Anda di halaman 1dari 109

KEBIJAKAN POLRESTA MEDAN TERHADAP TINDAK PIDANA

KEJAHATAN YANG DILAKUKAN OLEH KELOMPOK GENG MOTOR


(STUDI KASUS POLRESTA MEDAN)

TESIS

OLEH:

PATAR MARULI SIMANJUNTAK


107005033/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


KEBIJAKAN POLRESTA MEDAN TERHADAP TINDAK PIDANA
KEJAHATAN YANG DILAKUKAN OLEH KELOMPOK GENG MOTOR
(STUDI KASUS POLRESTA MEDAN)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Magister Hukum dalam Program Studi
Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara

OLEH:

PATAR MARULI SIMANJUNTAK


107005033/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Telah diuji

Pada Tanggal : 22 Desember 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S

Anggota : Prof. Dr. Madiasa Ablisar, S.H., M.S

Dr. M. Hamdan, S.H., M.H

Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum

Dr. Marlina, S.H., M.Hum

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Geng motor merupakan kelompok anak muda yang tergabung dalam suatu
komunitas pengguna kendaraan bermotor roda dua. Geng pada awalnya merupakan
komponen remaja yang memiliki tujuan yang sama. Berawal dari sekedar mencari
pengalaman yang baru, lalu kelamaan perbuatan anggota geng menjadi semakin
diluar kontrol dan berubah menjadi tindak pidana kekerasan dan kejahatan.
Contohnya merampok dan membunuh. Dalam ruang lingkup masalah kebijakan
Polresta Medan terhadap tindak pidana kejahan oleh kelompok geng motor. Rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana faktor penyebab terjadinya tindak
pidana kejahatan yang dilakukan geng motor di Polresta Medan, bagaimana kebijakan
Polresta Medan terhadap tindak pidana kejahatan yang dilakukan kelompok geng
motor dan hambatan apa yang dihadapi polresta Medan dalam menanggulangi tindak
pidana kejahatan yang dilakukan oleh kelompok geng motor. Tujuan penelitian ini
adalah untuk menganalisis dan menjelaskan faktor penyebab terjadinya tindak pidana
kejahatan yang dilakukan kelompok geng motor di Polresta Medan, mengenalisis dan
menjelaskan kebijakan Polresta Medan terhadap tindak pidana kejahatan yang
dilakukan oleh kelompok geng motor, dan menganalisis dan menjelaskan hambatan
yang dilakukan Polresta Medan dalam menanggulangi tindak pidana kejahatan yang
dilakukan oleh kelompok geng motor.
Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang
menekan pada ilmu hukum. Data yang digunakan data primer dan sekunder yang
terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik dan alat pengumpulan
data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan yang diperoleh langsung
dari lokasi penelitian berupa hasil wawancara terhadap petugas kepolisian. Analisis
data yang dilakukan dengan metode kualitatif.
Dari hasil penelitian disimpulkan: geng motor diwilayah hukum Polresta
Medan yaitu sudah sangat menakutkan masyarakat. Hampir setiap malam geng motor
berkonvoi dijalan sambil membawa senjata tajam berjenis golok. Hal tersebut terjadi
dikarenakan beberapa faktor diantaranya faktor lingkungan, pengaruh minuman
keras, minim pendidikan formal, dan faktor dendam. Kebijakan yang dilakukan
Polresta Medan dalam menanggulangi tingkat kejahatan yang dilakukan oleh
kelompok geng motor adalah bersifat preventif yaitu, melaksanakan kegiatan patroli,
mengadakan pengerebekan terhadap penjual minuman keras, dan penyuluhan di
setiap sekolah. Upaya represif yaitu, melakukan pengejaran dan penangkapan
terhadap tersangka, mengadakan pemeriksaan tehadap tersangka beserta barang bukti,
dan selanjutnya berkas dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri untuk diproses. Adapun
hambatan yang dihadapi Polresta Medan yaitu, pelakunya adalah individu yang
dikategorikan anak yang masih dibawah umur, kecepatan berpindah geng motor antar
satu tempat ke tempat lainnya, dan minimnya jumlah anggota kepolisian.
Kata Kunci : kebijakan, tindak pidana kejahatan, geng motor

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT
Motorcycle gangis a group of young people who are members of a community
of two-wheeled motorized vehicles. Gang was originally a component of adolescents
who had the same goals. Starting from just looking for a new experience, then the
actions of gang members over time become increasingly out of control and turn into
criminal acts of violence and crime. For example, robbing and killing. In the scope of
the Medan Police's policy problem against criminal acts of crime by motorcycle gang
groups. The formulation of the problem in this study is what the causes of crime
committed by motorcycle gangs in Medan Police are, how the Medan Police policy
on crimes committed by motorcycle gang groups and what obstacles which are faced
by Medan police in dealing with crimes which are committed by groups motorcycle
gang are. The purpose of this study is to analyze and explain the factors that led to
the crime which are committed by motorcycle gang groups in Medan Police, to
identify and explain Medan Police's policy towards crimes which are committed by
motorcycle gang groups, and to analyze and explain the obstacles in Medan Police
dealing with crimes which are committed by motorcycle gang groups.

This research is a normative juridical research that is a research that emphasizes


legal science. The data used primary and secondary data consisting of primary,
secondary and tertiary legal materials. The data collection techniques and tools are
carried out by library studies and field studies that are obtained directly from the
research location in the form of interviews with police officers. The data analysis
carried out by qualitative methods.

From the results of the study concluded: the motorcycle gangs in the law area of
Medan Police are very frightening to the public. Almost every night, motorcycle
gangs convoy on the street carrying sharp machetes. This happens because of several
factors including environmental factors, the influence of liquor, minimal formal
education, and revenge factors. The policy which is carried out by Medan Police in
tackling the level of crime committed by the motorcycle gang group is preventive in
nature, namely, carrying out patrol activities, conducting raids on liquor sellers, and
counseling in every school. Repressive efforts, namely, pursuing and arresting
suspects, holding checks on suspects along with evidence, and then submitting
documents to the District Prosecutor's Office for processing. The obstacles which are
faced by Medan Police, namely, the perpetrators are individuals who are categorized
as underage children, the speed of moving motorcycle gangs between one place to
another, and the minimal number of members of the police.

Keywords: policies, crime, motorcycle gang

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa sehingga saya dapat menyelesaikan
tesis ini dengan judul Kebijakan Polresta Medan Terhadap Tindak Pidana Kejahatan
Yang Dilakukan Oleh Kelompok Geng Motor (Studi Kasus Polresta Medan). Tesis
ini mergupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi guna memperoleh gelar
Magister Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih sangat jauh dari sempurna, kiranya
dapat dimaklumi karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis miliki.
Dalam penyelesaian penulisan tesis ini, penulis telah banyak memperoleh bimbingan,
pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setulu-
tulusnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM &H, Sc (CTM), Sp.A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, M,H, selaku ketua Program Studi Magister
Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum, selaku Sekertaris Program Studi
Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Guru Besar dan Dosen Pada Program Studi Magister Ilmu Hukum
Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh Pegawai dan staf pada Program Studi Magister Ilmu Hukum
Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat saya tulis satu persatu.
Terimakasih karena telah menjadi bagian dari kehidupan saya.

Ucapan terimakasih juga saya persembahkan kepada :


1. Kedua orang tua saya yaitu : M. Simanjuntak (bapak) dan M. Sihotang (ibu)
yang sejak kecil selalu mendorong saya untuk terus belajar agar kesulitan
kehidupan saya lebih ringan dari beban kehidupan mereka yang mulia itu.
2. Adik saya berserta semua keluarga yang setiap waktu mengkhawatirkan studi
saya ini dan selalu memanjatkan doa nya demi selesainya studi saya ini.

Secara khusus rasa terimakasih yang tak terlukiskan dan tak terucapkan
dengan kata-kata, saya sampaikan kepada :
1. Ira widyawati Napitupulu, istri tercinta saya yang selalu sabar memberikan
dorongan dan dukungan yang menyentuh hati saya dalam segala bentuknya,
yang bahkan menjadi sumber kekuatan bagi saya.
2. Pedro moses Simanjuntak anak pertama saya berumur 3 tahun yang canda
tawanya, kepolosannya dan “gangguan kecilnya” menjadi semangat juang
tersendiri bagi saya.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP

I. DATA DIRI
Nama : Patar Maruli Simanjuntak
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 15 April 1983
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. HM. Joni Asrama Polisi Pasar Merah Blok
X No. 4 Kelurahan Binjai Kecamatan Medan
Denai Kota Medan Provinsi Sumatera Utara.
II. KELUARGA
Ayah : Marulak Simanjuntak
Ibu : Mesta Sihotang
Adik : Marini Veronika Simanjuntak
Istri : Ira Widyawati Napitupulu
Anak : Pedro Moses Simanjuntak

III. PENDIDIKAN FORMAL


1. SD Swasta Santo Thomas 1 Medan (1995)
2. SLTP Swasta RK Deli Murni Sibolangit (1998)
3. SMU Negeri 1Babalan Langkat (2001)
4. S-1 Universitas Medan Area (2009)
5. S-2 Universitas Sumatera Utara (2010-2014)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................ i
ABSTRACT ...................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................ iii
RIWAYAT HIDUP............................................................................. v
DAFTAR ISI vii
BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1
B. Perumusan Masalah 8
C. Tujuan Penelitian 9
D. Manfaat Penelitian 9
E. Keaslian Penelitian 10
F. Kerangka Teori dan Konseptual
1. Kerangka Teori 11
2. Konseptual 18
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian 21
2. Sumber Data Penelitian 22
3. Teknik Pengumpulan Data 22
4. Tenik Analisis Data 23

BAB II: GAMBARAN UMUM GENG MOTOR DI WILAYAH HUKUM


POLRESTA MEDAN

A. Gambaran Umum Geng Motor di Wilayah Hukum Polresta Medan 24


B. Faktor Internal dan Eksternal Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Kejahatan
Geng Motor 30
C. Hambatan yang dihadapi Polresta Medan dalam Menanggulangi Kejahatan Geng Motor
37

Universitas Sumatera Utara


BABIII: KEBIJAKAN POLRESTA MEDAN TERHADAP TINDAK
PIDANA KEJAHATAN YANG DILAKUKAN OLEH KELOMPOK
GENG MOTOR

A. Pengertian Kebijakan 43
B. Pengertian Kebijakan Hukum Pidana 45
C. Hubungan Hukum dengan Kebijakan Publik 46
D. Tindak Pidana Kejahatan Kelompok Geng Motor 50
E. Kebijakan Polresta Medan terhadap Tindak Pidana
Kejahatan Geng Motor 50
F. Kebijakan Penal dan Non Penal 60

BAB IV: PENERAPANDAN PENEGAKAN SANKSI PIDANA TERHADAP


TINDAK PIDANA KEJAHATAN KELOMPOK GENG MOTOR

A. Sanksi Pidana 66
B. Penerapan Sanksi Pidana 70
C. Penegakan Hukum Pidana terhadap Tindak Pidana Kejahatan
Geng Motor 74

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 84
B. Saran 91

DAFTAR PUSTAKA 92

Universitas Sumatera Utara


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Geng adalah kelompok remaja yang terkenal karena kesamaan latar belakang
1
sosial, sekolah, daerah, dan lain sebagainya. Geng motor merupakan kelompok

anakmuda (remaja) yangtergabung dalam suatu komunitas penggunakendaraan

bermotor roda dua. Komunitas bermotorsaat ini bukan hanya menjadi trend

masyarakatperkotaan, melainkan sudah menjamur sampai pelosok desa. Hal tersebut

selain semakinmudahnya cara masyarakat memiliki kendaraanbermotor roda dua,

juga karena kebutuhan akantransportasi maupun sebagai gaya hidup bagisebagaian

orang 2.

Sebenarnya geng-geng motor sudah ada dari tahun 1978. Yang namanya

melegenda saat itu adalah geng motor "M2R" atau Moonraker. Geng motor &

gangster diseluruh dunia sedang naik daun, seperti di Jepang tahun 70an geng motor

lagi zaman, di Amerika gangster tahun 70an baru-baru naik, di Korea tahun 70an juga

sama kaya di Jepang dan sama halnya dengan di Indonesia tahun 70an sudah ada

Moonraker 3.

Geng pada awalnya merupakan kumpulan remaja yang memiliki tujuan yang

sama. Berawal dari sekedar mencari pengalaman yang baru, lalu kelamaan perbuatan

1
https//kbbi.web.id//geng, diakses pada tanggal 23 januari 2019
2
Nandang Sambas, Penanggulangan Pelanggaran Hukum yang Dilakukan Geng Motor,
MIMBAR, Vol. XXVII, No. 2 (Desember 2011): 225-232, Fak. Hukum Universitas Islam Bandung.
3
Mooraker Speed Maniac, Geng Motor dari Segi Sosiologi dan Hukum serta Solusi
Meminimalisir Geng Motor, 2011.

Universitas Sumatera Utara


anggota geng menjadi semakin di luar kontrol, dan berubah aksi menjadi tindak

kekerasan dan kejahatan 4.

Geng diindikasi banyak tumbuh dan berkembang di kota-kota besar, dan

bertanggung jawab atas banyaknya kejahatan, antara lain melakukan tindak

kekerasan, melakukan perkelahian dengan siapapun juga tanpa suatu sebab yang jelas

dengan tujuan untuk mengukur kekuatan kelompok sendiri, serta penganiayaan

terhadap anggota geng yang berbeda.

Perlawanan antar sesama geng dimungkinkan terjadi. Perang antar geng untuk

menjadi nomor satu itulah yang berimbas ketakutan kepada masyarakat 5. Hal inilah

yang menjadi penyebab tindak pidana yang dilakukan geng motor terhadap geng

lawannya lebih sering terjadi daripada tindak pidana lain seperti penganiayaan hingga

sampai menelan korban, pencurian, pengerusakan milik orang lain atau fasilitas

umum. 6.

Seperti salah satu contoh kasus perkara dari sekian banyak kejadian peristiwa

kejahatan yg dilakukan geng motor, diawal tahun 2014 terjadi, aksi keganasan geng

motor. Suasana nyaman dan aman di awal tahun yang seharusnya penuh dengan

kenyamanan dan kedamaian yang dirasakan warga kota, tetapi di kotori oleh

kelompok geng motor tersebut. Seperti yang dilansir dari surat kabar online yang

terjadi di wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan, dalam sehari ini sudah dua orang

4
Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja, GrafindoPersada, Jakarta,2010, hal 6.
5
Ibid
6
Bhineka Teruna Sari Putra, Persepsi Anggota Geng Motor dan Faktor yang Melatarbelakangi
Terjadinya Tindak Pidana Penganiayaan, Purwokerto, 2009.

Universitas Sumatera Utara


menjadi keganasan ulah geng motor tersebut dengan lokasi yang berbeda. Korban

keganasan aksi geng motor adalah Fandy (22) warga Jalan Pembinaan, Geng Mushala

Bandar Setia dan M Fauzi (15) warga Jalan Rakyat Pasar 2 Gang Mesjid Medan

Perjuangan. Keduanya menjadi korban aksi kebrutalan kawanan gang motor yang

merampok keduanya ketika hendak pulang kerumah masing-masing. Kedua juga

menjadi korban didalam satu hari yang sama. Mengantisipasi hal tersebut, pihak

Kepolisian akan melakukan tindakan tegas terhadap pelaku kejahatan perampok

maupun geng motor yang berada di wilayah hukum Polsek Percut Sei Tuan 7.

Sebagaimana telah dijabarkan diatas sangat wajar apabila masyarakat merasa

resah dan khawatir, bahkan Image di mata masyarakat geng motor identik dengan

kelompok “pengacau”, “pembuat onar”, “brandalan” serta sebagai “pelaku kriminal”

termasuk muncul pernyataan “perang” terhadap geng motor. Secara yuridis formal

tindakan-tindakan yang dilakukan kelompok geng motor sudah memasuki ranah

hukum pidana, sehingga perbuatan yang mereka lakukan bukan hanya berupa

pelanggaran, melainkan termasuk perbuatan yang dikategorikan sebagai suatu

kejahatan (crime). Perbuatan yang dilarang dan diancam sanksi pidana.

Suatu kenyataan bahwa di dalam pergaulan individu maupun kelompok, sering

terdapat adanya penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan,

terutama terhadap norma yang dikenal sebagai norma hukum. Dalam pergaulan hidup

manusia, penyimpangan terhadap norma hukum ini disebut sebagai kejahatan.

7
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=312364:awal-
tahun-geng-motor-semakin-ganas&catid=14:medan&Itemid=27, waspada online, diakses pada tanggal
7 April 2014.

Universitas Sumatera Utara


Kejahatan sebagai salah satu bentuk problema sosial merupakan sebuah kenyataan

yang harus dihadapi oleh setiap lapisan masyarakat. Untuk menganalisa atau

mengadakan diagnosa terhadap kejahatan-kejahatan yang meningkat saat ini, belum

dapat dilakukan, karena keadaan pengetahuan kriminologi dewasa ini belum

memungkinkan untuk tegas menentukan sebab, mengapa orang melakukan kejahatan,

sehingga hanya baru dapat dicari faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi

masyarakat tertentu pada masa tertentu pula, yang berhubungan erat dengan

timbulnya kejahatan.

Kejahatan akan terus bertambah dengan cara yang berbeda-beda bahkan dengan

peralatan yang semakin canggih dan moderen sehingga kejahatan akan semakin

meresahkan masyarakat saat ini. Masalah kejahatan merupakan masalah abadi dalam

kehidupan umat manusia, karena perkembangan tersebut sejalan dengan

berkembangnya tingkat peradaban umat manusia yang semakin kompleks. Sejarah

perkembangan manusia sampai saat ini telah ditandai oleh berbagai usaha manusia

untuk mempertahankan kehidupannya, dimana kekerasan sebagai salah satu

fenomena dalam usaha mencapai tujuan suatu kelompok tertentu dalam masyarakat

atau tujuan yang bersifat perorangan untuk mempertahankan hidup tersebut.

Berkaitan dengan kejahatan, maka kekerasan merupakan pelengkap dari bentuk

kejahatan itu sendiri.

Emile Durkheim mengatakan bahwa kejahatan akan selalu ada dalam

masyarakat dan kejahatan merupakan produk dari suatu masyarakat. Masyarakat

memberi andil akan terjadinya kejahatan.

Universitas Sumatera Utara


Beberapa faktor penyebab terjadinya kejahatan, yaitu :

1. Faktor pengaruh minuman keras; dan

2. Faktor kondisi psikologis dan emosi yang kurang stabil 8;

Ada peraturan yang membatasi prilaku dari perserikatan atau perkumpulan

tersebut yaitu didalam KUHP pasal 510 dan pasal 511, berbunyi sebagai berikut:

Pasal 510 KUHP 

(1) Diancam dengan pidana denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah,

barang siapa tanpa ijin kepala polisi atau pegawai negeri lain yang ditunjuk

untuk itu:

a. Mengadakan pesta atau keramaian untuk umum

b. Mengadakan arak-arakan di jalan umum

(2) Jika arak-arakan diadakan untuk menyatakan keinginan-keinginan secara

menakjubkan, yang bersalah diancam dengan pidana paling lama dua minggu

atau pidana denda dua ribu dua ratus lima puluh rupiah.

Pasal 511 KUHP 

“Barang siapa di waktu ada pesta arak-arakan dan sebagainya, tidak menaati
perintah dan petunjuk yang diadakan oleh polisi untuk mencegah kecelakaan
oleh kemacetan lalu lintas di jalan umum, diancam dengan pidana paling
banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah”.

