Anda di halaman 1dari 14

MODEL PEMANFAATAN KAWASAN CAGAR BUDAYA TROWULAN

BERBASIS MASYARAKAT

W. Djuwita Sudjana Ramelan, Supratikno Rahardjo, Karina Arifin,


Myrna Laksman Hunltley, Ingrid H.E. Pojoh dan Agi Ginanjar
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Depok - Jawa Barat
winramelan@yahoo.co.id, tikno_fibui@yahoo.com, karina_arifin@yahoo.com,
laksman.huntley@gmail.com, ingrid.harriet@ui.ac.id, mangicha@yahoo.com

Abstrak. Penanganan cagar budaya diharapkan tidak semata-mata menjadi tanggung jawab
pemerintah, masyarakat juga harus diajak berperan aktif. Utamanya, yang terkait langsung dengan
kehidupan masyarakat dengan cagar budaya yaitu pemanfaatannya. Apabila pemanfaatan itu tidak
dikelola secara baik maka yang timbul adalah konflik sosial. Trowulan ditetapkan sebagai Kawasan
Cagar Budaya Nasional melalui SK Mendikbud No. 260/M/2013 namun penanganan puluhan ribu
cagar budaya masih perlu dibenahi. Studi ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif: observasi di
situs-situs yang dimanfaatkan oleh masyarakat baik dikuasai oleh negara maupun dimiliki masyarakat;
wawancara mendalam kepada tokoh-tokoh yang berperan di dalam kehidupan masyarakat, pejabat
pemerintah; diskusi kelompok bersama para peneliti, akademisi, pemerhati, pejabat pemerintah; dan
kajian legislasi. Hasil studi ini menangkap esensi dari aspirasi masyarakat dalam pemanfaatan Trowulan
berbasis masyarakat. Model tersebut bermuara pada manfaat identitas nasional dan kesejahteraan
sosial. Semua aspek saling terkait dan memberi umpan balik (badan pengelola, legalitas, cetak biru,
dana) sehingga menjadi majemen yang kuat dan berkesinambungan.
Kata Kunci: Cagar Budaya, Pelestarian, Kawasan, Badan pengelola, Trowulan

Abstract. Community Based Model of Trowulan Cultural Heritage Region Utilization. Managing
cultural heritage is not solely the responsibility of the government. However, local people must be
invited to play an active role too if preservation is to be successful, because utilization of the site and its
resources is directly related to the interaction of people’s lives with cultural heritage and if utilization
is not managed properly then social conflict will arise. Trowulan is recognized as a national heritage
area through Decree No. 260/M/2013 from the Ministry of Education and Culture, but its preservation
needs to be properly managed. This study applied the qualitative approach: observation on sites used
by people either controlled by the state or owned by the community; in-depth interviews to persons
who have a role in public life, and of central and local government officials; discussion groups with
researchers, academics, observers, officials of the central government; and the study of legislation.
This study captured the essence of people’s aspirations in the utilization of Trowulan to create a
model for community-based Trowulan utilization. Our model has produced benefits to social welfare
and national identity. All aspects are related with each other to provide feedback (management board,
legal aspect, blueprint, funding) so that it becomes strong and sustainable management.
Keywords: Cultural Heritage, Conservation, Region, the Management board, Trowulan

1. Pendahuluan (PP) setidak-tidaknya masih diperlukan untuk


Lahirnya UU No. 11 tahun 2010 tentang pelaksanaan UUCB tersebut, yaitu berkenaan
Cagar Budaya (UUCB) telah menghasilkan dengan pengaturan pelestarian cagar budaya dan
banyak pekerjaan rumah bagi pemerintah pusat permuseuman. Kedua RUU tersebut seharusnya
dan pemerintah daerah. Dua Peraturan Pemerintah sudah disahkan setahun setelah lahirnya UUCB,
Naskah diterima tanggal 12 Maret 2015, diperiksa 6 April 2015, dan disetujui tanggal 30 April 2015.

63
AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 33 No. 1, Juni 2015 : 1-76

seperti jelas diamanatkan oleh UUCB dalam ‘ideologik’, yang merupakan wujud dari
Pasal 117. Masalah yang masih memerlukan jati diri kita; (2) kepentingan ‘akademik’,
pembahasan panjang bagaimana pelaksanaannya untuk dapat diteliti lebih jauh sesuai dengan
dari UUCB, antara lain berkenaan dengan perkembangan dan penemuan teori, metode
pengelolaan, pemanfaatan, penelitian, peme- dan teknik penelitian baru; dan (3) kepentingan
ringkatan, sertifikasi tim ahli, pemilikan dan ‘ekonomik’, yaitu dapat dimanfaatkan untuk
penguasaan, penemuan dan pencarian, register meningkatkan pendapatan pemerintah dan
nasional, pelindungan, pengamanan, zonasi, masyarakat pada umumnya. Menurut Tanudirjo,
pemeliharaan, pengembangan, tugas dan pelestarian harus dipandang sebagai upaya untuk
wewenang, dan pendanaan. mengaktualisasikan kembali warisan budaya
Salah satu permasalahan mendasar yang dalam konteks sistem yang ada sekarang atau
memerlukan penelitian dengan melibatkan memberikan makna baru bagi warisan budaya
masyarakat adalah pemanfaatan cagar budaya. itu sendiri (Tanudirjo 1996). Ditekankan pula
Di satu sisi pemanfaatan merupakan aktivitas olehnya bahwa: “Perbedaan pemberian makna
yang paling dekat dengan masyarakat, di sisi lain suatu warisan budaya harus sedapatnya dihargai
merupakan hal yang paling dekat dengan konflik dan diwadahi dalam proses pengambilan
dari berbagai ragam pemangku kepentingan keputusan yang demokratis” (Tanudirjo 1998;
(stakeholders). Permasalahan hubungan antara 2000). Keputusan demokratis diperlukan agar
masyarakat dan cagar budaya merupakan studi pelestarian cagar budaya tidak menimbulkan
yang dikembangkan dalam Manajemen Sumber konflik sosial. Konflik semacam itu banyak
Daya Arkeologi (MSDA). terjadi di situs-situs cagar budaya, misalnya
Meningkatnya perhatian terhadap studi di Situs Sangiran (Sulistyanto 2008), di Situs
MSDA sejalan dengan perkembangan global Candi Borobudur (Sianturi 2008), serta di Situs
teknologi informasi memicu masyarakat untuk Banten Lama, Situs Trowulan, dan beberapa
ingin mengetahui lebih besar lagi terhadap situs di Jawa Tengah (Rahardjo 2009; 2010;
sumbangan para arkeolog terhadap pemahaman 2012). Konflik mungkin akan lebih tajam lagi
warisan budaya. Ketika internet mulai mendunia, ketika sebuah area ditetapkan sebagai kawasan
informasi tentang warisan budaya mudah cagar budaya.
sampai kepada masyarakat. Dunia arkeologi Pemanfaatan harus bermakna. Keber-
mulai menyampaikan informasi warisan budaya maknaan warisan budaya untuk masyarakat
nasional dan dunia melalui internet. Disadari oleh dapat digali oleh masyarakat sendiri dari
arkeolog yang bergerak di bidang MSDA bahwa potensi-potensi yang dikandungnya. Darvill
hal yang penting adalah mengomunikasikan dkk. (1995: 42) memberikan pandangan bahwa
makna arkeologi bagi publik dalam konteks potensi eksternal warisan budaya yang dapat
kekinian. Diperlukan cara-cara komunikasi yang dikembangkan adalah (1) Penelitian ilmiah
paling efektif agar makna arkeologi tidak lagi (scientific research); (2) Seni kreatif (creative
berjarak dengan masyarakat sebagai pemangku arts); (3) Pendidikan (education); (4) Rekreasi
kepentingan (Ramelan dan Karina 2012). dan turisme (recreation and tourism); (5)
Para arkeolog Indonesia pun telah Representasi simbolis (symbolic representation);
menekankan harus ada hubungan antara warisan (6) Legitimasi tindakan (legitimation of action);
budaya dengan masyarakat. Mundardjito (7) Solidaritas dan integritas sosial (social
(2011:i8) misalnya, menekankan bahwa solidarity and integrity); dan (8) Keuntungan
pemanfaatan warisan budaya harus memiliki moneter dan ekonomi (monetary and economic
tiga kepentingan utama, yaitu (1) kepentingan gain).

