TESIS
OLEH
TESIS
OLEH
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulilah, Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis serta Nabi Muhammad SAW atas doa serta
dalam mengerjakan penelitian ini sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi
Sumatera Utara.
terima kasih sebesaar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum., sebagai Ketua Program Magister (S2) dan
Doktor (S3) Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara dan
layak.
3. Prof. Dr. Madiasa Ablisar, S.H., MS., sebagai Dosen Pembimbing I yang
yang dengan tekun memberikan masukan dan kritikan yang membangun dan
juga sebagai panutan penulis untuk segera memasuki jenjang pendidikan yang
(S3) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatear Utara dan juga
6. Ibu Dr. Chairul Bariah, S.H., M.Hum., sebagai Dosen Penguji II yang telah
lakukan.
7. Para Dosen dan Tata Usaha Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas
8. Terima kasih penulis kepada istri saya Pratiwi Maya Sari, anak-anakku Faatia
Pinkan Calista Athalia Mahendra dan Faatir Alvaro T.A. Mahendra yang
Idayanti Lintang, Isniar Handayani, Suganti, Yani, Juli, Hendra, Herman, dan
Hilman, yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis selama
menyelesaikan studi.
Akhir kata kiranya tulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak
Indonesia.-
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kepada masyarakat. 1 Polri dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Kapolri). Sejak tanggal 13 Juli 2016 jabatan Kapolri dipegang oleh
menginginkan pemisahan Polri dan ABRI dalam tubuh Polri sendirisudah banyak
oleh Presiden RI B.J Habibie melalui Instruksi Presiden RI No. 2 Tahun 1999 tentang
menyatakan bahwa Polri dipisahkan dari ABRI. 3Secara internal Polri mengartikan
1
Pasal 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2
Website Resmi Wikipedia.org, “Tito Karnavian”,
https://id.wikipedia.org/wiki/Tito_Karnavian., diakses pada hari Jumat, tanggal 08 September 2017.
3
Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang : Meluruskan Sejarah Kelahiran
Polisi Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2012).
kemudian, keluarlah TAP MPR No. VI Tahun 2000 tentang Pemisahan Polri dan
TNI, serta TAP MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran POLRI,
4
Riza Nizarli, “Evaluasi Reformasi Kepolisian Dalam Menangani Anak Berhadapan Dengan
Hukum”, Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 54, Th. XIII, Agustus 2011, hlm. 36.
Fraksi ABRI (termasuk Polri) dari DPR, perubahan doktrin,pelatihan dan tanda
Polri pasca reformasi diatur dalam Peraturan Presiden RI No. 52Tahun 2010 tentang
Keamanan Dalam Negeri, yang tetap mengacupada Grand Strategi Polri (2005–
5
Grand Strategi Polri (2005 – 2025) tertuang dalam Surat Keputusan Kapolri No. Pol.
Skep/360/VI/2005 tentang Grand Strategi Kepolisian Republik Indonesia 2005-2025.
ditimbulkan oleh penyidik saat melakukan penyidikan. Oleh sebab itu, dibutuhkan
6
Tim Penyusun Mabes Polri, “Grand Strategi Polri 2005-2025 : Surat Keputusan Kepala
Kepolisian Negara RI No. Pol. SKEP/360/VI/2005 tertanggal 10 Juni 2005”, Mabes Polri, Jakarta,
2005, hlm. 21-22.
7
Lihat : Grand Strategy Polri Tahap I (Trust Building), Tahap II (Partnership Building, 2011-
2015), dan Tahap III (Strive For Excellence, 2015-2025).
Terlebih dalam era digital saatini dimana sistem informasi dan komunikasi
digital). Jajaran Polri-pun turut dituntut untuk bisa beradaptasi dengan peran
antara lain :
a. Kasus ringan, SP2HP diberikan pada hari ke-10, hari ke-20 dan hari ke-30
b. Kasus sedang, SP2HP diberikan pada hari ke-15, hari ke-30, hari ke-
c. Kasus sulit, SP2HP diberikan pada hari ke-15, hari ke-30, hari ke-45,hari
d. Kasus sangat sulit, SP2HP diberikan pada hari ke-20, hari ke-40, harike-
pertama.
bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
8
Pasal 1 angka 27 Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan
dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
9
Lihat : Pasal 1 angka 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut
“KUHAP”) Jo. Pasal 1 angka 2 Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan
Tindak Pidana.
adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia (Polri) yang diberikan wewenang
masyarakat, 12 karena Polri terbentuk dari masyarakat dan bekerja untuk masyarakat,
oleh karenanya Polri harus Profesional, Modern dan Terpercaya (Promoter). 13 Dalam
hal ini, berbagai Jumlah Tindak Pidana (JTP) yang ditangani, dilaksanakan melalui
berkas perkara.
tindak pidana yang dilaporkan kepadanya. Di Polrestabes Medan, telah dibuat suatu
dengan mudah mengakses segala informasi terkait dengan laporan polisi yang
10
Lihat : Pasal 1 angka 5 KUHAP Jo. Pasal 1 angka 9 Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012
tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
11
Lihat : Pasal 1 angka 1 dan Pasal 1 angka 4 KUHAP Jo. Pasal 1 angka 4 dan Pasal 1 angka
8 Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
12
Pasal 13 huruf (b) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia (selanjutnya disebut “UU Polri”). Sementara itu, dalam kaitannya dengan Polri sebagai
penyidik didasarkan kepada ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf (g) UU Polri, yang menyatakan bahwa
“Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap
semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya”.
Jadi, dapat dikatakan bahwa UU Polri memberikan wewenang kepada Polri untuk melakukan tugas
penyelidikan dan penyidikan, namun tidak secara eksplisit mengatur mengenai penyelidikan dan
penyidikan, sehingga UU Polri masih tetap mengacu kepada KUHAP maupun peraturan perundangan
lainnya yang berkaitan dengan penyelidikan dan penyidikan.
13
Budi Gunawan, “Tindak Lanjut Penjabaran Program Prioritas dan Kegiatan : Optimalisasi
Aksi Menuju Polri Yang Semakin Profesional, Modern, dan Terpercaya Guna Mendukung Terciptanya
Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri, Berkepribadian Berdasarkan Gotong Royong”, Mabes Polri,
Jakarta, 15 Juli 2016, hlm. 8-11.
dukungan personil yang kurang, dukungan keuangan yang tidak memadai, dan
dukungan sarana dan prasarana yang juga masih swadaya, ditambah lagi metode
penggunaan aplikasi tersebut masih belum ada dan belum diajarkan kepada masing-
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari uraian latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang
C. Tujuan Penelitian
Berangkat dari rumusan masalah sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini,
antara lain :
undangan;
melayani masyarakat.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Sumatera Utara.
2. Secara Praktis
melayani masyarakat.
E. Keaslian Penelitian
tindak pidana, akan tetapi, bukan tentang SP2HP dalam penyelidikan dan penyidikan.
Rumusan masalah pada penelitian tersebut juga berbeda dari penelitian ini, antara lain
Tabel 1
Penelitian Terdahulu
Sumber : Database Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan Cabang Universitas
Sumatera Utara di Fakultas Hukum USU, diakses hari Jumat, tanggal 08 September 2017.
penelitian yang berbeda. Begitu juga dengan kajiannya, yaitu mengenai penerbitan
kepada masyarakat dalam rangka mewujudkan Polri yang Profesional, Modern, dan
Terpercaya (Promoter), baik itu mengenai rumusan masalah maupun kajiannya tidak
ada yang sama dengan penelitian terdahulu. Jadi, penelitian ini dapat
1. Kerangka Teori
pisau analisis. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini dikaitkan dengan
permasalahan yang diangkat di atas, maka teori yang digunakan adalah teori
digunakan teori sistem hukum yang dikemukan oleh Lawrence M. Friedman yang
membagi sistem hukum dalam tiga unsur yakni : struktur, substansi dan kultur
hukum. Struktur dari sistem hukum terdiri dari unsur berikut ini : jumlah dan ukuran
pengadilan, yurisdiksinya (yaitu jenis perkara yang mereka periksa, dan bagaimana
serta mengapa), dan cara naik banding dari satu pengadilan ke pengadilan lainnya.
Struktur juga berarti bagaimana badan legislatif ditata, berapa banyak anggota yang
duduk di Komisi Dagang Federal, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seorang
presiden, prosedur apa yang diikuti oleh departemen kepolisian dan sebagainya. 14
organ, pejabat-pejabat, badan atau lembaga yang mengawasi peraturan hukum dan
14
Lawrence M. Friedman, American Law An Introduction,(Second Edition), diterjemahkan
oleh Wishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar,(Jakarta : Tata Nusa, 2001), hlm. 7.
tegaknya hukum yang dibuat. Struktur hukum disini adalah Kepolisian RI, lebih
spesifik lagi adalah Polrestabes Medan. Penyidik Polrestabes Medan berhak dan
berlaku dalam masyarakat, dan pola prilaku nyata manusia yang berada dalam sistem
terdapat dalam kitab-kitab hukum (law in books)dalam hal ini berbicara mengenai
penyidikan tindak pidana, maka tidak terlepas dari KUHP dan KUHAP serta
Bareskrim Mabes Polri, tetapi juga pada hukum yang hidup (living law) termasuk di
dalamnya ”produk” yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem itu,
mereka susun. 16 Substansi hukum itu adalah alur jalan atau peraturan untuk
melaksanakan aturan main dalam pasar modal dan tindak pidana pencucian uang.
15
Ibid., hlm. 9.
16
Ibid., hlm. 8.
diartikan pula sebagai suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan
dipengaruhi oleh “sub-budaya hukum” seperti sub-budaya orang kulit putih, orang
hukum, pengusaha, dan lain sebagainya. Sub-budaya hukum yang sangat menonjol
dan sangat berpengaruh terhadap hukum adalah budaya hukum dari “orang dalam”
(insiders) yaitu hakim dan para penegak hukum yang bekerja dalam sistem hukum
itu. 17 Kultur hukum adalah budaya hukum suatu masyarakat untuk menegakkan
hukum tersebut yang sudah dibuat, diawasi, ditegakkan oleh lembaga-lembaga yang
tersebut di atas. Budaya hukum merupakan “kunci starter” atas jalannya hukum itu.
Budaya hukum setiap masyarakat jelas berbeda-beda. Inilah yang dituntut oleh
masyarakat agar para pejabat publik yang berfungsi sebagai penyidik dalam
penyidikan tindak pidana agar memiliki budaya hukum yang baik demi menegakkan
peraturan perundang-undangan.
bahwa 18 :
17
Ibid., hlm. 10.
18
Satjipto Rahardjo, Membangun Polisi Sipil : Perspektif Hukum, Sosial, dan
Kemasyarakatan, Cet. Ke-2, (Jakarta : Kompas, 2007), hlm. xxv.
hukum yang berkeadilan, B.M. Taverne, seorang pakar hukum negeri Belanda, yang
terkenal dengan kata-katanya yang berbunyi : “geef me goede rechter, goede rechter
met een slecht wetboek van strafprosesrecht het goede beruken”, artinya : “Berikan
aku hakim, jaksa, polisi, dan advokat yang baik, maka aku akan berantas kejahatan
meskipun tanpa secarik undang-undang pun”. Dengan kata lain lagi, “Berikan padaku
hakim dan jaksa yang baik maka dengan hukum yang buruk sekalipun saya bisa
undang-undang tanpa didukung oleh aparatur penegak hukum yang baik, memiliki
penyidikan apakah dirinya seseorang yang adil dan menjunjung tinggi asas praduga
tak bersalah, atau tidak, maka dapat dilihat berdasarkan Kode Etik Profesi Kepolisian
yang sudah ditetapkan dan dituangkan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya Pasal 34 dan Pasal 35.