Semua orang berhak untuk berkumpul atau membuat suatu geng motor, namun

hal tersebut tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku.

8
Darwin Siagian, Tinjauan Kriminologis Terhadap Kejahatan Penganiayaan, Makasar, 2011.

Universitas Sumatera Utara


Suatu keharusan apabila pihak kepolisian sebagai aparat penegak hukum melakukan

tindakan-tindakan yang lebih efektif dan rasional dengan mengambil langkah-langkah

baik berupa tindakan preventif, maupun melakukan tindakan represif dengan cara

penegakan hukum (law enforcement) maka para geng motor harus mematuhuinya. 9.

Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh

subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh

subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan

hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa

saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan

sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia

menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya

itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum

tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan

sebagaimana seharusnya.

Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak

hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa. Pengertian penegakan

hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam

hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas,

penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di

dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam

9
http://samchaster.blogspot.com/2012/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html diakses pada tanggal 4
Mei 2013.

Universitas Sumatera Utara


masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut

penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja.

Di Indonesia sendiri penegakan hukum sangat lambat, sangat jauh dari yang

diharapkan. Selain mengalami masalah pada profesionalisme dan integritasnya, jalur

yang rumit, disertai syarat-syarat birokratis yang panjang, menciptakan situasi yang

tidak kondusif bagi program penegakan hukum yang efisien dan efektif.

Adapun faktor-faktor yang menyebakan Penegakan Hukum sangat lambat,

yaitu:

1. Campur Tangan Politik.Kasus-kasus hukum di Indonesia banyak yang terhambat


karena adanya campur tangan politik didalamnya Hal yang lumrah untuk
dilontarkan karena kasus-kasus besar dan berdimensi struktural saat ini
setidaknya melibatkan partai politik penguasa negara ini.
2. Peraturan perundangan yang lebih berpihak kepada kepentingan penguasa
dibandingkan kepentingan rakyat.
3. Rendahnya integritas moral, kredibilitas, profesionalitas dan kesadaran hukum
aparat penegak hukum dalam menegakan hukum. Moral yang ada di beberapa
aparat penegak hukum di Indonesia saat ini bisa dikatakan sangat rendah. Mereka
dapat dengan mudahnya disuap oleh para tersangka agar mereka bisa terbebas
atau paling tidak mendapat hukuman yang rendah dari kasus hukum yang mereka
hadapi. Padahal para aparat ini telah disumpah saat ia memangkuh jabatannya
sebagai penegak hukum.
4. Kedewasaan Berpolitik. Berbagai sikap yang diperlihatkan oleh partai politik
saat kadernya terkena kasus poltik sesungguhnya memperlihatkan ketidak
dewasaan para elit politik di Negara hukum ini 10.

Sebenarnya masyarakat menghendaki hukum sebagai sarana dalam penegakan

hukum tidak lagi menjadi alat untuk kepentingan penguasa, atau kepentingan politik.

Harus disadari bahwa banyak faktor diluar hukum yang turut mewarnai didalam

10
http://riasiboro.blogspot.com/2012/04/kelemahan-sistem-penegakan-hukum.html diakses pada
tanggal 3 Mei 2013.

Universitas Sumatera Utara


praktek yang kadang kala dipandang sebagian kelangan begitu transparan dan kasat

mata, sehingga dapat mencederai hukum itu sendiri.

Fenomena ini harus direspons secara positif oleh setiap aparatur penegak

hukum dan menjadi perhatian serius pihak Kepolisian untuk terus menerus berupaya

memperbaiki dengan cara meningkatkan kinerjanya, sehingga tujuan penegakan

hukum yang konsisten dan konsekuen berorientasi kepada nilai-nilai dasar dari cita

hukum berupa kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan hukum dapat terwujud

sebagaimana tujuan hukum 11.

Berbagai upaya pencegahan tindak pidana kejahatan dan penegakan hukum

harus tetap dilakukan agar Kelompok Geng Motor tidak meresahkan warga

masyarakat. Dalam penanganan masalah tindakan pidana kejahatan yang dilakukan

Kelompok Geng Motor tersebut tentunya ada kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan

oleh Kepolisian Medan (Polresta Medan). Berdasarkan latarbelakang tersebut diatas

penulis merasa tertarik untuk menyusun sebuahtesis menjadi sebuah karya ilmiah

dengan judul“Kebijakan Polresta Medan TerhadapTindak Pidana Kejahatan yang

dilakukan Kelompok Geng Motor (Khususnya Polresta Medan)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka yang menjadi pokok

permasalahan adalah sebagai berikut:

11
Rasjuddin.blogspot.com/2013/06/hubungan-3-, diakses pada tanggal 23 januari 2019.

Universitas Sumatera Utara


1. Bagaimana Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Kejahatan yang

Dilakukan Kelompok Geng Motor di Polresta Medan?

2. Bagaimana Kebijakan Polresta MedanterhadapTindak Pidana Kejahatan yang

dilakukan Kelompok Geng Motor?

3. Hambatan apa yang dihadapi Polresta Medan dalam menanggulangi Tindak

Pidana Kejahatan Yang dilakukan oleh Kelompok Geng Motor?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang

ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah:

1. Menganalisis dan menjelaskan faktor penyebab terjadinya tindak pidana kejahatan

yang dilakukan kelompok Geng Motor di Polresta Medan;

2. Menganalisis dan menjelaskan kebijakan Polresta Medanterhadap tindak pidana

kejahatan yang dilakukan oleh Kelompok Geng Motor;

3. Menganalisis dan menjelaskan hambatan yang dilakukan Polresta Medan dalam

menanggulangitindak pidana kejahatan yang dilakukan oleh Kelompok Geng

Motor.

D. Manfaat Penelitian

Secara Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhanakan

masukan bagi para pembentuk undang-undang dan para penegak hukum danjuga

Universitas Sumatera Utara


diharapkan berguna bagi akademisi guna pengembangan teori ilmu hukumkhususnya

hukum pidana dan undang-undang yang terkait dengan kepentingan masyarakat.

Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan tidak saja bermanfaat

bagikalangan aparat penegak hukum tetapi juga bagi para pemerhati termasuk

didalamnya lembaga/komisi yang bergerak dibidang hukum dan juga bagi masyarakat

luas.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan dan penelusuran kepustakaan dari hasil penelitian

yang telah dilakukan khususnya di Universitas Sumatera Utara maka penulis

menerangkan bahwa penelitian mengenai “Kebijakan Polresta dalam

MenanganiTindak Pidana Kejahatan yang dilakukan oleh Kelompok Geng Motor

(Khususnya Polresta Medan)”belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan

yang sama oleh peneliti yang lainnya.Kalaupun ada pendapat atau kutipan dalam

penelitian ini semata-mata adalah sebagai faktor pendukung dan pelengkap dalam

penelitian yang memang sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara


F. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual

1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat

yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa 12. Dalam penelitian

hukum kerangka teori diperlukan untuk membuat jelas nilai-nilai oleh postulat-

postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya yang tertinggi. 13 Teori hukum

sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dari mempelajari hukum positif, setidak-

tidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita merekonstruksikan kehadiran teori

hukum secara jelas. 14

Defenisi landasan teori pada suatu penelitian merupakan dasar-dasar

operasional penelitian. Landasan teori dalam suatu penelitian bersifat strategis artinya

memberikan realisasi pelaksanaan penelitian 15. Landasan teori yang digunakan dan

relevan dengan salah satu prinsip untuk menjamin ketertiban dan perlindungan

hukum yang dalam menangani tindak pidana kejahatan yang ada di masyarakat.

Adapun teori hukum yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teori

kebijakan sebagai teori utama (Grand Theory), dan teori penegakan hukum (Middle

Theory), teori relatif sebagai teori pendukung (Supporting Theory).

Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini dengan segala kegiatan

pemerintahan tidak dapat lepas dari apa yang disebut sebagai kebijakan. Kebijakan-
12
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, (Jakarta; Balai Pustaka, 1995), Hal. 520
13
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 254.
14
Ibid, hal. 253.
15
Kaelan M.S., Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat (Paradigma bagi Pengembangan
Penelitian Interdisipliner Bidang Filsafat, Budaya, Sosial, Semiotika, Sastra, Hukum dan Seni),
Paradigma, Yogyakarta, 2005, hal. 239.

Universitas Sumatera Utara


kebijakan tersebut dapat ditemukan dalam bidang kesejahteraan sosial (social

welfare), di bidang kesehatan, perumahan rakyat, pertanian, pembangunan ekonomi,

hubungan luar negeri, pendidikan nasional dan lain sebagainya.

Menurut Carl Fredrich, kebijakan adalah suatu arah tindakan yang diusulkan

oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, yang

memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan

yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu

tujuan, atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu 16.

Harold D. Laswell memberikan definisi kebijakan publik sebagai berikut 17:

1) Kebijakan Publik adalah suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-

praktek yang terarah;

2) Kebijakan publik adalah apa saja yang dilakukan maupun tidak dilakukan oleh

pemerintah.

Thomas R.Dye mendefinisikan kebijakan publik sebagai “is whatever

government choose to do or not to do”. Secara sederhanapengertian kebijakan publik

dirumuskan dalam kalimat sebagai berikut 18:

a. Apa yang dilakukan oleh pemerintah (What government do?)

b. Mengapa dilakukan tindakan itu (Why government do?)

16
Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan, Media Presindo, Yogyakarta, 2002, hal. 16.
17
Seriono, Bahan Materi Matrikulai Hukum Kebijakan Publik, Mahasiswa Baru Prodi Ilmu
Hukum Pascasarjana UNS, 2004. Hal 1.
18
Esmi Warassih Pujirahayu, 2005, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Semarang,
Suryandaru Utama, 2001, hal. 8.

Universitas Sumatera Utara


c. Dan apa terjadi kesenjangan antara apa yang ingin diperbuat dengankenyataan

(What defference it make?)

Lebih lanjut James Anderson menyatakan 4 (empat) konsepkebijakan publik

mempunyai beberapa implikasi 19:

1) Kebijakan publik berorientasi pada maksud atau tujuan dan bukan perilaku secara
serampangan;
2) Kebijakan publik merupakan pola tindakan yang dilakukan olehpejabat-pejabat
pemerintah dan bukan merupakan keputusan-keputusanyang tersendiri. Suatu
kebijakan mencakup tidak hanyakeputusan untuk menetapkan undang-undang
mengenai suatu hal,tetapi juga keputusan-keputusan beserta dengan
pelaksanaannya;
3) Kebijakan publik adalah apa yang sebenarnya dilakukan pemerintahdan bukan apa
yang diinginkan pemerintah;
4) Kebijakan publik mungkin dalam bentuknya bersifat positif dannegative. Positif :
kebijakan mungkin mencakup bentuk tindakanpemerintah yang jelas untuk
mempengaruhi suatu masalah tertentu. Negative: kebijakan mungkin mencakup
suatu keputusan olehpejabat-pejabat pemerintah, tetapi tidak untuk mengambil
tindakandan tidak untuk melakukan sesuatu mengenai suatu persoalan
yangmemerlukan keterlibatan pemerintah.

Sedangkanteori penegakan hukum (Middle Theory) merupakan suatu proses

dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara

nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum

dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Teori penegakan hukum merupakan

penegakan hukum yang prosesnya dilakukan sebagai upaya untuk tegaknya atau

berfungsinya norma-norma hukum secara nyata yang bertujuan sebagai pedoman

19
Budi Winarno, Op. Cit. hal. 18.

Universitas Sumatera Utara


perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara 20.

Sementara penegakan hukum dalam arti luas, (law enforcement policy)

terkandung didalamnya makna politik kriminal (criminal policy), yaitu upaya yang

rasional untuk menanggulangi kejahatan dan proses penegakan hukum itu melibatkan

semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan

aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan

mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan

atau menegakkan aturan hukum.

Sedangkan penegakan hukum dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu,

penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum

tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan

sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan,

aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.

Dengan uraian di atas jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud dengan penegakan

hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum,

baik dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti materiel yang luas, sebagai

pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subjek hukum yang

bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan

kewenangan oleh undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum

yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.


20
Jimly Asshiddiqie, Penegakan Hukum, Universitas Indonesia, 2007, hal. 1.

Universitas Sumatera Utara


Penegakan hukum di Indonesia dijalankan atau ditugaskan kepada badan-

badan peradilan dan/atau badan-badan hukumyang sesuai dengan Pasal 1 UU No. 14

Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman yang sudah

diperbaharui oleh UU No. 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman Jo. UU No.

35 Tahun 1999 tentang perubahan atas UU No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-

ketentuan pokok kekuasaan kehakiman. Pada Pasal 1 UU No. 14 Tahun 1970 tentang

ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman menyatakan, bahwa kekuasaan

kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan, guna

menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya

negara hukum Republik Indonesia.

Upaya penegakan hukum hanya satu elemen saja dari keseluruhan persoalan

kita sebagai Negara Hukum yang mencita-citakan upaya menegakkan dan

mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hukum tidak mungkin

akan tegak, jika hukum itu sendiri tidak atau belum mencerminkan perasaan atau

nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakatnya. Hukum tidak mungkin

menjamin keadilan jika materinya sebagian besar merupakan warisan masa lalu yang

tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman. Artinya, persoalan yang kita hadapi bukan

saja berkenaan dengan upaya penegakan hukum tetapi juga pembaruan hukum atau

pembuatan hukum baru.

Oleh karena itu upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh melalui

pendekatan kebijakan dalam arti, adanya keterpaduan antara politik kriminal dengan

Universitas Sumatera Utara


politik sosial dan keterpaduan antara penggunaan upaya penal dan non penal 21 .

Penanganan masalah tindak pidana kejahatan melalui perangkat hukum pidana

merupakan bagian dari penegakan hukum penal.Untuk itu penegakan hukum dapat

dilakukan secara preventif, yaitu upaya penegak hukum mencegah terjadinya tindak

pidana kejahatan yang dilakukan kelompok geng motor. Dan dapat juga dilakukan

secara represif, yaitu upaya penegak hukum melakukan tindakan hukum kepada siapa

yang melanggar ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku.


22
Kemudian dilanjutkan dengan teori relatif sebagai teori pendukung

(Supporting Theory). Teori relatif memandang bahwa pemidanaan mempunyai tujuan

lain yang lebih berarti dari tujuan pembalasan, yaitu perlindungan masyarakat dan

pencegahan kejahatan, baik prevensi umum 23 diharapkan memberikan peringatan

kepada masayarakat supaya tidak melakukan kejahatan. Prevensi umum ini menurut

Van Veen mempunyai tiga fungsi, yaitu menegakkan wibawa pemerintah,

menegakkan norma dan membentuk norma. Prevensi khusus dimaksudkan bahwa

dengan pidana yang dijatuhkan, memberikan deterrence effect kepada si pelaku

sehingga tidak mengulangi perbuatannya kembali. Sedangkan fungsi perlindungan

kepada masyarakat memungkinkan bahwa dengan pidana pencabutan kebebasan

21
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aaditya, Bandung,
1996, hal. 26-27.
22
Mahmud Mulyadi, Revitalisasi Alas Filosofis Tujuan Pemidanaan dalam Penegakan Hukum
Pidana Indonesia, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2006, hal. 9-10.
23
T. Mathiesen, General Prevention as Communication dalam A Reader on Punishment,
R.A.Duff and David Garland (Ed), Oxford University Press, Inc., New York, 1995, hal. 221.

Universitas Sumatera Utara


selama beberapa waktu, maka masyarakat akan terhindar dari kejahatan yang

mungkin dilakukan pelaku 24.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mahmud Mulyadi dalam buku

“Reductivism and Deterrence” menamakan teori ini sebagai paham reduktif

(reductivism) karena dasar pembenaran dijatuhkannya pidana dalam pandangan aliran

ini adalah untuk mengurangi frekuensi kejahatan. Penganut reductivism menyakini

bahwa pemidanaan dapat mengurangi pelanggaran melalui satu atau beberapa cara

berikut ini 25:

1. Pencegahan terhadap pelaku kejahatan yaitu membujuk si pelaku untuk

menahan diri atau tidak melakukan pelanggaran hukum kembali melalui

ingatan mereka terhadap pidana yang dijatuhkan;

2. Pencegahan terhadap pelaku yang potensial, dalam hal ini memberikan rasa

takut kepada orang lain yang potensial untuk melakukan kejahatan dengan

melihat contoh pidana yang telah dijatuhkan pidana kepadanya;

3. Perbaikan si pelaku, yaitu memperbaiki tingkah laku si pelaku sehingga

muncul kesadaran si pelaku untuk cenderung tidak melakukan kejahatan

lagi walaupun tanpa adanya rasa ketakutan dari ancaman pidana;

4. Mendidik masyarakat supaya lebih serius memikirkan terjadinya kejahatan,

sehingga dengan cara ini, secara tidak langsung dapat mengurangi frekuensi

kejahatan;

24
J.M.van Bemmelen, Op.Cit., hal. 28.
25
Nigel Walker, Reductivism and Deterrence, dalam A Reader on Punisment, R.A.Duff and
David Garland (Ed). New York: Oxford University Press, hal. 212.

Universitas Sumatera Utara


5. Melindungi masyarakat melalui pidana penjara yang cukup lama.

2. Kerangka Konseptual

Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian

yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum ini 26 .Konsep merupakan

defenisi dari apa yang perlu diamati, menentukan antara variabel-variabel yang lain,

menentukan adanya hubungan empiris 27. Konsep dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Makna Kebijakan

Istilah “kebijakan” dalam tulisan ini diambil dari Bahasa Inggris “Policy”

(inggris) atau dalam Bahasa Belanda “Politiek” yang secara umum dapat diartikan

sebagai prinsip-prinsip umum yang berfungsi untuk mengarahkan pemerintah (dalam

arti luas termasuk pula aparat penegak hukum) dalam mengelola, mengatur, atau

menyelesaikan urusan-urusan publik, masalah-masalah masyarakat atau bidang-

bidang penyusunan peraturan perundang-undangan dan pengaplikasian

hukum/peraturan, dengan suatu tujuan (umum) yang mengarah.Istilah kebijakan

merupakan sesuatu yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan

satu pekerjaan, kepemimpinan atau organisasi; arah tindakan yang memiliki maksud

26
Soerjono Sukanto dan Sri Mamudi, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 7.
27
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
1997), hal. 21

Universitas Sumatera Utara


yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu

masalah atau suatu perubahan.

b. Makna Kepolisian

Kepolisian merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan fungsi dan

lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

c. Makna Tindak Pidana

Tindak Pidana merupakan suatu perbuatan yang dapat dijatuhi hukuman; setiap

perbuatan yang diancam hukuman sebagai kejahatan atau pelanggaran baik yang

disebut dalam KUHP maupun peraturan perundang-undangan lainnya.

d. Makna Kejahatan

Kejahatan sebagai salah satu bentuk problema sosial merupakan sebuah

kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap lapisan masyarakat. Untuk menganalisa

atau mengadakan diagnosa terhadap kejahatan-kejahatan yang meningkat saat ini,

belum dapat dilakukan, karena keadaan pengetahuan kriminologi dewasa ini belum

memungkinkan untuk tegas menentukan sebab, mengapa orang melakukan kejahatan,

sehingga hanya baru dapat dicari faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi

masyarakat tertentu pada masa tertentu pula, yang berhubungan erat dengan

timbulnya kejahatan. Suatu batasan kejahatan yang dipandang dari sudut yuridis,

dikemukakan oleh Herman Mannheim adalah suatu konsep yuridis berarti tingkah

laku manusia yang dapat dihukum berdasarkan hukum pidana.

