Anda di halaman 1dari 159

PENERBITAN PEMBERITAHUAN PERKEMBANGAN HASIL

PENYIDIKAN (SP2HP) ONLINE SEBAGAI UPAYA TRANSPARANSI


POLRI DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA

(STUDI DI POLRESTABES MEDAN)

TESIS

OLEH

HENDRA EKO TRIYULIANTO


NIM. 157005193/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


PENERBITAN PEMBERITAHUAN PERKEMBANGAN HASIL
PENYIDIKAN (SP2HP) ONLINE SEBAGAI UPAYA TRANSPARANSI
POLRI DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA

(STUDI DI POLRESTABES MEDAN)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi
Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara

OLEH

HENDRA EKO TRIYULIANTO


NIM. 157005193/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Telah diuji pada
Tanggal : 24Januari 2018

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Madiasa Ablisar, S.H., MS.

Anggota : 1. Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum


2. Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum
3. Dr. M. Ekaputra, S.H., M.Hum
4. Dr. Chairul Bariah, S.H., M.Hum

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Upaya menerbitkan Surat Pemberitahuan PerkembanganHasil Penyidikan


(SP2HP) untuk menunjang pelayanan Polri dalam bidang penyidikan agar
Profesional, Modern dan Terpercaya (Promoter) dimulai dari jajaran Kepolisian
tingkat Pusat sampai Daerah diharapkan dapatberbenah diri secepat mungkin.
Penerapan program Promoterhendaknyasegera diimplementasi mengingat bahwa
Polri harus memberikan pengayomandan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.
Terlebih dalam era digital saatini dimana sistem informasi dan komunikasi
merupakan elemen yang fundamendan penting. Saat ini masyarakat sudah mulai
merasakan bahwa peran TeknologiInformasi dan Komunikasi perlahan-lahan sudah
menggantikan peran manusiadalam berbagai sendi kehidupan, berbagai macam
aktifitas bisnis, pemerintahan,dan pendidikan mulai digantikan dengan e-business, e-
government,dan e-education,lambat laun peran Teknologi Infomasi dan Komunikasi
telah membawalifestyle (gaya hidup) masyarakat menuju ke digital age (peradaban
digital). Jajaran Polri-pun turut dituntut untuk bisa beradaptasi dengan peran
teknologiinformasi, dimana dalam era digital ini akuntabilitas, efektivitas, dan
efisiensisangat mutlak diperlukan.
Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah mengenai kurangnya
kepercayaan publik terhadap kinerja penyidik Polri dalam melakukan penyidikan
tindak pidana yang dilaporkan kepadanya. Di Polrestabes Medan, telah dibuat suatu
program/aplikasi penerbitan SP2HP Online yang bertujuan agar masyarakat dapat
dengan mudah mengakses segala informasi terkait dengan laporan polisi yang
dibuatnya. Namun, aplikasi tersebut belumlah memadai, sebab terkait dengan
dukungan personil yang kurang, dukungan keuangan yang tidak memadai, dan
dukungan sarana dan prasarana yang juga masih swadaya, ditambah lagi metode
penggunaan aplikasi tersebut masih belum ada dan belum diajarkan kepada masing-
masing Polsek di bawah Polrestabes Medan.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif didukung penelitian hukum
empiris dengan melakukan wawancara dengan informan bersifat deskriptif analisis.
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder bersumber dari bahan hukum primer,
sekunder, dan tertier. Data sekunder dikumpulkan dengan teknik studi kepustakaan.
Selanjutnya, data-data tersebut dianalisa dengan menggunakan metode analisa
kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Sebaiknya,Pemerintah RI mendukung
Polrestabes Medan dalam membuat Aplikasi SP2HP Online; Sebaiknya, Penyidik
Sat.Reskrim Polrestabes Medan dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan lebih
menjunjung tinggi hak-hak korban; dan sebaiknya, masyarakat sebagai pelapor
mengetahui dan mempelajari bagaimana cara-cara menggunakan Aplikasi SP2HP
Online Polrestabes Medan.

Universitas Sumatera Utara


Kata Kunci : Penerbitan Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan
(SP2HP) Online; Upaya Transparansi Polri Dalam Penyidikan
Tindak Pidana; Polrestabes Medan.
ABSTRACT

Efforts to issue a Notice of Progress of Investigation Result (SP2HP) to


support the Police service in the field of investigation for Professional, Modern and
Promoter starting from the ranks of the Central Police to the Region are expected to
improve themselves as soon as possible. Implementation of Promoter program should
be implemented immediately considering that the Police must provide optimum
guidance and service to the community. Especially in the current digital era where
information and communication systems are fundamental and important elements.
Today people are beginning to feel that the role of Information and Communication
Technology has slowly replaced human roles in various aspects of life, various
business activities, government, and education began to be replaced with e-business,
e-government, and e-education, slowly the role of Information and Communication
Technology has brought lifestyle to the digital age. Police-ranks are also required to
be able to adapt to the role of information technology, where in this digital era of
accountability, effectiveness, and efficiency is absolutely necessary.
The main problem in this research is about the lack of public confidence in
the performance of Police investigators in conducting criminal investigations
reported to him. In Polrestabes Medan, a program / application of SP2HP Online
publication has been created which aims to enable the public to easily access all
information related to the police report made. However, the application is
insufficient, because it is related to the lack of personnel support, inadequate
financial support, and the support of facilities and infrastructure that are still self-
supporting, plus the use of the application method is still missing and has not been
taught to each of the Sector Police below Polrestabes Medan.
This research is normative law research supported by empirical law research
by conducting interview with informant is descriptive analysis. The type of data used
is secondary data sourced from primary, secondary, and tertiary legal materials.
Secondary data were collected by library research technique. Furthermore, the data
are analyzed by using qualitative analysis method.
The results of the study show that: The Government of Indonesia should
support Medan Polrestabes in making SP2HP Online Application; Preferably,
Investigator of Criminal Unit of Polrestabes Medan in conducting investigation and
investigation further uphold the rights of the victim; and preferably, the community
as a rapport knows and learns how to use the SP2HP Online Polrestabes Medan
Application.

Keywords : Issuance of Online Progress Result (SP2HP) Notification; Police


Transparency Efforts in Crime Investigation; Polrestabes Medan.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulilah, Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya kepada penulis serta Nabi Muhammad SAW atas doa serta

syafaatnya, penulis masih diberikan kesehatan dan kesempatan serta kemudahan

dalam mengerjakan penelitian ini sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi

Magister Hukum di Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

Pada penulisan penelitian ini, penulis dengan ketulusan hati, mengucapkan

terima kasih sebesaar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penyelesaian penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., sebagai Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum., sebagai Ketua Program Magister (S2) dan

Doktor (S3) Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara dan

sekaligus sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan

dan arahan serta debat-debat panjang yang membuat mahasiswa lain

mengantri, namun masukannya telah membuat penelitian penulis menjadi

layak.

3. Prof. Dr. Madiasa Ablisar, S.H., MS., sebagai Dosen Pembimbing I yang

telah memberikan dorongan, arahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis

untuk secepatnya menyelesaikan studi di kampus;

Universitas Sumatera Utara


4. Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing III

yang dengan tekun memberikan masukan dan kritikan yang membangun dan

juga sebagai panutan penulis untuk segera memasuki jenjang pendidikan yang

lebih tinggi agar dapat menjadi ahli hukum.

5. Bapak Dr. M. Ekaputra, S.H., M.Hum., sebagai Sekretaris Program Doktor

(S3) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatear Utara dan juga

sebagai Dosen Penguji I.

6. Ibu Dr. Chairul Bariah, S.H., M.Hum., sebagai Dosen Penguji II yang telah

memberikan arahan-arahan dan petunjuk-petunjuk serta motivasi dan

dorongan kepada penulis untuk penyempurnaan penelitian yang penulis

lakukan.

7. Para Dosen dan Tata Usaha Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas

Sumatera Utara yang telah membantu selama penulis menjalani studi di

Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Terima kasih penulis kepada istri saya Pratiwi Maya Sari, anak-anakku Faatia

Pinkan Calista Athalia Mahendra dan Faatir Alvaro T.A. Mahendra yang

memberikan kesempatan kepada penulis dengan mengorbankan waktu liburan

yang digunakan agar penulis dapat belajar menyelesaikan studi.

9. Tidak ketinggalan terima kasih kepada sahabat-sahabatku : Adik Asuh AKP.

Muhammad Firdaus, S.Ik., MH., yang bersama-sama menghadapi ujian meja

hijau, dan teman-teman seperjuangan lainnya yang tidak dapat penulis

sebutkan namanya satu-persatu.

Universitas Sumatera Utara


10. Terakhir ucapan terima kasih kepada Para Pegawai Sekretariat Program

Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Fitri

Idayanti Lintang, Isniar Handayani, Suganti, Yani, Juli, Hendra, Herman, dan

Hilman, yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis selama

menyelesaikan studi.

Akhir kata kiranya tulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak

yang berkepentingan, terutama dalam penerapan serta pengembangan ilmu hukum di

Indonesia.-

Wassalamualaikum wr. wb.


Medan, 24 Januari 2018
Hormat Saya,
Penulis,

HENDRA EKO TRIYULIANTO


Nim. 157005193/HK

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... iii


PERNYATAAN .................................................................................................. v
ABSTRAK .......................................................................................................... vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................... xi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvi
DAFTAR BAGAN & GAMBAR ...................................................................... xvii

BAB I : PENDAHULUAN ....................................................................... 1


A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 9
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 10
D. Manfaat Penelitian ................................................................ 10
E. Keaslian Penelitian ................................................................ 11
F. Kerangka Teori dan Konsep ................................................. 13
1. Kerangka Teori .............................................................. 13
a. Teori Sistem Hukum ................................................ 13
b. Teori Sistem Peradilan Pidana ................................. 23
2. Kerangka Konsep ........................................................... 27
G. Metode Penelitian ................................................................. 33
1. Jenis dan Sifat Penelitian ................................................ 35
2. Sumber Data .................................................................... 36
3. Teknik Pengumpulan Data .............................................. 38
4. Analisis Data ................................................................... 39

Universitas Sumatera Utara


BAB II : PENGATURAN PENERBITAN SURAT PEMBERITAHUAN
PERKEMBANGAN HASIL PENYIDIKAN (SP2HP) DALAM
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN .......................... 40

A. Penyidikan, Penyidik, Tugas dan Kewenangannya Dalam


KUHAP .................................................................................. 40
1. Pengertian Penyidikan .................................................... 40
2. Pengertian Penyidik ........................................................ 41
3. Tugas dan Kewenangan Penyidikan Yang Ditentukan Dalam
KUHAP .......................................................................... 44
4. Proses Pemeriksaan Penyidikan Yang Dilakukan Penyidik
......................................................................................... 49
5. Penghentian Penyidikan ................................................. 52
6. Perbedaan Penyelidikan dan Penyidikan ........................ 56
B. Penyidikan Berdasarkan Perspektif Undang-Undang No. 2 Tahun
2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
Peraturan Pelaksanaannya Sebagai Wujud Pelayanan Masyarakat
61
1. Penyidikan Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia .............. 61
2. Tugas dan Kewenangan Penyidik Polri Menurut Undang-
Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya ......... 62
C. Penerbitan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan
(SP2HP) Dalam Peraturan Perundang-Undangan ................. 66
1. SP2HP Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 14
Tahun 2014 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
.......................................................................................... 67
2. SP2HP Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Reserse
Kriminal Polri No. 3 Tahun 2014 tentang Standar Operasional
Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana .......... 69

Universitas Sumatera Utara


3. SP2HP Berdasarkan Standar Operasional Prosedur Tentang
Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan
(SP2HP) di Sat.Reskrim Polrestabes Medan .................. 72

BAB III : PENERBITAN PEMBERITAHUAN PERKEMBANGAN


HASIL PENYIDIKAN (SP2HP) BERBASIS APLIKASI
ONLINE SEBAGAI UPAYA TRANSPARANSI
PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PADA SAT.RESKRIM
POLRESTABES MEDAN .................................................. 75

A. Sat.Reskrim Polrestabes Medan ............................................ 75


1. Keluhan Masyarakat Sebagai Pelapor/Korban Kepada
Sat.Reskrim Polrestabes Medan dan Jajarannya Yang Kurang
Transparan Dalam Penyelidikan dan Penyidikan Tindak
Pidana .............................................................................. 75
2. Dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) ...................... 78
a. Kuantitas ................................................................... 78
b. Kualitas ..................................................................... 81
3. Dukungan Anggaran ....................................................... 82
4. Dukungan Sarana dan Prasarana ..................................... 85
B. Transparansi Informasi Penyidik Sat.Reskrim Polrestabes Medan
Sebagai Keterbukaan Informasi Publik ................................. 86
C. Membuat Aplikasi Online Dalam Penerbitan SP2HP Sebagai
Upaya Transparansi Penyidikan Tindak Pidana Pada Sat.Reskrim
Polrestabes Medan ................................................................ 88
1. Menambah Dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) ... 91
a. Kuantitas ................................................................... 91
b. Kualitas ..................................................................... 93
2. Meningkatkan Anggaran ................................................. 94
3. Mengadakan Sarana dan Prasarana ................................. 95

Universitas Sumatera Utara


BAB IV : DAMPAK HUKUM PENERBITAN SP2HP (ONLINE) DI
SAT.RESKRIM POLRESTABES MEDAN SEBAGAI UPAYA
TRANSPARANSI PENYIDIKAN DALAM RANGKA
PELAYANAN MASYARAKAT ............................................... 98

A. Hak Korban Dalam Mendapatkan Informasi Penyidikan ..... 98


B. Hubungan Antara Penyidik Sat.Reskrim Polrestabes Medan
Dengan Korban ...................................................................... 105
C. SP2HP Dapat Dijadikan Sebagai Dasar Mengajukan Pra-
Peradilan 112

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 118


A. Kesimpulan ............................................................................ 118
B. Saran ...................................................................................... 119

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 120

LAMPIRAN KE-1 : Pengaduan Masyarakat Terhadap Penyelidikan dan


Penyidikan Sat.Reskrim Polrestabes Medan dan
Jajarannya Bulan Januari 2016
LAMPIRAN KE-2 : Pengaduan Masyarakat Terhadap Penyelidikan dan
Penyidikan Sat.Reskrim Polrestabes Medan dan
Jajarannya Bulan Februari 2016
LAMPIRAN KE-3 : Daftar Personil Sat.Reskrim Polrestabes Medan
LAMPIRAN KE-4 : Dukungan Sarana dan Prasarana Polrestabes Medan
Tahun 2016

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penelitian Terdahulu ........................................................................... 11


Tabel 2. Rekapitulasi Personil Riil Sat.Reskrim Polrestabes Medan Berdasarkan
Struktur Organisasi .............................................................................. 80
Tabel 3. Rekapitulasi Personil Riil Sat.Reskrim Polrestabes Medan Berdasarkan
Kepangkatan ........................................................................................ 81
Tabel 4. Anggaran Polrestabes Medan Tahun 2015 s.d. 2017 .......................... 83
Tabel 5. Rekapitulasi Tindak Pidana Sat.Reskrim Polrestabes Medan dan
Jajarannya Tahun 2015 s.d. 2017 ........................................................ 84
Tabel 6. Daftar Personil (SDM) Yang Diperlukan Untuk Mengoperasikan Sistem
dan Database Aplikasi SP2HP Online Polrestabes Medan dan Jajarannya
.............................................................................................................. 92

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR BAGAN & GAMBAR

Bagan 1. Struktur Organisasi Polrestabes Medan .............................................. 79


Gambar 1. Interface / Antar Muka Aplikasi SP2HP Online ................................. 89
Gambar 2. Contoh Hasil Penggunaan SP2HP Online Polrestabes Medan ........... 90

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Polri adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab

langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh

wilayah Indonesia, yaitu : memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan

kepada masyarakat. 1 Polri dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia (Kapolri). Sejak tanggal 13 Juli 2016 jabatan Kapolri dipegang oleh

Jenderal Polisi Tito Karnavian. 2

Sejak tanggal 05 Oktober 1998, muncul perdebatan di sekitar presidenyang

menginginkan pemisahan Polri dan ABRI dalam tubuh Polri sendirisudah banyak

bermunculan aspirasi-aspirasi yang serupa. Isyarat tersebutkemudian direalisasikan

oleh Presiden RI B.J Habibie melalui Instruksi Presiden RI No. 2 Tahun 1999 tentang

Langkah-Langkah Kebijakan Dalam Rangka Pemisahan Kepolisian Negara Republik

Indonesia Dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, yang pada pokoknya

menyatakan bahwa Polri dipisahkan dari ABRI. 3Secara internal Polri mengartikan

1
Pasal 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2
Website Resmi Wikipedia.org, “Tito Karnavian”,
https://id.wikipedia.org/wiki/Tito_Karnavian., diakses pada hari Jumat, tanggal 08 September 2017.
3
Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang : Meluruskan Sejarah Kelahiran
Polisi Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2012).

Universitas Sumatera Utara


pemisahan tersebut sebagai upayakemandirian Polri dengan melakukan perubahan

pada 3 (tiga) aspek, antara lain 4 :

1. “Aspek Struktural: Meliputi perubahan kelembagaan kepolisian


dalamketatanegaraan,organisasi,susunan dan kedudukan.
2. Aspek Instrumental: Mencakup filosofi (visi, misi dan tujuan),
doktrin,kewenangan, kompetensi, kemampuan fungsi dan Iptek.
3. Aspek kultural: Meliputi perubahan manajerial, sistem rekrutmen,
sistempendidikan, sistem material fasilitas dan jasa, sistem anggaran,
dansistem operasional”.

Sejak tanggal 1 April 1999, Polri ditempatkan di bawah Dephankam.Setahun

kemudian, keluarlah TAP MPR No. VI Tahun 2000 tentang Pemisahan Polri dan

TNI, serta TAP MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran POLRI,

kemandirianPolri berada di bawah Presiden secara langsung dan segera

melakukanreformasi birokrasi menuju Polisi yang mandiri, bermanfaat dan

professional.Pemisahan ini pun dikuatkan melalui Amendemen Undang-Undang

Dasar1945 ke-2 yang mana Polri bertanggungjawab dalam keamanan danketertiban,

sedangkan TNI bertanggungjawab dalam bidang pertahanan. Padatanggal 08 Januari

2002, diundangkanlah Undang-Undang No. 2 Tahun2002 mengenai Kepolisian

Republik Indonesia oleh Presiden RI MegawatiSoekarnoputri.

Isi dari undang-undang tersebut, selain pemisahan, Kapolribertanggungjawab

langsung pada Presiden RI dibanding sebelumnya dibawahPanglima ABRI,

pengangkatan Kapolri yang harus disetujui DewanPerwakilan Rakyat, dibentuknya

Komisi Kepolisian Nasional untukmembantu Presiden RI membuat kebijakan dan

memilih Kapolri. KemudianPolri dilarang terlibat dalam politik praktis, serta

4
Riza Nizarli, “Evaluasi Reformasi Kepolisian Dalam Menangani Anak Berhadapan Dengan
Hukum”, Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 54, Th. XIII, Agustus 2011, hlm. 36.

Universitas Sumatera Utara


dihilangkan hak pilih dandipilih, harus tunduk dalam peradilan umum dari

sebelumnya melaluiperadilan militer. Internal kepolisian sendiri pun memulai

reformasi internaldengan dilakukan demiliterisasi Kepolisian dengan menghilangkan

corakmiliter dari Polri, perubahan paradigma angkatan perang menjadi institusisipil

penegak hukum profesional, penerapan paradigma Hak Asasi Manusia,penarikan

Fraksi ABRI (termasuk Polri) dari DPR, perubahan doktrin,pelatihan dan tanda

kepangkatan Polri yang sebelumnya sama dengan TNI,dan lainnya. Reorganisasi

Polri pasca reformasi diatur dalam Peraturan Presiden RI No. 52Tahun 2010 tentang

Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian RepublikIndonesia.

Pada 27 Oktober 2008 dikeluarkanlah Keputusan Kepala KepolisianNegara

Republik Indonesia No. Pol. : KEP/37/X/2008 Tentang ProgramKerja Akselerasi

Tranformasi Polri Menuju Polri Yang Mandiri, Profesional danDipercaya Masyarakat

Dalam Rangka Mengemban Tugas-Tugas PemeliharaanKamtibmas, Penegakan

Hukum, Perlindungan, Pengayoman dan PelayananMasyarakat Dalam Mewujudkan

Keamanan Dalam Negeri, yang tetap mengacupada Grand Strategi Polri (2005–

2025),Grand Strategi Polri dirumuskan dalam 3(tiga) tahapan yang

mencerminkanupaya Polri secara gradual, yaitu 5 :

1. “Tahap I : Trust Building (2005 - 2010). Keberhasilan Polri


dalammenjalankan tugas memerlukan dukungan masyarakat dengan
landasankepercayaan (trust).
2. Tahap II : Partnership Building (2011 - 2015). Merupakan kelanjutandari
tahap pertama, di mana perlu dibangun kerjasama yang eratdengan
berbagai pihak yang terkait dengan pekerjaan Polri.

5
Grand Strategi Polri (2005 – 2025) tertuang dalam Surat Keputusan Kapolri No. Pol.
Skep/360/VI/2005 tentang Grand Strategi Kepolisian Republik Indonesia 2005-2025.

Universitas Sumatera Utara


3. Tahap III : Service For Excellence (2016 - 2025).
Membangunkemampuan pelayanan publik yang unggul dan dipercaya
masyarakat”.
Dengan demikian, kebutuhan masyarakat akan pelayanan Polri yangoptimal

dapat diwujudkan.Didalam tahapan Service For Excellence (2016 – 2025)

diatas,maka khusus di bidang penyidikan, pengawasan di bidang penyidikan lebih

diperhatikan terkait dengan seringnya penyimpangan yang dapat mungkin

ditimbulkan oleh penyidik saat melakukan penyidikan. Oleh sebab itu, dibutuhkan

transparansi dalam proses penyidikan dengan menerbitkan Surat Pemberitahuan

Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP).Service for excellence kepada masyarakat

dapat dicapai melalui upaya-upaya membangun citra Polri, yaitu 6 :

1. “Membangun citra Polri di masyarakat khususnya citra service for


excellence memotivasi Polisi untuk berubah menuju profesionalisme dan
kemandirian yang tangguh. Polisi perlu terus menerus memperbaiki
pelayanannya menuju kepada pengakuan oleh masyarakat bahwa Polisi
mempunyai mekanisme perbaikan pelayanan yang terus-menerus.

2. Pengakuan masyarakat tidak saja standar pelayanan yang harus


ditingkatkan tetapi juga terhadap nilai-nilai yang menyertai
profesionalisme itu sendiri, yaitu :
a. Keunggulan (Excellence Oriented) : Orientasi pada prestasi, dedikasi,
kejujuran, dan kreatifitas proaktif berbasis kinerja.
b. Integritas (Integrite) : Orientasi pada komitmen, menjunjung tinggi
nilai-nilai moral profesi.
c. Akuntabilitas (Acountable) : Berorientasi pada sistem yang dapat
ditelusuri jauhnya yang logis dan dapat diaudit mulai dari tingkat
individu sampai institusi Polri.
d. Transparansi : Orientasi pada keterbukaan, kepercayaan menghargai
keragaman dan perbedaan serta tidak diskriminatif.
e. Kualifikasi (Qualified) mempunyai dasar pengetahuan dan pengakuan.
f. Berbasis teknologi dan pengetahuan (Technology and Knowledge
Based) : Semaksimal mungkin dalam menggunakan pengetahuan pada
semua tingkat anggota Polri sesuai dengan tuntutan tugasnya.

6
Tim Penyusun Mabes Polri, “Grand Strategi Polri 2005-2025 : Surat Keputusan Kepala
Kepolisian Negara RI No. Pol. SKEP/360/VI/2005 tertanggal 10 Juni 2005”, Mabes Polri, Jakarta,
2005, hlm. 21-22.

Universitas Sumatera Utara


g. Memecahkan masalah (Problem Solver) : Fokus pada memecahkan
masalah, mengambil keputusan yang sistematis, memperkecil
permainan politik organisasi.
3. Dengan semakin kuatnya nilai-nilai di atas, maka baik dari sisi Polri
maupun dari sisi publik akan menghindari terjadinya pungli dan korupsi,
serta terhadap peluang-peluang kepentingan yang kuat dari pribadi-pribadi
yang berlangsung saat ini. Nilai-nilai di atas akan menguat sebagai suatu
paradigma baru yang memperhatikan kaidah-kaidah kemandirian,
keterbukaan dan profesionalisme dengan menjalin kemitraan dengan
masyarakat dan batasan pada sistem maupun berdasarkan misi (mission
based management)”.

Adapun beberapa poin terkait dengan pelayanan Polri dalam bidang

penyidikan, antra lain 7 :

1. “Menjunjung tinggi supremasi hukum dengan menegakkan hukum dan


selalu bertindak sesuai dengan ketentuan hukum, memenuhi rasa keadilan
dan kepastian hukum.
2. Memastikan penuntasan penanganan perkara yang memenuhi rasa
keadilan dan kepastian hukum serta diinformasikan penanganannya secara
transparan kepada masyarakat.
3. Memberikan pelayanan publik yang lebih baik, lebih mudah, lebih cepat,
dan berkualitas, lebih nyaman dan memuaskan bagi masyarakat.
4. Menjaga integritas dengan bersikap tidak menyalahgunakan wewenang,
bertanggung jawab, transparan dan menjunjung tinggi HAM, etika dan
moral, serta bersikap netral, jujur dan adil dalam penegakan hukum
maupun kegiatan politik.
5. Bekerja sepenuh hati dengan mencurahkan segenap kemampuan,
pemikiran, waktu dan tenaga untuk keberhasilan Polri.
6. Menerapkan prinsip reward and punishment, dengan memberikan
penghargaan terhadap anggota yang berprestasi serta memberi sanksi yang
tegas bagi personil Polri yang melanggar hukum, kode etik maupun
disiplin Polri.
7. Menjamin keberlanjutan kebijakan dan program yang telah dilaksanakan
oleh pejabat Kapolri sebelumnya, sebagaimana yang tertuang dalam
Grand Strategy Polri 2002-2015, Rencana Strategis Polri 2010-2014,
reformasi birokrasi Polri dan akselerasi transformasi Polri.
8. Taat azas dan berlaku adil, dengan bersikap dan berperilaku sesuai etika,
prosedur, hukum dan HAM yang dilandasi rasa keadilan”.

7
Lihat : Grand Strategy Polri Tahap I (Trust Building), Tahap II (Partnership Building, 2011-
2015), dan Tahap III (Strive For Excellence, 2015-2025).

Universitas Sumatera Utara


Upaya menerbitkan Surat Pemberitahuan PerkembanganHasil Penyidikan

(SP2HP) untuk menunjang pelayanan Polri dalam bidang penyidikan agar

Profesional, Modern dan Terpercaya (Promoter) dimulai dari jajaran Kepolisian

tingkat Pusat sampai Daerah diharapkan dapatberbenah diri secepat mungkin.

Penerapan program Promoterhendaknyasegera diimplementasi mengingat bahwa

Polri harus memberikan pengayomandan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.

Terlebih dalam era digital saatini dimana sistem informasi dan komunikasi

merupakan elemen yang fundamendan penting.Saat ini masyarakat sudah mulai

merasakan bahwa peran TeknologiInformasi dan Komunikasi perlahan-lahan sudah

menggantikan peran manusiadalam berbagai sendi kehidupan, berbagai macam

aktifitas bisnis, pemerintahan,dan pendidikan mulai digantikan dengan e-business, e-

government,dan e-education,lambat laun peran Teknologi Infomasi dan Komunikasi

telah membawalifestyle (gaya hidup) masyarakat menuju ke digital age (peradaban

digital). Jajaran Polri-pun turut dituntut untuk bisa beradaptasi dengan peran

teknologiinformasi, dimana dalam era digital ini akuntabilitas, efektivitas, dan

efisiensisangat mutlak diperlukan.

Didalam program Promoteryang diimplementasikan di jajaran kepolisiansalah

satunya adalah menuntut adanya transparansi dalam PemberitahuanPerkembangan

Hasil Penyidikan, dimana hal ini berarti bahwa Penerbitan SuratPemberitahuan

Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) harus diberikansesuai jadwal dan

terstruktur kepada pihak yang bersangkutan.Secara teoritis bahwa Surat

Pemberitahuan Perkembangan HasilPenyidikan(SP2HP) adalah surat yang diberikan

kepada pelapor/pengadutentang perkembangan hasil penyelidikan dan penyidikan

Universitas Sumatera Utara


yang ditandatanganioleh atasan penyidik. 8Adapun tahapan-tahapanSP2HP tersebut,

antara lain :

1. SP2HP pertama kali diberikan adalah pada saat setelah mengeluarkansurat

perintah penyidikan dalam waktu 3 (tiga) hari Laporan Polisi dibuat.

2. SP2HP yang diberikan kepada pelapor berisi pernyataan bahwa laporantelah

diterima, nama penyidik dan nomor telepon/HP.

3. Waktu pemberian SP2HP pada tingkat penyidikan untuk kasus :

a. Kasus ringan, SP2HP diberikan pada hari ke-10, hari ke-20 dan hari ke-30

b. Kasus sedang, SP2HP diberikan pada hari ke-15, hari ke-30, hari ke-

45dan hari ke-60.

c. Kasus sulit, SP2HP diberikan pada hari ke-15, hari ke-30, hari ke-45,hari

ke-60, hari ke-75 dan hari ke-90.

d. Kasus sangat sulit, SP2HP diberikan pada hari ke-20, hari ke-40, harike-

60, hari ke-80, hari ke-100 dan hari ke-120.

e. Tahap penyelesaian dihitung pada saat penyerahan berkas perkarayang

pertama.

Penyidikan bertujuan untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan

bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan

tersangkanya. 9 Penyelidikan bertujuan untuk mencari dan menemukan suatu

8
Pasal 1 angka 27 Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan
dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
9
Lihat : Pasal 1 angka 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut
“KUHAP”) Jo. Pasal 1 angka 2 Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan
Tindak Pidana.

Universitas Sumatera Utara


peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya

dilakukan penyidikan. 10 Adapun yang melakukan penyidikan dan penyelidikan

adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia (Polri) yang diberikan wewenang

khusus oleh undang-undang untuk melakukannya. 11

Penyidikan dan penyelidikan merupakan salah satu tugas Polri untuk

masyarakat, 12 karena Polri terbentuk dari masyarakat dan bekerja untuk masyarakat,

oleh karenanya Polri harus Profesional, Modern dan Terpercaya (Promoter). 13 Dalam

hal ini, berbagai Jumlah Tindak Pidana (JTP) yang ditangani, dilaksanakan melalui

tahap : penyelidikan, penindakan, pemeriksaan, serta penyelesaian dan penyerahan

berkas perkara.

Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah mengenai kurangnya

kepercayaan publik terhadap kinerja penyidik Polri dalam melakukan penyidikan

tindak pidana yang dilaporkan kepadanya. Di Polrestabes Medan, telah dibuat suatu

program/aplikasi penerbitan SP2HP Online yang bertujuan agar masyarakat dapat

dengan mudah mengakses segala informasi terkait dengan laporan polisi yang

10
Lihat : Pasal 1 angka 5 KUHAP Jo. Pasal 1 angka 9 Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012
tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
11
Lihat : Pasal 1 angka 1 dan Pasal 1 angka 4 KUHAP Jo. Pasal 1 angka 4 dan Pasal 1 angka
8 Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
12
Pasal 13 huruf (b) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia (selanjutnya disebut “UU Polri”). Sementara itu, dalam kaitannya dengan Polri sebagai
penyidik didasarkan kepada ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf (g) UU Polri, yang menyatakan bahwa
“Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap
semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya”.
Jadi, dapat dikatakan bahwa UU Polri memberikan wewenang kepada Polri untuk melakukan tugas
penyelidikan dan penyidikan, namun tidak secara eksplisit mengatur mengenai penyelidikan dan
penyidikan, sehingga UU Polri masih tetap mengacu kepada KUHAP maupun peraturan perundangan
lainnya yang berkaitan dengan penyelidikan dan penyidikan.
13
Budi Gunawan, “Tindak Lanjut Penjabaran Program Prioritas dan Kegiatan : Optimalisasi
Aksi Menuju Polri Yang Semakin Profesional, Modern, dan Terpercaya Guna Mendukung Terciptanya
Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri, Berkepribadian Berdasarkan Gotong Royong”, Mabes Polri,
Jakarta, 15 Juli 2016, hlm. 8-11.

Universitas Sumatera Utara


dibuatnya. Namun, aplikasi tersebut belumlah memadai, sebab terkait dengan

dukungan personil yang kurang, dukungan keuangan yang tidak memadai, dan

dukungan sarana dan prasarana yang juga masih swadaya, ditambah lagi metode

penggunaan aplikasi tersebut masih belum ada dan belum diajarkan kepada masing-

masing Polsek di bawah Polrestabes Medan.

Dengan demikian, berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka penelitian

berjudul “Penerbitan Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP)

Online Sebagai UpayaTransparansi Polri Dalam Penyidikan Tindak Pidana

(Studi Di Polrestabes Medan)”, layak untuk dikaji lebih lanjut.

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari uraian latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang

timbul dalam penelitian ini dapat dirumuskan, sebagai berikut :

1. Bagaimanapengaturan penerbitan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil

Penyidikan (SP2HP) dalam peraturan perundang-undangan?

2. Bagaimana penerbitan pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan

(SP2HP) berbasis aplikasi online sebagai upaya transparansi dalam

penyidikan tindak pidana pada Sat.Reskrim Polrestabes Medan?

3. Apakah dampak hukum dari penerbitan SP2HP di Sat.Reskrim Polrestabes

Medan sebagai upaya transparansi penyidikan untuk melayani masyarakat?

