4 nilai pada skor IPSS,
retensi urin akut, atau infeksi saluran kemih berulang sangat berkurang pada
pemberian doxazosin (39%), finasteride (34%), dan kombinasi terapi (66%)
dibanding plasebo. Jadi, dapat disimpulkan pemberian kombinasi terapi
memberikan manfaat yang lebih baik dibandingkan pemberian finasteride dan
terazosin tunggal terutama pada pasien dengan pembesaran kelenjar dan nilai
PSA yang lebih tinggi.(2)

Fitofarmaka
Fitofarmaka merupakan penggunaan ektrak tumbuh-tumbuhan untuk
kepentingan pengobatan.Penggunaan fitofarmaka pada BPH telah popular di
eropa dan amerika serikat selama bertahun-tahun.Ekstrak tumbuh-tumbuhan ini
dipakai untuk memperbaiki gejalaakibat obstruksi prostat, tetapi data-data

36
farmakologik tentangkandungan zat aktif yangmendukung mekanisme kerja obat
fitoterapi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.Kemungkinan fitoterapi
bekerja sebagai: anti-estrogen, anti-androgen, menurunkan kadar sex hormone
binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF)
danepidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin,
efek antiinflammasi,menurunkan outflow resistance, dan memperkecil volume
prostat.Diantara fitoterapi yang banyak dipasarkan adalah: Pygeum africanum,
Serenoa repens,Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.Serenoa
(2)
repens merupakan agen yang paling sering digunakan, biasanya 320mg perhari.
(3)

Pembedahan
Penyelesaian masalah pasien hiperplasia prostat jangka panjang yang paling
baik saat ini adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non
invasif lainnyamembutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk melihat hasil
terapi. (3)
Desobstruksi kelenjar prostat akan menyembuhkan gejala obstruksi dan miksi
yang tidaklampias. Hal ini dapat dikerjakan dengan cara operasi terbuka, reseksi
prostat transuretra(TURP), atau insisi prostat transuretra (TUIP atau BNI).
Pembedahan direkomendasikan padapasien-pasien BPH yang: (1) tidak
menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa, (2)mengalami retensi
urine, (3) infeksi saluran kemih berulang, (4) hematuria, (5) gagal ginjal, dan (6)
timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih
bagianbawah. (3)

Pembedahan terbuka
Ketika ukuran prostat terlalu besar untuk ditangani dengan pembedahan
endoskopi, enukleasi perlu dilakukan.Ukuran seberapa besar dinilai subyektif dan
tergantung dari pengalaman urologis melalukan TURP.Kelenjar berukuran lebih
dari 100g biasanya sudah dipertimbangkan untuk dilakukan enukleasi. Open
prostatectomy juga dilakukan bila terjadi divertikulum kandung kemih atau
terdapat batu kandung kemih yang beruuran besar atau pada pasien yang tidak
memungkinkan dalam posisi litotomi.(2)(3)(4)(5)

37
Open prostatectomy dapat dilakukan melalui pendekatan suprapubik (freyer)
atau retropubik (millin). Simple suprapubic prostatectomy dilakukan secara
transversal dan biasanya dipilih karena adanaya kelainan pada kandung kemih
yang menyertai.Setelah kandung kemih dibuka, insisi semisirkular dilakukan di
mukosa kandung kemih, daerah distal dari trigonum.Diseksi awalnya dilakukan
menggunakan pisau tajam, kemudian diseksi menggunakan jari untuk
mengeluarkan adenoma.Diseksi apikal sepatutnya dilakukan dengan tajam untuk
mencegah terjadinya cedera pada sfinkter externa. Setelah

Gambar 6.
Berbagai teknik prostatektomi(3)
adenoma dikeluarkan, hemostasis dipertahankan dengan melakukan penjahitan,
kemudian dilakukan pemasangan kateter pada kedua urethra dan suprapubic
sebelum ditutup. Pada simpel retropubik prostatectomy, kandung kemih tidak di
invasi.Dilakukan insisi transversal pada kapsul prostas, kemudian adenoma
dienukleasi. Hanya pemasangan kateter uretra yang perlu dilakukan pada akhir
prosedur.(2)
Penyulit yang dapat terjadi setelah prostatektomi terbuka adalah:
inkontinensia urine (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograd (60-80%), dan
kontraktur leher buli-buli (3-5%). Dibandingkan dengan TURP dan BNI, penyulit
yang terjadi berupa striktura uretra dan ejakulasi retrograd lebih banyak
dijumpai pada prostatektomi terbuka. Perbaikan gejala klinis sebanyak 85-100%,
dan angka mortalitas sebanyak 2%.(2)(3)(4)

38
Pembedahan Endourologi
Saat ini tindakan TURP merupakan operasi paling banyak dikerjakan di
seluruh dunia. Operasi ini lebih disenangi karena tidak diperlukan insisi pada
kulit perut, massa mondoklebih cepat, dan memberikan hasil yang tidak banyak
berbeda dengan tindakan operasiterbuka. Pembedahan endourologi transuretra
dilakukan dengan memakai tenagaelektrik TURP (Transurethral Resection of the
Prostate) atau dengan memakai energi Laser.
Operasi terhadap prosat berupa reseksi (TURP), insisi (TUIP), atau evaporasi.(3)