19
Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, (Jakarta : Kompas, 2007), hlm. 6.
20
Satjipto Rahardjo, Biarkan Hukum Mengalir : Catatan Kritis Tentang Pergulatan Manusia
dan Hukum, (Jakarta : Kompas, 2007), hlm. 103.
(1) “Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat
pada Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menjadi
pedoman bagi pengemban fungsi kepolisian lainnya dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di
lingkungannya.
(3) Ketentuan mengenai Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri”
Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
21
Bagian Menimbang Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Peraturan yang mengatur tentang organisasi dan tata kerja Komisi Kode Etik
dikeluarkan Peraturan Kapolri No. 19 Tahun 2012 tentang Susunan Organisasi dan
seseorang yang adil dan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah berdasarkan tiga
melanggar salah satu dari tiga kriteria tersebut, maka dapat diduga Penyidik tersebut
Friedman mengenai hukum yang baik harus mengandung substance, structure, dan
legal culture yang baik pula. Dengan kata lain, Lawrence M. Friedman
tiga unsur sistem hukum, yakni : struktur hukum (structure of law), substansi hukum
undangan dan budaya hukum merupakan hukum yang hidup (living law) yang dianut
“To begin with, the legal system has the structure of a legal system consists of
elements of this kind : the number and size of courts; their jurisdiction...
Structure also means how the legislature is organized ...what procedures the
police department follow, and so on. Structure, in way, is a kind of cross
section of the legal system... a kind of still photograph, with freezes the
action”.
Struktur dari sistem hukum terdiri atas unsur berikut ini, jumlah dan ukuran
dan tata cara naik banding dari pengadilan ke pengadilan lainnya. Struktur juga
berarti bagaimana badan legislatif ditata, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan
oleh Presiden, prosedur ada yang diikuti oleh Kepolisian dan sebagainya. Jadi,
struktur (legal structure) terdiri dari lembaga hukum yang ada dimaksudkan untuk
menjalankan seperangkat hukum yang ada atau yang dikenal dengan Criminal Justice
System (CJS). CJS terdiri dari 4 (empat) lembaga, yaitu : Penyidik (Kepolisian),
22
Lawrence M. Friedman, American Law : An Introduction, (New York : W.W. Norton &
Company, 1984), hlm. 5-6.
sama lain. 23
pengadilan, pembuat hukum dan badan serta proses hukum itu berjalan dan
Dikaitkan dengan penelitian ini, maka struktur hukum yang terdapat pada
Criminal Justice System (CJS) adalah Polisi, Jaksa, Advokat selaku penasehat hukum
selaku ujung tombak dari penerbitan SP2HP agar dapat diterbitkan dengan
menjunjung tinggi KEPP. Lalu, Jaksa Penuntut juga sebagai atasan Polisi dalam
penyidikan yang mana, apabila Penyidik Polri salah dalam melakukan penyidikan,
maka Jaksa akan memberikan arahan dan masukan untuk melakukan penyidikan
23
Dikaji dari perspektif Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System), maka di
Indonesia dikenal 5 (lima) institusi yang merupakan sub sistem peradilan pidana. Terminologi lima
institusi tersebut dikenal sebagai Panca Wangsa Penegak Hukum. Meurut Mardjono Reksodiputro,
maka Sistem Peradilan Pidana merupakan sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi
masalah kejahatan. Sumber : Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan
Pidana : Kumpulan Karangan, Buku Ketiga, (Jakarta : Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian
Hukum Universitas Indonesia, 1994), hlm. 84-85.
24
Achmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia : Studi Tentang Perkembangan Pemikiran
Hukum di Indonesia, Cet. Ke-2, (Surakarta : Muhammadiyah University Press, 2004), hlm. 36,
menyatakan bahwa : “Jika kita ingin melihat hukum secara lebih utuh, maka hendaknya hukum tidak
sekedar dipandang sebagai kumpulan asas-asas dan aturan-aturan, melainkan hendaknya kita
memandang hukum dalam wujudnya sebagai tatanan yang utuh, yang mencakup tatanan sosial dan
tatanan politik. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan hukum gaya lama hanya mempelajari
hukum sebagai tatanan politik yaitu hukum positif, hukum negara yang oleh Roberto M. Unger
diistilahkan sebagai hukum birokrat. Kalangan hukum positif mengatakan bahwa di luar hukum positif
(hukum negara) tidak ada lagi hukum”.
dilakukan Polri sebelumnya adalah Hakim. Hakim bertugas mencari dan menemukan
fakta-fakta hukum yang terjadi dalam suatu perkara yang diterimanya sesuai
dierapkan kepada pelaku kejahatan inilah yang disebut oleh Lawrence M. Frieman
perbuatannya.
“Anoher aspect of the legal system is its substance. By this is meant the actual rules,
norm, and behavioral patterns of people inside the system ...the stress here is on
living law, not just rules in law books”. 25 Aspek lain dari sistem hukum adalah
substansinya. Adapun yang dimaksud dengan substansinya adalah aturan, norma, dan
pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Jadi, substansi hukum
juga digunakan sebagai acuan (das sollen) untuk menerbitkan SP2HP yang tentunya
25
Lawrence M. Friedman, Op.cit., hlm. 5-6.
fakta hukum dari perbuatan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan tersebut (das
sein). 27 Apakah memenuhi unsur tindak pidana atau tidak, diperlukan penyidikan
yang mempunyai dan menjunjung tinggi KEPP (Kode Etik Profesi Polri) yang diatur
dalam Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian
“The third component of legal system, of legal culture. By this we mean people’s
attitudes toward law and legal system their belief ...in other word, is the climinate of
social thought and social force which determines how law is used, avoided, or
abused”. 28 Kultur hukum menyangkut budaya hukum yang merupakan sikap manusia
(termasuk budaya hukum aparat penegak hukumnya) terhadap hukum dan sistem
hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan hukum
yang ditetapkan dan sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa
didukung budaya hukum oleh orang-orang yang terlibat dalam sistem dan
penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana suatu legal culture Penyidik Polri
26
Das Sollen adalah segala sesuatu yang mengharuskan untuk berfikir dan bersikap. Contoh :
norma dunia, kaidah-kaidah, dan sebagainya. Dapat diartikan bahwa das sollen merupakan kaidah dan
norma serta kenyataan normatif seperti apa yang seharusnya dilakukan.
27
Das Sein adalah segala sesuatu yang merupakan implementasi dari segala hal yang
kejadiannya diatur oleh das sollen dan mogen. Dapat dipahami bahwa das sein merupakan peristiwa
konkrit yang terjadi.
28
Lawrence M. Friedman, Op.cit., hlm. 6.
proporsional, dan prosedural, serta transparan atau tidak. Hal inilah yang nantinya
lainnya agar tujuan dari hukum dapat tercapai, yaitu : keadilan, kepastian, dan
manfaat. Tercapainya tujuan hukum dapat menekan para pelaku kejahatan untuk
melakukan aksinya.
Teori Sistem Peradilan Pidana (SPP) atau dikenal juga dalam bahasa
Kelemahan tersebut salah satunya bersumber dari perangkat hukum positif yang
satu usaha masyarakat untuk mengendalikan terjadinya kejahatan agar berada dalam
29
Mardjono Reksodiputro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana, (Jakarta : Pusat
Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, 1994), hlm. 140.
System (ICJS) merupakan unsur hukum pidana yang sangat penting dalam kerangka
berikut 31:
“1) Tujuan jangka pendek, apabila yang hendak dicapai resosialisasi dan
rehabilitasi pelaku tindak pidana;
2) Dikategorikan sebagai tujuan jangka menengah, apabila yang hendak
dituju lebih luas yakni pengendalian dan pencegahan kejahatan dalam
konteks politik kriminal (criminal policy);
3) Tujuan jangka panjang, apabila yang hendak dicapai adalah kesejahteraan
masyarakat (social welfare) dalam konteks politik sosial (social policy).”
Sedangkan fungsi dan tujuan dari sistem peradilan pidana seperti yang
30
Sidik Sunaryo, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, (Malang : UMM Press, 2005), hlm.
2.
31
Muladi dalam Petrus Irawan P dan Pandapotan Simorangkir, Lembaga Pemasyarakatan
dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana,(Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995), hlm. 54.
32
Davies, Croall, dan Tyrer, An Introduction the Criminal Justice System in England and
Wales, (London : Longman, 1995), hlm. 4.
Bassiouni 34 :
Menurut Roeslan Saleh : “Pidana penjara adalah pidana utama diantara pidana
kehilangan kemerdekaan. Pidana penjara dapat dijatuhkan untuk seumur hidup atau
33
Loebby Loqman, Hak Asasi Manusia dalam Hukum Acara Pidana, (Jakarta :
Datacom,2002), hlm. 22-23.
34
M. Cherif Bassiouni, Subtantive Criminal Law, (Spingfield, Illionis, USA : Charles Thomas
Publisher, 1978), hlm.78.
35
Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, (Jakarta : Aksara Baru, 1987), hlm. 62.
berusaha dari orang itu yang dapat mempunyai akibat serius bagi kehidupan sosial
jahat (stigma) yang akan terbawa terus walaupun yang bersangkutan tidak lagi
melakukan kejahatan. Akibat lain yang juga sering disoroti bahwa pengalaman
penjara dapat menyebabkan terjadinya degradasi atau penurunan derajat dan harga
diri manusia.
sebagai pelaksanaan dari Pasal 29 KUHP, sudah tidak sesuai dengan Pancasila,
pidana, oleh karena itu pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari pengembangan
36
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Jakarta : Kencana Prenada,
2008), hlm. 44.
37
H.R. Soegondo, Sistem Pembinaan Napi, (Yogyakarta : Insania Citra, 2006), hlm. 2.
38
Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, (Bandung : Refika
Aditama, 2006), hlm. 103.
upaya transparansi Polri dalam penyidikan tindak pidana bahwa Penyidik Polri
sebagai pihak yang berhak untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak
pidana yang pada akhirnya akan membawa perkara tersebut ke persidangan. SP2HP
terjadinya suatu tindak pidana terhadap dirinya, agar yang bersangkutan mengetahui
sampai dimana perkaranya ditangani oleh Penyidik Polri. Dengan adanya SP2HP,
maka masyarakat sebagai pelapor dapat juga mengetahui sampai dimana berkas
perkaranya ditangani oleh Penyidik Polri tersebut. Dengan demikian, akan tercipta
sebagai hulu dari penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Polri diharapkan dapat
2. Kerangka Konsep
yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka berikut akan diberikan definisi
berita, penerangan, ilmu pengetahuan atau hiburan. 41 Dalam hal penelitian ini,
Polrestabes Medan.
39
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (Jakarta : Depdikbud,
1997), hlm. 753.
40
Winardi, Pengantar Tentang Teori Sistem dan Analisis Sistem, (Bandung : Mandar
Maju,1999), hlm. 363.