C. Tujuan Penelitian

Berangkat dari rumusan masalah sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini,

antara lain :

Universitas Sumatera Utara


1. Untuk mengetahui dan mengkaji pengaturan penerbitan Surat Pemberitahuan

Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dalam peraturan perundang-

undangan;

2. Untuk mengetahui dan mengkaji penerbitan pemberitahuan perkembangan

hasil penyidikan (SP2HP) berbasis aplikasi online sebagai upaya transparansi

dalam penyidikan tindak pidana pada Sat.Reskrim Polrestabes Medan;

3. Untuk mengetahui dan mengkaji dampak hukum dari penerbitan SP2HP di

Sat.Reskrim Polrestabes Medan sebagai upaya transparansi penyidikan untuk

melayani masyarakat.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu :

1. Secara Teoritis

a. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi

Program Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

b. Sebagai bahan informasi bagi para akademisi maupun sebagai bahan

pertimbangan bagi penelitian lanjutan.

c. Memperkaya khasanah kepustakaan.

2. Secara Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi Penegak Hukum, khususnya Polridalam

melayani masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


b. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat agar mengetahui manfaat dan

kegunaan dari Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan

(SP2HP), serta mengetahui bagaimana cara mendapatkannya.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran studi kepustakaan, khususnya

Perpustakaan USU, maupun Perpustakaan Cabang USU di Fakultas Hukum USU,

bahwa penelitian ini yang berjudul : “Penerbitan Pemberitahuan Perkembangan

Hasil Penyidikan (SP2HP) Online Sebagai UpayaTransparansi Polri Dalam

Penyidikan Tindak Pidana (Studi Di Polrestabes Medan)”, belum pernah

dilakukan. Namun, ada beberapa penelitian yang membahas tentang penyidikan

tindak pidana, akan tetapi, bukan tentang SP2HP dalam penyelidikan dan penyidikan.

Rumusan masalah pada penelitian tersebut juga berbeda dari penelitian ini, antara lain

dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1
Penelitian Terdahulu

NO. JUDUL PENELITIAN PERMASALAHAN NAMA MAHASISWA


1. KEWENANGAN POLRI - Kewenangan Polri sebagai penyidik G.P. HUTAJULU
SEBAGAI PENYIDIK dalam penanganan tindka pidana di 077005098/HK
DALAM PENANGANAN bidang kehutanan;
TINDAK PIDANA DI - Koordinasi antara Polri dengan aparat
BIDANG KEHUTANAN penegak hukum lainnya dalam
Tesis diterbitkan : penanganan tindak pidana di bidang
04 Agustus 2009 kehutanan;
- Kendala atau hambatan yang dihadapi
Polri dalam penanganan tindak pidana
di bidang kehutanan.
2. PERTANGGUNG - Pengaturan tentang pertanggung- SURYA SOFYAN
JAWABAN KORPORASI jawaban korporasi dalam tindak HADI
TERHADAP KEBAKARAN pidana lingkungan hidup; 137005070/HK
HUTAN DALAM - Pertanggungjawaban korporasi
KAITANNYA DENGAN

Universitas Sumatera Utara


PENERAPAN HUKUM terhadap tindak pidana kebakaran
LINGKUNGAN (STUDI hutan;
KASUS PUTUSAN - Proses pertanggungjawaban korporasi
PENGADILAN NEGERI terhadap kebakaran hutan dalam
PELALAWAN NO. penegakan hukum lingkungan.
228/PID.SUS/2013/PN.PLW)
Tesis diterbitkan :
16Maret 2016
3. PENGGUNAAN - Pengaturan dan Standar Operasional RUSDI MARZUKI
SCIENTIFIC EVIDENCE Prosedur (SOP) penggunaan Scientific 157005136/HK
DALAM PENYELIDIKAN Evidence dalam penyelidikan dan
DAN PENYIDIKAN penyidikan tindak pidana lingkungan
SEBAGAI UPAYA hidup di wilayah Polda Sumut;
PENEGAKAN HUKUM - Penggunaan Scientific Evidence
LINGKUNGAN HIDUP DI dalam penyelidikan dan penyidikan
WILAYAH POLDA SUMUT untuk pembuktian terjadinya tp.
Tesis diterbitkan : Lingkungan hidup;
Juli 2017 - Kendala yang dihadapi penyelidik dan
penyidik Subdit IV/Tipidter
Dit.Reskrimsus Polda Sumut.

Sumber : Database Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan Cabang Universitas
Sumatera Utara di Fakultas Hukum USU, diakses hari Jumat, tanggal 08 September 2017.

Penulisan penelitian ini memiliki judul, rumusan masalah, dan tujuan

penelitian yang berbeda. Begitu juga dengan kajiannya, yaitu mengenai penerbitan

SP2HP berbasis aplikasi online dalam menunjang pelayanan Polrestabes Medan

kepada masyarakat dalam rangka mewujudkan Polri yang Profesional, Modern, dan

Terpercaya (Promoter), baik itu mengenai rumusan masalah maupun kajiannya tidak

ada yang sama dengan penelitian terdahulu. Jadi, penelitian ini dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Universitas Sumatera Utara


F. Kerangka Teori dan Konsep

1. Kerangka Teori

Dalam membahas permasalahan dalam penelitian ini dibutuhkan teori sebagai

pisau analisis. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini dikaitkan dengan

permasalahan yang diangkat di atas, maka teori yang digunakan adalah teori

pengawasan, teori pelayanan publik, dan teori sistem hukum.

a. Teori Sistem Hukum

Untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini,

digunakan teori sistem hukum yang dikemukan oleh Lawrence M. Friedman yang

membagi sistem hukum dalam tiga unsur yakni : struktur, substansi dan kultur

hukum. Struktur dari sistem hukum terdiri dari unsur berikut ini : jumlah dan ukuran

pengadilan, yurisdiksinya (yaitu jenis perkara yang mereka periksa, dan bagaimana

serta mengapa), dan cara naik banding dari satu pengadilan ke pengadilan lainnya.

Struktur juga berarti bagaimana badan legislatif ditata, berapa banyak anggota yang

duduk di Komisi Dagang Federal, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seorang

presiden, prosedur apa yang diikuti oleh departemen kepolisian dan sebagainya. 14

Dengan demikian, struktur hukum adalah bagaimana agensi-agensi, organ-

organ, pejabat-pejabat, badan atau lembaga yang mengawasi peraturan hukum dan

melaksanakan fungsi struktural tersebut yang diawasi dengan sebuah sistem

14
Lawrence M. Friedman, American Law An Introduction,(Second Edition), diterjemahkan
oleh Wishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar,(Jakarta : Tata Nusa, 2001), hlm. 7.

Universitas Sumatera Utara


pengawasan yang memadai. 15 Setiap peraturan perundang-undangan harus

mempunyai lembaga pengawas untuk menegakkan undang-undang tersebut agar

tegaknya hukum yang dibuat. Struktur hukum disini adalah Kepolisian RI, lebih

spesifik lagi adalah Polrestabes Medan. Penyidik Polrestabes Medan berhak dan

berwenang untuk mengeluarkan atau menerbitkan SP2HP terhadap perkara yang

sedang ditanganinya dimulai dari penyelidikan dan penyidikan, sampai kepada

pelimpahan berkas perkara..

Substansi hukum adalah aturan, norma, peraturan perundang-undangan yang

berlaku dalam masyarakat, dan pola prilaku nyata manusia yang berada dalam sistem

itu. Substansi hukum tidak hanya menyangkut peraturan perundang-undangan yang

terdapat dalam kitab-kitab hukum (law in books)dalam hal ini berbicara mengenai

penyidikan tindak pidana, maka tidak terlepas dari KUHP dan KUHAP serta

peraturan-peraturan pelaksanaannya seperti Peraturan Kapolri dan Peraturan Kepala

Bareskrim Mabes Polri, tetapi juga pada hukum yang hidup (living law) termasuk di

dalamnya ”produk” yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem itu,

misalnya keputusan-keputusan yang mereka keluarkan dan aturan-aturan yang

mereka susun. 16 Substansi hukum itu adalah alur jalan atau peraturan untuk

melaksanakan aturan main dalam pasar modal dan tindak pidana pencucian uang.

Substansi hukum berguna untuk mencapai kepastian hukum.

Kultur hukum (budaya hukum) menyangkut sikap manusia terhadap hukum

dan sistem hukum, bisa meliputi persoalan-persoalan kepercayaan, nilai, pemikiran

15
Ibid., hlm. 9.
16
Ibid., hlm. 8.

Universitas Sumatera Utara


dan harapan manusia terhadap hukum dan sistem hukum. Budaya hukum dapat

diartikan pula sebagai suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan

bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Budaya hukum sangat

dipengaruhi oleh “sub-budaya hukum” seperti sub-budaya orang kulit putih, orang

kulit hitam, orang-orang Katholik, Protestan, Yahudi, polisi, penjahat, penasehat

hukum, pengusaha, dan lain sebagainya. Sub-budaya hukum yang sangat menonjol

dan sangat berpengaruh terhadap hukum adalah budaya hukum dari “orang dalam”

(insiders) yaitu hakim dan para penegak hukum yang bekerja dalam sistem hukum

itu. 17 Kultur hukum adalah budaya hukum suatu masyarakat untuk menegakkan

hukum tersebut yang sudah dibuat, diawasi, ditegakkan oleh lembaga-lembaga yang

tersebut di atas. Budaya hukum merupakan “kunci starter” atas jalannya hukum itu.

Budaya hukum setiap masyarakat jelas berbeda-beda. Inilah yang dituntut oleh

masyarakat agar para pejabat publik yang berfungsi sebagai penyidik dalam

penyidikan tindak pidana agar memiliki budaya hukum yang baik demi menegakkan

peraturan perundang-undangan.

Menurut Satjipto Rahardjo tentang “interchange-interaction”, menyatakan

bahwa 18 :

“Dalam pertukaran (interchange-interaction) dengan masyarakat atau


lingkungannya ternyata polisi memperlihatkan suatu karakteristik yang
menonjol dibandingkan dengan yang lain (hakim, jaksa, dan advokat). Polisi
adalah hukum yang hidup atau ujung tombak dalam penegakan hukum
pidana. Dalam melakukan penangkapan dan penahanan misalnya polisi
menghadapi atau mempunyai permasalahan sendiri. Pada saat memutuskan
untuk melakukan penangkapan dan penahanan polisi sudah menjalankan

17
Ibid., hlm. 10.
18
Satjipto Rahardjo, Membangun Polisi Sipil : Perspektif Hukum, Sosial, dan
Kemasyarakatan, Cet. Ke-2, (Jakarta : Kompas, 2007), hlm. xxv.

Universitas Sumatera Utara


pekerjaan yang multifungsi yaitu tidak hanya sebagai polisi tetapi sebagai
jaksa dan hakim sekaligus. Penyidikan tersebut sangat rawan dan potensial
untuk terjadinya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) atau
penyimpangan polisi (police deviation) baik dalam bentuk police corruption
maupun police burality. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar laporan atau pemberitaan menyangkut pencitraan Polri yang
tidak baik adalah berkaitan dengan persoalan sikap dan perilaku petugas Polri
di bidang penyidikan”.

Berkaitan dengan menyediakan aparatur penegak hukum guna menunjang

hukum yang berkeadilan, B.M. Taverne, seorang pakar hukum negeri Belanda, yang

terkenal dengan kata-katanya yang berbunyi : “geef me goede rechter, goede rechter

commissarissen, goede officieren van justitieen, goede politie ambtenaren, en ik zal

met een slecht wetboek van strafprosesrecht het goede beruken”, artinya : “Berikan

aku hakim, jaksa, polisi, dan advokat yang baik, maka aku akan berantas kejahatan

meskipun tanpa secarik undang-undang pun”. Dengan kata lain lagi, “Berikan padaku

hakim dan jaksa yang baik maka dengan hukum yang buruk sekalipun saya bisa

mendatangkan keadilan. 19 Artinya, bagaimanapun lengkapnya suatu rumusan

undang-undang tanpa didukung oleh aparatur penegak hukum yang baik, memiliki

moralitas dan integritas yang tinggi, maka hasilnya akan buruk. 20

Dengan demikian, untuk mengukur seorang penyidik yang melakukan

penyidikan apakah dirinya seseorang yang adil dan menjunjung tinggi asas praduga

tak bersalah, atau tidak, maka dapat dilihat berdasarkan Kode Etik Profesi Kepolisian

yang sudah ditetapkan dan dituangkan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya Pasal 34 dan Pasal 35.

19
Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, (Jakarta : Kompas, 2007), hlm. 6.
20
Satjipto Rahardjo, Biarkan Hukum Mengalir : Catatan Kritis Tentang Pergulatan Manusia
dan Hukum, (Jakarta : Kompas, 2007), hlm. 103.

Universitas Sumatera Utara


Pasal 34 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia, menyatakan bahwa :

(1) “Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat
pada Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menjadi
pedoman bagi pengemban fungsi kepolisian lainnya dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di
lingkungannya.
(3) Ketentuan mengenai Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri”

Ketentuan yang mengatur tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik

Indonesia yang diamanatkan untuk membuat Keputusan Kapolri berdasarkan Pasal 34

Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tersebut di atas, telah dikeluarkan dengan

Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara

Republik Indonesia. Adapun dasar pertimbangan diterbitkannya Peraturan Kapolri

tersebut, adalah sebagai berikut 21 :

1) “Bahwa pelaksanaan tugas, kewenangan, dan tanggung jawab anggota


Kepolisian Negara Republik Indonesia harus dijalankan secara
profesional, proporsional, dan prosedural yang didukung oleh nilai-nilai
dasar yang terkandung dalam Tribrata dan Catur Prasetya dijabarkan
dalam Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai
norma berperilaku yang patut dan tidak patut;

2) Bahwa Penegakan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik


Indonesia harus dilaksanakan secara objektif, akuntabel, menjunjung
tinggi kepastian hukum dan rasa keadilan (legal and legitimate), serta hak
asasi manusia dengan memperhatikan jasa pengabdian anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang diduga melanggar Kode Etik Kepolisian
Negara Republik Indonesia”.

21
Bagian Menimbang Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


Selanjutnya, Pasal 35 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia, menyatakan bahwa :

(1) “Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik


Indonesia oleh pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia diselesaikan
oleh Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Ketentuan mengenai susunan organisasi dan tata kerja Komisi Kode Etik
Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri”.

Peraturan yang mengatur tentang organisasi dan tata kerja Komisi Kode Etik

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diamanatkan untuk membuat Keputusan

Kapolri berdasarkan Pasal 35 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tersebut, telah

dikeluarkan Peraturan Kapolri No. 19 Tahun 2012 tentang Susunan Organisasi dan

Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Setelah mengetahui Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia

(selanjutnya disingkat KEPP), maka barulah mengukur penyidik apakah dirinya

seseorang yang adil dan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah berdasarkan tiga

kriteria yaitu : Profesional, Proporsional, dan Prosedural. Apabila seorang Penyidik

melanggar salah satu dari tiga kriteria tersebut, maka dapat diduga Penyidik tersebut

melakukan kesalahan pelanggaran KEPP.

Untuk mengetahui jawaban dari permasalahan tersebut, dalam penelitian ini,

akan menggunakan teori sistem hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M.

Friedman mengenai hukum yang baik harus mengandung substance, structure, dan

legal culture yang baik pula. Dengan kata lain, Lawrence M. Friedman

mengemukakan bahwa efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung

tiga unsur sistem hukum, yakni : struktur hukum (structure of law), substansi hukum

Universitas Sumatera Utara


(substance of the law), dan budaya hukum (legal culture). Struktur hukum

menyangkut aparat penegak hukum, substansi hukum meliputi perangkat perundang-

undangan dan budaya hukum merupakan hukum yang hidup (living law) yang dianut

dalam suatu masyarakat.

Mengenai struktur hukum, Lawrence M. Friedman menjelaskan bahwa 22 :

“To begin with, the legal system has the structure of a legal system consists of
elements of this kind : the number and size of courts; their jurisdiction...
Structure also means how the legislature is organized ...what procedures the
police department follow, and so on. Structure, in way, is a kind of cross
section of the legal system... a kind of still photograph, with freezes the
action”.

Struktur dari sistem hukum terdiri atas unsur berikut ini, jumlah dan ukuran

pengadilan, yurisdiksinya (termasuk jenis kasus yang berwenang mereka periksa),

dan tata cara naik banding dari pengadilan ke pengadilan lainnya. Struktur juga

berarti bagaimana badan legislatif ditata, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan

oleh Presiden, prosedur ada yang diikuti oleh Kepolisian dan sebagainya. Jadi,

struktur (legal structure) terdiri dari lembaga hukum yang ada dimaksudkan untuk

menjalankan seperangkat hukum yang ada atau yang dikenal dengan Criminal Justice

System (CJS). CJS terdiri dari 4 (empat) lembaga, yaitu : Penyidik (Kepolisian),

Penuntut Umum (Kejaksaan), Pengadilan (Hakim), Lembaga Pemasyarakatan

(Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

22
Lawrence M. Friedman, American Law : An Introduction, (New York : W.W. Norton &
Company, 1984), hlm. 5-6.

Universitas Sumatera Utara


RI), dan Advokat. Seluruh struktur hukum tersebut saling bekerja mendukung satu

sama lain. 23

Struktur adalah pola yang menunjukkan tentang bagaimana hukum dijalankan

menurut ketentuan-ketentuan formalnya. Struktur ini menunjukkan bagaimana

pengadilan, pembuat hukum dan badan serta proses hukum itu berjalan dan

dijalankan. Di Indonesia misalnya jika berbicara tentang struktur sistem hukum

Indonesia, maka termasuk di dalamnya struktur institusi-institusi penegakan hukum

seperti Kepolisian, Kejaksaan, Lembaga Pemasyarakatan, Pengadilan, dan Advokat. 24

Dikaitkan dengan penelitian ini, maka struktur hukum yang terdapat pada

Criminal Justice System (CJS) adalah Polisi, Jaksa, Advokat selaku penasehat hukum

(mendampingi Kliennya selaku Terdakwa), dan Hakim. Polisi sebagai penyidik

selaku ujung tombak dari penerbitan SP2HP agar dapat diterbitkan dengan

menjunjung tinggi KEPP. Lalu, Jaksa Penuntut juga sebagai atasan Polisi dalam

penyidikan yang mana, apabila Penyidik Polri salah dalam melakukan penyidikan,

maka Jaksa akan memberikan arahan dan masukan untuk melakukan penyidikan

23
Dikaji dari perspektif Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System), maka di
Indonesia dikenal 5 (lima) institusi yang merupakan sub sistem peradilan pidana. Terminologi lima
institusi tersebut dikenal sebagai Panca Wangsa Penegak Hukum. Meurut Mardjono Reksodiputro,
maka Sistem Peradilan Pidana merupakan sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi
masalah kejahatan. Sumber : Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan
Pidana : Kumpulan Karangan, Buku Ketiga, (Jakarta : Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian
Hukum Universitas Indonesia, 1994), hlm. 84-85.
24
Achmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia : Studi Tentang Perkembangan Pemikiran
Hukum di Indonesia, Cet. Ke-2, (Surakarta : Muhammadiyah University Press, 2004), hlm. 36,
menyatakan bahwa : “Jika kita ingin melihat hukum secara lebih utuh, maka hendaknya hukum tidak
sekedar dipandang sebagai kumpulan asas-asas dan aturan-aturan, melainkan hendaknya kita
memandang hukum dalam wujudnya sebagai tatanan yang utuh, yang mencakup tatanan sosial dan
tatanan politik. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan hukum gaya lama hanya mempelajari
hukum sebagai tatanan politik yaitu hukum positif, hukum negara yang oleh Roberto M. Unger
diistilahkan sebagai hukum birokrat. Kalangan hukum positif mengatakan bahwa di luar hukum positif
(hukum negara) tidak ada lagi hukum”.

Universitas Sumatera Utara


tersebut. Setelah berkas perkara diterima oleh Jaksa Peneliti, maka selanjutnya akan

dilakukan pelimpahan perkara kepada Jaksa Penuntut untuk dilakukan penuntutan di

pengadilan. Di pengadilan yang berperan dalam penyelidikan dan penyidikan yang

dilakukan Polri sebelumnya adalah Hakim. Hakim bertugas mencari dan menemukan

fakta-fakta hukum yang terjadi dalam suatu perkara yang diterimanya sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan perundang-undangan yang

dierapkan kepada pelaku kejahatan inilah yang disebut oleh Lawrence M. Frieman

sebagai substansi hukumnya. Selanjutnya, advokat disini berfungsi untuk melakukan

pembelaan-pembelaan kepada kliennya yaitu Terdakwa agar dihukum sesuai dengan

perbuatannya.

Substansi hukum menurut Lawrence M. Friedman, menyatakan bahwa :

“Anoher aspect of the legal system is its substance. By this is meant the actual rules,

norm, and behavioral patterns of people inside the system ...the stress here is on

living law, not just rules in law books”. 25 Aspek lain dari sistem hukum adalah

substansinya. Adapun yang dimaksud dengan substansinya adalah aturan, norma, dan

pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Jadi, substansi hukum

menyangkut peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memiliki kekuatan

yang mengikat dan menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum.

Substansi hukum di dalam penelitian ini pendukungnya KUHP dan KUHAP

juga digunakan sebagai acuan (das sollen) untuk menerbitkan SP2HP yang tentunya

25
Lawrence M. Friedman, Op.cit., hlm. 5-6.

Universitas Sumatera Utara


harus berdasarkan SOP Penyelidikan dan Penyidikan Polri. 26 Penjatuhan hukuman

dengan menerapkan peraturan perundang-undangan perlu dicari dan ditemukan fakta-

fakta hukum dari perbuatan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan tersebut (das

sein). 27 Apakah memenuhi unsur tindak pidana atau tidak, diperlukan penyidikan

yang mempunyai dan menjunjung tinggi KEPP (Kode Etik Profesi Polri) yang diatur

dalam Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian

Negara Republik Indonesia.

Sedangkan mengenai budaya hukum, Lawrence M. Friedman, berpendapat :

“The third component of legal system, of legal culture. By this we mean people’s

attitudes toward law and legal system their belief ...in other word, is the climinate of

social thought and social force which determines how law is used, avoided, or

abused”. 28 Kultur hukum menyangkut budaya hukum yang merupakan sikap manusia

(termasuk budaya hukum aparat penegak hukumnya) terhadap hukum dan sistem

hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan hukum

yang ditetapkan dan sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa

didukung budaya hukum oleh orang-orang yang terlibat dalam sistem dan

masyarakat, maka penegakan hukum tidak akan berjalan secara efektif.

Mengenai budaya hukum yang dikemukakan di atas, dikaitkan dengan

penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana suatu legal culture Penyidik Polri

26
Das Sollen adalah segala sesuatu yang mengharuskan untuk berfikir dan bersikap. Contoh :
norma dunia, kaidah-kaidah, dan sebagainya. Dapat diartikan bahwa das sollen merupakan kaidah dan
norma serta kenyataan normatif seperti apa yang seharusnya dilakukan.
27
Das Sein adalah segala sesuatu yang merupakan implementasi dari segala hal yang
kejadiannya diatur oleh das sollen dan mogen. Dapat dipahami bahwa das sein merupakan peristiwa
konkrit yang terjadi.
28
Lawrence M. Friedman, Op.cit., hlm. 6.

Universitas Sumatera Utara


khususnya Sat.Reskrim Polrestabes Medan dalam melakukan penyidikan tindak

pidana bagi pelapor. Apakah melakukan penyidikan tersebut dengan profesional,

proporsional, dan prosedural, serta transparan atau tidak. Hal inilah yang nantinya

diukur dengan penyidikan-penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Polri tersebut.

Unsur-unsur sistem hukum bekerja secara terintegral satu dengan yang

lainnya agar tujuan dari hukum dapat tercapai, yaitu : keadilan, kepastian, dan

manfaat. Tercapainya tujuan hukum dapat menekan para pelaku kejahatan untuk

melakukan aksinya.

b. Teori Sistem Peradilan Pidana

Teori Sistem Peradilan Pidana (SPP) atau dikenal juga dalam bahasa

Inggrisnya sebagai Criminal Justice System (CJS). Dalam pelaksaaan Sistem

Peradilan Pidana masih memiliki banyak kelemahan dalam berbagai aspek.

Kelemahan tersebut salah satunya bersumber dari perangkat hukum positif yang

belum sepenuhnya mendukung terciptanya Sistem Peradilan Pidana yang transparan

dan akuntabel. Kelemahan-kelemahan tersebut dapat turut mempengaruhi kegagalan

Sistem Peradilan Pidana dalam mencapai tujuannya. Pada gilirannya, akan

menghambat upaya pengendalian kejahatan di masyarakat karena pada dasarnya,

menurut Mardjono Reksodiputro, bahwa : “Sistem Peradilan Pidana merupakan salah

satu usaha masyarakat untuk mengendalikan terjadinya kejahatan agar berada dalam

batas toleransi yang dapat diterimanya”. 29

29
Mardjono Reksodiputro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana, (Jakarta : Pusat
Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, 1994), hlm. 140.

Universitas Sumatera Utara


Sistem Peradilan Pidana Terpadu (SPPT) atau Integrated Criminal Justice

System (ICJS) merupakan unsur hukum pidana yang sangat penting dalam kerangka

penegakan hukum pidana materil.

Menurut Philip P. Purpura mengenai SPP, menyatakan bahwa 30 :

“Sistem peradilan pidana (criminal justice system) merupakan suatu sistem


yang terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, dan Lembaga
Pemasyarakatan yang bertujuan untuk melindungi dan menjaga ketertiban
masyarakat, mengendalikan kejahatan, melakukan penangkapan, dan
penahanan terhadap pelaku kejahatan, memberikan batasan bersalah atau
tidaknya seseorang, memidana pelaku yang bersalah dan melalui komponen
sistem secara keseluruhan dapat memberikan perlindungan hukum terhadap
hak-hak terdakwa”.

Tujuan Sistem Peradilan Pidana menurut Muladi dapat dikategorikan, sebagai

berikut 31:

“1) Tujuan jangka pendek, apabila yang hendak dicapai resosialisasi dan
rehabilitasi pelaku tindak pidana;
2) Dikategorikan sebagai tujuan jangka menengah, apabila yang hendak
dituju lebih luas yakni pengendalian dan pencegahan kejahatan dalam
konteks politik kriminal (criminal policy);
3) Tujuan jangka panjang, apabila yang hendak dicapai adalah kesejahteraan
masyarakat (social welfare) dalam konteks politik sosial (social policy).”

Sedangkan fungsi dan tujuan dari sistem peradilan pidana seperti yang

digambarakan oleh Davies, Croall, dan Tyrer, sebagai berikut 32:

1) “Protecting the public by preventing and dettering crime, by


rehabilitating offenders in incapacitating others who continue a
persistant threat to the community;

30
Sidik Sunaryo, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, (Malang : UMM Press, 2005), hlm.
2.
31
Muladi dalam Petrus Irawan P dan Pandapotan Simorangkir, Lembaga Pemasyarakatan
dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana,(Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995), hlm. 54.
32
Davies, Croall, dan Tyrer, An Introduction the Criminal Justice System in England and
Wales, (London : Longman, 1995), hlm. 4.

Universitas Sumatera Utara


2) Upholding and promoting the rule of law and respect for the law, by
ensuring due process and proper treatment of suspect, arrestees,
defendand and those held in custody, successfully prosecuting criminal
and acquitting innoncent people accused of a crime;
3) Maintaining law and order;
4) Punishing criminals with regard to the principles of just deserts;
5) Registering social disapproval of censured behaviour by punishing
criminals;
6) Aiding;and
7) Advising the victims of crime”.

Dengan bahasa yang lebih sederhana, Loebby Loqman berpendapat : “Tujuan

Sistem Peradilan Pidana adalah menghilangkan kejahatan (bukan penjahatnya) untuk

mencapai suatu masyarakat yang terbebas dari kejahatan”. 33Selanjutnya menurut

Bassiouni 34 :

“Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pidana pada umumnya terwujud


dalam kepentingan-kepentingan sosial yang mengandung nilai-nilai tertentu
yang perlu dilindungi, yaitu :
1) Pemeliharaan tertib masyarakat;
2) Perlindungan warga masyarakat dari kejahatan, kerugian atau bahaya-
bahaya yang tak dapat dibenarkan, yang dilakukan oleh orang lain;
3) Memasyarakatkan kembali (resosialisasi) para pelanggar hukum;
4) Memelihara atau mempertahankan intergritas pandangan-pandangan
dasar tertentu mengenai keadilan social, marabat kemanuaisaan dan
keadilan”.

Menurut Roeslan Saleh : “Pidana penjara adalah pidana utama diantara pidana

kehilangan kemerdekaan. Pidana penjara dapat dijatuhkan untuk seumur hidup atau

untuk sementara waktu”. 35

Menurut Barda Nawawi Arief mengenai penjara, menyatakan bahwa 36 :

33
Loebby Loqman, Hak Asasi Manusia dalam Hukum Acara Pidana, (Jakarta :
Datacom,2002), hlm. 22-23.
34
M. Cherif Bassiouni, Subtantive Criminal Law, (Spingfield, Illionis, USA : Charles Thomas
Publisher, 1978), hlm.78.
35
Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, (Jakarta : Aksara Baru, 1987), hlm. 62.

Universitas Sumatera Utara


“Pidana penjara tidak hanya mengakibatkan perampasan kemerdekaan, tetapi
juga menimbulkan akibat negatif terhadap hal-hal yang berhubungan dengan
dirampasnya kemerdekaan itu sendiri. Akibat negatif itu antara lain
terampasnya juga kehidupan seksual yang normal dari seseorang, sehingga
sering terjadi hubungan homoseksual dan masturbasi di kalangan terpidana”.

Terampasnya kemerdekaan seseorang juga berarti terampasnya kemerdekaan

berusaha dari orang itu yang dapat mempunyai akibat serius bagi kehidupan sosial

ekonomi keluarganya.Terlebih pidana penjara itu dikatakan dapat memberikan cap

jahat (stigma) yang akan terbawa terus walaupun yang bersangkutan tidak lagi

melakukan kejahatan. Akibat lain yang juga sering disoroti bahwa pengalaman

penjara dapat menyebabkan terjadinya degradasi atau penurunan derajat dan harga

diri manusia.

Sistem kepenjaraan sebagai suatu cara pelaksanaan pidana hilang

kemerdekaan, yang diatur dalam “Gestichten Reglemen Penjara” (Stb. 1917-708)

sebagai pelaksanaan dari Pasal 29 KUHP, sudah tidak sesuai dengan Pancasila,

karena berasal dari pandangan individualisme yang memandang dan memperlakukan

narapidana tidak sebagai anggota masyarakat. 37

Sistem pemasyarakatan adalah satu rangkaian kesatuan penegakan hukum

pidana, oleh karena itu pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari pengembangan

konsepsi umum mengenai pemidanaan. 38

36
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Jakarta : Kencana Prenada,
2008), hlm. 44.
37
H.R. Soegondo, Sistem Pembinaan Napi, (Yogyakarta : Insania Citra, 2006), hlm. 2.
38
Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, (Bandung : Refika
Aditama, 2006), hlm. 103.

Universitas Sumatera Utara


Dikaitkan dengan penelitian ini yang menitikberatkan pada penerbitan Surat

Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) berbasis online sebagai

upaya transparansi Polri dalam penyidikan tindak pidana bahwa Penyidik Polri

sebagai pihak yang berhak untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak

pidana yang pada akhirnya akan membawa perkara tersebut ke persidangan. SP2HP

merupakan bentuk pelayanan Polri kepada masyarakat yang melaporkan telah

terjadinya suatu tindak pidana terhadap dirinya, agar yang bersangkutan mengetahui

sampai dimana perkaranya ditangani oleh Penyidik Polri. Dengan adanya SP2HP,

maka masyarakat sebagai pelapor dapat juga mengetahui sampai dimana berkas

perkaranya ditangani oleh Penyidik Polri tersebut. Dengan demikian, akan tercipta

pelayanan masyarakat yang baik dengan mengedepankan transparansi.

Walaupun SP2HP tersebut berlaku hanya sebagai pemberitahuan kepada

pelapor tentang penyidikan perkaranya, namun bagi pengadilan, dikarenakan

pengadilan termasuk ke dalam Criminal Justice System (CJS), maka pengadilan

sebagai hulu dari penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Polri diharapkan dapat

seiring sejalan mewujudkan tujuan pemidanaan, yaitu : hukum yang berkepastian,

berkeadilan, dan bermanfaat.

2. Kerangka Konsep

Selanjutnya,untuk menghindari kesalahan dalam memaknai konsep-konsep

yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka berikut akan diberikan definisi

operasional dari konsep-konsep yang dipergunakan, antara lain :

Universitas Sumatera Utara


a. Optimalisasi adalah hasil yang dicapai sesuai dengan keinginan, jadi

optimalisasi merupakan pencapaian hasil sesuai harapan secara efektif dan

efisien. 39 Optimalisasi banyak juga diartikan sebagai ukuran dimana semua

kebutuhan dapat dipenuhi dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Menurut

Winardi, optimalisasi adalah ukuran yang menyebabkan tercapainya tujuan

sedangkan jika dipandang dari sudut usaha, optimalisasi adalah usaha

memaksimalkan kegiatan sehingga mewujudkan keuntungan yang diinginkan

atau dikehendaki. 40Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka

optimalisasi hanya dapat diwujudkan dalam perwujudannya secara efektif dan

efisien. Dalam penyelenggaraan organisasi, senantiasa tujuan diarahkan untuk

mencapai hasil secara efektif dan efisien agar optimal.

b. Penerbitan adalahsemua benda tercetak berisi tulisan atau karangan, kumpulan

foto atau reproduksi karya-karya gambar lainnya yang mempunyai nilai

berita, penerangan, ilmu pengetahuan atau hiburan. 41 Dalam hal penelitian ini,

penerbitan dimaksudkan adalah dikeluarkannya sebuah surat yang berisikan

tentang informasi mengenai penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh

Polrestabes Medan.

39
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (Jakarta : Depdikbud,
1997), hlm. 753.
40
Winardi, Pengantar Tentang Teori Sistem dan Analisis Sistem, (Bandung : Mandar
Maju,1999), hlm. 363.
41
Tim Penyusun Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), hlm. 1364.

