Anda di halaman 1dari 6

Tugas Individu V

Peranan Arkeolog Dalam Ilmu Sejarah


Oleh:
Fidyawati Pomontolo
231418028
Dosen Pengampuh: Andris K. Malae S.Pd.,M.Pd
Pendahuluan

Penemuan-penemuan benda arkeologi terus berlanjut seiring berjalannya


waktu. Teknologi, mengambil peranan penting dalam membantu para arkeolog untuk
mengidentifikasi, meneliti serta merestorasi benda-benda arkeologi, sehingga
diperoleh gambaran kehidupan manusia di masa lampau . Kebudayaan masa lalu
merupakan jendela yang memperlihatkan kepada kita mentalitas, kreatifitas, adat-
istiadat dan tradisi budaya suatu masyarakat pada zamannya. Kuntjaraningrat
menyatakan bahwa kebudayaan merupakan unsur-unsur yang terdiri dari sistem religi
dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan,
bahasa, kesenian, sistem mata pencarian serta sistem teknologi dan peralatan.
Berbagai cara dilakukan para peneliti untuk menggungkapkan dan mempelajari
benda-benda arkeologi agar memperoleh data-data yang valid. Dalam dunia arkeologi
penggalian arkeologis merupakan cara yang paling penting untuk memperoleh benda-
benda arkeologi, sebab dengan teknik penelitian semacam ini para arkeolog dapat
mempelajari berbagai hal mengenai perubahan yang terjadi pada suatu keadaan
lingkungan seiring berjalannya waktu, dengan tujuan memperoleh data yang akurat
walupun membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengetahaui data-data yang
terdapat disuatu lokasi penggalian arkeologis tersebut.1

1
Benson Manalu. Pusat Kajian Dan Penelitian Arkeologi Kalimantan Barat, dalam Jurnal
Langkau Betang.Vol. 1, No. 2, November 2013. Hlm. 15.
Tugas Individu V

Pembahasan
Sumber daya arkeologi tidak saja monopoli bagi arkeologi untuk memperoleh
pengetahuan masa lalu. Maka benar, sumber daya arkeologi adalah milik masyarakat
luas selaku generasi penerus sehingga pengetahuan masa lalu tidak saja pengetahuan
bagi arkeologi tetapi juga hak azasi setiap manusiaArkeologi sebagai ilmu yang
khusus terutama karena menyandarkan diri pada tinggalan budaya masa lampau,
perlu berhati-hati dalam penelitiannya. Hal ini dimaksudkan agar penelitian arkeologi
tidak justru semakin menjauhkan dari masyarakat. Dengan demikian prinsip kehati-
hatian terutama difokuskan dalam soal keberpihakkan pada komunitas atau
masyarakat bersifat populis. Sebut saja konsepsi Arkeolog publik yang dipersamakan
dengan Cultural Resouch Management menyangkut pengelolaan sumberdaya
Arkeologi. Konsepsi ini sesunggungnya sebuah fokus arkeologi untuk melibatkan
masyarakat dalam soal pengelolaan sumberdaya arkeologi secara aktif. Ini adalah
bentuk yang nyata dari prinsip kehati-hatian yang diwujudkan dalam konsep
keberpihakkan arkeologi terhadap masyarakat. Namun patut disayangkan bentuk
keberpihakkan arkeologi terhadap masyarakat sejauh ini masih terbatas pada tahap
pengelolaan arkeologi saja. Tak dapat disangkal, ini belum beranjak pada praktek
yang elitis. Hal ini karena bentuk perencanaan dan pengelolaannya masih bersifat top
down, yakni diinisiasi oleh institusi penelitian dan instansi pemerintah yang memiliki
kewenangan mengelola sumber daya arkeologi, sejak awal penelitian arkeologi tak
bisa dipisahkan dan selalu bersentuhan dengan masyarakat atau yang bermukim di
sekitar wilayah penelitian arkeologi di lingkup terkecil seperti desa atau dusun. Oleh
karena itu penting diterapkan pendekatan penelitian yang melibatkan partisipasi
komunitas dalam penelitian arkeologi, sehingga penelitian arkeologi merupakan
penelitian yang inklusif tidak ekslusif seperti praktek penelitian selama ini.2

2
Wuri Handoko. Arkeologi Komunitas: Pengelolaan Informasi Dan Pengembangan Penelitian
arkeologi Arkeologi di Indonesia, dalam Jurnal Arkeologi. Vol. 4, No. 7, November 2008. Hlm. 23.
Tugas Individu V