41
Tim Penyusun Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), hlm. 1364.
negeri. 45
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang
42
Pasal 1 angka 27 Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan
dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
43
Website temukanpengertian.com, “P e n g e r t i a n O n l i n e”,
http://www.temukanpengertian.com/2013/06/pengertian-online-online-adalah-online.html., diakses
pada hari Minggu, tanggal 10 September 2017.
44
Pasal 2 huruf f Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
45
Pasal 1 angka 1 Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 23 Tahun 2010 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolsian Sektor.
46
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Undang-Undang Hukum Acara
Pidana.
terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu perbuatan akan menjadi
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-
j. Promoter adalah program prioritas Kapolri yang terdiri dari 11 program dibagi
47
Mulyatno dalam Faisal Salam, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (Bandung :
Pustaka, 2004), hal. 84.
48
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana.
49
Budi Gunawan, Op.cit., hlm. 8-11.
8. Penguatan harkamtibmas;
1) Membangun daya cegah dan daya tangkal terhadap kejahatan
terorisme, narkoba, separatisme, dan ideologi anti Pancasila;
2) Pemenuhan 1 Bhabinkamtibmas 1 Desa dan kelurahan secara
bertahap;
3) Mendorong pemanfaatan alat-alat pengamanan berbasis teknologi;
4) Penguatan pembinaan teknis Polsus dan Pam Swakarsa, serta
Korwas PPNS;
5) Penguatan kerjasama dengan civil society dalam mengidentifikasi
masalah sosial dan upaya penyelesaiannya;
Utara (Polda Sumut), berkedudukan di Jalan H.M. Said No. 1, Kota Medan,
G. Metode Penelitian
Penelitian mengandung metode atau cara yang harus dilalui sebagai syarat
terdapat karakteristik metode yang digunakan pada setiap kegiatan penelitian, akan
tetapi terdapat prinsip-prinsip umum yang harus dipahami oleh semua peneliti seperti
pemahaman yang sama terhadap validitas dari hasil capaian termasuk penerapan
prinsip-prinsip kejujuran ilmiah. 51 Kejujuran ilmiah adalah kode etik penulisan karya
50
Muhamad Muhdar, “Bahan Kuliah Metode Penelitian Hukum : Sub Pokok Bahasan
Penulisan Hukum”, Universitas Balikpapan, Balikpapan, 2010, hlm. 2.
51
Ibid.
52
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Etika Penulisan Ilmiah, Lokakarya Pelatihan
Penulisan Artikel Ilmiah yang diselenggarakan DP2M, DITJEN DIKTI,hlm. 2-6., seperti yang
diringkas/disarikan oleh MA. Rifai., dalam Munandir., “Kode Etik Menulis : Butir-Butir”,
www.unissula.ac.id/perpustakaan/.../Munandir%20(kode%20etik).ppt., 2007, diakses pada hari
Minggu, tanggal 10 September 2017.
metode penelitian yuridis normatif – kualitatif yang didukung oleh data empiris.
Dengan demikian objek penelitian adalah norma hukum yang terwujud dalam kaidah-
kaidah hukum dibuat dan ditetapkan oleh Pemerintah dalam sejumlah peraturan
permasalahan-permasalahan. 53
Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana, dan
Tindak Pidana, serta Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri No. 3 Tahun
53
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), hlm. 43.
penyidikan tindak pidana. Dipilihnya tipe penelitian hukum normatif dan hukum
Kapolri) dalam penerapannya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi
yang diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 12 Tahun 2009 tentang
dan Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri No. 3 Tahun 2014 tentang
2. Sumber Data
dan berdasarkan pada data sekunder, maka sumber bahan hukum yang digunakan
Amandemen;
Indonesia;
7) Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri No. 3 Tahun 2014 tentang
Penyidikan Tindak Pidana. Analisis bahan hukum primer dibantu oleh bahan
buku;Jurnal-jurnal;Majalah-majalah;Artikel-artikel;danberbagaitulisanlainnya.
makna-makna kata dari bahan hukum sekunder dan bahan hukum primer.
Indonesia. Seperti yang lazim digunakan adalah Black’s Law Dictionary, dan
kepustakaan (library research) dengan alat pengumpulan data berupa studi dokumen
dari berbagai sumber yang dipandang relevan. 54Contoh-contoh kasus yang didapat
melalui berkas-berkas perkara yang ada atau berhubungan penanganan tindak pidana
yang sedang ditangani oleh Penyidik Polrestabes Medan. Sehingga, seluruh data-data
berupa data personil, data keuangan, data sarana dan prasarana, dan data Jumlah
Tindak Pidana (JTP) serta Jumlah Penyelesaian Tindak Pidana (JPTP) berkas perkara
tersebut didapat dari Polrestabes Medan. Selanjutnya bahan hukum yang ada
dikolaborasi dengan buku-buku yang didapat dari perpustakaan. Dipilih mana yang
hukum dan mana yang bukan hukum. Setelah didapat pengelompokan sumber bahan
54
Studi kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun
informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi itu dapat
diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi,
peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber bahan
hukum lainnya. Lihat : Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Edisi Kedua, (Jakarta : Yayasan
Obor Indonesia, Januari 2008), hlm. 1.
dipilih adalah yang terlibat langsung dengan pihak yang berhak dan berwenang
4. Analisis Data
Analisa data yang akan dilakukan secara kualitatif diharapkan akan dapat
hubungandinamis antara teori, konsep-konsep dan data yang merupakan umpan balik
atau modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang
dikumpulkan. Sehubungan data yang dianalisis beraneka ragam, memiliki sifat dasar
55
Indepth Interview atau wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara
dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)
wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.
Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan.
Lihat : Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
Sosial Lainnya, (Jakarta : Kencana, 2009), hlm. 108.
1. Pengertian Penyidikan
penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya tindak
pidana dalam suatu peristiwa. Ketika diketahui ada tindak pidana terjadi, maka saat
suatu “peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana. Sedangkan
pada penyidikan titik berat penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari serta
penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang
pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”. Berdasarkan rumusan Pasal
bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi, dan menemukan
tersangkanya.
dilakukan penyidikan, telah diketahui adanya tindak pidana tetapi tindak pidana itu
belum terang dan belum diketahui siapa yang melakukannya. Adanya tindak pidana
2. Pengertian Penyidik
Penyidik menurut Pasal 1 butir ke-1 KUHAP adalah pejabat polisi Negara
Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. KUHAP lebih jauh lagi
mengatur tentang penyidik dalam Pasal 6, yang memberikan batasan pejabat penyidik
dalam proses pidana. Adapun batasan pejabat dalam tahap penyidikan tersebut adalah
Disamping yang diatur dalam Pasal 1 butir ke-1 KUHAP dan Pasal 6
KUHAP, terdapat lagi Pasal 10 yang mengatur tentang adanya penyidik pembantu
56
Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, (Malang :
Bayumedia Publishing, April 2005), hlm. 380-381.
57
Pasal 6 ayat (1) KUHAP.
berhak sebagai penyidik ditinjau dari segi instansi maupun kepangkatan, ditegaskan
dalam pasal 6 KUHAP. Dalam pasal tersebut ditentukan instansi dan kepangkatan
seorang pejabat penyidik. Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 6 KUHAP yang
dimaksud, yang berhak diangkat sebagai pejabat penyidik antara lain adalah:
Agar seorang pejabat kepolisian dapat diberi jabatan sebagai penyidik, maka
harus memenuhi syarat kepangkatan sebagaimana hal itu ditegaskan dalam Pasal 6
ayat (2) KUHAP. Menurut penjelasan Pasal 6 ayat 2, kedudukan dan kepangkatan
kedudukan dan kepangkatan penuntut umum dan hakim peradilan umum. Peraturan
Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai pejabat “penyidik penuh”, harus
58
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan
Penuntutan, Cet. Ke-7, (Jakarta : Sinar Grafika, 2004), hlm. 110.
suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik yang berpangkat Pembantu
Letnan Dua;
2) Penyidik Pembantu
Pemerintah No. 27 Tahun 1983. Menurut ketentuan ini, syarat kepangkatan untuk
Penyidik Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b KUHAP,
yaitu pegawai negeri sipil yang mempunyai fungsi dan wewenang sebagai penyidik.
59
Nico Ngani, I Nyoman Budi Jaya, dan Hasan Madani, Mengenal Hukum Acara Pidana
Bagian umum dan Penyidikan, (Yogyakarta : Liberty, 2010), hlm. 19.
60
M. Yahya Harahap, Op.cit., hlm. 111-112.
Wewenang penyidikan yang dimiliki oleh pejabat pegawai negeri sipil hanya
terbatas sepanjang yang menyangkut dengan tindak pidana yang diatur dalam
undang-undang pidana khusus itu. Hal ini sesuai dengan pembatasan wewenang yang
disebutkan dalam Pasal 7 ayat (2) KUHAP yang berbunyi: “Penyidik pegawai negeri
sipil sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai
KUHAP, namun pada praktiknya, sekarang ini terhadap beberapa tindak pidana
tertentu ada penyidik-penyidik yang tidak disebutkan di dalam KUHAP. Untuk itu
pada sub-bab ini akan dipaparkan siapa sajakah penyidik yang disebutkan di dalam
KUHAP dan siapa saja yang juga yang merupakan peyidik namun tidak tercantum di
dalam KUHAP. Adapun tugas penyidik itu sendiri antara lain adalah:
b. Menyerahkan berkas perkara kepadan penuntut umum (vide : Pasal 8 ayat (2)
KUHAP);
61
Ibid., hlm. 113.
terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana korupsi
KUHAP);
e. Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang
umum, jika penyidikan dianggap telah selesai (vide : Pasal 110 ayat (1)
KUHAP);
petunjuk dari penuntut umum (vide : Pasal 110 ayat (3) KUHAP);
pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka penyidikan (vide : Pasal 112 ayat
(2) KUHAP);
orang yang disangka melakukan suatu tindak pidana korupsi, tentang haknya
untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib
k. Wajib mencatat dalam berita acara sesuai dengan kata yang dipergunakan
setelah mereka menyetuji isinya (vide : Pasal 118 ayat (2) KUHAP);
m. Dalam hal tersangka ditahan dalam waktu satu hari setelah perintah
o. Membuat berita acara tentang jalannya dan hasil penggeledahan rumah (vide :
tersangka atau keluarganya dan atau kepala desa atau ketua lingkungan
dengan dua orang saksi (vide : Pasal 126 ayat (2) KUHAP);
r. Memperlihatkan benda yang akan disita kepada keluarganya dan dapat minta
keterangan tentang benda yang akan disita itu dengan disaksikan oleh Kepala
KUHAP);
s. Penyidik membuat berita acara penyitaan (vide : Pasal 129 ayat (2) KUHAP);
u. Menandatangani benda sitaan sesaat setelah dibungkus (vide : Pasal 130 ayat
(1) KUHAP).
pidana;
tersangka;
pemeriksaan perkara;
yang memiliki keahlian khusus (vide : Pasal 120 KUHAP jo.Pasal 133 ayat
(1) KUHAP).
hukum tersangka atas penahanan tersangka (vide : Pasal 123 ayat (2)
KUHAP).
yang digeledah demi keamanan dan ketertiban (vide : Pasal 127 ayat (1)
KUHAP).
f. Dalam hal timbul dugaan kuat ada surat palsu atau yang dipalsukan, penyidik
dengan izin ketua pengadilan negeri setempat dapat datang atau dapat minta
hukum yang berlaku. Untuk itu Penyidik membuat berita acara pelaksanaan tindakan
a. “Pemeriksaan tersangka;
62
Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, (Jakarta : Djambatan, 1989), hlm.