Transurethral Resection of the Prostate


Kebanyakan dari tindakan prostatektomi untuk BPH dapat dilakukan secara
endoskopi.Hampir setiap tindakan ini membutuhkan penggunaan anestesi umum
atau spinal dan biasanya membutuhkan rawat inap selama satu hari.Besarnya
ukuran dan nilai IPSS yang lebih tahan lama dan perbaikan dari laju aliran pada
tindakan TURP lebih baik dibandingkan prosedur invasif minimal
lainnya.Namun, waktu rawat inap pada pasien yang dilakukan TURP cenderung
lebih lama. Risiko dilakukanya TURP yaitu ejakulasi retrograde (75%), impotensi
(5-10%), dan inkontinensia (1%). Komplikasinya berupa perdarahan, striktur
uretra atau kontraktur leher kandung kemih; perforasi prostat ke ekstravasasi; dan
jika parah, TUR syndrome yang mengakibatkan hipervolemik, hiponatrema
karena absorpsi dari cairan irigasi yang hipotonis.(2)(4)(5)
Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan
irigan(pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup
oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionic, yang
dimaksudkan agar tidak terjadihantaran listrik pada saat operasi.Cairan yang
sering dipakai dan harganya cukup murah yaituH2O steril (aquades). (3)
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga
cairan ini dapatmasuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang
terbuka pada saat reseksi. (3)
Kelebihan H2O dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala
intoksikasi airatau dikenal dengan sindroma TURP.Sindroma ini ditandai dengan
pasien yang mulaigelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan
terdapat bradikardi. Jika tidaksegera diatasi, pasien akan mengalami edema otak

39
yang akhirnya jatuh dalam koma danmeninggal. Angka mortalitas sindroma
TURP ini adalah sebesar 0,99 %.(2)(3)
Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP operator harus
membatasi diri untuktidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam.Di samping itu
beberapa operator memasangsistostomi suprapubik terlebih dahulu sebelum
reseksi diharapkan dapat mengurangipenyerapan air ke sirkulasi sistemik.
Penggunaan cairan non ionik lain selain H2O yaitu glisindapat mengurangi resiko
hiponatremia pada TURP, tetapi karena harganya cukup mahal
beberapa klinik urologi di Indonesia lebih memilih pemakaian aquades sebagai
cairan irigasi. (3)(4)
Sekarang prosedur TURP dapat dilakukan menggunakan elektroda bipolar,
sehingga memungkinkan irigasi menggunakan cairan saline. Hal ini tentu saja
mengurang kejadian hiponatremia akibat TUR syndrome, meskipun absorpsi
cairan yang berlebihan tetap dapat terjadi pada reseksi yang berkepanjangan.(2)

40
Tabel 3.penyulit yang dapat terjadi pada TURP(3)

Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)


Pria dengan gejala yang moderat hingga berat dan ukuran prostat yang kecil
sering mengalami hiperplasia pada komissura posterior (kenaikan leher kandung
kemih).Pasien seperti ini lebih baik dilakukan insisi pada prostat.prosedur ini
lebih cepat dan kurang berisiko dibandingkan dengan TURP. Hasil setelah
dilakukan prosedur ini juga tidak jauh berbeda, meskipun efek samping ejakulasi
retrograde dapat terjadi (25%). Prosedur ini yaitu melakukan dua insisi
menggunakan pisau Collins pada arah jam 5 dan 7. Insisi dilakukan pada distal
dari orificium uretra hingga verumontanum.
Sebelum melakukan tindakan ini, harus disingkirkan kemungkinan adanya
karsinoma prostat dengan melakukan colok dubur, melakukan pemeriksaan
ultrasonografi transrektal, dan pengukuran kadar PSA. (3)

Transurethral Vaporization of the Prostat(TUVP)


Prosedur ini menjadi populer pada beberapa tahun terakhir, teknik yang
menggunakan elektroevaporasi untuk mengikis jaringan prostat. peralatan yang
paling sering digunakan pada prosedur ini yaitu neodymium-doped yttrium-
aluminium-garnet(Nd:YAG) KTP “GreenLight” laser, yang dapat diserap oleh
hemoglobin dan plasma vaporization “button” electrode yang menggunakan
bipolar generator standar.Teknik ini cukup aman, tidak banyak menimbulkan
perdarahan pada saat operasi, dan masa rawat inap di rumah sakit lebih
singkat.Namun teknik ini hanya diperuntukkan pada prostat yang tidak terlalu
besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.(2)(3)(10)

Laser Prostatektomi

41
Energi laser mulai dipakai sebagai terapi BPH sejak tahun 1986, yang dari
tahun ke tahunmengalami penyempurnaan. Terdapat 4 jenis energi yang dipakai,
yaitu: Nd:YAG, Holmium:YAG, KTP: YAG, dan diode yang dapat dipancarkan
melalui bare fibre, right angle fibre,atau intersitial fibre. Kelenjar prostat pada
suhu 60-650C akan mengalami koagulasi dan pada
suhu yang lebih dari 1000C mengalami vaporisasi. (3)
Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaian Laser ternyata lebih
sedikitmenimbulkan komplikasi, dapat dikerjakan secara poliklinis, penyembuhan
lebih cepat, dandengan hasil yang kurang lebih sama. Sayangnya terapi ini
membutuhkan terapi ulang 2%setiap tahun. Kekurangannya adalah: tidak dapat
diperoleh jaringan untuk pemeriksaan
patologi (kecuali pada Ho:YAG), sering banyak menimbulkan disuria pasca
bedah yang dapatberlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan
setelah operasi, dan peakflow rate lebih rendah dari pada pasca TURP. (3)
Penggunaan pembedahan dengan energi Laser telah berkembang dengan pesat
akhir-akhirini. Penelitian klinis memakai Nd:YAG menunjukkan hasil yang
hampir sama dengan caradesobstruksi TURP, terutama dalam perbaikan skor
miksi dan pancaran urine. Meskipundemikian efek lebih lanjut dari Laser masih
belum diketahui dengan pasti.Teknik inidianjurkan pada pasien yang memakai
terapi antikoagulan dalam jangka waktu lama atautidak mungkin dilakukan
tindakan TURP karena kesehatannya. (3)(5)(6)