Universitas Sumatera Utara


e. Makna Geng Motor

Istilah geng umumnya dipakai untuk kelompok yang lebih besar dan terbatas

pada kelompok yang kecil. Definisi tentang geng sangat jelas identik dengan

kehidupan berkelompok. Hanya saja geng memang memiliki makna yang sedemikian

negatif. Geng bukan sekedar kumpulan remaja yang bersifat informal. Geng dalam

bahasa inggris adalah sebuah kelompok penjahat yang terorganisasi secara rapi.

Dalam sebuah konsep yang moderat, geng merupakan sebuah kelompok kaummuda

yang pergi secarabersama-sama dansering kalimenyebabkan keributan 28.

Kaum remaja yang terlibat dalam kehidupan geng sebenarnya sedang

mengalami distorsi komunikasi. Kaum remaja tidak mampu memahami atau sengaja

tidak sudi untuk menyepakati aturan-aturan budaya, masyarakat, dan komunitas

tempat berfungsinya dengan baik.

Dalam hal kenakalan remaja yang terbentuk dalam suatu geng-geng atau

gerombolan-gerombolan anak muda, fokusnya bukan lagi pelanggaran individual

tetapi sudah terhadap kelompok sebagai keseluruhan dalam arti bahwa kolektivitas itu

dipandang sebagai suatu kesatuan yang mengandung kualitas-kualitas diluar jumlah

individu anggota semata-mata.

Geng motor berbeda dengan club motor. Club motor biasanya mengusung

merek tertentu atau spesifikasi jenis motor tertentu dengan perangkat organisasi

formal, seperti HDC (harley davidson club), scooter (kelompok pecinta vespa),

28
http://mulyanihasan.wordpres.com/2007/04/27/geng-motor-do-kota-bandung. diakses pada
tanggal 2 Mei 2013.

Universitas Sumatera Utara


kelompok honda, kelompok suzuki, tiger, mio, dan lain sebagainya. Ada juga

brotherhood, yaitu kelompok pecinta motor besar tua 29.

Dengan demikian Geng motor merupakan kumpulan orang-orang pecinta motor

yang doyan kebut-kebutan, tanpa membedakan jenis motor yang dikendarai.

G. Metode Penelitian

Dalam penulisan karya ilmiah, selalu diperlukan data untuk mendukung

penulisan yang tengah dilakukan dalam menyelesaikan tesis ini. Pengumpulan data

tersebut diperoleh dengan melakukan sebuah penelitian.

Metode penelitian merupakan satu unsur mutlak dalam suatu penelitian dan

perkembangan ilmu pengetahuan, demikian pula dalam penulisan tesis ini penulis

menggunakan beberapa metode penelitian, antara lain sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam pembahasan tesis ini adalah

metode penelitian yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang menekankan pada ilmu

hukum dan melakukan inventarisasi hukum positif yang berkaitan dengan efektifitas

peraturan perundang-undangan di bidang hukum.Sehingga data yang dimaksud dalam

penelitian ini secara deduktif penelitian ini dimulai dengan menganalisis data

sekunder di bidang hukum, yang berkaitan dengan hal-hal yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini.

29
Mulyani hasan, op cit, hal. 5

Universitas Sumatera Utara


2. Sumber Data Penelitian

Sumber data yang terhimpun dari hasil penelitian ini diperoleh melalui

penelitian lapangan, yang digolongkan ke dalam 2 jenis data, yaitu :

1. Data primer (primary atau basic data), adalah data yang diperoleh secara langsung

di lokasi. Dengan mengadakan wawancara dan penelitian secara langsung dengan

pihak-pihak yang terkait. Dan data diperoleh secara langsung dari sumber pertama

(responden) pada lokasi penelitian.

2. Data sekunder (secondary data), yaitu data yang diperoleh berdasarkan studi

dokumen yang dihimpun dari aturan perundang-undangan, buku-buku, arsip atau

data di Polresta Medan serta bahan atau sumber lain yang menjadi faktor

penunjang dalam penelitian ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data dan

informasi adalah sebagai berikut :

1. Penelitian Lapangan diperoleh langsung dari lokasi penelitian yang berupa hasil

wawancara terhadap petugas kepolisian dan pejabat yang berwenang.

2. Penelitian Kepustakaan dilakukan dengan cara menelaah bahan-bahan pustaka

yang relevan dengan dengan penelitian literatur-literatur, karya ilmiah (hasil

penelitian), peraturan perundang-undangan, media massa, media cetak, dan

dokumentasi dari instansi yang terkait dengan penelitian ini, hal ini dimaksudkan

Universitas Sumatera Utara


untuk mendapatkan kerangka teori dari hasil pemikiran para ahli. Hal ini dilihat

dari relevansinya yang terjadi di lapangan.

4. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh, baik secara data primer maupun data sekunder dianalisis

dengan teknik kualitatif 30 (analisis dengan menggambarkan faktor-faktor yang terjadi

di lokasi penelitian), kemudian disajikan secara deskriptif yaitu mengemukakan,

menguraikan, dan menggambarkan sesuai dengan keadaan yang nyata mengenai

terjadinya tindak pidana kejahatan yang dilakukan geng motor.

30
Pendekatan kualitatif memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari
perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia, atau pola-pola yang
menganalisis gejala-gejala social budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang
bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara


BAB II
GAMBARAN UMUM GENG MOTOR
DI WILAYAH HUKUM POLRESTA MEDAN

A. Gambaran UmumKeberadaan Geng Motor di Wilayah Hukum Polresta

Medan

istilah geng umumnya dipakai untuk kelompok yang lebih besar dan terbatas

pada kelompok yang kecil. Devinisi tentang geng sangat jelas identik dengan
31
kehidupan berkelompok . Hanya saja geng memang memiliki makna yang

sedemikian negatif. Geng bukan sekedar kumpulan remaja yang bersifat informal.

Geng dalam bahasa inggris adalah sebuah kelompok penjahat yang terorganisasi

secara rapi. Dalam sebuah konsep yang moderat, geng merupakan sebuahkelompok

kaum muda yang pergi secara bersama-sama dan sering kali menyebabkan

keributan.Kaum remaja yang terlibat dalam kehidupan geng sebenarnya sedang

mengalami distorsi komunikasi. Kaum remaja tidak mampu memahami atau sengaja

tidak sudi untuk menyepakati aturan-aturan budaya, masyarakat, dan komunitas

tempat berfungsinya dengan baik.Dalam hal kenakalan remaja yang terbentuk dalam

suatu geng-geng atau gerombolan-gerombolan anak muda, fokusnya bukan lagi

pelanggaran individual tetapi sudah terhadap kelompok sebagai keseluruhan dalam

arti bahwa kolektifitas itu dipandang sebagai suatu kesatuan yang mengandung

kualitas-kualitas di luar jumlah individu anggota semata-mata. Untuk itu pengawasan

yang dilakukan baik dari dalam maupun luar pribadi remaja agar lebih

31
http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27551/4/chapter%20I.pdf, diakses pada
tanggal 7 Desember 2014

Universitas Sumatera Utara


dimaksimalkan. Seperti Kelahiran geng motor di kota Medan, berawal dari adanya

kelompok pengendara bermotor yang sering melakukan aksi balapan liar seperti di

Griya dan Pasar VIII Padang Bulan. Kelompok ini dahulunya terbilang meresahkan,

namun keresahan yang diciptakan hanyalah sebatas penggunaan jalan raya untuk

arena balapan liar. Namun beberapa tahun belakangan, teradopsi dari kelompok

pengendara bermotor di kota Bandung yang kerap melakukan perilaku kekerasan,

geng motor mulai lahir dan tumbuh di kota Medan. Doronganuntuk unjuk gigi

sebagai komunitas motor juga ikut meradang. Mereka ingin tampil beda dan dikenal

luas, caranya dengan melakukan aksi-aksi yang kejahatan yang sensasional. Mulai

dari kebut-kebutan, hingga melakukan perilaku agresif di jalanan 32.

Kejahatan adalah suatu nama atau cap yang diberikan orang untuk menilai

perbuatan-perbuatan tertentu, sebagai perbuatan jahat. Dengan demikian maka si

pelaku disebut sebagai penjahat. Pengertian tersebut bersumber dari alam nilai, maka

ia memiliki pengertian yang sangat relatif, yaitu tergantung pada manusia yang

memberikan penilaian itu. Jadi apa yang disebut kejahatan oleh seseorang belum

tentu diakui oleh pihak lain sebagai suatu kejahatan pula. Kalaupun misalnya semua

golongan dapat menerima sesuatu itu merupakan kejahatan tapi berat ringannya

perbuatan itu masih menimbulkan perbedaan pendapat.

32Nugraha, R. (2009). Geng Motor Kota Medan. Surat Kabar Harian Pos Metro, 11 November

Universitas Sumatera Utara


Tentang definisi dari kejahatan itu sendiri tidak terdapat kesatuan pendapat di

antara para sarjana. R. Soesilo 33membedakan pengertian kejahatan secara juridis dan

pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi yuridis, pengertian

kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-

undang. Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan kejahatan adalah

perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat

merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan

ketertiban. Secara formal kejahatan dirumuskan sebagai suatu perbuatan yang oleh

Negara diberi pidana. Pemberian pidana dimaksudkan untuk mengembalikan

keseimbangan yang terganggu akibat perbuatan itu. Keseimbangan yang terganggu

itu ialah ketertiban masyarakat terganggu, masyarakat resah akibatnya. Kejahatan

dapat didefinisikan berdasarkan adanya unsur anti sosial. Berdasarkan unsur itu

dapatlah dirumuskan bahwa kejahatan adalah suatu tindakan anti sosial yang

merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan

kegoncangan dalam masyarakat.

Dalam bukunya, A. S. Alam membagi definisi kejahatan ke dalam dua sudut

pandang. Pertama, dari sudut pandang hukum (a crime from the legal point of view).

Batasan kejahatan dari sudut pandang ini adalah setiap tingkah laku yang melanggar

hukum pidana. Bagaimanapun jeleknya suatu perbuatan sepanjang perbuatan itu tidak

dilarang di dalam perundang-undangan pidana, perbuatan itu tetap sebagai perbuatan

yang bukan kejahatan. Kedua, dari sudut pandang masyarakat (a crime from the
33
R.Soesilo,Kriminologi; Pengantar tentang Sebab-Sebab Kejahatan, Politeia, Bogor 1985.

Universitas Sumatera Utara


sociological point of view). Batasan kejahatan dari sudut pandang ini adalah setiap

perbuatan yang melanggar norma-norma yang masih hidup di dalam masyarakat.

Kejahatan yang dilakukan geng motor seperti beberapa berita perilaku agresif

yang ditunjukkan anggota geng motor di kota Medan. Berdasarkan informasi yang

diperoleh dari Kapolresta Medan bahwa ada beberapa geng motor di kota Medan

yang anggotanya pernah melakukan perilaku agresif dan sudah tertangkap oleh pihak

kepolisian kota Medan, geng-geng itu diantaranya adalah geng motor RNR (Rock n

Roll), Simple Life, Water Blue, SKM (Skandal Kota Medan), Netral Community,

DTRC (Daerah Tembung Racing Community), NKB (Nekat Kami Bro), PTC (Punya

Tekat Coy), LRMC (Letsu Rasta Mista Community), Canabis (cara anak nekat bikin

asik), CKM G1 (Cekak Merah Generasi1), Ezto, Batako (batak mentiko), KPK (Kami

Punya Kuasa), dan Segi (setel gila).

Adapun kejahatan yang dilakukan misalnya, tewasnya Briptu Marisi Silaen

anggota Brimob Polda Sumut oleh anggota geng motor di Jalan Sei Serahayu,

Medan 34Perampokan disertai penganiayaan oleh kelompok bermotor terhadap warga

di Jalan Yos Sudarso,menyebabkan korban harus kehilangan sepeda motor Honda

Beat dan menderita enam lukatikaman serta bacokan di tubuhnya 35. Pengerusakan

mobil Honda Jazz silver BK 1023 HV, oleh kawanan geng motor saat melintasi di

Jalan Pattimura Medan 36 . Geng motor kini memang menjadi salah satu perhatian

utama pihak kepolisian karena perilaku agresif mereka yang semakin mengancam dan

34Harian Analisa, 17 Mei 2013


35
http://news.detik.com/read/2013/05/022153/10.
36
http://www.tribunmedan.com/2012/08.

Universitas Sumatera Utara


menakutkan bagi masyarakat. Organisasi kepolisian sampai mempermaklumkan akan

menembak di tempat anggota geng motor yang melakukan perilaku agresif. Menurut

Indonesian Police Watch (IPW), perilaku agresif yang dilakukan geng motor tidak

hanya merugikan korban secara materil bahkan sudah mengambil korban jiwa. Dalam

setahun terakhir 60 orang tewas akibat perilaku agresif yang dilakukan geng motor.

Keberadaan geng motor di Medan, sudah sangat menakutkan bagi masyarakat.

Hampir setiap malam anggota geng motor berkonvoi di jalanan sambil membawa

senjata tajam berjenis golok panjang. Penjahat jalanan ini sudah terbiasa untuk

mengambil nyawa oranglain sebelum merampas harta bendanya, bahkan membunuh

korbannya 37.

Sekalipun belum separah geng-geng motor di pulau Jawa, namun perilaku

agresif anggota geng motor di kota Medan semakin mengkhawatirkan. Hampir setiap

malam minggu di kota Medan, remaja-remaja nakal ini membuat keonaran di

jalanan 38

Masalah sebab-sebab kejahatan selalu merupakan persoalan yang sangat

menarik. Berbagai teori yang menyangkut sebab kejahatan telah diajukan oleh para

ahli dari berbagai disiplin dan bidang ilmu pengetahuan. Salah satu teori yang

mendukung terbentuknya geng motor ialah Teori Kontrol Sosial 39. Dalam bukunya

Bapak Yesmil, dalam menjelaskan kenakalan remaja yangberupa geng motor, beliau

mengaitkannya dengan teori kontrol sosial dengan mengangkat pendapat dari Romli

37
Pikiran Rakyat,27 November 2007.
38Nugraha, R. (2009). Geng Motor Kota Medan. Surat Kabar Harian Pos Metro, 11 November
39
Kilometer25.blogspot.com, diakses pada tanggal 23 januari 2019.

Universitas Sumatera Utara


Atmasasmita bahwa pengertian teori kontrol sosial atau control theory merujuk

kepada pembahasan delikuensi dan kejahatan yang dikaitkan dengan variabel-

variabel

yang bersifat sosiologis, antara lain struktur keluarga, pendidikan, dan kelompok

yang dominan 40.Dengan demikian, pendekatan teori kontrol sosial ini berbeda dengan

teori kontrol lainnya. Pemunculan teori kontrol sosial ini diakibatkan tiga ragam

perkembangan kriminologi. Ketiga ragam perkembangan yang dimaksud yaitu:

1. Adanya reaksi terhadap orientasi labelling dan konflik dan kembali kepada

penyelidikan tentang tingkah laku kriminal.

2. Munculnya studi tentang criminal justice sebagai suatu ilmu baru yang telah

membawa pengaruh terhadap kriminologi menjadi lebih pragmatis dan

beroreintasi pada sistem.

3. Teori kontrol sosial telah dikaitkan dengan suatu teknik riset baru khususnya

bagi tingkah laku anak/remaja, yakni self report survey. Pendapat Reiss, yang

dikutip oleh Romli, bahwa ada tiga komponen dari kontrol sosial dalam

menjelaskan kenakalan anak/remaja diantaranya yaitu:

1) kurangnya kontrol internal yang wajar selama masa anak-anak

2) hilangnya kontrol tersebut

3) tidak adanya norma-norma sosial atau konflik dimaksud (di sekolah, orang tua,

atau lingkungan dekat).

40Anwar, Yesmil dan Adang, Kriminologi, 2010, Rafika Aditama, Bandung

Universitas Sumatera Utara


B. Faktor Internal dan Eksternal Terjadinya Tindak Pidana Kejahatan Geng

Motor

Dalam perkembangan, terdapat beberapa faktor berusaha menjelaskan sebab-

sebabkejahatan. Dari pemikiran itu, berkembanglah aliran atau mazhab-mazhab

kriminologi. Sebenarnya menjelaskan sebab-sebab kejahatan sudah dimulai sejak

abad ke-18. Pada waktu itu, seseorang yang melakukan kejahatan dianggap sebagai

orang yang dirasuk setan. Orang berpendapat bahwa tanpa dirasuk setan seseorang

tidak akan melakukan kejahatan. Pandangan ini kemudian ditinggalkan dan munculah

beberapa aliran, yaitu aliran klasik, kartografi, tipologi dan aliran sosiologi berusaha

untuk menerangkan sebab-sebab kejahatan secara teoritis ilmiah.

Aliran klasik timbul dari Inggris, kemudian menyebar luaskan ke Eropa dan

Amerika. Dengan aliran ini adalah psikologi hedonistik. Bagi aliran ini setiap

perbuatan manusia didasarkan atas pertimbangan rasa senang dan tidak senang.

Setiap manusia berhak memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Perbuatan

berdasarkan pertimbangan untuk memilih kesenangan atau sebaliknya yaitu

penderitaan. Dengan demikian, setiap perbuatan yang dilakukan sudah tentu lebih

banyak mendatangkan kesenangan dengan konsekuensi yang telah dipertimbangkan,

walaupun dengan pertimbangan perbuatan tersebut lebih banyak mendatangkan

kesenangan 41.

Tokoh utama aliran ini adalah Beccaria yang mengemukakan bahwa setiap

orang yang melanggar hukum telah memperhitungkan kesenangan dan rasa sakit
41
Made Darma Weda, Kriminologi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996, hal. 19

Universitas Sumatera Utara


yang diperoleh dari perbuatan tersebut. Masalah sebab-sebab kejahatan selalu

merupakan persoalan yang sangat menarik. Berbagi teori yang menyangkut sebab

kejahatan telah diajukan oleh para ahli dari berbagai disiplin dan bidang ilmu

pengetahuan.

Namun, sampai dewasa ini masih belum juga ada satu jawaban penyelesaian

yang memuaskan. Meneliti suatu kejahatan harus memahami tingkah laku manusia

baik dengan pendekatan deskriptif, maupun dengan pendekatan kausal. Sebenarnya

dewasa ini tidak lagi dilakuakan penyidikan sebab musabab kejahatan, karena smapai

saat ini belum dapat ditentukan faktor pembawa resiko yang besar atau yang lebih

kecil dalam menyebabkan orang tertentu melakukan kejahatan, dengan melihat

betapa kompleksnya perilaku manusia baik individu maupun secara kelompok.

Secara umum bahwa faktor-faktor yang dapat mendorong munculnya perilaku

kriminal dalam masyarakat, antara lain bahwa,

pertama sebagai pengaruh dari sistem ekonomi yang buruk, terutama dari

sistem kapitalis, sehingga ada hubungan antara bangunan ekonomi masyarakat

dengan kejahatan. Sementara ada beberapa faktor ekonomi yang dapat menyebabkan
42
timbulnya kejahatan , yaitu bersumber dari bekerja terlalu muda, tak ada

pengharapan maju, pengangguran berkala tetap, pengangguran biasa dan

kekhawatiran dalam hal itu, berpindahnya pekerjaan dari tempat ke tempat lain,

perubahanperubahan gaji sehingga tidak mungkin membuat anggaran belanja.