92-93.
tersangka. Dari dialah diperoleh keterangan mengenai peristiwa pidana yang sedang
diperiksa. Akan tetapi, sekalipun tersangka yang menjadi titik tolak pemeriksaan,
kedudukan menusia yang memiliki harkat martabat. Dia harus dinilai sebagai subjek,
bukan sebagai objek. Yang diperiksa bukan manusia tersangka. Perbuatan tindak
ditujukan ke arah kesalahan tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka. Tersangka
harus dianggap tak bersalah, sesuai dengan prinsip hukum “praduga tak bersalah”
Pada pemeriksaan tindak pidana, tidak selamanya hanya tersangka saja yang
terang dan jelasnya peristiwa pidana yang disangkakan. Namun, kepada tersangka
63
M. Yahya Harahap, Op.cit., hlm. 134.
ahli, harus juga diperlakukan dengan cara yang berperikemanusiaan dan beradab.
Pidana, yang ditetapkan oleh Kapolri Jendral Polisi Drs. Rusdihardjo tanggal 01
rangkaian yang telah penulis uraikan diatas tersebut. Akan tetapi, penyidik Polri tidak
melainkan ada juga batasan-batasan yang harus diikuti oleh penyidik tersebut agar
tidak melanggar hak asasi manusia mengingat kekuasaan penyidik dalam melakukan
tersebut terdapat pada Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 8 Tahun 2009 tentang
Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas
64
Luhut M.P. Pangaribuan, Hukum Acara Pidana, Satu Kompilasi Ketentuan-Ketentuan
KUHAP dan Hukum Internasional, Cet. Ke-3, Edisi Revisi, (Jakarta : Djambatan, 2006), hlm. 735.
Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas
yang menyebutkan:
5. Penghentian Penyidikan
jalan buntu, sehingga tidak mungkin lagi melanjutkan penyidikan. Dalam situasi
Alasan penghentian penyidikan diatur dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP yaitu karena
sebagai berikut 66 :
Penyidikan yang tidak memperoleh cukup bukti dan menuntut tersangka untuk
ketentuan Pasal 183 KUHAP yang menyatakan : “Hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seseorang kecuali dengan adanya minimal dua alat bukti dan dari alat
bukti itu ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar benar terjadi dan
terdakwalah pelakunya”.
Menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yang dinamakan alat bukti yang sah
adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.
Terhadap penghentian karena alasan tidak cukup bukti, perkara pidana tidak
65
Harun M. Husein, Penyidikan dan Penuntutan Dalam Proses Pidana, (Jakarta : Rineka
Cipta, 1991),hlm. 311.
66
Pasal 109 ayat (2) KUHAP.
baru yang dapat menjadi dasar penuntutan, penyidikan atas perkara pidana dapat
dibuka kembali. 67
bukan, harus berpegang pada unsur delik dari tindak pidana yang disangkakan.
Karena dalam sebuah definisi tindak pidana terdapat unsur delik yang harus dipenuhi,
dengan alasan bukan merupakan perkara pidana, penyidik tidak dapat mengadakan
67
Menurut Alfitra, Ne Bis In Idem berasal dari bahasa latin yang berarti tidak atau jangan dua
kali yang sama. Dalam kamus hukum Ne Bis In Idem artinya suatu perkara yang sama tidak boleh
lebih dari satu kali diajukan untuk diputuskan oleh pengadilan. Asas ini dalam peraturan perundang-
undangan di Inodnesia diatur dalam Pasal 76 KUHP, yang berbunyi : (1) “Kecuali dalam putusan
hakim masih mungkin diulangi, orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim
Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap. Dalam artian hakim
Indonesia, termasuk juga hakim pengadilan swapraja dan adat, di tempat-tempat yang mempunyai
pengadilan-pengadilan tersebut; (2) Jika putusan yang menjadi tetap itu berasal dari hakim lain, maka
terhadap orang itu dan karena delik itu pula tidak boleh diadakan penuntutan dalam hal : putusan
berupa pembebasan dari tuduhan atau lepas dari tuntutan hukum; putusan berupa pemidanaan dan telah
dijalani seluruhnya atau telah diberi ampun atau wewenang untuk menjalankannya telah hapus karena
lewat waktu”. Lihat : Alfitra, Hapusnya Hak Menuntut & Menjalankan Pidana, Cet. Ke-2, (Jakarta :
Raih Asa Sukses, 2014), hlm. 95.
68
Johana Olivia Rumajar, “Alasan Pemberhentian Penyidikan Suatu Tindak Pidana Korupsi”,
Lex Crimen Vol. III, No. 4, Agustus – November 2014, hlm. 97.
69
Pasal 109 ayat (2) KUHAP, berbunyi : “Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan
karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau
penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntutan umum,
tersangka atau keluarganya”.
dituntut untuk kedua kalinya atas dasar perbuatan yang sama, dimana
perbuatan tersebut sudah pernah diadili dan telah diputus perkaranya oleh
hakim pengadilan. 71
2) Dalam hal delik aduan tidak diajukan pengaduan. Jika orang yang
suatu tindak pidana tidak dapat dilakukan penuntutan dengan alasan tindak
pidana tersebut telah melewati batas waktu atau daluarsa. Dengan gugurnya
70
Johana Olivia Rumajar, Loc.cit.
71
Pasal 76 KUHP.
72
Pasal 72 KUHP.
melakukan penyidikan. 73
adalah kesalahan, seseorang tidak dapat dipidana tanpa adanya kesalahan. Jika
bersama dirinya dan tidak diwariskan pada ahli warisnya. Sehingga, jika pada
5) Tersangka menderita sakit jiwa. Seorang penderita sakit jiwa, baik yang terus-
apakah perbuatannya itu dilakukan secara sadar atau tidak, dan apakah ia
penyidikan ulang. Kecuali ternyata terdapat bukti yang kuat ternyata keadaan
penyidikan. Pasal 4 dan Pasal 5 KUHAP mengatur tentang pejabat yang menjalankan
73
Bab VIII Pasal 78 s.d. Pasal 82 KUHP tentang hapusnya hak menuntut pidana dan
menjalankan pidana.
74
Pasal 83 KUHP. Lihat juga : Djisman Samosir, Segenggam Tentang Hukum Acara Pidana,
(Bandung : Nuansa Aulia, 2013), hlm. 108, menyatakan : “Dalam ilmu pengetahuan hukum pidana,
pertanggungjawaban pidana itu adalah pertanggungjawaban personal atau individual, artinya tidak bisa
dibebankan kepada orang lain”.
75
Pasal 44 KUHP.
penyelidikan yang dilakukan oleh penyidik merupakan monopoli tunggal bagi Polri.
Hal ini cukup beralasan untuk menyederhanakan dan memberi kepastian kepada
kesimpangsiuran penyelidik oleh aparat penegak hukum sehingga, tidak lagi terjadi
dan wewenang penyelidik dapat dilihat dalam Pasal 5 KUHAP, yang mengatur:
kejahatan atau pelanggaran yang sering terjadi atau telah selesai. Perbedaan dapat
harus disampaikan oleh setiap orang kepada yang berwajib, yaitu kepolisian negara.
Dalam hal yang dilaporkan merupakan tindak pidana umum. Pada pengaduan,
pemberitahuan tersebut merupakan hak atau kewajiban oleh seorang tertentu yang
76
Farahwati, “Kewenangan Kepolisian Dalam Proses Penyidikan”, Jurnal Universitas 17
Agustus 1945, Samarinda, tanpa tahun, hlm. 7.
perbedaan tersebut yang terpenting adalah bagaimana sikap dan kewajiban penyidik
dalam menghadapi laporan atau pengaduan untuk menjawab persoalan ini, Pasal 102
(1) “Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditanda
tangani oleh pelapor atau pengadu.
(2) Laporan atau pengadun yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh
penyelidik dan ditanda tangani oleh prlapor atau pengadu dan penyelidik”.
tanda pengenalnya”.
diberi petunjuk oleh penyelidik tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a”.
faktor yang sangat menentukan sikap penyelidik dalam tugas menerima laporan dan
pengaduan. Laporan dapat diajukan sembarang waktu, tetapi pengaduan dibatasi oleh
undang-undang dalam arti bahwa pengaduan tidak dapat diajukan sembarang waktu,
yaitu waktu-waktu tertentu. Laporan dapat dilakukan oleh setiap orang sedang
pengaduan hanya boleh orang tertentu saja. Pengaduan berisikan bukan saja laporan
akan tetapi juga diikuti, permintaan pengaduan agar orang yang diadukan dituntut
gilirannya menentukan pula kegiatan penyelidik dalam hal mencari keterangan dan
barang bukti. Dalam hal ini keterangan apa dan barang bukti apa yang menjadi
pengaduan.
yang serius. Sebagai contoh peristiwa pembunuhan sedang pelakunya telah siap
kepergok pada satu pihak merupakan peristiwa yang memperkuat pembuktian tentang
sedemikian rupa, sehingga polri tidak saja harus berhadapan dengan peristiwa pidana
tindakan itu harus masuk akal, atas pertimbangan yanglayak berdasarkan keadaan
(1) “Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena
kewajiban mempunyai wewenang :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak pidana.
b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian.
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka.
d. Melakukan penagkapan, penahanan, pengeledahan dan penyitaan.
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
8 ayat (1), (2), (3) dan Pasal 75 ayat (1), (2), (3) KUHAP. Dalam praktek berbagai
variasi dapat terjadi. Tentu pelapor atau pengadu tidak selalu dapat langsung
menghadap kepada Kepala Satuan Reserse atau kepada anggota pemeriksa. Pejabat-
Kepolisian Negara Republik Indonesia ini kurang lebih sama dengan pengertian
penyidikan pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pada pasal
tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang
untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
Jadi pada dasarnya, pengertian penyidikan yang ada pada UU Kepolisian dan
KUHAP itu sama. Dalam kegiatan penyidikan yang dilakukanoleh Penyidik, didalam
ini memang tersebar didalam pasal-pasalnya. Adapun yang menjadi tugas dan
masyarakat”.
tiganya sama penting. Sedangkan dalam pelaksanaannya tugas pokok mana yang
akan dikedepankan sangat tergantung pada situasi masyarakat dan lingkungan yang
dihadapi karena pada dasarnya ketiga tugas pokok tersebut dilaksanakan secara
simultan dan dapat dikombinasikan. Di samping itu, dalam pelaksanaan tugas ini
Kepolisian);
UU Kepolisian);
77
Penjelasan Pasal 14 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Republik Indonesia dalam penyelidikan dan penyidikan sehingga secara umum diberi
pidana. Namun demikian, hal tersebut tetap memperhatikan dan tidak mengurangi
kewenangan yang dimiliki oleh penyidik lainnya sesuai dengan peraturan perundang-
huruf g UU Kepolisian);
c. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang (vide :
Kepolisian);
huruf j UU Kepolisian);
Kepolisian);
k. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat (vide : Pasal 16 ayat (1) huruf e
UU Kepolisian);
l. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
Kepolisian);
huruf i UU Kepolisian);
penanganan berkas oleh seorang penyidik. Dengan kata lain, penyidikan tindak
pidana oleh penyidik berakhir ketika pelimpahan berkas perkara berikut tersangka
berdasarkan peraturan internal Polri. KUHAP hanya mengatur mengenai tata cara
yang umum saja, seperti : Penyelidik dan Penyidik, Penyelidikan dan Penyidikan,
Penyidik Pembantu. Selain itu juga diatur mengenai upaya paksa, antara lain :
tersangka dan terdakwa, bantuan hukum, dan berita acaranya. Terhadap SP2HP tidak
78
Pasal 2 KUHAP.