Tindakan invasif minimal


Selain tindakan invasif seperti yang telah disebutkan di atas, saat ini sedang
dikembangkantindakan invasif minimal yang terutama ditujukan untuk pasien
yang mempunyai resiko tinggiterhadap pembedahan. Tindakan invasif minimal
itu diantaranya adalah: (1) thermoterapi, (2)TUNA (Transurethral needle
ablation of the prostate), (3) pemasangan stent (prostacath),HIFU (High Intensity
focused ultrasound), dan dilatasi dengan balon (transurethral balloondilatation). (2)
(3)(4)(10)

Termoterapi
Termoterapi kelenjar prostat adalah pemanasan dengan gelombang mikro
pada frekuensi 915-1296 Mhz yang dipancarkan melalui antena yang diletakkan

42
di dalam uretra. Denganpemanasan yang melebihi 44o C menyebabkan destruksi
jaringan pada zona transisionalprostat karena nekrosis koagulasi.Prosedur ini
dapat dikerjakan secara poliklinis tanpapemberian pembiusan. (3)(4)
Energi panas yang bersamaan dengan gelombang mikro dipancarkan melalui
kateter yangterpasang di dalam uretra.Besar dan arah pancaran energi diatur
melalui sebuah komputersehingga dapat melunakkan jaringan prostat yang
membuntu uretra.Morbiditasnya relatifrendah, dapat dilakukan tanpa anestesi, dan
dapat dijalani oleh pasien yang kondisinya kurangbaik jika menjalani
pembedahan.Cara ini direkomendasikan bagi prostat yang ukurannyakecil. (3)(4)(5)

TUNA (Transurethral needle ablation of the prostate)


Teknik ini memakai energi dari frekuensi radio yang menimbulkan panas
sampai mencapai1000 C, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat.
Sistem ini terdiri atas kateter TUNAyang dihubungkan dengan generator yang
dapat membangkitkan energi pada frekuensi radio490 kHz. Kateter dimasukkan
ke dalam uretra melalui sistoskopi dengan pemberian anestesitopikal xylocaine
sehingga jarum yang terletak pada ujung kateter terletak pada
kelenjarprostat.Pasien sering kali masih mengeluh hematuria, disuria, kadang-
kadang retensi urine,dan epididimo-orkitis. (3)(4)

Stent
Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena
pembesaranprostat.Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan di
sebelah proksimalverumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati lumen
uretra prostatika.Stent dapatdipasang secara temporer atau permanen.Yang
temporer dipasang selama 6-36 bulan danterbuat dari bahan yang tidak diserap
dan tidak mengadakan reaksi dengan jaringan.Alat inidipasang dan dilepas
kembali secara endoskopi. (3)(4)(5)
Stent yang permanent terbuat dari anyaman dari bahan logam super alloy,
nikel, atautitanium. Dalam jangka waktu lama bahan ini akan diliputi oleh
urotelium sehingga jika suatusaat ingin dilepas harus membutuhkan anestesi
umum atau regional. (3)(4)
Pemasangan alat ini diperuntukkkan bagi pasien yang tidak mungkin
menjalani operasikarena resiko pembedahan yang cukup tinggi.Seringkali stent

43
dapat terlepas dari insersinya diuretra posterior atau mengalami
enkrustasi.Sayangnya setelah pemasangan kateter ini, pasienmasih merasakan
keluhan miksi berupa gejala iritatif, perdarahan uretra, atau rasa tidak enakdi
daerah penis. (3)

HIFU (High intensity focused ultrasound)


Energi panas yang ditujukan untuk menimbulkan nekrosis pada prostat berasal
darigelombang ultrasonografi dari transduser piezokeramik yang mempunyai
frekuensi 0,5-10MHz. Energi dipancarkan melalui alat yang diletakkan transrektal
dan difokuskan ke kelenjarprostat. Teknik ini memerlukan anestesi umum.Data
klinis menunjukkan terjadi perbaikangejala klinis 50–60% dan Qmax rata-rata
meningkat 40–50%.Efek lebih lanjut dari tindakanbelum dikeltahui, dan
sementara tercatat bahwa kegagalan terapi terjadi sebanyak 10% setiaptahun. (3)
Meskipun sudah banyak modalitas yang telah diketemukan untuk mengobati
pembesaranprostat, sampai saat ini terapi yang memberikan hasil paling
memuaskan adalah TUR Prostat(2) (3)(4)(5)

IX. TINDAK LANJUT


Setiap pasien hiperplasia prostat yang telah mendapatkan pengobatan perlu
kontrol secarateratur untuk mengetahui perkembangan penyakitnya. Jadwal
kontrol tergantung pada tindakan apa yang sudah dijalaninya. (3)
Pasien yang hanya mendapatkan pengawasan (watchfull waiting) dianjurkan
kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah terjadi
perbaikan klinis.Penilaian dilakukan dengan pemeriksaan skor IPSS, uroflometri,
dan residu urine pasca miksi. (3)
Pasien yang mendapatkan terapi penghambat 5α-reduktase harus dikontrol
pada mingguke-12 dan bulan ke-6 untuk menilai respon terhadap terapi.
Kemudian setiap tahun untuk menilai perubahan gejala miksi. Pasien yang
menjalani pengobatan penghambat 5α-adrenergik harus dinilai respons terhadap
pengobatan setelah 6 minggu dengan melakukan pemeriksaan IPSS, uroflometri,
dan residu urine pasca miksi. Kalau terjadi perbaikan gejalatanpa menunjukkan
penyulit yang berarti, pengobatan dapat diteruskan. Selanjutnya kontrol dilakukan