64
Model Pemanfaatan Kawasan Cagar Budaya Trowulan Berbasis Masyarakat. W. Djuwita Sudjana Ramelan dkk.

Peta 1. Sebaran Situs Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur (Sumber: Depbudpar dan Bakosurtanal 2007)

Apa yang dibahas dalam uraian ini 2. Hasil dan Pembahasan


merupakan hasil penelitian tentang pemanfaatan 2.1 Permasalahan Status KCBN Trowulan
cagar budaya yang dilakukan di wilayah Dengan ditetapkannya Trowulan sebagai
Trowulan (Kabupaten Mojokerto Provinsi Jawa KCBN, maka semua situs yang berada di
Timur) yang telah ditetapkan sebagai Kawasan kawasan tersebut akan menjadi tanggung jawab
Cagar Budaya Tingkat Nasional (KCBN). Badan Pengelola KCBN yang sampai sekarang
Penetapan dilakukan pada tanggal 30 Desember belum terbentuk. Namun, pengelolaan situs-
2013 melalui SK Mendikbud No. 260/M/2013 situs ini tampaknya akan menghadapi beberapa
tentang Satuan Ruang Geografis Trowulan kendala dan masalah sebagaimana diuraikan
Sebagai Kawasan Cagar Budaya Tingkat berikut: Pertama, berdasarkan nama-nama desa
Nasional seluas 92,6 km2 yang terdiri atas yang dicantumkan dalam SK KCBN, terdapat
Kabupaten Mojokerto dan Jombang dan meliputi lima desa yang disebutkan dua kali, yaitu
Kecamatan Trowulan, Sooko, Mojoagung, dan Balongwono, Bicak, Panggih, Sentonorejo,
Mojowarno, serta 49 desa. Melalui pendekatan dan Temon. Artinya jumlah desa yang ada
kualitatif dengan teknik observasi, wawancara bukanlah 49, tetapi 44 desa. Kedua, terdapat
mendalam (in-depth interview) untuk me- dua nama desa yang tidak diketahui di mana
nangkap keinginan, pemikiran, harapan, dan letaknya, karena mungkin salah penulisannya.
pengalaman para pemangku kepentingan, dan Desa Dukuhharjo yang mungkin maksudnya
kajian aspek legal, penelitian ini bertujuan Dukuhngarjo yang berada di Kecamatan
untuk menghasilkan sebuah model pemanfaatan Jatirejo dan kedua, Desa Budugsiderejo yang
berdasarkan keinginan masyarakat. namanya tidak dikenali dan ditemukan letaknya

65
AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 33 No. 1, Juni 2015 : 1-76

pada salah satu dari empat kecamatan yang kolam, saluran air (berukuran besar maupun
disebutkan masuk dalam kawasan ini. Ketiga, kecil), fondasi rumah, umpak batu, pelataran,
dalam SK KCBN disebutkan kawasan tersebut pagar tembok, sumur, yoni, lingga, lumpang batu,
mencakup dua kabupaten, Mojokerto dan dan makam. Namun, dari daftar tersebut sebagian
Jombang. Pada kenyataannya ditemukan tiga situs tidak diketahui kandungan temuannya,
nama desa yang sebenarnya masuk ke dalam mengingat nama yang tercantum sering kali hanya
wilayah adminstrasi Kota Mojokerto, yaitu berupa kode, seperti A10, KRJ DP, LGN GLO+6,
Surodinawan, Blooto, dan Prajurit Kulon. Ketiga dan WL 1, atau nama tempat yang tidak cukup
desa itu masuk ke dalam Kecamatan Prajurit dikenal, seperti Grinting, Grobogan, Menangkal
Kulon yang juga tidak disebutkan di dalam SK Mojoagung, Putuk, Tugu, dan Unggahan. Di
tersebut. Keempat, dalam SK disebutkan bahwa samping itu, terdapat nama situs “Artefak Besi”
KCBN mencakup empat kecamatan, yaitu yang penamaannya membingungkan, karena tidak
Trowulan, Sooko, Mojoagung, dan Mojowarno. lazim.
Pada kenyataannya, terdapat nama-nama Dari sekian banyak situs, tampaknya
desa yang dalam SK tersebut masuk ke dalam sebagian besar status kepemilikannya masih
kecamatan-kecamatan yang tidak disebutkan dipegang oleh masyarakat setempat, sebagai
dalam SK, yaitu Diwek, Jatirejo, dan. Prajurit milik individu atau desa. Hanya sebagian
Kulon. Sementara itu, tidak satu desa pun yang yang sudah menjadi milik negara. Dalam SK
berasal dari Kecamatan Mojowarno disebutkan tampaknya tidak semua situs yang telah menjadi
dalam surat SK. Berdasarkan daftar inventaris milik negara disebutkan. Hanya sebagian
yang dibuat oleh Balai Pelestarian Cagar kecil yang dicantumkan, terutama yang status
Budaya (BPCB) Trowulan diketahui bahwa di kepemilikannya oleh negara dinyatakan
Kecamatan Mojowarno terdapat tiga desa yang berdasarkan SK Mendikbud No. 177/M/1998
mengandung temuan arkeologis yang padat, tanggal 21 Juli 1998, yaitu Gapura Bajangratu,
yaitu Japanan, Grobogan dan Mojowarno yang Kolam Segaran, Gapura Wringinlawang, dan
seharusnya disebutkan di dalam SK. Sebagai Candi Brahu.
catatan perlu diketahui bahwa Desa Diwek di Sementara, mengenai pengelolaan,
Kecamatan Diwek menurut keterangan BPCB dalam SK Mendikbud No. 260/M/2013 hanya
Jawa Timur seharusnya tidak dimasukkan ke Situs-situs Candi Brahu, Candi Tikus, Candi
dalam KCBN karena letaknya yang jauh dan Wringinlawang, Kolam Segaran, Candi
tidak mengandung temuan arkeologis. Demikian Gentong I dan II, Candi Minakjinggo, Candi
pula desa-desa di Kecamatan Prajurit Kulon, Kedaton, Sentonorejo, dan Gapura Bajangratu
yaitu Surodinawan, Blooto dan Prajurit Kulon yang dikelola oleh Balai Pelestarian Cagar
seharusnya juga tidak masuk dalam KCBN, Budaya Mojokerto. Perlu dicatat bahwa Candi
karena tidak mengandung temuan arkeologis. Minakjinggo tidak terdapat dalam daftar
Kurang tepatnya penyebutan nama-nama situs yang dilampirkan dalam SK Nomor
wilayah administratif ini tentunya berdampak 260/M/2013, meskipun di dalam subbagian
pada pengelolaan peninggalan arkeologis yang Pengelola disebutkan.
ada di dalamnya, termasuk inventarisasi dan Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
pemeliharaan situs serta anggaran yang diperlukan. SK Mendikbud No. 260/M/2013 kurang lengkap
Dalam SK Mendikbud No. 260/M/2013 tercantum mencantumkan nama situs, status kepemilikan,
118 situs lengkap dengan koordinatnya. Situs-situs dan pengelolaannya. Keterangan mengenai
itu sebagian besar berupa bangunan dan sisa-sisa status kepemilikan dan pengelolaan situs-situs
struktur, seperti candi, pintu gerbang, pemandian, cagar budaya ini, yang lebih lengkap dapat