Arkeologi ialah ilmu yang mempelajari tentang budaya masa lampau lewat
tinggalan materinya. Karena telah melewati proses berjalannya waktu, material
tinggalan arkeologi biasanya terbatas berbentuk fragmentaris, antara lain artefak,
ekofak, dan fitur. Data arkeologi merupakan cerminan tingkah laku masa lampau
yang telah bias. Peran arkeologilah yang merekonstruksi dan mengungkap budaya
dari tinggalan-tinggalan tersebut. Tinggalan-tinggalan arkeologis biasanya ditemukan
di atas permukaan tanah maupun di dalam tanah. Dalam proses perjalanannya,
penelitian arkeologi sangat berkaitan dengan kerja turun lapangan. Perkembangan
yang muncul berkaitan dengan metode penelitian lapangan telah dilakukan dalam
penelitian survey dan ekskavasi. Penelitian arkeologi dilakukan di lokasi
ditemukannya tinggalan-tinggalan arkeologis, tinggalan-tinggalan arkeologis
merupakan data lapangan dalam penelitian arkeologi. Lokasi ditemukannya
tinggalan-tinggalan arkeologis didapat oleh Peneliti arkeologi dari berita masyarakat,
literatur, sumber sejarah, maupun survey langsung di lokasi yang diperkirakan
ditemukannya tinggalan arkeologi. Lokasi yang mengandung tinggalan arkeologis
disebut Situs. Penamaan situs-situs arkeologi biasanya merupakan nama daerah, nama
lokal, maupun penamaan oleh peneliti. Pada proses berikutnya, dalam proses analisis
data arkeologi, pemetaan lokasi dalam wujud peta dan penggunaan Sistem Informasi
Geografis menjadi sangat penting karena sangat berkaitan erat dengan analisis
konteks spasial data tersebut. Istilah pemetaan dalam hal ini ialah suatu proses dalam
pembuatan atau penyusunan data dalam bentuk peta. Peta ialah gambaran permukaan
bumi maupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan dalam bidang datar
dengan skala tertentu. Pada perkembangannya penyajian peta tidak sebatas pada
informasi geografi bumi, namun juga dipadukan dengan informasi-informasi tematis.3
Istilah “etnoarkeologi” ini pertama kali diajukan oleh Jesse Fewkes, seorang
ahli arkeologi yang banyak meneliti tentang tradisi migrasi Tusayan, salah satu
komunitas Indian-Amerika. Fewkes menyebutkan “ethno-archaeologist” sebagai ahli
3
Muhammad Al Mujabuddawat. Perangkat Sistem Informasi Geografis (SIG) Dalam
Penelitian Dan Penyajian Informasi Arkeologi, dalam Jurnal Kapata Arkeologi.Vol. 12, No. 1, Juli
2016. Hlm. 30.
Tugas Individu V

arkeologi yang mempelajari kehidupan masyarakat tradisional sebagai persiapan


untuk meneliti dan memahami ‘masyarakat prasejarah’ yang sedang ia kaji tinggalan-
tinggalannya. Sebenarnya, upaya untuk memahami dan menafsirkan budaya yang
sudah punah arkeologis dengan menggunakan bandingan budaya masyarakat masa
kini data etnografis sudah lama diterapkan sebelum munculnya istilah etnoarkeologi.
Para perintis ilmu Arkeologi, seperti William Camden, Sven Nilsson dan Pitt Rivers,
misalnya, telah mengemukakan pentingnya mengetahui kehidupan tradisional di masa
kini untuk memahami dan menfasirkan kehidupan masa lampau. Namun, cara-cara
yang telah dipergunakan hampir setua ilmu arkeologi itu sendiri tidak jarang
dipertanyakan keabsahnya. Awalnya, para ahli arkeologi lebih banyak menggunakan
data etnografi yang dikumpulkan atau dipaparkan oleh etnografer ahli antropologi.
Sejak tahun 1940-an, memang para ahli arkeologi merasa tidak puas dengan hasil
pengamatan dan paparan ahli lain. Alasannya, ada banyak aspek yang ingin diketahui
arkeologi justru tidak diamati atau tidak dipaparkan oleh mereka. Karena itu, para
ahli arkeologi terdorong untuk melakukan pengamatan dan mendapatkan data
etnografi sendiri. Pada saat itu, kegiatan etnoarkeologi menjadi semakin banyak
dilakukan dan digunakan untuk memecahkan masalah-masalah arkeologi. Di
Indonesia, penggunaan kajian etnoarkeologi juga cukup memegang peran yang
penting dalam memecahkan masalah arkeologi. Namun, penerapan kajian
etnoarkeologi rupanya belum dipahami dengan benar. Hal itu dapat dibuktikan dari
hasil penelitian sejumlah kajian etnoarkeologi hingga tahun 1986, yang ternyata
menunjukkan adanya kesalahan dan kerancuan penggunaan etnoarkeologi.4

