TENTANG PRAPERDILAN
1
Ahmad Rohid,2 Auliya Rahma,3 Dewi Kania,4 Emilia Kusuma
1
cempakawolles@gmail.com, 2auliyatqiya@gmail.com
3
dewikania030103@gmail.com, 4kusumaemilia13@gmail.com
ABSTRAK
Praperadilan adalah proses hukum yang dapat digunakan oleh seseorang yang
merasa hak-haknya telah dilanggar oleh tindakan penegak hukum, seperti
penangkapan, penahanan, atau penggeledahan. Tujuan praperadilan adalah untuk
memeriksa apakah tindakan tersebut sesuai dengan hukum dan menjaga hak-hak
individu. Jika ditemukan pelanggaran, pengadilan dapat membatalkan atau
mengoreksi tindakan tersebut. Sedangkan yurisprudensi yaitu merupakan putusan
sebuah pengadilan, dengan demikian putusan pengadilan merupakan cikal bakal
yurisprudensi atau terciptanya yurisprudensi sebagai hasil dari putusan pengadilan.
Artikel ini membahas tentang salah satu analisis putusan yurisprudensi No.
04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel.tentang praperadilan yang memicu perubahan
peraturan hukum di Indonesia yakni yang melibatkan Budi Gunawan sebagai
pemohon dalam kasus tersebut. Dalam kasus tersebut bahwasanya Budi Gunawan
mengajukan perperadilan pada pengadilan mengenai prosedur penangkapan dan
penahanan, penyedikan, tuntutan. Metode penelitian hukum yang digunakan dalam
artikel ini dalam menganalisis putusan diatas adalah metode pendekatan penelitian
hukum normatif yang dimaksudkan untuk mempelajari norma-norma yang
dilakukan dalam praktek hukum.
Pretrial is a legal process that can be used by someone who feels their rights have been
violated by law enforcement actions, such as arrest, detention, or search. The aim of
pretrial is to check whether the action complies with the law and safeguards the
individual's rights. If a violation is found, the court can cancel or correct the action.
Meanwhile, jurisprudence is the decision of a court, thus a court decision is the
forerunner of jurisprudence or the creation of jurisprudence as a result of a court
decision. This article discusses one of the analyzes of jurisprudential decision No.
04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel.about pretrial which triggered changes to legal
regulations in Indonesia, namely involving Budi Gunawan as the applicant in the case.
In this case, Budi Gunawan submitted a trial to the court regarding the procedures for
arrest and detention, investigation and prosecution. The legal research method used in
this article in analyzing the decision above is a normative legal research approach
method which is intended to study the norms carried out in legal practice.
PENDAHULUAN
Pra peradilan, sebagai tahap kritis dalam proses hukum, membuka jendela ke
kompleksitas dan dinamika pembentukan keputusan hukum. Dalam mengeksplorasi
ranah ini, artikel ini bertujuan untuk menyelidiki yurisprudensi seputar pra peradilan,
membedah pergeseran, hambatan, dan evolusi dalam sistem hukum yang melibatkan
tahap ini. Pentingnya pra peradilan tidak hanya terletak pada persiapan kasus sebelum
menginjak ke panggung peradilan formal, tetapi juga pada bagaimana prinsip-prinsip
keadilan dan hak asasi manusia mengakar dalam tahapan awal ini. Artikel ini akan
merinci bagaimana interpretasi hukum, putusan pengadilan, dan kebijakan pra peradilan
memberikan pondasi yang solid untuk proses peradilan selanjutnya. 2
Di tengah-tengah dinamika ini, penelitian ini juga akan merinci dampak teknologi,
terutama kecerdasan buatan, pada landscape pra peradilan. Dengan perkembangan pesat
teknologi, pertanyaan etis dan hukum muncul seiring dengan implementasi algoritma
dan sistem otomatisasi dalam pengambilan keputusan pra peradilan. Bagaimana
yurisprudensi merespons dan mengakomodasi era digital ini akan menjadi titik sentral
dalam analisis ini.3
METODOLOGI PENELITIAN
1
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Peningkatan Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum,
Penelitian Hukum, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1992, h. 8-12
2
Miftakhul Huda, Yurisprudensi, Majalah Konstitusi Edisi April 2010, h. 86
3
Kaligis, Otto Cornelis, dkk, 1997, Praperadilan Dalam Kenyataan, Djambatan, Jakarta.