66
Model Pemanfaatan Kawasan Cagar Budaya Trowulan Berbasis Masyarakat. W. Djuwita Sudjana Ramelan dkk.

diperoleh dari daftar inventarisasi Cagar Budaya Wringin Lawang, Kolam Segaran, Makam
yang dimiliki oleh BPCB Trowulan. Masalahnya Putri Cempo, Candi Minakjinggo, Kawasan
adalah, nama-nama situs yang tercantum dalam Situs Majapahit, Candi Sumur Upas, Makam
SK Mendikbud No. 260/M/2013 dengan nama- Troloyo, Situs Lantai Enam, dan Makam Siti
nama situs yang ada dalam daftar inventarisasi Hinggil yang terletak di Kecamatan Trowulan,
BPCB Trowulan tidak semuanya sama. Oleh dan Yoni Klintorejo di Kecamatan Sooko.
karena itu, tetap ada sejumlah besar situs dalam Semuanya sekarang telah dilindungi dengan
SK No. 260/M/2013 yang tidak diketahui status pekarangan yang dikelilingi pagar kawat.
kepemilikan dan pengelolaannya secara tepat. Pengembangan kawasan ini diarahkan sebagai
Diperkirakan sebagian masih merupakan milik kawasan strategis.
perorangan atau desa yang mungkin karena Sementara itu, Kawasan Cagar Budaya
bentuk dan ukurannya tidak dianggap istimewa, Trowulan akan dikembangkan menjadi
tidak mendapat perhatian khusus, sehingga Kawasan Mojopahit Park. Disebutkan bahwa
perawatannya juga kurang mendapat perhatian. kawasan yang mencakup 10 hektar itu akan
Dalam Peraturan Daerah (Perda) digunakan untuk membangun replika kota
Kabupaten Mojokerto No. 9 Tahun 2012 tentang Kerajaan Majapahit. Pembagian lahan Kawasan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cagar Budaya Trowulan yang telah dikaji,
Mojokerto tahun 2012-2032 yang dikeluarkan sebagaimana tercantum dalam Bab V halaman 4.
sebelum Surat Keputusan nomor 260/M/2013 Pembagian lahan tersebut sudah sejalan dengan
diterbitkan, disebutkan bahwa kawasan prioritas pemahaman zonasi situs cagar budaya dan
pengembangan wisata budaya dipusatkan di tentunya dalam pelaksanaannya akan bekerja
Kecamatan Trowulan yang mengandung situs- sama dengan BPCB.
situs purbakala berupa Kolam Segaran, Candi Bila dalam Bab V RTRW 2012-2032
Bajang Ratu, Candi Tikus, Candi Wringin keterangan mengenai Kawasan Strategis Sosial
Lawang, Candi Gentong dan Candi Brahu. Hal Budaya yang terdiri atas Kawasan Cagar Budaya
itu sejalan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Trowulan dan Kawasan Situs-situs Purbakala
(RTRW) Kabupaten Mojokerto tahun 2012-2032 diuraikan agak rinci, namun dalam Bab VI
yang juga dibuat sebelum SK No. 260/M/2013 yang membahas Arahan Pemanfaatan Ruang
diterbitkan. Dalam RTRW tersebut, pada Bab V Wilayah Kabupaten Mojokerto tidak ditemukan
yang berisi tentang Rencana Kawasan Strategis penjelasan lebih lanjut mengenai perumusan
Kabupaten Mojokerto, disebutkan bahwa kebijakan dan strategi operasionalisasi rencana
Kawasan Strategis Sosial Budaya di kabupaten tata ruang wilayah dan rencana tata ruang
itu terdiri atas Kawasan Cagar Budaya Trowulan kawasan strategis sosial budaya. Namun, dalam
dan Kawasan Situs-situs Purbakala. Matriks Indikasi Program Perwujudan Pola
Kawasan Situs-Situs Purbakala terdiri Ruang Kota per Lima Tahunan terdapat butir-
atas sejumlah situs yang terletak di Kecamatan butir mengenai rencana perwujudan kawasan
Trowulan, Sooko, Pacet, Ngoro dan Trawas. strategis sosial budaya berkenaan dengan
Situs-situs yang akan dibicarakan di sini hanya pengembangannya, yang isinya sangat umum,
yang terdapat di Kecamatan Trowulan dan yaitu: pengembangan desa wisata, pusat seni dan
Sooko, karena kedua wilayah itu masuk ke budaya, pengelolaan museum dan taman budaya
dalam KCBN sesuai dengan SK Mendikbud No. daerah, pelestarian (revitalisasi) bangunan
260/M/2013. Adapun situs-situs tersebut adalah dan lingkungan bernilai sejarah dan budaya
sebagai berikut: Candi Bajang Ratu, Candi (berdasarkan usulan klasifikasi kebijakan
Tikus, Candi Brahu, Situs Gentong, Candi pelestarian), dan pelestarian (revitalisasi)

