Anda di halaman 1dari 29

Etnometodologi &

Etnografi

Dosen:
Dr.Desayu Eka Surya., M.Si., CICS
ETHNO

ETNOMETODOLOGI METHODOS

LOGOS

ETNOMETODOLOGI
Adalah penelitian yang berupaya
mendeskripsikan dan memahami
masyarakat berdasarkan kehidupan
sehari-harinya
INTERAKSI
SOSIAL

POLA HIDUP
ETNOGRAFI BUDAYA
SUBYEK

PERASAAN

TOKOH:
Harold Garfinkel(1967)
Karya: STUDIES IN ETHNOMETHODOLOGY
ETNOGRAFI:
Penelitian tentang peristiwa kultural yang
menyajikan pandangan hidup subyek.

Untuk dapat membuat laporan


ETNOGRAFI, maka diperlukan
ETNOMETODOLOGI
Pendekatan Etnografi dalam
penelitian kualitatif
Etnografi merupakan salah satu dari sekian pendekatan
dalam Penelitian Kualitatif.
Dalam istilah Yunani, ethnos, berarti masyarakat, ras
atau sebuah kelompok kebudayaan,
Sehingga etnografi berarti:
1. Sebuah ilmu yang menjelaskan cara hidup manusia
2. Sebuah pendekatan untuk mempelajari tentang
kehidupan sosial dan budaya sebuah masyarakat,
lembaga dan setting lain secara ilmiah, dengan
menggunakan sejumlah metode penelitian dan teknik
pengumpulan data untuk menghindari bias dan
memperoleh akurasi data yang meyakinkan. 
Pada perkembangan selanjutnya
Dalam etnografi terjadi banyak perdebatan
tentang:
1. Cara bagaimana manusia (peneliti – ‘self’)
menjelaskan cara hidup manusia lainnya (‘yang
diteliti’ ‘other’)
2. Cara-cara bagaimana peneliti melihat ‘yang
lainnya’ untuk kemudian ‘menceritakannya’
kepada manusia lainnya (orang-orang yang
‘berkepentingan’ terhadap manusia ‘yang
diteliti’).
Para ilmuwan dan peneliti sosial
mengartikan etnografi
Menempatkan perspektif masyarakat yang
berada di dalam setting penelitian sebagai hal
yang terpenting.
Apa yang dilakukan orang-orang, dan alasan-
alasan mereka melakukannya menjadi hal
pertama yang harus ditemukan dalam penelitian
etnografi
Sebelum kita (kemudian) menentukan
interpretasi atas tindakan mereka dari
pengalaman atau profesionalitas atau disiplin
akademis kita dalam analisa.
Lanjutan…..
Penelitian etnografi kadang membutuhkan waktu
panjang, karena interaksi temu muka dengan
masyarakat di suatu daerah dengan
menggunakan sejumlah metode pengumpulan
data.
Pada awal abad 20 seorang peneliti etnografi
bisa menghabiskan rata-rata 2-3 tahun untuk
tinggal bersama dengan masyarakat di suatu
daerah, untuk memperoleh gambaran tentang
masyarakat dan kebudayaannya.
Saat ini....
Penelitian etnografi lebih difokuskan pada
permasalahan yang lebih spesifik, tidak lagi
memotret masyarakat dengan kebudayaannya
yang begitu luas, sehingga waktu yang
diperlukan bisa menjadi lebih singkat.
Permasalahan lebih spesifik dilihat dari kacamata
masyarakat yang ‘diteliti’
misalnya: Penanganan penyakit menular pada
masyarakat Sumba.
Catatan…..

Permasalahan yang lebih fokus akan membuat


penelitian semakin mendalam, dengan tentu
saja menghemat waktu, tenaga, dan biaya.
Namun lamanya waktu penelitian ditentukan
oleh:
1. Metode pengumpulan data yang dipakai
2. Pada permasalahan validitas data, bukan hanya
permasalahan penghematan biaya penelitian. 
Etnografi, Kebudayaan dan
Masyarakat

Secara umum etnografi disebut sebagai


‘menuliskan tentang kelompok
masyarakat’.

Secara khusus etnografi adalah untuk


menuliskan tentang kebudayaan sebuah
kelompok masyarakat.
 Disebutkan bahwa seluruh manusia, dan juga beberapa
binatang (seperti simpanse, orangutan, gorila)
menciptakan, mentransmisikan, membagi, merubah,
menolak, dan menciptakan kembali budaya di dalam
sebuah kelompok.
 Semua peneliti etnografi memulai, dan mengakhiri
penelitiannya dengan berfokus pada pola-pola ini, dan
sifat-sifat yang ‘dipersamakan’ atau ‘disepakati’ bersama,
membentuk sebuah kebudayaan masyarakat.
 Dokumen yang dihasilkan dari fokus tersebut disebut
dengan etnografi. 
Kebudayaan....
 Bukanlah sebuah sifat individual. Tapi
seorang individu adalah orang yang
menciptakan pola-pola budaya dengan
menemukannya dan
mengkomunikasikannya dengan yang
lainnya.
 Bentuk atau unsur budaya hanya ada
ketika hal tersebut dibagi (shared) dengan
orang lain di dalam kelompok.
Kebudayaan …..
1.Terdiri dari pola-pola perilaku dan kepercayaan kelompok
yang berlangsung secara terus menerus. Sehingga,
sebuah kelompok (bahkan kelompok kecil sekali pun)
harus mengadopsi perilaku atau kepercayaan dan
mempraktekkannya secara terus menerus. 
2.Bisa diperlakukan sebagai sebuah fenomena mental,
sebagai segala sesuatu yang ada dalam pengetahuan,
kepercayaan, yang dipikirkan, dipahami, dirasakan, atau
maksud mengapa orang melakukan sesuatu.
3. Bisa diperlakukan secara perilaku dalam kerangka apa
yang orang lakukan, sebagaimana yang teramati,
sebagaimana yang dikatakan (yang dilaporkan), atau
sebagai ‘norma’ (yang diharapkan) melawan ‘praktis’
(yang aktual).
Pola-pola dalam Kebudayaan
tersebut dikenal sebagai:
1.Pola-pola dari perilaku (patterns of behaviour),
2.Pola-pola bagi perilaku (patterns for behaviour).
Catatan:
Pola-pola dari perilaku merepresentasikan
variasi-variasi perilaku atau pilihan-pilihan di
dalam kelompok.
Pola-pola bagi perilaku merepresentasikan
ekspektasi budaya terhadap perilaku, apa yang
diharapkan secara budaya dari perilaku
seseorang.
Catatan:
Meskipun kebudayaan didefinisikan
sebagai sesuatu yang dibagi (di antara
orang-orang dalam sebuah kelompok
masyarakat), kita tidak bisa menyatakan
bahwa setiap orang di dalam kelompok
sosial atau budaya mempercayai hal
yang sama, atau berperilaku dengan
cara yang sama.
Variasi substansial yang akan muncul dalam
segala ranah kebudayaan

Sebagai contoh, sikap, kepercayaan dan perilaku


masyarakat akan bervariasi tergantung pada etnis,
identitas rasial, gender, identitas gender, status dan
kelas sosial, tingkat pendidikan, umur, tempat tinggal,
dan faktor lain yang relevan di dalam permasalahan
sosial dan politik kehidupan. Peristiwa-peristiwa
bersejarah yang unik, lingkungan, ruang, dan tempat
juga bisa mempengaruhi variasi perilaku atau
kepercayaan individual sebagai bagian dari sebuah
kelompok.
 Variasi tersebut menjadi pertimbangan
kritis di dalam penelitian etnografi dalam
kerangkan menghindari stereotip , dan
jaminan untuk mendengarkan semua
pendapat di dalam setting – tidak hanya
mendengarkan suara dari satu orang saja
Bicara etnografi tidak bisa
dilepaskan dari:
1.Permasalahan definisi kebudayaan, di mana dari proses
berbagi (share) di dalamnya terbentuk suatu kelompok
orang-orang, lembaga atau masyarakat.
2. Permasalahan kebudayaan masyarakat di dalam setting
tertentu.
3. Sebuah cara untuk memperbicangkan teori-teori
kebudayaan melalui fenomena yang diteliti di lapangan.
4. Membangun teori kebudayaan – atau penjelasan
tentang bagaimana orang berpikir, percaya, dan
berperilaku – yang disituasikan dalam ruang dan waktu
setempat. 
Penelitian di lingkungan alamiah
(natural setting)

Penelitian etnografi dilakukan di


lingkungan alamiah (natural setting)
tempat di mana ‘yang diteliti’ (masyarakat,
lembaga atau kelompok manusia) yang
hidup, bukan penelitian yang dilakukan di
laboratorium atau lingkungan buatan
lainnya.
Dalam penelitian etnografi
- Peneliti datang ke tempat di mana masyarakat atau kelompok
tinggal untuk ‘mengalami bersama’ apa yang mereka lakukan
sehari-hari. Dari pengalaman bersama dengan ‘yang diteliti’ ini
diharapkan peneliti bisa memahami bagaimana kehidupan sosial
dan budaya dari sudut pandang mereka

- Rumah, sawah, rumah sakit, pasar, mal, ruang kelas, ruang tunggu,
dan MCK umum hanyalah sebagian kecil setting alamiah, tempat di
mana orang-orang bisa berinteraksi satu dengan yang lainnya – dan
tentunya peneliti harus mengunjunginya untuk bisa melihat ‘yang
diteliti’ dalam setting alamiahnya.