42
Stephan Hurwitz, Kriminologi, saduran Ny. L. Moeljatno, Bina Aksara, Jakarta, 1982, hal.161.

Universitas Sumatera Utara


Sebagai faktor yang sangat dominan terjadinya tindak kriminal dalam masyarakat

diungkapkan oleh Hurwitz adalah faktor banyaknya pengangguran.

Kedua, rendahnya penghayatan terhadap norma-norma agama, sehingga nilai-

nilai yang tinggi yang digariskan dalam ajaran agama sebagai tuntunan hidup banyak

diabaikan. Diungkapkan oleh Florence G. Robins, bahwa agama merupakan salah

satu kontrol sosial yang utama melalui organisasinya. Agama itu sendiri dapat

menentukan tingkah laku manusia sesuai dengan nilai-nilai keagamaannya. Atas

dasar itu, diperlukan penataan kehidupan pemuda karena pemuda perlu memainkan

peranan yang penting dalam pelaksanaan pembangunan. Pembinaan dan

pengembangan generasi muda harus menanamkan motivasi kepekaan terhadap masa

datang.

Kepekaan terhadap masa datang membutuhkan pula kepekaan terhadap situasi-

situasi lingkungan, untuk dapat merelevansikan partisipasinya dalam setiap kegiatan

berbangsa dan bernegara. Tanpa peran serta pemuda pembangunan akan sulit

berhasil, untuk itu pengembangan dan pemberdayaan pemuda sangat penting.

Dalam upaya menangani para pelanggar hukum, para kriminolog beranggapan

bahwa perlu dilakukan tindakan yang lebih komprehensif dan menyeluruh. Hal yang

penting dilakukan adalah dengan mencari akar permasalahan yang lebih substansial.

Dalam usaha untuk mencari sebab-sebab kejahatan telah diterima secara umum

bahwa tidak mungkin dicari hanya satu faktor yang dapat menerangkan sebab

kejahatan pada umumnya maupun kejahatan yang khususnya.

Universitas Sumatera Utara


Apa yang dapat dicari adalah faktor-faktor dalam hubungan dengan sejumlah

faktor lain yang akan menghasilkan kejahatan. Didalam kepustakaan kriminologi

terdapat pula beberapa faktor yang amat sering dihubungkan dengan kejahatan,

walaupun faktor-faktor tersebut perlu dikaji lebih jauh seberapa jauh memiliki

hubungan sebab akibat dengan kejahatan.

Faktor lain yang perlu mendapat perhatian khusus, faktor keluarga 43. Peranan

keluarga sebagai faktor dalam sebab akibat kejahatan tidaklah disangkal. Akan tetapi

mungkin tidak ada faktor yang begitu banyak dimanipulir sehingga kehilangan

pengertiannya seperti faktor peranan keluarga ini. Menyikapi tindakan pelanggaran

hukum yang dilakukan geng motor, terdapat hubungan yang sangat erat antara

lemahnya ikatan seseorang dengan keluarga, lingkungan pendidikan dengan perilaku

pelanggaran hukum yang dilakukan para remaja yang merupakan anggota geng

motor.

Begitu pula dalam kaitannya dengan rendahnya tingkat kepercayaan pada

norma hukum dan norma agama pun menunjukkan kecenderungan yang tidak

berbeda, dalam arti bahwa rendahnya kepercayaan seseorang terhadap norma hukum,

dan norma agama, cenderung mendorong seseorang untuk berperilaku menyimpang.

Dengan demikian terjadinya penyimpangan-penyimpangan perilaku yang

melanggar hukum sebagai akibat dari adanya dorongan-dorongan untuk mencapai

keinginannya, baik yang datang dari individu si pelaku sebagai akibat

ketidakmampuan untuk mengendalikan diri, serta ketidakmampuan seseorang untuk


43
Fppsi.um.ac.id, diakses pada tanggal 23 januari 2019.

Universitas Sumatera Utara


ikut menyesuaikan dengan norma-norma yang ada dalam lingkungan masyarakat,

baik norma yang berlaku dalam keluarga, lingkungan pendidikan, maupun norma

kelompok dimana ia berada.

Faktor penyebab terjadinya kejahatan yang dilakukan oleh geng motor di kota

Medan, Sumatera Utara secara garis besar terbagi menjadi dua yaitu 44:

1. Faktor pengaruh minuman keras;

2. Faktor kondisi psikologis dan emosi yang kurang stabil;

Dari 2 (dua) faktor penyebab penganiayaan yang dilakukan oleh geng motor di

atas faktor kondisi psikologis dan emosi yang kurang stabil merupakan faktor yang

paling besar mempengaruhi terjadinya kejahatan penganiayaan yang dilakukan oleh

geng motor di Kota Medan. Kerena pelaku geng motor yang kebayakan berasal dari

kaum remaja yang emosinya masih labil. Selain kedua faktor diatas faktor ekonomi

dan pendidikan masyarakaat juga sangat berpengaruh.

Lawrence M. Friedman mengatakan bahwa unsur sistem hukum ada 3 45, yaitu:

1. struktur, yaitu keseluruhan institusi-institusi hukum yang ada beserta aparatnya,

dalam hal ini kepolisian, kejaksaan,dan pengadilan

2. subtansi, yaitu keseluruhan aturan hukum yang ada

3. kultur hukum, yaitu budaya hukum yang ada ditengah-tengah masyarakat.

44
Darwin Siagian, Tinjauan Kriminologis Terhadap Kejahatan Penganiayaan yang Dilakukan
Oleh Geng Motor, Makasar, 2009.
45
Lawrence M, Friedman, Law and Society An Introduction, New Jersey: Prentice Hall Inc, hal.
6-7, 1977.

Universitas Sumatera Utara


Tiga unsur sistem hukum yang oleh Fridmen diatas memberikan pengetahuan

kepada kita bahwa jika ingin faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan geng

motor di kota Medan. Pendekatanya bukan hanya dilekatkan pada pelakunya tetapi

juga subtansi hukum serta budaya hukum ditengah masyarakat.

Oleh karena itu pemerintah dalam hal ini aparat penegak hukum khususnya

anggota Kepolisian Resor Kota Besar Medan dalam menanggulangi tingkat

perkembangan kejahatan geng motor harus melakukan upaya penyelesain bukan

hanya upaya dan represif tetapi juga upaya preventif.

Hal ini diperparah oleh adanya perubahan yang cepat (reformasi) dalam

masyarakat. Perubahan pada struktur sosial memperlemah nilai-nilai tradisional yang

berasosiasi dengan penundaan kepuasan, belum lagi peningkatan jumlah anak muda

dari kelas menengah yang tidak lagi memiliki keyakinan bahwa cara untuk mencapai

tujuan mereka adalah melalui kerja keras dan menunda kesenangan. Perilaku

nakal pada remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal)

maupun faktor dari luar (eksternal) 46.

Faktor internal:

1. Krisis identitas

Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua

bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam

46
https://id.m.wikipedia.org, diakses pada tanggal 23 januari 2019.

Universitas Sumatera Utara


kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi

karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.

2. Kontrol diri yang lemah

Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat

diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku nakal.

Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku

tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku

sesuai dengan pengetahuannya.

Faktor eksternal:

1. Keluarga

Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga atau

perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja.

Pendidikan yang salah di keluargapun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak

memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa

menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.

2. Teman sebaya yang kurang baik

3. Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik

Dapat dilihat dari dua faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja, ketika

mereka memiliki krisis identitas, kontrol diri yang lemah, faktor keluarga, teman

sebaya, dan komunitas/lingkungan tempat tinggal mereka yang kurang baik, yang

Universitas Sumatera Utara


menyebabkan perilaku mereka tidak sesuai dengan norma yang ada dilingkungannya

sehingga lingkungan menolak mereka, sehingga mereka bersatu atas penolakan

lingkungan yang diberikan kepada mereka contohnya seperti geng motor.

Disinilah psikologi komunitas berperan penting untuk masuk keranah

masyaraka/komunitas yang bersangkutan. Memberikan pemahaman kepada

masyarakat mengenai kenakalan remaja dan bagaimana cara menanganinya, terutama

pemahaman kepada keluarga mengenai pola asuh anak, sehingga keluarga dapat

mengontrol perkembangan anak, dengan siapa ia bergaul, dilingkungan mana saja

yang anak kunjungi sehingga kenakalan remaja dapat diatasi lebih dini.

Dalam pendekatan psikologi penanganan kenakalan remaja memiliki banyak

cara yang bervariasi namun dalam pembahasan fenomena komunitas geng motor kita

memfokuskan menggunakan 2 metode, yaitu:

1. Behavioural methods;

2. Cognitive-behavioral (CBT) methods.

C. Hambatan yang dihadapi Polresta Medan dalam Menanggulangi Kejahatan

Geng Motor

Pasal 4 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia menjelaskan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia

bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya

keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya

Universitas Sumatera Utara


perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya

ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Berdasarkan kutipan isi Pasal 4 di atas dapat dilihat peranan kepolisian sangat

sentral sekali dalam hal terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib

dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan,pengayoman, dan pelayanan

kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat, termasuk halnya

dalam penanganan geng motor. Kenyataan yang diterima oleh masyarakat dalam

kaitannya dengan keberadaan geng motor dengan ketentuan hukum khususnya Pasal

4 Undang-Undang Kepolisian, secara nyata bahwa kepolisian belum mampu

mencapai tujuannya tersebut. Salah satunya adalah adanya kerugian masyarakat

terhadapkeberadaan geng motor tersebut. Perilaku remaja dewasa ini diekpresikan

dengan berbagai cara. Salah satunya diwarnai dengan bentuk kekerasan. Media sering

memberitakan banyak perkelahian remaja yang dilakukan oleh para pelajar

diberbagai kota di Indonesia. Bentuk ekspresi bebas para pelajar lainnya yang tak

kalah heboh sekaligus meresahkan masyarakat adalah terbentuknya geng. Kelompok

siswa yang didirikan dengan banyak sisi negatifnya. Bentuk dari geng pelajar ini

bukan saja ditunjukan dengan nongkrong atau bergerombol selama waktu sekolah

atau di luar sekolah. Tetapi ada juga yang menggunakan kendaraan dan bergerombol

di malam hari. Bentuk geng ini dikenal dengan nama geng motor. Bagi para pelajar

kota besar, misalnya Bandung dan Jakarta. Kelompok ini sudah tidak asing lagi,

sudah menjadi buah bibir dalam masyarakat. Perilaku geng motor ini ternyata tidak

Universitas Sumatera Utara


menjadi monopoli kota besar Jakarta atau Bandung saja, namun kini juga merambat

pada kota besar lainnya seperti Medan. Masih teringat jelas pada bulan agustus lalu,

geng motor Medan ini sempat merusak Pos Polantas pada tanggal 21 Agustus 2011

dan sebuah Klinik Kesehatan di Medan tanggal 22 Agustus 2011. Perlakuan mereka

yang penuh kekerasan tersebut mendapat kecaman berbagai pihak40. Dengan jumlah

sekitar 15 sampai dengan 20 sepeda motor dan diperkirakan kurang lebih dari 30

orang mereka para remaja melalui geng motor menunjukkan identitas atau jati diri

dari geng motor tersebut.36 Untuk menuntaskan masalah tersebut, Polresta Medan

telah melakukan berbagai razia. Namun kelompok geng motor tersebut masih juga

belum jera. Terkadang ketika dini hari, mereka mulai bergerombol kembali. Walau

berusaha menghindari polisi, keberadaan mereka telah menjadi trauma masyarakat.

Memang bukan kali ini saja masalah geng motor terjadi di Medan, sudah lama

masalah ini menjadi keresahan masyarakat. Seolah-olah setiap remaja kurang gaul

jika tidak membentuk gang motor tertentu seperti yang sudah punya nama

sebelumnya. Hal ini tentu menjadi pertanyaan besar dalam masyarakat. Apakah orang

tuanya tidak memperdulikan anaknya. Sedangkan si anak tersebut masih

tergolongmuda dan wajib diawasi secara ketat oleh orang tua. Lalu bagaimana

dengan pihak sekolah. Apakah dapat mencuci tangan dalam masalah ini, tentu saja

tidak. Seharusnya, sekolah melalukan berbagai program pencegahan, misalnya

dengan melakukan penyuluhan rutin, pengawasan bahkan biar perlu razia secara

mendadaktentang keberadaan para siswanya. Dalamhal ini, peran sekolah tentu saja

bukan hanya untuk menularkan ilmu pengetahuan tetapi juga mengajarkan dan

Universitas Sumatera Utara


membentuk sikap dan moral siswa yang baik 47. Di sinilah sekolah harus ikut serta

bersama orang tua dan pihak polisi untuk mencegah dan memberantas geng motorini.

Bagi pihak Kepolisian, tentu sudah merupakan kewajiban. Mereka harus dapat

menyelesaikan permasalahan ini sampai tuntas dan mencegah timbul permasalahan

yang sama dikemudian hari. Pengetatan dalam perolehan SIM, kerjasama rutin

dengan dunia pendidikan, penyuluhan masyarakat, razia yang terprogram dan

terencana perlu menjadi perhatian utama. Kenyataan yang ditemukan geng motor

tetap melakukan aksinya dalam berbagai bentuk kejahatan. Oleh sebab itu hambatan-

hambatan yang dihadapi Polresta Medan dalam menanggulangi kejahatan geng motor

ialah sebagai berikut:

1. Pelakunya adalah individu yang dikategorikan anak dan masih berada di

bawahumur.Anggota geng motor didominasi oleh anak-anak yang berada di bawah

umur.Kondisi dari keadaan ini tentunya memberikan hambatan bagi penegak

hukumdalam menindak geng motor yang melakukan kejahatan.

2. Kecepatan berpindah geng motor antara satu tempat dengan tempat yang lain.Geng

motor identik dengan sarana motor yang dipakainya. Kecepatanberpindah dalam

kajian ini adalah apabila geng motor melakukan kejahatan disuatu tempat mereka

dapat seketika berpindah dari satu tempat ke tempat lain.Keadaan ini tentunya

menjadi kendala bagi kepolisian dalam penanggulangankejahatan yang dilakukan

oleh geng motor.

47
Wawan Juniadi, 2009. Cara Mengatasi Kenakalan Remaja (online).

Universitas Sumatera Utara


3. Jumlah anggota kepolisian kurang sepadan dengan jumlah geng motor.Apabila

ditelaah dari sekian banyaknya jumlah anggota geng motor maka halyang menjadi

kendala lainnya jumlah anggota kepolisian tidak berbandingsignifikan dengan para

geng motor.

4. Adanya arogansi masyarakat yang mencoba menggangu geng motor.Adanya

arogansi masyarakat yang mencoba mengganggu geng motor. Pola inibiasanya

dilakukan tatkala ada seorang geng motor yang dipukuli olehmasyakat maka teman-

teman geng motor tersebut akan melakukan pembalasan.

5. Tidak diketahui identitas para anggota geng motor.Para anggota geng motor tidak

secara administrasi tercatat. Mereka tumbuh danberkembang sedemikian rupa, tanpa

adanya persyaratan tertentu. Kenyataan inimemberikan hambatan dalam penegakan

hukum khususnya mengidentifikasisiapa saja masyarakat khususnya anak-anak yang

menjadi geng motor.

6. Aktivitas geng motor yang dilakukan dilakukan di malam hari.Sebagaimana

dipahami bahwa geng motor melakukan aktivitasnya pada malamhari. Hal ini

memberikan keadaan kekurang siapan kepolisian dalampenanggulangannya karena

jumlah anggota kepolisian berbanding tidaksignifikan dengan anggota kepolisian

pada malam hari.

7. Karena wilayah Polresta Medan sebagai tumpuan tempat berkumpulnyaseluruh

geng motor dari daerah-daerah lain sebagai lintasan bagi geng motoruntuk menuju ke

Universitas Sumatera Utara


daerah Jalan Gagak Hitam atau dikenal degan istilah RingRoad tepatnya di depan

Galon Petronas.

Universitas Sumatera Utara


BAB III
KEBIJAKAN POLRESTA MEDAN TERHADAP TINDAK PIDANA
KEJAHATAN YANG DILAKUKAN OLEH KELOMPOK GENG MOTOR

A. Pengertian Kebijakan

Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini dengan segala kegiatan

pemerintahan tidak dapat lepas dari apa yang disebut sebagai kebijakan. Kebijakan-

kebijakan tersebut dapat ditemukan dalam bidang kesejahteraan sosial (social

welfare), di bidang kesehatan, perumahan rakyat, pertanian, pembangunan ekonomi,

hubungan luar negeri, pendidikan nasional dan lain sebagainya.

Menurut Carl Fredrich, kebijakan adalah suatu arah tindakan yang diusulkan

oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, yang

memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan

yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu

tujuan, atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu 48.

Harold D. Laswell memberikan definisi kebijakan publik sebagai berikut 49:

1) Kebijakan Publik adalah suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan

praktek-praktek yang terarah;

2) Kebijakan publik adalah apa saja yang dilakukan maupun tidak dilakukan oleh

pemerintah.

48
Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan, Media Presindo, Yogyakarta, 2002, hal. 16.
49
Seriono, Bahan Materi Matrikulai Hukum Kebijakan Publik, Mahasiswa Baru Prodi Ilmu
Hukum, Pascasarjana UNS, 2004, Hal 1.

Universitas Sumatera Utara


Thomas R.Dye mendefinisikan kebijakan publik sebagai “is whatever

government choose to do or not to do”. Secara sederhanapengertian kebijakan publik

dirumuskan dalam kalimat sebagai berikut 50:

a. Apa yang dilakukan oleh pemerintah (What government do?)

b. Mengapa dilakukan tindakan itu (Why government do?)

c. Dan apa terjadi kesenjangan antara apa yang ingin diperbuat dengankenyataan

(What defference it make?)

Lebih lanjut James Anderson menyatakan 4 (empat) konsepkebijakan publik

mempunyai beberapa implikasi 51:

1) Kebijakan publik berorientasi pada maksud atau tujuan dan bukanperilaku


secara serampangan;
2) Kebijakan publik merupakan pola tindakan yang dilakukan olehpejabat-pejabat
pemerintah dan bukan merupakan keputusankeputusanyang tersendiri. Suatu
kebijakan mencakup tidak hanyakeputusan untuk menetapkan undang-undang
mengenai suatu hal,tetapi juga keputusan-keputusan beserta dengan
pelaksanaannya;
3) Kebijakan publik adalah apa yang sebenarnya dilakukan pemerintahdan bukan
apa yang diinginkan pemerintah;
4) Kebijakan publik mungkin dalam bentuknya bersifat positif dan negative.
Positif: kebijakan mungkin mencakup bentuk tindakanpemerintah yang jelas
untuk mempengaruhi suatu masalah tertentu. Negative: kebijakan mungkin
mencakup suatu keputusan olehpejabat-pejabat pemerintah, tetapi tidak untuk
mengambil tindakandan tidak untuk melakukan sesuatu mengenai suatu
persoalan yangmemerlukan keterlibatan pemerintah.

50
Esmi Warassih Pujirahayu, 2005, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Semarang,
Suryandaru Utama, 2001, hal. 8.
51
Budi Winarno, Op. Cit. hal. 18.

Universitas Sumatera Utara


B. Pengertian Kebijakan Hukum Pidana

Secara umum, pengertian kebijakan sebagai pengganti dari istilah “Policy”

adalah suatu perencanaan atau program mengenai apa yang akan dilakukan dalam

menghadapi problema tertentu dan bagaimana cara melakukan atau melaksanakan

sesuatu yang telah direncanakan atau diprogramkan 52.