Sumber Daya Arkeologi Di Kota Cina, Medan


Beragam tinggalan arkeologis yang terdapat di kawasan Kota Cina pada saat
ini kondisinya terancam oleh perkembangan kebutuhan permukiman masyarakat yang

4
Daud Aris Tanudirjo. Memikirkan Kembali Etnoarkeologi, dalam Jurnal Papua. Vol. 1, No.
2, November 2009. Hlm. 1.
Tugas Individu V

berpotensi merusak dan menghilangkan data arkeologisnya. Aktivitas yang


mengancam hilangnya data arkeologis tersebut berupa kegiatan perataan tanah untuk
pembangunan permukiman yang bersebelahan dengan struktur bangunan bata lama
yang berasosiasi dengan fragmen logam, fragmen keramik, fragmen gerabah, manik-
manik, dan uang logam lama dari Cina. Kondisi itu mengindikasikan adanya potensi
konflik antar pemangku kepentingan dalam pengelolaan tinggalan arkeologis di
kawasan Kota Cina pada masa yang akan datang. Pengertian stakeholder dalam
penelitian ini adalah individu ataupun kelompok tertentu yang berkepentingan
terhadap pengelolaan tinggalan masa lalu di kawasan Kota Cina. Pengelolaan
tinggalan arkeologis dimaknai sebagai suatu upaya terpadu dalam rangka melindungi,
mengembangkan, dan memanfaatkan tinggalan masa lalu tersebut melalui mekanisme
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan, untuk kesejahteraan rakyat. Secara garis
besar ada tiga masyarakat kelompok stakeholders, yaitu pemerintah, dunia usaha, dan
masyarakat.Berkenaan dengan hubungan antara tinggalan arkeologis dan masyarakat,
Little berpendapat bahwa pekerjaan arkeologi yang umumnya didanai oleh
masyarakat harus memberikan keuntungan tidak hanya kepada kepentingan
arkeologi, tetapi juga keuntungan kepada masyarakat. Senada dengan pendapat
tersebut, menurut Hodder, pada dasarnya masyarakat yang berinteraksi langsung
dengan suatu tinggalan arkeologis memiliki hak untuk turut serta dalam menentukan
masa depan tinggalan arkeologis tersebut. Tentu saja dalam konteks ini, arkeolog
memiliki kewajiban atau berperan sebagai fasilitator serta pengontrol dalam kegiatan
pelindungan, pelestarian, pemanfaatan dan pengembangan sumber daya arkeologi
bersama masyarakat.5

Kesimpulan
Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan manusia di masa lampau.
Arkeolog adalah ahli arkeologi. Ia bertugas melacak peninggalan-peninggalan

5
Stanov Purnawibowo. Analisis Stakeholders Dalam Pengelolaan Sumber Daya Arkeologi Di
Kota Cina, Medan, dalam Jurnal Amerta. Vol. 34, No. 1, Juni 2016. Hlm. 67.
Tugas Individu V

manusia zaman lampau. Antara lain bangunan kuno, benda kuno atau artefak, tulang
belulang atau fosil, dan teks atau dokumen. Dari benda-benda itulah dapat diketahui
kehidupan di masa lampau. Jadi ilmu sejarah sangat berkaitan dengan arkeolog
karena mereka bertugas untuk mencari jejak-jejak sejarah oleh manusia yang hidup
sebelum kita.

Daftar Pustaka
Benson Manalu. Pusat Kajian Dan Penelitian Arkeologi Kalimantan Barat, dalam
Jurnal Langkau Betang.Vol. 1, No. 2, November 2013. Hlm. 15-32.
Daud Aris Tanudirjo. Memikirkan Kembali Etnoarkeologi, dalam Jurnal Papua. Vol.
1, No. 2, November 2009. Hlm. 1-15.
Muhammad Al Mujabuddawat. Perangkat Sistem Informasi Geografis (SIG) Dalam
Penelitian Dan Penyajian Informasi Arkeologi, dalam Jurnal Kapata
Arkeologi.vol. 12, No. 1, Juli 2016. Hlm. 30-42
Stanov Purnawibowo. Analisis Stakeholders Dalam Pengelolaan Sumber Daya
Arkeologi Di Kota Cina, Medan, dalam Jurnal Amerta. Vol. 34, No. 1, Juni
2016. Hlm. 67-80.
Wuri Handoko. Arkeologi Komunitas: Pengelolaan Informasi Dan Pengembangan
Penelitian arkeologi Arkeologi di Indonesia, dalam Jurnal Arkeologi. Vol. 4,
No. 7, November 2008. Hlm. 23-36.

Anda mungkin juga menyukai