67
AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 33 No. 1, Juni 2015 : 1-76

bangunan dan lingkungan bernilai sejarah tindak tutur yang menyiratkan adanya keputusan
dan budaya (berdasarkan usulan klasifikasi akan benar atau salah; eksersitif yang merupakan
kebijakan pelestarian). tindak tutur karena adanya kekuasaan, pengaruh,
Butir-butir tersebut lebih memperlihatkan atau hak sehingga mengandung “perintah”;
perhatian pada pelestarian bangunan dan komisif yang merupakan tindak tutur yang
lingkungan sekitarnya, yang dalam hal ini mengandung perjanjian atau perbuatan penutur;
berkenaan dengan situs-situs cagar budaya. behavitif yang merupakan tindak tutur yang
Meskipun tidak dinyatakan secara rinci, menyiratkan kepedulian sosial atau rasa simpati;
tetapi dapat diperkirakan bukan hanya situs- dan ekspositif yang merupakan tindak tutur yang
situs yang sudah dikenal yang akan mendapat menyederhanakan pengertian/definisi.
perhatian. Kemungkinan situs-situs lain yang Pada umumnya masyarakat kita mengerti
baru ditemukan atau sudah lama ditemukan banyak tentang nilai-nilai yang diturunkan
tetapi belum mendapat perhatian, mempunyai oleh nenek moyang serta pengertian cagar
kesempatan untuk dilestarikan berdasarkan budaya, terutama benda dan situs cagar budaya
usulan klasifikasi kebijakan pelestarian. tetapi cara mengomunikasikan informasi
dilakukan dengan cara-cara yang berbeda.
2.2 Informasi dan Komunikasi Masyarakat Semua tokoh masyarakat yang diwawancarai
Lokal atas Nilai-nilai Cagar Budaya sangat ingin menyampaikan informasi
Salah satu indikasi untuk menilai bahwa yang dimiliki sebanyak-banyaknya. Hal itu
masyarakat lokal memahami nilai-nilai yang memperlihatkan kesadaran masyarakat akan
terkandung dalam cagar budaya di sekitarnya kawasan cagar budaya yang perlu dilestarikan
adalah ketika mereka menjelaskan apa yang dan dipasarkan.
mereka ketahui itu melalui bahasanya sendiri. Dari diskusi dengan pihak pemerintah dan
Artinya, gaya bahasa, jenis bahasa yang ahli, diperoleh juga informasi bahwa masyarakat
dikuasai, maksud penyampaian, dan cara sadar akan kondisi Trowulan yang sudah menjadi
mengomunikasikannya dapat kita tangkap. kawasan cagar budaya. Masyarakat sangat
Komunikasi merupakan kegiatan tindak tutur mendukung tetapi pihak pemerintah kurang
antara berbagai pihak untuk mencapai suatu cepat tanggap. Cara kerja pemerintah terlalu
tujuan. Austin (1962: 32) mengutarakan adanya memakan waktu sehingga kesempatan tersebut
tiga jenis tindak tutur, yaitu lokusi, ilokusi, dan digunakan oleh pihak yang hendak mengambil
perlokusi. Tindak lokusi merupakan tindak keuntungan. Pemanfaatan kawasan terkesan
tutur yang memberikan pernyataan saja, tanpa bersifat politik ekonomis. Terkesan bahwa tidak
maksud tertentu. Apa yang terkandung di ada komunikasi antara pemerintah pusat dan
dalamnya hanyalah yang terdengar/tertulis. daerah. Apabila ada komunikasi pun, tindak
Namun, tindak lokusi tersebut sangat jarang tutur yang terjadi lebih banyak tindak eksersitif.
karena biasanya tindak tutur selalu mengandung Walaupun demikian, beberapa tokoh masyarakat
makna lain selain makna literal. Tindak tutur itu tetap mendukung berbagai usaha pemerintah
disebut sebagai tindak tutur lokusi yang disertai walaupun mengakui tidak adanya dukungan
dengan tindakan dan itu dikenal sebagai tindak penuh dari pihak pemerintah. Sementara itu,
ilokusi. Sementara itu, pernyataan yang sama menurut para ahli yang terlibat, pihak pemerintah
dapt dituturkan agar memperoleh reaksi dari tidak hanya kurang pengetahuan, tetapi juga
mitra tutur. Hal itu termasuk tindak perlokusi. kurang etika dan antusiasme pencapaian
Tindak tutur ilokusi menurut Austin terdiri penerapan pemanfaatan kawasan cagar budaya
atas lima jenis, yaitu verdiktif yang merupakan yang benar bersama-sama masyarakat.

68
Model Pemanfaatan Kawasan Cagar Budaya Trowulan Berbasis Masyarakat. W. Djuwita Sudjana Ramelan dkk.

Tokoh masyarakat pun tidak semuanya pedagang yang menjual patung terakota dan
memperoleh informasi yang lengkap untuk perunggu yang juga menjual kaos sablon serta
dapat membantu pemerintah mengurus makanan dan minuman. Tindak ilokusinya pun
kawasan cagar budaya. Kekurangan informasi sesuai dengan tindak perlokusi yang diharapkan.
itu dicurigai menjadi sebab dukungan penuh Pendekatan yang baik menghasilkan 200
tokoh masyarakat. Rencana pemerintah pemilik rumah bersedia rumahnya dipugar
mengadakan Desa Majapahit di Desa Bejijong, walau pun ia tidak terlalu jelas rumah model
Desa Jatipasar, dan Desa Sentono Rejo, apa sementara dari pihak pemerintah sudah
misalnya, disetujui oleh beberapa informan dirancang oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU)
tetapi tampaknya mereka tidak mengetahui Cipta Karya dan Tata Ruang Jatim. Istilah atau
bahwa perjanjian pembangunan pagar, gapura, kata-kata yang diutarakannya dalam bahasa
dan bagian ruang tamu bergaya Majapahit Jawa selalu diusahakan untuk diterjemahkan.
tersebut mengandung kesediaan rakyat untuk Dengan demikian, penyampaian informasi yang
memperbaiki kerusakan setelah pembangunan banyak dimilikinya tercapai.
bahkan sanksi bila melanggar. Sementara itu,
karena pendekatan tokoh masyarakat kepada
masyarakat yang cukup behavitif, masyarakat
dengan suka rela menandatangani kesediaan
pembangunan bagian rumah mereka bergaya
Majapahit.
Salah seorang tokoh masyarakat berusaha
menggalakkan pembangunan bergaya Majapahit
walaupun dianggap rumah gaya Majapahit
itu dari tingkatan rendah. Dalam perjalanan
hidupnya dipelajari bahwa nilai-nilai budaya Foto 1. Wawancara dengan Ketua Gotrah Wilwatikta
yang ada di tempat kelahirannya sangatlah (komunitas pelestari budaya) di Mojokerto
(Sumber: Tim Peneliti)
tinggi. Oleh karenanya, tokoh itu bersemangat
untuk melestarikan dan menyebarkan nilai- Ada pula tokoh masyarakat lainnya yang
nilai tersebut dengan berbagai kegiatan: tidak henti-hentinya mencoba menyadarkan serta
menggalakkan pembuatan patung perunggu, memotivasi masyarakat dalam rembuk desa.
mengadakan latihan tari dan karawitan, dalang, Bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi
pembuatan batik Majapahit yang menonjolkan dan memberikan informasi tergantung pada
antara lain buah maja dan teratai, produksi masyarakat yang dihadapi. Pada saat rembuk
sablon kaos, makanan tradisional, patung desa tersebut digunakan bahasa Jawa, tetapi
batu, jamu, dan anyaman. Kegiatan-kegiatan dengan pendatang digunakan bahasa Indonesia
tersebut diselenggarakan di Desa Bejijong yang agar tujuan dapat tercapai. Tokoh tersebut
ia sediakan yang dibangun dengan biaya dari lebih cenderung menggunakan tindak ilokusi
hasil penjualan karyanya. Kegiatan tersebut verdiktif, eksersitif, dan komisif. Ia menganggap
sudah membuahkan hasil. Banyak anggota desa bahwa nilai-nilai tersebut dapat diangkat dengan
terbantu secara ekonomis: ada 150 pengrajin memperlakukan masyarakat sebagai pelaku dan
patung perunggu dan berbagai pementasan objek. Ia merasakan pentingnya dibentuk pusat
budaya diadakan juga dengan pemusik dan dokumentasi agar masyarakat dapat mempelajari
penari Indonesia terkenal. Usaha tersebut terlihat situs-situs cagar budaya yang ada serta mengerti
pada Situs Candi Brahu di mana ditemukan pentingnya menjaga serta mendukung usaha