kepada korban tindakpidana sesuai dengan kategori kasus yang dihadapi, yakni :
3 hari harus sudah ada perkembangan tentang kasus yang diadukantersebut dengan
mencantumkan :
a. Keterangan yang menyatakan bahwa Laporan Polisi telah diterima dan akan
b. Satuan atau unit serta penyidik yang menangani kasus tersebut disertai contact
Tahap kedua, tahapan ini adalah bagian dari penyelidikan dari sebuahkasus
pidana, ini pun dibuat sesuai dengan kategori tindak pidana tersebut,yakni :
olehanggota Polri, dan ditutup dengan pemberkasan guna segera dikirimkan kepihak
tidak diatur waktu perolehannya. Dahulu dalam ketentuan Pasal 39Ayat (1) Peraturan
Kepala Kepolisian RI No. 12 Tahun 2009 (yang saat ini sudah dicabut dandiganti
kepada pihak pelapor baik diminta maupun tidak diminta, namundalam Peraturan
Kepolisian RI No. 21Tahun 2011 Jo. Pasal 12 huruf (c) Peraturan Kepala Kepolisian
atasan Penyidik tersebut. Selanjutnya, jika atasan Penyidik tersebut juga tidak
Manajemen Penyidikan Tindak Pidana yang ada mengatur tentang SP2HP, ternyata
ada lagi peraturan pelaksanaan lain yaitu Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal
tercantum dalam lampiran “L” yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
ketentuan tersebut.
1. “Tujuan
SOP SP2HP bertujuan sebagai pedoman standar dalam melakukan
langkah-langkah SP2HP yang terukur, jelas, efektif dan efesien sehingga
dapat dipertanggung jawabkan secara yuridis dan prosedur serta
terwujudnya pola tindak yang sama bagi penyidik/penyidik pembantu”.
2. Persiapan
a. Penyidik :
1) Memiliki kemampuan dan keterampilan di bidang penyidikan;
2) Sehat jasmani dan rohani;
3) Memiliki integritas moral yang tinggi;
4) Menguasai perundang-undangan;
5) Cakap, komunikatif, dan humanis.
b. Peralatan :
1) Komputer/laptop dan perangkatnya;
2) Mesin fotokopi;
3) ATK;
4) Meja, kursi dan lemari;
5) Desk telepon/Faksimile;
6) Akses internet/websites/sms gateway;
7) Buku referensi.
3. Prosedur Pelaksanaan
SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) diberikan
kepada pelapor/pengadu yang yang ditandatangani oleh atasanpenyidik
melalui tahapan sebagai berikut :
a. Waktu Pemberian SP2HP :
1) SP2HP pada tingkat penyelidikan untuk kasus ringan/sedang selama
14 hari, sedangkan kasus sulit/sangat sulitselama 30 hari;
2) SP2HP pada tingkat penyidikan :
a) Untuk kasus ringan, diberikan pada hari ke-10, hari ke-20, dan
hari ke-30;
b) Untuk kasus sedang, diberikan pada hari ke-15, hari ke-30, hari
ke-45, dan hari ke-60;
c) Untuk kasus sulit, diberikan pada hari ke-15, hari ke-30, hari ke-
45, hari ke-60, hari ke-75 dan hari ke-90;
d) Untuk kasus sangat sulit, diberikan pada hari ke-20, hari ke-40,
hari ke-60, hari ke-80, hari ke-100 danhari ke-120;
masyarakat.
SP2HP yang bertujuan untuk menyamakan persepsi dan pola tindak dalam
yaitu 80 :
79
Romawi II angka 3Standar Operasional Prosedur tentang Surat Pemberitahuan
Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) di Sat.Reskrim Polrestabes Medan Tahun 2017.
80
Romawi II angka 2 Standar Operasional Prosedur tentang Surat Pemberitahuan
Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) di Sat.Reskrim Polrestabes Medan Tahun 2017.
Dalam penerbitan SP2HP tentu saja terdapat berbagai keluhan yang ditujukan
budaya yang dirasa tidak pas. Ambil contoh tentangpenanganan sebuah kasus tindak
proses penyelidikanyang harus bisa dilaksanakan secara cepat dan tepat. Jangan ada
tindak pidana yang mereka alami bisa terungkap, apalagi penanganankasus yang
kepada penyidik. Ini tentu saja sangat bertentangandengan tugas pokok polisi sebagai
Medan transparan atau tidak dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak
Berdasarkan Lampiran ke-1 dan ke-2 tersebut di atas, maka pada bulan
Januari 2016, jumlah pengaduan masyarakat yang masuk sebanyak 34 surat dan
dijawab sebanyak 23 surat, sementara dumas yang tidak terjawab sebanyak 11 surat.
Pada bulan Februari 2016, jumlah pengaduan masyarakat yang masuk sebanyak 51
surat dan dijawab sebanyak 34 surat, sementara dumas yang tidak terjawab sebanyak
17 surat. Jika dibandingkan dengan Jumlah Penyelesaian Tindak Pidana (JPTP) tahun
2016 sebanyak 6.645 kasus, maka pengaduan masyarakat sebanyak 84 surat tidaklah
berarti apapun. Sebab dari 6.645 kasus yang diselesaikan Sat.Reskrim Polrestabes
keluhan masyarakat adalah 1,26% saja. Tidak sebanding dengan JPTP yang telah
dan Jajarannya.
Adapun hal yang paling penting untuk dicermati seorang penyelidik ataupun
Hal ini karena terlalu banyaknya laporan ataupun komplain dari masyarakat
mengenaimasalah penyidikan yang dilakukan. Realisasi yang ingin dicapai tentu saja
fungsi 81:
81
Website Resmi Polrestabes Medan, “Tupoksi Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim)”,
https://www.polrestabesmedan.net/satuan-fungsi/sat-reskrim/., diakses pada hari Selasa, tanggal 07
November 2017.
a. Kuantitas
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Daerah, maka struktur
82
Website Resmi Polrestabes Medan, “Visi dan Misi”,
https://www.polrestabesmedan.net/profil/visi-dan-misi/., diakses pada hari Selasa, tanggal 07
November 2017.
Sumber : Lampiran Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 23 Tahun 2010 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Polres dan Polsek.
Lampiran ke-3 dalam penelitian ini. Berdasarkan Lampiran ke-3 tersebut, maka
1) Unsur Pimpinan
2) Urbin Ops
6) Team Tipikor
berikut 83 :
1) “Perwira : 25 personil
2) Penyelidik : 65 personil
3) Penyidik : 73 personil
4) Staff :
a) Polri : 9 personil
b) PNS : 11 personil
Jumlah : 183 personil”.
Tabel 2
Rekapitulasi Personil Riil Sat.Reskrim Polrestabes Medan
Berdasarkan Struktur Organisasi
STAFF
NO UNIT PA PENYELIDIK PENYIDIK TOTAL
POLRI PNS
1. UNSUR PIMPINAN 2 - - - - 2
2. URBIN OPS 2 - - 5 2 9
3. PIDUM 4 31 22 1 - 58
4. HARDA 3 5 12 - - 20
5. TIPITER 4 9 7 - 1 21
6. SUBNIT TIPIKOR - - 4 - - 4
7. RANMOR 3 4 10 - 2 19
8. PIDEK 3 9 9 - 1 22
9. PPA 3 7 9 - - 19
10. IDENTIFIKASI 1 - - 3 5 9
JUMLAH 25 65 73 9 11 183
Sumber : Data Rekapitulasi Personil Riil Sat.Reskrim Polrestabes Medan Berdasarkan Struktur
Organisasi, September 2017.
83
Data Rekapitulasi Personil Sat.Reskrim Polrestabes Medan, September 2017.
PANGKAT
POLRI PNS
PENGATUR MUDA
PENGATUR TK-i
PENATA MUDA
PENGATUR
BRIGADIR
JURU TK I
NO UNSUR / UNIT JLH
KOMPOL
BRIPKA
BRIPDA
BRIPTU
AIPDA
AIPTU
AKBP
IPDA
IPTU
AKP
1. UNSUR PIMPINAN 1 1 - - - - - - - - - - - - - - - 2
2. URBIN OPS - - 1 - 1 - 3 1 - - 1 - - - - 1 1 9
3. PIDUM - - 1 1 2 20 7 11 13 - 3 - - - - - - 58
4. HARDA - - - 3 - 10 3 1 3 - - - - - - - - 20
5. TIPITER - - - 3 1 7 3 2 3 - 1 1 - - - - - 21
6. SUBNIT TIPIKOR - - - - - 1 1 1 1 - - - - - - - - 4
7. RANMOR - - 1 - 2 1 1 4 1 2 5 - - - 1 1 - 19
8. PIDEK - - 1 2 - 7 3 5 2 - 1 - - - - 1 22
9. PPA - - 1 2 - 8 1 1 1 - 5 - - - - - - 19
10. IDENTIFIKASI - - - 1 - 3 - - - - - - 1 - - 4 - 9
JUMLAH 1 1 5 12 6 57 22 26 24 2 16 1 1 - 1 7 1 183
Berangkat dari data-data di atas ternyata, tidak ada satupun personil (SDM)
yang mampu menangani sistem server dan database Aplikasi SP2HP Online
Polrestabes Medan. Hal ini dikarenakan personil yang menanganinya adalah tenaga
b. Kualitas
1) Pengetahuan (Knowledge)
2) Kemampuan (Skill)
3) Perilaku (Attitude)
Masih adanya sebagian personil yang kurang memiliki motivasi dan dedikasi
yang baik dalam melaksanakan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, serta
adanya beberapa personil yang melakukan tindakan indisipliner dan melanggar SOP
tindak pidana.
2. Dukungan Anggaran
tahun 2015 s.d. 2017, dapat dilihat pada Tabel 4, sebagai berikut :
Sumber : Data Polrestabes Medan, DIPA – RKA K/L TA. 2015 s.d. 2017.
tindak pidana Polrestabes Medan dari tahun 2015 s.d. 2017 telah terjadi peningkatan.
Anggaran pada tahun 2016 sebesar Rp. 1.867.829.000,- jika dibandingkan dengan
peningkatan sebesar Rp. 63.260.000,- atau terjadi peningkatan hanya 3,5%. Namun,
pada jika dibandingkan anggaran tahun 2017 sebesar Rp. 2.064.950.000,- dengan
anggaran tahun 2016, maka dukungan anggaran telah terjadi peningkatan sebesar Rp.
atau tidak, harus dilihat dari Data Polrestabes Medan, DIPA – RKA K/L TA. 2015
Adapun untuk kasus sulit adalah sebesar Rp. 27.025.000,- (Dua Puluh Tujuh Juta Dua
Puluh Lima Ribu Rupiah), sedangkan untuk kasus ringan adalah sebesar Rp.