Universitas Sumatera Utara


c. Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) adalahsurat

yang diberikan kepada pelapor/pengadutentang perkembangan hasil

penyelidikan dan penyidikan yang ditandatanganioleh atasan penyidik. 42

d. Online adalahkeadaan komputer yang terkoneksi/ terhubung ke jaringan

Internet. Sehingga apabila komputer kita online maka dapat mengakses

internet/ browsing, mencari informasi-informasi di internet. 43

e. Transparansi adalah setiap tindakan penyidik yang memperhatikan asas

keterbukaan dan bersifat informatif bagi pihak-pihak terkait. 44

f. Kepolisian Negara RI selanjutnya disingkat Polri adalahalat negara yang

berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,

menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam

negeri. 45

g. Penyidikan adalahserangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara

yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan

bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang

terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 46

42
Pasal 1 angka 27 Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan
dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
43
Website temukanpengertian.com, “P e n g e r t i a n O n l i n e”,
http://www.temukanpengertian.com/2013/06/pengertian-online-online-adalah-online.html., diakses
pada hari Minggu, tanggal 10 September 2017.
44
Pasal 2 huruf f Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
45
Pasal 1 angka 1 Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 23 Tahun 2010 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolsian Sektor.
46
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Undang-Undang Hukum Acara
Pidana.

Universitas Sumatera Utara


h. Tindak Pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan

diancam dengan pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut,

selanjutnya ia menyatakan menurut wujudnya atau sifatnya, tindak pidana itu

adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum dan juga merugikan

masyarakat dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan

terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu perbuatan akan menjadi

suatu tindak pidana, apabila perbuatan itu : melawan hukum, merugikan

masyarakat, dilarang oleh aturan pidana, pelakunya diancam dengan pidana; 47

i. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat

pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-

Undang untuk melakukan penyidikan. 48

j. Promoter adalah program prioritas Kapolri yang terdiri dari 11 program dibagi

dalam 61 kegiatan, terdiri dari 53 kegiatan ditambah 8 quick wins, yaitu 49 :

1. “Pemantapan reformasi internal Polri;


1) Peningkatan soliditas internal;
2) Konsisten pembinaan karier berdasarkan merit system dengan
rekam jejak;
3) Melaksanakan rekruitmen dengan prinsip bersih, transparan,
akuntabel dan humanis (betah);
4) Sistem seleksi Dikbangun Polri yang lebih efisien, efektif, adil,
transparan, dan objektif;
5) Membudayakan perilaku anti korupsi;

47
Mulyatno dalam Faisal Salam, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (Bandung :
Pustaka, 2004), hal. 84.
48
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana.
49
Budi Gunawan, Op.cit., hlm. 8-11.

Universitas Sumatera Utara


2. Peningkatan pelayanan publik yang lebih mudah bagi masyarakat dan
berbasis teknologi informasi;
1) Layanan publik yang mudah diakses masyarakat, lebih cepat,
bebas calo dan berbasis teknologi informasi;
2) Menyederhanakan regulasi dan proses pada loket-loket pelayanan
yang tidak berbelit-belit;
3) Quick Respons;
4) Modernisasi teknologi pendukung pelayanan publik;

3. Penanganan kelompok radikal pro kekerasan dan intoleransi yang


lebih optimal;
1) Deteksi dini dan deteksi aksi dalam rangka pemetaan kelompok
radikal pro kekerasan dan intoleransi;
2) Membangun daya cegah dan daya tangkal warga;
3) Kerjasama dengan stakeholder;
4) Menintegrasi kegiatan dialogis di kantong-kantong kelompok
radikal pro kekerasan dan intoleransi;
5) Penegakan hukum yang optimal;

4. Peningkatan profesionalisme Polri menuju keunggulan;


1) Peningkatan kualitas 8 standar pendidikan Polri;
2) Peningkatan pelatihan fungsi teknis pada satuan kewilayahan;
3) Mengoptimalkan sistem manajemen kinerja;
4) Penyusunan rumpun jabatan fungsional dan sertifikasi profesi;
5) Modernisasi Almatsus dan Alpalkam Polri;

5. Peningkatan kesejahteraan anggota Polri;


1) Peningkatan tunjangan kinerja;
2) Peningkatan pemenuhan perumahan dinas Anggota Polri;
3) Meningkatkan program pelayanan dan fasilitas kesehatan bagi
Anggota Polri;
4) Peningkatan tunjangan kemahalan bagi anggota di daerah
perbatasan dan Papua;
5) Peningkatan dukungan operasional Bhabinkamtibmas;
6) Mengupayakan program wirausaha bagi Anggota Polri;
7) Dukungan asuransi keselamatan kerja bagi Anggota Polri;

6. Tata kelembagaan, pemenuhan proporsionalitas anggaran dan


kebutuhan minimal sarana dan prasarana;
1) Penyederhanaan SOP berbasis Checklist dan hasil;
2) Restrukturisasi SOTK Polri sesuai tantangan tugas, antara lain :
Penguatan Densus, Brimob, dan Baharkam;
3) Pemenuhan proporsionalitas anggaran;
4) Pemenuhan kebutuhan minimal SDM dan Sarpras (DSPP);

Universitas Sumatera Utara


5) Pembentukan Polda Kaltara, peningkatan tipologi Polda Lampung
dan Riau, serta peningkatan Tipologi Polres;

7. Membangun kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap


kamtibmas;
1) Penggelaran personel berseragam pada daerah rawan kejahatan,
macet, dan laka lantas;
2) Peningkatan pengamanan perbatasan melalui pembangunan pos-
pos pam perbatasan;
3) Penanganan kebakaran hutan dan lahan;
4) Penguatan sinergi polisional dengan TNI, BIN, BNN, BNPT,
Basarnas, Bakmla, dan Pemda;
5) Pengamanan Pilkada serentak 2017-2018, serta Pileg dan Pilpres
2019;
6) Pengamanan program prioritas nasional dan paket kebijakan
ekonomi pemerintah;

8. Penguatan harkamtibmas;
1) Membangun daya cegah dan daya tangkal terhadap kejahatan
terorisme, narkoba, separatisme, dan ideologi anti Pancasila;
2) Pemenuhan 1 Bhabinkamtibmas 1 Desa dan kelurahan secara
bertahap;
3) Mendorong pemanfaatan alat-alat pengamanan berbasis teknologi;
4) Penguatan pembinaan teknis Polsus dan Pam Swakarsa, serta
Korwas PPNS;
5) Penguatan kerjasama dengan civil society dalam mengidentifikasi
masalah sosial dan upaya penyelesaiannya;

9. Penegakan hukum yang lebih profesional dan berkeadilan;


1) Penanganan kasus-kasus yang menjadi perhatian publik meliputi
kejahatan jalanan, kejahatan terhadap perempuan dan anak,
terorisme, illegal fishing, korupsi, narkoba, cyber crime, dan
kejahatan ekonomi lainnya;
2) Menghilangkan pungutan liar, pemerasan dan makelar kasus dalam
proses penyidikan;
3) Menghilangkan kecenderungan rekayasa dan berbelit-belit dalam
penanganan kasus;
4) Peningkatan kemampuan penyidik cyber crime, ekonomi, dokpol,
labfor, dan sertifikasi penyidik;
5) Peningkatan sinergi CJS dan penegak hukum lainnya;
6) Peningkatan anggaran penyidikan dan modernisasi teknologi
peralatan pendukung penyidikan;
7) Penyelesaian perkara mudah dan ringan melalui pendekatan
restorative justice;

Universitas Sumatera Utara


10. Penguatan pengawasan;
1) Memperkuat kerjasama dengan pengawas eksternal dengan EMI
dan IME;
2) Memperbaiki sistem komplain masyarakat secara online;
3) Meningkatkan sistem penilaian Indeks Tata Kelola Kepolisian
(ITK);
4) Membuat sistem pengawasan untuk menekan budaya korupsi
internal;

11. Quick wins Polri;


1) Penertiban dan penegakan hukum bagi organisasi radikal dan Anti
Pancasila;
2) Perburuan dan penangkapan gembong teroris Santoso dan jejaring
terorisme;
3) Aksi nasional pembersihan preman dan premanisme;
4) Pembentukan dan pengefektifan Satgas Ops Polri kontra radikal
dan deradikalisasi (Khusus ISIS);
5) Memberlakukan rekrutmen terbuka untuk jabatan di lingkungan
Polri (Polres, Polda, Mabes Polri);
6) Polisi sebagai penggerak revolusi mental dan pelopor tertib sosial
di ruang publik;
7) Pembentukan tim internal anti korupsi (melibatkan unsur publik
dan KPK);
8) Crash program pelayanan masyarakat : pelayanan bersih dari
percaloan”.

k. Polrestabes Medan adalah Kepolisian Resor Kota Besar Medan merupakan

satuan organisasi Polri yang berada di bawah Kepolisian Daerah Sumatera

Utara (Polda Sumut), berkedudukan di Jalan H.M. Said No. 1, Kota Medan,

Provinsi Sumatera Utara.

G. Metode Penelitian

Penelitian merupakan sarana ilmu pengetahuan dan teknologi. Penelitian

dilakukan untuk mencari kegunaan atau mencari jawaban dari keingintahuan.

Universitas Sumatera Utara


Pengetahuan dan teknologi diperoleh saat ini dipastikan melalui kegiatan penelitian

termasuk ilmu-ilmu sosial yang di dalamnya termasuk ilmu hukum. 50

Penelitian mengandung metode atau cara yang harus dilalui sebagai syarat

dalam penelitian. Metode dilaksanakan pada setiap kegiatan penelitian didasarkan

pada cakupan ilmu pengetahuan yang mendasari kegiatan penelitian. Masing-masing

terdapat karakteristik metode yang digunakan pada setiap kegiatan penelitian, akan

tetapi terdapat prinsip-prinsip umum yang harus dipahami oleh semua peneliti seperti

pemahaman yang sama terhadap validitas dari hasil capaian termasuk penerapan

prinsip-prinsip kejujuran ilmiah. 51 Kejujuran ilmiah adalah kode etik penulisan karya

tulis ilmiah, yaitu 52 :

1. ”Menjunjung tinggi posisi terhormat penulis sebagai orang terpelajar,


kebenaran hakiki informasi yang disebarluaskan dan tidak menyesatkan
orang lain;
2. Tidak menyulitkan pembaca dengan tulisan yang dibuat;
3. Memperhatikan kepentingan penerbit penyandang dana penerbitan dengan
cara mempadatkan tulisan agar biaya pencetakan bisa ditekan;
4. Memiliki kesadaran akan perlunya bantuan penyunting sebagai jembatan
penghubung dengan pembaca;
5. Teliti, cermat, mengikuti petunjuk penyunting mengenai format dan
sebagainya;
6. Tanggap dan mengikuti usul/saran penyunting;
7. Bersikap jujur mutlak diterapkan kepada diri sendiri dan umum dengan
tidak menutupi kelemahan diri;
8. Menjunjung tinggi hak, pendapat, temuan orang lain dengan cara tidak
mengambil ide orang lain diakui sebagai ide/gagasan sendiri;
9. Mengakui hak cipta/Hak Kekayaan Intelektual dengan cara tidak
melakukan plagiat atas tulisan sendiri dan orang lain”.

50
Muhamad Muhdar, “Bahan Kuliah Metode Penelitian Hukum : Sub Pokok Bahasan
Penulisan Hukum”, Universitas Balikpapan, Balikpapan, 2010, hlm. 2.
51
Ibid.
52
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Etika Penulisan Ilmiah, Lokakarya Pelatihan
Penulisan Artikel Ilmiah yang diselenggarakan DP2M, DITJEN DIKTI,hlm. 2-6., seperti yang
diringkas/disarikan oleh MA. Rifai., dalam Munandir., “Kode Etik Menulis : Butir-Butir”,
www.unissula.ac.id/perpustakaan/.../Munandir%20(kode%20etik).ppt., 2007, diakses pada hari
Minggu, tanggal 10 September 2017.

Universitas Sumatera Utara


Sepanjang menyangkut analisis hukum, maka penelitian ini menggunakan

metode penelitian yuridis normatif – kualitatif yang didukung oleh data empiris.

Dengan demikian objek penelitian adalah norma hukum yang terwujud dalam kaidah-

kaidah hukum dibuat dan ditetapkan oleh Pemerintah dalam sejumlah peraturan

perundang-undangan dan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang terkait secara

langsung dengan penerbitan SP2HP sebagai upaya transparansi Polri dalam

penyidikan tindak pidana. Penelitian hukum juga dilakukan pemeriksaan yang

mendalam terhadap fakta-fakta hukum untuk selanjutnya digunakan dalam menjawab

permasalahan-permasalahan. 53

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif didukung

penelitian hukum empiris dengan melakukan wawancara dengan informan. Dengan

menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dalam

melakukan pengkajian terhadap “Penerbitan Pemberitahuan Perkembangan Hasil

Penyidikan (SP2HP) Online Sebagai Upaya Transparansi Polri Dalam

Penyidikan Tindak Pidana (Studi di Polrestabes Medan)”. Yuridis normatif

merupakan penelitian terhadap KUHAP, Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 12

Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana, dan

Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan

Tindak Pidana, serta Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri No. 3 Tahun

2014 tentang Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak

53
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), hlm. 43.

Universitas Sumatera Utara


Pidanaterhadap upaya penerbitan SP2HP Online sebagai upaya transparansi

penyidikan tindak pidana. Dipilihnya tipe penelitian hukum normatif dan hukum

empiris karena implementasi ketentuan hukum normatif (KUHAP dan Peraturan

Kapolri) dalam penerapannya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi

dalam suatu masyarakat.

Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu menggambarkan suatu

penerapan KUHAP, Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam penerbitan SP2HP

yang diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 12 Tahun 2009 tentang

Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana, Peraturan Kepala

Kepolisian RI No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana,

dan Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri No. 3 Tahun 2014 tentang

Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidanaterhadap kasus

tindak pidana yang ditangani oleh Penyidik Polrestabes Medan.

2. Sumber Data

Penelitian hukum normatif yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan

dan berdasarkan pada data sekunder, maka sumber bahan hukum yang digunakan

dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu :

a. Bahan hukum primer, meliputi seluruh peraturan perundang-undangan yang

relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian, antara lain :

1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan

Amandemen;

Universitas Sumatera Utara


2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1964 tentang Hukum Pidana atau lazim

disebut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);

3) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau

lazim disebut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);

4) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia;

5) Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan

dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana;

6) Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen

Penyidikan Tindak Pidana;

7) Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri No. 3 Tahun 2014 tentang

Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana;

b. Bahan hukum sekunder, digunakan untuk membantu memahami peraturan

perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan SOP Penyelidikan dan

Penyidikan Tindak Pidana. Analisis bahan hukum primer dibantu oleh bahan

hukum sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber, seperti :Buku-

buku;Jurnal-jurnal;Majalah-majalah;Artikel-artikel;danberbagaitulisanlainnya.

c. Bahan hukum tertier, dipergunakan untuk berbagai hal dalam penjelasan

makna-makna kata dari bahan hukum sekunder dan bahan hukum primer.

Bahan hukum sekunder berupa kamus-kamus hukum, kamus Bahasa

Indonesia. Seperti yang lazim digunakan adalah Black’s Law Dictionary, dan

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Universitas Sumatera Utara


Selain itu, penelitian ini juga didukung dengan data lapangan (data primer)

berupa hasil wawancara dengan berbagai informan terkait, antara lain :

a. Penyidik Polrestabes Medan; dan

b. Pihak lainnya yang terkait penerbitan SP2HP Online.

3. Teknik Pengumpulan Data

Seluruh bahan hukum dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi

kepustakaan (library research) dengan alat pengumpulan data berupa studi dokumen

dari berbagai sumber yang dipandang relevan. 54Contoh-contoh kasus yang didapat

melalui berkas-berkas perkara yang ada atau berhubungan penanganan tindak pidana

yang sedang ditangani oleh Penyidik Polrestabes Medan. Sehingga, seluruh data-data

berupa data personil, data keuangan, data sarana dan prasarana, dan data Jumlah

Tindak Pidana (JTP) serta Jumlah Penyelesaian Tindak Pidana (JPTP) berkas perkara

tersebut didapat dari Polrestabes Medan. Selanjutnya bahan hukum yang ada

dikolaborasi dengan buku-buku yang didapat dari perpustakaan. Dipilih mana yang

hukum dan mana yang bukan hukum. Setelah didapat pengelompokan sumber bahan

hukum selanjutnya dianalisis.

54
Studi kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun
informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi itu dapat
diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi,
peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber bahan
hukum lainnya. Lihat : Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Edisi Kedua, (Jakarta : Yayasan
Obor Indonesia, Januari 2008), hlm. 1.

Universitas Sumatera Utara


Selain studi kepustakaan, maka data primer sebagai data penunjang

dikumpulkan melalui wawancara mendalam (indepth interview). 55Informan yang

dipilih adalah yang terlibat langsung dengan pihak yang berhak dan berwenang

melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana di Polrestabes Medan.

4. Analisis Data

Analisa data yang akan dilakukan secara kualitatif diharapkan akan dapat

memudahkan dalam menganalisa permasalahan yang diajukan, menafsirkan dan

kemudian menarik kesimpulan. Analisa kualitatif dilakukan terhadap paradigma

hubungandinamis antara teori, konsep-konsep dan data yang merupakan umpan balik

atau modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang

dikumpulkan. Sehubungan data yang dianalisis beraneka ragam, memiliki sifat dasar

yang berbeda satu dengan yang lainnya.

55
Indepth Interview atau wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara
dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)
wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.
Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan.
Lihat : Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
Sosial Lainnya, (Jakarta : Kencana, 2009), hlm. 108.

Universitas Sumatera Utara


BAB II
PENGATURAN PENERBITAN SURAT PEMBERITAHUAN
PERKEMBANGAN HASIL PENYIDIKAN (SP2HP) DI POLRESTABES
MEDAN DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN MASYARAKAT

A. Penyidikan, Penyidik, Tugas dan Kewenangannya Dalam KUHAP

1. Pengertian Penyidikan

Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah

penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya tindak

pidana dalam suatu peristiwa. Ketika diketahui ada tindak pidana terjadi, maka saat

itulah penyidikan dapat dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan. Pada tindakan

penyelidikan, penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari dan menemukan”

suatu “peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana. Sedangkan

pada penyidikan titik berat penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari serta

mengumpulkan bukti”. Penyidikan bertujuan membuat terang tindak pidana yang

ditemukan dan juga menentukan pelakunya.

Pengertian penyidikan tercantum dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP yakni dalam

Bab I mengenai Penjelasan Umum, yaitu: “Penyidikan adalah serangkaian tindakan

penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk

mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang

pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”. Berdasarkan rumusan Pasal

1 butir 2 KUHAP, unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian penyidikan adalah:

a. Penyidikan merupakan serangkaian tindakan yang mengandung tindakan-

tindakan yang antara satu dengan yang lain saling berhubungan;

Universitas Sumatera Utara


b. Penyidikan dilakukan oleh pejabat publik yang disebut penyidik;

c. Penyidikan dilakukan dengan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

d. Tujuan penyidikan ialah mencari dan mengumpulkan bukti, yang dengan

bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi, dan menemukan

tersangkanya.

Berdasarkan keempat unsur tersebut dapat disimpulkan bahwa sebelum

dilakukan penyidikan, telah diketahui adanya tindak pidana tetapi tindak pidana itu

belum terang dan belum diketahui siapa yang melakukannya. Adanya tindak pidana

yang belum terang itu diketahui dari penyelidikannya. 56

2. Pengertian Penyidik

Penyidik menurut Pasal 1 butir ke-1 KUHAP adalah pejabat polisi Negara

Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang

khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. KUHAP lebih jauh lagi

mengatur tentang penyidik dalam Pasal 6, yang memberikan batasan pejabat penyidik

dalam proses pidana. Adapun batasan pejabat dalam tahap penyidikan tersebut adalah

Pejabat Penyidik Polri dan Pejabat Penyidik Negeri Sipil. 57

Disamping yang diatur dalam Pasal 1 butir ke-1 KUHAP dan Pasal 6

KUHAP, terdapat lagi Pasal 10 yang mengatur tentang adanya penyidik pembantu

56
Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, (Malang :
Bayumedia Publishing, April 2005), hlm. 380-381.
57
Pasal 6 ayat (1) KUHAP.

Universitas Sumatera Utara


disamping penyidik. 58Untuk mengetahui siapa yang dimaksud dengan orang yang

berhak sebagai penyidik ditinjau dari segi instansi maupun kepangkatan, ditegaskan

dalam pasal 6 KUHAP. Dalam pasal tersebut ditentukan instansi dan kepangkatan

seorang pejabat penyidik. Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 6 KUHAP yang

dimaksud, yang berhak diangkat sebagai pejabat penyidik antara lain adalah:

a. Pejabat Penyidik Polri

Agar seorang pejabat kepolisian dapat diberi jabatan sebagai penyidik, maka

harus memenuhi syarat kepangkatan sebagaimana hal itu ditegaskan dalam Pasal 6

ayat (2) KUHAP. Menurut penjelasan Pasal 6 ayat 2, kedudukan dan kepangkatan

yang diatur dalam Peraturan Pemerintah, diselaraskan dan diseimbangkan dengan

kedudukan dan kepangkatan penuntut umum dan hakim peradilan umum. Peraturan

Pemerintah yang mengatur masalah kepangkatan penyidik adalah berupa Peraturan

Pemerintah No. 27 Tahun 1983. Syarat kepangkatan dan pengangkatan pejabat

penyidikan antara lain adalah sebagai berikut:

1) Pejabat Penyidik Penuh

Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai pejabat “penyidik penuh”, harus

memenuhi syarat-syarat kepangkatan dan pengangkatan,yaitu:

a) Sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi;

58
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan
Penuntutan, Cet. Ke-7, (Jakarta : Sinar Grafika, 2004), hlm. 110.

Universitas Sumatera Utara


b) Atau yang berpangkat bintara dibawah Pembantu Letnan Dua apabila dalam

suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik yang berpangkat Pembantu

Letnan Dua;

c) Ditunjuk dan diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

2) Penyidik Pembantu

Berdasarkan Pasal 10 KUHAP menentukan bahwa Penyidik Pembantu adalah

Pejabat Kepolisan Negara RI yang diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara RI

menurut syarat-syarat yang diatur denganperaturan pemerintah. 59 Pejabat polisi yang

dapat diangkat sebagai “penyidik pembantu” diatur didalam Pasal 3 Peraturan

Pemerintah No. 27 Tahun 1983. Menurut ketentuan ini, syarat kepangkatan untuk

dapat diangkat sebagai pejabat penyidik pembantu 60:

a) “Sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi;


b) Atau pegawai negeri sipil dalam lingkungan Kepolisian Negara dengan
syarat sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (Golongan II/a);
c) Diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia atas usul komandan
atau pimpinan kesatuan masing-masing”.

b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil

Penyidik Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b KUHAP,

yaitu pegawai negeri sipil yang mempunyai fungsi dan wewenang sebagai penyidik.

Pada dasarnya, wewenang yang mereka miliki bersumber pada undang-undang

59
Nico Ngani, I Nyoman Budi Jaya, dan Hasan Madani, Mengenal Hukum Acara Pidana
Bagian umum dan Penyidikan, (Yogyakarta : Liberty, 2010), hlm. 19.
60
M. Yahya Harahap, Op.cit., hlm. 111-112.

Universitas Sumatera Utara


pidana khusus, yang telah menetapkan sendiri pemberian wewenang penyidikan pada

salah satu pasal. 61

Wewenang penyidikan yang dimiliki oleh pejabat pegawai negeri sipil hanya

terbatas sepanjang yang menyangkut dengan tindak pidana yang diatur dalam

undang-undang pidana khusus itu. Hal ini sesuai dengan pembatasan wewenang yang

disebutkan dalam Pasal 7 ayat (2) KUHAP yang berbunyi: “Penyidik pegawai negeri

sipil sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai

dengan undang-undang yang menjadi landasan hukumnya masing-masing dan dalam

pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri”.

3. Tugas dan Kewenangan Penyidikan Yang Ditentukan Dalam KUHAP

Adapun kewenangan melakukan penyidikan dicantumkan dalam Pasal 6

KUHAP, namun pada praktiknya, sekarang ini terhadap beberapa tindak pidana

tertentu ada penyidik-penyidik yang tidak disebutkan di dalam KUHAP. Untuk itu

pada sub-bab ini akan dipaparkan siapa sajakah penyidik yang disebutkan di dalam

KUHAP dan siapa saja yang juga yang merupakan peyidik namun tidak tercantum di

dalam KUHAP. Adapun tugas penyidik itu sendiri antara lain adalah:

a. Membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 75 KUHAP (vide : Pasal 8 ayat (1) KUHAP);

b. Menyerahkan berkas perkara kepadan penuntut umum (vide : Pasal 8 ayat (2)

KUHAP);

61
Ibid., hlm. 113.

Universitas Sumatera Utara


c. Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang

terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana korupsi

wajib segera melakukan penyidikan yang diperlukan (vide : Pasal 106

KUHAP);

d. Menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada

penuntut umum (vide : Pasal 8 ayat (3) KUHAP);

e. Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang

merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal tersebut kepada

penuntut umum (vide : Pasal 109 ayat (1) KUHAP);

f. Wajib segera menyerahkan berkas perkara penyidikan kepada penuntut

umum, jika penyidikan dianggap telah selesai (vide : Pasal 110 ayat (1)

KUHAP);

g. Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi,

penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan

petunjuk dari penuntut umum (vide : Pasal 110 ayat (3) KUHAP);

h. Setelah menerima penyerahan tersangka, penyidik wajib melakukan

pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka penyidikan (vide : Pasal 112 ayat

(2) KUHAP);

i. Sebelum dimulainya pemeriksaan, penyidik wajib memberitahukan kepada

orang yang disangka melakukan suatu tindak pidana korupsi, tentang haknya

untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib

didampingi oleh penasihat hukum (vide : Pasal 114 KUHAP);

Universitas Sumatera Utara


j. Wajib memanggil dan memeriksa saksi yang menguntungkan bagi tersangka

(vide : Pasal 116 ayat (4) KUHAP);

k. Wajib mencatat dalam berita acara sesuai dengan kata yang dipergunakan

oleh tersangka (vide : Pasal 117 ayat (2) KUHAP);

l. Wajib menandatangani berita acara pemeriksaan tersangka dan atau saksi,

setelah mereka menyetuji isinya (vide : Pasal 118 ayat (2) KUHAP);

m. Dalam hal tersangka ditahan dalam waktu satu hari setelah perintah

penahanan dijalankan, penyidik harus mulai melakukan pemeriksaan (vide :

Pasal 122 KUHAP);

n. Dalam rangka melakukan penggeledahan rumah, wajib terlebih dahulu

menjukkan tanda pengenalnya kepada ter sangka atau keluarganya (vide :

Pasal 125 KUHAP);

o. Membuat berita acara tentang jalannya dan hasil penggeledahan rumah (vide :

Pasal 126 ayat (1) KUHAP);

p. Membacakan terlebih dahulu berita acara tentang penggeledahan rumah

kepada yang bersangkutan, kemudian diberi tanggal dan ditandatanganinya,

tersangka atau keluarganya dan atau kepala desa atau ketua lingkungan

dengan dua orang saksi (vide : Pasal 126 ayat (2) KUHAP);

q. Wajib menunjukkan tanda pengenalnya terlebih dahulu dalam hal melakukan

penyitaan (vide : Pasal 128 KUHAP);

r. Memperlihatkan benda yang akan disita kepada keluarganya dan dapat minta

keterangan tentang benda yang akan disita itu dengan disaksikan oleh Kepala

Universitas Sumatera Utara


Desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi (vide : Pasal 129 ayat (1)

KUHAP);

s. Penyidik membuat berita acara penyitaan (vide : Pasal 129 ayat (2) KUHAP);

t. Menyampaikan turunan berita acara penyitaan kepada atasannya, keluarganya

dan Kepala Desa (vide : Pasal 129 ayat (4) KUHAP);

u. Menandatangani benda sitaan sesaat setelah dibungkus (vide : Pasal 130 ayat

(1) KUHAP).

Sedangkan kewenangan dari penyidik antara lain adalah :

a. Sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) KUHAP, penyidik berwenang untuk :

1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak

pidana;

2) Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

3) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri

tersangka;

4) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;

5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

6) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

7) Memanggil orang untuk diperiksa sebagai tersangka atau saksi (vide :

Pasal 7 ayat (1) jo.Pasal 112 ayat (1) KUHAP);

8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

9) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab;

Universitas Sumatera Utara


b. Dalam hal dianggap perlu dapat meminta pendapat seorang ahli atau orang

yang memiliki keahlian khusus (vide : Pasal 120 KUHAP jo.Pasal 133 ayat

(1) KUHAP).

c. Penyidik dapat mengabulkan permintaan tersangka, keluarga, atau penasihat

hukum tersangka atas penahanan tersangka (vide : Pasal 123 ayat (2)

KUHAP).

d. Penyidik dapat mengadakan penjagaan atau penutupan tempat atau rumah

yang digeledah demi keamanan dan ketertiban (vide : Pasal 127 ayat (1)

KUHAP).

e. Penyidik berhak memerintahkan setiap orang yang dianggap perlu tidaknya

meninggalkan tempat terrsebut selama penggeledahan berlangsung (vide :

Pasal 127 ayat (2) KUHAP).

f. Dalam hal timbul dugaan kuat ada surat palsu atau yang dipalsukan, penyidik

dengan izin ketua pengadilan negeri setempat dapat datang atau dapat minta

kepada pejabat penyimpan umum yang wajib dipenuhi, supaya ia

mengirimkan surat asli yang disimpannya itu kepadanya untuk dipakai

sebagai bahan perbandingan (vide : Pasal 132 ayat (2) KUHAP).

Dalam melaksanakan tugasnya tersebut Penyidik wajib menjunjung tinggi

hukum yang berlaku. Untuk itu Penyidik membuat berita acara pelaksanaan tindakan

(vide : Pasal 75 KUHAP) tentang 62 :

a. “Pemeriksaan tersangka;

62
Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, (Jakarta : Djambatan, 1989), hlm.
92-93.

Universitas Sumatera Utara


b. Penangkapan;
c. Penahanan;
d. Penggeledahan;
e. Pemasukan rumah;
f. Penyitaan benda;
g. Pemeriksaan surat;
h. Pemeriksaan saksi;
i. Pemeriksaan tempat kejadian;
j. Pelaksanaan Penetapan dan Putusan Pengadilan
k. Pelaksanaan tindakan lain sesuai KUHAP”.

4. Proses Pemeriksaan Penyidikan Yang Dilakukan Oleh Penyidik

Pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik difokuskan sepanjang hal yang

meyangkut persoalan hukum. Titik pangkal pemeriksaan dihadapan penyidik ialah

tersangka. Dari dialah diperoleh keterangan mengenai peristiwa pidana yang sedang

diperiksa. Akan tetapi, sekalipun tersangka yang menjadi titik tolak pemeriksaan,

terhadapnya harus diberlakukan asas akusatur. Tersangka harus ditempatkan pada

kedudukan menusia yang memiliki harkat martabat. Dia harus dinilai sebagai subjek,

bukan sebagai objek. Yang diperiksa bukan manusia tersangka. Perbuatan tindak

pidana yang dilakukannyalah yang menjadi objek pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut

ditujukan ke arah kesalahan tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka. Tersangka

harus dianggap tak bersalah, sesuai dengan prinsip hukum “praduga tak bersalah”

(“presumption of innocent”) sampai diperoleh putusan pengadilan yang telah

berkekuatan hukum tetap. 63

Pada pemeriksaan tindak pidana, tidak selamanya hanya tersangka saja yang

harus diperiksa. Adakalanya diperlukan pemeriksaan saksi atau ahli. Demiuntuk

terang dan jelasnya peristiwa pidana yang disangkakan. Namun, kepada tersangka

63
M. Yahya Harahap, Op.cit., hlm. 134.

Universitas Sumatera Utara


harus ditegakkan perlindungan harkat martabat dan hak-hak asasi, kepada saksi dan

ahli, harus juga diperlakukan dengan cara yang berperikemanusiaan dan beradab.

Menurut Buku Petunjuk Pelaksanaan Tentang Proses Penyidikan Tindak

Pidana, yang ditetapkan oleh Kapolri Jendral Polisi Drs. Rusdihardjo tanggal 01

September 2000 di Jakarta, di dalam Bab II (Penggolongan) disebutkan bahwa

kegiatan-kegiatan pokok dalam rangka penyidikan tindak pidana dalam buku

petunjuk pelaksanaan (Bujuklak) ini dapat digolongkan sebagai berikut 64:

a. “Penyidikan Tindak Pidana, meliputi :


1) Penyelidikan
2) Penindakan
3) Pemeriksaan
4) Penyelesaian dan Penyerahan Berkas Perkara
a) Pembuatan Resume;
b) Penyusunan Berkas Perkara;
c) Penyerahan Berkas Perkara.
b. Dukungan Teknis Penyidikan;
c. Administrasi Penyidikan;
d. Pengawasan dan Pengendalian Penyidikan”.

Jadi, dapat diketahui proses penyidikan menurut Bujuklak adalah seperti

rangkaian yang telah penulis uraikan diatas tersebut. Akan tetapi, penyidik Polri tidak

secara serta-merta dapat melakukan kegiatan penyidikan dengan semaunya,

melainkan ada juga batasan-batasan yang harus diikuti oleh penyidik tersebut agar

tidak melanggar hak asasi manusia mengingat kekuasaan penyidik dalam melakukan

rangkaian tindakan tersebut terlampau besar. Batasan-batasan kegiatan penyidik

tersebut terdapat pada Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 8 Tahun 2009 tentang

Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas

64
Luhut M.P. Pangaribuan, Hukum Acara Pidana, Satu Kompilasi Ketentuan-Ketentuan
KUHAP dan Hukum Internasional, Cet. Ke-3, Edisi Revisi, (Jakarta : Djambatan, 2006), hlm. 735.

Universitas Sumatera Utara


Kepolisan RI. Dalam Pasal 13 ayat (1) ketentuan tersebut disebutkan, dalam

melaksanakan kegiatan penyelidikan, setiap petugas Polri dilarang:

a. “Melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, psikis ataupun seksual


untuk mendapatkan informasi, keterangan atau pengakuan;
b. Menyuruh atau menghasut orang lain untuk melakukan tindakan
kekerasan di luar proses hukum atau secara sewenang-wenang;
c. Memberitahukan rahasia seseorang yang berperkara;
d. Memanipulasi atau berbohong dalam membuat atau menyampaikan
laporan hasil penyelidikan;
e. Merekayasa laporan sehingga mengaburkan investigasi atau
memutarbalikkan kebenaran;
f. Melakukan tindakan yang bertujuan untuk meminta imbalan dari pihak
yang berperkara”.