44
setelah 6 bulan dan kemudian setiap tahun. Pasien setelah menerima pengobatan
secara medikamentosa dan tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan perlu
dipikirkantindakan pembedahan atau terapi intervensi yang lain. (3)
Setelah pembedahan, pasien harus menjalani kontrol paling lambat 6 minggu
pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyulit. Kontrol
selanjutnya setelah 3 bulan untuk mengetahui hasil akhir operasi.
Pasien yang mendapatkan terapi invasif minimal harus menjalani kontrol
secara teraturdalam jangka waktu lama, yaitu setelah 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan,
dan setiap tahun. Pada pasien yang mendapatkan terapi invasive minimal, selain
dilakukan penilaian terhadap skor miksi, dilakukan pemeriksaan kultur urine.(4) (5)

URETEROLITHIASIS

I. ANATOMI

Ureter terletak di organ retroperitoneal. Ureter merupakan saluran muskuler


silindris urine yang mentranspor urin dari ginjal menuju vesica urinaria dengan
panjang sekitar 20-30 cm diameter 1.7 cm. Batas-batas Ureter:

Ureter dextra :

 Anterior : duidenum, ileum terminalis, a.v. colica dextra, a.v. testicularis/ovarica


dextra
 Posterior: m psoas dextra, bifurcatio a. iliaca communic dextra
Ureter Sinistra :

 Anterior : Colon sigmoid, Mesocolon sigmoid, a.v llae & a.a Jejunalis, a.v
testiculari/orarica sinistra.
 Posterior: M. Psoas Sinistra, Bifurcatio a. iliaca comunis Sinistra.

45
,
Sama
dengan
pielum,
dinding
ureter

mempunyai lapisan otot yang kuat yang dapat menyebabkan kontraksi hebat disertai
nyeri sangat hebat. Dinding muskuler tersebut mempunyai hubungan langsung
dengan lapisan otot dinding pielum di sebelah cranial dan dengan otot dinding buli-
buli disebelah kaudal. Ureter menembus dinding muskuler masuk ke kandung kemih
secara miring sehingga dapat mencegah terjadinya aliran balik dari kandung kemih
ke ureter. Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju buli-buli secara anatomik
terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relative lebih sempit dari pada
ditempat lain, sehingga batu atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal
seringkali tersangkut ditempat itu. Tempat-tempat penyempitan yang dimaksud
adalah :

 Perbatasan pelvis renalis - ureter (pelvi-ureter junction).


 Tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis.
 Saat masuk ke dalam vesica urinaria.
Vaskularisasi :

 Arteriae : arteri yang memperdarahi ureter adalah ujung atas oleh arteri renalis,
bagian tengah oleh arteri testicularis atau arteri ovarica, dan didalam pelvis oleh
arteri vesicalis inferior.
 Vena : vena dialirkan kedalam vena yang sesuai dengan arteri
Innervasi :

 Plexus renalis, testicularis, dan plexus hypogastricus (didalam pelvis).

46
 Serabut aferen berjalan bersama denga saraf simpatis dan masuk medulla
spinalis setinggi segmen lumbalis I dan II.
Untuk kepentingan pembedahan ureter dibagi menjadi 2 bagian :

 Ureter pars abdominalis : yang berada dari pelvis renalis sampai menyilang vasa
iliaka.
 ureter pars pelvika : mulai dari persilangan dengan vasa iliaka sampai masuk ke
kandung kemih.
Untuk kepentingan radiology, dibagi 3 bagian :

 1/3 proksimal : dimulai dari pelvis renalis sampai batas atas sacrum.
 1/3 medial : dimulai dari batas atas sacrum sampai batas bawah sacrum.
 1/3 distal : dimulai dar batas bawah sacrum sampai masuk ke kandung kemih.
Pengisian ureter dengan urin merupakan proses pasif. Peristalsis pelvis ginjal
dan ureter meneruskan air kemih dari ureter ke kandung kemih, mengatasi tahanan
pada hubungan antara ureter dan kandung kemuh dan mencegah terjadinya refluks.
Hubungan ureter dan kandung kemih menjamin aliran urin bebas dari ureter ke
dalam bulu-buli. Susunan anatominya membentuk mekanisme katup muscular
sehingga makin terisi kandung kemih, katup uretervesika makin tertutup rapat. (5)(9)

II. EPIDEMIOLOGI
Batu saluran kemih menduduki gangguan sistem kemih ketiga terbanyak
setelah infeksi saluran kemih dan BPH. Resiko pembentukan batu sepanjang
hidup(life time risk) dilaporkan berkisar 5-10%. Prevalensi pada orang arab > kulit
putih > asia > afrika. Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan
peningkatan jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUP-Cipto
Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847
pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai
tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock wave
lithotripsy) yang secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan. Laki-laki :
wanita= 3:1, sekarang 2:1. Batu kalsium dan asam urat lebih banyak diderita laki-
laki, sedangkan insidensi batu struvit tinggi dialami wanita. (3)

III. ETIOLOGI (5),(9)

47
Etiologi pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih,
gangguan metabolisme, infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya
membuat urease (Proteus mirabilis), dehidrasi, benda asing, jaringan mati (nekrosis
papil) dan multifaktor.

1. Gangguan aliran urin


a. Fimosis
b. Hipertrofi prostate
c. Refluks vesiko-uretral
d. Striktur meatus
e. Ureterokele
f. Konstriksi hubungan ureteropelvik

2. Gangguan metabolisme
Menyebabka n ekskresi kelebihan bahan dasar batu

a. Hiperkalsiuria
b. Hiperuresemia
c. Hiperparatiroidisme

3. Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease


4. Dehidrasi
a. Kurang minum, suhu lingkungan tinggi
5. Benda asing
a. Fragmen kateter, telur sistosoma
6. Jaringan mati (nekrosis papil)
7. Multifaktor
a. Anak di negara berkembang
b. Penderita multitrauma
8. Batu idiopatik
Terdapat beberapa faktor yang mempermudahkan terjadinya batu saluran kemih
pada seseorang, yaitu :

Beberapa faktor ekstrinsik adalah :

48
1. Geografi  pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt,
sedangkan daerah Bantu di Afrika selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran
kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air  kurangnya asupan air dan tinggi kadar mineral kalsium pada air yang
dikosumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih
4. Diet  diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran
kemih
5. Pekerjaan  penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life. Immobilisasi lama pada penderita
cedera dengan fraktur multipel atau paraplegia yang menyebabkan dekalsfikasi tulang
dengan peningkatan ekskresi kalsium dan stasis sehingga presipitasi batu mudah
terjadi.

Faktor intrinsik antara lain adalah :

1. Umur  penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
2. Jenis kelamin  jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan pasien
perempuan
3. Herediter  penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
IV. PATOFISIOLOGI (5)(9)

Teori pembentukan batu :

1. Teori Intimatriks

Terbentuknya batu saluran kencing memerlukan adanya substansi organik sebagai


inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang mempermudah
kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu

2. Teori Supersaturasi

Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urin seperti sistin, xantin,
asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu

3. Teori presipitasi-kristalisasi

49
Perubahan pH urin akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urin. Urin
yang bersifat asam akan mengendap sistin, xantin dan garam urat. Urin alkali akan
mengendap garam garam fosfat

4. Teori berkurangnya Faktor Penghambat

Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat


magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya batu saluran
kemih.

V. KOMPOSISI BATU

a. Batu kalsium

Kalsium merupakan ion utama dalam kristal urin. Hanya 50% kalsium
plasma yang terionisasi dan tersedia untuk filtrasi di glomerulus. Lebih dari 95%
kalsium terfiltrasi di glomerulus diserap baik pada tubulus proksimal maupun
distal, dan dalam jumlah yang terbatas dalam tubulus pengumpul. Kurang dari 2%
diekskresikan dalam urin. Banyak faktor yang mempengaruhi availibilitas kalsium
dalam larutan, termasuk kompleksasi dengan sitrat, fosfat,dan sulfat. Peningkatan
monosodium urat dan penurunan pH urin mengganggu kompleksasi ini,dan oleh
karena itu menginduksi agregasi kristal.(2)

Batu ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70 – 80 % dari seluruh
batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium
fosfat, atau campuran dari kedua unsur itu. Predisposisi kejadian hiperkalsiuria
(kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250 – 300 mg / 24 jam), menurut Pak
(1976) terdapat 3 macam penyebab :

a. Hiperkalsiuri absorbtif yang terjadi karena adanya peningkatan absorbsi kalsium


melalui usus.
b. Hiperkalsiuri renal karena adanya gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium
melalui tubulus ginjal.
c. Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang,
yang banyak terjadi pada hiperparatiriodisme primer atau pada tumor paratiriod.

50
b. Batu oksalat
Oksalat merupakan produk limbah metabolisme normal dan relatif tidak
terlarut. Normalnya, sekitar 10-15% dari oksalat yang ditemukan dalam urin
berasal dari diet.

Sebagian besar oksalat yang masuk ke usus besar didekomposisi bakteri.


Diet, bagaimanapun dapat berdampak pada jumlah oksalat yang ditemukan dalam
urin. Setelah diserap melalui usus halus, oksalat tidak dimetabolisme dan
diekskresikan
hampir secara eksklusif oleh tubulus proksimal. Adanya kalsium dalam lumen
usus merupakan faktor penting yang mempengaruhi jumlah oksalat yang
diabsorbsi. Pengaturan oksalat dalam urin memainkan peran penting dalam
pembentukan batu kalsium oksalat. Ekskresi normal 20-45 mg/hari dan tidak
berubah secara signifikan menurut usia. Perubahan kecil pada level oksalat dalam
urin dapat menyebabkan dampak dramatis terhadap supersaturasi kalsium oksalat.
Prekursor utama oksalat adalah glisin dan asam askorbat, namun dampak
masuknya vitamin C (<2 g/hari) diabaikan.
Hiperoksaluria (ekskresi oksalat urin yang melebihi 45 g/hari) dapat
terjadi pada pasien dengan gangguan usus, terutama inflammatory bowel disease,
reseksi usus halus, bypass usus dan pasien yang banyak mengonsumsi makanan
yang kaya dengan oksalat, diantaranya adalah : teh, kopi instan, minuman soft
drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam..
Batu ginjal terjadi pada 5-10% pasien dengan kondisi ini. Kalsium intralumen
berikatan dengan lemak sehingga menjadi tidak tersedia untuk mengikat oksalat.
Oksalat yang tidak berikatan mudah diserap. Oksalat yang berlebihan dapat
terjadi pencernaan ethylene glycol (oksidasi parsial oksalat). Hal ini dapat
mengakibatkan deposit kristal kalsium oksalat yang difus dan masif dan kadang-
kadang dapat menyebabkan gagal ginjal.(5)