7.019.900,- (Tujuh Juta Sembilan Belas Ribu Sembilan Ratus Rupiah). 84Berdasarkan
Tabel 5 tersebut di atas, anggaran untuk penyelidikan dan penyidikan tindak pidana di
(Kurang Lebih Satu Miliar Sembilan Ratus Dua Belas Juta Empat Ratus Empat Puluh
Sembilan Ribu Tiga Ratus Tiga Puluh Empat Rupiah) untuk satu tahun mata
Jajarannya periode 2015 s.d. 2017, dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini :
Tabel 5
Rekapitulasi Tindak Pidana Sat.Reskrim Polrestabes Medan dan Jajarannya
Tahun 2015 s.d. 2017
*)
2016 2017 JUMLAH
No SATKER
JTP PTP % SELRA JTP PTP % SELRA JTP PTP % SELRA
1 SAT RESKRIM DAN POLSEK JAJARAN 9.419 6.645 71% 7.316 5.036 69% 26.942 18.861 70%
JUMLAH 9.419 6.645 71% 7.316 5.036 69% 26.942 18.861 70%
Sumber : Data Rekapitulasi Tindak Pidana Sat.Reskrim Polrestabes Medan dan Jajarannya,
September 2017.
84
Data Polrestabes Medan, DIPA – RKA K/L TA. 2015 s.d. 2017.
9.419 tindak pidana, sedangkan anggaran yang disediakan berdasarkan DIPA – RKA
K/L TA. 2016 sebesar Rp. 1.867.829.000,- untuk penyelesaian 112 kasus. Bagaimana
dengan anggaran yang sangat tidak memadai. Namun, ternyata berdasarkan data
Sat.Reskrim Polrestabes Medan patut untuk diacungi jempol dalam hal penyelesaian
penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, dapat dilihat pada Lampiran ke-4 dalam
penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, saat ini Polrestabes Medan hanya
pidana, sering sekali penyelidik dan penyidik menggunakan inventaris pribadi karena
tidak mungkin hanya menggunakan komputer dan laptop yang disediakan hanya 6
unit. Sementara itu, penyelidik dan penyidik berjumlah 183 (Seratus Delapan Puluh
Tiga) personil.
Polri dan data-data yang disajikan, maka sebenarnya penyelidikan dan penyidikan
perkembangan perkaranya yang ditangani oleh penyidik. Selain itu juga, publik dapat
informasi dalam proses penyelidikan dan penyidikan dapat diakses publik. Kepala
dikecualikan, alias bersifat rahasia. Selain itu ada juga informasi yang wajib
disampaikan secara berkala, wajib tersedia setiap saat, dan wajib diumumkan serta
tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Terhadap beberapa proses tahap
kejahatan. Informasi mengenai tindak pidana dapat diketahui publik jika sudah di
tindak pidana yang tidak dapat diungkapkan ke publik tersebut, tidak bertentangan
dengan UU KIP.
85
Pasal 5 Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 21 Tahun 2011 tentang Sistem Informasi
Penyidikan.
Adapun dasar pemikiran dari dibuatnya aplikasi SP2HP Online ini berangkat
dari :
masyarakat;
dukungan SDM, anggaran, dan sarana dan prasarana. Berikut adalah interface/antar
muka dari aplikasi SP2HP Online yang akan diluncurkan oleh Polrestabes Medan :
sebagai korban yang melaporkan telah terjadinya tindak pidana, dapat selalu
lengkap pelapor dan nomor laporan pengaduan yang telah dibuatnya. Selanjutnya,
Gambar 2
Contoh Hasil Penggunaan SP2HP Online
Polrestabes Medan
“Rizaldi”, maka pengguna dapat melihat dengan jelas nomor pengaduan dan
kode “A-1”, “A-2”, “A-3”, “A-4”, dan “A-5”. Namun, masih belum dapat dilihat
rencana tindak lanjut penyelidikan dan penyidikan tindak pidananya karena terhadap
hal tersebut harus dirahasiakan sebab publik dapat juga melihat perkembangan
SDM, baik dari segi kuantitas dan kualitasnya. Di samping itu juga perlu
a. Kuantitas
kuantitasnya, namun dalam hal penerbitan SP2HP Online Polrestabes Medan ini
belum didukung oleh SDM yang mumpuni. Maksudnya adalah SDM yang
mengoperasikan sistem server dan database dari Aplikasi SP2HP Online Polrestabes
Medan tersebut masih kurang, sebab sekarang ini adapun yang mengoperasikannya
adalah hanya tenaga honorer. Adapun pihak yang menginput SP2HP tersebut ke
oleh tenaga honorer juga. Untuk itu, dibutuhkan tenaga ahli yang mengerti masalah
informasi dan teknologi dalam mengerjakan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk
Tabel 6
Daftar Personil (SDM) Yang Diperlukan Untuk Mengoperasikan
Sistem dan Database Aplikasi SP2HP Online Polrestabes Medan dan Jajarannya
persyaratan yang paling utama adalah mengerti masalah informasi dan teknologi dan
Sat.Reskrim Polrestabes Medan dan jajarannya tidak perlu lagi menambah pekerjaan
untuk menjaga sistem server dan input database. Penyelidik dan penyidik cukup
memberikan data-data yang akan diinput dan sistem server dijaga dengan baik oleh
b. Kualitas
1) Pengetahuan (Knowledge)
2) Kemampuan (Skill)
3) Perilaku (Attitude)
Dalam hal perilaku, dibutuhkan SDM yang menangani sistem server dan
database tersebut untuk tidak bekerja memiliki integritas yang tinggi agar tidak
2. Meningkatkan Anggaran
Polrestabes Medan yang kelihatannya besar namun untuk kegiatan penyelidikan dan
penyidikan hanya sebagian kecil saja. Untuk itu, anggaran penyelidikan dan
penyidikan perlu ditambah. Untuk kategori kasus “sangat sulit” menjadi Rp.
50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah), kasus “sulit” menjadi Rp. 35.000.000,- (Tiga
Puluh Lima Juta Rupiah). Sedangkan, kasus “sedang” menjadi Rp. 20.000.000,- (Dua
Puluh Juta Rupiah), dan kasus “mudah” menjadi Rp. 10.000.000,- (Sepuluh Juta
tidak sedikit.
Medan dan jajarannya diperlukan anggaran khusus untuk menggaji personil SDM
yang menangani sistem server dan input database tersebut. Dalam hal penggajiannya
yang menetapkan upah minimum Kota Medan adalah sebesar Rp. 2.528.815,- (dua
juta lima ratus dua puluh delapan ribu delapan ratus lima belas rupiah).
Dari upah minimum Kota Medan tersebut apabila dikalikan dengan 54 orang
personil SDM yang menangani sistem server dan input database, maka didapati
menjalankan sistem server dan input database pada Aplikasi SP2HP Online secara
membuat Aplikasi SP2HP Online Polrestabes Medan, secara umum belum dapat
mengingat dukungan dari Polri tidak memadai, baik secara kuantitas maupun
kualitas.
b. Peralatan sistem server dan database di Polrestabes Medan dan komputer yang
digunakan pun masih dilengkapi secara swadaya oleh Polrestabes Medan dan
jajarannya.
selalu berulang seperti hilangnya berkas perkara atau barang bukti, jumlah
yang optimal, maka sarana dan prasarana yang harus disediakan, antara lain :
(satu) unit;
Medan.
IndiHome.
sebanyak 54 orang sebagai SDM yang menangani sistem server dan menginput
untuk menggaji personil SDM tersebut. Selain itu, sarana dan prasarana dalam
pun perlu diperhatikan agar tidak mudah rusak dan terserang virus.
orang polisi telahdilatih. Salah satu “hasil” dari kerjasama tersebutadalah Peraturan
Jika dilihat isinya Perkap ini sangat ideal, bahkan lebih baik daripada undang-
undang dan KUHAP yang berlaku saat ini di Indonesia. Perkap ini berisi 62 pasal
konsiderans, dan berfungsi sebagai standar etika pelayanan dan codeof conduct bagi
86
Pasal 6 Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan
Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
87
Arif Gosita, Viktimologi danKUHAP (Yang Mengatur Ganti Kerugian Pihak Korban),
(Jakarta: Akademika Pressindo, 1987), hlm. 12.
aturanpemberian ganti rugi yang harus diterima oleh korban. Serta layak tidaknya
manusia. Oleh sebab itu, pemikiran citra yang tepat mengenai manusiadan
masyarakat”.
terhadap harkat dan martabat manusia. Perbedaan ini diwujudkan dengan pengaturan
88
Ibid., hlm. 33.
berkembang menjadi suatu yang dinilai dengan materi dalam bentuk ganti kerugian.
Dalam konsep ganti rugi terkandung 2 (dua) manfaat, yaitu : untuk memenuhi
kerugian materiil dan segala biaya yang telah dikeluarkan; merupakan pemuasan
emosional korban. 89 Sehingga adapun hak korban kejahatan dari sudut pandang
89
Chaerudin dan Syarif Fadilah, Korban Kejahatan Dalam Perspektif Viktimologi dan Hukum
Pidana Islam, (Jakarta : Grhadhika, 2004), hlm. 64-65.
hak dankewajibannya sebagai manusia utuh dan berbudi luhur. Besarnya harapan
kerugiandengan derita yang dialami oleh korban, baik oleh penegak hukum,
ataumasyarakat.
dalam masyarakat atau hukum.Setiap kejahatan mulai baik ringan atau berat, pastilah
Pasal 2Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan
Terhadap Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat,
ditentukan meliputi :
1. “Perlindungan atas keamanan pribadi korban atau saksi dari ancaman fisik
dan mental
2. Perahasiaan Identitas korban
3. Pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa
bertatap muka dengan tersangka”.
1. Retritusi (Retretution)
koban. Tolak ukur yang digunakan dalam menentukanjumlah retritusi tidak mudah
karena terggantung dari status sosial pelaku dankorban. Dalam hal korban dengan
status sosial lebih rendah dari pelaku,akanmengutamakan ganti rugi dalam bentuk
materiil, dan pemulihan harkat sertanama baik akan lebih diutaman, bagi korban yang
Pasal 99 ayat(1) dan (2) hanya menyebutkan “pengantian biaya yang telah dilakukan
besar kecilnya atau layak tidaknya ganti rugi. Dalam Pasal 1ayat (22) hanya
diberikan dalam bentuk sejumlah uang (b) tujuan ganti kerugianyaitu pemenuhan
tuntutan berupa sejumlah uang, namun keduanya tidakdapat sebagai tolak ukur untuk
memakanwaktu yang cukup lama, belum lagi ditambah dengan pencemaran nama
pada birokrasi dan proses system peradialan pidana. Bagi korbantidak cukup hanya
mengajukan ganti kerugian sesuai dengan prosedur yangdiatur dalam KUHAP, tetapi
lebih dari itu dibutuhkan jaminan bahwatuduhan yang diajukan kepada terdakwa
2. Kompensasi (Compensation)
90
Ibid., hlm. 67.