Mengenai batasan-batasan tentang tindakan pemeriksaan yang dilakukan

Penyidik dalam rangka proses penyidikan, juga terdapat batasan-batasan yang

dituangkan di dalam Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 8 Tahun 2009 tentang

Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas

Kepolisan RI tersebut. Batasan-batasan tersebut terdapat di dalam Pasal 27 ayat (2),

yang menyebutkan:

“Dalam melakukan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa,


petugas dilarang :
a. Memeriksa saksi, tersangka atau terperiksa sebelum didampingi penasihat
hukumnya, kecuali atas persetujuan yang diperiksa;
b. Menunda-nunda waktu pemeriksaan tanpa alasan yang sah, sehingga
merugikan pihak terperiksa;
c. Tidak menanyakan keadaan kesehatan dan kesiapan yang diperiksa pada
awal pemeriksaan;
d. Tidak menjelaskan status keperluan terperiksa dan tujuan pemeriksaan;
e. Mengajukan pertanyaan yang sulit dipahami terperiksa, atau dengan cara
membentak-bentak, menakuti atau mengancam terperiksa;
f. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak relevan dengan tujuan
pemeriksaan;
g. Melecehkan, merendahkan martabat dan/atau tidak menghargai hak
terperiksa;

Universitas Sumatera Utara


h. Melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan yang bersifat fisik atau
psikis dengan maksud untuk mendapatkan keterangan, informasi atau
pengakuan;
i. Memaksa saksi, tersangka/terperiksa untuk memberikan informasi
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan rahasia jabatannya;
j. Membujuk, mempengaruhi atau memperdaya pihak yang diperiksa untuk
melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan
hak-hak yang diperiksa;
k. Melakukan pemeriksaan pada malam hari tanpa didampingi oleh
penasehat hukum dan tanpa alasan yang sah;
l. Tidak memberikan kesempatan kepada terperiksa untuk istirahat,
melaksanakan ibadah, makan, dan keperluan pribadi lainnya tanpa alasan
yang sah;
m. Memanipulasi hasil pemeriksaan dengan tidak mencatat sebagian
keterangan atau mengubah keterangan yang diberikan terperiksa yang
menyimpang dari tujuan pemeriksaan;
n. Menolak saksi atau tersangka untuk mengajukan saksi yang meringankan
untuk diperiksa;
o. Menghalang-halangi penasehat hukum untuk memberi bantuan hukum
kepada saksi/tersangka yang diperiksa;
p. Melakukan pemeriksaan ditempat yang melanggar ketentuan hukum;
q. Tidak membacakan kembali hasil pemeriksaan kepada yang diperiksa
dengan bahasa yang dimengerti, sebelum pemeriksaan diakhiri; dan
r. Melalaikan kewajiban tanda tangan pemeriksa, terperiksa dan/atau orang
yang menyelesaikan jalannya pemeriksaan”.

5. Penghentian Penyidikan

Setiap penyidikan perkara pidana, tidak tertutup kemungkinan menemukan

jalan buntu, sehingga tidak mungkin lagi melanjutkan penyidikan. Dalam situasi

demikian, penyidik diberi kewenangan untuk melakukan penghentian penyidikan.

KUHAP menyebutkan secara terbatas alasan yang dipergunakan untuk menghentikan

penyidikan. Alasan terbatas ini harus dapat dipertanggungjawabkan di depan

persidangan bila ada pihak yang berwenang mengajukan gugatan praperadilan.

Alasan penghentian penyidikan diatur dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP yaitu karena

Universitas Sumatera Utara


tidak cukup bukti, atau peristiwa tersebut bukan peristiwa pidana atau penyidikan

dihentikan demi hukum. 65

Berdasarkan uraian di atas, maka penghentian penyidikan dapat dirumuskan

sebagai berikut 66 :

“Tindakan penyidik menghentikan penyidikan suatu peristiwa yang diduga


sebagai tindak pidana karena untuk membuat suatu terang peristiwa itu dan
menentukan pelaku-pelaku sebagai tersangkanya tidak terdapat cukup bukti
atau dari hasil penyidikan diketahui bahwa peristiwa tersebut bukan
merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum”.

Berdasarkan uraian diatas, berikut lebih lanjut uraian mengenai alasan

penghentian penyidikan, yaitu:

a. Karena Tidak Cukup Bukti

Penyidikan yang tidak memperoleh cukup bukti dan menuntut tersangka untuk

membuktikan kesalahan tersangka di depan persidangan maka penyidik berwenang

menghentikan penyidikan. Mengenai cukup atau tidaknya bukti dikaitkan dengan

ketentuan Pasal 183 KUHAP yang menyatakan : “Hakim tidak boleh menjatuhkan

pidana kepada seseorang kecuali dengan adanya minimal dua alat bukti dan dari alat

bukti itu ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar benar terjadi dan

terdakwalah pelakunya”.

Menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yang dinamakan alat bukti yang sah

adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.

Terhadap penghentian karena alasan tidak cukup bukti, perkara pidana tidak
65
Harun M. Husein, Penyidikan dan Penuntutan Dalam Proses Pidana, (Jakarta : Rineka
Cipta, 1991),hlm. 311.
66
Pasal 109 ayat (2) KUHAP.

Universitas Sumatera Utara


digolongkan sebagai nebis in idem. Karena keputusan penghentian penyidikan bukan

merupakan putusan badan peradilan. Jika dikemudian hari ditemukan bukti-bukti

baru yang dapat menjadi dasar penuntutan, penyidikan atas perkara pidana dapat

dibuka kembali. 67

b. Karena Bukan Merupakan Tindak Pidana

Penyidik dalam menentukan sebuah peristiwa merupakan tindak pidana atau

bukan, harus berpegang pada unsur delik dari tindak pidana yang disangkakan.

Karena dalam sebuah definisi tindak pidana terdapat unsur delik yang harus dipenuhi,

sehingga penyidik dapat memutuskan sebuah peristiwa sebagai tindak pidana. 68

Penyidikan telah dilakukan dan ternyata terungkap fakta-fakta yang tadinya

dipersangkakan perbuatan pidana namun ternyata bukan perbuatan pidana, maka

penyidik harus menghentikan penyidikan. 69 Terhadap penghentian penyidikan

dengan alasan bukan merupakan perkara pidana, penyidik tidak dapat mengadakan

67
Menurut Alfitra, Ne Bis In Idem berasal dari bahasa latin yang berarti tidak atau jangan dua
kali yang sama. Dalam kamus hukum Ne Bis In Idem artinya suatu perkara yang sama tidak boleh
lebih dari satu kali diajukan untuk diputuskan oleh pengadilan. Asas ini dalam peraturan perundang-
undangan di Inodnesia diatur dalam Pasal 76 KUHP, yang berbunyi : (1) “Kecuali dalam putusan
hakim masih mungkin diulangi, orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim
Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap. Dalam artian hakim
Indonesia, termasuk juga hakim pengadilan swapraja dan adat, di tempat-tempat yang mempunyai
pengadilan-pengadilan tersebut; (2) Jika putusan yang menjadi tetap itu berasal dari hakim lain, maka
terhadap orang itu dan karena delik itu pula tidak boleh diadakan penuntutan dalam hal : putusan
berupa pembebasan dari tuduhan atau lepas dari tuntutan hukum; putusan berupa pemidanaan dan telah
dijalani seluruhnya atau telah diberi ampun atau wewenang untuk menjalankannya telah hapus karena
lewat waktu”. Lihat : Alfitra, Hapusnya Hak Menuntut & Menjalankan Pidana, Cet. Ke-2, (Jakarta :
Raih Asa Sukses, 2014), hlm. 95.
68
Johana Olivia Rumajar, “Alasan Pemberhentian Penyidikan Suatu Tindak Pidana Korupsi”,
Lex Crimen Vol. III, No. 4, Agustus – November 2014, hlm. 97.
69
Pasal 109 ayat (2) KUHAP, berbunyi : “Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan
karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau
penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntutan umum,
tersangka atau keluarganya”.

Universitas Sumatera Utara


penyidikan ulang karena perkara tersebut bukan merupakan lingkup hukum pidana.

Kecuali bila ditemukan indikasi yang kuat membuktikan sebaliknya. 70

c. Penyidikan Dihentikan Demi Hukum

Penghentian penyidikan demi hukum ini dikaitkan dengan alasan-alasan

hukum yang mengakibatkan penyidikan tidak dapat dilanjutkan, yaitu:

1) Hapusnya hak menuntut pidana karena nebis in idem.Seseorang tidak dapat

dituntut untuk kedua kalinya atas dasar perbuatan yang sama, dimana

perbuatan tersebut sudah pernah diadili dan telah diputus perkaranya oleh

hakim pengadilan. 71

2) Dalam hal delik aduan tidak diajukan pengaduan. Jika orang yang

bersangkutan dalam tindak pidana aduan yaitu korban tidak mengajukan

pengaduan, maka penyidik tidak diperbolehkan untuk melakukan

penyidikan. 72 Hal ini juga kadang berkaitan dengan kepentingan pribadi

korban yang merasa keberatan jika perkaranya diketahui orang banyak.

3) Daluarsa (lewat waktu).Setelah melewati tenggang waktu tertentu, terhadap

suatu tindak pidana tidak dapat dilakukan penuntutan dengan alasan tindak

pidana tersebut telah melewati batas waktu atau daluarsa. Dengan gugurnya

70
Johana Olivia Rumajar, Loc.cit.
71
Pasal 76 KUHP.
72
Pasal 72 KUHP.

Universitas Sumatera Utara


hak menuntut pidana maka tidak ada lagi alasan kepada penyidik untuk

melakukan penyidikan. 73

4) Tersangka pelaku tindak pidana meninggal dunia. Asas dari pemidanaan

adalah kesalahan, seseorang tidak dapat dipidana tanpa adanya kesalahan. Jika

tersangka pelaku tindak pidana meninggal dunia aka kesalahannya terkubur

bersama dirinya dan tidak diwariskan pada ahli warisnya. Sehingga, jika pada

waktu penyidikan tersangka meninggal dunia, maka penyidikan terhadap

tersangka harus dihentikan. 74

5) Tersangka menderita sakit jiwa. Seorang penderita sakit jiwa, baik yang terus-

menerus maupun yang kumat-kumatan secara hukum tidak mampu

mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tidak dapat diketahui dengan pasti

apakah perbuatannya itu dilakukan secara sadar atau tidak, dan apakah ia

paham akibat dari perbuatan yang akan dilakukannya. 75 Dalam hal

penghentian penyidikan dengan alasan hukum ini tidak dapat melakukan

penyidikan ulang. Kecuali ternyata terdapat bukti yang kuat ternyata keadaan

tersebut rekayasa pelaku.

6. Perbedaan Penyelidikan dan Penyidikan

KUHAP memberikan ketegasan dan membedakan antara penyelidikan dan

penyidikan. Pasal 4 dan Pasal 5 KUHAP mengatur tentang pejabat yang menjalankan

73
Bab VIII Pasal 78 s.d. Pasal 82 KUHP tentang hapusnya hak menuntut pidana dan
menjalankan pidana.
74
Pasal 83 KUHP. Lihat juga : Djisman Samosir, Segenggam Tentang Hukum Acara Pidana,
(Bandung : Nuansa Aulia, 2013), hlm. 108, menyatakan : “Dalam ilmu pengetahuan hukum pidana,
pertanggungjawaban pidana itu adalah pertanggungjawaban personal atau individual, artinya tidak bisa
dibebankan kepada orang lain”.
75
Pasal 44 KUHP.

Universitas Sumatera Utara


kewajiban-kewajiban penyelidikan. Sedangkan Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 KUHAP

dijelaskan mengenai pejabat yang menjalankan kewajiban sebagai penyidik. Tugas

penyelidikan yang dilakukan oleh penyidik merupakan monopoli tunggal bagi Polri.

Hal ini cukup beralasan untuk menyederhanakan dan memberi kepastian kepada

masyarakat siapa yang berhak melakukan penyelidikan, kemudian menghilangkan

kesimpangsiuran penyelidik oleh aparat penegak hukum sehingga, tidak lagi terjadi

tumpang tindih, juga merupakan efisiensi tindakan penyelidikan. 76 Mengenai tugas

dan wewenang penyelidik dapat dilihat dalam Pasal 5 KUHAP, yang mengatur:

“Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. Karena kewajibannya


mempunyai wewenang :
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang.
2. Mencari keterangan dan barang bukti.
3. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri.
4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab”.

Pasal ini membedakan antara laporan dan pengaduan padahal kedua-duanya

merupakan pemberitahuan kepada yang berwajib yakni polri tentang adanya

kejahatan atau pelanggaran yang sering terjadi atau telah selesai. Perbedaan dapat

kemukakan sebagai berikut:

Pada laporan pemberitahuan tersebut merupakan hak atau kewajiban yang

harus disampaikan oleh setiap orang kepada yang berwajib, yaitu kepolisian negara.

Dalam hal yang dilaporkan merupakan tindak pidana umum. Pada pengaduan,

pemberitahuan tersebut merupakan hak atau kewajiban oleh seorang tertentu yang

disampaikan kepada yang berwajib dengan permintaan agar yang berwajib

76
Farahwati, “Kewenangan Kepolisian Dalam Proses Penyidikan”, Jurnal Universitas 17
Agustus 1945, Samarinda, tanpa tahun, hlm. 7.

Universitas Sumatera Utara


melakukan tindakan, hal yang diadukan merupakan tindak pidana umum. Dari

perbedaan tersebut yang terpenting adalah bagaimana sikap dan kewajiban penyidik

dalam menghadapi laporan atau pengaduan untuk menjawab persoalan ini, Pasal 102

s.d. Pasal 105 KUHAP sebagai berikut:

Pasal 102 KUHAP, bahwa :

(1) “Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang


terjadinya peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib
segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan.
(2) Dalam hal tertangkap tangan tanpa menunggu perintah penyidik,
penyelidik wajib segera melakukan tindakan yang diperlukan dalam
rangka penyelidikan sebagaimana tersebut dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b.
(3) Terhadap tindakan yang dilakukan tersebut pada Pasal 5 ayat (1), dan ayat
(2) penyelidik wajib membuat berita acara dan melaporkan kepada
penyidik daerah hukum”.

Pasal 103 KUHAP, bahwa :

(1) “Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditanda
tangani oleh pelapor atau pengadu.
(2) Laporan atau pengadun yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh
penyelidik dan ditanda tangani oleh prlapor atau pengadu dan penyelidik”.

Pasal 104 KUHAP, bahwa :

“Dalam hal melaksanakan tugas penyidikan, penyelidik wajib menunjukan

tanda pengenalnya”.

Pasal 105 KUHAP, bahwa :

“Dalam melaksanakan tugas penyidikan, penyelidik dikoordinasi, diawasi dan

diberi petunjuk oleh penyelidik tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a”.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan jawaban tersebut di atas, maka perlu diperhatikan beberapa

faktor yang sangat menentukan sikap penyelidik dalam tugas menerima laporan dan

pengaduan. Laporan dapat diajukan sembarang waktu, tetapi pengaduan dibatasi oleh

undang-undang dalam arti bahwa pengaduan tidak dapat diajukan sembarang waktu,

yaitu waktu-waktu tertentu. Laporan dapat dilakukan oleh setiap orang sedang

pengaduan hanya boleh orang tertentu saja. Pengaduan berisikan bukan saja laporan

akan tetapi juga diikuti, permintaan pengaduan agar orang yang diadukan dituntut

menurut hukum. Dengan demikian, jelaslah kiranya faktor-faktor tersebut pada

gilirannya menentukan pula kegiatan penyelidik dalam hal mencari keterangan dan

barang bukti. Dalam hal ini keterangan apa dan barang bukti apa yang menjadi

kewajiban penyelidik untuk diselidiki, tentu tidak sembarangan.

Kewajiban penyelidik yang terdiri dari :

1. Mengenai laporan atau pengaduan, mencari keterangan dan barang bukti

sebenarnya adalah masalah pembuktian apakah ada bukti-bukti yang dapat

dipergunakan untuk mendukung penuntutan.

2. Menyuruh seorang yang dicurigai berhenti dan menanyakan serta memeriksa

tanda pengenal diri.

Kewenangan tersebut bila ditelaah serta dihubungkan dengan maksud dan

tujuan penyelidikan berdasar ketentuan undang-undang, perlulah kita menarik

pelajaran dari praktik yaitu :

1. Pelaksanaan wewenang, sebagai kelanjutan hal menerima laporan dan

pengaduan.

2. Memergoki atau keadaan tertangkap tangan.

Universitas Sumatera Utara


Penyidik apabila menerima laporan mengenai terjadinya peristiwa pidana

yang serius. Sebagai contoh peristiwa pembunuhan sedang pelakunya telah siap

untuk melarikan diri bila keadaan menghendaki, maka penyelidik memiliki

kewenangan untuk bertindak memeriksa dan menanyakan identitas tersangka.

Seseorang yang tertangkap tangan karena melakukan kejahatan memerlukan

perhatian tertentu untuk kasus-kasus tertentu. Karena tertangkap tangan atau

kepergok pada satu pihak merupakan peristiwa yang memperkuat pembuktian tentang

siapa yang menjadi pelaku kejahatan.

Kedua situasi di atas bila dibandingkan dengan dinamika masyarakat adalah

sedemikian rupa, sehingga polri tidak saja harus berhadapan dengan peristiwa pidana

tapi juga menjalankan tugas pencegahan dan penertiban keamanan masyarakat.

Disamping wewenang tersebut diatas, penyelidik dapat mengadakan tindakan lain

menurut hukum yang bertanggungjawab. Maksudnya adalah tindakan dari penyelidik

harus memenuhi syarat-syarat seperti, tidak bertentangan dengan aturan hukum,

tindakan itu harus masuk akal, atas pertimbangan yanglayak berdasarkan keadaan

memaksa dan menghormati, hak asasi manusia. Selanjutnya akan dikemukakan

kewajiban dan wewenang penyelidik dalam melakukan penyelidikan. Adapun

kewajiban wewenang penyelidik diatur dalam Pasal 7 KUHAP yaitu :

(1) “Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena
kewajiban mempunyai wewenang :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak pidana.
b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian.
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka.
d. Melakukan penagkapan, penahanan, pengeledahan dan penyitaan.
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.

Universitas Sumatera Utara


f. Mengambil sidik jari dan memotret seorang.
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau
tersangka.
h. Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara.
i. Mengadakan penghentian penyidikan.
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b mempunyai
wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukum
masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah
koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf
a.
(3) Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2), penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku”.

Hubungannya antara kewajiban dan wewenang penyidik, terdapat pada Pasal

8 ayat (1), (2), (3) dan Pasal 75 ayat (1), (2), (3) KUHAP. Dalam praktek berbagai

variasi dapat terjadi. Tentu pelapor atau pengadu tidak selalu dapat langsung

menemui pejabat polri yang berwenang melakukan penyidikan. Ada langsung

menghadap kepada Kepala Satuan Reserse atau kepada anggota pemeriksa. Pejabat-

pejabat itulah yang menentukan atau memberi instruksi mengenai kelanjutan

penyelidikan atau penyidikan.

B. Penyidikan Berdasarkan Perspektif Undang-Undang No. 2 Tahun 2002


tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan
Pelaksanaannya Sebagai Wujud Pelayanan Masyarakat

1. Penyidikan Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang


Kepolisian Negara Republik Indonesia

Pengertian penyidikan pada Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia ini kurang lebih sama dengan pengertian

penyidikan pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pada pasal

Universitas Sumatera Utara


1 butir ke-10 menyebutkan: “Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik

Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan”.

Sedangkan Pasal 1 Butir ke-13 menyebutkan: “Penyidikan adalah serangkaian

tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang

untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang

tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.

Jadi pada dasarnya, pengertian penyidikan yang ada pada UU Kepolisian dan

KUHAP itu sama. Dalam kegiatan penyidikan yang dilakukanoleh Penyidik, didalam

UU Kepolisian diberi suatu batasan-batasan. Pasal 16 ayat (2) UU

Kepolisianmenyebutkan bahwa tindakan penyelidikan dan penyidikan jika memenuhi

syarat, sebagai berikut:

a “Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;


b Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut
dilakukan;
c Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
d Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan
e Menghormati hak asasi manusia”.

2. Tugas dan Kewenangan Penyidik Polri Menurut Undang-Undang No. 2


Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan
Pelaksanaannya

Pengaturan mengenai tugas dan wewenang penyidik menurut UU Kepolisian

ini memang tersebar didalam pasal-pasalnya. Adapun yang menjadi tugas dan

wewenang Penyidik Kepolisian Negara RI ini. Mengenai tugas pokok Kepolisian

Negara RI terdapat pada Pasal 13 UU Kepolisian, yaitu:

a “Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

Universitas Sumatera Utara


b Menegakkan hukum; dan

c Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat”.

Rumusan tugas pokok tersebut bukan merupakan urutan prioritas, ketiga-

tiganya sama penting. Sedangkan dalam pelaksanaannya tugas pokok mana yang

akan dikedepankan sangat tergantung pada situasi masyarakat dan lingkungan yang

dihadapi karena pada dasarnya ketiga tugas pokok tersebut dilaksanakan secara

simultan dan dapat dikombinasikan. Di samping itu, dalam pelaksanaan tugas ini

harus berdasarkan norma hukum, mengindahkan norma agama, kesopanan, dan

kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. 77

Tugas Penyidik Polri yang tercantum di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun

2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan antara lain:

a. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran

hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan

peraturan perundang-undangan (vide : Pasal 14 huruf c UU Kepolisian);

b. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional (vide : Pasal 14 huruf d UU

Kepolisian);

c. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umun (vide : Pasal 14 huruf e

UU Kepolisian);

77
Penjelasan Pasal 14 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


d. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai

dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya (vide

: Pasal 14 huruf g UU Kepolisian);

e. Menyelenggarakan indentifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,

laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan kepolisian

(vide : Pasal 14 huruf h UU Kepolisian).

Ketentuan KUHAP memberikan peranan utama kepada Kepolisian Negara

Republik Indonesia dalam penyelidikan dan penyidikan sehingga secara umum diberi

kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak

pidana. Namun demikian, hal tersebut tetap memperhatikan dan tidak mengurangi

kewenangan yang dimiliki oleh penyidik lainnya sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.

Kemudian, mengenai kewenangan Penyidik Polri yang berkaitan dengan

proses penyidikan menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia ini antara lain:

a. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian

dalam rangka pencegahan (vide : Pasal 15 ayat (1) huruf f UU Kepolisian);

b. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian (vide : Pasal 15 ayat (1)

huruf g UU Kepolisian);

c. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang (vide :

Pasal 15 ayat (1) huruf h UU Kepolisian);

Universitas Sumatera Utara


d. Mencari keterangan dan barang bukti (vide : Pasal 15 ayat (1) huruf i UU

Kepolisian);

e. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Sosial (vide : Pasal 15 ayat (1)

huruf j UU Kepolisian);

f. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu (vide :

Pasal 15 ayat (1) huruf m UU Kepolisian);

g. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan (vide :

Pasal 16 ayat (1) huruf a UU Kepolisian);

h. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara

untuk kepentingan penyidikan (vide : Pasal 16 ayat (1) huruf b UU

Kepolisian);

i. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka

penyidikan (vide : Pasal 16 ayat (1) huruf c UU Kepolisian);

j. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa

tanda pengenal diri (vide : Pasal 16 ayat (1) huruf d UU Kepolisian);

k. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat (vide : Pasal 16 ayat (1) huruf e

UU Kepolisian);

l. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi

(vide : Pasal 16 ayat (1) huruf f UU Kepolisian);

m. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara (vide : Pasal 16 ayat (1) huruf g UU Kepolisian);

n. Mengadakan penghentian penyidikan (vide : Pasal 16 ayat (1) huruf h UU

Kepolisian);

Universitas Sumatera Utara


o. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum (vide : Pasal 16 ayat (1)

huruf i UU Kepolisian);

p. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab (vide :

Pasal 16 ayat (1) huruf l UU Kepolisian).

C. Penerbitan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan


(SP2HP) Dalam Peraturan Perundang-Undangan

Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) dimulaidari

penerimaan proses laporan pengaduan dari masyarakat sampai denganselesainya

penanganan berkas oleh seorang penyidik. Dengan kata lain, penyidikan tindak

pidana oleh penyidik berakhir ketika pelimpahan berkas perkara berikut tersangka

dan barang bukti dilaksanakan kepada Penuntut Umum.

Dalam KUHAP tidak dikenal adanya SP2HP. Pengaturan SP2HP dibuat

berdasarkan peraturan internal Polri. KUHAP hanya mengatur mengenai tata cara

peradilan dalam lingkungan peradilan umum pada semua tingkat peradilan. 78

Mengenai penyelidikan dan penyidikan, KUHAP hanya mengatur mengenai hal-hal

yang umum saja, seperti : Penyelidik dan Penyidik, Penyelidikan dan Penyidikan,

Penyidik Pembantu. Selain itu juga diatur mengenai upaya paksa, antara lain :

penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat-surat,

tersangka dan terdakwa, bantuan hukum, dan berita acaranya. Terhadap SP2HP tidak

ditemukan di dalam KUHAP. Dasar hukumnya, hanyalah pengaturan mengenai

penyelidikan dan penyidikan.

78
Pasal 2 KUHAP.

Universitas Sumatera Utara


1. SP2HP Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 14 Tahun 2012
tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana

Kaitannya denganSP2HP ini penyidik harus mampu memberikan laporan

kepada korban tindakpidana sesuai dengan kategori kasus yang dihadapi, yakni :

Tahap pertama, setelah penerimaan sebuah Laporan Polisi dalam jangkawaktu

3 hari harus sudah ada perkembangan tentang kasus yang diadukantersebut dengan

mencantumkan :

a. Keterangan yang menyatakan bahwa Laporan Polisi telah diterima dan akan

segera ditindak lanjuti.

b. Satuan atau unit serta penyidik yang menangani kasus tersebut disertai contact

number dari penyidik tersebut agar pihak pelaporan dapat langsung

menanyakan perkembangan kasus pidananya.

Tahap kedua, tahapan ini adalah bagian dari penyelidikan dari sebuahkasus

pidana, ini pun dibuat sesuai dengan kategori tindak pidana tersebut,yakni :

a. Kasus ringan/sedang, penanganan penyelidikan harus memberikan laporan

perkembangan hasil penyelidikan pada hari ke-15.

b. Kasus sulit.sangat sulit,penanganan penyelidikan harus memberikan laporan

perkembangan hasil penyelidikan pada hari ke-15 dan hari ke-30.

Tahap ketiga, yakni tahapan penyidikan mengenai kasus tindak pidanadengan

kategori sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


a. Kasus ringan, penanganan penyidikannya memberikan laporan perkembangan

sampai dengan selesai dalam waktu 30 hari.

b. Kasus mudah, penanganan penyidikannya memberikan laporan perkembangan

sampai dengan selesai dalam waktu 60 hari.

c. Kasus sulit, penanganan penyidikannya memberikan laporan perkembangan

sampai dengan selesai dalam waktu 90 hari.

d. Kasus sangat sulit, penanganan penyidikannya memberikan laporan

perkembangan sampai dengan selesai dalam waktu 120 hari.

Tahap keempat, yakni tahapan penyelesaian berkas perkara. Tahap

inimerupakan tahap paling terakhir terkait penyelesaian proses penyidikan

olehanggota Polri, dan ditutup dengan pemberkasan guna segera dikirimkan kepihak

Penuntut Umum sesuai dengan KUHAP.

Bahwa mengenai penyampaian SP2HP kepada pelapor/pengadu ataukeluarga

tidak diatur waktu perolehannya. Dahulu dalam ketentuan Pasal 39Ayat (1) Peraturan

Kepala Kepolisian RI No. 12 Tahun 2009 (yang saat ini sudah dicabut dandiganti

dengan berlakunya Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 14 Tahun 2012) disebutkan

setiapbulan paling sedikit 1 (satu) penyidik secara berkala wajib memberikanSP2HP

kepada pihak pelapor baik diminta maupun tidak diminta, namundalam Peraturan

Kepala Kepolisian RI No. 14 Tahun 2012 tidak lagi diatur mengenai

waktuperolehannya.Oleh karena itu, untuk mengetahui perkembangan proses

penyelidikanyang sedang berlangsung, pihak pelapor dapat mengajukan

permohonanuntuk dapat diberikan SP2HP kepada pihak kepolisian terkait,

Universitas Sumatera Utara


sebagaimanatelah diatur dalam ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf (a) Peraturan Kepala

Kepolisian RI No. 21Tahun 2011 Jo. Pasal 12 huruf (c) Peraturan Kepala Kepolisian

RI No. 16 Tahun 2010.

Setiap penerbitan dan penyampaian SP2HP, maka Penyelidik

wajibmenandatangani dan menyampaikan tembusan kepada atasannya.

DenganSP2HP inilah pelapor atau pengadu dapat memantau kinerja kepolisian

dalammenangani kasusnya. Sewaktu-waktu, pelapor atau pengadu dapat

jugamenghubungi Penyidik untuk menanyakan perkembangan kasusnya.

JikaPenyidik menolak untuk memberikan SP2HP, maka dapatmelaporkannya ke

atasan Penyidik tersebut. Selanjutnya, jika atasan Penyidik tersebut juga tidak

mengindahkan laporan tersebut, maka dapatmelaporkannya ke Divisi Propam

Kepolisian Daerah terkait.

2. SP2HP Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri No.


3 Tahun 2014 tentang Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan
Penyidikan Tindak Pidana

Selain Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 14 Tahun 2012 tentang

Manajemen Penyidikan Tindak Pidana yang ada mengatur tentang SP2HP, ternyata

ada lagi peraturan pelaksanaan lain yaitu Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal

Polri No. 3 Tahun 2014 tentang Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan

Penyidikan Tindak Pidana. Berdasarkan Pasal 12 ketentuan tersebut, SOP SP2HP

tercantum dalam lampiran “L” yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

ketentuan tersebut.

Universitas Sumatera Utara


Sesuai Lampiran L Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri No. 3

Tahun 2014 tentang Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak

Pidana, telah mengatur mengenai SP2HP sebagai berikut :

1. “Tujuan
SOP SP2HP bertujuan sebagai pedoman standar dalam melakukan
langkah-langkah SP2HP yang terukur, jelas, efektif dan efesien sehingga
dapat dipertanggung jawabkan secara yuridis dan prosedur serta
terwujudnya pola tindak yang sama bagi penyidik/penyidik pembantu”.

2. Persiapan
a. Penyidik :
1) Memiliki kemampuan dan keterampilan di bidang penyidikan;
2) Sehat jasmani dan rohani;
3) Memiliki integritas moral yang tinggi;
4) Menguasai perundang-undangan;
5) Cakap, komunikatif, dan humanis.
b. Peralatan :
1) Komputer/laptop dan perangkatnya;
2) Mesin fotokopi;
3) ATK;
4) Meja, kursi dan lemari;
5) Desk telepon/Faksimile;
6) Akses internet/websites/sms gateway;
7) Buku referensi.

3. Prosedur Pelaksanaan
SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) diberikan
kepada pelapor/pengadu yang yang ditandatangani oleh atasanpenyidik
melalui tahapan sebagai berikut :
a. Waktu Pemberian SP2HP :
1) SP2HP pada tingkat penyelidikan untuk kasus ringan/sedang selama
14 hari, sedangkan kasus sulit/sangat sulitselama 30 hari;
2) SP2HP pada tingkat penyidikan :
a) Untuk kasus ringan, diberikan pada hari ke-10, hari ke-20, dan
hari ke-30;
b) Untuk kasus sedang, diberikan pada hari ke-15, hari ke-30, hari
ke-45, dan hari ke-60;
c) Untuk kasus sulit, diberikan pada hari ke-15, hari ke-30, hari ke-
45, hari ke-60, hari ke-75 dan hari ke-90;
d) Untuk kasus sangat sulit, diberikan pada hari ke-20, hari ke-40,
hari ke-60, hari ke-80, hari ke-100 danhari ke-120;

Universitas Sumatera Utara


e) Tahap penyelesaian dan penyerahan berkas perkara,SP2HP
diberikan pada saat pelimpahan berkasperkara tahap pertama.
Pada saat berkas perkaradikembalikan (P19, P18) maka SP2HP
diberikansetelah dilakukan pelimpahan kembali ke jaksapenuntut
umum, demikian juga pada saat penyerahanberkas perkara pada
tahap kedua, SP2HPdisampaikan kepada pelapor;
f) Pejabat yang menandatangani SP2HP adalah atasanpenyidik
yang menandatangani surat perintahpenyelidikan/peyidikan;
g) Bentuk blanko SP2HP terlampir.