Menurut Marc Ancel, pengertian Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy)

adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk

memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk

memberi pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang, tetapi juga kepada

pengadilan yang menerapkan undang-undang dan juga kepada penyelenggara atau

pelaksana putusan pengadilan 53.

Barda Nawawi Arief mengemukakan bahwa pola hubungan antara Penal Policy

dengan upaya penanggulangan kejahatan yaitu pencegahan dan penanggulangan

kejahatan harus digunakan dengan pendekatan integral dan ada keseimbangan antara

penal dengan non penal. Beliau juga mengemukakan bahwa usaha dan kebijakan

untuk membuat peraturan hukum pidana yang baik pada hakikatnya tidak dapat

dijelaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan. Jadi kebijakan hukum pidana

merupakan tindakan penanggulangan kejahatan dengan menggunakan pidana (penal).

52
Barda Nawawi Arif, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana
Penjara, Disertasi, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1994, hal. 63.
53
Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2002.

Universitas Sumatera Utara


Usaha penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana pada hakikatnya juga

merupakan bagian dari usaha penegakan hukum (khususnya penegakan hukum

pidana). Karena itu sering pula dikatakan bahwa kebijakan hukum pidana merupakan

bagian dari kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy) 54.

Usaha penanggulangan kejahatan lewat pembuatan undang-undang (hukum)

pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian integral dari usaha perlindungan

masyarakat. Dengan demikian seandainya kebijakan penanggulangan kejahatan

(politik kriminal) dilakukan dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana),

maka kebijakan hukum pidana (penal policy), khususnya pada tahap

formulasi/kebijakan legislasi yang merupakan tugas dari aparat pembuat undang-

undang (aparat legislatif), harus memperhatikan dan mengarah pada tercapainya

tujuan dari kebijakan sosial berupa social welfare dan social defence 55.

C. Hubungan Hukum dan Kebijakan Publik

Hubungan hukum dan kebijakan publik dapat dilihat dari 56:

1) Formulasi Hukum dan Kebijakan Publik

Hubungan pembentukan hukum dan kebijakan publik saling memperkuat satu

dengan yang lain. Sebuah produk hukum tanpa ada proses kebijakan publik di

dalamnya maka produk hukum itu akan kehilangan makna substansinya. Sebaliknya

54
Barda Nawawi Arief, Op. Cit., hal. 29.
55
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan, Op. Cit., hal.
73-74.
56
Setiono, Op. Cit. hal. 2

Universitas Sumatera Utara


sebuah proses kebijakan publik tanpa ada legalisasi hukum, akan lemah pada tatanan

operasionalnya.

2) Penerapan/implementasi hukum dan kebijakan publik.

Pada dasarnya di dalam penerapan hukum tergantung pada 4 unsur 57:

a) Unsur hukum

Unsur hukum disini oleh Setiono diartikan sebagai produk atau kalimat, aturan-

aturan hukum. Kalimat-kalimat hukum harus ditata sedemikian rupa hingga maksud

yang diinginkan oleh pembentuk hukum dapat terealisasikan di lapangan yang luas

dengan tetap mengacu kepada satu pemaknaan hukum. Namun bukan berarti

pemaknaan yang diberikan oleh pembentuk hukum harus dipaksanakan sedemikian

rupa, sehingga di semua tempat harus direalisasikan sama persis dengan apa yang

dimaksud oleh para pembentuk hukum. Modifikasi- modifikasi oleh penerap hukum

dilapangan diperlukan sebatas semua itu dilakukan untuk menuju pemaknaan ideal

dari aturan hukum yang dimaksud.

b) Unsur Struktural

Unsur structural adalah berkaitan dengan lembaga-lembaga atau organisasi-

organisasi yang diperlukan dalam penerapan hukum. Pentingnya unsur structural

pada penerapan hukum ada dua :

(1) Organisasi atau isntitusi seperti apa yang tepat untuk melaksanakan undang-

undang tertentu.

(2) Bagaimana organisasi itu dapat menjalankan tugasnya dengan baik.


57
Ibid, hal. 3

Universitas Sumatera Utara


Berkaitan dengan aspek pemilihan organisasi atau institusi maka pengambilan

keputusan harus ekstra hati-hati untuk memilih organisasi atau institusi mana yang

dianggap relevan dengan produk hukum yang hendak diterapkan itu. Kemudian

berkaitan dengan aspekbagaimana organisasi yang telah ditunjuk mampu optimal

dalammenjalankan tugasnya, ini berkaitan dengan manajemen yang ada

padaperusahaan. Tidak jarang terjadi organisasi yang ditunjuk sudah tepatnamun

kinerja organisasi sangat lemah dan tidak professional,sehingga tugas-tugas yang

dibebankan tidak dapat dijalankan denganbaik.

Kebijakan publik dalam hal ini lebih berperan dalam bagaimanaorganisasi atau

instansi pelaksana itu seharusnya ditata dan bertindak agar tugas-tugas yang

dibebankan hukum kepadanya dapat dijalankan dengan baik. Menunjuk orang yang

dipercaya untuk mengendalikan organisasi tersebut harus dipilih yang mempunyai

kemampuan dalam unsur structural ini lebih dominan berposisi sebagai sebuah seni,

yaitu bagaimana ia mampu melaksanakan kreasi sedemikian rupa sehingga organisasi

dapat tampil dengan baik.

c) Unsur Masyarakat

Unsur ini berkaitan dengan kondisi sosial politik dan sosial ekonomi dari

masyarakat yang akan terkena dampak atas diterapkannya sebuah aturan hukum.

Kondisi masyarakat yang ada harus diselesaikan lebih dahulu demi terselenggara dan

lancarnya penerapan hukum.

Universitas Sumatera Utara


d) Unsur budaya

Dalam unsur ini ada dua hal. Pertama: sedapat mungkin diupayakan bagaimana

agar produk hukum atau undang-undang yang dibuat itu dapat sesuai dengan budaya

yang ada dalam masyarakat. Kedua: bagaimana produk hukum yang tidak sesuai

dengan budaya dalam masyarakat dapat diterima masyarakat.

Disinilah kebijakan publik akan sangat berperan. Namun harus diingat bahwa

kebijakan publik yang diambil harus berdasar hukum dibutuhkan improvisasi dan

kreasi.

3) Evaluasi Kebijakan Publik

Evaluasi kebijakan publik adalah suatu evaluasi yang akan menilai apakah

kebijakan publik sudah sesuai dengan yang diharapkan atau belum. Evaluasi

kebijakan publik adalah sebagai hakim yang menentukan kebijakan yang ada telah

sukses atau telah gagal mencapai tujuan. Evaluasi publik juga sebagai dasar apakah

kebijakan yang ada layak diteruskan, direvisi, atau bahkan dihentikan sama sekali.

Evaluasi kebijakan dibedakan dalam 3 (tiga) macam 58:

a) Evaluasi Administratif

Evaluasi administrative adalah evaluasi kebijakan publik yang dilakukan di

dalam lingkup pemerintahan atau instansi-instansi yang dilakukan oleh badan-badan

pemerintah yang terkait dengan program tertentu.

58
Ibid, hal. 6

Universitas Sumatera Utara


b) Evaluasi yudisial

Evaluasi terhadap kebijakan publik yang berkaitan dengan objek-objek hukum:

apa ada pelanggaran hukum atau tidak dari kebijakan yang dievaluasi tersebut. Yang

melakukan evaluasi yudicial adalah lembaga-lembaga hukum seperti pengacara,

pengadilan, kejaksaan, PTUN dan sebagainya.

c) Evaluasi Politik

Evaluasi politik pada umumnya dilakukan oleh lembaga-lembaga politik, baik

parlemen maupun parpol. Namun sesungguhnya evaluasi politik bias juga dilakukan

oleh masyarakat scara umum.

D. Tindak Pidana Kejahatan Kelompok Geng Motor

Kelahiran geng motor, rata-rata diawali dari kumpulan remaja yang hobi

balapan liar dan aksi-aksi yang menantang bahaya pada malam menjelang dini hari di

jalan raya. Setelah terbentuk kelompok, bukan hanya hubungan emosinya yang

menguat, dorongan untuk unjuk gigi sebagai komunitas bikers juga ikut meradang.

Mereka ingin tampil beda dan dikenal luas. Caranya, tentu membuat aksi-aksi yang

sensasional. Mulai dari kebut-kebutan, tawuran antar geng, tindakan kriminal tanpa

pandang bulu mencuri di toko, hingga perlawanan terhadap aparat keamanan 59. Dan

hal tersebut dapat dikatakan suatu kejahatan geng motor yang merupakan kejahatan

yang sudah menjadi trending topic dan banyak dilakukan oleh kaum remaja.

59
http;//kompasiana.com/post/4cd6acc89bc1d45330000/prihatin-brutal-dan-tidak-manusiawi/,
diakses pada tanggal 2 April 2014.

Universitas Sumatera Utara


Semua kejahatan yang dilakukan oleh geng motor sangat meresahkan

masyarakat Kota Medan. Tidak hanya pelanggaran ringan seperti pelanggaran lalu

lintas, tetapi kejahatan seperti pengerusakan fasilitas umum, bentrok antar sesama

geng motor, penganiayaan yang sampai merenggut nyawa orang lain, pemalakan,

perampokan dan masih banyak kejahatan-kejahatan lain yang dilakukan oleh

kelompok geng motor ini yang sudah sangat meresahkan masyarakat.

Tindakan kejahatan penganiayaan yang dilakukan oleh geng motor khususnya

di kota Medan tentunya telah melanggar ketentuan hukum pidana yang berlaku di

negara kita ini. Yaitu yang tertulis dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal

170 KUHP yang mengatur tentang perkelahian yang dilakukan secara bersama-sama

di muka umum dan Pasal 351 yang mengatur tentang penganiayaan 60.

Tindakan penganiayaan tersebut dapat juga disebut sebagai tindakan anarkis

atau aksi brutal. Aksi brutal merupakan bentuk pelanggaran hukum yang

membahayakan keamanan dan mengganggu ketertiban umum masyarakat, sehingga

perlu dilakukan penindakan secara cepat, tepat dan tegas dengan tetap

mengedepankan prinsip-prinsip HAM serta sesuai ketentuan hukum yang berlaku dan

agar aksi dapat ditangani secara cepat dan tepat untuk mengurangi dampak yang lebih

luas, tugas peran Kepolisian harus dikedepankan sebagai alat negara yang berperan

dalam memeliham kamtibmas, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan,

pengayoman dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

60
Darwin Siagian, Tinjauan Kriminologis Terhadap Kejahatan Penganiayaan yang Dilakukan
Oleh Geng Motor, 2011, Makasar.

Universitas Sumatera Utara


Keamanan adalah hak warga negara. Hal ini secara jelas diamanatkan dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 28G ayat (1) yang

berbunyi 61:

“setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,


martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang merupakan hak asasi ”.

Keamanan warga negara haruslah diwujudkan oleh negara sebagai fungsi

internalnya. Fungsi internal negara yaitu memelihara ketertiban umum, ketentraman,

keamanan, perdamaian dalam negara serta melindungi hak setiap orang 62.

Negara mempunyai dua institusi penting dalam usaha menjaga keamanan dan

ketertiban negara. Kedua institusi tersebut yaitu Tentara Nasional Indonesia dan

Kepolisian Republik Indonesia. Tentara bertugas menjaga kedaulatan negara dari

ganguan yang berasal dari luar maupun yang dari dalam. Sedangkan polisi bertugas

menjaga keamanan dan ketertiban internal negara 63 . Peran kedua lembaga ini

diamanatkan dalam Undang Dasar Negara Republik Indonesia pasal 30 ayat (2) yang

berbunyi 64:

“usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem


pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisisan Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai
kekuatan pendukung”.

61
Undang-Undang Dasar 1945 RI.
62
Romi Librayanto. 2009. Ilmu Negara. Makassar : Refleksi. Hal 123.
63
Puspen Tentara Nasional Indonesia. 2012. Perbedaan mendasar fungsi Tni dan Polri
(http://www.tni.mil.id/pages-2-peran-fungsi-dan-tugas.html). Diakses tanggal 1 April 2014.
64
Undang-undang Dasar 1945.

Universitas Sumatera Utara


Kepolisian Republik Indonesia dan struktur dibawahnya sebagai institusi yang

bertugas menjaga keamanan dan ketertiban internal negara, dalam menjalankan tugas

dan fungsinya nampaknya belum maksimal. Hal ini terlihat dengan keadaan internal
65
negara yang masih belum aman secara menyeluruh . Indonesia Police

Watch 66melansir bahwa ditengah-tengah masyarakat saat ini muncul fenomana Geng

Motor dengan aksi anarkis yang meresahkan masyarakat. Indonesian Police Watch

menyarankan pihak Kepolisian segera membentuk tim pemburu geng motor yang

minggu-minggu ini meresahkan masyarakat. Tim pemburu geng motor dianggap

efektif dalam memberantas kejahatan dan tindak kriminal yang dilakukan geng

motor.

Sangat banyak faktor penyebab remaja terjerumus ke dalam kawanan geng

motor. Namun, salah satu penyebab utama mengapa remaja memilih bergabung

dengan geng motor adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua. Hal ini

bisa jadi disebabkan oleh terlalu sibuknya kedua orang tua mereka dengan pekerjaan,

sehingga perhatian dan kasih sayang kepada anaknya hanya diekspresikan dalam

bentuk materi saja. Padahal materi tidak dapat mengganti dahaga mereka akan kasih

sayang dan perhatian orang tua.

65
Indonesia Polive Watch. 2013. Anarkisme Geng Motor kembali berlanjut. (http://indonesia-
policewatch.com/). Diakses tanggal 1 April 2014.
66
Cikal bakal Indonesia Police Watch lahir di awal reformasi, beberapa saat setelah rezim Orde
Baru Soeharto “jatuh”. Saat itu sejumlah aktivisnya terlibat dalam menggalang berbagai seminar dan
diskusi tentang perlunya Polri yang mandiri, professional, dan terpisah dari ABRI (TNI). Di Awal tahun
2000 lembaga ini diberi nama Indonesia Police Watch (Lembaga Pengamat Polri).

Universitas Sumatera Utara


Pada dasarnya setiap orang menginginkan pengakuan, perhatian, pujian, dan

kasih sayang dari lingkungannya, khususnya dari orang tua atau keluarganya, karena

secara alamiah orang tua dan keluarga memiliki ikatan emosi yang sangat kuat. Pada

saat pengakuan, perhatian, dan kasih sayang tersebut tidak mereka dapatkan di

rumah, maka mereka akan mencarinya di tempat lain. Salah satu tempat yang paling

mudah mereka temukan untuk mendapatkan pengakuan tersebut adalah di lingkungan

teman sebayanya. Sayangnya, kegiatan-kegiatan negatif kerap menjadi pilihan anak-

anak broken home tersebut sebagai cara untuk mendapatkan pengakuan eksistensinya.

Faktor lain yang juga ikut berperan menjadi alasan mengapa remaja saat ini memilih

bergabung dengan geng motor adalah kurangnya sarana atau media bagi mereka

untuk mengaktualisasikan dirinya secara positif 67.

Remaja pada umumnya, lebih suka memacu kendaraan dengan kecepatan

tinggi. Namun, ajang-ajang lomba balap yang legal sangat jarang digelar. Padahal,

ajang-ajang seperti ini sangat besar manfaatnya, selain dapat memotivasi untuk

berprestasi, juga sebagai ajang aktualisasi diri. Karena sarana aktualisasi diri yang

positif ini sulit mereka dapatkan, akhirnya mereka melampiaskannya dengan aksi

ugal-ugalan di jalan umum yang berpotensi mencelakakan dirinya dan orang lain 68.

Faktor lain yang juga ikut berperan yaitu kurangnya sarana atau media bagi

mereka untuk mengaktualisasikan dirinya secara positif. Remaja pada umumnya lebih

suka memacu kendaraan dengan kecapatan tinggi. Namun, ajang- ajang lomba balap

67
https://www.kompasiana.com>Zaenuddin, diakses pada tanggal 23 januari 2019.
68
http://elitasuratmi.wordpress.com/2012/05/02/geng-motor/ diakses pada tanggal 7 April 2014.

Universitas Sumatera Utara


yang legal sangat jarang digelar. Padahal, ajang-ajang seperti ini sangat besar

manfaatnya, selain dapat memotifasi untuk berprestasi, juga sebagai ajang aktualisasi

diri. Karena sarana aktualisasi diri yang positif ini sulit mereka dapatkan, akhirnya

mereka melampiaskan dengan aksi ugal-ugalan di jalan umum yang berpotensi

mencelakakan dirinya dan orang lain 69.

E. Kebijakan Polresta Medanterhadap Tindak Pidana Kejahatan Geng


Motor

Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) merupakan satuan

pelaksana utama Kewilayahan yang berada di bawah Kapolri. Polda bertugas

menyelenggarakan tugas Polri pada tingkat kewilayahan. Polda dipimpin oleh Kepala

Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Kapolda), yang bertanggung jawab


70
kepada Kapolri. Kapolda dibantu oleh Wakil Kapolda (Wakapolda) .Polda

membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Resor (Polres). Polres,

membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Sektor.

Kepolisian Resort (disingkat Polres) adalah struktur komando Kepolisian

Republik Indonesia di daerah kabupaten/kota. Kepolisian Resor di wilayah perkotaan

biasa disebut "Kepolisian Resor Kota" (Polresta) atau "Kepolisian Resor Kota Besar"

(Polrestabes). Kepolisian Resor dikepalai oleh seorang Kepala Kepolisian Resor

(Kapolres), Kepolisian Resor Kota dikepalai oleh seorang Kepala Kepolisian

69
Mulyani hasan, http;//mulyanihasan.wordpres.com/2007/04/27/geng-motor-do-kota-bandung/,
diakses pada tanggal 2 April 2014, hal 9.
70
http://policeworlds.blogspot.com/2012/01/polda-polres-polsek.html. diakses pada tanggal 3
Maret 2014.

Universitas Sumatera Utara


ResorKota (Kapolresta) dan Kepolisian Resor Kota Besar dikepalai oleh seorang

Kepala Kepolisian Resor Kota Besar (Kapolrestabes).

Adapun tugas dan fungsi Kepolisian yang dimuat dalam Undang-Undang

Kepolisian No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu

memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan

memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat 71.

Seperti halnya didalam pergaulan masyarakat, setiap hari terjadi hubungan

antara anggota-anggota masyarakat yang satu dengan lainnya. Pergaulan tersebut

menimbulkan berbagai peristiwa atau kejadian yang dapat menggerakkan peristiwa

hukum 72 . Hal ini pula yang kemudian mempengaruhi semakin beragamnya motif

kejahatan dan tindak pidana yang terjadi saat ini. Dari sekian banyak motif kejahatan

dan tindakan kriminal, salah satu hal yang cukup banyak menarik perhatian adalah

tindak kriminal yang dilakukan oleh geng motor.

Kejahatanyang dilakukan oleh geng motor, pada dasarnya dapat ditekan

jumlahnya. Tetapi untuk menghilangkannya sangatlah sulit. Oleh karena itu, usaha

aparat penegak hukum khususnya Kepolisian Polresta Medan dalam menanggulangi

tingkat perkembangan kejahatan yang dilakukan geng motor dapat dilakukan dengan

upaya preventif dan represif.

Dalam menegakkan hukum pidana, cara penanggulangan atau penegakan, baik

bersifat preventif maupun bersifat represif harus selalu melibatkan aparat penegak

71
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia Pasal 13.
72
Chainur Arasjid, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta, 2000, hlm.133.