69
AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 33 No. 1, Juni 2015 : 1-76

pemanfaatannya, juga adanya usaha pengadaan melestarikan cagar budaya, pemerintah


terminal turis, andong/dokar, hotel, rumah Gaya tidak meminta masukan dari stakeholder
Zaman Majapahit, dan pusat oleh-oleh yang saja, tetapi juga melibatkan mereka. Dengan
menarik. melibatkan stakeholder tersebut diharapkan
Dari uraian tersebut terlihat bahwa tutur tercipta upaya yang terpadu dalam pelestarian
ilokusi juga mengandung tindak perlokusi yang cagar budaya.
mengharapkan reaksi mitra tutur. Agar tindak 3. Menegakkan aturan yang konsisten dan
perlokusi sesuai dengan niat penutur, dalam hal tidak diskriminatif. Peraturan yang konsisten
pemanfaatan KCBN Trowulan sebaiknya pihak dan tidak diskrimininatif perlu ditegakkan
pemerintah dan tokoh masyarakat melakukan agar upaya untuk melestarikan cagar budaya
komunikasi tindak ilokusi ekspositif dan secara terpadu dan berkelanjutan dapat
behatitif. berjalan lebih efektif dan efisien serta untuk
menghindari konflik sosial, budaya, maupun
2.3 Kebijakan Pelestarian Kawasan Cagar ekonomi.
Budaya Nasional 4. Mendorong dan mendukung peran serta
Pemerintah pusat, dalam hal ini masyarakat dalam pelestarian. Masyarakat,
Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan mempunyai peran penting dalam melindungi,
Permuseuman dalam diskusi kelompok bersama mengembangkan, dan memanfaatkan cagar
para akademisi peneliti mengagendakan tujuh budaya. Oleh karena itu, pemerintah perlu
strategi dalam melindungi, mengembangkan, mendorong dan mendukung upaya-upaya
dan memanfaatkan cagar budaya di berbagai yang dilakukan masyarakat.
wilayah Indonesia, termasuk kawasan cagar 5. Memberi sanksi dan penghargaan yang
budaya Trowulan sebagai berikut: proposional. Upaya-upaya yang dilakukan
1. Membuat regulasi yang aspiratif dan masyarakat dalam melestarikan cagar budaya
implementatif. Pemerintah membuka perlu diapresiasi dan diberi penghargaan
kesempatan kepada stakeholder untuk secara proposional, agar kebanggaan
memberi masukan agar tercipta regulasi masyarakat terhadap cagar budaya semakin
yang dapat diterima semua pihak dan dapat meningkat. Sebaliknya, pemerintah perlu
dilaksanakan oleh semua pihak. memberi sanksi secara proposional kepada
2. Menciptakan pelestarian yang terpadu, masyarakat yang tidak menjalankan tugasnya
berkelanjutan dan jangka panjang. Dalam dengan baik.

Foto 2 dan 3. Diskusi group dengan para pejabat dan mantan pejabat pemerintah pusat, pejabat Pemda, dan pemerhati di
Hotel Cemara Jakarta, 2015 (Sumber: Tim Peneliti)

70
Model Pemanfaatan Kawasan Cagar Budaya Trowulan Berbasis Masyarakat. W. Djuwita Sudjana Ramelan dkk.

6. Memberi kemudahan pelayanan birokrasi Bejijong, Desa Sentonorejo, dan Desa


dan administrasi. Strategi dalam membuat Jatipasar. Rumah-rumah di desa tersebut
regulasi yang aspiratif dan implementatif, dibuat seperti rumah Majapahit dengan
menciptakan pelestarian yang terpadu, menggunakan anggaran bantuan keuangan
serta mendorong dan mendukung peran khusus untuk membangun rumah adat.
serta masyarakat tidaklah akan berjalan 3. Gubernur Jawa Timur merencanakan bekerja
efektif apabila pemerintah tidak memberi sama dengan BPCB Mojokerto untuk
kemudahan dalam hal pelayanan birokrasi merekonstruksi Majapahit dan membuat
dan administrasi. replikanya yang dibuat dalam suatu area
7. Meningkatkan program edukasi formal, di Trowulan. Tujuan dari program tersebut
informal dan non-formal. Agar pelestarian agar masyarakat dapat melihat bagaimana
cagar budaya di Indonesia berjalan dengan kehidupan pada masa Majapahit.
baik, jajaran pemerintah dan masyarakat
harus mempunyai pemahaman yang sama Pemerintah Kabupaten Mojokerto sadar
mengenai pelestarian cagar budaya sesuai bahwa dengan ditetapkannya menjadi kawasan
UUCB. cagar budaya tingkat nasional, Trowulan
memiliki potensi ekonomi. Banyak pengunjung
dari dalam dan luar Jawa datang ke Trowulan
untuk melihat cagar budaya Majapahit. Untuk
itu, Pemerintah Kabupaten Mojokerto akan
turut berpartisipasi dalam badan pengelola yang
diamanatkan oleh UU-CB.