4. Pengawasan dan Pengendalian


a. Direktur/Wadir
1) Mengendalikan pelaksanaan penyelidikan/penyidikan
sertamengendalikan pembuatan SP2HP dalam setiappenanganan
perkara;
2) Memimpin pelaksanaan gelar perkara terhadap kasus-kasusyang
ditangani sesuai bidang tugasnya;
3) Memerintahkan penyidik untuk melaksanakan paparangelar perkara
dan menunjuk notulen yang membuat laporanhasil gelar perkara;
4) Mengendalikan Kataud, Kabag Analis, Kaur Bin Ops
untukmenginput data tahapan penyidikan baik terhadap kasusyang
belum sempat ditangani/yang sedang ditangani olehpenyidik ke
dalam progam SPPKP (Sistem Pengawasandan Penilaian Kinerja
Penyidik).
b. Pengawas Penyidik
1) Mengawasi dan mengarahkan penyidik didalam
melakukanpenyidikan terhadap perkara yang ditangani dan
pengawasdalam pembuatan SP2HP;
2) Menanggapi komplain terhadap penyidikan baik yangberasal dari
dalam maupun dari luar (masyarakat);
3) Mengajukan saran untuk melakukan gelar perkara.
c. Penyidik
1) Melaksanakan penyidikan secara profesional,
proporsional,transparan, akuntabel dan tepat biaya;
2) Melaksanakan gelar perkara terhadap kasus yangditangani;
3) Melaporkan perkembangan penyidikan secara periodik
daninsidentil kepada direktur fungsi yang bersangkutan;
4) Membuat SP2HP dan mengirimkan kepada pelapor sesuaiketentuan
dalam rangka transparansi penyidikan.
d. Direskrim Polda
1) Mengendalikan penyidik ditingkat Polda agar membuatSP2HP
dalam setiap penanganan perkara;
2) Memimpin pelaksanaan gelar perkara ditingkat poldaterhadap
kasus-kasus yang ditangani sesuai bidangtugasnya;

Universitas Sumatera Utara


3) Memerintahkan penyidik tingkat polda dan polres
untukmelaksanakan paparan gelar perkara;
4) Menunjuk notulen untuk membuat laporan hasil gelarperkara yang
dilaporkan kepada Kapolda.
e. Kasatreskrim/Polrestro/Polres/Ta
1) Melaksanakan penyidikan secara profesional,
proporsional,transparan, akuntabel dan tepat biaya;
2) Melaksanakan gelar perkara terhadap kasus yangditangani;
3) Melaporkan perkembangan penyidikan secara periodik
daninsidentil kepada kasatwil;
4) Membuat SP2HP sesuai ketentuan dalam rangkatransparansi
penyidikan.
f. Kanitreskrim Polsektro/Polsek/Ta
1) Melaksanakan penyidikan secara profesional,
proporsional,transparan, akuntabel dan tepat biaya;
2) Melaksanakan gelar perkara terhadap kasus yangditangani;
3) Melaporkan perkembangan penyidikan secara periodik
daninsidentil kepada kapolsek;
4) Membuat SP2HP sesuai ketentuan dalam rangkatransparansi
penyidikan.

5. Hal-hal Yang Harus Diperhatikan


a. Standar Operasional Prosedur tentang SP2HP ini harus mejadiacuan
bagi penyidik dalam hal pelayaan kepada masyarakatagar proses
penyelidikan dan penyidikan dilaksanakan secaraprofessional dan
transparan;
b. semua prosedur yang mengatur tentang pelaksanaan pemberianSP2HP
di lingkungan Badan Reserse Kriminal Polri yang telahada sebelumnya,
dinyatakan masih berlaku sepanjang tidakbertentangan dengan
peraturan ini”.

Pada dasarnya pemberian SP2HP kepada pihak korban/pelapor adalah untuk

memberitahukan perkembangan penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian.

Pemberitahuan tersebut haruslah menjunjung tinggi azas transparansi, profesionalitas,

proporsional, dan akuntabel, sehingga dapat mewujudkan pelayanan kepada

masyarakat.

3. SP2HP Berdasarkan Standar Operasional Prosedur Tentang Surat


Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) di Sat.Reskrim

Universitas Sumatera Utara


Polrestabes Medan

Adapun maksud dan tujuan dari dibuatnya SOP SP2HP di Sat.Reskrim

Polrestabes Medan adalah untuk penyederhanaan Standar Operasional Prosedur

SP2HP yang bertujuan untuk menyamakan persepsi dan pola tindak dalam

mekanisme pelaksanaan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan

dikalangan penyidik Sat Reskrim Polrestabes Medan dan Polsek Jajaran. 79

Adapun tata cara pelaksanaan SP2HP di Sat.Reskrim Polrestabes Medan,

yaitu 80 :

a. “Dalam hal Akuntabilitas dan Transparansi Penyidikan, maka Penyidik


wajib memberitahukan perkembangan hasil penyidikannya kepada pihak :
pelapor / korban, keluarga / saudara / orangtua / PH / Konsul dari
tersangka baik diminta atau tidak diminta.

b. Pemberitahuan tersebut disampaikan minimal 3 x selama proses


penyidikan yaitu :
1. SP2HP A-1 yaitu Surat pemberitahuan kepada korban, pelapor dan
penasehat hukum bahwa laporan pengaduan telah diterima dan telah
dihunjuk penyidik/penyidik pembantu untuk menindak
lanjuti/menanganinya dan pelapor dapat berkoordinasi dengan
penyidik/penyidik pembantu yang telah dihunjuk.
2. SP2HP A-2 yaitu Surat pemberitahuan kepada korban, pelapor dan
penasehat hukum dimana setelah dilakukan penelitian/penyelidikan
bahwa laporan pengaduan tersebut bukan merupakan tindak pidana.
3. SP2HP A-3 yaitu Surat pemberitahuan kepada korban, pelapor dan
penasehat hukum bahwa laporan pengaduan telah dilakukan
penelitian/penyelidikan bahwa pengaduan/laporan tersebut ditemukan
bukti permulaaan yang cukup maka perkara ditingkatkan ke
penyidikan.
4. SP2HP A-4 yaitu Surat pemberitahuan kepada korban, pelapor dan
penasehat hukum tentang perkembangan penanganan perkara/kasus
bisa (pengiriman SP2HP A-4 dapat dilakukan beberapa kali hingga
berkas perkara dikirim ke JPU).

79
Romawi II angka 3Standar Operasional Prosedur tentang Surat Pemberitahuan
Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) di Sat.Reskrim Polrestabes Medan Tahun 2017.
80
Romawi II angka 2 Standar Operasional Prosedur tentang Surat Pemberitahuan
Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) di Sat.Reskrim Polrestabes Medan Tahun 2017.

Universitas Sumatera Utara


5. SP2HP A-5 yaitu Surat pemberitahuan kepada korban, pelapor dan
penasehat hukum bahwa perkara sudah di Tahap 2 ke JPU atau perkara
di SP3.
c. Materi SP2HP memuat tentang :
- Laporan Polisi
- Identitas tersangka
- Tindakan Penyidik lengkap dengan nomor mindiknya
- Pokok Perkara dan pasal yang dipersangkakan
- Perkembangan tahap penyidikan
- Identitas dan nomor HP / Telephone Penyidik
e. SP2HP ditandatangani oleh penyidik dan diketahui oleh Pengawas
penyidik.
f. Tembusan SP2HP disampaikan kepada Atasan langsung Penyidik (
Kapolrestabes).
g. Pengiriman SP2HP dilakukan dengan cara :
- Langsung mengirimkan secara manual kepada Korban/Pelapor dan
Penasehat Hukum dengan tanda bukti Exspedisi
- Jasa Pos Tercatat”.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

PENERBITAN PEMBERITAHUAN PERKEMBANGAN HASIL


PENYIDIKAN (SP2HP) BERBASIS APLIKASI ONLINES SEBAGAI UPAYA
TRANSPARANSI PENYIDIKAN TINDAK PIDANA
PADA SAT.RESKRIM POLRESTABES MEDAN

A. Sat.Reskrim Polrestabes Medan

1. Keluhan Masyarakat Sebagai Pelapor/Korban Kepada Sat.Reskrim


Polrestabes Medan dan Jajarannya Yang Kurang Transparan Dalam
Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana

Dalam penerbitan SP2HP tentu saja terdapat berbagai keluhan yang ditujukan

pada Polrestabes Medan. Jika ingin menancapkan eksistensinya Polrimemang harus

benar-benar berbenah diri. Polri harus mampu merubahpandangan, serta kultur

budaya yang dirasa tidak pas. Ambil contoh tentangpenanganan sebuah kasus tindak

pidana, mulai dari penerimaan laporanpengaduan penyidik harus memberikan

pelayanan yang optimal kepadakorban sebuah tindak pidana. Termasuk transparansi

proses penyelidikanyang harus bisa dilaksanakan secara cepat dan tepat. Jangan ada

lagi ulah-ulahoknum yang selalu mengharapkan imbalan dari masyarakat pada

setiappenanganan kasus, tidak ada lagi masyarakat yang bertanya-tanya kapankasus

tindak pidana yang mereka alami bisa terungkap, apalagi penanganankasus yang

justru malah memihak pelakunya lantaran pelaku tersebutmenjanjikan sejumlah uang

kepada penyidik. Ini tentu saja sangat bertentangandengan tugas pokok polisi sebagai

pelayan, pelindung, dan pengayommasyarakat.

Untuk melihat apakah penyelidik dan penyidik Sat.Reskrim Polrestabes

Medan transparan atau tidak dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak

Universitas Sumatera Utara


pidana, maka dapat dilihat pada tabel pengaduan masyarakat pada Lampiran ke-1

dalam penelitian ini.

Berdasarkan Lampiran ke-1 dan ke-2 tersebut di atas, maka pada bulan

Januari 2016, jumlah pengaduan masyarakat yang masuk sebanyak 34 surat dan

dijawab sebanyak 23 surat, sementara dumas yang tidak terjawab sebanyak 11 surat.

Pada bulan Februari 2016, jumlah pengaduan masyarakat yang masuk sebanyak 51

surat dan dijawab sebanyak 34 surat, sementara dumas yang tidak terjawab sebanyak

17 surat. Jika dibandingkan dengan Jumlah Penyelesaian Tindak Pidana (JPTP) tahun

2016 sebanyak 6.645 kasus, maka pengaduan masyarakat sebanyak 84 surat tidaklah

berarti apapun. Sebab dari 6.645 kasus yang diselesaikan Sat.Reskrim Polrestabes

Medan dan jajarannya, jika dibandingkan 84 pengaduan masyarakat, maka persentase

keluhan masyarakat adalah 1,26% saja. Tidak sebanding dengan JPTP yang telah

berhasil diselesaikan oleh Penyelidik dan Penyidik Sat.Reskrim Polrestabes Medan

dan Jajarannya.

Adapun hal yang paling penting untuk dicermati seorang penyelidik ataupun

penyidikPolri adalahtransparasi proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana.

Hal ini karena terlalu banyaknya laporan ataupun komplain dari masyarakat

mengenaimasalah penyidikan yang dilakukan. Realisasi yang ingin dicapai tentu saja

mengarahpada sosok penyidik yang mampu dan dapat melaksanakan proses

penyidikandengan cepat dan profesional.

Satuan Reserse Kriminal (Sat.Reskrim) Polrestabes Medan, bertugasmembina

dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan penyelidikan danpenyidikan tindak pidana

dalam rangka penegakan hukum dengan memberikan pelayanan/perlindungan khusus

Universitas Sumatera Utara


kepada korban/pelaku, remaja,anak dan wanita, serta termasuk menyelenggarakan

fungsi identifikasi, baikuntuk kepentingan penyidikan maupun pelayanan umum

danmenyelenggarakan koordinasi & pengawasan operasional dan

administrasipenyidikan PPNS, sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan

diwilayah hukum Polrestabes Medan.

Sat.Reskrim dipimpin oleh seorang Kepala Satuan (Kasat) Reskrim

yangbertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Kapolrestabes Medan dan

dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dibawah kendali Wakapolrestabes Medan.

Sedangkan, Kasat Reskrim, dibantu oleh Wakil Kepala Satuan(Wakasat) Reskrim.

Dalam melaksanakan tugas, Satreskrim Polrestabes Medan menyelenggarakan

fungsi 81:

1. “Pembinaan teknis terhadap administrasi penyelidikan dan penyidikan,


serta identifikasi dan laboratorium forensik lapangan;
2. Pelayanan dan perlindungan khusus kepada remaja, anak, dan wanita baik
sebagai pelaku maupun korban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
3. Pengidentifikasian untuk kepentingan penyidikan dan pelayanan
umum;
4. Penganalisisan kasus beserta penanganannya, serta mengkaji
efektivitas pelaksanaan tugas Satreskrim;
5. Pelaksanaan pengawasan penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh
penyidik pada unit reskrim Polsek dan Satreskrim Polres;
6. Pembinaan, koordinasi dan pengawasan PPNS baik di bidang operasional
maupun administrasi penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
7. Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana umum dan khusus, antara lain
tindak pidana ekonomi, korupsi, dan tindak pidana tertentu di daerah
hukum Polres”.

81
Website Resmi Polrestabes Medan, “Tupoksi Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim)”,
https://www.polrestabesmedan.net/satuan-fungsi/sat-reskrim/., diakses pada hari Selasa, tanggal 07
November 2017.

Universitas Sumatera Utara


Adapun visi dan misi Reskrim Polrestabes Medan, antara lain 82 :

1. “Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan secara mudah,


tanggap/responship dan tidak diskriminatif agar masyarakat bebas dari
segala bentuk gangguan fisik dan psikis.
2. Mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional, secara
proporsional, objektif, transparan dan akuntabel agar memiliki kinerja
yang produktif dalam menjalankan tugas lidik-sidik.
3. Mewujudkan perlindungan, pengayoman dan pelayanan secara mudah,
dapat, responsif dan tidak diskriminatif dalam melaksanakan tugas lidik-
sidik.
4. Menegakan hukum secara professional, objektif proporsional, transparan
dan akuntabel untuk menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan.
5. Mewujudkan pemberdayaan sarana dan prasarana secara profesional,
proporsional dan modern, memberi daya dukung terhadap efesiensi dan
efektifitas pelayanan tugas lidik-sidik”.

2. Dukungan Sumber Daya Manusia (SDM)

a. Kuantitas

Dalam mengemban tugas pokok,fungsi, susunan organisasi, dan tata kerja

Sat.ReskrimPolrestabes Medan, sesuai Peraturan Kapolri No. 22 Tahun 2010 tentang

Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Daerah, maka struktur

organisasi Sat.ReskrimPolrestabes Medan adalah di bawah Polrestabes Medan

sebagai Polres Tipe-Tabes, dapat dilihat pada Bagan 1 di bawah ini :

82
Website Resmi Polrestabes Medan, “Visi dan Misi”,
https://www.polrestabesmedan.net/profil/visi-dan-misi/., diakses pada hari Selasa, tanggal 07
November 2017.

Universitas Sumatera Utara


Bagan 1
Struktur Organisasi Polrestabes Medan

Sumber : Lampiran Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 23 Tahun 2010 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Polres dan Polsek.

Adapun daftar personil Sat.Reskrim Polrestabes Medan dapat dilihat pada

Lampiran ke-3 dalam penelitian ini. Berdasarkan Lampiran ke-3 tersebut, maka

jumlah personil Sat.Reskrim Polrestabes Medan adalah sebanyak 183 (seratus

delapan puluh tiga) orang. Adapun unit-unit di bawah Sat.Reskrim Polrestabes

Medan terdiri dari 9 (sembilan) unit, antara lain :

1) Unsur Pimpinan

2) Urbin Ops

3) Unit Idik 1 (Pidana Umum/Pidum)

4) Unit Idik 2 (Harda)

5) Unit Idik 3 (Tipiter)

6) Team Tipikor

7) Unit Idik 4 (Ranmor)

8) Unit Idik 5 (Pidana Ekonomi/Pidek)

9) Unit Idik 6 (PPA)

Universitas Sumatera Utara


10) Unit Identifikasi

Adapun rekapitulasi personel Sat.Reskrim Polrestabes Medan, adalah sebagai

berikut 83 :

1) “Perwira : 25 personil
2) Penyelidik : 65 personil
3) Penyidik : 73 personil
4) Staff :
a) Polri : 9 personil
b) PNS : 11 personil
Jumlah : 183 personil”.

Adapun rekapitulasi personil riil Sat.Reskrim Polrestabes Medan berdasarkan

struktur organisasi, dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini :

Tabel 2
Rekapitulasi Personil Riil Sat.Reskrim Polrestabes Medan
Berdasarkan Struktur Organisasi

STAFF
NO UNIT PA PENYELIDIK PENYIDIK TOTAL
POLRI PNS
1. UNSUR PIMPINAN 2 - - - - 2
2. URBIN OPS 2 - - 5 2 9
3. PIDUM 4 31 22 1 - 58
4. HARDA 3 5 12 - - 20
5. TIPITER 4 9 7 - 1 21
6. SUBNIT TIPIKOR - - 4 - - 4
7. RANMOR 3 4 10 - 2 19
8. PIDEK 3 9 9 - 1 22
9. PPA 3 7 9 - - 19
10. IDENTIFIKASI 1 - - 3 5 9
JUMLAH 25 65 73 9 11 183

Sumber : Data Rekapitulasi Personil Riil Sat.Reskrim Polrestabes Medan Berdasarkan Struktur
Organisasi, September 2017.

Adapun rekapitulasi personil riil Sat.Reskrim Polrestabes Medan berdasarkan

kepangkatan, dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini :

83
Data Rekapitulasi Personil Sat.Reskrim Polrestabes Medan, September 2017.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3
Rekapitulasi Personil Riil Sat.Reskrim Polrestabes Medan
Berdasarkan Kepangkatan

PANGKAT
POLRI PNS

PENGATUR MUDA TK-I

PENGATUR MUDA
PENGATUR TK-i
PENATA MUDA

PENGATUR
BRIGADIR

JURU TK I
NO UNSUR / UNIT JLH

KOMPOL

BRIPKA

BRIPDA
BRIPTU
AIPDA
AIPTU
AKBP

IPDA
IPTU
AKP

1. UNSUR PIMPINAN 1 1 - - - - - - - - - - - - - - - 2
2. URBIN OPS - - 1 - 1 - 3 1 - - 1 - - - - 1 1 9
3. PIDUM - - 1 1 2 20 7 11 13 - 3 - - - - - - 58
4. HARDA - - - 3 - 10 3 1 3 - - - - - - - - 20
5. TIPITER - - - 3 1 7 3 2 3 - 1 1 - - - - - 21
6. SUBNIT TIPIKOR - - - - - 1 1 1 1 - - - - - - - - 4
7. RANMOR - - 1 - 2 1 1 4 1 2 5 - - - 1 1 - 19
8. PIDEK - - 1 2 - 7 3 5 2 - 1 - - - - 1 22
9. PPA - - 1 2 - 8 1 1 1 - 5 - - - - - - 19
10. IDENTIFIKASI - - - 1 - 3 - - - - - - 1 - - 4 - 9
JUMLAH 1 1 5 12 6 57 22 26 24 2 16 1 1 - 1 7 1 183

Sumber : Data Rekapitulasi Personil Riil Sat.Reskrim Polrestabes Medan Berdasarkan


Kepangkatan, September 2017.

Berangkat dari data-data di atas ternyata, tidak ada satupun personil (SDM)

yang mampu menangani sistem server dan database Aplikasi SP2HP Online

Polrestabes Medan. Hal ini dikarenakan personil yang menanganinya adalah tenaga

honorer pada Polrestabes Medan dan jajarannya.

b. Kualitas

1) Pengetahuan (Knowledge)

a) Masih lemahnya pengetahuan Penyelidik dan Penyidik terkait

kegunaan dari penerbitan SP2HP.

Universitas Sumatera Utara


b) Masih lemahnya pemahaman personil terkait teknis dan taktis yang

berkaitan dengan penyidikan dan penyelidikan tindak pidana.

2) Kemampuan (Skill)

a) Masih terbatasnya kemampuan personil dalam menyusun rencana

penyelidikan dan penyidikan tindak pidana sesuai dengan SOP

Penyelidikan dan Penyidikan.

b) Terbatasnya kemampuan personil dalam melakukan pengumpulan

bahan dan keterangan dan giat deteksi melalui kegiatan intelijen,

meliputi : penyelidikan, pengamanan, penggalangan guna memperoleh

informasi mengenai tindak pidana.

3) Perilaku (Attitude)

Masih adanya sebagian personil yang kurang memiliki motivasi dan dedikasi

yang baik dalam melaksanakan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, serta

adanya beberapa personil yang melakukan tindakan indisipliner dan melanggar SOP

Penyelidikan dan Penyidikan selama melaksanakan penyelidikan dan penyidikan

tindak pidana.

2. Dukungan Anggaran

Adapun anggaran penyelidikan dan penyidikan di Polrestabes Medan sejak

tahun 2015 s.d. 2017, dapat dilihat pada Tabel 4, sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4
Anggaran Polrestabes MedanTahun 2015 s.d. 2017

NO. KEGIATAN DAB SUB 2015 2016 2017


KEGIATAN
KUAT JLH JLH KUAT JLH JLH KUAT JLH JLH
PERS HARI ANGGARAN PERS HARI ANGGARAN PERS HARI ANGGARAN

1 ULP NON-ORGANIK / 10 365 54.750.000 5 365 HR 54.750.000 4 365 HR 43.800.000


JAGA FUNGSI GIAT

2 LIDIK & SIDIK 0 21 KSS 159.810.000 0 25 KSS 190.250.000 0 25 KSS 190.250.000


T.PIDANA (MUDAH)

3 LIDIK & SIDIK 0 34 KSS 432.140.000 0 38 KSS 482.980.000 0 38 KSS 482.980.000


T.PIDANA (SEDANG)

4 LIDIK & SIDIK 0 35 KSS 945.875.000 0 37 KSS 999.925.000 0 37 KSS 999.925.000


T.PIDANA (SULIT)

5 PELANGGARAN / 0 20 KSS 3.923.000 0 7 KSS 104.384.000 0 7 KSS 104.384.000


LIDIK TP.PPA

6 LIDIK & SIDIK 0 1 KSS 208.071.000 0 1 KSS 208.071.000 0 1 KSS 208.071.000


T.PIDANA (KORUPSI)

7 QUICK WINS - - - 0 1 KSS 12.710.000 0 1 KSS 12.710.000


(KEGIATAN SEDANG)

8 QUICK WINS - - - 0 3 KSS 22.830.000 0 3 KSS 22.830.000


(KEGIATAN MUDAH)

JUMLAH 2015 1.804.569.000 JUMLAH 2016 1.867.829.000 JUMLAH 2017 2.064.950.000

Sumber : Data Polrestabes Medan, DIPA – RKA K/L TA. 2015 s.d. 2017.

Berdasarkan Tabel 4 di atas, anggaran untuk penyelidikan dan penyidikan

tindak pidana Polrestabes Medan dari tahun 2015 s.d. 2017 telah terjadi peningkatan.

Anggaran pada tahun 2016 sebesar Rp. 1.867.829.000,- jika dibandingkan dengan

anggaran tahun 2015 sebesar Rp. 1.804.569.000,-, maka dukungan anggaran

penyelidikan dan penyidikan tindak pidana di Polrestabes Medan telah terjadi

peningkatan sebesar Rp. 63.260.000,- atau terjadi peningkatan hanya 3,5%. Namun,

pada jika dibandingkan anggaran tahun 2017 sebesar Rp. 2.064.950.000,- dengan

anggaran tahun 2016, maka dukungan anggaran telah terjadi peningkatan sebesar Rp.

197.121.000,- atau terjadi peningkatan 10,55%. Dengan demikian, peningkatan

anggaran penyelidikan dan penyidikan Polrestabes Medan tersebut belumlah

signifikan jika dibandingkan dengan jumlah tindak pidana yang ditangani.

Universitas Sumatera Utara


Selanjutnya, untuk melihat apakah anggaran tersebut digunakan dengan baik

atau tidak, harus dilihat dari Data Polrestabes Medan, DIPA – RKA K/L TA. 2015

s.d. 2017 untuk penyelidikan dan penyidikan Sat.Reskrim Polrestabes Medan.

Adapun untuk kasus sulit adalah sebesar Rp. 27.025.000,- (Dua Puluh Tujuh Juta Dua

Puluh Lima Ribu Rupiah), sedangkan untuk kasus ringan adalah sebesar Rp.

7.019.900,- (Tujuh Juta Sembilan Belas Ribu Sembilan Ratus Rupiah). 84Berdasarkan

Tabel 5 tersebut di atas, anggaran untuk penyelidikan dan penyidikan tindak pidana di

Polrestabes Medan apabila dirata-ratakan adalah sebesar + Rp. 1.912.449.334,-

(Kurang Lebih Satu Miliar Sembilan Ratus Dua Belas Juta Empat Ratus Empat Puluh

Sembilan Ribu Tiga Ratus Tiga Puluh Empat Rupiah) untuk satu tahun mata

anggaran dan digunakan untuk 9 unit.

Adapun rekapitulasi tindak pidana Sat.Reskrim Polrestabes Medan dan

Jajarannya periode 2015 s.d. 2017, dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini :

Tabel 5
Rekapitulasi Tindak Pidana Sat.Reskrim Polrestabes Medan dan Jajarannya
Tahun 2015 s.d. 2017

*)
2016 2017 JUMLAH
No SATKER
JTP PTP % SELRA JTP PTP % SELRA JTP PTP % SELRA

1 SAT RESKRIM DAN POLSEK JAJARAN 9.419 6.645 71% 7.316 5.036 69% 26.942 18.861 70%

JUMLAH 9.419 6.645 71% 7.316 5.036 69% 26.942 18.861 70%

Sumber : Data Rekapitulasi Tindak Pidana Sat.Reskrim Polrestabes Medan dan Jajarannya,
September 2017.

Berdasarkan Tabel 5 di atas, maka sesungguhnya anggaran penyelidikan dan

penyidikan Polrestabes Medan tidak mencukupi untuk menangani seluruh jumlah

84
Data Polrestabes Medan, DIPA – RKA K/L TA. 2015 s.d. 2017.

Universitas Sumatera Utara


tindak pidana yang masuk. Pada tahun 2016, Jumlah Tindak Pidana (JTP) sebanyak

9.419 tindak pidana, sedangkan anggaran yang disediakan berdasarkan DIPA – RKA

K/L TA. 2016 sebesar Rp. 1.867.829.000,- untuk penyelesaian 112 kasus. Bagaimana

mungkin Sat.Reskrim Polrestabes Medan mampu menyelesaikan seluruh JTP tersebut

dengan anggaran yang sangat tidak memadai. Namun, ternyata berdasarkan data

Penyelesaian Tindak Pidana (PTP) tahun 2016, Sat.Reskrim Polrestabes Medan

mampu menyelesaikan 6.645 kasus dengan anggaran tersebut. Oleh karenanya,

Sat.Reskrim Polrestabes Medan patut untuk diacungi jempol dalam hal penyelesaian

tindak pidana dengan menggunakan anggaran yang tidak memadai.

3. Dukungan Sarana dan Prasarana

Adapun dukungan Sarpras di Polrestabes Medan untuk mendukung

penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, dapat dilihat pada Lampiran ke-4 dalam

penelitian ini. Berdasarkan Lampiran ke-4 tersebut, jika dikaitkan dengan

penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, saat ini Polrestabes Medan hanya

memiliki komputer PC sebanyak 2 unit, laptop 4 unit, notebook 5 unit. Sedangkan,

printer sebanyak 12 unit. Dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak

pidana, sering sekali penyelidik dan penyidik menggunakan inventaris pribadi karena

tidak mungkin hanya menggunakan komputer dan laptop yang disediakan hanya 6

unit. Sementara itu, penyelidik dan penyidik berjumlah 183 (Seratus Delapan Puluh

Tiga) personil.

Universitas Sumatera Utara


B. Transparansi Informasi Penyidik Sat.Reskrim Polrestabes Medan Sebagai
Keterbukaan Informasi Publik

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya dengan dasar peraturan internal

Polri dan data-data yang disajikan, maka sebenarnya penyelidikan dan penyidikan

tindak pidana yang dilakukan oleh Sat.Reskrim Polrestabes Medan haruslah

menjunjung tinggi transparansi. Transparansi atau keterbukaan informasi

penyelidikan dan penyidikan tersebut dengan cara menerbitkan Surat Pemberitahuan

Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) secara online, sehingga setiap

pelapor/korban dapat dengan cepat mengetahui sampai dimana progres

perkembangan perkaranya yang ditangani oleh penyidik. Selain itu juga, publik dapat

dengan cepat mengetahui perkembangan perkara yang dilaporkan kepada

Sat.Reskrim Polrestabes Medan dan jajarannya.

Dengan adanya aplikasi SP2HP berbasis online tersebut diharapkan dapat

otomatis menjalankan pengawasan kepada Penyelidik dan Penyidik Sat.Reskrim

Polrestabes Medan. Khusus untuk penyelidikan dan penyidikan, tidak semua

informasi dalam proses penyelidikan dan penyidikan dapat diakses publik. Kepala

Kepolisian Negara RI (Kapolri) telah menentukan ada 8 jenis informasi yang

dikecualikan, alias bersifat rahasia. Selain itu ada juga informasi yang wajib

disampaikan secara berkala, wajib tersedia setiap saat, dan wajib diumumkan serta

merta. Kategorisasi informasi penyidikan tersebut terdapat pada Peraturan Kepala

Kepolisian RI No. 21 Tahun 2011 tentang Sistem Informasi Penyidikan.

Universitas Sumatera Utara


Ada delapan jenis informasi penyidikan yang dikecualikan alias rahasia,

antara lain 85:

1. “Informasi yang dapat menghambat proses penyelidikan dan penyidikan


tindak pidana;
2. Rencana penyelidikan dan penyidikan tindak pidana;
3. Informasi yang dapat mengungkapkan identitas korban, saksi, dan
tersangka yang belum tertangkap;
4. Modus operandi kejahatan;
5. Jaringan pelaku kejahatan yang belum terungkap;
6. Informasi yang dapat membahayakan keselamatan penyidik dan/atau
keluarganya;
7. Informasi yang dapat membahayakan peralatan, sarana dan/atau prasarana
penyidik Polri; dan
8. Informasi yang dapat menimbulkan keresahan dan kekhawatiran
masyarakat”.

Ditinjau dari perspektif hierarki peraturan perundang-undangan,

sesungguhnya Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 21 Tahun 2011 tentang Sistem

Informasi Penyidikan dilahirkan sejak adanya Undang-Undang No. 14 Tahun 2008

tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Terhadap beberapa proses tahap

penyidikan tindak pidana yang tidak dapat diungkapkan ke publik dikarenakan

nantinya akan kesulitan mengejar pelaku atau membongkar jaringan pelaku

kejahatan. Informasi mengenai tindak pidana dapat diketahui publik jika sudah di

ruang persidangan. Oleh karenanya, terhadap beberapa tahap proses penyidikan

tindak pidana yang tidak dapat diungkapkan ke publik tersebut, tidak bertentangan

dengan UU KIP.

85
Pasal 5 Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 21 Tahun 2011 tentang Sistem Informasi
Penyidikan.

Universitas Sumatera Utara


C. Membuat Aplikasi Online Dalam Penerbitan SP2HP Sebagai Upaya
Transparansi Penyidikan Tindak Pidana Pada Sat.Reskrim Polrestabes
Medan

Adapun dasar pemikiran dari dibuatnya aplikasi SP2HP Online ini berangkat

dari :

1. Pengaruh global informasi dan teknologi yang telah membawa perubahan

yang mendasar terhadap tatanan kehidupan masyarakat;

2. Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan Polri selaku pemelihara kamtibmas,

perlindungan, pelayanan, penegakkan hukum semakin meningkat;

3. Polri telah mereformasi dirinya melalui kebijakan perubahan instrumen,

struktural, kultural (Polisi Sipil), namun hasilnya belum sesuai harapan

masyarakat;

4. SDM yang belum optimal dalam memberikan pelayanan.

Adapun cara meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam hal

penerbitan SP2HP Online tersebut dilakukan dengan cara : implementasi SP2HP

Online, peningkatan kualitas pelayanan, transparansi pelayanan, dan meningkatkan

dukungan SDM, anggaran, dan sarana dan prasarana. Berikut adalah interface/antar

muka dari aplikasi SP2HP Online yang akan diluncurkan oleh Polrestabes Medan :

Universitas Sumatera Utara


Gambar 1
Interface / Antar Muka Aplikasi SP2HP Online

Sumber : Data Polrestabes Medan Tahun 2017.

Sat.Reskrim Polrestabes Medan Meluncukan Aplikasi SP2HP berbasis SMS

Masking,Online atau Website dan Android untuk meningkatkan pelayanan terhadap

masyarakat.Dengan diluncurkan aplikasi tersebut diharapkan dapat memberikan

informasi kepada masyarakat sampai sejauh mana perkembangan perkara yang

ditangani oleh pihak Kepolisian. Sehingga dengan adanya transparansi penanganan

perkara, masyarakat dapat menilai kinerja Kepolisian dalam menangani berbagai

perkara tindak pidana yang terjadi di masyarakat.

Dengan adanya aplikasi SP2HP Online Polrestabes Medan, maka masyarakat

sebagai korban yang melaporkan telah terjadinya tindak pidana, dapat selalu

mengecek sampai dimana perkembangan perkaranya. Aplikasi SP2HP Online

tersebut sangat mudah digunakan, pengguna hanya tinggal memasukkan nama

lengkap pelapor dan nomor laporan pengaduan yang telah dibuatnya. Selanjutnya,

Universitas Sumatera Utara


hanya menekan tombol “cari”, lalu akan keluar SP2HP dalam bentuk aplikasi yang

dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini :

Gambar 2
Contoh Hasil Penggunaan SP2HP Online
Polrestabes Medan

Sumber : Aplikasi SP2HP Online yang diinstal dari Google Playstore.

Berdasarkan Gambar 2 di atas, setelah dimasukkan kata kunci nama pelapor

“Rizaldi”, maka pengguna dapat melihat dengan jelas nomor pengaduan dan

tanggalnya, selanjutnya ditampilkanlah perkembangan hasil penyidikan yang diberi

kode “A-1”, “A-2”, “A-3”, “A-4”, dan “A-5”. Namun, masih belum dapat dilihat

rencana tindak lanjut penyelidikan dan penyidikan tindak pidananya karena terhadap

hal tersebut harus dirahasiakan sebab publik dapat juga melihat perkembangan

Universitas Sumatera Utara


perkaranya dan dapat disalahgunakan oleh pihak terlapor. Kerahasiaan tersebut

merupakan informasi penyidikan yang dikecualikan berdasarkan Peraturan Kepala

Kepolisian RI No. 21 Tahun 2011 tentang Sistem Informasi Penyidikan. SP2HP

Online Polrestabes Medan sebenarnya sudah sangat mencukupi untuk digunakan

masyarakat sebagai bentuk pelayanan Polri. Akan tetapi, perawatan dan

penggunaannya masih belum optimal, maka dibutuhkan penambahan dukungan

SDM, baik dari segi kuantitas dan kualitasnya. Di samping itu juga perlu

meningkatkan anggaran dan mengadakan sarana dan prasarana untuk penyelidikan

dan penyidikan tindak pidana.