Penelitian dilakukan dengan cara normatif, yakni menggunakan metode
deskriptifanalistis. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan cara menelaah dan
menginterpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas, konsepsi,
doktrin dan norma hukum yang berkaitan dengan pembuktian perkara pidana. Tahap
penelitian yaitu penelitian pustaka (library research). Adapun teknik pengumpulan data
yang dilakukan penulis berupa catatan.4
Penulis dalam menganalisis data yang diperoleh dari hasil penelitian menggunakan
teknik analisa data pendekatan kualitatif, yaitu merupakan tata cara penelitian yang
menghasilkan data yang deskriktif. Penelitian deskriptif cenderung menggambarkan
suatu fenomena apa adanya dengan cara menelaah secara teratur-ketat, mengutamakan
obyektivitas, dan dilakukan secara cermat.
PEMBAHASAN
1. POSISI KASUS
Kasus Budi Gunawan dimulai pada 10 Januari 2015 ketika Presiden Joko Widodo
memilihnya sebagai kandidat tunggal Kapolri menggantikan Sutarman. Keputusan ini
mengundang kritik karena keterkaitan Budi dengan kasus rekening gendut pejabat
karena Budi pernah menjadi ajudan Megawati saat ia menjadi presiden 5. Pada tanggal
13 Januari 2015, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan Budi Gunawan
sebagai tersangka korupsi saat ia menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. KPK telah melakukan penyelidikan
selama enam bulan dan menemukan lebih dari dua alat bukti untuk menaikkan
penyelidikan menjadi penyidikan. Pada tanggal 14 Januari 2015, Budi Gunawan
dinyatakan lulus uji kelayakan dan kepatutan oleh Komisi III DPR. Pada tanggal 15
Januari 2015, rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menetapkan Budi
Gunawan sebagai Kapolri. Keputusan sidang paripurna itu didukung oleh delapan fraksi
yaitu PDI-P, Golkar, Gerindra, PKS, PKB, Nasdem, Hanura, dan PPP. Sementara Fraksi
Demokrat dan PAN meminta DPR mengeluarkan persetujuan dengan sejumlah
pertimbangan, antara lain dengan ditetapkannya tersangka Budi Gunawan oleh KPK. 6
4
Tolib Effendi,2013 Sistem Peradilan Pidana, Yogyakarta, Pustaka yustisia, hlm. 5
5
Ibid, hal. 6
6
Komjen Budi Gunawan Ajukan Praperadilan Terhadap KPK”, www.voaindonesia.com , Kamis 22 Januari
2015. Dikunjungi pada tanggal 20 Desember 2023.
Selanjutnya pada 19 Januari 2015 Budi Gunawan mendaftarkan gugatan pra peradilan
terkait penetapan tersangka atas dirinya oleh KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pada tanggal 22 Januari 2015 Kuasa hukum Budi Gunawan melaporkan para
komisioner KPK ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri dengan tuduhan
membocorkan rahasia negara berupa laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK ) terhadap rekening Budi Gunawan dan keluarganya. Pada hari yang
sama, PLT Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto memberikan pernyataan publik bahwa
Abraham Samad pernah mengutarakan ambisi menjadi calon wakil presiden dan bahwa
Samad menuduh Budi Gunawan menggagalkan ambisinya. Pada tanggal 23 Januari
2015 Bareskrim Polri menangkap wakil ketua KPK Bambang Widjojanto dengan
tuduhan memerintahkan saksi sengketa pilkada Kotawaringin Barat bersumpah palsu.
Penangkapan dilakukan petugas bersenjata di hadapan anak Bambang. Ratusan orang
berdatangan ke gedung KPK untuk memberikan dukungan kepada KPK. Pada malam
harinya, Samad serta sejumlah tokoh masyarakat mendatangi Bareskrim Mabes Polri
menuntut pembebasan Bambang Widjojanto.7
Pada hari yang sama, Presiden Joko Widodo menyatakan sikapnya terkait konflik
ini. Namun pernyataan Jokowi disambut kekecewaan oleh sebagian publik karena
dianggap tidak menyelesaikan masalah.
"Memastikan bahwa proses hukum yang ada harus obyektif dan sesuai aturan Undang-
Undang yang ada. Saya meminta sebagai kepala negara agar institusi Polri dan KPK
tidak terjadi gesekan dalam menjalankan tugas masing-masing," kata Jokowi saat itu.