2.4 Bentuk-Bentuk Pemanfaatan Situs-situs


di Kawasan Cagar Budaya Trowulan
UUCB menyebutkan bahwa pemanfaatan
cagar budaya mencakup tujuh jenis, yaitu
Foto 4. Wawancara dengan Kepala Dinas Pemuda, pemanfaatan untuk kepentingan agama, sosial,
Olahraga, Pariwisata, dan Kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi,
Kabupaten Mojokerto (Sumber: Tim Peneliti)
kebudayaan, dan pariwisata. UUCB tidak
Meskipun Perda cagar budaya kawasan memberikan rincian tentang masing-masing
Trowulan belum diterbitkan, namun Pemkab jenis pemanfaatan tersebut. Juga tidak disebutkan
Mojokerto secara rutin melaksanakan beberapa bagaimana sesungguhnya suatu kawasan
program fisik dan non fisik berkenaan dengan cagar budaya dimanfaatkan. Berdasarkan hasil
upaya pelestarian cagar budaya di Trowulan. kajian kepustakaan dan penelitian lapangan
Menurut narasumber dari Dinas Kebudayaan, yang dilakukan hingga November 2014 dapat
Pariwisata, dan Olahraga program fisik yang disimpulkan bahwa sebagian besar cagar budaya
dilaksanakan antara lain: di Kawasan Trowulan telah dikembangkan
1. Membangun dan memperbaiki sarana dan sebagai objek daya tarik wisata.
prasana, seperti MCK (Mandi Cuci Kakus). Bagaimanakan sebenarnya masyarakat
2. Program “Nyantun masyarakat”. Program memandang KCBN Trowulan itu dari segi
itu merupakan bantuan dari Pemeritah kepentingan mereka? Kiranya tidak sulit
Provinsi Jawa Timur dalam membangun untuk menjawabnya. Masyarakat setempat
rumah Majapahit di tiga desa, yaitu: Desa menghendaki kawasan itu dimanfaatkan

71
AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 33 No. 1, Juni 2015 : 1-76

dalam bentuk apa pun asal memberi dampak


ekonomi bagi mereka. Kegiatan-kegiatan
festival merupakan model favorit. Bentuk-
bentuk kegiatan massal semacam itu telah
mengubah bentuk-bentuk pemanfaatan yang
semula bersifat sektoral atau hanya mewakili
kelompok-kelompok masyarakat tertentu
menjadi bentuk pemanfaatan yang melibatkan
berbagai kelompok masyarakat dalam jumlah
besar. Tradisi pemanfaatan secara demikian
sebenarnya tidak digerakkan oleh masyarakat
sendiri, tetapi dengan melibatkan lembaga
lain, khususnya pemerintah daerah melalui
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Tradisi itu
sebenarnya baru betul-betul diawali sekitar tahun
Foto 5. Coffee table book Inspirasi Majapahit sebagai
2005, ketika Dinas Pariwisata dan Kebudayaan bentuk pemanfaatan cagar budaya Majapahit
Kabupaten Mojokerto menciptaan acara oleh para akademisi dan pemerhati budaya
(Sumber: Tim Peneliti)
perayaan keagamaan yang dipusatkan di Situs
Troloyo. Tradisi perayaan itu rupanya cukup dilakukan secara meriah karena diselenggarakan
berhasil sehingga dijadikan agenda tahunan secara mandiri oleh pihak pengelola. Dengan
(Rahardjo 2009: 78). Kini perayaan semacam keterlibatan pemerintah kabupaten (melalui
itu dikemas dalam suatu kegiatan festival yang Dinas Pariwisata dan Kebudayaan) perayaan-
bercorak keagamaan dan tradisi. Pusat festival perayaan dapat diselenggarakan dengan
tersebut dibagi dua. Pusat pertama adalah Situs sangat meriah karena mendapatkan anggaran
Troloyo dengan kegiatan-kegiatan yang bercorak pemerintah daerah.
keislaman dengan acara unggulannya dikenal Gagasan pemanfaatan cagar budaya
dengan sebutan Haul Syekh Jumadil Kubro Trowulan melalui paket-paket festival tampaknya
(SJK). mengilhami acara-acara lain yang tidak ada
Pusat kedua yang memiliki karakter hubungannya dengan ritual keagamaan dan
tradisi budaya setempat dipusatkan di Pendopo tradisi lokal. Misalnya penyelenggaraan Festival
Agung. Dikemas dalam acara peringatan Trowulan Majapahit yang digelar pada akhir
Satu Suro. Ritual tersebut dirancang dalam bulan November 2014 untuk memperingati hari
bentuk paket acara dengan nama Ruwat Agung jadi Majapahit ke-721. Festival itu digerakan
Nuswantoro selama dua hari. Festival semacam oleh komunitas Mandala Majapahit yang
itu yang diselenggarakan 30 Oktober 2014 menjadi pusat pemberdayaan sosial dan budaya
lalu dirangkaikan dengan acara Pisowanan, masyarakat Trowulan. Komunitas itu didirikan di
Undo-undo Patirtaan, Macapat, dan Ruwat Dusun Jatisumber, Desa Watesumpak, Trowulan,
Sukerto. Kesokan harinya, 1 November 2014 Mojokerto. Salah satu acara yang menjadi bagian
dilaksanakan acara Ruwat Agung Nuswantoro dari festival tersebut adalah pementasan kidung
dan Mangesti Suro dan Wayang Kulit. dan tari pada malam hari dengan tokoh sentral
Sejak tiga tahun terakhir pemerintah Gayatri. Acara tersebut diselenggarakan di
kabupaten terlibat langsung dalam perayaan- pelataran Candi Brahu dengan memanfaatkan
perayaan di kedua tempat itu. Mengapa? Kegiatan sorotan lampu cahaya yang menyirami badan
pada tahun-tahun sebelumnya tidak dapat candi setinggi 25,7 meter dan lebar 20,7 meter