1. Menambah Dukungan Sumber Daya Manusia (SDM)

a. Kuantitas

Berdasarkan pembahasan bab sebelumnya tentang dukungan SDM dari sisi

kuantitasnya, namun dalam hal penerbitan SP2HP Online Polrestabes Medan ini

belum didukung oleh SDM yang mumpuni. Maksudnya adalah SDM yang

mengoperasikan sistem server dan database dari Aplikasi SP2HP Online Polrestabes

Medan tersebut masih kurang, sebab sekarang ini adapun yang mengoperasikannya

adalah hanya tenaga honorer. Adapun pihak yang menginput SP2HP tersebut ke

dalam database dilakukan pada setiap polsek-polsek di bawah Polrestabes Medan

oleh tenaga honorer juga. Untuk itu, dibutuhkan tenaga ahli yang mengerti masalah

informasi dan teknologi dalam mengerjakan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk

menjalankan sistem dan database Aplikasi SP2HP Online tersebut.

Universitas Sumatera Utara


Adapun SDM yang dibutuhkan untuk mengoperasikan sistem dan database

Aplikasi SP2HP Online di jajaran Polrestabes Medan, adalah sebagai berikut :

Tabel 6
Daftar Personil (SDM) Yang Diperlukan Untuk Mengoperasikan
Sistem dan Database Aplikasi SP2HP Online Polrestabes Medan dan Jajarannya

NO. UNIT KERJA SISTEM SERVER INPUT DATABASE


(ORANG) (ORANG)
1. POLRESTABES MEDAN 3 ORANG 3 ORANG
2. POLSEK MEDAN BARU 2 ORANG 2 ORANG
3. POLSEK MEDAN AREA 2 ORANG 2 ORANG
4. POLSEK MEDAN KOTA 2 ORANG 2 ORANG
5. POLSEK MEDAN HELVETIA 2 ORANG 2 ORANG
6. POLSEK MEDAN AMPLAS 2 ORANG 2 ORANG
7. POLSEK MEDAN TIMUR 2 ORANG 2 ORANG
8. POLSEK MEDAN SUNGGAL 2 ORANG 2 ORANG
9. POLSEK MEDAN BARAT 2 ORANG 2 ORANG
10. POLSEK PERCUT SEI TUAN 2 ORANG 2 ORANG
11. POLSEK DELI TUA 2 ORANG 2 ORANG
12. POLSEK PANCUR BATU 2 ORANG 2 ORANG
13. POLSEK KAMPUNG BARU 2 ORANG 2 ORANG
TOTAL 27 ORANG 27 ORANG

Sumber : Data Sekunder Yang Diolah.

Berdasarkan Tabel 6 tersebut di atas, maka Polrestabes Medan dan jajarannya

membutuhkan tambahan personil untuk menangani sistem server sebanyak 27 orang

dan untuk menangani input database juga sebanyak 27 orang. Sehingga,

keseluruhannya berjumlah 54 orang. Orang-orang yang direkrut harus memenuhi

persyaratan yang paling utama adalah mengerti masalah informasi dan teknologi dan

merupakan lulusan sarjana komputer ataupun sistem aplikasi.

Universitas Sumatera Utara


Dengan dipenuhinya 54 orang tersebut, maka penyelidik dan penyidik

Sat.Reskrim Polrestabes Medan dan jajarannya tidak perlu lagi menambah pekerjaan

untuk menjaga sistem server dan input database. Penyelidik dan penyidik cukup

memberikan data-data yang akan diinput dan sistem server dijaga dengan baik oleh

orang-orang yang berkompeten di bidangnya. Aplikasi SP2HP Online Polrestabes

Medan tersebut diharapkan dapat menjunjung tinggi asas transparansi terhadap

penyelidikan dan penyidikan tindak pidana yang dilakukannya.

b. Kualitas

1) Pengetahuan (Knowledge)

a) Bagi personil SDM yang menangani sistem server dan database

tersebut perlu diberikan pelatihan-pelatihan untuk menangani

pekerjaannya yaitu menjaga sistem server agar tetap berjalan dengan

baik dan menginput database terkait perkembangan hasil penyelidikan

dan penyidikan tindak pidana.

b) Bagi penyelidik dan penyidik Sat.Reskrim Polrestabes Medan dan

jajarannya perlu juga diberikan pelatihan-pelatihan khusus untuk

diajarkan mengoperasikan Aplikasi SP2HP Online Polrestabes Medan

tersebut agar dapat memberitahukannya kepada pihak Pelapor/Korban

sebagai pengguna aplikasi untuk menggunakan aplikasi tersebut.

2) Kemampuan (Skill)

a) Meningkatkan kemampuan personil SDM yang menangani sistem

server dan database tersebutdalam melakukan “troubleshooting”

Universitas Sumatera Utara


(pemecahan masalah) apabila sistem server dan database sedang

mengalami gangguan agar setiap pengguna aplikasi yang akan

menggunakannya dapat selalu mengakses setiap saat.

b) Meningkatkan kemampuan personil SDM yang menangani sistem

server dan database tersebutuntuk mengetahui sistem operasi dan

perangkat keras yang dibutuhkan untuk membangun sebuah sistem

server dan database.

3) Perilaku (Attitude)

Dalam hal perilaku, dibutuhkan SDM yang menangani sistem server dan

database tersebut untuk tidak bekerja memiliki integritas yang tinggi agar tidak

mudah dipengaruhi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.

2. Meningkatkan Anggaran

Dukungan anggaran Sat.Reskrim Polrestabes Medan dalam penyelidikan dan

penyidikan tindak pidana agar optimal, yaitu sebaiknya anggaran Sat.Reskrim

Polrestabes Medan yang kelihatannya besar namun untuk kegiatan penyelidikan dan

penyidikan hanya sebagian kecil saja. Untuk itu, anggaran penyelidikan dan

penyidikan perlu ditambah. Untuk kategori kasus “sangat sulit” menjadi Rp.

50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah), kasus “sulit” menjadi Rp. 35.000.000,- (Tiga

Puluh Lima Juta Rupiah). Sedangkan, kasus “sedang” menjadi Rp. 20.000.000,- (Dua

Puluh Juta Rupiah), dan kasus “mudah” menjadi Rp. 10.000.000,- (Sepuluh Juta

Rupiah). Menaikkan anggaran Sat.Reskrim Polrestabes Medan guna menunjang

Universitas Sumatera Utara


kegiatan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana yang membutuhkan biaya yang

tidak sedikit.

Terhadap pengoperasian Aplikasi SP2HP Online Sat.Reskrim Polrestabes

Medan dan jajarannya diperlukan anggaran khusus untuk menggaji personil SDM

yang menangani sistem server dan input database tersebut. Dalam hal penggajiannya

diharapkan Polrestabes Medan menggaji sesuai dengan Upah Minimum

Kabupaten/Kota Sumatera Utara Tahun 2017 sesuai Surat Keputusan Gubernur

Provinsi Sumatera Utara No.188.44/623/KPTS/2016, tertanggal 28 Oktober 2016,

yang menetapkan upah minimum Kota Medan adalah sebesar Rp. 2.528.815,- (dua

juta lima ratus dua puluh delapan ribu delapan ratus lima belas rupiah).

Dari upah minimum Kota Medan tersebut apabila dikalikan dengan 54 orang

personil SDM yang menangani sistem server dan input database, maka didapati

perhitungan sebagai berikut :

Rp. 2.528.815,- x 54 orang = Rp. 136.556.010,- per bulannya.

Anggaran tersebut di atas, harus dianggarkan Polrestabes Medan untuk

menjalankan sistem server dan input database pada Aplikasi SP2HP Online secara

berkesinambungan. Hal ini diharapkan agar Aplikasi SP2HP Online Polrestabes

Medan tersebut dapat berjalan dengan baik.

3. Mengadakan Sarana dan Prasarana

Dukungan sarana dan prasarana Sat.Reskrim Polrestabes Medan agar dapat

membuat Aplikasi SP2HP Online Polrestabes Medan, secara umum belum dapat

dikatakan optimal, karena :

Universitas Sumatera Utara


a. Perangkat komputer, printer, meja, kursi, alat tulis kantor (ATK) dan lain-lain

masih disediakan secara swadaya oleh penyidik dan penyidik pembantu

mengingat dukungan dari Polri tidak memadai, baik secara kuantitas maupun

kualitas.

b. Peralatan sistem server dan database di Polrestabes Medan dan komputer yang

digunakan pun masih dilengkapi secara swadaya oleh Polrestabes Medan dan

jajarannya.

c. Tidak tersedianya ruangan penyimpanan berkas perkara dan barang bukti

yang representatif seringkali menimbulkan masalah-masalah klasik yang

selalu berulang seperti hilangnya berkas perkara atau barang bukti, jumlah

barang bukti yang berkurang atau berubah bentuk, dan lain-lain.

Untuk mendukung pengoperasian Aplikasi SP2HP Online Polrestabes Medan

yang optimal, maka sarana dan prasarana yang harus disediakan, antara lain :

a. Komputer Sistem Server dan Database di Polrestabes Medan sebanyak 1

(satu) unit;

b. Komputer Desktop kepada 13 (tiga belas) Polsek jajaran Polrestabes Medan

untuk menginput data yang terintegrasi ke sistem server di Polrestabes

Medan.

c. Jaringan internet yang dapat disediakan melalui wifi dengan memanfaatkan

jaringan internet dari telkom yang sekarang dikenal dengan sebutan

IndiHome.

Universitas Sumatera Utara


Terhadap sarana dan prasarana tersebut belum dimiliki oleh

Sat.ReskrimPolrestabes Medan dan jajarannya karenanya perlu diadakan agar dapat

digunakan dalam membuat dan mengoperasikan Aplikasi SP2HP Online Polrestabes

Medan. Dengan demikian, untuk mengoptimalkan penggunaan Aplikasi SP2HP

Online Polrestabes Medan dan jajarannya diperlukan untuk mengadakan personil

sebanyak 54 orang sebagai SDM yang menangani sistem server dan menginput

database perkembangan hasil penyidikan. Selanjutnya, anggaran perlu dipersiapkan

untuk menggaji personil SDM tersebut. Selain itu, sarana dan prasarana dalam

mendukung pengoperasian Aplikasi SP2HP Online perlu diadakan dan perawatannya

pun perlu diperhatikan agar tidak mudah rusak dan terserang virus.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

DAMPAK HUKUM PENERBITAN SP2HP (ONLINE) DI SAT.RESKRIM


POLRESTABES MEDAN SEBAGAI UPAYA TRANSPARANSI
PENYIDIKAN DALAM RANGKA PELAYANAN MASYARAKAT

A. Hak Korban Dalam Mendapatkan Informasi Penyidikan

Sejak beberapa tahun yang lalu, Polri mendapat dukungan dari

IOM(International Organisation for Migration) untuk pengembangan

perpolisianmasyarakat, perspektif gender dan HAM, khususnya untuk kasus-

kasusmigrasi dan perdagangan manusia. Selama periode kerjasama tersebut 5.000

orang polisi telahdilatih. Salah satu “hasil” dari kerjasama tersebutadalah Peraturan

Kepala Kepolisian RI No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsipdan Standar

Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas KepolisianRepublik Indonesia

atau juga disebut dengan Perkap HAM.

Jika dilihat isinya Perkap ini sangat ideal, bahkan lebih baik daripada undang-

undang dan KUHAP yang berlaku saat ini di Indonesia. Perkap ini berisi 62 pasal

danmemuat berbagai instrumen HAM baik nasional maupun internasionalsebagai

konsiderans, dan berfungsi sebagai standar etika pelayanan dan codeof conduct bagi

kepolisian. Perkap ini mengedepankan prinsip penegakanhukum oleh Polri yaitu

legalitas, nesesitas dan proporsionalitas.

Secara khusus, Perkap ini mendaftar sejumlah HAM yang termasukdalam

cakupan tugas Polri, yaitu 86:

86
Pasal 6 Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan
Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


“HAM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) yang termasuk dalam
cakupantugas Polri, meliputi:
a. Hak memperoleh keadilan: setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk
memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan pengaduan dan
laporan dalam perkara pidana, serta diadili melalui proses peradilan yang
bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin
pemeriksaan secara objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk
memperoleh putusan adil dan benar;
b. Hak atas kebebasan pribadi: setiap orang bebas memilih dan mempunyai
keyakinan politik, mengeluarkan pendapat di muka umum, memeluk
agama masing-masing, tidak boleh diperbudak, memilih kewarganegaraan
tanpa diskriminasi, bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal di
wilayah ri;
c. Hak atas rasa aman: setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan tenteram serta
perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu;
d. Hak bebas dari penangkapan sewenang-wenang, hak bebas dari
penghilangan secara paksa;
e. Hak khusus perempuan: perlindungan khusus terhadap perempuan dari
ancaman dan tindakan kejahatan, kekerasan dan diskriminasi yang terjadi
dalam maupun di luar rumah tangga yang dilakukan semata-mata karena
dia perempuan;
f. Hak khusus anak: perlindungan/perlakuan khusus terhadap anak yang
menjadi korban kejahatan dan anak yang berhadapan dengan hukum,
yaitu: hak nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hak untuk
hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan serta penghargaan terhadap
pendapat anak;
g. Hak khusus masyarakat adat; dan
h. Hak khusus kelompok minoritas, seperti etnis, agama, penyandang cacat,
orientasi seksual”.

Dalam rangka memberikan pelayanan terhadap korban perlu diperhatikandan

dimanfaatkan pandangan-pandangan Victimologi. Victimologi adalah suatustudi atau

pengetahuan ilmiah yang mempelajari masalah, pengorbanan

kriminalsosial. 87Victimologi mencoba memberikan pemahaman

mencerahkanpermasalahan kejahatan dengan mempelajari para korban kejahatan.

87
Arif Gosita, Viktimologi danKUHAP (Yang Mengatur Ganti Kerugian Pihak Korban),
(Jakarta: Akademika Pressindo, 1987), hlm. 12.

Universitas Sumatera Utara


ProsesVictimologi dan akibat-akibatnya dalam rangka menciptakan kebijaksanaan

dantindakan pencegahan dan menekan kejahatan secara lebih bertanggung jawab.

Impelementasi fungsi victimologi dalam KUHAP adalah mengenai

aturanpemberian ganti rugi yang harus diterima oleh korban. Serta layak tidaknya

gantirugi tersebut dalam pengembalin kerugian yang dialami korban, baik

kerugiantersebut berupa kerugian meteriil atau non-materiil.

Pada hakekatnya KUHAP itu sedikit banyak mengatur nasib, hidupseorang

manusia. Oleh sebab itu, pemikiran citra yang tepat mengenai manusiadan

kemanusiaan oleh para penegak hukum adalah suatu kemutlakan. Citramengenai

manusia adalah sebagai berikut 88:

1. “Manusia dalam pengertian sesama, yang sama harkat dan martabatnya.

2. Sesama manusia dalam pengertian yang ada kebersamaan dalam suatu

masyarakat”.

Dengan memiliki citra mengenai manusia, diharapkan akan diperbesar rasa

tanggung jawab terhadap sesama manusia, untuk memperjuangkan hak dan

kewajiban secara seimbang dan manusiawi. KUHAP mempunyai perbedaan yang

asasi dengan Het Herziene Inlandsch Reglement, terutama mengenai perlindungan

terhadap harkat dan martabat manusia. Perbedaan ini diwujudkan dengan pengaturan

hal-hal sebagai berikut :

1. “Hak-hak tersangka / terdakwa;


2. Bantuan hukum pada semua tingkat pemeriksaan;
3. Dasar hukum bagi penangkapan / penahanan dan pembatasan jangka
waktu
4. Ganti rugi dan rehabilitasi;

88
Ibid., hlm. 33.

Universitas Sumatera Utara


5. Penggabungan perkara perdata pada perkara pidana dalam hal ganti rugi;
6. Upaya hukum;
7. Koneksitas;
8. Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan”.

Porsi korban yang diterima dalam perkara pidana adalah korbanmendapatkan

perlindungan dalam bentuk ganti rugi yang harus digabungkandengan perkara

perdata. Seiring dengan meningkatnya fungsi kontrol sosial, reaksi di atas

berkembang menjadi suatu yang dinilai dengan materi dalam bentuk ganti kerugian.

Dalam konsep ganti rugi terkandung 2 (dua) manfaat, yaitu : untuk memenuhi

kerugian materiil dan segala biaya yang telah dikeluarkan; merupakan pemuasan

emosional korban. 89 Sehingga adapun hak korban kejahatan dari sudut pandang

viktimologi adalah ganti kerugian dan pemuasan emosional korban.

Tujuan pengaturan ganti kerugian mengembangkan keadilan,

kesejahteraanmereka yang menjadi korban. Menderita mental, fisik, sosial

viktimologi antaralain memberikan dasar pemikiran untuk mengatasi masalah

kompensasi padakorban. Viktimologi dipergunakan dalam pengambilan keputusan

dalamperadilan kriminal dalam menentukan respon pengadilan terhadap

perilakukriminal. Sahnya terbatas pada pemberian dasar-dasar pemikiran yang

dapatmenjadi pengukur baik tidaknya, layak tidaknya pengaturan ganti rugi

dalamhukum acara pidana.

Inti dari pemberian ganti kerugian adalah mengembangkan keadilan

dankesejahteraan korban sebagai anggota masyarakat. Tolak ukur

89
Chaerudin dan Syarif Fadilah, Korban Kejahatan Dalam Perspektif Viktimologi dan Hukum
Pidana Islam, (Jakarta : Grhadhika, 2004), hlm. 64-65.

Universitas Sumatera Utara


pelaksanaannyaadalah pemberian kesempatan pada korban untuk mengembangkan

hak dankewajibannya sebagai manusia utuh dan berbudi luhur. Besarnya harapan

korbanuntuk mendapat ganti kerugian sangat tergantung pada birokrasi dan

prosessistem peradilan pidana.

Ganti kerugian yang terdapat dalam KUHAP hanya sedikit yang

terkhususdiberikan pada korban, pemberian ganti kerugian tersebut bisa diberikan

melaluiproses penggabungan perkara perdata yang biayanya lebih besar dan

jangkawaktunyapun lama. Harus ada keselarasan dalam pelaksanaan ganti

kerugiandengan derita yang dialami oleh korban, baik oleh penegak hukum,

ataulembanga kemasyarakatan agar korban dapat menjalankan kehidupanya

sebagaimanusia yang utuh dan dapat diterima dalam lingkungan keluarga

ataumasyarakat.

Korban mempunyai hak yang sama didalam hukum serta masyarakatkarena

pada dasarnya korban adalah orang atau masyarakat yang mengalamiketidakadilan

dalam masyarakat atau hukum.Setiap kejahatan mulai baik ringan atau berat, pastilah

korban akanmengalami penderitaan, baik bersifat materiil maupun immateriil. Dalam

Pasal 2Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan

Terhadap Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat,

ditentukan meliputi :

1. “Perlindungan atas keamanan pribadi korban atau saksi dari ancaman fisik
dan mental
2. Perahasiaan Identitas korban
3. Pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa
bertatap muka dengan tersangka”.

Universitas Sumatera Utara


Dalam pemberian perlindungan terhadap korban banyak melibatkan berbagai

pihak diantaranya adanya masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan

juga pihak tersangka. Adapun pemberian perlindungan tersebut, berupa :

1. Retritusi (Retretution)

Retritusi lebih diarahkan terhadap akibat yang ditimbulkan olehkejahatan,

sehingga sarana utama adalah menanggulangi semua kerugianyang diderita oleh

koban. Tolak ukur yang digunakan dalam menentukanjumlah retritusi tidak mudah

karena terggantung dari status sosial pelaku dankorban. Dalam hal korban dengan

status sosial lebih rendah dari pelaku,akanmengutamakan ganti rugi dalam bentuk

materiil, dan pemulihan harkat sertanama baik akan lebih diutaman, bagi korban yang

berstatus sebaliknya.Bahkan KUHAP sendiri tidak menentukan secara tegas.Dsalam

Pasal 99 ayat(1) dan (2) hanya menyebutkan “pengantian biaya yang telah dilakukan

olehpihak yang dirugikan “Dengan tidak menentukan tolak ukur untukmenentukan

besar kecilnya atau layak tidaknya ganti rugi. Dalam Pasal 1ayat (22) hanya

merumuskan bahwa :“Ganti kerugian adalah hak seseoranguntuk mendapatkan

pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalansejumlah uang”.

Dari rumusan diatas tidak dapat diidentifikasi (a) bentuk gantikerugian

diberikan dalam bentuk sejumlah uang (b) tujuan ganti kerugianyaitu pemenuhan

tuntutan berupa sejumlah uang, namun keduanya tidakdapat sebagai tolak ukur untuk

menentukan besar kecilnya ganti kerugian.

Aspek tujuan undang-undang lebih menekankan pada kerugian yangbersifat

materil yaitu berupa sejumlah uang, padahal sebagaimana diketahuiuntuk beberapa

tindak pidana, terutama yang berkenaan dengan kejahatankekerasan

Universitas Sumatera Utara


(penganiayaan,perkosaan, dan sebagainya) kerugian yang non fisik harus

jugadiperhitungkan, karena yang terahir ini proses penyembuhan yang

memakanwaktu yang cukup lama, belum lagi ditambah dengan pencemaran nama

baikdan hilangnya masa depan.

Seberapa besar harapan korban untuk mendapatkan ganti kerugiantergantung

pada birokrasi dan proses system peradialan pidana. Bagi korbantidak cukup hanya

dengan tersedianya kesempatan untuk melakukan upayahukum dengan cara

mengajukan ganti kerugian sesuai dengan prosedur yangdiatur dalam KUHAP, tetapi

lebih dari itu dibutuhkan jaminan bahwatuduhan yang diajukan kepada terdakwa

dapat dibuktikan didepan sidangpengadilan sehingga terhadap pelaku kejahatan dapat

dijatuhi pidanatermasuk didalamnya ganti kerugian. 90

2. Kompensasi (Compensation)

Kompensasi merupakan bentuk santunan yang dapat dilihat dari

aspekkemanusiaan dan hak-hak asasi. Adanya gagasan mewujudkan

kesejshteraansosial masyarakat dengan berlandaskan pada komitmen kontrak sosial

(social contract) dan solidaritas sosial (social solidarity) menjadikan masyarakat

dannegara bertanggung jawab untuk melindungi warganya khususnya

yangmengalami musibah sebagai korban kejahatan. Kompensasi merupakansantunan

yang tidak tergantung pada bagaimana berjalannya prosesperadilan. Aspek tujuan

berbeda dengan retritusi,dimana kompensasi tidakbertujuan mengembalikan korban

90
Ibid., hlm. 67.

Universitas Sumatera Utara


dalam keadaan semula,akan tetapi lebihpada sikap simpatik pada masyarakat dan

negara terhadap korban. 91

91
Ibid., hlm. 69.

Universitas Sumatera Utara


B. Hubungan Antara Penyidik Sat.Reskrim Polrestabes Medan Dengan
Korban

Negara Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana yang termaktub

dalam UUD 1945, Pasal 1 ayat (3), maka setiap tindakan yang bertentangan atas

Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum yang paling hakiki, harus selalu

ditegakan guna mencapai cita-cita dan tujuan Negara Indonesia. Selain itu,

berdasarkan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, menyatakan : “Setiap warga Negara

bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung

hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Oleh sebab itu, hubungan

korban dengan Negara adalah hubungan antara Negara dengan Warga Negaranya

yang harus dilindungi berdasarkan hukum.

Dengan perkembangan zaman yang semakin pesat membuat banyak

pergeseran nilai moral dan sosial dalam masyarakat. Salah satunya perubahan pola

hidup, tingkah laku dan tingkat kesopanan yang semakin buruk (mengalami degradasi

moral). Tidak terkecuali di Negara Indonesia yang notabenenya menjunjung tinggi

nilai-nilai moral dan sosial dalam masyarakat. Dampak globalisasi dan modernisasi

mengakibatkan terjadinya westernisasi di Indonesia, dimana pola hidup masyarakat

yang awalnya menjunjung tinggi budaya timur mengalami pergeseran ke pola hidup

budaya barat (dampak westernisasi).

Dalam berkehidupan di dalam masyarakat, setiap orang tidak akan lepas dari

adanya interaksi antara individu yang satu dengan individu yang lain. Sebagai mahluk

sosial yang diciptakan oleh Tuhan yang Maha Esa, manusia tidak akan dapat hidup

apabila tidak berinteraksi dengan manusia yang lain. Dengan seringnya manusia

Universitas Sumatera Utara


melakukan interaksi satu sama lain, sehingga dapat menimbulkan hubungan antara

dua individu atau lebih yang bersifat negatif dan dapat menimbulkan kerugian di

salah satu pihak. Hal tersebut pada saat ini sering disebut dengan tindak pidana.

Terjadinya suatu tindak pidana terdapat 2 (dua) pihak yang terlibat

didalamnya, yaitu Pelaku dan Korban. Bentuk atau macam dari suatu tindak pidana

sangatlah banyak, misalnya tindak pidana pembunuhan, perampokan, pencurian,

penggelapan, pencemaran nama baik, pencabulan serta pemerkosaan dan masih

banyak yang lainnya. Dalam hal terjadinya berbagai tindak pidana ini, Kepolisian

merupakan alat negara yang berfungsi untuk melindungi, mengayomi, dan melayani

masyarakat sesuai roh dari Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia.

Adapun fungsi Kepolisian terhadap korban kejahatan yang juga merupakan

warga negara yang harus dilindungi adalah untuk mengungkapkan kebenaran materiil

hukum pidana di Indonesia. Pasal 189 ayat (4) KUHAP, menyatakan : “Keterangan

Terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan

perbuatan yang didakwakan padanya, melainkan harus disertai alat bukti yang sah”.

Dalam membuktikan perbuatan pidana ini adalah tugas Kepolisian Negara RI.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kedudukan

saksi merupakan salah satu alat bukti yang sah sesuai ketentuan Pasal 184 KUHAP,

dan sesuai ketentuan Pasal 1 KUHAP, saksi adalah orang yang dapat memberikan

keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu

perkara pidana yang Ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.Namun di

sisi lain, KUHAP belum mengatur mengenai aspek perlindungan bagi saksi. Adapun

Universitas Sumatera Utara


pengaturan mengenai perlindungan saksi ditemukan dalam Undang-Undang No. 13

Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (“UUPSK”), sesuai ketentuan

Pasal 4 UUPSK, perlindungan saksi dan korban bertujuan memberikan rasa aman

kepada saksi dan/atau korban dalam memberikan keterangan pada setiap proses

peradilan pidana.

Kedudukan korban tidak secara eksplisit diatur dalam KUHAP, kecuali

terhadap korban yang juga berkedudukan sebagai saksi, sehingga ketentuan dan

jaminan perlindungan diberikan kepada korban yang juga menjadi saksi dalam setiap

proses peradilan pidana. Sementara itu, UUPSK mengatur perlindungan terhadap

saksi dan/atau korban, baik itu terhadap korban yang juga menjadi saksi, korban yang

tidak menjadi saksi dan juga anggota keluarganya. Sehingga, jaminan perlindungan

terhadap korban tindak pidana dan terutama terhadap korban pelanggaran HAM berat

diatur sesuai ketentuan UUPSK serta peraturan pelaksana lainnya seperti Peraturan

Pemerintah No. 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan

Bantuan kepada saksi dan korban.Adapun jaminan perlindungan terhadap korban

tindak pidana, dapat berupa perlindungan saksi, pemberian bantuan, restitusi, dan

kompensasi sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana

telah disebut di atas.

Berdasarkan Pasal 189 ayat (4) KUHAP tersebut di atas, maka keterangan

saksi harus dilandasi pada semangat untuk mengungkap kebenaran materiil dalam

setiap proses peradilan pidana. 92 Dengan demikian, dalam proses pemeriksaan

92
Kebenaran materiil yang merupakan prasyarat keadilan, hanya akan tercapai jika penegak
hukum obyektif (imparsial) dalam melakukan tugas penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan

Universitas Sumatera Utara


diungkap perbuatan nyata yang dilakukan terdakwa (actus reus) dan derajat

kesalahan terdakwa (mens rea/guilty mind).Pengungkapan actus reus di dalam proses

persidangan juga penting dalam pembentukan keyakinan majelis hakim. Tentunya

keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah merupakan elemen penting dalam proses

peradilan pidana yang membantu majelis mengungkap kebenaran

materiil.Perlindungan terhadap saksi, karena itu menjadi hal yang penting, mengingat

saksi selama ini seringkali mendapatkan intimidasi maupun tekanan dari berbagai

pihak. Jaminan pemberian perlindungan ini untuk memberikan jaminan terhadap

saksi untuk mengungkap fakta sebenarnya tanpa adanya tekanan dari pihak manapun.

Jika selama ini hak korban sangat minimal diatur dalam KUHAP danbeberapa

peraturan perundang-undangan khusus, Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 8 Tahun

2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam

Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum telah

menjelaskan mengenai kewajiban terhadap korban, antara lain 93 :

“Setiap anggota Polri dalam memberikan pelayanan kepada korban wajib


menjaga martabat dan menghormati korban, dengan melakukan tindakan
sebagai berikut:
a. Bersikap empati dalam menangani korban dengan memperhatikan kondisi
korban yang sedang mengalami trauma emosional, terutama korban
penganiayaan, pemerkosaan, perlakuan tidak senonoh, penyerangan, dan
perampokan;

pengadilan. Jika, perspektif dan perlakuannya sudah tidak obyektif sangat sulit dibayangkan akan
tercapai kebenaran materiil, dukungan alat bukti yang netral dan obyektif pun ketika dipandang secara
subyektif dan bias kepentingan akan sulit dipertahankan kebenaran alat bukti tersebut atau bahkan
akan dibawa dalam perspektif penegak hukum yang tidak obyektif. Lihat : Nurul Ghufron,
“Kedudukan Saksi Dalam Menciptakan Peradilan Pidana Yang Bebas Korupsi”, Jurnal Anti Korupsi,
Vol. 2, No. 2, PUKAT FHUJ, November 2012, hlm. 45-46.
93
Pasal 52 Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip
dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


b. Menunjukkan ketulusan dan kesungguhan untuk memberi pelayanan
kepada korban;
c. Memberikan bantuan dan menunjukkan empati kepada korban kejahatan;
d. Tidak melakukan tindakan negatif yang dapat memperburuk situasi;
e. Tidak menunjukkan kesan sinis atau menuduh korban sebagai penyebab
terjadinya kejahatan;
f. Tidak melakukan pemeriksaan orang yang sedang mengalami guncangan
jiwa (shock);
g. Memberikan kesempatan kepada korban untuk berkonsultasi dengan
dokter; dan
h. Mencarikan bantuan pekerja sosial atau relawan pendamping serta
bantuan hukum, jika diperlukan”.

Ketentuan tersebut juga memuat larangan sejumlah hal yang selama ini sering

dilakukan oleh pihak kepolisian, antara lain 94 :

“Setiap anggota Polri dalam memberikan pelayanan kepada korban dilarang


melakukantindakan yang dapat merugikan korban, antara lain:
a. Meminta biaya sebagai imbalan pelayanan;
b. Meminta biaya operasional untuk penanganan perkara;
c. Memaksa korban untuk mencari bukti atau menghadirkan saksi/
tersangka; dan
d. Menelantarkan atau tidak menghiraukan kepentingan korban;
e. Mengintimidasi, mengancam atau menakut-nakuti korban;
f. Melakukan intervensi/mempengaruhi korban untuk melakukan tindakan
yang melanggar hukum;
g. Merampas milik korban; dan
h. Melakukan tindakan kekerasan”.

Dengan demikian, sekarang ini baik penyelidik maupun penyidik yang

melakukan penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana harus menjunjung

tinggi, menghormati, melindungi, dan menegakkan hak asasi manusia dalam

94
Pasal 53 Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip
dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


menjalankan tugasnya. 95 Sehingga tercipta hubungan yang harmonis antara saksi

korban dengan pihak penyelidik dan penyidik. Khususnya Sat.Reskrim Polrestabes

Medan dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana telah

mengedepankan hak-hak dasar setiap saksi-saksi maupun korban yang dilakukan

pemeriksaan. Bahkan, tersangka saja pun diperlakukan dengan sangat baik. Sebagai

contoh : dalam pemeriksaan tersangka, Penyidik Pembantu Sat.Reskrim Polrestabes

selalu mempertanyakan kepada tersangka tersebut apakah didampingi oleh Penasihat

Hukumnya, jika tidak, maka Sat.Reskrim Polrestabes Medan akan menawarkan

bantuan hukum prodeo sebagaimana diamanatkan di dalam KUHAP. Hal ini

dilakukan adalah untuk menghormati hak-hak tersangka sewaktu dilakukan

pemeriksaan.

Adapun hubungan saksi korban dengan Sat.Reskrim Polrestabes Medan

dalam melakukan pelayanan berupa penyelidikan dan penyidikan telah diatur dalam

bahwa 96 :

“Setiap anggota Polri dalam memberikan pelayanan terhadap saksi wajib


menjagamartabat dan menghormati korban, dengan melakukan tindakan
sebagai berikut:
a. Bersikap empati dan menunjukkan ketulusan dan kesungguhan untuk
memberi pelayanan;
b. Tidak mencela atau menuduh saksi sebagai penyebab atau terlibat dalam
kejahatan;
c. Tidak melakukan pemeriksaan kepada saksi yang sedang tidak dalam
keadaan sehat atau dalam keadaan guncangan jiwa (shock);
d. Memberikan kesempatan kepada saksi sesuai dengan hak-haknya; dan
e. Memberitahukan perkembangan penanganan perkara”.
95
Bagian Menimbang huruf b Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 8 Tahun 2009 tentang
Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
96
Pasal 54 Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip
dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


Sesuai ketentuan tersebut bahwasanya penyidik wajib memberitahukan

perkembangan penanganan perkara kepada korban, maka inilah sebagai dasar

bahwasanya pelapor/pengadu/korban mempunyai hak untuk mendapatkan informasi

mengenai perkembangan penanganan perkaranya. Informasi tersebut dapat berupa

surat ataupun berupa informasi data elektronik sebagaimana Aplikasi SP2HP Online

Polrestabes Medan. Untuk mendapatkan informasi tersebut, pelapor tidak perlu

mengeluarkan imbalan apapun dan cukup hanya mengajukan permintaan baik secara

lisan maupun secara tertulis kepada petugas penyelidik ataupun penyidik.