- Peneliti tidak bisa mengubah setting alamiah dalam penelitian


etnografi – misalnya dengan membuat sawah baru, model ruang
tunggu dengan alasan ‘kemudahan’ penelitian.
Interaksi manusia dengan
lingkungan alam dan sosialnya:
Menjadi hal yang penting karena di dalamnya juga bisa
terlihat bagaimana manusia berbagi pengetahuan, nilai-
nilai, perilaku yang kemudian disebut sebagai bentuk
kebudayaan. Hal tersebut menjadi pertimbangan
mengapa peneliti tidak bisa mengubah setting.

Metode focus group interview juga tidak menjadi satu-


satunya cara yang dipilih untuk mengumpulkan data
dalam etnografi. Sebagai sebuah penelitian yang
menggunakan sejumlah teknik pengumpulan data, hasil
yang didapat dari focus group interviews akan di cek
ulang dengan informasi yang didapat dari teknik lainnya
–melalui observasi dan wawancara mendalam yang
dilakukan di dalam setting alamiah
Peneliti sebagai alat pengumpul
data 
1. Etnografi menggunakan peneliti sebagai alat pengumpul data, melalui
indera penglihatan, pendengaran, dan perasa. Melalui kegiatan wawancara
dan observasi peneliti mengumpulkan data untuk kemudian merumuskan
permasalahan, dan mencari pemecahannya.
2. Pada banyak kasus, peneliti diharuskan tinggal bersama dengan ‘yang
diteliti’ di dalam setting alamiah mereka. Ketika itu pula dibangun suatu
hubungan mutualisme di mana peneliti juga harus membantu ‘yang diteliti’
untuk menyelesaikan permasalahan mereka, yang mungkin menjadi
permasalahan penelitiannya. Kedekatan yang dibangun selama berada di
lapangan dalam rangka mendapatkan jawaban yang lebih mendalam, bisa
jadi akan berpengaruh di dalamnya – terutama bila peneliti harus bekerja
sama dengan orang-orang di dalam setting yang berbeda pendapat, atau
saling berlawanan.
3. “Ilmu pengetahuan yang obyektif” menjadi sesuatu yang memberatkan,
ketika keberadaan peneliti, dan interaksinya dengan ‘yang diteliti’ di
lapangan memungkinkan terjadinya ‘bias ’ dalam data yang dihasilkan
4. Dalam satu penelitian etnografi bisa digunakan beberapa metode
pengumpulan data sekaligus dengan tujuan saling melengkapi –
menghilangkan ‘bias’ menjadi salah satu alasan di dalamnya.
Etnografi terapan 
 Sebagai sebuah pendekatan untuk
mempelajari kehidupan masyarakat, hasil
penelitian etnografi seakan dihadapkan
pada dua pilihan kegunaan yaitu:
1.Untuk berteori tentang kebudayaan –
berkenaan dengan fenomena masyarakat
yang diteliti; dan
2.Memecahkan permasalahan di dalam
masyarakat yang diteliti.
Etnografi terapan adalah
Penelitian etnografi yang lebih bertujuan
pada identifikasi dan pemecahan masalah
(problem solving) yang terjadi dalam
masyarakat atau kelompok – dengan tetap
memakai ‘lensa’ masyarakat yang ‘diteliti’. 
LeCompte & Schensul (1999) mengatakan bahwa
penelitian etnografi terapan selalu berpusat pada 2
tujuan, yaitu:

 Memahami permasalahan sosiokultural di


dalam masyararakat atau lembaga;
 Menggunakan penelitian untuk
memecahkan permasalahan atau
membantu menemukan perubahan
positif di dalam lembaga atau
masyarakat.
Lanjutan….
Etnografi terapan seringkali digunakan dalam
studi kebijakan – karena dianggap bisa
menyediakan perspektif lain dari masyarakat
‘yang dikenai kebijakan’, dan bukan hanya
sekedar evaluasi atas implementasi kebijakan.
Etnografi sebagai sebuah ilmu menghasilkan
atau membangun teori-teori tentang budaya –
atau penjelasan-penjelasan bagaimana
masyarakat berfikir, percaya dan berperilaku –
yang disituasikan dalam ruang dan waktu
setempat.
catatan
Meskipun demikian teori-teori kebudayaan
yang dihasilkan dalam satu penelitian
etnografi bisa menjadi hipotesis, pola-pola
yang teramati, atau interpretasi yang akan
dibangun dan ditelusuri dalam setting
yang serupa dalam penelitian etnografis
lainnya – dan tidak tertutup kemungkinan
untuk kemudian digunakan dalam
penelitian etnogafi terapan.
Terima Kasih….

Anda mungkin juga menyukai