Pada tamggal 24 Januari 2015 Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja diadukan ke
Bareskrim Polri atas dugaan pemalsuan surat notaris dan penghilangan saham PT Desy
Timber. 25 Januari 2015 Jokowi membentuk tim 9 untuk membantu mencarikan solusi
ketegangan KPK-Polri. Pada tanggal 28 Januari 2015 Tim 9 mengusulkan kepada
Presiden Joko Widodo untuk mencabut pencalonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan
sebagai Kapolri karena Budi sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus
dugaan korupsi. Pada tanggal 26 Januari 2015 Wakil Ketua KPK Zulkarnaen dilaporkan
ke Mabes Polri dengan tuduhan korupsi dana hibah Program Penanganan Sosial
Ekonomi Masyarakat (P2SEM) Jawa Timur pada 2008. 2 Februari 2015 Sidang gugatan
7
https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/02/150216_vonis_budigunawan_kpk (Diakses
Rabu, 13 Desember 2023 20.24)
pra peradilan Budi Gunawan dimulai di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Selain itu
pada tanggal 16 Februari 2015 Majelis Hakim PN Jakarta Selatan mengabulkan gugatan
Budi Gunawan dan menyatakan penetapannya sebagai tersangka tidak sah dan tidak
bersifat mengikat secara hukum.8
2. PERTIMBANGAN HUKUM
Dalam putusan yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Sarpin Rizaldi, Senin
(16/02), dinyatakan bahwa keputusan diambil berdasarkan undang-undang yang
menyatakan bahwa subyek hukum pelaku tindak pidana korupsi yang menjadi
kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai termohon adalah orang
yang perbuatannya menyebabkan kerugian negara paling sedikit Rp 1 miliar.
8
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta; Rineke Cipta, 2014), hlm. 41
dan tidak berdasar atas hukum, dan karenanya Penyusunan aquo tidak
mempunyai kekuatan mengikat ;
4. Menyatakan Penetapan Tersangka atas diri Pemohon yang dilakukan oleh
Termohon adalah tidak sah ;
5. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih
lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka terhadap diri
Pemohon oleh Termohon ;
6. Membebankan biaya perkara kepada negara sebesar nihil ;
7. Menolak Permohonan Pemohon Praperadilan selain dan selebihnya.9
Pada putusan ini menggunakan teori gabungan karena pada putusan ini memandang
bahwa tujuan pemidanaan bersifat plural, karena menggabungkan antara prinsip-prinsip
relatif (tujuan) dan absolut (pembalasan) sebagai satu kesatuan. Teori ini bercorak
ganda, dimana pemidanaan mengandung karakter pembalasan sejauh pemidanaan
dilihat sebagai suatu kritik moral dalam menjawab tindakan yang salah. Sedangkan
karakter tujuannya terletak pada ide bahwa tujuan kritik moral tersebut ialah suatu
reformasi atau perubahan perilaku terpidana di kemudian hari.
Adapun pada Putusan Pengadilan Perkara Pidana Nomor
04/Pid.Prap/2015/PN.JKT.Sel menolak eksepsi pemohon pada seluruhnya. Selain itu
dalam pokok perkara mengabulkan permohonan pemohon pra pradilan untuk sebagian
Selain itu, Putusan Pada Perkara Pidana Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.JKT.Sel pada
tingkat Ini menyatakan mengadili sendiri dengan:
a. Mengabulkan permohonan Budi Gunawan Pra peradilan untuk swbagian ;
b. Menyatakan Penuntutan Perkara Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.JKT.Sel atas
nama BUDI GUNAWAN dapat diterima;
c. Membebankan biaya perkara kepada negara sebagai nihil;10
TEORI HUKUM
9
Budiman, Hendra. 2015. www.kompasiana .com. Tersangka Bebas Oleh Putusan Praperadilan, diakses
dari http://www.kompasiana.com/hendra_budiman/tersangka-bebas-oleh-putusan-
praperadilan_54f35c227455139d2b6c7303. Pada tanggal 17 Juni 2015.
10
Hartono. 2010. Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan Hukum Progresif.
Jakarta : Sinar Grafika.
Teori yang digunakan dalam pemidanaan kasus ini ialah Teori Gabungan/modern
(Vereningings Theorien) Teori gabungan atau teori modern memandang bahwa tujuan
pemidanaan bersifat plural, karena menggabungkan antara prinsip-prinsip relatif
(tujuan) dan absolut (pembalasan) sebagai satu kesatuan. Teori ini bercorak ganda,
dimana pemidanaan mengandung karakter pembalasan sejauh pemidanaan dilihat
sebagai suatu kritik moral dalam menjawab tindakan yang salah. Sedangkan karakter
tujuannya terletak pada ide bahwa tujuan kritik moral tersebut ialah suatu reformasi atau
perubahan perilaku terpidana di kemudian hari. teori ini mensyaratkan agar pemidanaan
itu selain memberikan penderitaan jasmani juga psikologi dan terpenting adalah
memberikan pemidanaan dan pendidikan. Dengan munculnya teori gabungan ini, maka
terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ahli (hukum pidana), ada yang menitik
beratkan pembalasan, ada pula yang ingin unsur pembalasan dan prevensi seimbang.