Jaminan untuk mendapatkan pelayanan yang prima tersebut telah dijamin

berdasarkan ketentuan sebagai berikut 97 :

“Setiap anggota Polri dalam memberikan pelayanan kepada saksi dilarang


melakukan tindakan yang dapat merugikan saksi, antara lain :
a. Meminta biaya sebagai imbalan pelayanan;
b. Meminta biaya operasional untuk penanganan perkara;
c. Memaksa saksi untuk mencari bukti atau menghadirkan tersangka;
d. Menelantarkan atau menunda waktu pemeriksaan yang dijadwalkan;
e. Tidak menghiraukan kepentingan saksi;
f. Mengintimidasi, menakuti atau mengancam saksi;
g. Melakukan intervensi/mempengaruhi saksi untuk memberikan keterangan
dalam pemeriksaan;
h. Membatasi hak dan atau kebebasan saksi;
i. Merampas milik saksi; dan
j. Melakukan tindakan kekerasan”.

Dengan demikian, permintaan informasi mengenai perkembangan penanganan

perkara tersebut kepada petugas penyelidik maupun petugas penyidik sama sekali

tidak dipungut bayaran. Seluruh informasi disediakan secara gratis oleh Sat.Reskrim

97
Pasal 55 Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip
dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


Polrestabes Medan. Dengan adanya SP2HP Online Polrestabes Medan, maka

diharapkan dapat menjawab kebutuhan masyarakat akan informasi perkembangan

penyidikan perkaranya agar lebih mudah diakses melalui sistem online.

C. SP2HP Dapat Dijadikan Sebagai Dasar Mengajukan Pra-Peradilan

Mengutip pendapat Andi Hamzah, menyatakan “Praperadilan adalah salah

satu jelmaan dari Habeas Corpus sebagai prototype, yaitu sebagai tempat

mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam suatu proses

pemeriksaan perkara pidana”. 98

Upayahukumpraperadilanitusendiripadadasarnyabertujuanuntukmelindungiha

kasasitersangkasehubungandengantindakan-

tindakanupayapaksayangmungkindilakukanolehpenyidikterhadaptersangka.Padahake

katnya,upayapaksamerupakantindakanpaksa(dalamhalpemanggilantersangka)yangdib

enarkanundang-

undangdemikepentinganpemeriksaantindakpidana,yangpadadasarnyabiasa

sajamerampaskemerdekaandankebebasansertamerupakansuatupembatasanhakasasiter

sangka.DalamprosesperadilanpidanadiIndonesiayangmemilikikewenanganmelakukan

tindakanpenyelidikandanpenyidikanadapadakepolisian,sedangkanyangmemilikikewe

nanganuntukmelakukanpenuntutanadalahkejaksaan,sementarakewenanganmengadilid

alampemeriksaandisidangpengadilanadapadahakim.Kewenangan-

98
Andi Hamzah dalam Fachruddin Razi, “Mekanisme Pemenuhan Hak Tersangka Melalui
Penetapan Tersangka Menjadi Objek Pra Peradilan”, Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi,
Vol. 16, No. 2, 2016, hlm. 75.

Universitas Sumatera Utara


kewenanganyangdimilikiolehhakim,kejaksaan,dankepolisianmeskipunberbeda,tetapi

pada prinsipnya merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan. 99

Berkaitan dengan pra-peradilan menurut KUHAP dalam Pasal 1 butir 10 dan

Bab X, menyebutkan bahwa :

“Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan


memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini :
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan
tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan
atas permintaan demi tegaknya hukum dan pengadilan;
c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau
keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan
ke pengadilan”.

Selain objek praperadilan tersebut di atas, ternyata Mahkamah Konstitusi RI

telah memperluas objek praperadilan lainnya seperti penetapan tersangka,

penggeledahan dan penyitaan sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 21/PUU-

XII/2014, tertanggal 28 April 2015. Berdasarkan putusan tersebut menurut

pertimbangan Mahkamah Konstitusi RI menyatakan bahwa Pasal 77 KUHAP tentang

objek Praperadilan menambahkan bahwa penetapan tersangka, penggeledahan, dan

penyitaan sebagai objek praperadilan. Selain itu, Mahkamah Konstitusi RI mengubah

Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) dengan menambahkan frase

“minimal dua alat bukti” dalam proses penetapan tersangka dan penyidikan. 100

Dalam Pasal 77 KUHAP memang dijeaskan bawah Pengadilan Negeri

berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur

dalam undang-undang ini tentang:

99
Ibid., hlm. 75-76.
100
Putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 21/PUU-XII/2014, tertanggal 28 April 2015.

Universitas Sumatera Utara


1. “Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau

penghentian penuntutan;

2. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya

dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan”.

Kemudian praperadilan diatur lebih lanjut dalam Pasal 1 angka 10 KUHAP

sebagaimana telah dikutip secara lengkap di atas. Dengan keluarnya Putusan

Mahkamah Konstitusi RI No. 21/PUU-XII/2014, tertanggal 28 April 2015, maka

Pasal 77 KUHAP serta Pasal 1 angka 10 KUHAP diubah Mahkamah Konstitusi RI

dengan memasukkan penetapan tersangka masuk dalam objek praperadilan ditambah

lagi tindakan penggeledahan dan penyitaan juga masuk dalam objek praperadilan.

Dengan demikian dapat dipastikan tindakan “abuse of power” atau penyalahgunaan

kewenangan yang kadang kala dilakukan penyidik dalam menetapkan seseorang

menjadi tersangka bisa dihindari. Dengan adanya mekanisme kontrol melalui

praperadilan.

Penyidikan adalah tugas dan wewenang dari penyidik untuk mengumpulkan

alat bukti dan barang bukti sehingga menjadi terang tindak pidana dan sekaligus

ditentukan si tersangkanya. Dari rumusan pengertian tersebut, penentuan tersangka

merupakan tahap akhir dari proses penyidikan. Tersangka baru dapat ditentukan

setelah terang atau jelas bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan pidana yang

didasarkan pada alat bukti dan barang bukti yang cukup.

Di dalam praktek penegakan hukum, tidak jarang tersangka lebih dahulu

ditentukan padahal konstruksi hukumnya belum jelas atau tidak jelas bahwa

perbuatan tersebut adalah perbuatan pidana. Jika itu yang terjadi, maka banyak

Universitas Sumatera Utara


perkara yang sudah ditentukan tersangkanya perkaranya dihentikan (SP3). Mestinya

hal tersebut tidak perlu terjadi jika kepolisian memahami makna dari pengertian

penyidikan.

Dalam hal penyidikan, Penyidik belum menentukan tersangka dan hasil

perolehan alat bukti dan barang bukti telah diketahui tidak cukup bukti atau bukan

merupakan perbuatan pidana, apakah penyidik dapat menerbitkan SP3? Dalam

praktek penegakan hukum, kepolisian mengambil “kebijakan” tidak mengeluarkan

SP3, hanya terbatas memberikan SP2HP. Dengan kata lain, dalam praktek penyidikan

SP3 baru dapat diterbitkan jika sudah ditentukan tersangkanya.

Apabila kemudian terhadap laporan polisi yang telah dibuat diketahui telah

dilakukan penghentian penyidikan yang telah diinformasikan Penyidik terkait kepada

pelapor melalui SP2HP, bilamana terdapat alasan keberatan terhadap penghentian

penyidikan tersebut, maka pelapor dapat mengajukan permohonan pra-peradilan

kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat sebagaimana telah diatur dalam ketentuan

Pasal 80 KUHAP yang selengkapnya berbunyi:“Permintaan untuk memeriksa sah

atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh

penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua

pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya”.

Sebelum terdapat penghentian penyidikan yang diinformasikan oleh Penyidik

dalam bentuk SP2HP kepada pelapor, maka selama itu pelapor tidak dapat

mengajukan permohonan pra-peradilan dengan menggunakan alasan “laporan ke

pihak kepolisian tidak diproses secara hukum selama satu tahun, dan tanpa

memberikan keterangan apapun terhadap korban”. Dengan kata lain, permohonan

Universitas Sumatera Utara


pra-peradilan dapat diajukan ketika dihentikannya proses penyidikan sebagaimana

telah dijelaskan.

Mengenai hal tata cara memperoleh SP2HP, berikut dasar hukum terkait,

antara lain:

1. Pasal 12 huruf c Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 16 Tahun 2010 tentang

Tata Cara Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan Kepolisian Negara

Republik Indonesia, yang menyebutkan bahwa SP2HP merupakan informasi

publik yang merupakan hak dari pihak pelapor.

2. Pasal 11 ayat (1) huruf a Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 21 Tahun 2011

tentang Sistem Informasi Penyidikan, yang menyebutkan bahwa informasi

penyidikan diberikan dalam bentuk SP2HP kepada pelapor/pengadu atau

keluarga.Mengenai penyampaian SP2HP kepada pelapor/pengadu atau

keluarga tidak diatur waktu perolehannya. Dahulu dalam ketentuan Pasal 39

ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 12 Tahun 2009 (yang saat ini

sudah dicabut dan diganti dengan berlakunya Peraturan Kepala Kepolisian RI

No. 14 Tahun 2012) disebutkan setiap bulan paling sedikit 1 (satu) penyidik

secara berkala wajib memberikan SP2HP kepada pihak pelapor baik diminta

maupun tidak diminta, namun dalam Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 14

Tahun 2012 tidak lagi diatur mengenai waktu perolehannya. Oleh karena itu

untuk mengetahui perkembangan proses penyidikan yang sedang berlangsung,

pihak pelapor dapat mengajukan permohonan untuk dapat diberikan SP2HP

kepada pihak kepolisian terkait, sebagaimana telah diatur dalam ketentuan

Universitas Sumatera Utara


Pasal 11 ayat (1) huruf a Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 21 Tahun 2011

Jo. Pasal 12 huruf c Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 16 tahun 2010.

3. Pasal 11 ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 21 Tahun 2011

menyebutkan bahwa dalam SP2HP sekurang-kurangnya memuat pokok

perkara, tindakan yang telah dilaksanakan penyidik dan hasilnya, dan

permasalahan/kendala yang dihadapi dalam penyidikan.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berangkat dari uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dalam

penelitian ini dapat ditarik benang merah sebagai kesimpulan akhir, sebagai berikut :

1. Pengaturan penerbitan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan

(SP2HP) dalam peraturan perundang-undangan sesungguhnya hanya diatur

dalam peraturan internal Polri saja. Namun, di dalam KUHAP telah diatur

mengenai penyelidikan dan penyidikan, penyelidik dan penyidik, serta

kewenangannya.

2. Adapun optimalisasi pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP)

berbasis aplikasi online sebagai upaya transparansi penyidikan guna

mewujudkan penyidik Polri yang Profesional, Modern, dan Terpercaya

(Promoter) pada Sat.Reskrim Polrestabes Medan yaitu dengan membuat

SP2HP Online Polrestabes Medan agar dapat dengan mudah diakses oleh

pelapor. Namun, terdapat beberapa hal yang tidak dapat dikemukakan kepada

publik yaitu rencana tindak lanjut penanganan perkara. Sebab, jika rencana

tindak lanjut tersebut dikemukakan kepada publik, maka akan membuat

tindak pidananya sulit untuk diungkapkan kebenarannya.

3. Adapun dampak hukum dari penerbitan SP2HP (Online) di Sat.Reskrim

Polrestabes Medan sebagai upaya transparansi penyidikan untuk melayani

masyarakat, yaitu : dapat diakses oleh siapapun termasuk pihak terlapor

Universitas Sumatera Utara


sendiri dan dapat dijadikan sebagai bukti-bukti untuk diajukan pra-peradilan

di depan persidangan. Walaupun SP2HP Online Polrestabes Medan sangat

mudah untuk diakses nantinya, namun dapat berdampak kepada penanganan

perkaranya.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah disebutkan di atas, maka adapun saran

yang dapat direkomendasikan dalam penelitian ini, antara lain :

1. Bagi Pemerintah RI, agar sebaiknya mendukung Polrestabes Medan dalam

membuat Aplikasi SP2HP Online dengan melakukan penambahan personil

SDM, meningkatkan anggaran Polri, khususnya Polrestabes Medan, dan

mengadakan sarana dan prasarana untuk menunjang dibuatnya sistem server

dan database Aplikasi SP2HP Online Polrestabes Medan.

2. Bagi Penyidik Sat.Reskrim Polrestabes Medan, agar sebaiknya dalam

melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana lebih menjunjung

tinggi hak-hak korban sebagaimana telah diamanatkan dalam berbagai

peraturan perundang-undangan, dan selalu memiliki integritas yang tinggi

untuk penyelesaian perkara.

3. Bagi masyarakat sebagai pelapor, agar sebaiknya mengetahui dan

mempelajari bagaimana cara-cara menggunakan Aplikasi SP2HP Online

Polrestabes Medan untuk mengetahui sampai dimana perkembangan hasil

penyidikan perkara yang dilaporkannya kepada pihak berwajib.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Alfitra, Hapusnya Hak Menuntut & Menjalankan Pidana, Cet. Ke-2, Jakarta : Raih
Asa Sukses, 2014.

Ali, Achmad., Keterpurukan Hukum di Indonesia : Studi Tentang Perkembangan


Pemikiran Hukum di Indonesia, Cet. Ke-2, Surakarta : Muhammadiyah
University Press, 2004.

Arief, Barda Nawawi., Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Jakarta : Kencana
Prenada, 2008.

Bassiouni, M. Cherif., Subtantive Criminal Law, Spingfield, Illionis, USA : Charles


Thomas Publisher, 1978.

Bungin, Burhan., Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,


dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta : Kencana, 2009.

Chaerudin dan Syarif Fadilah, Korban Kejahatan Dalam Perspektif Viktimologi dan
Hukum Pidana Islam, Jakarta : Grhadhika, 2004.

Chazawi, Adami., Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Malang
: Bayumedia Publishing, April 2005.

Davies, Croall, dan Tyrer, An Introduction the Criminal Justice System in England
and Wales, London : Longman, 1995.

Friedman, Lawrence M., American Law : An Introduction, New York : W.W. Norton
& Company, 1984.

Friedman, Lawrence M., American Law An Introduction,(Second Edition),


diterjemahkan oleh Wishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah
Pengantar,Jakarta : Tata Nusa, 2001.

Gosita, Arif., Viktimologi danKUHAP (Yang Mengatur Ganti Kerugian Pihak


Korban), Jakarta: Akademika Pressindo, 1987.

Harahap, M. Yahya., Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,


Penyidikan dan Penuntutan, Cet. Ke-7, Jakarta : Sinar Grafika, 2004.

Universitas Sumatera Utara


Husein, Harun M., Penyidikan dan Penuntutan Dalam Proses Pidana, Jakarta :
Rineka Cipta, 1991.

Jasin, Moehammad., Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang : Meluruskan Sejarah


Kelahiran Polisi Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2012.

Loqman, Loebby., Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Acara Pidana, Jakarta :
Datacom, 2002.

Ngani, Nico., I Nyoman Budi Jaya, dan Hasan Madani, Mengenal Hukum Acara
Pidana Bagian umum dan Penyidikan, Yogyakarta : Liberty, 2010.

P., Petrus Irawan., dan Pandapotan Simorangkir, Lembaga Pemasyarakatan dalam


Perspektif Sistem Peradilan Pidana,Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995.

Pangaribuan, Luhut M.P., Hukum Acara Pidana, Satu Kompilasi Ketentuan-


Ketentuan KUHAP dan Hukum Internasional, Cet. Ke-3, Edisi Revisi,
Jakarta : Djambatan, 2006.

Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Jakarta :


Depdikbud, 1997.

Prinst, Darwan., Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Jakarta : Djambatan, 1989.

Priyanto, Dwidja., Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, Bandung :


Refika Aditama, 2006.

Rahardjo, Satjipto., Biarkan Hukum Mengalir : Catatan Kritis Tentang Pergulatan


Manusia dan Hukum, Jakarta : Kompas, 2007.

----------------------.,Membangun Polisi Sipil : Perspektif Hukum, Sosial, dan


Kemasyarakatan, Cet. Ke-2, Jakarta : Kompas, 2007.

----------------------.,Membedah Hukum Progresif, Jakarta : Kompas, 2007.

Reksodiputro, Mardjono., Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana :


Kumpulan Karangan, Buku Ketiga, Jakarta : Pusat Pelayanan Keadilan dan
Pengabdian Hukum Universitas Indonesia, 1994.

------------------------------., Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana, Jakarta : Pusat


Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, 1994.

Salam, Faisal., Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bandung : Pustaka, 2004.

Saleh, Roeslan., Stelsel Pidana Indonesia, Jakarta : Aksara Baru, 1987.

Universitas Sumatera Utara


Samosir, Djisman., Segenggam Tentang Hukum Acara Pidana, Bandung : Nuansa
Aulia, 2013.

Soegondo, H.R., Sistem Pembinaan Napi, Yogyakarta : Insania Citra, 2006.

Soekanto, Soerjono., Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1986.

Sunaryo, Sidik., Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Malang : UMM Press,
2005.

Tim Penyusun Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,
2008.

Winardi, Pengantar Tentang Teori Sistem dan Analisis Sistem, Bandung : Mandar
Maju,1999.

Zed, Mestika., Metode Penelitian Kepustakaan, Edisi Kedua, Jakarta : Yayasan Obor
Indonesia, Januari 2008.

B. Karya Ilmiah

Farahwati, “Kewenangan Kepolisian Dalam Proses Penyidikan”, Jurnal Universitas


17 Agustus 1945, Samarinda, tanpa tahun.

Ghufron, Nurul., “Kedudukan Saksi Dalam Menciptakan Peradilan Pidana Yang


Bebas Korupsi”, Jurnal Anti Korupsi, Vol. 2, No. 2, PUKAT FHUJ,
November 2012.

Gunawan, Budi., “Tindak Lanjut Penjabaran Program Prioritas dan Kegiatan :


Optimalisasi Aksi Menuju Polri Yang Semakin Profesional, Modern, dan
Terpercaya Guna Mendukung Terciptanya Indonesia Yang Berdaulat,
Mandiri, Berkepribadian Berdasarkan Gotong Royong”, Mabes Polri,
Jakarta, 15 Juli 2016.

Muhdar, Muhamad., “Bahan Kuliah Metode Penelitian Hukum : Sub Pokok Bahasan
Penulisan Hukum”, Universitas Balikpapan, Balikpapan, 2010.

Nizarli, Riza., “Evaluasi Reformasi Kepolisian Dalam Menangani Anak Berhadapan


Dengan Hukum”, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, No. 54, Th. XIII, Agustus 2011.

Razi, Fachruddin., “Mekanisme Pemenuhan Hak Tersangka Melalui Penetapan


Tersangka Menjadi Objek Pra Peradilan”, Jurnal Ilmiah Universitas
Batanghari Jambi, Vol. 16, No. 2, 2016.

Universitas Sumatera Utara


Rumajar, Johana Olivia., “Alasan Pemberhentian Penyidikan Suatu Tindak Pidana
Korupsi”, Lex Crimen Vol. III, No. 4, Agustus – November 2014.

Tim Penyusun Mabes Polri, “Grand Strategi Polri 2005-2025 : Surat Keputusan
Kepala Kepolisian Negara RI No. Pol. SKEP/360/VI/2005 tertanggal 10 Juni
2005”, Mabes Polri, Jakarta, 2005.

C. Internet dan Media Massa

Website Resmi Polrestabes Medan, “Tupoksi Satuan Reserse dan Kriminal


(Satreskrim)”, https://www.polrestabesmedan.net/satuan-fungsi/sat-reskrim/.,
diakses pada hari Selasa, tanggal 07 November 2017.

Website Resmi Polrestabes Medan, “Visi dan Misi”,


https://www.polrestabesmedan.net/profil/visi-dan-misi/., diakses pada hari
Selasa, tanggal 07 November 2017.

Website Resmi Wikipedia.org, “Tito Karnavian”,


https://id.wikipedia.org/wiki/Tito_Karnavian., diakses pada hari Jumat,
tanggal 08 September 2017.

Website temukanpengertian.com, “P e n g e r t i a n O n l i n e”,


http://www.temukanpengertian.com/2013/06/pengertian-online-online-adalah-
online.html., diakses pada hari Minggu, tanggal 10 September 2017.

D. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan


Amandemen.

Undang-Undang No. 1 Tahun 1964 tentang Hukum Pidana atau lazim disebut Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau lazim disebut
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan
Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian
Negara Republik Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Penanganan Perkara Pidana.

Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 21 Tahun 2011 tentang Sistem Informasi


Penyidikan.

Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan


Tindak Pidana.

Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri No. 3 Tahun 2014 tentang Standar
Operasional Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana.

Surat Keputusan Kapolri No. Pol. Skep/360/VI/2005 tentang Grand Strategi


Kepolisian Republik Indonesia 2005-2025.

Standar Operasional Prosedur tentang Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil


Penyidikan (SP2HP) di Sat.Reskrim Polrestabes Medan Tahun 2017.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran ke-1 : Pengaduan Masyarakat Terhadap Penyelidikan dan Penyidikan Sat.Reskrim Polrestabes Medan dan
Jajarannya Bulan Januari 2016

TANGGAL
NO.URUT
DITERIMA NO NO. SURAT ASAL SURAT PERIHAL UNIT/POLSEK PENYIDIK TINJUT
SIUM
SURAT

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Permintaan Lapju SUNGGAL
Rabu B/22/1/2016 B/498/XII/ 2015 KABID AIPTU IMRAN SYAH
1 Lp/1336/VIII/2015/sek B/339/1/2016
08-01-2016 05-01-2016 31-12-2015 PROPAM GINTING
sunggal 12-1-16
Permintaan Lapju Lp/2631 KASI PROPAM
B/ND-05/I/2016 BRIPKA EVA SELLY
2 KASI PROPAM /k.IX/2012/SPKT Rata, 29-09- PPA B/ND-74/11/2016
-1-2016 PARDEDE
2012 23-02-2016
Penyampaian Surat Dumas PIDUM IRWASDA
3 Lp/2837/X/2015/Rata, 11-10- B/ND-24/I/2016 B/1265/11/2016
2015, Dr.Liesna Andnany 26-01-2016 04-02-2016
B. Lp/1758/X/2015/Delta, 12- DELTA B/739/I/2016
4
10-2015 25-01-2016
R/02/1/2016 R/II/I/2016
IRWASDA C. Lp/2849/X/2015/Rata, 12- TIPITER IRWASDA
07-01-2016 07-01-2016
5 10-2015 B/ND-24/I/2016 B/1230/II/2016
20-01-2016 03-02-2016
D. MEDAN KOTA
Jum'at
6 LP/1527/XI/2015/Seh.M.kota, B/739/I/2016
08-01-2016
26-11-2015 25-01-2016
Mohon di tuntaskan
B/N-948/XII/15 penanganan perkara
7 KASI PROPAM HARDA
- an.TURUMAN
Lp/1217/V/2015/Rata
Penyampaian Surat Dumas IRWASDA
R/02/1/16 R/II/I/2016 SUNGGAL B/459/I/16
8 IRWASDA Lp/2262/XII/2015/sek AIPTU IMRAN GULTOM B/4391/IV/2016
07-01-2016 07-01-2016 14-01-2016
sunggal, 08-12-2015 25-04-2016
Jukrah & permintaan lapju
DITERSKRIMUM
B/19/I/2016 Lp/110/I/2015/rata
9 DIRESKRIMUM TIPITER B/4240/IV/2016 25-
08-01-2016 16-01-2015 PANER
04-2016
DAMANIK
B.4/239/PPP/ Komisi Mohon Tinjut
SUNGGAL IRWASDA
Selasa B/139/1/2016 KPAID- Perlindungan Lp/959/X/2015/SPKT Sunggal
10 B/847/I/2016 AIPTU IMRAN GULTOM B/4387/IV/2016
12-01-2016 11-01-2016 SU/I/2016 Anak 22-01-2015
28-01-2016 25-04-2016
11-01-2016 Indonesia

Universitas Sumatera Utara


Penyamapaian Surat Dumas Medan Barat IRWASDA
R/03/I/2016 R/22/I/2016
11 IRWASDA Lp/316/IX/2015/She m.barat, B/583/I/2016 B/1609/I/2016
11-01-2016 11-01-2016
22-09-2015 20-01-2016 11-02-2016
Penyampaian Surat Dumas IRWASDA
R/04/I/2016 R/23/I/2016
12 IRWASDA Lp/2091/VIII/2015/Rata, 06- Harda B/6424/VI/2016 14-
11-01-2016 11 -01-2016
08-2015 06-2016
Selasa Jumlah Permintaan Lapju DIRESKRIMUM
B/34/I/2016 BRIPKA S. MANURUNG,
12-01-2016 13 - Ditreskrimum (Dumas Dari DPD kota Medan PIDUM B/2004/II/2016
11-01-2016 SH
PARTAI PERINDO 22-02-2016
B/149/I/2016 B/7250/XII/2015 KARO Pelimpahan Surat Dinas an. Ir.
14 PIDUM
11-01-2016 03-12-2015 WASIDIK J.Rinaldi Huta Julu
Penyampaian Surat Dumas IRWASDA
R/06/I/2016 R/43/I/2016
15 IRWASDA Lp/2631/XI/2012/Rata, 29-12- PPA B/1197/II/2016
13-01-2016 13-01-2016
2012 02-02-2016
Penyampaian Surat Dumas PS.Tuan
R/07/I/2016 R/42/I/2016
16 IRWASDA Lp/3431/XI/2015 /Percut B/737/I/2016
13-01-2016 13-01-2016
26-01-2016
KABARESKRIM Pemberitahuan
B/175/I/2016 B/7426/XII/2015 POLRI Perkembangan Hasil
17 Harda
13-01-2016 11-12-2015 (KARO Pengawasan Penyidikan
WASIDIK)
Kamis
KABARESKRIM Pemberitahuan
14-01-2016 IRWASDA
B/174/I/2016 B/7365/XII/2015 POLRI Perkembangan Hasil AIPTU BAMBANG
18 Ekonomi B/2397/III/2016
13-01-2016 05-12-2015 (KARO Pengawasan Penyidikan an. HERMANTO, SH
02-03-2016
WASIDIK) LEO ALBERTUS
KABARESKRIM Pelimpahan surat Dumas an.
B/AS/I/2016 B/7419/XII/2016 POLRI PERI ANTONI SURBAKT SH.MH
19 PPA
13-01-2016 11-12-2016 (KARO
WASIDIK)
Jukra X Permintaan Lapju DIRESKRIMUM
B/43/I/2016
20 - Ditreskrimum Lp/1241/V/2011/Rata, 15-05- PIDUM B/1198/11/2016
14-01-2016
2011 02-02-2016
Mohon dikirim sp2hp IRWASDA
Jum'at B/206/I/2016 Harda &
21 Andriani Jafar Lp/852/IV/SPKT/15 B/4453/IV/2016 26-
15-01-2016 15-01-2016 14/1/2016 PIDUM
an.Andriani Jafar 04-2016
Permintaan Lapju Dumas an M. BARU KABID PROPAM
Senin R/08/I/2016 R/92/I/B/2016 KABID
22 INDRA IRAWAN TANJUNG, 16- B/745/I/2016 B/3935/IV/2016 12-
18-01-2016 18-01-2016 18-01-2016 PROPAM
12-2015 25-01-2016 04-2016
Permintaan Lapju Dan PERCUT DIRESKRIMUM
Selasa B/69/I/2016
23 - Ditreskrimum Pelaksanaan Gelar Perkara B/680/I/2016 B/1830/II/2016
19-01-2016 19-01-2016
Lp/2493/VIII/2014/percut 22-01-2016 17-02-2016

Universitas Sumatera Utara


Permintaan Lapju
B/336/I/2016 B/362/I/D/2016 KABID
24 Lp/1167/XI/2012/SPKT III , 09- HARDA
21-01-2016 21-01-2016 PROPAM
11-2012
Jukrah & Permintaan Lapju Lp DIRESKRIMUM
Jum'at B/89/I/2016
25 Ditreskrimum /2791/X/2015/Rata, 7-10- PPA B/3933/IV/2016 12-
20-01-2016 21-01-2016
2015 04-2016
Pelimpahan Surat Dumas an. DIRESKRIMUM
B/349/I/2016 B/7558/XII/2015 KARO
26 SALIM HALIM SH PIDUM B/1470/II/2016
21-01-2016 16-12-2015 WASIDIK
09-02-2016
Pelimpahan Surat Dumas an.
ERWIN GADING Adu selaku M.Area
B/348/I/2016 B/7560/XII/2015 KARO
27 Kuasa Hukum AZUARDI B/857/I/2016
21-01-2016 16-12-2015 WASIDIK
Lp/844/VI/2015/M.Area, 30- 28-01-2016
06-2015
Permintaan Lapju Ps.Tuan
B/335/I/2016 B/361/I/D/2016 KABID
Jum'at 28 Lp/751/III/2015/Ps.Tuan, 06- B/885/I/2016
21-01-2016 21-01-2016 PROPAM
20-01-2016 03-2015 28-01-2016
Permintaan Lapju KASI PROPAM
B/No-17 /I/2016
29 - KASI PROPAM Lp/1063/IV/2015/ Resta, 29- Harda B/ND-20/11/2016
25-01-2016
04-2015 21-02-2016
Jukrah dan Pengiriman DIRESKRIMUM
B/559/I/2016 B/79/I/2016 BRIGADIR FRENGKI
30 DIRESKRIMUM Infosus LP/29/I/2016/Resta RANMOR B/1574/II/2016
28-01-2016 20-01-2016 SIANIPAR, SH
tgl 05-01-2016 an. SAHRIL 16-02-2016
Jukrah dan permintaan lapju HARDA DIRESKRIMUM
B/134/I/2016
31 DIRESKRIMUM LP/475/II/2011/Resta tgl 21- B/ND-49/II/2016 IPTU BENRES TARIGAN B/2042/II/2016
29-01-2016
02-2011 10-02-2016 23-02-2016
Jukrah dan permintaan lapju DIRESKRIMUM
B/138/I/2016 BRIPKA K.COKRO
32 DIRESKRIMUM LP/2234/VIII/2015 PIDUM B/1470/II/2016
29-01-2016 PRANOLO, SP
SENIN 09-02-2016
30-01-2016 Permintaan lapju MEDAN KOTA KABID PROPAM
33 LP/2011/XII/2013/Sek.M. B/1342/II/2016 B/1828/II/2016
B/606/I/2016 B/32/I/2016 KABID Kota an. SUPANDY COUSMAN 05-02-2016 17-02-2016
29-01-2016 29-01-2016 PROPAM LP/1731/VI/2015/Resta tgl SUNGGAL KABID PROPAM
34 29-06-2015 B/1342/II/2016 B/4390/IV/2016 25-
05-02-2016 04-2016

Sumber : Data Pengaduan Masyarakat Sat.Reskrim Polrestabes Medan dan Jajarannya, Januari 2016.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran ke-2 : Pengaduan Masyarakat Terhadap Penyelidikan dan Penyidikan Sat.Reskrim Polrestabes Medan dan
Jajarannya Bulan Februari 2016

TANGGAL
DITERIMA NO NO.URUT SIUM NO. SURAT ASAL SURAT PERIHAL UNIT/POLSEK PENYIDIK TINJUT
SURAT

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Permintaan Lapju DIRESKRIMUM
B/142/II/2016
1 DIRESKRIMUM LP/1764/VII/2015/Resta tgl 03-07-2015 PPA BRIPKA DEARMA B/1475/II/2016
01-02-2016
09-02-2016
Permintaan Lapju KASI PROPAM
B/ND-24/I/2016
2 KASI PROPAM LP/1764/VII/2015/Resta tgl 03-07-2015 PPA BRIPKA DEARMA B/ND-46/II/2016
29-01-2016
10-02-2016
Mengirimkan Data Tunggakan Dumas
Tahun 2015 di SIWAS POLRESTA MEDAN HARDA
3 a. surat Ombudsman RI Nomor: B/ND-55/II/2016
0235/KLA/0148/-.2014/mdn- 16-02-2016
17/XII/2014 tanggal 17 Desember 2014
b. surat Ombudsman RI Nomor: EKONOMI
4 0242/KLA/0169/-.2014/mdn- B/ND-55/II/2016
SELASA 17/XII/2014 tanggal 19 Desember 2014 16-02-2016
02-02- c. surat Komnas HAM RI Nomor: RANMOR
2016 5 0.164/K/PMT/I/2015 tanggal 09 Januari B/ND-55/II/2016
2015 16-02-2016
B/1149/II/2016 KASIWAS
d. surat Komnas HAM RI Nomor: JUDISUSILA
02-02-2016 POLRESTA
6 0.262/K/PMT/I/2015 tanggal 09 Januari B/ND-55/II/2016
2015 16-02-2016
f. LP/2096/K/VIII/2014/SPKT/Resta HARDA
7 Medan B/ND-55/II/2016
16-02-2016
g. STTLP/2236/IX/2014/SPKT/Resta HARDA
8 Medan B/ND-55/II/2016
16-02-2016
i. LP/2166/VIII/2014/Resta Medan HARDA
9 B/ND-55/II/2016
16-02-2016
SELASA 10 B/1149/II/2016 KASIWAS j. STTPL/2911/K/XI/2014 PIDUM