72
Model Pemanfaatan Kawasan Cagar Budaya Trowulan Berbasis Masyarakat. W. Djuwita Sudjana Ramelan dkk.

sehingga tampak megah (Ishomuddin 2014: 160). ditiadakan karena pengunjung yang semula
Pada malam itu juga acara lain menyusul, juga tidak dipungut gratis kemudian diminta untuk
dalam bentuk pertunjukan tari yang melibatkan membayar. Dalam memasarkan layanan produk
penari asing dari India di salah satu bagian dari jasanya wirausahawan itu bekerja sama dengan
Situs Segaran yang berlangsung hingga tengah pengelola Museum Majapahit. Pihak Museum
malam. Dalam festival itu pula dimasukkan acara menyediakan tenaga pemandu untuk melakukan
lain yang bersifat ilmiah, yaitu peluncuran coffee pemanduan ke museum dan ke situs-situs.
table book yang berjudul Inspirasi Majapahit Perlu dipikirkan bentuk-bentuk peman-
(versi Inggris: Majapahit: Inspiration for the faatan lain yang dapat mengangkat kehidupan
World) dan festival kuliner yang melibatkan masyarakat Trowulan dengan lebih baik,
masyarakat lokal. misalnya menghidupkan ekonomi kreatif
Secara umum pemanfaatan cagar budaya berbasis cagar budaya, seperti kerajinan
Trowulan melalui festival-festival seperti itu tembikar, terakota, arca batu, arca logam, batik,
tampaknya sukses dan memang menjadi unggulan manik-manik, dan pendidikan dan pelatihan
pemerintah daerah. Namun, dapat diajukan sebagai pemandu wisata. Namun, tidak boleh
pertanyaan: ”apakah bentuk festival merupakan dilupakan masih banyak penduduk lokal
satu-satunya cara yang dapat menyejahterakan yang tetap tidak tertampung dalam berbagai
masyarakat?” Pertanyaan tersebut dapat dijawab ketrampilan dalam ekonomi kreatif dan terpaksa
dengan ”tidak cukup”, mengapa? Pertama, mempertahankan diri sebagai petani yang
festival-festival pada umumnya diselenggarakan mengandalkan tanahnya atau menggadaikan
dalam konteks pariwisata atau pesta rakyat yang tanahnya untuk dibuat industri bata merah.
penyelenggaraannya tidak melibatkan secara Seperti diketahui praktik pembuatan bata merah
intensif peran Balai Pelestarian Cagar Budaya. di KCBN Trowulan telah terbukti mengakibatkan
Hal itu dapat membawa konsekuensi munculnya hancur dan hilangnya bukti-bukti arkeologi
pemanfaatan situs atau bangunan yang dapat yang sebelumnya tertimbun tanah. Kelompok-
mengancam kerusakan. Kasus pemanfaatan kelompok masyarakat yang kurang beruntung
Candi Brahu untuk pementasan tari ternyata itu akan mudah terpengaruh untuk memberi
tidak hanya menggunakan bangunan itu sebagai dukungan kepada para investor. Kasus-kasus
latar belakang tetapi juga sebagai tempat masa lampau tentang pendirian SPBU, dan
pertunjukan tarinya itu sendiri. Situasi tersebut pembangunan rumah makan, serta kasus
tentu menimbulkan kekhawatiran. Kedua, mutakhir mengenai rencana pendirian pabrik
festival-festival besar umumnya diselenggarakan baja telah membuktikan bahwa masyarakat lokal
setahun sekali, artinya masyarakat menikmati sebenarnya sangat rentan kondisi ekonominya.
kesejahteraan hanya sekali atau dua kali setahun. Bagaimanakan sebaiknya kawasan cagar
Perkenalan masyarakat dengan industri budaya Trowulan dikelola? Mengacu kepada
pariwisata ternyata memunculkan wirausahawan UUCB 2010, istilah pengelolaan didefinisikan
swasta yang berminat untuk menyelenggarakan sebagai upaya perlindungan, pengembangan
paket-paket untuk pemanfaatan pendidikan dan pemanfaatan dengan menggunakan
dengan target utama anak-anak sekolah di prinsip-prinsip manajemen, yaitu membuat
sekitar Mojokerto. Jasa yang diberikan adalah perencanaan, melaksanakan kegiatan, dan
layanan pemanduan untuk kunjungan ke melakukan monitoring dan evaluasi untuk
situs-situs di Trowulan, museum ditambah dilakukan perbaikan-perbaikan pada masa
dengan permainan dan pemutaran film. Dalam mendatang. Terdapat indikasi bahwa prinsip-
perjalanan selanjutnya, Situs Pendopo Agung prinsip manajemen sebagaimana didefinisikan

73
AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 33 No. 1, Juni 2015 : 1-76

dalam UUCB rupanya belum sungguh-sungguh pamanfaatan yang mengkombinasikan tra-


diterapkan dalam kasus KCBN Trowulan. disi Islam dan tradisi lokal sesungguhnya
Oleh karena penetapannya relatif baru tidak terlalu bermasalah.
yaitu dilakukan kurang dari satu tahun, para c. Karakteristik Cagar Budaya. Cagar budaya
pemangku kepentingan mulai dari pemerintah KCBN Trowulan yang berasal dari
pusat, pemerintah daerah, UPT, sampai dengan peninggalan yang bercorak Hindu atau
masyarakat belum dapat merumuskan badan Buddha, yang berasal dari masa Majapahit
pengelola seperti apa yang paling cocok untuk serta masa Islam dapat dikelompokkan
KCBN Trowulan. Pemerintah pusat dan daerah menjadi dua jenis, yaitu “dead monument”,
sebagai pemangku kepentingan yang memberi dan ”living monument”. Dalam kenyataan
fasilitas pun belum siap mengajukan konsep pemanfaatan living monument lebih
dasar Badan Pengelola KCBN Trowulan. Hal itu dominan daripada dead monument. Oleh
semakin terhambat karena PP yang diamanatkan karena itu pemanfaatan ke depan sebaiknya
dalam undang-undang tentang badan pengelola diarahkan agar ada keseimbangan di antara
belum disahkan oleh pemerintah. keduanya.
Mengingat permasalahan pokok
sebagaimana dikemukakan di atas, maka 2.5 Model Pemanfaatan Kawasan Cagar
model pengelolaan cagar budaya apa pun Budaya Nasional Trowulan Berbasis
bentuknya perlu menyelesaikan lebih dahulu Masyarakat
permasalahan di atas. Selain itu, upaya ke arah Konsep dasar pelestarian cagar budaya
itu perlu memerhatikan karakteristik masyarakat dalam format politik yang dituangkan
Trowulan. Karakteristik yang perlu diperhatikan dalam UUCB yang tercantum pada bagian
sebagai berikut: pertimbangan. Dalam keempat pertimbangan
a. Karakteristik ekonomi. Sebagian besar tersebut terdapat pemikiran ideologis, konsep
penduduk KCBN Trowulan adalah petani pelestarian yang terdiri atas pelindungan,
yang mengandalkan kehidupannya pada pengembangan, dan pemanfaatan, amanat
tanah, baik sebagai pemilik maupun sebagai kepada aparat pemerintah yang perlu mengajak
buruh tani. Para pemilik tanah menyewakan masyarakat, serta bermuara pada konsep
lahannya untuk digarap sebagai kebun tebu kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan
atau untuk pembuatan bata merah, para untuk kepentingan-kepentingan seperti yang
buruh adalah mereka yang mengerjakannya disebutkan dalam dalam Pasal 85 ayat (1)
secara upahan. Mengingat situasi semacam itu begitu luasnya. Artinya, harus dipikirkan
itu maka rencana pengelolaan harus juga pemanfaatan yang tidak boleh dilakukan
mengantisipasi kondisi tersebut dengan sehingga isu kedua yaitu pelestarian dapat
menciptakan peluang-peluang usaha yang dilakukan secara bersamaan.
tidak merusak situs tetapi memberikan Dalam menyusun kebijakan pemanfaatan
lapangan hidup yang memadai. KCBN Trowulan berbasis masyarakat diperlukan
b. Karakteristik agama. Pada saat ini sebagian langkah-langkah sebagai dasar, yaitu:
besar penduduk KCBN Trowulan beragama 1) Penyusunan peraturan turunan undang-
Islam. Meskipun demikian ciri-cirinya sangat undang (aspek legal):
dipengaruhi oleh tradisi Nahdlatul Ulama a) Tingkat nasional. Setidak-tidak ada dua
yang dikenal sangat toleran terhadap tradisi- hal yang perlu diatur oleh peraturan
tradisi yang sering dianggap berada di luar pemerintah, yaitu yang menyangkut
ajaran Islam. Oleh karena itu, bentuk-bentuk pelestarian dan permuseuman. Selain