Universitas Sumatera Utara


hukum dengan disertai peran aktif masyarakat. Penanggulangan kejahatan yang

bersifat preventif ini juga merupakan tindakan pencegahan sebelum terjadinya suatu

kejahatan. Tindakan preventif ini berusaha memberantas kejahatan itu dengan jalan

menghilangkan segala sesuatu yang menjadi penyebab terjadinya suatu kejahatan.

Dengan kata lain, kesempatan pelaku yang dicegah.

Dalam wawancara dengan Iptu S. Sitanggang dengan jabatan Kaurbin Ops. Sat.

Reskrim Polresta Medan menerangkan bahwa tindakan preventif yang dilakukan oleh

Kepolisian Polresta Medan, antara lain:

1) Meningkatkan penanganan terhadap daerah yang rawan terjadinya kejahatan;


2) Melaksanakan kegiatan-kegiatan patroli secara rutin;
3) Mengadakan penggerebekan terhadap para penjual minuman keras;
4) Menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat agar secepatnya melaporkan
kepada pihak yang berwajib, apabila terjadi suatu kejahatan yang dilakukan oleh
geng motor;
5) Mengadakan penyuluhan di setiap sekolah 73.

Sementara upaya penanggulangan kejahatan geng motor dengan bersifat

represif merupakan usaha-usaha yang dilakukan setelah suatu kejahatan terjadi.

Tindakan ini dapat berupa penangkapan, penahanan, dengan menjatuhkan pidana dan

menempatkan dalam lembaga permasyarakataan. Tujuan pemidanaan terhadap

perbuatan suatu kejahatan, untuk memperbaiki tingkah lakunya yang menyimpang

dari norma-norma yang hidup dan dijunjung tinggi oleh masyarakat. Baik norma

agama, adat, maupun norma hukum. Pembinaan merupakan tindakan yang efektif

73
Perguruan Nasional Yos Sudarso Jln. KL. Yos Sudarso No. 50 Pulo Brayan & Yayasan
Pendidikan Medan Putri Jln. Timor Ujung No. 5; SMA Negeri 4 Jln. Gelas No. 12 Medan.

Universitas Sumatera Utara


agar seseorang pembuat sesuatu kejahatan tidak mengulangi lagi perbuatan yang

bertentangan dengan norma-norma yang hidup dalam masyarakat.

Pada dasarnya terdapat tiga pokok pemikiran 74 tentang tujuan yang ingin

dicapai dalam suatu pemidanaan, yaitu:

1. Untuk memperbaiki pribadi terpidana

2. Untuk memmbuat orang menjadi jera untuk melakukan kejahatan

3. Untuk membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi mampu melakukan pekerjaan-

pekerjaan yang lain, setelah mereka bebas dari tahanannya.

Adapun upaya represif untuk menanggulangi kejahatan yang dilakukan oleh

geng motor, anggota Polresta Medan dan jajarannya melakukan upaya-upaya sebagai

berikut :

1. Melakukan pengejaran dan penangkapan terhadap tersangka kejahatan.

2. Mengadakan pemeriksaan terhadap tersangka beserta barang bukti upaya lainnya

dalam rangka penyidikan kasus tersebut, dan selanjutnya berkas perkaranya akan

dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri untuk diproses selanjutnya. Setelah keluar

putusan Pengadilan Negeri, selanjutnya terdakwa dikirim ke Lembaga

Pemasyarakatan untuk diberikan pembinaan-pembinaan dengan tujuan

memperbaiki perilaku tersebut.

Tetapi pada kasus tindak pidana kejahatan yang dilakukan geng motor memang

merupakan kasus tindak pidana yang sulit diberantas, apalagi semakin maju dan

berkembangnya teknologi canggih, kejahatan yang dilakukan geng motor pun


74
Lamintang, Hukum Panitensier Indonesia, CV. Armico, Bandung, 1988, hal. 23.

Universitas Sumatera Utara


berlangsung secara terangterangan. Contoh kasus seperti yang terjadi di Jalan

S.Parman Medan 75, terjadi pada tanggal 17 Februari 2014 jam 01.00 WIB dengan

kronologi para tersangka melakukan perampasan sepeda motor milik korban yang

bernama Muhammad Iqbal Ramadhan. Kepala korban dihantam kayu broti sebelum

sepeda motornya dirampas. Kemudian geng motor ini kembali melakukan kejahatan

di Jl. Ahmad Yani Medan, sekitar setengah jam kemudian. Ada dua sepeda motor

yang dirampas yakni, Yamaha Mio milik Muhammad Ayub Natawijaya dan

Kawasaki Ninja milik Yudi Pranata. Korban kejahatan yang dilakukan geng motor

tersebut langsung melaporkan hal tersebut ke polisi. Dibantu masyarakat setempat,

polisi kemudian meringkus kelompok geng motor tersebut. Diduga, kelompok ini

sudah berulangkali melakukan kejahatan perampokan sepeda motor. Para pelaku

yang dijadikan tersangka itu adalah anggota geng motor Komuniti Medan Sexy

(KMS). Mereka adalah Lerry Tarantino (17) warga Brigjen Katamso Komplek Rispa

No 22 dan Rudi Andriyan (23) warga Jalan Sakti Lubis Gang Bengkel No 22. Selain

itu, Boby Sopian (16) warga Jalan Sakti Lubis Gang Bengkel No 20, Rudi Pratama

Sagala (23) warga Jalan Sakti Lubis Gang Bali No 4, Putra Maulana (21)

warga Jalan Sakti Lubis Gang Selamat No 1, dan Andi Mei Rizal Tanjung (29) warga

Jalan Karya Muda No 12 Pangkalan Masyhur. Modus kejahatan para pelaku dengan

cara mengepung korbannya saat mengendarai sepedamotor. Upaya ini dilakukan

kelompok ini supaya korban tidak bisa melarikan diri. Setelah itu, dua di antara

pelaku kemudian menghantamkan kayu balok ke kepala korbannya.


75
http://www.suarapembaruan.com, Surat Kabar Suara Pembaharuan, Senin, 17 Februari 2014.

Universitas Sumatera Utara


Aksi kejahatan jalanan yang semakin marak tersebut yang dilakukan oleh geng

motor di Kota Medan mulai membuat pihak Kepolisian semakin gerah. Maka

dibutuhkan suatu kebijakan dari pihak kepolisian. Oleh karena itu Kapolresta Medan,

Kombes Nico Afinta Karo Karo membuat suatu kebijakan yaitu “tembak ditempat

para pelaku kejahatan geng motor”. Hal tesebut didukung oleh Polda Sumut atas

kebijakan dan tindakan tegas Kapolresta Medan Kombes Pol.Drs. Nico Afinta Karo-

Karo tersebut.Dan tindakan tegas yang dilakukan Polresta Medan tersebut sudah

dibuktikan dengan menembak sejumlah penjahat dan untuk mengantisipasi terjadinya

kejahatan, Polresta Medan mengatensis titik titik rawan.Namun bagaimanapun juga

tindakan yang dilakukan polisi kepada para pelaku kejahatan, jika tidak didukung

masyarakat, maka tidak akan berjalan sesuai harapan masyarakat.

Oleh karena itu, masyarakat tidak boleh apatis jika melihat terjadinya kejahatan.

Namun harus bersama-sama mengantisipasi atau menangkap pelaku dan tidak boleh

main hakim sendiri. Semua akan diproses melalui proses hukum. Tindakan yang

dilakukan pihak Kepolisian telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan tidak

ada terjadi pelanggaran.

F. Kebijakan Penal dan Non Penal

Pada hakikatnya kebijakan dalam penanggulangan kejahatan dapat dilakukan

melalui dua pendekatan, yaitu kebijakan penanggulangan kejahatan dengan

menggunakan sarana hukum pidana (penal policy) dan kebijakan penanggulangan

kejahatan dengan menggunakan sarana diluar hukum pidana (non penal policy).

Universitas Sumatera Utara


Dalam penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan

kebijakan, dalam arti 76:

1. Ada keterpaduan (integralitas) antara politik criminal dan politik social;

2. Ada keterpaduan antara upaya penanggulangan kejahatan, penal dan non penal.

Pada dasarnya penal policy lebih menitik beratkan pada tindakan represif

setelah terjadinya suatu tindak pidana, sedangkan non penal policy lebih menekankan

pada tindakan preventif sebelum terjadinya tindak pidana.Menurut pandangan dari

sudutpolitik kriminal secara makro, non penal policy merupakan kebijakan

penanggulangan tindak pidana yang paling strategis. Hal itu dikarenakan non penal

policy lebih bersifat tindakan pencegahan sebelum terjadinya suatu tindak pidana.

Kebijakan untuk menggunakan sarana-sarana penal didalam menanggulangi

tindak pidana kejahatan yang dilakukan geng motor pada dasarnya lebih menitik

beratkan pada tindakan represif. Usaha dan/atau upaya represif dilakukan setelah

terjadinya peristiwa pidana dengan menjatuhkan hukuman yang berat bagi si pelaku

atau dengan mengasingkan di suatu tempat tertentu.

Tindakan terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana kejahatan terutama

kejahatan yang dilakukan geng motor yaitu berupa hukuman, maka hal ini juga

merupakan penanggulangan bagi orang lain yang mungkin akan melakukan kejahatan

tindak pidana agar tidak melakukannya lagi karena akibatnya akan dihukum. Namun

76
Barda Nawawi Arief,Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung, Citra Aditya Bakti,
hal. 74.

Universitas Sumatera Utara


dalam upaya represif ini perlu diperhatikan dengan baik sebelum memberikan

hukuman.

Upaya pencegahan ini berarti bahwa hukum pidana juga harus menjadi salah

satu instrumen pencegahan yang kemungkinan terjadinya kejahatan. Ini juga berarti

bahwa penerapan hukum pidana harus mempunyai pengaruh yang efektif untuk

mencegah sebelum suatu kejahatan terjadi.

Dengan demikian pada intinya kebijakan hukum pidana (penal policy)

merupakan suatu hukum pidana yang dapat dirumuskan dengan baik dan memberikan

pedoman kepada pembuat undang-undang (kebijakan legislatif), kebijakan yudikatif,

dan pelaksana hukum pidana (kebijakan eksekutif).

Berpedoman pada hukum pidana dan hukum acara pidana dan berbagai

Undang-Undang Khusus, antara lain:

1. Undang-Undang No. 8 tahun 1981;


2. Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1983;
3. Undang-Undang No. 28 tahun 1997;
4. KUHP Pasal 170 yang mengatur tentang perkelahian yang dilakukan secara
bersama-sama di muka umum; dan
5. KUHP Pasal 351 yang mengatur tentang tindak pidana penganiayaan berat;
6. KUHP Pasal 352 ayatt (1) tentang tindak pidana penganiayaan ringan.

Dalam upaya pencegahan (represif) tindak pidana kejahatan yang dilakukan

kelompok geng motor di kota Medan, maka upaya penal yang dilakukan pihak

Universitas Sumatera Utara


Kepolisian POLRESTA berdasarkan wawancara 77, adalah seperti pada tabel dibawah

ini :

No Kegiatan Waktu Tempat

1 Melakukan penjagaan disimpang Pagi, siang, dan Jl. Gatot Subroto

jalan sore Jl. Iskandar Muda

2 Melaksanakan razia didepan Pagi hari SMP, SMA,

sekolah 08.00-10.00 wib SMK di wilayah

polresta medan

3 Melaksanakan razia Setiap senin, rabu, Jl. Gatot subroto

dan sabtu Jl. Juanda

4 Melakukan pembubaran apabila Setiap waktu yang Ring Road

menemukan kelompok balap liar mencurigakan Petronas

5 Melakukan patroli Pagi dan malam Jl. Gatot subroto

hari depan bundara

SIB

Pada dasarnya non penal policy lebih menitik beratkan pada tindakan preventif

yaitu usaha untuk mencegah jauh sebelum terjadi kejahatan. Yaitu bagaimana upaya-

upaya yang harus dilakukan sebelum terjadi kejahatan itu. Mencegah adalah lebih

baik daripada mengobati untuk menyembuhkan suatu penyakit.

77
Hasil wawancara dengan Iptu S. Sitanggang dengan Jabatan Urbin Ops. Sat. Reskrim Polresta
Medan.

Universitas Sumatera Utara


Oleh karena itu, upaya preventif adalah usaha yang baik untuk menanggulangi

kejahatan maka perlu adanya kerjasama yang baik dari aparat pemerintah, penegak

hukum, dan masyarakat dalam mencegah terjadinya kejahatan. Selama ini kota

Medan kerjasamanya tersebut belum kelihatan dimana penanggulangan tindak pidana

kejahatan yang dibuat oleh kelompok geng motor tersebut selalu dilimpahkan kepada

penegak hukum saja yaitu kepolisian, kejaksaan dan hakim.

Upaya preventif yang dilakukan oleh pihak kepolisian POLRESTA Medan

adalah seperti pada tabel berikut ini:

No Kegiatan Waktu Tempat

1 Pelakukan pendataan terhadap Setiap jam kerja Polresta Medan

pelaku geng motor

2 Melakukan upaya penyuluhan ke Setiap bulan SMP, SMA, SMK,

setiap sekolah STM di wilayah

Polresta Medan

3 Melakukan pendataan terhadap Malam hari Bengkel, pom

tempat yang digunakan para bensin, dan

pelaku geng motor bengkel

4 Melakukan penyuluhan terhadap setiap bulan Gedung serbaguna

tokoh adat, agama, dan Pagi s/d sore hari atau kampus

masyarakat 10.00- 16.00 wib

Universitas Sumatera Utara


5 Melakukan Talk Show pada radio Tiga bulan sekali Radio Most dan

Star FM

6 Melakukan penyuluhan yang Setiap enam Setiap kelurahan

melibatkan orang tua bulan dan rumah-rumah

warga

Kondisi sosial yang ditengarai sebagai faktor penyebab timbulnya kejahatan,

seperti yang dikemukakan diatas adalah masalah-masalah yang dulit dipecahkan bila

hanya mengandalkan pendekatan penal semata.

Oleh karena itu, pemecahan masalah diatas harus didukung oleh pendekatan

non penal berupa kebijakan sosial dan pencegahan kejahatan berbasiskan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
PENERAPANDAN PENEGAKAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK
PIDANA KEJAHATAN KELOMPOK GENG MOTOR

A. Sanksi Pidana

Dalam Pasal 1 KUHP juga mengatakan bahwa perbuatan yang pelakunya dapat

dipidana/dihukum adalah perbuatan yang sudah disebutkan didalam perundang-

undangan sebelum perbuatan itu dilakukan.

Pidana adalah hukuman yang dijatuhkan atas diri seseorang yang terbukti

secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana 78.

Hukum merupakan himpunan peraturan-peraturan (perintah dan larangan) yang

dibuat oleh penguasa negara atau pemerintah untuk mengatur tingkah laku manusia

dalam bermasyarakat, bersifat memaksa, dan memiliki sanksi yang harus dipatuhi

oleh masyarakat.

Menurut “Black's Law Dictionary Seventh Edition”, sanksi (sanction) adalah:

“A penalty or coercive measure that results from failure to comply with a law,
rule, or order (a sanction for discovery abuse)”

Di Indonesia, secara umum, dikenal sekurang-kurangnya tiga jenis sanksi

hukum yaitu:

1. sanksi hukum pidana

2. sanksi hukum perdata

3. sanksi administrasi/administratif

78
Abintoro Prakoso, Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak, Laksbang Grafika,
Yogyakarta, 2013.

Universitas Sumatera Utara


Sanksi pidana Menurut R. Soesilo, adalah:

“Suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan
vonis kepada orang yang telah melanggar undang-undang hukum pidana”

Adapun sifat atau ciri dari sanksi pidana yaitu 79:

a) Adanya perintah dan larangan.

b) Perintah dan larangan itu harus diputuhi atau ditaati oleh setiap orang.

c) Memiliki sifat mengatur dan memaksa;

Dikatakan yang bersifat mengatur yaitu karena hukum memuat peraturan-

peraturan berupa perintah dan larangan yang mengatur tingkah laku manusia dalam

hidup bermasyarakat demi terciptanya ketertiban dalam masyarakat. Sementara yang

dimaksud dengan sifat memaksa yaitu karena hukum dapat memaksa anggota

masyarakat untuk mematuhinya. Apabila melanggar hukum akan menerima sanksi

yang tegas.

Dalam perilaku sosial, tindak kejahatan merupakan prilaku menyimpang, yaitu

tingkah laku yang melanggar atau menyimpang dari aturan-aturan pengertian

normatif atau dari harapan-harapan lingkungan sosial yang bersangkutan. Dan salah

satu cara untuk mengendalikan adalah dengan sanksi pidana.

Hakikat dari sanksi pidana adalah pembalasan, yang bersifat penderitaan dan

siksaan. Hal itu dikarenakan bahwa hukuman tersebut dimaksudkan sebagai hukuman

terhadap pelanggaran, yang dilakukan oleh seseorang terhadap kepentingan hukum

79
http://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/hukum-pidana/ diakses pada tanggal 14
April 2014.

Universitas Sumatera Utara


yang dilindungi oleh hukum pidana. Adapun kepentingan hukum tersebut adalah

hidup, jasmani, kehormatan, kebebasan dan hak milik.

Sedangkan tujuan sanksi pidana adalah penjeraan baik ditujukan pada

pelanggar hukum itu sendiri maupun pada mereka yang mempunyai potensi menjadi

penjahat. Selain itu juga bertujuan melindungi masyarakat dari segala bentuk

kejahatan dan pendidikan atau perbaikan bagi para penjahat.

Adapun sanksi tindak pidana pembunuhan sesuai dengan KUHP bab XIX buku

II adalah sebagai berikut :

1. Pembunuhan biasa, diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya lima


belas tahun.
2. Pembunuhan dengan pemberatan, diancam dengan hukuman penjara seumur
hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun
3. Pembunuhan berencana, diancam dengan hukuman mati atau penjara seumur
hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun
4. Pembunuhan bayi oleh ibunya, diancam dengan hukuman penjara selama-
lamanya tujuh tahun
5. Pembunuhan bayi oleh ibunya secara berencana, diancam dengan hukuman
penjara selama-lamanya sembilan tahun
6. Pembunuhan atas permintaan sendiri, bagi orang yang membunuh diancam
dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun
7. Penganjuran agar bunuh diri, jika benar-benar orangnya membunuh diri
pelaku penganjuran diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya empat
tahun.

Dasar hukum atas sanksi hukum pidana yaitu kejahatan. Kejahatan sebagai

dasar bahwa hukuman itu harus dianggap sebagai “pembalasan”, “imbalan” terhadap

orang yang melakukan perbuatan jahat. Seperti halnya kejahatan yang dilakukan geng

motor, semua telah diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Universitas Sumatera Utara


Pengertian sanksi pada umumnya adalah alat pemaksa agar seseorang

mentaati norma-norma yang berlaku 80. Sanksidalam bahasa Indonesia diambil dari

bahasa Belanda “sanctie”. Dalam konteks hukum, sanksi berarti hukuman yang

dijatuhkan oleh pengadilan. Sedangkan dalam konteks sosiologi, sanksi dapat berarti

kontrol sosial. Sanksidalam hukum pidana yang berupa pidana merupakan sanksi

negatif dan hal inilah yang membedakan sanksi hukum pidana dengan sanksi-sanksi

hukum lain.

Sanksi pidana dalam perundang-undangan kita adalah sebagaimana diatur

dalam ketentuan Pasal 10 KUHP, hukuman itu terdiri dari hukuman pokok dan

hukuman tambahan. Hukuman pokok terdiri dari hukuman mati, hukuman penjara

yang dapat berupa hukuman seumur hidup dan hukuman sementara waktu, hukuman

kurungan dan hukuman denda. Sementara hukuman tambahan dapat berupa

pencabutan beberapa hak tertentu, perampasan barang tertentu, dan pengumuman

keputusan hakim. Ketentuan hukum pidana mencakup ketentuan hukum pidana

materiel maupun ketentuan hukum pidana formil. Untuk beberapa hal ketentuan

tersebut merupakan pengaturan tersendiri di luar ketentuan umum yang terdapat

dalam KUHAP maupun dalam KUHP.

Pidanaberasal kata straf (Belanda), yang adakalanya disebut dengan istilah

hukuman. Istilah pidana lebih tepat dari istilah hukuman karena hukum sudah lazim

merupakan terjemahan dari recht. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi II

80
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi. Asas-Asas hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya.
Storia Grafika. Jakarta. 2002. Hlm. 29.

Universitas Sumatera Utara


Cetakan IX, pengertian pidana adalah hukum kejahatan (hukum untuk perkara

kejahatan/kriminal) 81.

Istilah ”hukuman” untuk menyebut ”pidana”dan merumuskan bahwa huuman

adalah suatu perasaan tidakenak/sengsara yang dijatuhkan oleh Hakim dengan vonis
82
kepada orangyang telah melanggar undang-undang hukum pidana .

Sudartomendefenisikan dengan pidana ialah penderitaan yang sengaja dibebankan

kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.

B. Penerapan Sanksi Pidana

Perbedaan Hukum Pidana dengan bidang hukum lain ialah sanksi Hukum

Pidana merupakan pemberian ancaman penderitaan dengan sengaja dan sering juga

pengenaan penderitaan 83 . Perbedaan demikian menjadi alasan untuk menganggap

Hukum Pidana itu sebagai ultimum remedium, yaitu usaha terakhir guna memperbaiki

tingkah laku manusia, terutama penjahat, serta memberikan tekanan psikologis agar

orang lain tidak melakukan kejahatan. Oleh karena sanksinya bersifat penderitaan

istimewa, maka penerapan hukum pidana sedapat mungkin dibatasi dengan kata lain

penggunaannya dilakukan jika sanksi-sanksi hukum lain tidak memadai lagi 84.

81
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi I Cetakan
IX. Balai Pustaka. Jakarta. 1997. Hlm. 360.
82
R. Soesilo. KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia. Bogor.
1996. Hlm. 35.
83
Van Bemmelen dalam buku Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, 1968, hal. 21.
84
Andi Zainal Abidin, Penerapan Hukum Pidana sebagai Langkah Terakhir, 1987, hal.16

Universitas Sumatera Utara


Istilah ultimum remedium digunakan oleh Menteri Kehakiman Belanda untuk

menjawab pertanyaan seorang anggota parlemen bernama Meckay dalam rangka

pembahasan rancangan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), yang antara

lain menyatakan bahwa:

“Asas tersebut ialah bahwa yang boleh dipidana yaitu mereka yang

menciptakan “wederrechtelijk(perbuatan melawan hukum) 85 ”. Hal ini merupakan

condito sine qua non 86.Bahwa syarat yang harus ditambahkan ialah bahwa perbuatan

melawan hukum itu menurut pengalaman tidaklah dapat ditekan dengan cara lain.

Pidana itu haruslah tetap merupakan upaya yang terakhir. Pada dasarnya terhadap

setiap ancaman pidana terdapat keberatan-keberatan. Setiap manusia yang berakal

dapat juga memahaminya sekalipun tanpa penjelasan. Hal itu tidak berarti bahwa

pemidanaan harus ditinggalkan, tetapi orang harus membuat penilaian tentang

keuntungan dan kerugiannya pidana itu, dan harus menjaga jangan sampai terjadi

obat yang diberikan lebih jahat dari pada penyakit”.

85
Bersifat Melawan Hukum(wederrechtelijk) berarti: Bertentangan dengan hukum atau tidak
sesuai dengan larangan atau keharusan hukum atau menyerang suatu kepentingan yang dilindungi oleh
hukum.Dalam hal ini yang dimaksud dengan hukum adalah hukum positif (hukum yang berlaku).
86
Conditio sine qua non dalam bahasa Latin menurut kamus hukum edisi lengkap adalah syarat
mutlak atau dalam bahasa Inggris disebut “Absolute (ly) condition” yang menyatakan bahwa suatu
syarat mutlak harus dicantumkan atau dinyatakan untuk menguatkan atau menetapkan sesuatu
perjanjian itu berlaku. Penerapan teori Conditio sine qua non yang dicetuskan oleh Von Burie
kemudian menjadi tren dalam menetapkan satus tersangka pidana pembunuhan. Hal ini disebabkan
karena adakalanya penyidik sulit menemukan bukti langsung yang sangat kuat untuk dapat
dijadikannnya seseorang sebagai tersangka.

Universitas Sumatera Utara


Memang harus diakui pula, bahwa tidak semua sarjana hukum memandang

pidana itu sebagai ultimum remedium. Misalnya L.H.C. Hulsman 87 dalam pidato

penerimaan jabatannya sebagai Guru Besar di Rotterdam pada tahun 1965 dan dalam

pidato perpisahannya di Leiden mengemukakan bahwa Hukum Pidana sama halnya

dengan hukum lain bertujuan untuk mempertahankan hukum, dan oleh karenanya

Hukum Pidana itu tidak mempunyai sifat yang berdiri sendiri.

Jadi sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa dalil ultimum remedium

ini diperlukan untuk mempertimbangkan dahulu penggunaan sanksi lain sebelum

sanksi pidana yang keras dan tajam dijatuhkan, apabila fungsi hukum lainnya kurang

maka baru dipergunakan Hukum Pidana. Berkaitan dengan karakteristik Hukum

Pidana dalam konteks ultimum remedium ini bahwa penegakan Hukum Pidana

dengan sanksi yang keras dan tajam tetap harus diusahakan agar sedapat mungkin

mengurangi penderitaan bagi pelaku. Dan mengenai penerapan ultimum remedium

dalam penjatuhan sanksi pidana oleh hakim dapat mengakomodasi kepentingan

pelaku tindak pidana, setiap kegiatan yang mengacu kepada penerapan prinsip

penjatuhan pidana penjara sebagai upaya terakhir (ultimum remedium) tersebut sangat

mendukung pelaku tindak pidana, karena sebelum sanksi pidana yang keras

dijatuhkan, penggunaan sanksi lain seperti sanksi administrasi dan sanksi perdata

87
L.H.C. Hulsman diangkat sebagai Guru Besar Hukum Pidana dan Kriminologi NEH,
Rotterdam, Departemen Hukum yang baru dibentuk.Bertujuan untuk mencapai suatu bentuk baru dari
pendidikan hukum sangat terkait dengan disiplin ilmu lain seperti sosiologi, psikologi dan ekonomi
(1964 -1986).

Universitas Sumatera Utara


didahulukan sehingga ketika fungsi sanksi-sanksi hukum tersebut kurang, baru

dikenakan sanksi pidana.

Namun melihat sisi lainnya melalui pendapat Van Bemmelen bahwa penerapan

ultimum remedium ini harus diartikan “upaya” (middel), bukanlah sebagai alat untuk

memulihkan ketidakadilan atau untuk memulihkan kerugian, melainkan upaya untuk

memulihkan keadaan yang tidak tenteram di dalam masyarakat, yang apabila tidak

dilakukan sesuatu terhadap ketidakadilan itu, dapat menyebabkan orang main hakim

sendiri.

Seperti yang telah kami paparkan bahwa sanksi pidana merupakan “obat

terakhir” (ultimum remedium) dari rangkaian tahapan penegakan suatu aturan hukum.

“Obat terakhir” ini merupakan jurus pamungkas jika mekanisme penegakan pada

bidang hukum lain tidak bekerja efektif. Namun, dalam perkembangan hukum pidana

di Indonesia, sanksi pidana dalam beberapa kasus tertentu bergeser kedudukannya.

Tidak lagi sebagai ultimum remedium melainkan sebagai primum remedium (obat

yang utama). Ketentuan pengaturan mengenai sanksi pidana sebagai primum

remedium ini dapat dilihat dalam UU mengenai terorisme dan tindak pidana korupsi.

Dari perspektif sosiologis hal ini dikarenakan perbuatan yang diatur dalam dua

UU tersebut merupakan tindakan yang “luar biasa” dan besar dampaknya bagi

masyarakat. Sehingga dalam hal ini tidak lagi mempertimbangkan penggunaan sanksi

lain, karena mungkin dirasa sudah tepat apabila langsung menggunakan atau

menjatuhkan sanksi pidana terhadap para pelaku tindak pidana tersebut. Dan kini

faktanya sanksi pidana itu bukan merupakan “obat terakhir” (ultimum

Universitas Sumatera Utara


remedium)lagi, banyak perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan aturan

Undang-Undang yang berlaku dan masyarakat merasa dirugikan, maka yang

diberlakukan adalah sanksi pidana sebagai pilihan utama (premium remedium).

Misalnya penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan yang dilakukan geng

motor yang rata-rata pelaku merupakan anak-anak yang melakukan pencurian atau

perbuatan melawan hukum lainnya, adalah tidak mudah untuk menerapkan sanksi

pidana sebagai ultimum remedium bagi mereka, mengingat adanya Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak membolehkan adanya pejatuhan

pidana penjara terhadap anak yang berumur 12-18 tahun, kemudian masyarakat

menganggap keadilan tidak ditegakkan apabila anak yang melakukan kejahatan tidak

dipidana, dan masyarakat menganggap bahwa siapapun yang melakukan suatu tindak

pidana maka wajib dikenai sanksi berupa pidana penjara agar pelaku jera dan tidak

mengulangi perbuatannya, hakim masih sering menganggap anak sebagai penjahat

yang harus dibalas agar jera dan tidak mengulangi perbuatannya.

Jadi melihat hal tersebut di atas, bahwa dalam perkembangannya penerapan

dalil ultimum remedium ini sulit diterapkan karena masih banyak mengalami kendala-

kendala, dan faktor-faktor lain salah satunya adalah karena Hukum Pidana memiliki

UU yang mengatur setiap tindak kejahatan dan pelanggaran dan tentunya di dalam

penerapan sanksi Hukum Pidana tersebut tidak mengenal kompromi atau kata damai.

Universitas Sumatera Utara


C. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Kejahatan Geng
Motor

Hukum merupakan sarana yang didalamnya terkandung nilai-nilai atau konsep-

konsep tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial, dan sebagainya. Kandungan

hukum ini bersifat abstrak. Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum pada

hakikatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak itu.

Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi


88
kenyataan. Soerjono Soekanto mengatakan bahwa penegakan hukum adalah

kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-

kaidah/pandangan-pandangan nilai yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak

sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan

memepertahankan kedamaian pergaulan hidup. 89

Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam

praktik sebagaimana seharusnya patut ditaati. Oleh karena itu, memberikan keadilan

dalam suatu perkara berarti memutuskan perkara dengan menerapkan hukum dan

menemukan hukum in concreto dalam mempertahankan dan menjamin ditaatinya

hukum materiil dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum

formal. 90 Jika hakikat penegakan hukum itu mewujudkan nilai-nilai atau kaidah-

kaidah yang memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum bukan hanya

88
Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum suatu Tinjauan Sosiologis, Bandung, Sinar
Baru, hal. 15.
89
Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, Jakarta, Binacipta, 1983, hal. 13.
90
Sjachran Basah, Perlindungan Hukum atas Sikap Tindak Administrasi Negara, Bandung,
Alumni, 1992, hal. 14.

Universitas Sumatera Utara


menjadi tugas dari penegak hukum yang sudah dikenal secara konvensional, tetapi

menjadi tugas dari setiap orang.

Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal. Oleh

karena itu, keberhasilan penegakan hukum akan dipengaruhi oleh hal-hal tersebut.

Secara umum, sebagaimana dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, ada lima faktor

yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu: 91

a. faktor hukum sendiri;


b. faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang
menerapkan hukum;
c. faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
d. faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan;
e. faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut diatas saling berkaitan dengan eratnya, karena

merupakan essensi dari penegakan hukum serta juga merupakan tolak ukur daripada

efektivitas penegakan hukum. Pada tulisan Soerjono Soekanto mengatakan bahwa

agar hukum dapat berfungsi dengan baik diperlukan keserasian dalam hubungan atara

empat faktor, yakni sebagai berikut: 92

a. Hukum atau peraturan itu sendiri;


Kemungkinannya adalah bahwa terjadi ketidakcocokan dalam peraturan
perundang-undangan mengenai bidang kehidupan tertentu. Kemungkinan
lainnya adalah ketidakcocokan antara peraturan perundang-undangan
dengan hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan. Kadangkala ada
ketidakserasian antara hukum tercatat dengan hukum kebiasaan, dan
seterusnya.

91
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Press,
Jakarta, 1983, hal. 4-5.
92
Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, Bandung, Bina Cipta, 1983, hal. 15.

Universitas Sumatera Utara


b. Mentalitas petugas yang menegakan hukum penegak hukum antara lain
mencakup hakim, polisi, jaksa, pembela, petugas pemasyarakatan, dan
seterusnya.Apabila peraturan perundang-undangan sudah baik, tetapi mental
penegak hukum kurang baik, maka akan terjadi gangguan pada sistem
penegakan hukum;
c. Fasilitas yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan hukum. Kalau
peraturan perundang-undangan sudah baik dan juga mentalitas penegaknya
baik, akan tetapi fasilitas kurang memadai (dalam ukuran tertentu), maka
penegakan hukum tidak akan berjalan dengan semestinya;
d. Kesadaran hukum, kepatuhan hukum dan perilaku warga masyarakat.

Keempat faktor tersebut diatas saling berkaitan dan merupakan inti dari sistem

penegakan hukum. Apabila kempat faktor tersebut ditelaah dengan teliti, maka akan

dapat terungkapkan hal yang berpengaruh terhadap sistem penegakan hukum. Dalam

kaitan ini, Satjipto Rahardjo mengemukakan bahwa agar hukum berjalan atau dapat

berperan dengan baik dalam kehidupan masyarakat, maka harus diperhatikan hal-hal

berikut ini 93:

a. Mengenal problem yang dihadapi sebaik-baiknya;


b. Memahami nilai-nilai yang ada dalam masyarakat;
c. Membuat hipotesis-hipotesis dan memilih yang paling layak untuk dapat
dilaksanakan;
d. Mengikuti jalannya penerapan hukum dan mengukur efek-efeknya.

J.B.J.M. ten Berge menyebutkan beberapa aspek yang harus diperhatikan atau

dipertimbangkan dalam rangka penegakan hukum, yaitu sebagai berikut 94:

a. Suatu peraturan harus sedikit mungkin membiarkan ruang bagi perbedaan


interpretasi;
b. Ketentuan perkecualian harus dibatasi secara minimal;
c. Peraturan harus sebanyak mungkin diarahkan pada kenyataan yang secara
objektif dapat ditentukan;

93
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 208.
94
J.B.J.M. ten Berge, Op. Cit., hal. 376.

Universitas Sumatera Utara


d. Peraturan harus dapat dilaksanakan oleh mereka yang terkena peraturan
tersebut dan mereka yang dibebani dengan tugas penegakan hukum.

Dari uraian diatas, maka penulis akan membahas mengenai penegakan hukum

pidana. Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu

negara, yang mengadakan dasar-dasar atau aturan-aturan untuk 95:

- Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang


dilarang, dengan disertai ancaman atau sangsi berupa pidana tertentu bagi
barang siapa melanggar larangan tersebut
- Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar
larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimanayang
telah diancamkan
- Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan
apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Dalam ilmu hukum ada perbedaan antara istilah “pidana” dengan istilah

“hukuman”. Sudarto mengatakan bahwa istilah “hukuman” kadang-kadang

digunakan untuk pergantian perkataan “straft”, tetapi menurut beliau istilah “pidana”

lebih baik daripada “hukuman. Menurut Muladi dan Bardanawawi Arief “Istilah

hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional, dapat mempunyai arti

yang luas dan berubah-ubah karena istilah itu dapat berkonotasi dengan bidang yang

cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya sering digunakan dalam bidang hukum, tetapi

juga dalam istilah sehari-hari dibidang pendidikan, moral, agama, dan sebagainya.

Oleh karena pidana merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada pembatasan

pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukan cirri-ciri atau sifat-sifatnya

95
P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1990, hlm.
594.

Universitas Sumatera Utara


yang khas”. Pengertian tindak pidana yang di muat di dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) oleh pembentuk undang-undang sering disebut dengan

strafbaarfeit. Para pembentuk undang-undang tersebut tidak memberikan penjelasan

lebih lanjut mengenai strafbaarfeit itu, maka dari itu terhadap maksud dan tujuan

mengenai strafbaarfeit tersebut sering dipergunakan oleh pakar hukum pidana

dengan istilah tindak pidana, perbuatan pidana, peristiwa pidana, serta delik.

Adapun delik hukum KUHP terhadap tindak pidana kejahatan yang dilakukan

kelompok geng motor yaitu seperti perbuatan pidana penganiayaan terhadap orang

lain yang dapat diancam dengan pasal 351 KUHP yang berbunyi :

(1) Penganiayaan diancam pidana paling lama dua tahun delapan bulan atau denda

paling banyak tiga ratus rupiah;

(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat yang bersalah dikenakan pidana

penjara paling lama lima tahun.

(3) Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Adapun unsur-unsur dalam pasal 351 KUHP tentang tindak pidana

penganiayaan:

a. Barang siapa.

b. Dengan sengaja.

c. Akibat yang ditimbulkan: ayat (1) mengakibatkan luka; ayat (2) mengakibatkan

luka berat; ayat (3) mengakibatkan mati.

Apabila penganiayaan itu direncanakan terlebih dahulu maka diancam dengan

pasal 353 KUHP yang berbunyi :

Universitas Sumatera Utara


(1) Penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara

paling lama empat tahun;

(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan penjara

paling lama tujuh tajun;

(3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana penjara paling lama

sembilan tahun.

Unsur- Unsur dalam pasal 353 KUHP tentang tindak pidana penganiayaan

dengan direncanakan terlebih dahulu :

a. Barang siapa.
b. Dengan sengaja.
c. Dengan rencana terlebih dahulu.
d. Akibat yang ditimbulkan: ayat (1) mengakibatkan luka, ayat (2) mengakibatkan
luka berat, ayat (3) mengakibatkan mati.

Dalam KUHP Pengeroyokan termasuk dalam kejahatan terhadap ketertiban

umum diancam dengan pasal 170 KUHP yang berbunyi :

(1) Barangsiapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan

kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling

lama lima tahun enam bulan

(2) Yang bersalah diancam :

Ke-1. Dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika dengan sengaja

menghancurkan barang atau kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-

luka; Ke-2. Dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan

Universitas Sumatera Utara


mengakibatkan luka berat; Ke-3 Dengan pidana penjara paling lama dua belas

tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut 96.

Unsur-unsur dalam pasal 170 KUHP tentang tindak pidana pengeroyokan yaitu:

a. Barang siapa.

b. Terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan.

c. Terhadap orang atau barang.

Kejahatan lain yang dengan sengaja merampas nyawa orang lain atau dengan

kata lain yaitu pembunuhan akan dikenakan Pasal 338 dan Pasal 339 KUHP. Tindak

pidana yang diatur dalam Pasal 338 KUHP merupakan tindak pidana dalam bentuk

pokok (Doodslag In Zijn Grondvorm), yaitu delik yang telah dirumuskan secara

lengkap dengan semua unsur-unsurnya.