91
Ibid., hlm. 69.
dalam UUD 1945, Pasal 1 ayat (3), maka setiap tindakan yang bertentangan atas
Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum yang paling hakiki, harus selalu
ditegakan guna mencapai cita-cita dan tujuan Negara Indonesia. Selain itu,
berdasarkan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, menyatakan : “Setiap warga Negara
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Oleh sebab itu, hubungan
korban dengan Negara adalah hubungan antara Negara dengan Warga Negaranya
pergeseran nilai moral dan sosial dalam masyarakat. Salah satunya perubahan pola
hidup, tingkah laku dan tingkat kesopanan yang semakin buruk (mengalami degradasi
nilai-nilai moral dan sosial dalam masyarakat. Dampak globalisasi dan modernisasi
yang awalnya menjunjung tinggi budaya timur mengalami pergeseran ke pola hidup
Dalam berkehidupan di dalam masyarakat, setiap orang tidak akan lepas dari
adanya interaksi antara individu yang satu dengan individu yang lain. Sebagai mahluk
sosial yang diciptakan oleh Tuhan yang Maha Esa, manusia tidak akan dapat hidup
apabila tidak berinteraksi dengan manusia yang lain. Dengan seringnya manusia
dua individu atau lebih yang bersifat negatif dan dapat menimbulkan kerugian di
salah satu pihak. Hal tersebut pada saat ini sering disebut dengan tindak pidana.
didalamnya, yaitu Pelaku dan Korban. Bentuk atau macam dari suatu tindak pidana
banyak yang lainnya. Dalam hal terjadinya berbagai tindak pidana ini, Kepolisian
merupakan alat negara yang berfungsi untuk melindungi, mengayomi, dan melayani
masyarakat sesuai roh dari Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
warga negara yang harus dilindungi adalah untuk mengungkapkan kebenaran materiil
hukum pidana di Indonesia. Pasal 189 ayat (4) KUHAP, menyatakan : “Keterangan
perbuatan yang didakwakan padanya, melainkan harus disertai alat bukti yang sah”.
Dalam membuktikan perbuatan pidana ini adalah tugas Kepolisian Negara RI.
saksi merupakan salah satu alat bukti yang sah sesuai ketentuan Pasal 184 KUHAP,
dan sesuai ketentuan Pasal 1 KUHAP, saksi adalah orang yang dapat memberikan
perkara pidana yang Ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.Namun di
sisi lain, KUHAP belum mengatur mengenai aspek perlindungan bagi saksi. Adapun
Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (“UUPSK”), sesuai ketentuan
Pasal 4 UUPSK, perlindungan saksi dan korban bertujuan memberikan rasa aman
kepada saksi dan/atau korban dalam memberikan keterangan pada setiap proses
peradilan pidana.
terhadap korban yang juga berkedudukan sebagai saksi, sehingga ketentuan dan
jaminan perlindungan diberikan kepada korban yang juga menjadi saksi dalam setiap
saksi dan/atau korban, baik itu terhadap korban yang juga menjadi saksi, korban yang
tidak menjadi saksi dan juga anggota keluarganya. Sehingga, jaminan perlindungan
terhadap korban tindak pidana dan terutama terhadap korban pelanggaran HAM berat
diatur sesuai ketentuan UUPSK serta peraturan pelaksana lainnya seperti Peraturan
tindak pidana, dapat berupa perlindungan saksi, pemberian bantuan, restitusi, dan
Berdasarkan Pasal 189 ayat (4) KUHAP tersebut di atas, maka keterangan
saksi harus dilandasi pada semangat untuk mengungkap kebenaran materiil dalam
92
Kebenaran materiil yang merupakan prasyarat keadilan, hanya akan tercapai jika penegak
hukum obyektif (imparsial) dalam melakukan tugas penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan
keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah merupakan elemen penting dalam proses
materiil.Perlindungan terhadap saksi, karena itu menjadi hal yang penting, mengingat
saksi selama ini seringkali mendapatkan intimidasi maupun tekanan dari berbagai
saksi untuk mengungkap fakta sebenarnya tanpa adanya tekanan dari pihak manapun.
Jika selama ini hak korban sangat minimal diatur dalam KUHAP danbeberapa
2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam
pengadilan. Jika, perspektif dan perlakuannya sudah tidak obyektif sangat sulit dibayangkan akan
tercapai kebenaran materiil, dukungan alat bukti yang netral dan obyektif pun ketika dipandang secara
subyektif dan bias kepentingan akan sulit dipertahankan kebenaran alat bukti tersebut atau bahkan
akan dibawa dalam perspektif penegak hukum yang tidak obyektif. Lihat : Nurul Ghufron,
“Kedudukan Saksi Dalam Menciptakan Peradilan Pidana Yang Bebas Korupsi”, Jurnal Anti Korupsi,
Vol. 2, No. 2, PUKAT FHUJ, November 2012, hlm. 45-46.
93
Pasal 52 Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip
dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Ketentuan tersebut juga memuat larangan sejumlah hal yang selama ini sering
94
Pasal 53 Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip
dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
pemeriksaan. Bahkan, tersangka saja pun diperlakukan dengan sangat baik. Sebagai
pemeriksaan.
dalam melakukan pelayanan berupa penyelidikan dan penyidikan telah diatur dalam
bahwa 96 :
surat ataupun berupa informasi data elektronik sebagaimana Aplikasi SP2HP Online
mengeluarkan imbalan apapun dan cukup hanya mengajukan permintaan baik secara
perkara tersebut kepada petugas penyelidik maupun petugas penyidik sama sekali
tidak dipungut bayaran. Seluruh informasi disediakan secara gratis oleh Sat.Reskrim
97
Pasal 55 Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip
dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
satu jelmaan dari Habeas Corpus sebagai prototype, yaitu sebagai tempat
Upayahukumpraperadilanitusendiripadadasarnyabertujuanuntukmelindungiha
kasasitersangkasehubungandengantindakan-
tindakanupayapaksayangmungkindilakukanolehpenyidikterhadaptersangka.Padahake
katnya,upayapaksamerupakantindakanpaksa(dalamhalpemanggilantersangka)yangdib
enarkanundang-
undangdemikepentinganpemeriksaantindakpidana,yangpadadasarnyabiasa
sajamerampaskemerdekaandankebebasansertamerupakansuatupembatasanhakasasiter
sangka.DalamprosesperadilanpidanadiIndonesiayangmemilikikewenanganmelakukan
tindakanpenyelidikandanpenyidikanadapadakepolisian,sedangkanyangmemilikikewe
nanganuntukmelakukanpenuntutanadalahkejaksaan,sementarakewenanganmengadilid
alampemeriksaandisidangpengadilanadapadahakim.Kewenangan-
98
Andi Hamzah dalam Fachruddin Razi, “Mekanisme Pemenuhan Hak Tersangka Melalui
Penetapan Tersangka Menjadi Objek Pra Peradilan”, Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi,
Vol. 16, No. 2, 2016, hlm. 75.
pada prinsipnya merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan. 99
Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) dengan menambahkan frase
“minimal dua alat bukti” dalam proses penetapan tersangka dan penyidikan. 100
berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur
99
Ibid., hlm. 75-76.
100
Putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 21/PUU-XII/2014, tertanggal 28 April 2015.
penghentian penuntutan;
2. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya
lagi tindakan penggeledahan dan penyitaan juga masuk dalam objek praperadilan.
praperadilan.
alat bukti dan barang bukti sehingga menjadi terang tindak pidana dan sekaligus
merupakan tahap akhir dari proses penyidikan. Tersangka baru dapat ditentukan
setelah terang atau jelas bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan pidana yang
ditentukan padahal konstruksi hukumnya belum jelas atau tidak jelas bahwa
perbuatan tersebut adalah perbuatan pidana. Jika itu yang terjadi, maka banyak
hal tersebut tidak perlu terjadi jika kepolisian memahami makna dari pengertian
penyidikan.
perolehan alat bukti dan barang bukti telah diketahui tidak cukup bukti atau bukan
SP3, hanya terbatas memberikan SP2HP. Dengan kata lain, dalam praktek penyidikan
Apabila kemudian terhadap laporan polisi yang telah dibuat diketahui telah
kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat sebagaimana telah diatur dalam ketentuan
atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh
penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua
dalam bentuk SP2HP kepada pelapor, maka selama itu pelapor tidak dapat
pihak kepolisian tidak diproses secara hukum selama satu tahun, dan tanpa
telah dijelaskan.
Mengenai hal tata cara memperoleh SP2HP, berikut dasar hukum terkait,
antara lain:
2. Pasal 11 ayat (1) huruf a Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 21 Tahun 2011
ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 12 Tahun 2009 (yang saat ini
No. 14 Tahun 2012) disebutkan setiap bulan paling sedikit 1 (satu) penyidik
secara berkala wajib memberikan SP2HP kepada pihak pelapor baik diminta
Tahun 2012 tidak lagi diatur mengenai waktu perolehannya. Oleh karena itu
A. Kesimpulan
penelitian ini dapat ditarik benang merah sebagai kesimpulan akhir, sebagai berikut :
dalam peraturan internal Polri saja. Namun, di dalam KUHAP telah diatur
kewenangannya.
SP2HP Online Polrestabes Medan agar dapat dengan mudah diakses oleh
pelapor. Namun, terdapat beberapa hal yang tidak dapat dikemukakan kepada
publik yaitu rencana tindak lanjut penanganan perkara. Sebab, jika rencana
perkaranya.
B. Saran
A. Buku
Alfitra, Hapusnya Hak Menuntut & Menjalankan Pidana, Cet. Ke-2, Jakarta : Raih
Asa Sukses, 2014.
Arief, Barda Nawawi., Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Jakarta : Kencana
Prenada, 2008.
Chaerudin dan Syarif Fadilah, Korban Kejahatan Dalam Perspektif Viktimologi dan
Hukum Pidana Islam, Jakarta : Grhadhika, 2004.
Chazawi, Adami., Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Malang
: Bayumedia Publishing, April 2005.
Davies, Croall, dan Tyrer, An Introduction the Criminal Justice System in England
and Wales, London : Longman, 1995.
Friedman, Lawrence M., American Law : An Introduction, New York : W.W. Norton
& Company, 1984.
Loqman, Loebby., Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Acara Pidana, Jakarta :
Datacom, 2002.
Ngani, Nico., I Nyoman Budi Jaya, dan Hasan Madani, Mengenal Hukum Acara
Pidana Bagian umum dan Penyidikan, Yogyakarta : Liberty, 2010.
Prinst, Darwan., Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Jakarta : Djambatan, 1989.
Sunaryo, Sidik., Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Malang : UMM Press,
2005.
Tim Penyusun Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,
2008.
Winardi, Pengantar Tentang Teori Sistem dan Analisis Sistem, Bandung : Mandar
Maju,1999.
Zed, Mestika., Metode Penelitian Kepustakaan, Edisi Kedua, Jakarta : Yayasan Obor
Indonesia, Januari 2008.
B. Karya Ilmiah
Muhdar, Muhamad., “Bahan Kuliah Metode Penelitian Hukum : Sub Pokok Bahasan
Penulisan Hukum”, Universitas Balikpapan, Balikpapan, 2010.
Tim Penyusun Mabes Polri, “Grand Strategi Polri 2005-2025 : Surat Keputusan
Kepala Kepolisian Negara RI No. Pol. SKEP/360/VI/2005 tertanggal 10 Juni
2005”, Mabes Polri, Jakarta, 2005.
D. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1964 tentang Hukum Pidana atau lazim disebut Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau lazim disebut
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan
Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri No. 3 Tahun 2014 tentang Standar
Operasional Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana.