Universitas Sumatera Utara


02-02- 02-02-2016 POLRESTA B/ND-55/II/2016
2016 16-02-2016
k. LP/2686/ K/X/2012/SPKT Resta KASIWAS
MEDAN BARU
Medan B/ND-
11 B/1724/II/2016
128/IV/2016 08-
16-02-2016
04-2016
0020/LNO/0540- tinjut kepastian penyerahan Tsk. An.
SELASA IRWASDA
B/621/II/2016 2015/PD-II/TIM3 OMBUDSMAN SURYA TJIANG kepada KEJARI MEDAN
02-02- 12 HARDA AIPTU BAKHRIAL B/3064/III/2016
01-02-2016 /I/2016 RI LP/334/II/2013/Resta tgl 06-02-2013
2016 21-03-2016
25-01-2016
Pelimpahan Surat Dumas an. ISMAIL
B/678/II/2016 B/38/I/2016 KARO
13 HASAN dari LBH Medan PIDUM
02-02-2016 07-01-2016 WASSIDIK
LP/2316/VIII/2015/Resta
Pelimpahan Surat Dumas an. ISMAIL DIRESKRIMUM
B/679/II/2016 B/7808/XII/2015 KARO
14 HASAN KOTO, SH HARDA B/4697/V/2016
02-02-2016 31-12-2015 WASSIDIK
LP/2977/XI/2014/Resta tgl 25-11-2014 02-05-2016
Pelimpahan Surat Dumas an. HOTMIDA
SUNGGAL DIRESKRIMUM
KAMIS B/677/II/2016 B/7813/XII/2015 KARO Br. BUTAR-BUTAR
15 B/1607/II/2016 B/4004/IV/2016
04-02- 02-02-2016 31-12-2015 WASSIDIK LP/854/V/2015/SUNGGAL tgl 28-05-
11-02-2016 14-04-2016
2016 2015 an. DIANA SIMANJUNTAK
Pemberitahuan Pelimpahan Pengawasan DIRESKRIMUM
B/676/II/2016 B/37/I/2016 KARO
16 Penyidikan LP/2316/VIII/2015/Resta an. PIDUM B/3628/IV/2016
02-02-2016 07-1-2016 WASSIDIK
FAHMI PERDANA PUTRA 05-04-2016
Memberikan Klarifikasi/Lapju
KASIWAS
B/ND-06/II/2016 KASIWAS Penanganan Perkara TP. Penipuan dan AIPTU BAMBANG
17 - EKONOMI B/ND-65/II/2016
03-02-2016 POLRESTA atau penggelapan an. HENGKI IRAWAN HERMANTO, SH
22-02-2016
GULTOM
Permohonan informasi penanganan
SELASA SUNGGAL KABID HUMAS
B/785/II/2016 B/666/II/2016 perkara an. YANI SULASTRI BRIPKA A.H.
09-02- 18 KABID HUMAS B/1843/II/2016 B/4162/IV/2016
09-02-2016 05-02-2016 LP/788/III/2012/Sek. SUNGGAL tanggal NASUTION
2016 17-02-2016 19-04-2016
16-03-2016
Memberikan klarifikasi/Laporan
KASIWAS
B/ND-07/II/2016 KASIWAS Kemajuan Penanganan Perkara TP.
19 HARDA B/ND-73/II/2016
09-02-2016 POLRESTA Penggelapan an. FONASARI BOENJAMIN
23-02-2016
LP/211/I/2014/Resta tgl 24-01-2014
KAMIS
Memberikan klarifikasi/Laporan
11-02- KASIWAS
B/ND-09/II/2016 KASIWAS Kemajuan Penanganan Perkara TP. IPTU BENRES
2016 20 HARDA B/ND-76/II/2016
09-02-2016 POLRESTA Pemalsuan Surat an. H.SYAFII CHAN TARIGAN
23-02-2016
LP/475/II/2011/Resta tgl 21-02-2011
B/ND-10/II/2016 KASIWAS Memberikan klarifikasi/Laporan KASIWAS
21 HARDA
09-02-2016 POLRESTA Kemajuan Penanganan Perkara TP. B/ND-80/II/2016

Universitas Sumatera Utara


Penipuan dan penggelapan an. NONNIE 25-02-2016
MARSELLA SIREGAR
LP/1063/IV/2015/Resta tgl 29-04-2015
Memberikan klarifikasi/Laporan
Kemajuan Penanganan Perkara TP. KASIWAS
B/ND-06/II/2016 KASIWAS AIPTU BAMBANG
22 Penipuan dan penggelapan an. HENGKI EKONOMI B/ND-65/II/2016
09-02-2016 POLRESTA HERMANTO, SH
IRAWAN GULTOM 22-02-2016
LP/1404/VI/2015/Resta tgl 01-06-2015
Memberikan klarifikasi/Laporan
Kemajuan Penanganan Perkara TP.
B/ND-08/II/2016 KASIWAS
23 Penipuan dan penggelapan an. PIDUM
09-02-2016 POLRESTA
NGADIANTO LP/2048/VIII/2014/Resta tgl
16-08-2014
Jukrah dan permintaan lapju DIRESKRIMUM
B/182/II/2016 BRIPKA K. COKRO
24 DIRESKRIMUM LP/2234/VIII/2015/Resta tgl 20-08-2015 PIDUM B/1470/II/2016
11-02-2016 PRANOLO, SP
09-02-2016
Permintaan lapju DIRESKRIMUM
B/180/II/2016 BRIGPOL DARMAN
25 DIRESKRIMUM LP/3248/XII/2012/Resta tgl 01-12-2015 EKONOM B/2150/II/2016
11-02-2016 LUMBANRAJA, SH
25-02-2016
Permintaan lapju LP/334/II/2013/Resta DIRESKRIMUM
26 B/181/II/2016 tgl 06-02-2013 AIPTU BAKHRIAL B/3065/III/2016
DIRESKRIMUM HARDA
KAMIS 11-02-2016 21-03-2016
11-02- 27 LP/2417/IX/2015/Resta tgl 04-11-2015
2016 Jukrah dan permintaan lapju DIRESKRIMUM
B/172/II/2016
28 DIRESKRIMUM LP/2316/VIII/2015/Resta tgl 27-08-2015 PIDUM B/2456/III/2016
11-02-2016
03-03-2016
Mohon ditinjut penanganan perkara an.
29 B/ND-06/II/2016 KASI PROPAM PUJIAWATY (LBH Medan PIDUM
RABU
No.290/LBH/PP/XII/2015 tgl 11-12-2015)
17-02-
Permintaan lapju LP/07/I/2013/Resta tgl KASI PROPAM
2016 AIPTU H. DOLOK
30 B/ND-60/II/2016 KASI PROPAM 02-01-2013 an. MARDJAN HARDA B/110/III/2016
SARIBU, SH
23-03-2016
KAMIS Penyampaian surat dumas HELVETIA
R/303/II/2016
18-02- 31 IRWASDA LP/1160/X/2013/Resta tgl 22-10-2013 B/2050/II/2016
16-03-2016
2016 22-02-2016
Mohon ditindak lanjuti penanganan KASI PROPAM
perkara an.JENNY MENDIAWATY Br. B/ND-
SENIN 32 B/ND-06/II/2016 KASI PROPAM PPA
TARIGAN 135/IV/2016 13-
22-02-
04-2016
2016
B/225/II/2016 Jukrah dan permintaan lapju MEDAN KOTA
33 DIRESKRIMUM
19-02-2016 LP/1572/XII/2015/Sek. Medan Kota tgl - B/2400/III/2016

Universitas Sumatera Utara


12-15 02-03-2016
Permintaan lapju LP/18/I/2013 KASI PROPAM
B/ND-68/II/2016
34 KASI PROPAM HARDA AIPTU JANSEN BARUS B/111/III/2016
20-02-2016
23-03-2016
Penyampaian surat dumas IRWASDA
R/18/II/2016 R/321/II/2016
35 IRWASDA LP/377/V/2015/Resta tgl 25-05-2015 TIPITER B/3877/IV/2016
19-02-2016 18-02-2016
16-04-2016
Permintaan lapju LP/633/V/2015/SPKT I KASI PROPAM
B/ND-61/II/2016 tgl 26-05-2015 an. ANNEKE MAMAHIT B/ND-
36 KASI PROPAM HARDA
18-02-2016 149/IV/2016 30-
04-2016
Memberikan Klarifikasi / Laporan
KASIWAS
SELASA Kemajuan Perkara TP. Memberikan
B/ND-12/II/2016 KASIWAS B/ND-
23-02- 37 Izajah Tanpa Izin Pemerintah TIPITER
22-02-2016 POLRESTA 133/IV/2016 12-
2016 LP/377/V/2015/Resta tgl 25-05-2015 an.
04-2016
TOGAR LUBIS, SH, MH
Permintaan lapju dan gelar perkara DIRESKRIMUM
B/1025/II/2016 B/1080/II/2016 DIRTIPIDUM
38 LP/1764/VII/2015/Resta tgl 03-07-2015 PPA BRIPKA DEARMA B/3786/IV/2016
RABU 22-02-2016 16-02-2016 BARESKRIM
12-04-2016
24-02-
Permintaan lapju dan gelar perkara DIRESKRIMUM
2015 B/1066/II/2016 B/1080/II/2016 DIRTIPIDUM
39 LP/1764/VII/2015/Resta tgl 03-07-2015 PPA BRIPKA DEARMA B/3786/IV/2016
23-02-2016 16-02-2016 BARESKRIM
12-04-2016
Pelaksanaan gelar perkara dan
PERCUT SEI TUAN
B/258/II/2016 permintaan lapju LP/1307/IV/215/Sek
40 DIRESKRIMUM B/2321/III/2016
24-02-2016 Percut tgl 25-04-2015 an. FRANCE
01-02-2016
GUNAWAN
RABU
Permintaan lapju KABID PROPAM
24-02- R/31/II/2016 R/379/II/2016 KABID
41 LP/1764/VII/2015/Resta an. JENNY PPA B/3937/IV/2016
2015 23-02-2016 23-02-2016 PROPAM
MENDIAWATY TARIGAN 12-04-2016
Jukrah dan permintaan lapju PATUMBAK
B/260/II/2016
42 DIRESKRIMUM LP/953/XI/2015/Sek Patumbak B/2396/III/2016
24-02-2016
02-03-2016
Jukrah dan permintaan lapju PERCUT SEI TUAN
B/261/II/2016
43 DIRESKRIMUM LP/2902/X/2015/Sek. Percut tgl 06-10- B/2398/III/2016
24-02-2016
2015 an. ROSMIATI 02-03-2016
RABU Jukrah dan permintaan lapju DIRESKRIMUM
B/259/II/2016
24-02- 44 DIRESKRIMUM LP/651/VI/2015/SPKT I tgl 01-06-2015 EKONOMI AIPTU MASPER SIRAIT B/2348/III/2016
24-02-2016
2015 an. RUSLI 01-03-2016
Permintaan lapju LP/2791/X/2015/Resta KABID PROPAM
B/1033/II/2016 R/361/II/B/2016 KABID
45 tgl 07-10-215 PPA B/3934/IV/2016
23-02-2016 22-02-2016 PROPAM
12-04-2016

Universitas Sumatera Utara


Jukrah dan permintaan lapju PATUMBAK DIRESKRIMUM
B/269/II/2016
46 DIRESKRIMUM LP/1262/XII/2013/Sek Patumbak tgl 05- B/2394/III/2016 B/2716/III/2016
24-02-2016
12-2013 an. HOTMAN SIMANJUNTAK 02-03-2016 10-03-2016
Permintaan Lapju DIRESKRIMUM
ST/156/II/2016 B/253/II/2016
47 DIRESKRIMUM LP/1013/VII/2015/Resta tgl 26-08-2015 RANMOR B/4466/IV/2016
23-02-2016 23-02-2016
TSK. SUSANTO als ALIM 27-04-2016
Permintaan laju LP/2791/X/2015/RESTA KASI PROPAM
B/87/II/16 tgl 07-10-2015 an. LILI B/ND-
48 KASIPROPAM PPA
25-02-2016 136/IV/2016 13-
04-2016
Jukrah dan permintaan lapju PATUMBAK DIRESKRIMUM
49 a.LP/433/V/2015/SEK PATUMBAK, 30- B/2392/III/2016 B/4578/IV/2016
SABTU
05-15 02-03-2016 29-04-2016
24-02-16
b.LP/477/V/2015/SEK SUNGGAL , 25-05- SUNGGAL DIRESKRIMUM
B/296/II/2016
50 DIRESKRIMUM 2015 B/2392/III/2016 B/4017/IV/2016
26-02-16
02-03-2016 14-04-2016
c.LP/651/VI/2015/SPKT I, 01-06-2015 EKONOMI DIRESKRIMUM
51 B/ND-87/III/2016 B/2348/III/2016
02-03-2016 01-03-2016

Sumber : Data Pengaduan Masyarakat Sat.Reskrim Polrestabes Medan dan Jajarannya, Februari 2016.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran ke-3 : Daftar Personil Sat.Reskrim Polrestabes Medan

NO NAMA PANGKAT NRP JABATAN KET

1. 1. FEBRIANSYAH, SIK AKBP 78020891 KASAT RESKRIM


2. 2. RONNI BONIC, SH, SIK, MH KOMPOL 82010932 WAKASAT RESKRIM

URBIN OPS
3. 1. BILIHER SIMARMATA AKP 61030680 KAURBIN OPS
4. 2. JHONSON HUTAJULU IPDA 65010631 KAURMINTU
5. 3. JAKA TERANG GINTING AIPDA 78040740 BRIGADIR URBIN OPS
6. 4. P. SIMANJUNTAK AIPDA 75020308 BRIGADIR URBIN OPS
7. 5. EVA SELLY PARDEDE, SH AIPDA 79071269 BRIGADIR URBIN OPS
8. 6. IRWANSYAH BRIPKA 67040005 BRIGADIR URBIN OPS
9. 7. FERRI HERDIYANSAH BRIPDA 92060697 BRIGADIR URBIN OPS
1967020920141
10. 8. RUDI FANANI PENGDA 21002 PNS URBIN OPS
1971070120091
11. 9. ANGAN DROWA GULO JURU TK-I 01002 PNS URBIN OPS

UNIT IDIK 1 (PIDANA UMUM/PIDUM)


12. 1. RAFLES LANGGAK PUTRA, SIK AKP 86091780 KANIT IDIK 1
13. 2. HERISON MANULLANG IPTU 74030424 KASUBNIT 1 UNIT IDIK 1
14. 3. HARDIANTO, SH IPDA 77070176 KASUBNIT 2 UNIT IDIK 1
15. 4. SIAGA TARIGAN AIPTU 64071080 PENYELIDIK TIM SUS

16. 5. HENDRIK BARSABAS PURBA AIPTU 66050159 PENYELIDIK TIM SUS

17. 6. UUN MUHAMMADIYAH AIPTU 68030091 PENYELIDIK TIM SUS

18. 7. DINAS MASRI TARIGAN AIPTU 71070427 PENYELIDIK TIM SUS

19. 8. PADOLI AIPTU 72110108 PENYELIDIK TIM SUS

20. 9. JASRIL MANDAI, SH AIPTU 74110500 PENYELIDIK TIM SUS

21. 10. IDRIS TARIGAN, SH AIPTU 79060051 PENYELIDIK TIM SUS

22. 11. RONI ADITIA WARMAN AIPDA 75070187 PENYELIDIK TIM SUS

23. 12. BUDI SUSATYO BRIPKA 76040110 PENYELIDIK TIM SUS

24. 13. ZEFRY NADAPDAP, SH BRIPKA 84060444 PENYELIDIK TIM SUS

25. 14. D.P. RUMAPEA BRIGADIR 78081426 PENYELIDIK TIM SUS

26. 15. UNU SWADOYO BRIGADIR 78041171 PENYELIDIK TIM SUS

27. 16. BENNI ARDINAL BRIGADIR 81010202 PENYELIDIK TIM SUS

28. 17. FRAMOCHYRO SIJABAT BRIGADIR 85101710 PENYELIDIK TIM SUS

29. 18. RICKY SWANDA BRIGADIR 87050241 PENYELIDIK TIM SUS

30. 19. SYARIF MANIK AIPTU 67090567 PENYELIDIK


31. 20. BUDIANTO AIPTU 66100590 PENYELIDIK
32. 21. NURUL ANDIKA AIPTU 66120281 PENYELIDIK
33. 22. RANTO SIBURIAN AIPTU 67100196 PENYELIDIK
34. 23. SYAMSIR HARAHAP AIPTU 68110409 PENYELIDIK
35. 24. MURPY RUDOLF E. SIHOTANG AIPTU 75090554 PENYELIDIK
36. 25. RIAN AMAL SINURAT AIPTU 76060032 PENYELIDIK
37. 26. MASRI AIPDA 71110388 PENYELIDIK
38. 27. RAPOLO SIAHAAN, SH AIPDA 79010131 PENYELIDIK
39. 28. MUCHLISANSORI SIREGAR, SH BRIPKA 79120878 PENYELIDIK
40. 29. NDAHIKEN SEMBIRING BRIPKA 80070755 PENYELIDIK
41. 30. ESPANA ROSSI SEMBIRING, SH BRIPKA 82070026 PENYELIDIK
42. 31. IMRON SILALAHI BRIPKA 77030528 PENYELIDIK

Universitas Sumatera Utara


NO NAMA PANGKAT NRP JABATAN KET

43. 32.
JAWANDRY MUNTHE BRIPKA 81010521 PENYELIDIK
44. 33.
ROBBY PRATAMA SEMBIRING BRIGADIR 85071461 PENYELIDIK
45. 34.
M. NIRWANSYAH, SH BRIGADIR 85091358 PENYELIDIK
46. 35.
ALISPER SIMANJUNTAK, SH IPDA 59090178 P.PEMBANTU
47. 36.
J.E. SIANTURI, SH AIPTU 72030249 P.PEMBANTU
48. 37.
RIKARDO SITOHANG, SH AIPDA 78100626 P.PEMBANTU
49. 38.
HAMZAR NODI, SH, MH AIPDA 80010976 P.PEMBANTU
50. 39.
ALAM SURYA WIJHAYA AIPDA 77050464 P.PEMBANTU
51. 40.
KRISMAN COKRO PRANOLO, SP BRIPKA 78120298 P.PEMBANTU
52. 41.
SWANTO MANURUNG BRIPKA 77111003 P.PEMBANTU
53. 42.
HARI WIBOWO BRIPKA 82071295 P.PEMBANTU
54. 43.
IRVANSYAH BRIGADIR 84111474 P.PEMBANTU
55. 44.
DENI MUSTIKA SUKMANA, SE BRIGADIR 87070134 P.PEMBANTU
56. 45.
ROMMY YUDISTIRA BRIGADIR 89010469 P.PEMBANTU
57. 46.
ANRI SAKTI MUROSWANA BRIGADIR 89100248 P.PEMBANTU
58. 47.
ROBERTO SIMANJUNTAK BRIPDA 94100422 P.PEMBANTU
59. 48.
B. DOLOKSARIBU, SH AIPTU 64050057 P.PEMBANTU
60. 49.
LINTONG TANJUNG AIPTU 64010221 P.PEMBANTU
61. 50.
NATAL LUMBAN TORUAN AIPTU 73120106 P.PEMBANTU
62. 51.
MARULI H MANULANG AIPTU 76060027 P.PEMBANTU
63. 52.
MANAD PERRY SIANIPAR, SH AIPDA 79020528 P.PEMBANTU
64. 53.
JULITA SAMOSIR BRIPKA 84070300 P.PEMBANTU
65. 54.
OKMA BRATA BRIGADIR 86100425 P.PEMBANTU
66. 55.
EDWIN R. NAPITUPULU BRIGADIR 86110291 P.PEMBANTU
ANGGIA SAMMI HALOMOAN
67. 56. BRIPDA 94090272 P.PEMBANTU
SIREGAR
68. 57. MAYTHA ARDIANSYAH BRIPDA 95050649 P.PEMBANTU
69. 58. S.M. SARAGI AIPTU 67100179 BA MIN JAHTARAS

UNIT IDIK 2 (HARDA)


70. 1. M. SYARIF GINTING IPTU 68090159 KANIT IDIK 2
71. 2. NELSON ARITONANG IPTU 67050230 KASUBNIT 1 UNIT IDIK 2
72. 3. NELSON SILALAHI, SH IPTU 76020099 KASUBNIT 2 UNIT IDIK 2
73. 4. EDY SUCIPTO AIPTU 62100127 PENYELIDIK
74. 5. OSKARSIUS SIHALOHO AIPTU 70090270 PENYELIDIK
75. 6. GUNAWAN AIPTU 71080451 PENYELIDIK
76. 7. EDISON SEMBIRING, SH AIPTU 74080421 PENYELIDIK
77. 8. HERI SUTOMO AIPTU 75090038 PENYELIDIK
78. 9. JANSEN BARUS, SH AIPTU 61030413 P.PEMBANTU
79. 10. BAKHRIAL AIPTU 62070664 P.PEMBANTU
80. 11. GUNAWAN ABDI, SH AIPTU 64110018 P.PEMBANTU
81. 12. SUDARMONO, SH AIPTU 69120214 P.PEMBANTU
82. 13. RUDIANTO MANURUNG, SH AIPTU 72050011 P.PEMBANTU
83. 14. SAN MEIANTO SAMOSIR AIPDA 72050439 P.PEMBANTU
84. 15. BUDI YANTO, SH AIPDA 79050962 P.PEMBANTU
85. 16. FACHRI, SH AIPDA 79100928 P.PEMBANTU
86. 17. LASDOYAN SILALAHI, SH, MH BRIPKA 79111085 P.PEMBANTU
87. 18. DARMA BRIGADIR 84081326 P.PEMBANTU
88. 19. M. FARIJ, SH BRIGADIR 86010087 P.PEMBANTU
89. 20. KORES GINTING BRIGADIR 86111182 P.PEMBANTU

Universitas Sumatera Utara


NO NAMA PANGKAT NRP JABATAN KET

UNIT IDIK 3 (TIPITER)


90. 1. UCOX P. NUGRAHA, SIK IPTU 90030382 PS KANIT IDIK 3
91. 2. SAMSUDIN SIPAHUTAR, SH IPTU 62080546 KASUBNIT 1 UNIT IDIK 3
92. 3. PRASTIYO TRIWIBOWO, SIK IPTU 92030429 KASUBNIT 2 UNIT IDIK 3
93. 4. H. ARIFNI MARZAL IPDA 60010399 PENYELIDIK
94. 5. TOHONG AIPTU 62050511 PENYELIDIK
95. 6. M. NUR AIPTU 63100286 PENYELIDIK
96. 7. SUPRIYATNO AIPTU 65100306 PENYELIDIK
97. 8. TONNY PURBA, SH AIPTU 68050470 PENYELIDIK
98. 9. ISWANTO AIPDA 76120732 PENYELIDIK
99. 10. ZULHIJRI, SH AIPDA 79110057 PENYELIDIK
100. 11. SARWEDI BRIPKA 83090032 PENYELIDIK
101. 12. JOKO AFRIANTO BRIPKA 85040533 PENYELIDIK
102. 13. ISHERIANTO BRIGADIR 79100673 PENYELIDIK
103. 14. EDWARD SIMATUPANG, SH AIPTU 62080931 P.PEMBANTU
104. 15. MANGIRING SIAHAAN, SH AIPTU 73030485 P.PEMBANTU
105. 16. SAHAT P. TAMPUBOLON, SH AIPTU 73090079 P.PEMBANTU
106. 17. SARMA RAJAGUKGUK AIPDA 78080697 P.PEMBANTU
107. 18. FRENGKI SIANIPAR, SH BRIGADIR 86020806 P.PEMBANTU
108. 19. EDY SYAHPUTRA BRIGADIR 86020755 P.PEMBANTU
109. 20. CLARA REGINA SARAGIH BRIPDA 96050117 P.PEMBANTU
1969051220141
110. 21. WIZAR LUBIS PENDA 21006 PNS UNIT TIPITER

TEAM TIPIKOR
111. 22. ADE RUSLI SINAGA, SH AIPTU 76030038 P.PEMBANTU
112. 23. REMBANGI SURBAKTI, SH AIPDA 79020981 P.PEMBANTU
113. 24. DEDHI SUPRAYUDI BRIPKA 80020562 P.PEMBANTU
114. 25. IRALFAT YARONI DACHI, SH BRIGADIR 86090640 P.PEMBANTU

UNIT IDIK 4 (RANMOR)


115. 1. HERI EDRINO SIHOMBING, SIK AKP 87061681 KANIT IDIK 4
116. 2. IMANUEL GINTING, SH, MH IPDA 78120678 KASUBNIT 1 UNIT IDIK 4
117. 3. R.E. SITOHANG, SH IPDA 68110440 KASUBNIT 2 UNIT IDIK 4
118. 4. MANUMPAK HUTASOIT AIPTU 61110458 PENYELIDIK
119. 5. HERIAWAN BRIGADIR 85050908 PENYELIDIK
TIM SUS
120. 6. SUNARTO BRIPTU 60010229 PENYELIDIK II
TIM SUS
121. 7. PRANANTA GINTING BRIPTU 88070913 PENYELIDIK II
122. 8. TOBOK P. SILABAN AIPDA 81060211 P.PEMBANTU
123. 9. SUGENG RAHARJO, SH BRIPKA 80100461 P.PEMBANTU
124. 10. BOYJUNG SIAHAAN BRIPKA 81030820 P.PEMBANTU
125. 11. RUDY SYAHPUTRA BRIPKA 84090956 P.PEMBANTU
126. 12. M. DIMPOS SITUMORANG, SH BRIPKA 85110442 P.PEMBANTU
127. 13. YOPI RINALDI RITONGA BRIPDA 93010679 P.PEMBANTU
128. 14. HADI RYSMAWAN BRIPDA 93120888 P.PEMBANTU
129. 15. HENGKY SETIAWAN BRIPDA 95060224 P.PEMBANTU
130. 16. DELLA AYUZA BRIPDA 96110136 P.PEMBANTU
131. 17. PAMAWINDA SIMANUNGKALIT BRIPDA 96110183 P.PEMBANTU

Universitas Sumatera Utara


NO NAMA PANGKAT NRP JABATAN KET

PENGDA TK- 1978091020091


132. 18. WINDIANA 02001 PNS UNIT RANMOR
I
1984020720141
133. 19. MARIA GORETTY SIGALINGGING PENGDA 22002 PNS UNIT RANMOR

UNIT IDIK 5 (PIDANA EKONOMI/PIDEK)


134. 1. OLMA FRIDOKI, SH, SIK AKP 83101429 KANIT IDIK 5
135. 2. MEMBELA KARO-KARO IPTU 67120174 KASUBNIT 1 UNIT IDIK 5
IQBAL RAMADHAN SATRIA
136. 3. IPTU 93030353 KASUBNIT 2 UNIT IDIK 5
PRAWIRA, SIK
137. 4. BUDIMAN SIMARMATA AIPTU 61100081 PENYELIDIK
138. 5. DUDUNG SUHENDI AIPTU 66100148 PENYELIDIK
139. 6. AGUS SITUMORANG, SH AIPTU 61100469 PENYELIDIK
140. 7. JHON DONNY OSMOND AIPTU 73060427 PENYELIDIK
141. 8. ROMI SUHENDRO HUTABARAT AIPDA 76100100 PENYELIDIK
142. 9. SUHERMAN BRIPKA 81040189 PENYELIDIK
143. 10. ERWIN OKTORIAN, SE BRIPKA 81100119 PENYELIDIK
144. 11. SAN FRANSISCO PURBA, SH BRIPKA 82070169 PENYELIDIK
145. 12. AZRIADI, SH BRIPKA 81110641 PENYELIDIK
146. 13. BAMBANG HERMANTO, SH AIPTU 69040094 P.PEMBANTU
147. 14. MASPER SIRAIT AIPTU 69120400 P.PEMBANTU
148. 15. IMAN SEMBIRING AIPTU 72050110 P.PEMBANTU
149. 16. RAHMAD GINTING, SH AIPDA 76060702 P.PEMBANTU
150. 17. TONI AIPDA 73020186 P.PEMBANTU
151. 18. DARMAN LUMBAN RAJA, SH BRIPKA 85060615 P.PEMBANTU
152. 19. VICTORY SINULINGGA BRIGADIR 87110662 P.PEMBANTU
153. 20. ANDRI SYAHPUTRA NST, SH BRIGADIR 87120875 P.PEMBANTU
154. 21. HERLINA RIZKIAH HRP BRIPDA 94110705 P.PEMBANTU
1980111920141
155. 22. AHMAD NURIADIN PENGDA 21001 PNS UNIT EKONOMI

UNIT IDIK 6(PPA)


156. 1. EFRIYANTI, SH AKP 72040047 KANIT IDIK 6
157. 2. HAPPY MARGOWATI SUYONO, SIK IPTU 91060384 KASUBNIT 1 UNIT IDIK 6
158. 3. PERIDA APRIANI SISERA, SIK IPTU 91040317 KASUBNIT 2 UNIT IDIK 6
159. 4. H.BUTAR-BUTAR AIPTU 60060925 PENYELIDIK
160. 5. M.A. SIREGAR AIPTU 63020343 PENYELIDIK
161. 6. BARMEN LUMBAN TOBING AIPTU 65120388 PENYELIDIK
162. 7. DARWIN LUMBAN TORUAN AIPTU 62040391 PENYELIDIK
163. 8. SADIRAN AIPTU 63070546 PENYELIDIK
164. 9. AMIR SYARIFUDDIN SITORUS AIPTU 67040276 PENYELIDIK
165. 10. H. HEDY SUKENDRO AIPTU 68080010 PENYELIDIK
166. 11. DEWI SUGIH AIPTU 65050403 P.PEMBANTU
167. 12. BETTY SURYATI, SH AIPDA 77070115 P.PEMBANTU
168. 13. SITI FAUZIAH NASUTION BRIPKA 78091103 P.PEMBANTU
169. 14. YUKI AMELIA, SH BRIGADIR 88100168 P.PEMBANTU
170. 15. RUTH LUCIANA MANIK BRIPDA 92110855 P.PEMBANTU
171. 16. HANNA MANALU BRIPDA 93110979 P.PEMBANTU
172. 17. DINA ULFHA SARI LUBIS BRIPDA 95010604 P.PEMBANTU
173. 18. BELLA CINTYA P. ARIESTANTI BRIPDA 95060484 P.PEMBANTU
174. 19. FANNY DWI SANDY BRIPDA 96020479 P.PEMBANTU

UNIT IDENTIFIKASI

Universitas Sumatera Utara


NO NAMA PANGKAT NRP JABATAN KET

175. 1. JOHNY ROY ARITONANG, SH IPTU 67040079 PS. KAUR IDENT


176. 2. HAMDAN SIREGAR AIPTU 62110460 BRIGADIR IDENT
177. 3. AHMAD AMNAR AIPTU 65080210 BRIGADIR IDENT
178. 4. REZEKI TUA PANDIANGAN, SE AIPTU 74100336 BRIGADIR IDENT
PENGATUR 1969122919980
179. 5. RAFA`I TK-I 31004 PNS UNIT IDENT
1984021520141
180. 6. NUR HIDAYAT PENGDA 21001 PNS UNIT IDENT
1984021820141
181. 7. ARLAN HUTAHAEAN PENGDA 21002 PNS UNIT IDENT
1980060720141
182. 8. SUGIANTO PENGDA 21002 PNS UNIT IDENT
1979051420141
183. 9. RIDWAN PANJAITAN PENGDA 21001 PNS UNIT IDENT

Sumber : Data Sekunder Yang Diolah, Daftar Personil Sat.Reskrim Polrestabes Medan Tahun
2017.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran ke-4 : Dukungan Sarana dan Prasarana Polrestabes Medan Tahun 2016

KEADAAN/ KONDISI
NO JENIS STN. SP LP TLP JLH.

I Kendaraan Bermotor
1 Mini Bus Unit 1 - - 1
2 Jeep Unit 1 - - 1
3 Sedan Unit - 1 - 1
II Peralatan Kantor
1 Lemari Kayu Unit 6 - 1 7
2 Rak Besi Unit 1 - - 1
3 Rak Kayu Unit 6 1 - 7
4 Filling Cabinet Kayu Unit 2 - - 2
5 Brangkas Unit 1 - - 1
6 Laci Box Unit 9 - - 9
7 Alat Penyimpanan Perlengkapan Unit 1 - - 1
Kantor Lainnya
8 CCTV Unit 1 - - 1
9 White Board Unit 4 - 3 7
10 Peta Unit 1 - - 1
11 Alat Perekam Suara Unit 1 - - 1
12 Pintu Elektrik Unit 2 - - 2
13 Teralis Unit 1 - - 1
14 Perkakas Kantor Unit 6 - - 6
15 Meja Kerja Kayu Unit 57 - 3 60
16 Kursi Besi Metal Unit 115 - 4 119
17 Kursi Kayu Unit 6 - - 6
18 Bangku Panjang Kayu Unit 1 - - 1
19 Meja Rapat Unit 1 - - 1
20 Meja Komputer Unit 3 - - 3
21 Jam Mekanis Unit 1 - - 1
22 AC. Split Unit 11 - - 11
23 Kipas Angin Unit 1 - - 1
24 Televisi Unit 2 - 2 4
25 Dispenser Unit 2 - 3 5
26 Gordyn Unit 1 - - 1
III Peralatan Elektronik

Universitas Sumatera Utara


1 Kabel Meter 500 - - 500
2 Camera Digital Unit 3 - - 5
3 Telephone (PABX) Unit 7 - - 3
4 Pesawat Telepon Unit 1 - - 7
5 Komputer PC Unit 2 - - 1
6 UPS Unit 6 - - 6
7 Handy Cam Unit 1 - - 1
III Peralatan Khusus
1 Rochet Draver Vesse Unit 5 - - 5
2 GPS Unit 1 - - 1
3 Alsus Reserse Lainnya Unit 9 - - 9
4 PC Unit Unit 28 - - 28
5 Laptop Unit 4 - - 4
6 Notebook Unit 5 - - 5
7 Storage Modul Disk Unit 1 - - 1
8 Data Patch Panel Unit 2 - - 2
9 CPU Unit 4 - - 4
10 Monitor Unit 6 - - 6
11 Printer Unit 12 12
12 Keyboard Unit 1 - - 1
13 Peralatan Personal Komputer Unit 2 - - 2
Lainnya
14 Server Unit 5 - - 2
15 Modem Unit 2 - - 2
16 Rak Server Unit 5 - - 1
17 Firewall Unit 2 - - 1
18 Switch Unit 1 - - 2
19 KVM Keyboard Video Monitor Unit 1 - - 1
20 AC Unit 1 - - 2
21 CD/VCD/DVD/ID Unit - - 1 1
22 Software Komputer Unit 34 - - 34

Keterangan :
- SP = Siap Pakai
- LP = Layak Pakai
- TLP = Tidak Layak Pakai
Sumber : Data Sarpras, Subbag.Sarpras. Polrestabes Medan Tahun 2016.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai