Anda di halaman 1dari 12

KONFLIK DAN PENYELESAIAN DALAM PENELITIAN ARKEOLOGI

DI WILAYAH KERJA BALAI ARKEOLOGI MANADO


Irfanuddin W. Marzuki
Balai Arkeologi Yogyakarta, Jl. Gedongkuning No. 174 Yogyakarta
wd_546@yahoo.co.id

Abstrak. Konflik antara masyarakat dengan tim penelitian arkeologi dikarenakan kurangnya
pemahaman masyarakat akan nilai penting penelitian arkeologi dan komunikasi yang tidak terjalin
dengan baik. Konflik yang pernah terjadi pada kegiatan penelitian di wilayah Kerja Balai Arkeologi
Manado berupa penelitian Situs Loga Desa Pada, Kabupaten Poso dan Situs Leang Tuo Mane’e
di Kabupaten Talaud. Tujuan penelitian ini adalah untuk memetakan konflik yang terjadi dalam
penelitian arkeologi di wilayah kerja Balai Arkeologi Manado dan mencari jalan keluarnya sehingga
dapat diselesaikan, serta tidak terjadi lagi pada masa mendatang. Metode yang digunakan untuk
mendapatkan data adalah metode observasi (pengamatan) dan wawancara. Dalam mengurai konflik,
penting dilakukan pemetaan, sehingga dapat terpecahkan dengan baik. Pemetaan konflik bertujuan
untuk melihat hubungan di antara berbagai pihak secara lebih jelas, sehingga dapat diidentifikasi
awal konflik dan tindakan yang akan dilakukan dalam memecahkan konflik. Selain pemetaan konflik,
perlu menjalin komunikasi yang baik dengan masyarakat sekitar situs, sehingga tidak terjadi salah
komunikasi dalam kegiatan penelitian. Model pendekatan yang digunakan dalam penelitian arkeologi
ini perlu diganti dengan model multiple perspective model atau democratic model.
Kata Kunci: Pemetaan konflik, Penelitian Arkeologi, Pendekatan, Komunikasi

Abstract. Conflicts and Solutions in Archaeological Research at Archaeological Research Office


of Manado Area. The conflict between local people and the research team of archaeology was
triggered because the people did not understand the importance of archaeological research, in
addition to lacking of communication between the two parties. The conflicts in the research areas
of Archaeological Research Office of Manado namely happened during the research at Loga Site,
Pada Village, Poso, and Leang Tuo Mane’e site in Talaud. This research aimed at mapping the
conflict occurring during archaeological researches in working areas of Archaeological Research
Office of Manado and inventing the solution so that it is expected that such conflict may not appear
in the future. To obtain the data used are observational and interview methods. The conflict mapping
was made to see clearly the relations among many parties; therefore, it is possible to identify the
beginning of the conflict as well as its solutions. Aside from conflict mapping, communication with the
local people is no less important. The research model of archaeology should be changed into multiple
perspective model or democratic model.
Keywords: Conflict mapping, Archaeological research, Approach, Communication

1. Pendahuluan memahami pentingnya penelitian arkeologi akan


Situs arkeologi seringkali merupakan tidak berkenan dengan kegiatan yang dilakukan,
tempat yang dikeramatkan oleh masyarakat, sehingga menghambat kegiatan penelitian
walaupun sudah tidak digunakan dalam kegiatan arkeologi tersebut dan mengakibatkan adanya
ritual keagamaan tertentu (death monument). suatu konflik dalam penelitian arkeologi.
Penelitian arkeologi yang dilakukan (khususnya Kegiatan penelitian arkeologi di wilayah
ekskavasi) dianggap merusak atau mengambil kerja Balai Arkeologi tidak selamanya berjalan
tinggalan nenek moyang mereka yang terdapat dengan lancar tanpa kendala di lapangan. Terjadi
di situs arkeologi. Masyarakat yang kurang beberapa kali konflik antara anggota masyarakat
Naskah diterima tanggal 5 Oktober 2015, diperiksa 16 Oktober 2015, dan disetujui tanggal 27 November 2015.

123
AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 33 No. 2, Desember 2015 : 77-134

dengan tim penelitian berkaitan dengan kegiatan antar individu maupun kelompok. Pada awalnya
penelitian yang akan dilakukan. Konflik-konflik konflik dianggap sebagai gejala atau fenomena
tersebut ada yang dapat diselesaikan dalam yang tidak wajar dan berakibat negatif, tetapi
waktu singkat, namun adapula yang memerlukan sekarang konflik dianggap sebagai gejala alamiah
waktu dan mediasi pihak lain. Konflik yang yang dapat berakibat negatif maupun positif
terjadi dalam kegiatan penelitian arkeologi di tergantung cara mengelolanya (Sumaryanto
wilayah kerja Balai Arkeologi Manado antara 2010: 1). Untuk mempermudah pemecahan
lain: konflik antara Tetua Adat (Kapita Lao) di konflik, digunakan pemetaan konflik. Pemetaan
Desa Arangka’a Kabupaten Kepulauan Talaud konflik merupakan suatu teknik yang digunakan
dalam penelitian di Situs Leang Tuo Mane’e untuk menggambarkan konflik secara grafis,
dan konflik antara mantan Kepala Desa anggota menghubungkan pihak-pihak dengan masalah
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan pihak lainnya. Pemetaan konflik bertujuan
pada penelitian Situs Loga di Lembah Bada. untuk lebih memahami situasi dengan baik,
Situs Leang Tuo Mane’e merupakan melihat hubungan berbagai pihak secara jelas,
sebuah ceruk (rockshelter) yang terletak di mengevaluasi hal-hal yang telah dilakukan
pinggir jalan yang menghubungkan antara (Fisher 2008: 22).
Desa Arangka’a dan Desa Gemeh. Penelitian Pemetaan konflik pada dasarnya dipakai
arkeologi di situs ini pertama kali dilakukan untuk mencapai tujuan:
oleh Peter Bellwood tahun 1974, dengan 1. Memahami situasi dengan baik;
temuan sebuah makam berdinding dengan tutup 2. Melihat hubungan berbagai pihak secara
kayu untuk menyimpan tulang dan tengkorak lebih jelas;
manusia yang berjumlah 68 (Tanudirjo 2001: 3. Menjelaskan dimana letak kekuasaan;
75). Kondisi saat ini tinggal sembilan tengkorak 4. Melihat para sekutu atau posisi sekutu yang
manusia dan beberapa tulang yang tersisa. paling tepat;
Kegiatan penelitian ini merupakan kegiatan 5. Mengidentifikasikan mulainya intervensi
penelitian yang pertama kali dilakukan Balai atau aksi, dan
Arkeologi Manado di Situs Leang Tuo Mane’e. 6. Evaluasi apa yang sudah dilakukan (Fisher
Situs Loga merupakan situs prasejarah dengan 2000: 22-23).
tinggalan arkeologi arca menhir dan kubur Menurut Sulistyanto (2006), pemetaan
tempayan. Kubur-kubur tempayan di Situs Loga konflik dilakukan dengan mempertemukan
belum diketahui secara pasti jumlahnya, karena berbagai pihak yang berkonflik sehingga dapat
belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya. dipelajari situasi dengan sudut pandang masing-
Informasi mengenai adanya temuan kubur masing yang berbeda sekaligus mempelajarinya
tempayan di sekitar arca menhir Situs Loga secara bersama. Dalam pemetaan konflik yang
berasal dari laporan Juru Pelihara Situs Loga perlu dilakukan adalah:
yakni Julfitra ketika membersihkan areal sekitar 1. Klasifikasi, yaitu mengklasifikasikan secara
arca menhir. detail pihak-pihak utama dan pihak-pihak
Pengertian konflik disini mengacu pada lain yang berkonflik;
pendapat Chris Mitchel yang dikutip Fisher, 2. Korelasi, yaitu menemukan hubungan di
yaitu hubungan antara dua pihak atau lebih antara semua pihak yang berkonflik;
(individu atau kelompok) yang memiliki atau 3. Isu, yaitu menemukan isu pokok di antara
merasa memiliki sasaran yang tidak sejalan pihak yang berkonflik, dan menempatkan
(Fisher 2000: 4). Konflik merupakan sesuatu isu ini sebagai permasalahan yang akan
hal yang wajar dalam fenomena interaksi sosial dipecahkan bersama (Sulistyantoi2006:i22).

124
Konflik dan Penyelesaian dalam Penelitian Arkeologi di Wilayah Kerja Balai Arkeologi Manado. Irfanuddin W Marzuki

Berkaitan dengan hal tersebut, per- pendapat, pandangan, kepentingan, atau bahkan
masalahan yang akan dalam penelitian ini pertikaian antara individu dengan individu
dirumuskan dalam pertanyaaan sebagai berikut. lain, kelompok dengan kelompok lain karena
Bagaimana pemetaan konflik yang terjadi dan berbagai alasan mendasar. Dalam pandangan ini,
solusinya di wilayah kerja Balai Arkeologi pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara
Manado? Bagaimana tindakan yang harus dua atau lebih individu yang diekspresikan,
dilakukan kedepan agar tidak terjadi lagi konflik diingat, dan dialami dalam perspektif kognitif,
dalam kegiatan penelitian arkeologi? afektif maupun tindakan (konatif). Interaksi dan
Tujuan yang hendak dicapai dalam komunikasi antara individu yang satu dengan
penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama yang lainnya, berpotensi menimbulkan konflik
bertujuan untuk memetakan konflik yang terjadi dalam level yang berbeda. Konflik merupakan
dalam kegiatan penelitian arkeologi di wilayah bentuk interaktif yang terjadi pada tingkatan
kerja Balai Arkeologi Manado. Selanjutnya dari individual, interpersonal, kelompok, atau pada
pemetaan konflik yang dilakukan, kemudian tingkatan organisasi. Konflik senantisa berpusat
diklasifikasi dan diketahui hubungan atau kore- pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan
lasi pihak-pihak yang berkonflik. Tujuan kedua yang ingin dicapai, alokasi sumber-sumber yang
adalah mengetahui isu dan penyebab konflik, dibagikan, keputusan yang diambil, maupun
sehingga memudahkan memecahkan konflik perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers 1982:
yang terjadi. Ketiga bertujuan mencari cara 234-237; Kreps 1986: 185; Stewart 1993: 341;
agar kegiatan penelitian arkeologi di wilayah Pace dan Faules 1994: 249; Devito 1995: 38
kerja Balai Arkeologi Manado kedepannya tidak dalam Sumardjo dkk. 2009).
menimbulkan konflik dengan masyarakat sekitar Dalam kehidupan sekarang ini konflik
situs. justru diperlukan, tetapi untuk dihadapi bukan
Penelitian ini dilandasi oleh kerangka dihindari. Jika konflik dapat diselesaikan
pikir bahwa setiap wilayah memiliki konflik tanpa kekerasan, justru kita dapat memperoleh
karena adanya perbedaan di dalamnya. Konflik manfaat dari konflik tersebut yaitu salah satunya
dapat terjadi jika tujuan masyarakat tidak sejalan, mendorong ke arah perubahan yang diperlukan
karena berbagai perbedaan pendapat. Pengertian (Fisher 2002: 6). Tidak semua konflik berko-
konflik berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia notasi jelek dan membuat perpecahan. Terdapat
berarti percekcokan, perselisihan, pertentangan beberapa teori penyebab adanya konflik, yaitu:
(Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa 2008:i799). a. Teori hubungan masyarakat, menganggap
Pengertian konflik berdasar bahasa asalnya bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi
“conflict”, menurut Webster (1966) berarti yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan
“perkelahian, peperangan, atau perjuangan”. permusuhan di antara kelompok yang
Pengertian tersebut berkembang menjadi lebih berbeda dalam masyarakat;
luas lagi dengan masuknya ketidaksepakatan b. Teori negosiasi prinsip, menganggap bahwa
yang tajam atau oposisi atas berbagai konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang
kepentingan, ide, dan lain-lain. Konflik berarti tidak selaras dan perbedaan pandangan
perbedaan kepentingan (perceived divergence tentang konflik oleh pihak-pihak yang
of interest), atau suatu ketidakpercayaan aspirasi mengalami konflik;
pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai c. Teori kebutuhan manusia, berasumsi bahwa
secara simultan (Pruitt dan Rubi 2009: 9-10). konflik yang berakar dalam disebabkan oleh
Konflik merupakan salah satu bentuk interaksi kebutuhan dasar manusia, fisik, mental, dan
disosiatif yang merupakan ekspresi perbedaan sosial yang tidak terpenuhi atau dihalangi;

125
AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 33 No. 2, Desember 2015 : 77-134

d. Teori identitas, berasumsi bahwa konflik sesuatu perubahan yang lebih baik apabila dapat
disebabkan karena identitas yang terancam, diatasi secara bijak (Sulistyanto 2008: 37-38).
yang sering berakar pada hilangnya sesuatu Konflik merupakan suatu proses sosial yang
atau penderitaan di masa lalu; berlangsung dan melibatkan orang-orang atau
e. Teori kesalahpahaman antar budaya, kelompok-kelompok yang saling menentang
berasumsi bahwa konflik disebabkan keti- dengan ancaman kekerasan (Narwoko dan
dakcocokan dalam cara-cara berkomunikasi Suyanto 2006: 68).
di antara berbagai budaya yang berbeda, dan Lokasi penelitian di Situs Loga Desa
f. Teori transformasi konflik, berasumsi bahwa Pada, Kecamatan Lore Selatan, Kabupaten Poso,
konflik disebakan oleh masalah-masalah dan Situs Leang Tuo Mane’e, Desa Arangka’a,
ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang Kecamatan Gemeh, Kabupaten Kepulauan
muncul sebagai masalah-masalah sosial, Talaud. Penelitian ini bersifat dekriptif analitis,
ekonomi, dan budaya (Fisher 2000: 8-9). yang bertujuan mendeskripsikan secara sistem-
Teori konflik merupakan antitesis dari atis, faktual dan akurat mengenai fakta-
teori struktural fungsional yang mengedepankan fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu
keteraturan dalam masyarakat. Kehidupan (Suryabrata 1995; Pinardi 2007: 29; Marzuki
masyarakat tidak selamanya mengalami kete- 2012: 21). Fakta yang digambarkan berupa
raturan, sehingga dapat dikatakan konflik atau konflik-konflik yang terjadi dalam kegiatan
perselisihan merupakan hal yang biasa dalam penelitian arkeologi di wilayah kerja Balai
kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan adanya Arkeologi Manado. Penelitian ini menggunakan
kepentingan yang berbeda dan bertentangan, penalaran induktif, yang bergerak dari fakta-
baik antar individu, individu dengan kelompok, fakta atau gejala-gejala yang bersifat khusus,
dan antara kelompok dengan kelompok kemudian disimpulkan sebagai gejala gejala
(Narwoko dan Suyanto 2006: 67). yang bersifat umum atau generalisasi empiris
Konflik pada dasarnya merupakan (Tanudirjo 1989: 34; Tim Penyusun 2008:i20).
pertemuan antara dua hal berbeda, yang Pengumpulan data dilakukan melalui studi
dapat menghasilkan sesuatu yang positif observasi atau pengamatan dan wawancara.
atau negatif. Konflik belum tentu merupakan Wawancara dilakukan untuk mengetahui
suatu masalah. Apabila konflik menghasilkan pendapat atau pandangan dari berbagai elemen
sesuatu yang negatif, maka inilah yang sering masyarakat, tidak hanya yang berkonflik saja.
disebut masalah (Tomagola dkk. tt: 11-15). Pihak yang diwawancari meliputi Kepala Dinas
Menurut Soetrisno (2003) seperti dikutip Pariwisata dan Kebudayaan, Camat dan Kepala
oleh Bambang Sulistyanto, terdapat dua jenis Desa, Badan Perwakilan Desa (BPD), Tetua
konflik, yaitu konflik yang bersifat destruktif Adat, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB)
dan konflik yang fungsional. Kedua konflik Gorontalo, tim peneliti, dan Lembaga Swadaya
tersebut memiliki latar belakang kemunculan Masyarakat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara
dan akibat yang berbeda. Konflik destruktif (AMAN). Teknik wawancara dilakukan dengan
muncul karena adanya rasa benci antara satu wawancara mendalam (indepth interview)
orang/kelompok dengan orang/kelompok lain, dengan tidak terstruktur. Data yang sudah
yang disebabkan oleh berbagai aspek. Konflik terkumpul selanjutnya dianalisis dengan
fungsional muncul karena adanya perbedaan memetakan konflik yang ada. Setelah konflik
pandangan antara dua orang/kelompok atau terpetakan, dan diketahui sumber konfliknya
lebih tentang suatu masalah yang mereka kemudian diselesaikan sesuai dengan jenis
hadapi. Konflik fungsional dapat menghasilkan konflik yang terjadi.

126
Konflik dan Penyelesaian dalam Penelitian Arkeologi di Wilayah Kerja Balai Arkeologi Manado. Irfanuddin W Marzuki

2. Hasil dan Pembahasan


2.1 Konflik dalam Penelitian Situs Loga
Lembah Bada
Dalam kasus penelitian Situs Loga, Desa
Pada, Kecamatan Lore Selatan, Kabupaten Poso
terjadi konflik (pertentangan) tentang kegiatan
ekskavasi. Pertentangan tersebut melibatkan
mantan Kepala Desa yang mengatasnamakan Keterangan:
AMAN dengan tim peneliti. Pihak pemerintah : garis hubungan
: garis aliansi
desa tidak keberatan dengan kegiatan penelitian : konflik
(ekskavasi) yang akan dilakukan, namun men- Gambar 1. Analisa Pemetaan Konflik (Sumber: Fisher
dapat tantangan dari mantan kepala desa Pada. 2000)

Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan ekskavasi dianggap tidak membawa manfaat
di lapangan, terdapat beberapa pandangan langsung bagi masyarakat Desa Loga. Selain itu
masyarakat mengenai kegiatan penelitian mereka ada rasa kekhawatiran serta ketakutan,
arkeologi yang dilakukan. Pandangan-pandangan tinggalan arkeologi (artefak) hasil ekskavasi
tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akan dibawa oleh Tim Penelitian keluar dari
pandangan yang mendukung kegiatan penelitian, wilayah Lembah Bada. Dalam pertemuan
dan pandangan yang tidak mendukung/tidak dengan Tetua Adat, Kepala Desa, dan AMAN,
setuju adanya kegiatan penelitian. Pandangan Tim Penelitian menyampaikan bahwa tinggalan
yang setuju/mendukung kegiatan penelitian di arkeologi yang diambil hanya sebagian kecil dan
Situs Loga antara lain dari Pemerintah Desa, akan digunakan sebagai sampel untuk analisis
BPD, Tetua Adat, Pemerintah Kecamatan, Dinas lebih lanjut. Manfaat penelitian arkeologi
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Poso, tidak secara langsung dirasakan dalam bentuk
dan BPCB Gorontalo. Pandangan yang tidak material, namun lebih banyak dalam bentuk
setuju/tidak mendukung kegiatan penelitian dari yang tidak nyata, seperti menumbuhkan rasa
pihak AMAN, dengan alasan kegiatan penelitian kebanggaan dalam masyarakat. Manfaat dalam
arkeologi tidak membawa manfaat langsung bagi bentuk material, akan dirasakan oleh masyarakat
masyarakat, dan ketakutan kegiatan penelitian tidak dalam waktu yang singkat, karena masih
mengambil tinggalan arkeologi (artefak) dibawa memerlukan beberapa proses.
ke luar dari wilayah Lembah Bada.
Dari hasil wawancara dan pengamatan 2.2 Konflik dalam Penelitian Arkeologi Situs
di lapangan, kemudian dipetakan dan dicari Leang Tuo Mane’e
hubungan antar pihak yang berkepentingan Dalam penelitian arkeologi tahun 2013
dalam kegiatan penelitian arkeologi di Situs di Situs Leang Tuo Mane’e Desa Arangka’a
Loga. Hubungan atau korelasi tersebut dapat Kecamatan Gemeh, Kabupaten Kepulauan
digambarkan dalam sebuah pemetaan konflik Talaud terjadi pertentangan dari salah satu
(Gambar 1). Tetua Adat (Kapita Lao). Sebelum melakukan
Gambar pemetaan konflik (Gambari1), penelitian, dari tim telah melakukan sosialisasi
memberikan gambaran bahwa pelaku yang terhadap Perangkat Desa dan Tetua Adat. Dalam
berkonflik adalah pihak AMAN (seorang pertemuan tersebut, seorang Tetua Adat (Kapita
anggota AMAN adalah mantan Kepala Desa) Lao) tidak menyetujui adanya ekskavasi di Situs
dengan tim penelitian arkeologi. Alasan Leang Tuo Mane’e. Alasannya adalah karena
ketidaksetujuan AMAN adalah kegiatan tempat tersebut merupakan lokasi leluhur Desa

127
AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 33 No. 2, Desember 2015 : 77-134

Secara rinci konflik di atas diuraikan


sebagai berikut:
Sikap masyarakat
a. Adanya pertentangan dalam Dewan Tetua
Adat terhadap ekskavasi yang akan dilakukan
di Situs Leang Tuo Mane’e.
Perilaku
a. Tidak setuju adanya ekskavasi di Situs Leang
Tuo Mane’e
Foto 1. Suasana sosialisasi sebelum kegiatan penelitian
b. Merusak lay out kotak galian dan membuang
di rumah Kepala Desa Arangka’a yang dihadiri alat tim penelitian
Perangkat Desa, Tetua Adat, dan BPD (Sumber: c. Mematok pagar situs, sehingga tidak bisa
Balai Arkeologi Manado)
mengadakan kegiatan di dalam lokasi situs.
Arangka’a, selain itu juga tidak mendapat Konteks
manfaat dari penelitian-penelitian yang telah a. Lokasi leluhur
dilakukan sebelumnya. Pihak pemerintah b. Kurang sosialisasi dan pemahaman Undang-
desa, BPD, kecamatan, Dinas Pariwisata dan Undang Cagar Budaya (UUCB) oleh
Kebudayaan Kabupaten dan Pemerintah Daerah pemerintah daerah
Kepulauan Talaud sangat mendukung kegiatan Korelasi atau hubungan pihak-pihak dalam
penelitian tersebut. Dukungan dari pihak pemetaan konflik dalam penelitian arkeologi
Pemerintah Desa berupa acara doa sebelum Situs Leang Tuo Mane’e pada tahun 2013 dapat
ekskavasi bersama yang dipimpin oleh Tetua digambarkan sebagai berikut (Gambar 3).
Adat. Pemerintah Desa dan BPD mendukung
penelitian dengan permohonan kepada tim
untuk tetap melakukan penelitian jangan sampai
dipindahkan ke lokasi lain, karena mereka
memerlukan data sejarah desa. Pihak Pemerintah
Kecamatan juga sangat mendukung, hal ini dapat
dilihat dari antusiasme Bapak Camat Gemeh
mengunjungi Tim Penelitian untuk berdiskusi
setiap malam. Keterangan:
Konflik yang timbul dalam penelitian : garis hubungan
: garis aliansi
Leang Tuo Mane’e dapat digambarkan dalam : konflik
segitiga Sikap Perilaku Konteks (SPK) sebagai Gambar 3. Analisa Pemetaan Konflik (Sumber: Fisher
berikut: 2000)

Isu pokok dalam konflik penelitian


arkeologi di Situs Leang Tuo Mane’e adalah
seorang Tetua Adat (Kapita Lao) tidak
setuju dengan kegiatan ekskavasi, dengan
alasan merupakan lokasi leluhur, sehingga
dikhawatirkan akan merusak nilai kesakralan
lokasi tersebut. Selain itu, juga kegiatan
Gambar 2. Skema Analisa Sikap Perilaku dan Konteks
penelitian tidak membawa manfaat secara
(SPK) (Sumber: Fisher 2000) langsung terhadap masyarakat Desa Arangka’a.

128
Konflik dan Penyelesaian dalam Penelitian Arkeologi di Wilayah Kerja Balai Arkeologi Manado. Irfanuddin W Marzuki

Konflik yang terjadi di Situs Leang Tuo sebagian masyarakat akan nilai penting situs
Mane’e dikarenakan komunikasi yang dilakukan arkeologi yang ada diwilayahnya dan komunikasi
tidak berjalan dengan baik. Komunikasi yang yang kurang terjalin baik. Tetua Adat yang
terjadi berjalan satu arah, sehingga tidak terdapat menentang kegiatan penelitian arkeologi di
titik temu antara Tetua Adat yang tidak setuju Situs Leang Tuo Mane’e (Kapita Lao) meminta
(Kapita Lao), dan tim penelitian. Untuk itu perlu maaf atas peristiwa tersebut kepada ketua Tim
adanya suatu kesepakatan atau suatu media Penelitian pada pertemuan satu bulan kemudian.
untuk bisa mempertemukan pendapat yang Permintaan maaf tersebut diungkapkan dalam
berbeda, sehingga konflik yang akan terjadi bahasa daerah mereka berikut ini: “Kita so salah
bisa dihindarkan atau diminimalisir. Pada saat paham, kita nentau yang dorang cari, kita minta
kegiatan penelitian, tidak tercapai titik temu, maaf peristiwa tempo hari”. Arti dalam bahasa
sehingga gagal melakukan penelitian di Situs Indonesia adalah: “Saya salah paham, saya tidak
Leang Tuo Mane’e. Hal ini dikarenakan pihak tahu apa yang dicari dalam kegiatan penelitian
yang tidak menyetujui adanya penelitian (Kapita tersebut, saya minta maaf atas kejadian yang
Lao) tidak mau menerima penjelasan dari tim lalu”. Komunikasi yang terjadi pada saat terjadi
penelitian dan Tetua Adat yang lain. Pihak yang konflik tidak berjalan dengan baik, karena salah
tidak menyetujui tidak mengetahui penjelasan satu pihak tidak mau menerima penjelasan dari
yang disampaikan tim penelitian dengan pihak lain. Dalam kasus di Situs Loga, pihak
alasan tidak mendengar karena terlambat hadir. AMAN menerima kegiatan penelitian setelah
Setelah dijelaskan, pihak yang tidak menyetujui dilakukan mediasi lewat pemerintah desa,
langsung menyatakan tidak setuju dan pulang BPD, dan Tetua Adat. Dalam mediasi tersebut,
meninggalkan pertemuan. Pihak pemerintah disampaikan bahwa kegiatan penelitian tidak
desa, BPD, Camat, dan Dinas Kebudayaan dan mengambil temuan arkeologi yang didapat,
Pariwisata dapat menyelesaikan konflik tersebut, hanya mengambil sebagian kecil untuk sampel
namun memerlukan waktu yang agak lama, analisis. Hasil lainnya adalah setiap kegiatan
sehingga penelitian di Situs Leang Tuo Mane’e penelitian arkeologi di Desa Pada dikenakan
tidak terlaksana dipindahkan ke situs lainnya. kontribusi sebesar Rp 250.000 yang masuk ke
kas desa. Selain itu juga harus melibatkan tetua
adat dalam kegiatan penelitian, karena kegiatan
penelitian sebelumnya tidak melibatkan tetua
adat, hanya melibatkan juru pelihara situs dan
beberapa warga desa.
Dari uraian di atas, dapat diketahui terda-
pat masyarakat yang merasa tidak mendapatkan
manfaat secara langsung dari penelitian arkeologi
yang dilakukan. Hanya kelompok tertentu yang
tergabung dalam tenaga lokal (tenlok) yang
Foto 2. Wawancara dengan Narasumber yang Mendukung
merasakan manfaat penelitian secara langsung.
Kegiatan Penelitian/Mantan Kades Arangka’a.
(Sumber: Balai Arkeologi Manado) Untuk itu perlu adanya suatu pengelolaan
sumber daya arkeologi yang baik sehingga
2.3 Penyelesaian Konflik penelitian arkeologi tidak hanya bermanfaat
Konflik yang terjadi dalam penelitian bagi peneliti, namun juga masyarakat sekitar.
arkeologi di wilayah kerja Balai Arkeologi Selain itu juga adanya ketakutan dari masyarakat
Manado diakibatkan kurangnya pemahaman bahwa kegiatan penelitian akan merusak lokasi

129
AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 33 No. 2, Desember 2015 : 77-134

leluhur dan mengambil tinggalan arkeologi tidak membawa manfaat kepada masyarakat
yang ada untuk dibawa keluar dari situs. Perlu sekitar. Agar tidak terjadi kesalahpahaman,
untuk menyampaikan kepada masyarakat sekitar perlu disampaikan kepada masyarakat bahwa
situs, mengenai apa yang dicari dalam kegiatan kegiatan ekskavasi tidak seperti yang dipahami
ekskavasi, sehingga masyarakat tidak curiga masyarakat. Tinggalan arkeologi yang diambil
ketika melakukan kegiatan ekskavasi. hanya sebagai sampel, sedangkan sisanya
Manfaat hasil penelitian arkeologi masih tetap dipertahankan dalam situs. Selain
seringkali tidak dirasakan langsung oleh itu, kegiatan penelitian arkeologi membawa
masyarakat. Hasil penelitian sebaiknya tidak manfaat bagi masyarakat secara materi dan non
hanya berupa laporan saja, namun berupa hal materi. Sasaran yang ingin dicapai dalam teori
yang dapat dirasakan langsung manfaatnya kesalahpahaman budaya, yaitu :
oleh masyarakat sekitar situs. Hasil penelitian a. Menambah pengetahuan pihak-pihak yang
berupa laporan disampaikan kepada pemerintah mengalami konflik mengenai budaya pihak
(desa, kecamatan dan kabupaten), namun jarang lain;
disosialisasikan kepada masyarakat sekitar situs, b. Mengurangi stereotip negative yang mereka
sehingga masyarakat tidak mengetahui nilai miliki tentang pihak lain, dan
penting suatu penelitian arkeologi. Ada dua cara c. Meningkatkan keefektifan komunikasi antar
untuk menyampaikan pentingnya penelitian budaya (Fisher 2000: 8).
arkeologi dalam mengungkap sejarah manusia Konflik yang terjadi disebabkan adanya
masa lalu sehingga masa lalu itu dapat dipelajari. ketidakcocokan dalam berkomunikasi antara tim
Pertama, penelitian arkeologi dapat digunakan peneliti, masyarakat, dan tetua adat yang tidak
untuk mengecek materi yang nyata dari manusia menyetujui kegiatan penelitian. Komunikasi
masa lalu, baik itu struktur, artefak ataupun yang baik antara masyarakat, tetua adat, dan
tinggalan lainnya yang terselamatkan oleh tim penelitian tidak hanya mengurangi resiko
waktu. Penelitian arkeologi tidak hanya untuk timbulnya konflik dalam penelitian arkeologi,
menemukan keaslian tinggalan masa lalu, tetapi namun dapat menarik kepedulian masyarakat akan
juga kegunaan dalam konteks sehingga dapat dunia arkeologi. Untuk mencapai komunikasi
dipahami oleh manusia masa sekarang. Kedua, yang baik tersebut, perlu adanya strategi
penelitian arkeologi menghasilkan sesuatu yang komunikasi yang baik pula. Strategi komunikasi
dipercaya tentang sesuatu hal yang terjadi pada merupakan suatu perencanaan tindakan teren-
masa lalu. Prinsipnya merupakan jalan untuk cana dalam menyebarkan informasi melalui
mengetahui kebudayaan masa yang telah lalu, media tertentu kepada khalayak ramai dengan
dan sejajar dengan sejarah lisan dan ilmu sejarah tujuan tertentu. Esensi dari tujuan komunikasi
sebagai sumber bukti masa sekarang juga (Lipe adalah terciptanya pengertian yang sama antara
2002: 20). pihak-pihak yang berkomunikasi. Komunikasi
Berdasarkan uraian di atas, penyebab modern cenderung tidak bersifat satu arah saja
konflik dalam penelitian arkeologi di wilayah (Widodo 2012: 35). Komunikasi yang dilakukan
kerja Balai Arkeologi Manado adalah teori saat ini dalam kegiatan penelitian arkeologi di
kesalahpahaman antar budaya. Terdapat perbe- wilayah kerja Balai Arkeologi Manado berupa
daan dalam pemahaman mengenai kegiatan sosialisasi dan penyebaran brosur terhadap
ekskavasi penelitian arkeologi. Masyarakat masyarakat. Lebih lanjut Widodo (2012: 38)
memahami bahwa kegiatan ekskavasi akan mengemukakan dalam konsep komunikasi baru,
mengambil semua tinggalan arkeologi tindakan yang dilakukan tidak hanya sekedar
(artefak) untuk dibawa keluar dari situs, dan mencetak dan menyebarkan brosur saja. Harus

130
Konflik dan Penyelesaian dalam Penelitian Arkeologi di Wilayah Kerja Balai Arkeologi Manado. Irfanuddin W Marzuki

mampu memilihkan sudut bidik informasi yang yang tidak setuju dengan kegiatan penelitian
sesuai dengan kebutuhan publik, memilih media mengakui kesalahannya, memohon maaf atas
yang efektif, dan merespon balik informasi dari tindakannya, dan menerima kegiatan penelitian
masyarakat. tahun berikutnya.
Penyelesaian tiap-tiap konflik, berbeda
tergantung karakteristik konflik dan faktor 2.4 Tindakan yang Dilakukan Kedepan
utama penyebabnya. Penyelesaian konflik dapat Agar Tidak Terjadi Lagi Konflik dalam
dilakukan dengan cara: Kegiatan Penelitian
a. Negosiasi, yaitu suatu proses untuk memung- Penelitian arkeologi saat ini umumnya
kinkan pihak-pihak yang berkonflik untuk masih bersifat pada aspek fisik saja, belum
mendiskusikan berbagai kemungkinan pili- mengarah kepada kepedulian terhadap
han dan mencapai penyelesaian melalui kebermaknaan sosial (social significance).
interaksi tatap muka; Untuk itu, perlu suatu upaya memperhatikan
b. Mediasi, yaitu suatu proses interaksi kebermaknaan sosial (social significance) untuk
yang dibantu oleh pihak ketiga sehingga masyarakat sekitar situs arkeologi. Konsekuensi
pihak-pihak yang berkonflik menemukan hal tersebut di atas, menuntut adanya suatu
penyelesaian yang disepakati, dan perubahan kebijakan mengalihposisikan
c. Arbitrasi atau perwalian dalam sengketa, masyarakat sekitar yang semula sebagai
yaitu suatu tidakan oleh pihak ketiga yang objek penelitian menjadi subjek. Alih posisi
diberi wewenang untuk memutuskan dan ini menempatkan masyarakat sebagai mitra
menjalankan suatu penyelesaian (Fisher sejajar dalam penelitian dan pengelolaan
2000; Liliweri 2005: 343). situs (Sulistyanto 2008: 32; 2010: 13). Secara
Penyelesaian konflik yang terjadi di mendalam Chambers (2004), seperti dikutip oleh
Situs Loga dan di Leang Tuo Mane’e berbeda, Tanudirjo (2013) mengemukakan bahwa peran
hal ini dikarenakan karakter penyebab konflik masyarakat dalam penelitian arkeologi tidak
juga berbeda. Kasus di Situs Loga, pihak yang hanya sekedar sebagai pihak yang dilibatkan
tidak setuju dengan kegiatan penelitian masih dalam penelitian saja, tetapi justru sebaliknya.
mau menerima dan berdiskusi dengan tim Masyarakat berperan amat penting dalam
peneliti. Sehingga bisa dicari solusi sampai menentukan hakekat kerja arkeologi dalam
akhir penelitian. Pihak yang tidak menyetujui konteks pengambilan keputusan terkait nasib
kegiatan penelitian di Situs Loga masih mau sumberdaya arkeologi (Tanudirjo 2013: 9-10).
bernegosiasi dengan tim penelitian, walaupun Pendekatan dengan masyarakat dalam
dalam penye-lesaiannya tetap melalui mediasi penelitian arkeologi memiliki peran yang penting,
dengan melibatkan kepala desa, BPD dan Tetua karena dapat menjadi pintu masuk publikasi
Adat. Kasus di Leang Tuo Mane’e pihak yang penelitian arkeologi. Komunikasi yang terjalin
tidak setuju kegiatan penelitian tidak mau dengan baik antara peneliti dan masyarakat akan
bernegosiasi dan memutus komunikasi dengan menumbuhkan sikap perhatian dan kepedulian
tim peneliti, perangkat desa, BPD dan tetua masyarakat terhadap situs arkeologi (Taniardi
adat yang lain, sehingga tidak bisa dimediasi 2013:109). Model pendekatan dalam penelitian
dalam waktu dekat. Mediasi dilakukan oleh arkeologi dengan masyarakat dikelompokkan
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten menjadi dua model yaitu deficit model dan
Kepulauan Talaud dan Pemerintah Daerah multiple perspective model (Merriman 2004:
setelah kegiatan penelitian selesai dan tim pulang 5-8: Tanudirjo 2013: 11-14). Pendekatan
ke Manado. Hasil mediasi yang dilakukan, pihak deficit model yaitu bagaimana masyarakat

131
AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 33 No. 2, Desember 2015 : 77-134

memahami arkeologi, sehingga masyarakat model ini menekankan ajakan kepada arkeolog
akan mendukung kegiatan penelitian arkeologi. (peneliti) agar berupaya memperbaiki image
Langkah yang ditempuh dalam penerapan model arkeologi di mata masyarakat. Model hubungan
ini berupa memberikan penyuluhan, sosialisasi masyarakat ini paling banyak dilakukan dalam
kepada masyarakat mengenai arkeologi dan nilai penelitian-penelitian yang dilakukan Balai
penting yang terkandung di dalamnya. Menurut Arkeologi Manado. Model yang terakhir
Tanudirjo, model ini akan membuat peneliti adalah model demokratis (democratic model),
(arkeolog) menjadi lebih percaya diri, dan menekankan pada upaya arkeolog (peneliti)
menempatkan diri sebagai penentunya, sehingga untuk mengajak dan memfasilitasi masyarakat
berupaya untuk membuat masyarakat mengikuti secara lebih bebas untuk mengembangkan
pandangan yang benar menurut arkeologi. kecintaan dan kepentingan masyarakat terhadap
Pendekatan deficit model seringkali menyeret arkeologi. Model demokratis (democratic
peneliti (arkeolog) ke dalam konflik kepentingan model) mirip dengan multiple perspective model
dengan masyarakat, sehingga sering terjadi yang dikemukakan oleh Merriman (Prasodjo
pertentangan antara peneliti (arkeolog) dengan 2013:i240).
masyarakat (Tanudirjo 2013: 11-12). Pendekatan Model pendekatan penelitian arkeologi
kedua adalah multiple perspective model. yang selama ini dilakukan Balai Arkeologi
Pendekatan ini meletakkan peneliti (arkeolog) Manado menggunakan pendekatan deficit model
sebagai fasilitator yang bekerja bersama (Merriman) atau educational dan public relations
masyarakat. Metode pendekatan multiple model (Holtroff). Dalam melakukan kegiatan
perspective terkesan lebih demokratis, karena penelitian, masih sangat jarang melibatkan
tidak hanya melihat pandangan arkeologi dari masyarakat secara aktif. Masyarakat sekitar situs
sudut pandang peneliti saja, namun juga melihat dilibatkan sebatas sebagai narasumber atau tenaga
dari sudut pandang masyarakat di lingkungan situs lokal. Kegiatan menjaring pendapat masyarakat
arkeologi. Peneliti bekerja untuk memberikan sekitar situs mengenai pemahaman tentang
alternative pandangan yang diharapkan dapat arkeologi dan hal yang diharapkan masyarakat
mencerahkan masyarakat. Pelibatan masyarakat dari arkeologi, selama ini belum pernah dilakukan.
bertujuan untuk mendorong kesadaran diri Peran masyarakat dalam kegiatan penelitian
masyarakat, memperkaya kehidupan mereka, arkeologi di wilayah kerja Balai Arkeologi selama
serta merangsang refleksi dan daya cipta mereka ini masih pasif, belum berperan aktif seperti
(Tanudirjo 2013: 12). Pendekatan model multiple dalam model multiple perspective. Peneliti masih
perspective dalam penelitian arkeologi belum memegang peran utama dalam menentukan
banyak dilakukan di Indonesia. arah penelitian, tanpa meminta masukan dari
Selain model pendekatan yang dikemu- masyarakat sekitar situs. Kondisi seperti ini dapat
kakan oleh Merriman, model pendekatan yang menimbulkan konflik dalam kegiatan penelitian
hampir sama juga dikemukakan oleh Holtrof arkeologi, karena masyarakat sebagai pemilik
(2007: 108-133; Prasodjo 2013: 240). Holtrof situs merasa diatur oleh peneliti tanpa diberi
mengelompokkan model pendekatan penelitian kesempatan memberikan pendapat/masukan.
arkeologi dalam tiga model, yaitu: educational Untuk itu, langkah yang dapat dilakukan
model, public relations model, dan democratic untuk mengurangi konflik dalam penelitian
model. Educational model (model edukasi) arkeologi ke depannya adalah dengan mengubah
mengajak masyarakat untuk melihat dan mema- pendekatan yang selama ini digunakan,
hami arkeologi selayaknya ahli arkeologi. Model dengan menggunakan pendekatan multiple
hubungan masyarakat (public relations model) perspective (Merriman (ed) 2004: 6) atau model

132
Konflik dan Penyelesaian dalam Penelitian Arkeologi di Wilayah Kerja Balai Arkeologi Manado. Irfanuddin W Marzuki

demokratis (Holtroff 2007: 130, Prasodjo 2013: Konsep penelitian arkeologi di masa
240) sehingga masyarakat merasa turut aktif depan harus berubah, didasarkan pada semangat
berperan dalam penelitian, tidak lagi sekedar untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk
sebagai penonton saja. Penelitian arkeologi dan kepentingan arkeologi itu sendiri.
masyarakat perlu menciptakan hubungan yang
positif, satu sisi tujuan akademis dapat dicapai
dan di sisi lain masyarakat mendapat manfaat
dari penelitian arkeologi (Siswanto 2013: 86). Daftar Pustaka
Fisher, Simon. dkk. 2000. Mengelola Konflik
3. Penutup Ketrampilan dan Strategi untuk Bertindak,
Jakarta: The British Council.
Beberapa konflik yang terjadi dalam
Holtrof, C.J. 2007. Archaeology is a Brand: The
penelitian arkeologi di wilayah kerja Balai
Meaning of Archaeology in Contemporary
Arkeologi Manado meliputi: konflik penelitian Populer Culture. Walnut Creek: Left
Situs Loga Desa Pada, Kabupaten Poso, dan Coast Press.
Situs Leang Tuo Mane’e Kabupaten Kepulauan Kreps, Gary L. 1986. Organizational Commu-
Talaud. Konflik yang terjadi akibat kurangnya nication. New York: Longman Inc.
komunikasi antara masyarakat/tokoh masyarakat Liliweri, Alo. 2005. Prasangka dan Konflik,
dengan tim penelitian. Dalam pemecahan konflik, Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat
Multi Kultur. Yogyakarta: LkiS.
dilakukan pemetaan konflik untuk mencari akar
konflik yang terjadi. Tujuan pemetaan konflik Lipe, William D. 2002. “Public Benefit of
Archaeological Research”. Dalam Public
untuk melihat hubungan di antara berbagai pihak Benefit of Archaeological. Florida:
secara lebih jelas, sehingga dapat diidentifikasi University Press of Florida, hlm. 20-28.
awal konflik dan tindakan yang akan dilakukan Marzuki, Irfanuddin Wahid. 2012. “Pola
dalam memecahkan konflik. Keletakan Bangunan Indis di Kota
Selain pemetaan konflik, juga dilakukan Gorontalo dan Strategi Pelestariannya”.
Tesis. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya
komunikasi yang intensif. Komunikasi
UGM.
memegang peranan penting dalam pemecahan
Merriman, N (ed). 2004. “Introduction: Diversity
konflik. Komunikasi yang baik dapat membantu and Dissonace in Public Archaeology”.
pihak-pihak yang bertikai mengidentifikasi Dalam Public Archaeology. London:
permasalahan, serta memahami sudut pandang Routledge, hlm.1-7.
masing-masing pihak. Komunikasi yang baik Miyers, D. G. 1982. “Polarizing Effect of
adalah komunikasi dua arah, ada timbal balik Social Interaction”. Dalam Brandstatter
yang seimbang antara kedua pihak. (etial.) Group Decision Makin. London:
Academic Press., hlm.125-161.
Perlunya mengubah model pendekatan
Narwoko, J. Dwi, dan Bagong Suyanto (ed).
penelitian arkeologi, dari model deficit ke model
2006. Sosiologi Teks Pengantar dan
multiple perspective atau model demokratis Terapan, edisi Kedua. Jakarta: Kencana
(democratic model) sehingga masyarakat merasa Prenada Media Group.
dilibatkan dalam penelitian arkeologi. Pelibatan Pace, Wayne. R. dan don F. Faules. 1993.
masyarakat akan menimbulkan rasa kepedulian Organizational Communication (third ed).
dan memiliki masyarakat sekitar situs terhadap Upper Saddle River. New Jersey: Prentice
Hall.
situs arkeologi yang ada. Selain itu juga
Pinardi, Slamet. 2007. “Pemanfaatan Bangunan-
masyarakat merasa dihargai tidak hanya sebagai
Bangunan Kolonial di Koa Malang Pasca
penonton dalam kegiatan penelitian arkeologi di 1950”. Tesis. Yogyakarta: Program Pasca
wilayahnya. Sarjana UGM.

133
AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 33 No. 2, Desember 2015 : 77-134

Prasodjo, Tjahjono. 2013. “Interaksi Arkeologi Tanudirjo, Daud Aris. 1989. “Ragam Metode
dengan Publik: Tantangan ke Depan”. Penelitian Arkeologi dalam Skripsi Karya
Dalam Arkeologi dan Publik. Yogyakarta: Mahasiswa Arkeologi Universitas Gadjah
Kepel Press., hlm. 235-247. Mada”. Laporan Penelitian. Yogyakarta:
Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada.
Pruitt, Dean G dan Jeffrey Z Rubi. 2009. Teori
Konflik Sosial Cet. II. Yogyakarta: Pustaka -----------. 2001. Islands in Between Prehistory of
Pelajar. the Northeastern Indonesian Archipelago”.
Tesis Doctoral Degree (unpublished).
Siswanto. 2013. “Peran Publik dalam Penge-
Canberra: The Australian National
lolaan Situs”. Dalam Arkeologi dan
University.
Publik. Yogyakarta: Kepel Press., hlm.81-
106. -----------. 2013. “Arkeologi dan Masyarakat”,
Dalam Arkeologi dan Publik. Yogyakarta:
Stewart, Marcus Gordon. 1993. Shay’s Rebellion:
Kepel Press., hlm.3-16.
a Conflict of Two Cultures. Auckland:
University of Auckland. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2008.
Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Sulistyanto, Bambang. 2006. “Resolusi
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Konflik Pemanfaatan Sumber Daya
Arkeologi di Indonesia: Suatu Kerangka Tim Penyusun. 2008. Metode Penelitian
Konseptual”, dalam Jurnal Penelitian dan Arkeologi. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Arkeologi Amerta Vol. Pengembangan Arkeologi Nasional.
24 No.1. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Tomagola, Thamrin Amal, dkk. tt. Mengelola
Pengembangan Arkeologi Nasional, hlm.
Konflik Buku Saku Bagi Staff BP Proyek
16-24.
Tangguh, Bintuni-Papua, Indonesia
-----------. 2008. “Resolusi Konflik dalam (Draft). Jakarta: Center for Research
Pengelolaan Situs Sangiran”. Disertasi. on Inter-group Relations and Conflict
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Resolution (CERIC FISIP UI).
Budaya Universitas Indonesia.
Webster, N, 1966. New Twentieth Century
-----------. 2010. “Pemberdayaan Masyarakat Dictionary 2nd Ed.
di Lingkungan Situs Arkeologi”, dalam
Widodo, Suko, 2012. “Mengkomunikasikan
Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Makna Arkeologi bagi Publik dalam
Arkeologi Amerta Vol. 28, 2010. Jakarta:
Konteks Kekinian” dalam Arkeologi untuk
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Publik, Pertemuan Ilmiah Arkeologi)
Arkeologi Nasional.
PIA XII Surabaya. Jakarta: Ikatan Ahli
Sumardjo dkk. 2009. Manajemen Konflik, Arkeologi Indonesia, hlm. 33-38.
Kolaborasi dan Kemitraan. Bogor:
Pusat Kajian Resolusi Konflik dan
Pemberdayaan (CARE IPB), LPPM IPB.
Sumaryanto. 2010. “Manajemen Konflik Sebagai
Salah Satu Solusi dalam Pemecahan
Masalah”, Makalah Dalam OPPEK Dosen
UNY, 25 September 2010. Diunduh dari
www.staff.uny.ac.id tanggal 29 Juli 2015,
hlm.1-7.
Suryabrata, Sumadi. 1995. Metode Penelitian.
Jakarta: Grafindo Persada.
Taniardi, Putri N. 2013. “Video (berbasis)
Komunitas: Sebuah Alternatif Penelitian
Arkeologi Partisipatif”, dalam Arkeologi
dan Publik. Yogyakarta: Kepel Press.

134

Anda mungkin juga menyukai