c. Fosfat
Fosfat merupakan buffer dan berikatan dengan kalsiumdalam urin. Ini
adalah komponen penting dari batu kalsium fosfat dan batu amonium magnesium
fosfat. Ekskresifosfat urin pada orang dewasa normal berkaitan dengan jumlah
diet fosfat (terutama pada daging, produk susu, dan sayuran). Sejumlah kecil
fosfat yang difiltrasi oleh glomerulus secara dominan diserap kembali oleh

51
tubulus proksimal. Hormon paratiroid menghambat reabsorpsi ini. Kristal utama
yang ditemukan pada mereka yang hiperparatiroidisme adalah fosfat, dalam
bentuk hidroksiapatit,amorf kalsium fosfat, dan karbonatapatit.(5)

d. Asam urat
Asam urat merupakan produk sampingan dari metabolisme purin. Sekitar 5
– 10 % dari seluruh batu saluran kemih. Penyakit batu asam urat banyak diderita
oleh pasien – pasien penyakit gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang
mendapatkan terapi antikanker, dan yang banyak mempergunakan obat urikosurik
diantaranya adalah sulfinpirazone, thiazide dan salisilat. Kegemukan, peminum
alkohol dan diet tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk
mendapatkan penyakit ini.(5)

Asam urat relatif tidak larut di dalam urin sehingga pada keadaan tertentu
mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya membentuk batu
asam urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah (1) urin
yang terlalu asam(pH urin <6), (2) volume urin yang jumlahnya terlalu sedikit (<
2 liter / hari), (3) hiperurikosuri atau kadar asam urat tinggi (> 850 mg / 24 jam).(5)

Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran
besar sehingga membentuk batu staghorn yang mengisi seluruh pelvikalises
ginjal. Tidak seperti batu jenis kalsium yang bentuknya bergerigi, batu asam urat
bentuknya halus dan bulat sehingga sering keluar spontan. Batu asam urat murni
bersifat radiolusen, sehingga pada pemeriksaan PIV tampak sebagai bayangan
filling defect pada saluran kemih sehingga seringkali harus dibedakan dengan
bekuan darah, bentukan papila ginjal yang nekrosis, tumor, atau benzoar jamur.
Pada pemeriksaan USG memberikan gambaran bayangan akustik (acoustic
shadowing).(5)

e. Batu struvit

Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah
kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim
urease dan merubah urin menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi
amoniak, seperti pada reaksi:

52
CO(NH2)2 + H20  2NH3 + CO2

Suasana basa ini yang memudahkan garam – garam magnesium, amonium,


fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP). Kuman
pemecah fosfat anatranya adalah: Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas dan Stafilokokus.(5)

f. Batu jenis lain

Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang
dijumpai. Batu sisitin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin, yaitu
kelainan dalam absorbsi sistin di mukosa usus. Demikian batu xanthin terbentuk
karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xanthin oksidase yang
mengkatalisis perubahan hipoxanthin menjadi xanthin menjadi asam urat.
Pemakaian antasida yang mengandung silikat (magnesium silikat atau
aluminometilsalisilat) yang berlebihan dan dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan timbulnya batu silikat. (5)

Keadaan lain yang menyebabkan terjadinya batu saluran kemih adalah :

I. Hipositraturia  di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium


sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Hal ini
dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut daripada kalsium
oksalat. Oleh karena itu sitrat bertindak sebagai penghambat pembentukan batu
kalsium. Hipositraturia terjadi pada: penyakit asidosis tubuli ginjal atau renal
tubular acidosis, sindrom malabsorpsi, atau pemakaian diuretik golongan thiazide
dalam jangka waktu lama. Estrogen meningkatkan ekskresi sitrat dan dapat
menjadi faktor yang mengurangi timbulnya batu pada wanita, terutama selama
kehamilan. Alkalosis juga meningkatkan sitrat ekskresi. (5)

II. Hipomagnesuria  Magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu


oksalat, karena dalam urin magnesium bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium
oksalat sehingga mencegah ikatan kalsium dengan oksalat. Penyebab tersering
hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi usus (inflamatory bowel disease) yang
diikuti dengan gangguan malabsorbsi.(5)

GAMBARAN KLINIS
VI.

53
Keluhan yang dialami pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar
batu dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling sering adalah nyeri
pinggang, bisa berupa nyeri kolik atau bukan kolik. Karena peristalsis, akan
terjadi gejala kolik, yakni nyeri yang hilang timbul yang disertai perasaan mual
dengan atau tanpa muntah dengan nyeri alih khas. Selama batu bertahan di tempat
yang menyumbat, selama itu kolik akan berulang – ulang sampai batu bergeser
dan memberi kesempatan air kemih untuk lewat. (5)(9)(10)

Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri
pada saat berkemih atau sering kencing. Hematuria seringkali dikeluhkan oleh
pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu.
Kadang-kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis. (5)(9)(10)

Jika didapatkan demam harus curiga urosepsis dan ini merupakan


kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak
kelainan anatomik pada saluran kemih dan segera dilakukan terapi berupa
drainase dan pemberian antibiotik.(5)

Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-
vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda
gagal ginjal, retensi urin. (5)

Gambar 2.7. Batu saluran kemih

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Laboratorium

Pemeriksaan urinalisis makroskopik didapatkan gross


hematuria.Pemeriksaan sedimen urin menunjukkan adanya leukosituria,
hematuria, dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. 85 % pasien dengan

54
batu ginjal didapatkan hematuria maksoskopik dan mikroskopik. Namun,
tidak ditemukannya hematuria tidak berarti menghilangkan kemungkinan
menderita batu ginjal. Pemeriksaan kultur urin mungkin menunjukkan adanya
pertumbuhan kuman pemecah urea. (5)(9)
Pemeriksaan kimiawi ditemukan pH urin lebih dari 7,6 menunjukkan
adanya pertumbuhan kuman pemecah urea dan kemungkinan terbentuk
batu fosfat. Bisa juga pH urin lebih asam dan kemungkinan terbentuk batu
asam urat. (5)(9)
Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari kemungkinan
terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien
menjalani pemeriksaan foto PIV. Proteinuria juga disebut albuminuria adalah
kondisi abnormal dimana urin berisi sejumlah protein. Kebanyakan protein
terlalu besar untuk melewati filter ginjal ke dalam urin. Namun, protein dari
darah dapat bocor ke dalam urin ketika glomeruli rusak. Proteinuria
merupakan tanda penyakit ginjal kronis (CKD), yang dapat disebabkan oleh
diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit yang menyebabkan peradangan
pada ginjal. Sebagai akibat fungsi ginjal menurun, jumlah albumin dalam
urin akan meningkat. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga
sebagai faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih, antara lain kalsium,
oksalat, fosfat, maupun urat. (5)(9)
Pemeriksaan darah lengkap, dapat menentukan kadar hemoglobin yang
menurun akibat terjadinya hematuria. Bisa juga didapatkan jumlah lekosit
yang meningkat akibat proses peradangan di ureter. (5)(9)(10)

b. Radiologis

Foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu


radioopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium
fosfat bersifat radioopak, sedangkan batu asam urat bersifat radio lusen.

Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi
bendungan atau tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat
dilakukan, pada keadaan ini dapat dilakukan retrograde pielografi atau
dilanjutkan. Dengan anterograd pielografi, bila hasil retrograd pielografi
tidak memberikan informasi yang memadai. Pada foto BNO batu yang dapat

55
dilihat disebut sebagai batu radioopak, sedangkan batu yang tidak tampak
disebut sebagai batu radiolusen. Berikut ini adalah urutan batu menurut
densitasnya, dari yang paling opak hingga yang paling bersifat radiolusen,
kalsium fosfat(opak), kalsium oxalat(opak), Magnesium (semi opak),
amonium fosfat (semi opak), sistin(non opak), asam urat (non opak). (5)(9)(10)

Pielografi Intravena (IVP)

Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan, fungsi ginjal.


Juga untuk mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non-opak yang,
tidak terlihat oleh foto polos abdomen. (5)(9)

Ullrasonografi

USG dikerjakan bila tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP yaitu


pada keadaan seperti allergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun
dan pada wanita yang sedang hamil. Terlihat pada gambar echoic shadow
jika terdapat batu.(5)

CT-scan

Teknik CT-scan adalah tehnik pemeriksaan yang paling baik untuk


melihat gambaran semua jenis batu dan juga dapat terlihat lokasi dimana
terjadinya obstruksi.(5)

VIII. PENATALAKSANAAN
Tujuan :

 Menghilangkan batu untuk mempertahankan fungsi ginjal


 Mengetahui etiologi untuk mencegah kekambuhan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya
harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk
melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi social.
Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter
atau hidronefrosis dan batu yang sudah menyebabkan infeksi saluran kemih harus
segera dikeluarkan. Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit
seperti diatas tetapi di derita oleh seseorang yang karena pekerjaannya (misalkan

56
batu yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) mempunyai resiko tinggi
dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang
menjalankan profesinya, dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas,
namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang diderita
oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat menimbulkan
sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang menjalankan
profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi
antara lain :

1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti disebutkan
sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan untuk
mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum, berupa :

a) Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari


b) α - blocker
c) NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu
syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya
infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi
bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada
pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi
ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera
dilakukan intervensi. (5)(9)(10)

2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)


Berbagai tipe mesin ESWL bisa didapatkan saat ini. Walau prinsip kerjanya
semua sama, terdapat perbedaan yang nyata antara mesin generasi lama dan baru,
dalam terapi batu ureter. Pada generasi baru titik fokusnya lebih sempit dan sudah
dilengkapi dengan flouroskopi, sehingga memudahkan dalam pengaturan
target/posisi tembak untuk batu ureter. Hal ini yang tidak terdapat pada mesin
generasi lama, sehingga pemanfaatannya untuk terapi batu ureter sangat terbatas.
Meskipun demikian mesin generasi baru ini juga punya kelemahan yaitu kekuatan

57
tembaknya tidak sekuat yang lama, sehingga untuk batu yang keras perlu beberapa
kali tindakan. (9)(10)

Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi obat
penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan gelombang
kejut untuk memecahkan batunya  Bahkan pada ESWL generasi terakhir pasien bisa
dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter
hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan bergerak. Posisi pasien
sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu ginjal.  Batu ginjal yang
sudah pecah akan keluar bersama air seni. Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan
dapat langsung pulang. (5)(10)
ESWL ditemukan di Jerman dan dikembangkan di Perancis. Pada Tahun
1971, Haeusler dan Kiefer memulai uji coba secara in-vitro penghancuran batu
ginjal menggunakan gelombang kejut. Tahun 1974, secara resmi pemerintah Jerman
memulai proyek penelitian dan aplikasi ESWL. Kemudian pada awal tahun 1980,
pasien pertama batu ginjal diterapi dengan ESWL di kota Munich menggunakan
mesin Dornier Lithotripter HMI. Kemudian berbagai penelitian lanjutan dilakukan
secara intensif dengan in-vivo maupun in-vitro. Barulah mulai tahun 1983, ESWL
secara resmi diterapkan di Rumah Sakit di Jerman. Di Indonesia, sejarah ESWL
dimulai tahun 1987 oleh Prof.Djoko Raharjo di Rumah Sakit Pertamina, Jakarta.
Sekarang, alat generasi terbaru Perancis ini sudah dimiliki beberapa rumah sakit
besar di Indonesia seperti Rumah Sakit Advent Bandung dan Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo. (5)(10)
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis yaitu
elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing-masing generator
mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama menggunakan air atau gelatin
sebagai medium untuk merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai
sifat akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan menimbulkan
rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh. (5)(10)
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan
gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. Meskipun hampir semua jenis dan ukuran
batu ginjal dapat dipecahkan oleh ESWL, masih harus ditinjau efektivitas dan
efisiensi dari alat ini. ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal dengan
ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara ginjal dan

58
kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang panggul). Hal laim yang perlu
diperhatikan adalah jenis batu apakah bisa dipecahkan oleh ESWL atau tidak. Batu
yang keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa
kali tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi, kencing
manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan anak-anak,
serta berat badan berlebih (obesitas). (5)(10)
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-anak
juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi
kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di
bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya. (5)

3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu
saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran
kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat
dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau
dengan energi laser. (5)(9)(10)

Beberapa tindakan endourologi antara lain:

 PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang berada


di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem
kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah
terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil. PNL yang berkembang sejak
dekade 1980-an secara teoritis dapat digunakan sebagai terapi semua batu ureter.
Tapi dalam prakteknya sebagian besar telah diambil alih oleh URS dan ESWL.
Meskipun demikian untuk batu ureter proksimal yang besar dan melekat masih
ada tempat untuk PNL. Prinsip dari PNL adalah membuat akses ke kalik atau
pielum secara perkutan. Kemudian melalui akses tersebut kita masukkan
nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk selanjutnya batu ureter
diambil secara utuh atau dipecah dulu. Keuntungan dari PNL, bila batu
kelihatan, hampir pasti dapat diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil
semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan
dengan segera dapat diketahui berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL

59
perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi. Sebagian besar pusat pendidikan
lebih banyak menekankan pada URS dan ESWL dibanding PNL.
 Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan
alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli),
 Ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk
ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga perlu alat pemecah batu
seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu
tertentu, tergantung pada pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan
alat tersebut.
 Ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat
keranjang Dormia).

4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk
tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu
masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain
adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal,
dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani
tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi
dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami
pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi
yang menahun. (5)(9)(10)

Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan.
Tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi
pada flank, dorsal atau anterior. Meskipun demikian dewasa ini operasi terbuka pada
batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderita-penderita
dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar. (5)(9)(10)

5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang
memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu
ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi,
pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted). (5)(9)

60
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak
kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka
kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50%
dalam 10 tahun. (5)(9)

IX. PROGNOSIS
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu,
dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk
prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah
terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor
obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal. (5)(9)(10)

Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan
bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa
fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL,
80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh
pengalaman operator. (5)(9)(10)

61
DAFTAR PUSTAKA

1. National Cancer Institute. [Online]. [cited 2015 November 1. Available from:


http://www.cancer.gov/cancertopics/types/bladder.
2. Desen W, editor. Buku Ajar Onkologi Klinis. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.
3. Palinrungi AM. Lecture Note on Uro-Onkology Makassar: Division of Urology, Department
of Surgery, Faculty of Medicine, Hasanuddin University; 2010.
4. Lumbantobing M. Kanker Vesica Urinaria (Buli-Buli). In Martono H, Pranaka H, editors.
Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. p. 571-576.
5. Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. 2nd ed. Malang: Sagung Seto; 2003.
6. Jemal A, Bray F, Center MM, Ferlay J, Ward E, Forman D. Global Cancer Statistic.
American Cancer Society. 2011 April; 61.
7. Tjindarbumi D, Mangunkusumo R. Cancer in Indonesia, present and Future. Jpn J Clinical
Oncology. 2001 August; 32.
8. Chung BI, Sommer G, Brooks JD. Anatomy of the Lower Urinary Tract and Male Genitalia.

62
In Kavoussi LR, Partin AW, Novick AC, Peters CA, editors. Campbel-Walsh Urology.
United state of America: Elsevier; 2012. p. 40-55.
9. Konety BR, Carroll PR. Urothelial Carcinoma: Cancers of Bladder, Ureter & Renal Pelvis.
In Tanagho EA, McAninch JW. Smith's General Urology. United Stated of America: Lange
McGraw Hill; 2008. p. 308-320.
10. Galsky MD, Bajory DF. Bladder Cancer. In Schrier RW, editor. Diseases of The Kidney &
Urinary Tract. Colorado: Lippincott William & Wilkin; 2007.

63

Anda mungkin juga menyukai