TANGGAL
NO.URUT
DITERIMA NO NO. SURAT ASAL SURAT PERIHAL UNIT/POLSEK PENYIDIK TINJUT
SIUM
SURAT
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Permintaan Lapju SUNGGAL
Rabu B/22/1/2016 B/498/XII/ 2015 KABID AIPTU IMRAN SYAH
1 Lp/1336/VIII/2015/sek B/339/1/2016
08-01-2016 05-01-2016 31-12-2015 PROPAM GINTING
sunggal 12-1-16
Permintaan Lapju Lp/2631 KASI PROPAM
B/ND-05/I/2016 BRIPKA EVA SELLY
2 KASI PROPAM /k.IX/2012/SPKT Rata, 29-09- PPA B/ND-74/11/2016
-1-2016 PARDEDE
2012 23-02-2016
Penyampaian Surat Dumas PIDUM IRWASDA
3 Lp/2837/X/2015/Rata, 11-10- B/ND-24/I/2016 B/1265/11/2016
2015, Dr.Liesna Andnany 26-01-2016 04-02-2016
B. Lp/1758/X/2015/Delta, 12- DELTA B/739/I/2016
4
10-2015 25-01-2016
R/02/1/2016 R/II/I/2016
IRWASDA C. Lp/2849/X/2015/Rata, 12- TIPITER IRWASDA
07-01-2016 07-01-2016
5 10-2015 B/ND-24/I/2016 B/1230/II/2016
20-01-2016 03-02-2016
D. MEDAN KOTA
Jum'at
6 LP/1527/XI/2015/Seh.M.kota, B/739/I/2016
08-01-2016
26-11-2015 25-01-2016
Mohon di tuntaskan
B/N-948/XII/15 penanganan perkara
7 KASI PROPAM HARDA
- an.TURUMAN
Lp/1217/V/2015/Rata
Penyampaian Surat Dumas IRWASDA
R/02/1/16 R/II/I/2016 SUNGGAL B/459/I/16
8 IRWASDA Lp/2262/XII/2015/sek AIPTU IMRAN GULTOM B/4391/IV/2016
07-01-2016 07-01-2016 14-01-2016
sunggal, 08-12-2015 25-04-2016
Jukrah & permintaan lapju
DITERSKRIMUM
B/19/I/2016 Lp/110/I/2015/rata
9 DIRESKRIMUM TIPITER B/4240/IV/2016 25-
08-01-2016 16-01-2015 PANER
04-2016
DAMANIK
B.4/239/PPP/ Komisi Mohon Tinjut
SUNGGAL IRWASDA
Selasa B/139/1/2016 KPAID- Perlindungan Lp/959/X/2015/SPKT Sunggal
10 B/847/I/2016 AIPTU IMRAN GULTOM B/4387/IV/2016
12-01-2016 11-01-2016 SU/I/2016 Anak 22-01-2015
28-01-2016 25-04-2016
11-01-2016 Indonesia
Sumber : Data Pengaduan Masyarakat Sat.Reskrim Polrestabes Medan dan Jajarannya, Januari 2016.
TANGGAL
DITERIMA NO NO.URUT SIUM NO. SURAT ASAL SURAT PERIHAL UNIT/POLSEK PENYIDIK TINJUT
SURAT
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Permintaan Lapju DIRESKRIMUM
B/142/II/2016
1 DIRESKRIMUM LP/1764/VII/2015/Resta tgl 03-07-2015 PPA BRIPKA DEARMA B/1475/II/2016
01-02-2016
09-02-2016
Permintaan Lapju KASI PROPAM
B/ND-24/I/2016
2 KASI PROPAM LP/1764/VII/2015/Resta tgl 03-07-2015 PPA BRIPKA DEARMA B/ND-46/II/2016
29-01-2016
10-02-2016
Mengirimkan Data Tunggakan Dumas
Tahun 2015 di SIWAS POLRESTA MEDAN HARDA
3 a. surat Ombudsman RI Nomor: B/ND-55/II/2016
0235/KLA/0148/-.2014/mdn- 16-02-2016
17/XII/2014 tanggal 17 Desember 2014
b. surat Ombudsman RI Nomor: EKONOMI
4 0242/KLA/0169/-.2014/mdn- B/ND-55/II/2016
SELASA 17/XII/2014 tanggal 19 Desember 2014 16-02-2016
02-02- c. surat Komnas HAM RI Nomor: RANMOR
2016 5 0.164/K/PMT/I/2015 tanggal 09 Januari B/ND-55/II/2016
2015 16-02-2016
B/1149/II/2016 KASIWAS
d. surat Komnas HAM RI Nomor: JUDISUSILA
02-02-2016 POLRESTA
6 0.262/K/PMT/I/2015 tanggal 09 Januari B/ND-55/II/2016
2015 16-02-2016
f. LP/2096/K/VIII/2014/SPKT/Resta HARDA
7 Medan B/ND-55/II/2016
16-02-2016
g. STTLP/2236/IX/2014/SPKT/Resta HARDA
8 Medan B/ND-55/II/2016
16-02-2016
i. LP/2166/VIII/2014/Resta Medan HARDA
9 B/ND-55/II/2016
16-02-2016
SELASA 10 B/1149/II/2016 KASIWAS j. STTPL/2911/K/XI/2014 PIDUM
Sumber : Data Pengaduan Masyarakat Sat.Reskrim Polrestabes Medan dan Jajarannya, Februari 2016.
URBIN OPS
3. 1. BILIHER SIMARMATA AKP 61030680 KAURBIN OPS
4. 2. JHONSON HUTAJULU IPDA 65010631 KAURMINTU
5. 3. JAKA TERANG GINTING AIPDA 78040740 BRIGADIR URBIN OPS
6. 4. P. SIMANJUNTAK AIPDA 75020308 BRIGADIR URBIN OPS
7. 5. EVA SELLY PARDEDE, SH AIPDA 79071269 BRIGADIR URBIN OPS
8. 6. IRWANSYAH BRIPKA 67040005 BRIGADIR URBIN OPS
9. 7. FERRI HERDIYANSAH BRIPDA 92060697 BRIGADIR URBIN OPS
1967020920141
10. 8. RUDI FANANI PENGDA 21002 PNS URBIN OPS
1971070120091
11. 9. ANGAN DROWA GULO JURU TK-I 01002 PNS URBIN OPS
22. 11. RONI ADITIA WARMAN AIPDA 75070187 PENYELIDIK TIM SUS
43. 32.
JAWANDRY MUNTHE BRIPKA 81010521 PENYELIDIK
44. 33.
ROBBY PRATAMA SEMBIRING BRIGADIR 85071461 PENYELIDIK
45. 34.
M. NIRWANSYAH, SH BRIGADIR 85091358 PENYELIDIK
46. 35.
ALISPER SIMANJUNTAK, SH IPDA 59090178 P.PEMBANTU
47. 36.
J.E. SIANTURI, SH AIPTU 72030249 P.PEMBANTU
48. 37.
RIKARDO SITOHANG, SH AIPDA 78100626 P.PEMBANTU
49. 38.
HAMZAR NODI, SH, MH AIPDA 80010976 P.PEMBANTU
50. 39.
ALAM SURYA WIJHAYA AIPDA 77050464 P.PEMBANTU
51. 40.
KRISMAN COKRO PRANOLO, SP BRIPKA 78120298 P.PEMBANTU
52. 41.
SWANTO MANURUNG BRIPKA 77111003 P.PEMBANTU
53. 42.
HARI WIBOWO BRIPKA 82071295 P.PEMBANTU
54. 43.
IRVANSYAH BRIGADIR 84111474 P.PEMBANTU
55. 44.
DENI MUSTIKA SUKMANA, SE BRIGADIR 87070134 P.PEMBANTU
56. 45.
ROMMY YUDISTIRA BRIGADIR 89010469 P.PEMBANTU
57. 46.
ANRI SAKTI MUROSWANA BRIGADIR 89100248 P.PEMBANTU
58. 47.
ROBERTO SIMANJUNTAK BRIPDA 94100422 P.PEMBANTU
59. 48.
B. DOLOKSARIBU, SH AIPTU 64050057 P.PEMBANTU
60. 49.
LINTONG TANJUNG AIPTU 64010221 P.PEMBANTU
61. 50.
NATAL LUMBAN TORUAN AIPTU 73120106 P.PEMBANTU
62. 51.
MARULI H MANULANG AIPTU 76060027 P.PEMBANTU
63. 52.
MANAD PERRY SIANIPAR, SH AIPDA 79020528 P.PEMBANTU
64. 53.
JULITA SAMOSIR BRIPKA 84070300 P.PEMBANTU
65. 54.
OKMA BRATA BRIGADIR 86100425 P.PEMBANTU
66. 55.
EDWIN R. NAPITUPULU BRIGADIR 86110291 P.PEMBANTU
ANGGIA SAMMI HALOMOAN
67. 56. BRIPDA 94090272 P.PEMBANTU
SIREGAR
68. 57. MAYTHA ARDIANSYAH BRIPDA 95050649 P.PEMBANTU
69. 58. S.M. SARAGI AIPTU 67100179 BA MIN JAHTARAS
TEAM TIPIKOR
111. 22. ADE RUSLI SINAGA, SH AIPTU 76030038 P.PEMBANTU
112. 23. REMBANGI SURBAKTI, SH AIPDA 79020981 P.PEMBANTU
113. 24. DEDHI SUPRAYUDI BRIPKA 80020562 P.PEMBANTU
114. 25. IRALFAT YARONI DACHI, SH BRIGADIR 86090640 P.PEMBANTU
UNIT IDENTIFIKASI
Sumber : Data Sekunder Yang Diolah, Daftar Personil Sat.Reskrim Polrestabes Medan Tahun
2017.
KEADAAN/ KONDISI
NO JENIS STN. SP LP TLP JLH.
I Kendaraan Bermotor
1 Mini Bus Unit 1 - - 1
2 Jeep Unit 1 - - 1
3 Sedan Unit - 1 - 1
II Peralatan Kantor
1 Lemari Kayu Unit 6 - 1 7
2 Rak Besi Unit 1 - - 1
3 Rak Kayu Unit 6 1 - 7
4 Filling Cabinet Kayu Unit 2 - - 2
5 Brangkas Unit 1 - - 1
6 Laci Box Unit 9 - - 9
7 Alat Penyimpanan Perlengkapan Unit 1 - - 1
Kantor Lainnya
8 CCTV Unit 1 - - 1
9 White Board Unit 4 - 3 7
10 Peta Unit 1 - - 1
11 Alat Perekam Suara Unit 1 - - 1
12 Pintu Elektrik Unit 2 - - 2
13 Teralis Unit 1 - - 1
14 Perkakas Kantor Unit 6 - - 6
15 Meja Kerja Kayu Unit 57 - 3 60
16 Kursi Besi Metal Unit 115 - 4 119
17 Kursi Kayu Unit 6 - - 6
18 Bangku Panjang Kayu Unit 1 - - 1
19 Meja Rapat Unit 1 - - 1
20 Meja Komputer Unit 3 - - 3
21 Jam Mekanis Unit 1 - - 1
22 AC. Split Unit 11 - - 11
23 Kipas Angin Unit 1 - - 1
24 Televisi Unit 2 - 2 4
25 Dispenser Unit 2 - 3 5
26 Gordyn Unit 1 - - 1
III Peralatan Elektronik
Keterangan :
- SP = Siap Pakai
- LP = Layak Pakai
- TLP = Tidak Layak Pakai
Sumber : Data Sarpras, Subbag.Sarpras. Polrestabes Medan Tahun 2016.