Yang pertama, yaitu menitik beratkan unsur pembalasan dianut oleh Pompe (Andi
Hamzah, 2005 : 36). Pompe menyatakan: Orang tidak menutup mata pada pembalasan.
Memang, pidana dapat dibedakan dengan sanksi-sanksi lain, tetapi tetap ada ciri-
cirinya. Tetap tidak dapat dikecilkan artinya bahwa pidana adalah suatu sanksi, dan
dengan demikian terikat dengan tujuan sanksi-sanksi itu. Dan karena hanya akan
diterapkan jika menguntungkan pemenuhan kaidah-kaidah dan berguna bagi
kepentingan umum. Teori gabungan ini yaitu menitik beratkan pertahanan tata tertib
masyarakat. Teori ini tidak boleh lebih berat daripada yang ditimbulkannya dan
gunanya juga tidak boleh lebih besar dari pada yang seharusnya.11
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwasanya dalam kasus ini menggunakan teori
gabungan dalam pemidanaan nya, karena selain memang hakikat nya untuk pembalasan
yang ia lakukan ada tujuan yang di masukan dalam pemidaan ini agar tidak ada yang
melakukan nya lagi.
PERTIMBANGAN HAKIM
Tiga kali sudah Komisi Pemberantasan Korupsi kalah dalam sidang praperadilan di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kekalahan pertama dialami setelah Komjen Budi
Gunawan menang dalam praperadilan atas penetapan tersangka yang dilakukan KPK.
11
Lilik Mulyadi, 2008. Bunga Rampai Hukum Piada : Prespektif, Teoritis, dan Praktik. Bandung :
Alumni. Hal. 7
Putusan Hakim Sarpin Rizaldi yang mengadili perkara tersebut, sempat menjadi
kontroversi karena memasukan penetapan tersangka dalam objek praperadilan. Buntut
putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi kemudian mengabulkan gugatan Bachtiar
Abdul Fatah (Karyawan PT Chevron Pasific Indonesia) dan memasukan penetapan
tersangka sebagai objek praperadilan.
Meskipun penyidikan kedua kasus tersebut sudah dinyatakan tidak sah oleh hakim,
namun masih ada peluang bagi penegak hukum, termasuk KPK untuk tetap menangani
perkara tersebut, dengan cara melakukan penyidikan dengan benar sebagaimana UU.
"Namun demikian, perlindungan terhadap hak tersangka tidak kemudian diartikan
bahwa tersangka tersebut tidak bersalah dan tidak menggugurkan dugaan adanya tindak
pidana, sehingga tetap dapat dilakukan penyidikan kembali sesuai dengan kaidah
hukum yang berlaku secara ideal dan benar," demikian bunyi petikan putusan Hakim
Konstitusi.
12
https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/02/150216_vonis_budigunawan_kpk
Dengan demikian, meski penyidikan kedua perkara tersebut telah dinyatakan tidak
sah, KPK masih berpeluang menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) kembali
terhadap perkara tersebut. Sebelumnya Pelaksana tugas pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Indriyanto Seno Adji, juga sangat yakin pihaknya
masih bisa untuk menerbitkan kembali Surat Perintah Penyidikan atas nama Ilham Arief
Sirajuddin.
3. ANALISIS YURISPRUDENSI
Terkait dengan kasus tersebut yang berhubungan dengan pra-peradilan, pada tahun 2015
terdapat fenomena hukum langka yang melibatkan Budi Gunawan dan KPK. Penulis
menganalisis putusan tersebut, bahwa dalam Putusan prapepradilan nomor
04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. berisi tentang dikabulkannya permohonan praperadilan
atas kasus Budi Gunawan. Hal yang paling mendasar dalam masalah ini adalah tuntutan
yang diajukan dalam sidang praperadilan tersebut tidak ada dalam pasal 77 KUHAP,
yaitu mengenai sah/tidaknya penetapan seseorang sebagai tersangkan. Namun, Hakim
Sarpin Rizaldi menyatakan bahwa bukan hanya karena hal tersebut tidak ada dalam
pasal tersebut, kemudian menjadikan hal ini tertolak. Dasar hukum yang digunakan
hakim dalam hal ini adalah Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman. Lebih tepatnya pada Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1).14
13
Sudikno Mertokusumo, 2008, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Cetakan Keempat, Liberty,
Yogyakarta, hlm.111-112
Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP, penyelidikan diartikan sebagai
“serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga
sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukannya penyidikan”.