Adapun rumusan Pasal 338 KUHP adalah:

“Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena


pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.

Pada pembunuhan biasa ini, Pasal 338 KUHP menyatakan bahwa pemberian

sanksi atau hukuman pidananya adalah pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Di sini disebutkan paling lama jadi tidak menutup kemungkinan hakim akan

memberikan sanksi pidana kurang dari lima belas tahun penjara.

Dari ketentuan dalam Pasal tersebut, maka unsur-unsur dalam pembunuhan

biasa adalah sebagai berikut :


96
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Ctk. Ke- 26, Bumi Aksara, Jakarta,2007,
hlm.65.

Universitas Sumatera Utara


Unsur subyektif perbuatan dengan sengaja. Dengan sengaja (Doodslag) artinya

bahwa perbuatan itu harus disengaja dan kesengajaan itu harus timbul seketika itu

juga, karena sengaja (opzet/dolus) yang dimaksud dalam Pasal 338 adalah perbuatan

sengaja yang telah terbentuk tanpa direncanakan terlebih dahulu. Unsur obyektif :

perbuatan menghilangkan, nyawa, dan orang lain. Unsur obyektif yang pertama dari

tindak pembunuhan, yaitu menghilangkan, unsur ini juga diliputi oleh kesengajaan;

artinya pelaku harus menghendaki, dengan sengaja, dilakukannya tindakan

menghilangkan tersebut, dan ia pun harus mengetahui, bahwa tindakannya itu

bertujuan untuk menghilangkan nyawa orang lain.

Berkenaan dengan nyawa orang lain maksudnya adalah nyawa orang lain dari si

pembunuh. Terhadap siapa pembunuhan itu dilakukan tidak menjadi soal, meskipun

pembunuhan itu dilakukan terhadap bapak/ibu sendiri, termasuk juga pembunuhan

yang dimaksud dalam Pasal 338 KUHP.

Dari pernyataan ini, maka undang-undang pidana kita tidak mengenal ketentuan

yang menyatakan bahwa seorang pembunuh akan dikenai sanksi yang lebih berat

karena telah membunuh dengan sengaja orang yang mempunyai kedudukan tertentu

atau mempunyai hubungan khusus dengan pelaku.

Berkenaan dengan unsur nyawa orang lain juga, melenyapkan nyawa sendiri

tidak termasuk perbuatan yang dapat dihukum, karena orang yang bunuh diri

dianggap orang yang sakit ingatan dan ia tidak dapat dipertanggung jawabkan.

Universitas Sumatera Utara


Pembunuhan Dengan Pemberatan (Gequalificeerde Doodslag) Hal ini diatur

Pasal 339 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :

“Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan dan yang
dilakukan dengan maksud untuk memudahkan perbuatan itu, jika tertangkap tangan,
untuk melepaskan diri sendiri atau pesertanya daripada hukuman, atau supaya barang
yang didapatkannya dengan melawan hukum tetap ada dalam tangannya, dihukum
dengan hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua
puluh tahun.”
Perbedaan dengan pembunuhan Pasal 338 KUHP ialah: “diikuti, disertai, atau

didahului oleh kejahatan”. Kata diikuti (gevold) dimaksudkan diikuti kejahatan lain.

Pembunuhan itu dimaksudkan untuk mempersiapkan dilakukannya kejahatan lain.

Ketiga, Pembunuhan Berencana (Moord). Tindak pidana ini diatur dalam Pasal

340 KUHP, unsur-unsur pembunuhan berencana adalah; unsur subyektif, yaitu

dilakukan dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu, unsur obyektif, yaitu

menghilangkan nyawa orang lain.

Jika unsur-unsur di atas telah terpenuhi, dan seorang pelaku sadar dan sengaja

akan timbulnya suatu akibat tetapi ia tidak membatalkan niatnya, maka ia dapat

dikenai Pasal 340 KUHP.

Ancaman pidana pada pembunuhan berencana ini lebih berat dari pada

pembunuhan yang ada pada Pasal 338 dan 339 KUHP bahkan merupakan

pembunuhan dengan ancaman pidana paling berat, yaitu pidana mati, di mana sanksi

pidana mati ini tidak tertera pada kejahatan terhadap nyawa lainnya, yang menjadi

dasar beratnya hukuman ini adalah adanya perencanaan terlebih dahulu. Selain

diancam dengan pidana mati, pelaku tindak pidana pembunuhan berencana juga dapat

Universitas Sumatera Utara


dipidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh

tahun.

Universitas Sumatera Utara


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari uraian tiap bab diatas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai

berikut:

1. Geng motor adalah salah satu jenis tindak pidana dengan berkelompok yang

melakukan kegiatan kriminal dan kekerasan seperti kelompok bersenjata lainnya,

walaupun biasanya dalamskala yang lebih kecil. Ketika terlibat dalam kegiatan

tersebut, mereka beroperasi di luar hukum. Merekajuga beroperasi di kota-kota

dimana tingkat kekerasan sangat tinggi yang meningkatkan keprihatinan tentang

keberadaan geng. Adapun tindak pidana kejahatan geng motor tersebut berupa:

a. Kebut-kebutan di jalanan yang menggangu keamanan lalu lintas, dan

membahayakan jiwa sendiri dan orang lain;

b. Perilaku ugal-ugalan, berandalan, urakan yang mengacaukan ketentraman

masyarakat sekitarnya;

c. Perkelahian antar geng, antar kelompok, antar sekolah (tawuran), sehingga

membawa korban jiwa;

d. Melakukan tindakan kriminalitas antara lain berupa perbuatan mengancam,

intimidasi, memeras, maling, mencuri, mencopet, merampas, menjambret,

menyerang, merampok, menggarong, melakukan pembunuhan, dengan

Universitas Sumatera Utara


jalanmenyembelih korbannya, mencekik, meracun, tindak kekerasan, dan

pelanggaran lainnya;

e. Perkosaan, agresivitas seksual, dan pembunuhan dengan motif seksual atau

didorong oleh raeksi-reaksi kompensatoris dari perasaan inferior, menuntut

pengakuan diri, depresi hebat, rasa kesunyian, emosi balas dendam, dan lain-

lain;

f.Kecanduan dan ketagihan bahan narkotika yang erat bergandengan dengan tindak

kejahatan;

g. Tindakan-tindakan pelecehan seksual secara terang-terangan, tanpa rasa malu

dengan cara yang kasar;

h. Perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan taruhan, sehingga

mengakibatkan ekses kriminalitas;

i. Tindakan radikal dan ekstrem, dengan cara kekerasan, penculikan, dan

pembunuhan yang dilakukan oleh kelompok geng motor;

j. Perbuatan asosial dan anti asosial lain disebabkan oleh gangguan kejiwaan dan

remaja psikopatik, psikotik, neurotik, dan menderita gangguan kejiwaan

lainnya;

2. Gambaran umum keberadaan anggota geng motor di wilayah hukum Polresta

Medan, yaitu sudah sangat menakutkan bagi masyarakat. Hampir setiap malam

anggota geng motor berkonvoi di jalanan sambil membawa senjata tajam berjenis

golok panjang. Penjahat jalanan ini sudah terbiasa untuk mengambil nyawa orang

lain sebelum merampas harta bendanya, bahkan tega memotong tubuh korbannya.

Universitas Sumatera Utara


Sekalipun belum separah geng-geng motor di pulau Jawa, namun perilaku agresif

anggota geng motor di kota Medan semakin mengkhawatirkan. Hampir setiap malam

minggu di kota Medan, remaja-remaja nakal ini membuat keonaran di jalanan.

Bahwa ada beberapa faktor penyebab terjadinya tindak kejahatan anggota geng

motor :

a) Mudahnya mendapatkan sepeda motor yang berpotensi untuk melahirkan

komunitas-komunitas roda dua yang mempunyai kesamaan kepentingan yang

sama;

b) Faktor Lingkungan, seperti kurangnya pengawasan dari orang tua membuat

anak-anak bebas sehingga memberi kesempatan bagi pelaku melancarkan

aksinya;

c) Pengaruh minuman keras, Penggunaan minuman keras secara berlebihan dan

tidak terkendali yang akan menimbulkan berbagai masalah, baik bagi diri

sendiri maupun orang lain atau lingkungan masyarakat sekitarnya, sehingga

lebih mudah melakukan kejahatan apabila sudah meminum minuman keras;

d) Minimnya pendidikan formal dalam hal ini pendidikan moral dan agama yang

sangat minim serta tingkat pengatahuan yang di wabah rata-rata;

e) Faktor sakit hati dan/atau dendam merupakan salah satu penyebab kelompok

geng motor melakukan kejahatan/ pengrusakan fasilitas umum.

Universitas Sumatera Utara


Ada faktor internal dan eksternal terjadinya tindak pidana kejahatan geng

motor, yaitu:

Faktor Internal

a. Krisis Identitas;

b. Kontrol diri yang lemah

Faktor Eksternal

a. Keluarga

Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga atau

perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja.

Pendidikan yang salah di keluargapun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak

memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa

menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.

b. Teman sebaya yang kurang baik

c. Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik

3. Pengaturan tentang tindak pidana kejahatan yang dilakukan kelompok geng

motor telah diatur dialam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu antara

lain Pasal 338 KUHP, Pasal 351 KUHP, Pasal 353 KUHP, Pasal 339 KUHP

dan Pasal 170 KUHP, dan Perbuatan pidana penganiayaan terhadap orang lain,

diancam dengan pasal 351 KUHP yang berbunyi :

(1) Penganiayaan diancam pidana paling lama dua tahun delapan bulan atau denda

paling banyak tiga ratus rupiah;

Universitas Sumatera Utara


(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat yang bersalah dikenakan pidana

penjara paling lama lima tahun.

(3) Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Apabila penganiayaan itu direncanakan terlebih dahulu maka diancam dengan

pasal 353 KUHP yang berbunyi :

(1) Penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara

paling lama empat tahun;

(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan penjara

paling lama tujuh tajun;

(3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana penjara paling lama

sembilan tahun.

Pengeroyokan juga termasuk dalam kejahatan terhadap ketertiban umum

diancam dengan pasal 170 KUHP yang berbunyi :

(1) Barangsiapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan

kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling

lama lima tahun enam bulan

(2) Yang bersalah diancam :

Ke-1. Dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika dengan sengaja

menghancurkan barang atau kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-

luka; Ke-2. Dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan

mengakibatkan luka berat; Ke-3 Dengan pidana penjara paling lama dua belas

tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut.

Universitas Sumatera Utara


4. Dalam penerapan hukum pidana dalam penjatuhan sanksi pidana oleh hakim

dapat mengakomodasi kepentingan pelaku tindak pidana, setiap kegiatan yang

mengacu kepada penerapan prinsip penjatuhan pidana penjara sebagai upaya

terakhir tersebut sangat mendukung pelaku tindak pidana, karena sebelum

sanksi pidana yang keras dijatuhkan, penggunaan sanksi lain seperti sanksi

administrasi dan sanksi perdata didahulukan sehingga ketika fungsi sanksi-

sanksi hukum tersebut kurang, baru dikenakan sanksi pidana.

5. Dan penegakkan hukum pidana, cara penanggulangan atau penegakan, baik

bersifat preventif maupun bersifat represif harus selalu melibatkan aparat

penegak hukum dengan disertai peran aktif masyarakat. Penanggulangan

kejahatan yang bersifat preventif ini juga merupakan tindakan pencegahan

sebelum terjadinya suatu kejahatan. Tindakan preventif ini berusaha

memberantas kejahatan itu dengan jalan menghilangkan segala sesuatu yang

menjadi penyebab terjadinya suatu kejahatan. Dengan kata lain, kesempatan

pelaku yang dicegah. Ada beberapa hal dalam upaya mengurangi tindak

kekerasan anggota geng motor, yaitu :

a) Meningkatkan penanganan terhadap daerah yang rawan terjadinya kejahatan;

b) Melaksanakan kegiatan-kegiatan patroli secara rutin;

c) Mengadakan penggerebekan terhadap penjual minuman keras;

Universitas Sumatera Utara


d) Menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat agar secepatnya melaporkan

kepada pihak yang berwajib, apabila terjadi suatu kejahatan yang dilakukan

oleh geng motor;

e) Mengadakan penyuluhan di setiap sekolah.

Sementara upaya represif untuk menanggulangi kejahatan yang dilakukan oleh

geng motor, anggota Polresta Medan dan jajarannya melakukan upaya-upaya sebagai

berikut :

1. Melakukan pengejaran dan penangkapan terhadap tersangka kejahatan.

2. Mengadakan pemeriksaan terhadap tersangka beserta barang bukti upaya

lainnya dalam rangka penyidikan kasus tersebut, dan selanjutnya berkas

perkaranya akan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri untuk diproses

selanjutnya. Setelah keluar putusan Pengadilan Negeri, selanjutnya terdakwa

dikirim ke Lembaga Pemasyarakatan untuk diberikan pembinaan-pembinaan

dengan tujuan memperbaiki perilaku tersebut.

6. Suatu kebijakan harus berdasar hukum dibutuhkan improvisasi dan kreasi.

Maka dalam hal menanggulangi tindak pidana kejahatan yang dilakukan geng

motor yang tidak mudah menanganinya maka pihak Kapolresta Medan,

Kombes Nico Afinta Karo Karo membuat suatu kebijakan yaitu “tembak

ditempat para pelaku kejahatan geng motor”. Hal tesebut didukung oleh Polda

Sumut atas kebijakan dan tindakan tegas Kapolresta Medan Kombes Pol. Drs.

Universitas Sumatera Utara


Nico Afinta Karo-Karo tersebut. Dan tindakan tegas yang dilakukan Polresta

Medan tersebut sudah dibuktikan dengan menembak sejumlah penjahat dan

untuk mengantisipasi terjadinya kejahatan, Polresta Medan mengatensis titik

titik rawan.Namun bagaimanapun juga tindakan yang dilakukan polisi kepada

para pelaku kejahatan, jika tidak didukung masyarakat, maka tidak akan

berjalan sesuai harapan masyarakat.

B. SARAN

Adapun saran yang dapat direkomendasikan oleh penulis adalah sebagai

berikut :

a. Memperbaiki sistem pengawasan untuk mencegah terjadinya tindakan-tindakan

kejahatan.

b. Menambah personil kepolisian dan personil penegak hukum lainnya untuk lebih

meningkatkan tindakan reprensif maupun preventif.

c. Peningkatan kesejahteraan rakyat untuk mengurangi pengangguran, yang

dengan sendirinya akan mengurangi kejahatan.

d. Peningkatan penyuluhan hukum untuk memeratakan kesadaran hukum rakyat.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abintoro Prakoso, Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak, Laksbang Grafika,


Yogyakarta.

Ali Masyhar, Gaya Indonesia atas Kebijakan Hukum Tindak Pidana di Indonesia,
2009.

Anwar, Yesmil dan Adang, Kriminologi, Refika Aditama, Bandung, 2010.

Andi Zainal Abidin, Penerapan Hukum Pidana sebagai Langkah Terakhir, 1987.

A. S. Alam, Pengantar Kriminologi, Makassar 2010.

Atmasasmita, Romli. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, PT Eresco, Bandung.

Bhineka Teruna Sari Putra, Persepsi Anggota Geng Motor dan Faktor yang
Melatarbelakangi Terjadinya Tindak Pidana Penganiayaan, Purwokerto, 2009.

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2005.

Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan, Media Presindo, Yogyakarta, 2002.

Darwin Siagian, Tinjauan Kriminologis Terhadap Kejahatan Penganiayaan,


Makasar, 2011.

Esmi Warassih Pujirahayu, 2005, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis,


Semarang, Suryandaru Utama, 2001.

Fppsi.um.ac.id, diakses pada tanggal 23 januari 2019

G. PeterHoefnagels, The Criminal, 1989.

J.M.van Bemmelen, Op.Cit., hal. 28.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Jakarta; Balai Pustaka, 1995.

Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja, Grafindo Persada, Jakarta,


2010.

Universitas Sumatera Utara


Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1997.

Mandar Maju, Bandung, 2009.

Mahmud Mulyadi, Revitalisasi Alas Filosofis Tujuan Pemidanaan dalam Penegakan


Hukum Pidana Indonesia, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2006.

Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Dalam Pembangunan, Alumni, Bandung,


2006.

Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Ctk.Keduapuluh enam, Bumi


Aksara, Jakarta,2007.

Mooraker Speed Maniac, Geng Motor dari Segi Sosiologi dan Hukum serta Solusi
Meminimalisir Geng Motor, 2011.

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni,
Bandung, 1998.

Muh.Sahiri, Tinjauan Kriminologis Terhadap Perilaku Kekerasan Anggota Geng


Motor, 2011.

Nandang Sambas, Penanggulangan Pelanggaran Hukum yang Dilakukan Geng


Motor oleh Kepolisian, MIMBAR, Vol. XXVII, No. 2 (Desember 2011.

Neny Riski Ramadhani, Tinjauan Kriminologis tentang Kejahatan, Universitas


Hasnuddin, Makassar, 2012.

Nigel Walker, Reductivism and Deterrence, dalam A Reader on Punisment, R.A.Duff


and David Garland (Ed). New York: Oxford University Press.

Ninik Widiyanti-Panji Anaroga, Perkembangan Kejahatan dan Masalahnya Ditinjau


dari Segi Kriminologi dan Sosial, Pradnya Paramita, Jakarta, 1987.

P.A.F. Lamintang,Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1990.

R. Abdoel Djamali, Pengantar Ilmu Hukum, 2005.

Rasjuddin.blogspot.com/2013/06/hubungan-3, diakses pada tanggal 23 januari 2019.

Reksodiputro, Perkembangan Ilmu Kriminologi, 1996.

Universitas Sumatera Utara


Romi Librayanto. Ilmu Negara. Makassar:Refleksi, 2009.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999.

Soerjono Sukanto dan Sri Mamudi, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995.

Seriono, Bahan Materi Matrikulai Hukum Kebijakan Publik, Mahasiswa Baru Prodi
Ilmu Hukum Pascasarjana UNS, 2004.

T. Mathiesen, General Prevention as Communication dalam A Reader on


Punishment, R.A.Duff and David Garland (Ed), Oxford University Press, Inc.,
New York, 1995.

Wawan Junaidi,2009. Cara Mengatasi Kenakalan Remaja (online).

Yaha Harahap M , Beberapa Tinjauan mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian


sengketa, Citra Aditya Bhakti, Bandung. 1987.

Yesmil Anwar dan Adang, Kriminologi, Refika Aditama, Bandung, 2010.

WEBSITE

http://samchaster.blogspot.com/2012/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html

http://riasiboro.blogspot.com/2012/04/kelemahan-sistem-penegakan-hukum.html

http://mulyanihasan.wordpres.com/2007/04/27/geng-motor-do-kota-bandung

http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=312364
:awal-tahun-geng-motor-semakin-ganas&catid=14:medan&Itemid=27, waspada
online, diakses pada tanggal 7 April 2014.

http://samchaster.blogspot.com/2012/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html diakses pada


tanggal 4 Mei 2013.

https://kbbi.web.id//geng, diakses pada tanggal 23 Januari 2019.

https://id.m.wikipedia.org, diakses pada tanggal 23 Januari 2019

https://www.kompasiana.com>Zaenuddin, diakses pada tanggal 23 Januari 2019.

Universitas Sumatera Utara


https://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27555/4/chapter%20I.pdf,
diakses pada tanggal 7 Desember 2014

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)


UNDANG-UNDANG DASAR 1945 AMANDEMEN (I-IV)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai