SKRIPSI
Oleh :
ADRIAN JOSHUA VELARO
170100138
SKRIPSI
Oleh:
ADRIAN JOSHUA VELARO
170100138
ii
iii
iv
vi
vii
viii
ix
Latar Belakang: Earphone saat ini sangat banyak digunakan seiring dengan perkembangan
teknologi audiovisual. Prevalensi pengguna earphone pada remaja sekitar 83,6% dari 436 remaja.
Penggunaan earphone yang berlebihan dapat menyebabkan tinnitus. Statistik prevalensi dunia
menunjukkan 30-40% populasi dewasa pernah mengalami dalam hidupnya tinnitus dan 0,5-2,5%
kualitas hidupnya sangat terganggu oleh tinnitus. Tinnitus merupakan salah satu tanda penurunan
fungsi pendengaran dan mampu memnyebabkan penurunan performa kognitif. Tinnitus pada
mahasiswa kedokteran dapat mengganggu proses belajar mengajar sehingga dapat menurunkan
kualitas mahasiswa kedokteran. Tujuan: Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan pola
penggunaan earphone dengan angka kejadian tinnitus serta untuk mengetahui tingkat keparahan
tinnitus yang diukur dengan Visual Analog Scale dan Tinnitus Handicap Inventory Questionnaire
pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Metode: Penelitian ini
merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional. Teknik pengambilan menunjukkan
terdapat hubungan bermakna sampel yang digunakan adalah teknik consecutive sampling. Hasil:
Analisis bivariat antara pola penggunaan earphone dengan angka kejadian tinnitus pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara diperoleh hasil (p = 0,017). Analisis
univariat pada 148 responden menunjukkan pola penggunaan earphone berisiko sebanyak
(64,2%) dan yang mengidap tinnitus sebanyak 52 orang (35,1%), dan tingkat keparahan tinnitus
dengan jumlah responden 52 orang berdasarkan VAS adalah ringan (55,8%) dan berdasarkan
THI-Q adalah ringan (53,9%). Pada pola penggunaan earphone diperoleh hasil analisis frekuensi
penggunaan earphone 3-4 hari sebanyak (40,5%), volume penggunaan earphone 60-80%
sebanyak (54,1%), lama penggunaan earphone >3 tahun sebanyak (65,5%), dan durasi
penggunaan earphone <1 jam sebanyak (38,5%). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara pola
penggunaan earphone dengan angka kejadian tinnitus pada mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Kata kunci : Pola penggunaan earphone, tinnitus, Visual Analog Scale, Tinnitus Handicap
Inventory Questionnaire.
xi
Background: Earphone nowadays are very widely used along with the audiovisual technology
improvement. The prevalence of earphone user in teenager is around 83.6% of 426 teenagers.
Increased pattern of use of earphone can lead to tinnitus. World prevalence statistic shows around
10-20% of adult population had experienced tinnitus during their life and 0.5-2.5% severely
affected by tinnitus that interferes their life quality. Tinnitus is one of the signs of hearing
impairment and can also lead to decreased cognitive performance. Tinnitus in medical students
can interfere in teaching process which can lead to decreased quality of medical students.
Objective: To determine wheteher there was a relationship between the pattern of use of earphone
with the incidence of tinnitus and also to determine the severity of tinnitus which measured using
Visual Analog Scale and Tinnitus Handicap Inventory Questionnaire tinnitus among students of
the Faculty of Medicine, Universitas Sumatera Utara. Method: This study is an analytic study with
cross sectional design. The sampling technique used was consecutive sampling. Result: Bivariate
analysis between earphone use patterns and the incidence of tinnitus among students of the
Faculty of Medicine, Universitas Sumatera Utara obtained results (p = 0.017). Univariate
analysis on 148 respondents showed a pattern of risky earphone use (64.2%) and 52 people with
tinnitus (35.1%), and tinnitus severity with 52 respondents based on VAS was mild (55.8%) and
based on THI-Q is light (53.9%). In the pattern of earphone use, the results of the analysis of the
frequency of using earphones for 3-4 days were (40.5%), the volume of earphone use was 60-80%
(54.1%), the length of time using earphones> 3 years was (65.5%), and the duration of using
earphones <1 hour (38.5%). Conclusion: There is a relationship between the pattern of earphone
use and the incidence of tinnitus among students at the Faculty of Medicine,
Universitas Sumatera Utara.
Keywords: Pattern of use of earphone, tinnitus, Visual Analog Scale, Tinnitus Handicap Inventory
Questionnaire
xii
1.3 Hipotesis
Telinga eksternal terdiri dari aurikula, saluran auditori eksternal, dan membran
timpani atau gendang telinga. Aurikula terbentuk dari kartilago elastin yang
dilapisi oleh kulit. Bagian yang melingkar dari aurikula tersebut disebut heliks dan
bagian inferiornya disebut lobul. Aurikula menempel pada kepala dengan ligamen
dan otot-ototnya. Saluran auditori eksternal berbentuk tabung dan otot-ototnya.
Saluran auditori eksternal berbentuk tabung dengan panjang 2,5cm (1inci) yang
terletak di tulang temporal dan berakhir di gendang telinga. Saluran auditori
Rambut telinga dan serumen berguna untuk mencegah debu dan benda asing
memasuki telinga. Selain itu, serumen juga berfungsi untuk mencegah kerusakan
dan melembutkan kulit pada saluran auditori eksternal. Normalnya serumen akan
kering lalu keluar dari saluran telinga dengan mekanisme tubuh alami (Tortora
and Derrickson, 2014).
Gambar 2.2 Telinga Tengah dan Osikel (Tortora and Derrickson, 2014)
Telinga tengah adalah ruangan berisi udara yang berukuran kecil di bagian
tulang temporal dan dilapisi oleh epitel. Bagian ini dipisahkan dari telinga luar
oleh gendang telinga dan telinga internal dengan oval window (jendela oval) dan
round window (jendela bundar) yang berbentuk membran. Di dalam telinga
tengah, terdapat tulang-tulang yang saling berartikulasi melalui sendi-sendi
sinovial. Tulang-tulang ini dinamakan berdasarkan bentuknya, yaitu maleus,
inkus, dan stapes. Tangkai maleus melekat di permukaan bagian dalam gendang
telinga. Kepala maleus tersambung dengan badan inkus oleh ligamen kecil. Inkus
tersambung dengan kepala stapes. Kaki stapes menempel pada oval window. Di
Pada dinding depan telinga tengah, terdapat suatu celah yang disebut sebagai
tuba eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring. Tuba
eustachius pada kondisi normal akan tertutup pada bagian ujungnya di daerah
faring. Saat menelan atau menguap, tuba eustachius terbuka, membiarkan udara
masuk dan keluar dari telinga tengah sampai tekanan pada telinga tengah sama
dengan tekanan atmosfer (lingkungan). Tuba eustachius juga bisa menjadi jalan
masuk patogen dari hidung dan tenggorok ke dalam telinga (Tortora and
Derrickson, 2014).
Telinga dalam disebut juga dengan labirin karena bentuk salurannya yang
sangat kompleks. Telinga dalam dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu labirin
tulang di bagian luar dan labirin membranosa di bagian dalam. Labirin tulang
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kanalis semisirkularis, vestibulum yang
mengandung reseptor keseimbangan, dan koklea yang mengandung reseptor
pendengaran. Labirin tulang dilapisi oleh periosteum dan mengandung cairan
yang disebut perilimfe yang mengelilingi labirin membranosa. Secara kimiawi
perilimfe mirip dengan cairan serebrospinal. Labirin membranosa yang berbentuk
tabung panjang dan berlapis epitel memiliki bentuk yang sama dengan labirin
tulang. Epitel labirin membranosa juga mengandung cairan yang disebut
Bagian anterior dari vestibulum adalah koklea, sebuah saluran tulang yang
berbentuk spiral yang mirip dengan rumah siput. Koklea terbagi menjadi tiga
bagian yakni duktus koklearis (skala media), skala vestibuli, dan skala timpani.
10
Pada membran basilar terdapat organ korti yang mengandung 16.000 sel
rambut yang merupakan reseptor pendengaran. Sel rambut terbagi menjadi dua,
yaitu sel rambut dalam yang terdiri dari satu baris dan sel rambut luar yang terdiri
dari tiga baris. Pada ujung apikal setiap sel rambut terdapat 40-80 stereosilia yang
menyentuh atau tertanam pada endolimfe duktus koklearis. Pada ujung basal, sel
rambut dalam dan sel rambut luar bersinaps dengan neuron sensorik orde pertama
dan dengan neuron motorik dari cabang koklear nervus vestibulokoklearis (VIII).
Sel rambut dalam memiliki sinaps lebih banyak meskipun sel rambut luar lebih
banyak. Sekitar 90-95% sel rambut dalam bersinaps dengan neuron sensorik orde
pertama, sedangkan sel rambut luar hanya sekitar 90% yang bersinaps dengan
neuron motorik (Tortora and Derrickson, 2014).
11
3. Area tengah gendang telinga terhubung oleh maleus yang juga ikut bergetar.
Getaran itu kemudian diteruskan ke inkus dan kemudian ke stapes.
4. Stapes bergerak ke luar dan ke dalam, sehingga oval window tertarik ke luar
dan terdorong ke dalam. Oval window bergetar 20 kali lebih keras daripada
gendang telinga karena osikel secara efisien mentransmisikan getaran kecil yang
tersebar di area permukaan yang luas (gendang telinga) menjadi getaran besar
pada permukaan yang lebih kecil (oval window).
12
13
14
2.4.1 Definisi
Tinnitus merupakan sebuah keadaan presepsi bunyi yang diterima tanpa
adanya sumber luar (Holmes and Padgham, 2011; Atik, 2014). Bunyi ini dapat
terdengar seperti hissing, berdenging, berdering atau seperti suara music
(Langguth et al., 2013; Atik, 2014). Tinnitus setidaknya berlangsung selama 5
menit dan terjadi lebih dari satu kali seminggu (Henry, Dennis and Schechter,
2005).
2.4.2 Klasifikasi
Terdapat dua klasifikasi tinnitus, yaitu berdasarkan etiologinya dan
berdasarkan sifatnya. Klasifikasi tinnitus menurut etiologi atau sumbernya dibagi
menjadi cochlear atau extra cochlear. Klasifikasi menurut sifatnya dibagi menjadi
tinnitus subjektif atau objektif (Holmes and Padgham, 2011; Oghu, Nkiruka and
Somefun, 2012; Nugroho, Muyassaroh and Naftali, 2015).
Tinnitus objektif merupakan tinnitus yang berasal dari salah satu organ
dalam telinga yang dapat juga di dengar oleh pemeriksa dengan menggunakan
stetoskop.(Atik, 2014). Tinnitus objektif yang jarang terjadi ini biasanya
melibatkan sistem vaskular dimana disebabkan oleh adanya aliran turbulen dari
arteri karotis atau vena jugularis (Atik, 2014).
Tinnitus subjektif sulit dinilai secara objektif, dikarenakan hal ini tidak
bisa dirasakan oleh pemeriksa dan hanya dapat dirasakan dan diukur oleh pasien
(Han et al., 2009). Tinnitus dapat disebabkan oleh banyak penyebab, namun salah
satu penyebab tinnitus yang paling banyak adalah paparan suara bising (Langguth
et al., 2013).
2.4.3 Epidemiologi
Berdasarkan sebuah penelitian di Amerika, menunjukkan bahwa 1 dari 10
orang dewasa mengidap tinnitus dan mayoritas tidak melakukan konsul kesehatan
(Baguley, McFerran and Hall, 2013; Bhatt, Lin and Bhattacharyya, 2016). Pada
15
2.4.3 Patofisiologi
Patofisiologi tinnitus masih belum dapat benar-benar dijelaskan, meskipun
sudah banyak teori yang digunakan dalam penelitian (Baguley, 2002; Baldo et al.,
2006). Banyak laporan kasus yang melaporkan tinnitus berhubungan dengan usia,
hilangnya pendengaran, paparan bising, dan penyebab lainnya yang dapat berasal
dari telinga luar, tengah, dalam atau yang berhubungan dengan saraf (Langguth et
al., 2013; Atik, 2014).
16
Tabel 2.1 Features of Tinnitus Noise (John and Turner, 1990; Phonak, 2014)
17
2.4.6 Tatalaksana
Perbedaan etiologi, kompleksitas, dan banyaknya penyebab yang dapat
mempengaruhi kejadian tinnitus membuat pengobatannya menjadi sebuah
tantangan (Baguley, 2007). Saat ini, secara umum tidak ada tatalaksana yang
efektif untuk tinnitus, dimana pengobatan lebih di fokuskan untuk mengurangi
keluhan dengan melakukan irigasi telinga, memberikan obat-obat seperti
antipiletik, dan stapedectomy (Ayache et al., 2003; Thrasher dan Allen, 2005).
Oleh karena itu pengobatan tinnitus lebih banyak melibatkan terapi psikis
dan edukasi seperi yang paling banyak digunakan adalah Cognitive Behavioral
Therapy (CBT) and Tinnitus Retaining Therapy (TRT) (Jastreboff, 2007;
Martinez-Devesa et al., 2020). CBT dilakukan dengan mekanisme manajemen
psikis seperti perhatian yang terseleksi, pembiaran dan fokus dalam mengurangi
stress daripada mencoba untuk mengubah kondisi presepsi yang diterima (Rief et
al., 2005; Londero et al., 2006). TRT dilakukan dengan “directive counseling”
bersama dengan noise generator yang dirancang untuk membuat seseorang
menjadi terbiasa dengan cara memberikan efek suara dibawah level tinnitus
selama 6-12 per hari termasuk saat tidur (Zachriat and Kröner-Herwig, 2004).
18
2.5.1 Definisi
Earphone adalah suatu alat yang berguna untuk mengubah gelombang
suara menjadi gelombang listrik yang dapat disambungkan dari alat pemutar
musik ke telinga. Earphone yang ada di Indonesia ada 2 jenis, yaitu earphone
earbud yang penggunaannya langsung diletakkan di luar telinga dan earphone
inear yang digunakan dengan dimasukkan ke dalam bagian depan lubang telinga
(Herman, 2011).
19
20
Sebuah studi kasus menunjukkan bahwa 61,83% populasi kerap setiap hari
menggunakan earphone, 19,83% tiga kali seminggu, dan 8,40% satu kali
seminggu (Herrera et al., 2016). Musik yang didengar melaui earphone di dalam
telinga memliki intensitas yang lebih besar (Laoh, Rumampuk and Lintong,
2015). Populasi cenderung meningkatkan intensitas earphone saat berada di
tempat yang terpapar suara bising (Manisha et al., 2015). Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa 16,03% menggunakan earphone dengan intensitas yang
sangat keras, dan 37,40% pada intensitas keras (Herrera et al., 2016). Selain itu
earphone dalam telinga tidak sepenuhnya dapat mencegah masuknya suara-suara
dari lingkungan sekitar sehingga penggunanya biasa akan meningkatkan intensitas
earphone untuk mengurangi hal tersebut (Rahadian et al., 2010).
21
22
23
2.8 Hubungan Hasil Visual Analog Scale (VAS) dengan Tinnitus Handicap
Inventory (THI) Questionnaire
24
Gambar 2.5 Hubungan skor VAS dan THI (Figueiredo, De Azevedo and
Oliveira, 2009)
25
Peningkatan
Paparan
Bising
Gangguan
Pendengaran
Akibat Bising
Tinnitus
26
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara angkatan 2017-2019 yang menggunakan earphone.
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
5.1 Kesimpulan
41
5.2 Saran
42
Baguley, D., McFerran, D. and Hall, D. (2013) ‘Tinnitus’, The Lancet, 382(9904),
43
Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, D. J. (2011) ‘Seri Pedoman Tatalaksana
Penyakit Akibat Kerja Bagi Petugas Kesehatan: Penyakit THT Akibat Kerja’,
Kementerian Kesehatan RI, 30. Available at:
https://www.depkes.go.id/article/view/19020100003/hari-kanker-sedunia-
2019.html.
Daniel, E. (2007) ‘Noise and hearing loss: A review’, Journal of School Health,
77(5), pp. 225–231. doi: 10.1111/j.1746-1561.2007.00197.x.
44
Ding, T., Yan, A. and Liu, K. (2019) ‘What is noise-induced hearing loss?’,
British Journal of Hospital Medicine, 80(9), pp. 525–529. doi:
10.12968/hmed.2019.80.9.525.
Ferrite, S. and Santana, V. (2005) ‘Joint effects of smoking, noise exposure and
age on hearing loss’, Occupational Medicine, 55(1), pp. 48–53. doi:
10.1093/occmed/kqi002.
45
Folmer, R. L., Martin, W. H. and Shi, Y. (2004) ‘Tinnitus: Questions to reveal the
cause, answers to provide relief’, Journal of Family Practice, 53(7), pp. 532–
540.
Henry, J. A. et al. (2010) ‘A triage guide for tinnitus’, Journal of Family Practice,
59(7), pp. 389–393.
46
Herrera, S. et al. (2016) ‘Amplified Music with Headphones and its Implications
on Hearing Health in Teens’, International Tinnitus Journal, 20(1), pp. 42–47.
doi: 10.5935/0946-5448.20160008.
47
Kim, H. J. et al. (2015) ‘Analysis of the prevalence and associated risk factors of
Tinnitus in adults’, PLoS ONE, 10(5), pp. 1–15. doi:
10.1371/journal.pone.0127578.
Laer, L. Van et al. (2002) ‘Is DFNA5 a susceptibility gene for age-related hearing
impairment?’, European Journal of Human Genetics, 10(12), pp. 883–886.
doi: 10.1038/sj.ejhg.5200878.
48
Manisha, D. et al. (2015) ‘Effects of Personal Music Players and Mobiles with
Ear Phones on Hearing in Students’, IOSR Journal of Dental and Medical
Sciences, 14(2), pp. 2279–861. doi: 10.9790/0853-14263135.
Mazurek, B. et al. (2010) ‘The more the worse: The grade of noise-induced
hearing loss associates with the severity of tinnitus’, International Journal of
Environmental Research and Public Health, 7(8), pp. 3071–3079. doi:
10.3390/ijerph7083071.
Nondahl, D. M. et al. (2011) ‘Tinnitus and its risk factors in the Beaver Dam
Offspring Study’, International Journal of Audiology, 50(5), pp. 313–320. doi:
10.3109/14992027.2010.551220.
Park, B. et al. (2014) ‘Analysis of the prevalence of and risk factors for tinnitus in
a young population’, Otology and Neurotology, 35(7), pp. 1218–1222. doi:
10.1097/MAO.0000000000000472.
49
El Refaie, A. et al. (2004) ‘A questionnaire study of the quality of life and quality
of family life of individuals complaining of tinnitus pre- and post-attendance
at a tinnitus clinic’, International Journal of Audiology, 43(7), pp. 410–416.
doi: 10.1080/14992020400050052.
Rossiter, S., Stevens, C. and Walker, G. (2006) ‘Tinnitus and its effect on working
memory and attention’, Journal of Speech, Language, and Hearing Research,
49(1), pp. 150–160. doi: 10.1044/1092-4388(2006/012).
50
Soepardi, E. A. et al. (2007) ‘Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok
kepala & leher’, Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Syakila, N. (2014) ‘Hubungan lama paparan Penggunaan Earphone Musik
Terhadap Terjadinya Gangguan Pendengaran Akibat Bising Pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala’, Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala Aceh. Available at:
https://etd.unsyiah.ac.id/baca/index.php?id=9234&page=1.
World Health Organization (WHO) (2012) ‘State of Hearing and Ear Care in the
South-East Asia Region’, World Health Organization, pp. 1–48. Available at:
http://apps.searo.who.int/PDS_DOCS/B1466.pdf.
52
RIWAYAT HIDUP
(Curriculum Vitae)
Riwayat Pendidikan
1. TK Mutiara Avirallda, Graha Prima, Tambun-Bekasi (2002 – 2005)
2. SD Santa Maria Monica Bekasi Timur (2005 – 2011)
3. SMP Negeri 1 Bekasi (2011 – 2014)
4. SMA Negeri 1 Bekasi (2014 – 2017)
5. Fakultas Kedokteran USU (2017 - sekarang)
Riwayat Organisasi
1. Task Force Project Coordinator CIMSA USU 2017-2018
2. Vice Local Coordinator for Internal Affairs CIMSA USU 2018-2019
3. Supervising Council CIMSA USU 2019-sekarang
4. Anggota Keluarga Mahasiswa Jabodetabek USU 2017-sekarang
5. Anggota Kelompok Aspirasi Mahasiswa Bersama FK USU 2019-sekarang
Riwayat Pelatihan
1. Peserta Kegiatan PKKMB Fakultas Kedokteran USU 2017
2. Peserta Kegiatan MMB Fakultas Kedokteran USU 2017
3. Seminar Kanker Prostat dan Workshop Sirkumsisi SCORA PEMA FK USU
2017
53
Riwayat Kepanitiaan
1. Anggota Seksi Publikasi dan Dokumentasi Perayaan Natal FK USU 2017
2. Anggota Seksi Perlengkapan dan Tempat Pengabdian Masyarakat dan Bakti
Sosial PEMA FK USU 2017
3. Anggota Seksi Perlengkapan dan Tempat PORSENI FK USU 2018
4. Anggota Seksi Publikasi dan Dokumentasi Bakti Sosial FK USU 2018
5. Wakil Ketua Kegiatan Training New Trainer and Regional Meeting CIMSA
Region 1 2018
6. Ketua Perayaan Earth Hour CIMSA USU 2018
7. Anggota Seksi Publikasi dan Dokumentasi Paskah FK USU 2018
8. Anggota Seksi Publikasi dan Dokumentasi Perayaan White Cane Day
CIMSA USU 2018
9. Anggota Seksi Perlengkapan dan Tempat Pengabdian Masyarakat Akbar
PEMA FK USU 2018
10. Volunteer Bakti Sosial Keluarga Mahasiswa Jabodetabek USU 2018
11. Anggota Seksi Publikasi dan Dokumentasi Perayaan Natal FK USU 2018
12. Anggota Seksi Peralatan dan Tempat Pengabdian Masyarakat SCORA
PEMA FK USU 2019
13. Anggota Seksi Peralatan dan Tempat Paskah FK USU 2019
14. Koordinator Seksi Acara PORSENI FK USU 2019
15. Anggota Seksi Perlengkapan dan Tempat Pengabdian Masyarakat Akbar
PEMA FK USU 2019
16. Koordinator Keamanan Perayaan Natal Oikumene USU 2019
17. Koordinator Lapangan Seminar & Dialog Interaktif Forum Ikatan Alumni
Kedokteran Seluruh Indonesia 2020
18. Volunteer Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
dalam Penanganan COVID-19 2020
54
55
Medan, 2020
Responden,
( )
56
1. Nama Lengkap :
2. Stambuk :
57
0 = tidak nyeri
1-3 = nyeri ringan
58
59
60
“Ya” dan “kadang-kadang” dan kemudian dihitung total poin yang didapat.
61
62
Correlations
Notes
Comments
Filter <none>
Weight <none>
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.
Syntax CORRELATIONS
/VARIABLES=P1 P2 P3 P4 P5 TOTAL
/PRINT=TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE.
63
P1 P2 P3 P4 P5 TOTAL
N 20 20 20 20 20 20
N 20 20 20 20 20 20
N 20 20 20 20 20 20
N 20 20 20 20 20 20
N 20 20 20 20 20 20
N 20 20 20 20 20 20
64
Comments
Filter <none>
Weight <none>
Matrix Input
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.
Syntax RELIABILITY
/VARIABLES=P1 P2 P3 P4 P5
/SCALE('ALL VARIABLES') ALL
/MODEL=ALPHA.
N %
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0
Reliability Statistics
.913 5
65
Notes
Comments
Filter <none>
Weight <none>
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.
Syntax CORRELATIONS
/VARIABLES=P1 P2 P3 P4 P5 TOTAL
/PRINT=TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE.
[DataSet0]
66
P1 P2 P3 P4 P5 TOTAL
N 20 20 20 20 20 20
N 20 20 20 20 20 20
N 20 20 20 20 20 20
N 20 20 20 20 20 20
N 20 20 20 20 20 20
N 20 20 20 20 20 20
67
Comments
Filter <none>
Weight <none>
Matrix Input
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.
Syntax RELIABILITY
/VARIABLES=P1 P2 P3 P4 P5
/SCALE('ALL VARIABLES') ALL
/MODEL=ALPHA.
N %
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0
Reliability Statistics
.872 5
68
69
70
71
74
Durasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Frekuensi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Volume
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
79
Denging
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Lokasi Denging
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
80
Tinnitus
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
81
Tidak Ya Total
Berisiko Count 55 40 95
Expected Count 61.6 33.4 95.0
Total Count 96 52 148
Expected Count 96.0 52.0 148.0
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Point Probability
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,62.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is 2,370.
82
Frequencies
Statistics
HasilTHIQ HasilVAS
N Valid 52 52
Missing 0 0
Frequency Table
HasilVAS
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
HasilTHIQ
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
83