Sedangkan penyidikan ditentukan dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP, yaitu “ serangkaian
tindakan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.
Mengingat dalam perkara ini adalah perkara korupsi yang ditangani oleh Termohon,
oleh karenanya bukti permulaan yang cukup harus didasarkan pada dua alat bukti
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 44 ayat (2) UU KPK yang pada pokoknya secara
tegas dan jelas mengatur bahwa bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila
telah ditemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan diperoleh secara sah
berdasarkan peraturan perundang-undangan (beyond reasonable doubt).
Namun, dalam hal ini, Termohon seolah acuh tak acuh terhadap segala hal yang sangat
prinsipil tersebut, entah karena tidak tahu ataupun tidak mau tahu, yang mana hal
tersebut disadari atau tidak disadari oleh Termohon adalah merupakan bentuk
pendzaliman terhadap Pemohon.
Dalam tulisan tersebut ada salah satu pendapatnya yang menyatakan “tidak sependapat
apabila suatu putusan hakim, terutama putusan MA yang menyalahi hukum acara yang
14
Hamzah, Chandra M. 2014. Penjelasan Hukum (Restetment) tentang Bukti Permulaan Yang Cukup.
Jakarta :Pusat Studi Hukum Dan Kebijakan Indonesia (PSHK).
15
Leden Marpaung, 2011, Proses Penanganan Perkara Pidana (Di Kejaksaan & Pengadilan negeri Upaya
Hukum & Eksekusi) Bagian kedua, Jakarta, Sinar grafika, hlm.129
berlaku (KUHAP) sebagaimana putusan MA No. 275 K/Pid/1983 dianggap
sebagaisuatu yurisprudensi...”.16
Pendapat ini juga dikuatkan oleh Prof. Mr. Subekti yang memberikan pengertian
Yurisprudensi sebagai “putusan-putusan Hakim atau Pengadilan yang tetap dan
dibenarkan oleh Mahkamah Agug sebagai Pengadilan Kasasi atau putusan Mahkamah
Agung sendiri sebagai Pengadilan Kasasi atau putusan Mahkamah Agung sendiri yang
sudah tetap (konstant)”.17
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa kasus yang dilakukan Budi Gunawan yang dimulai
pada 10 Januari 2015, Keputusan ini mengundang kritik karena keterkaitan Budi dengan
kasus rekening gendut pejabat karena Budi pernah menjadi ajudan Megawati saat ia
menjadi presiden. Pada tanggal 13 Januari 2015, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
mengumumkan Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi saat ia menjabat Kepala Biro
Pembinaan Karier Deputi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.18
Sebenarnya perihal suap dan gratifikasi ini telah sering dipersoalkan. Namun
hingga saat ini, sudah banyak putusan pengadilan tingkat pertama, banding maupun
16
pendapat Eddy O.S. Hiariej dalam anotasinya terhadap putusan Mahkamah Agung Nomor 1764
K/Pid.Sus/2009 dalam situs www.indekshukum.org
17
MahkamahAgung RI, 2005, Naskah Akademis Tentang Pembentukan Hukum MelaluiYurisprudensi,
hlm. 27
18
Ibid, hlm, 8.
kasasi yang memutuskan bahwa kasus gratifikasi dan suap merupakan kewenangan
KPK. Bahkan beberapa putusan telah menjadi landmark decision, misalkan kasus
mantan Jaksa BLBI, Urip Tri Gunawan dan mantan Kakorlantas Polri, Djoko Susilo.
Tampak jelas bahwa hakim praperadilan tidak memahami UUD 1945, UU KUHAP, UU
Kepolisian dan UU KPK dengan baik. Pemahaman yang sesat menyebabkan lahirnya
putusan yang sesat. Karenanya, putusan sesat ini harus dikoreksi. Upaya hukum luar
biasa melalui Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung dapat ditempuh KPK19.
DAFTAR PUSTAKA
19
Sudikno Mertokusumo, ed, Penemuan Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 2009), hlm, 9.
Kaligis, Otto Cornelis, dkk, 1997, Praperadilan Dalam Kenyataan, Djambatan, Jakarta.
https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/
2015/02/150216_vonis_budigunawan_kpk (Diakses Rabu, 13 Desember 2023
20.24)
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta; Rineke Cipta, 2014), hlm. 41
https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/
2015/02/150216_vonis_budigunawan_kpk
Pendapat Eddy O.S. Hiariej dalam anotasinya terhadap putusan Mahkamah Agung
Nomor 1764 K/Pid.Sus/2009 dalam situs www.indekshukum.org