74
Model Pemanfaatan Kawasan Cagar Budaya Trowulan Berbasis Masyarakat. W. Djuwita Sudjana Ramelan dkk.

itu, untuk operasionalnya diperlukan 4) Pendanaan. Oleh karena KCBN


peraturan oleh menteri dan dirjen. Trowulan merupakan cagar budaya
b) Tingkat daerah provinsi, kabupaten, dan tingkat nasional, maka memungkinkan
desa dalam bentuk peraturan daerah atau pendaan diperoleh dari berbagai sumber,
keputusan gubernur, bupati, dan lurah. seperti: (a) APBN, (b) APBD (Provinsi,
2) Pembentukan Badan Pengelola KCBN Kabupaten, Desa), (c) Pendapatan hasil
Trowulan. pemanfaatan, dan (d) Donasi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam pembentukan badan pengelola
adalah: (a) Status hukum lembaga badan
pengelola, (b) Struktur organisasi, (c)
Keragaman pemangku kepentingan dalam
badan pengelola, (d) Job description
setiap anggota, (e) Sistem pendapatan
dan peruntukan keuangan, (f) Koordinasi
antarlembaga, dan (g) Kerja sama
antarpemangku kepentingan.
3) Penyusunan cetak biru pelestarian KCBN.
Penyusunan cetak biru pelestarian (blue
print) KCBN Trowulan oleh badan pengelola Gambar 1. Satu contoh penyebaran informasi paket
diperlukan dalam menentukan landasan wisata sejarah yang ditempelkan di kaca
jendela tempat satpam PIM (Sumber: Tim
ideologis, arah, dan capaian pelestarian
Peneliti)
jangka panjang. Dalam cetak biru tersebut,
setidak-tidaknya harus ada program- Model pemanfaatan KCBN Trowulan
program berikut: (Gambar 1) secara konseptual, berhulu pada
(1) Penyusunan Rencana Strategis. KCBN Trowulan yang harus dimanfaatkan
Penyusunan rencana strategis jangka dengan berbasis keinginan masyarakat dan
pendek, menengah, dan panjang harus sejalan dengan konsep pelestarian. KCBN
berdasarkan karakteristik budaya, Trowulan memerlukan aspek legal yang mengatur
agama, dan ekonomi masyarakat seluruh aktivitas yang dilakukan di situ, sebuah
Trowulan diperlukan untuk menentukan perencanaan program yang tertuang dalam cetak
jenis kegiatan pemanfaatan. biru, dan dukungan dana dari berbagai sumber.
(2) Penyusunan masterplan. Penyusunan Keseluruhan komponen-komponen tersebut
masterplan harus dibuat dua jenis, yaitu: dikelola oleh badan pengelola sesuai dengan
(a) Masterplan KCBN Trowulan dan amanat UUCB. Pengelolaan KCBN Trowulan
(b) Masterplan di semua situs di KCBN pada akhirnya bermuara untuk kepentingan
Trowulan. masyarakat yaitu masyarakat memperoleh
(3) Penentuan zonasi. Oleh karena luasnya setidak-tidaknya dua manfaat besar, yaitu
KCBN Trowulan dan ada ruang-ruang pembentukan jatidiri bangsa dan kesejahteraan.
kosong di antara desa yang ditetapkan
sebagai cagar budaya, sebaiknya di 3. Penutup
KCBN Trowulan dilakukan: (a) Zonasi Dari hasil pembahasan, dapat
KCBN Trowulan dan (b) Zonasi setiap disimpulkan bahwa (1) SK Mendikbud No.
situs. 260/M/2013 tentang Satuan Ruang Geografis

75
AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 33 No. 1, Juni 2015 : 1-76

Trowulan Sebagai Kawasan Cagar Budaya Rahardjo, Supratikno dkk. 2012. Pengembangan
Tingkat Nasional harus segera direvisi karena Model Pengelolaan dalam Rangka
Otonomi Daerah. Laporan Penelitian
mengandung informasi nama-nama desa dan Strategis Nasional DIKTI.
situs yang salah; (2) SK Mendikbud tersebut
Ramelan, W. Djuwita dan Karina Arifin. 2012.
harus segera ditindaklajuti oleh pembentukan “Internet Sebagai Media Informasi
badan pengelola seperti diamanatkan UUCB agar Arkeologi”. Makalah dalam International
masyarakat tidak berada dalam ketidakpastian; Conference & Workshop “Making You
Know 18-19 Oktober 2012, Depok.
(3) model pengelolaan KCBN Trowulan harus
berdasarkan karakter budaya masyarakatnya; Sianturi, Serano. 2008. “Cultures Resources
Management and The Case of Borobudur”.
dan (3) diperlukan sebuah model pemanfaatan Makalah tidak dipulikasikan.
KCBN Trowulan yang berbasis masyarakat yang
Sulistyanto, Bambang. 2008. Resolusi Konflik
sejalan dengan konsep pelestarian cagar budaya. dalam Manajemen Warisan Budaya Situs
Sangiran. Disertasi Universitas Indonesia.
Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan
Daftar Pustaka Kebudayaan Nomor 177/M/1998 tanggal
Austin, J. L. 1962. How to do Things with Words, 21 Juli 1998.
Oxford: Clarendon Press. Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan
Darvill, T. 1995. “Value systems in archaeology”. Kebudayaan Nomor 260/M/2013 tentang
Dalam Cooper, Carman, dkk. Managing Satuan Ruang Geografis Trowulan Sebagai
Archaeology. New York: Routledge TJ Kawasan Cagar Budaya Tingkat Nasional
Press Ltd. tanggal 30 Desember 2013.

Ishomuddin. 2014. “Gayatri di kaki Brahu”, Tanudirjo, D.A. 1996. “Arkeologi Pasca-
dalam Tempo (14 Desember 2014), hlm. Modernisme untuk Direnungkan”.
160-161. Makalah disampaikan dalam Pertemuan
Ilmiah Arkelogi VII di Cipanas.
Mundardjito. 2011. Evaluasi Tinggalan Budaya
yang Terselamatkan dari Bencana Alam. ---------------. 1998. CRM sebagai Manajemen
Konflik. Artefak Buletin Jurnal Arkeologi
Makalah disampaikan dalam Seminar
UGM No. 19 Februari 1998.
Nasional dengan tema Pelacakan Valuasi
Risiko Bencana, diselenggarakan oleh ---------------. 2000. “Reposisi Arkeologi dalam
Pusat Studi Bencana UGM, tanggal 25 Era Global”. Buletin Cagar Budaya, Vol.1
November 2006 di Yogyakarta. No. 2, Juli 2000 (suplemen). hlm.11-26.
Perda Kabupaten Mojokerto No. 9 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Mojokerto Tahun 2012-2032.
Rahardjo, Supratikno. 2008. Situs Trowulan
sebagai Arena Konflik. Makalah dalam
Forum studi Integratif Pengembangan dan
Perlindungan Situs Peninggalan Majapahit
di Trowulan. Jakarta 22-29 November
2008.
Rahardjo, Supratikno dkk. 2009. Pengembangan
Model Penanganan Konflik Pemanfaatan
Situs Kasus Situs Arkeologi Banten Lama.
Laporan Penelitian DIKTI.
Rahardjo, Supratikno dkk. 2010. Pengembangan
Model Pengelolaan Situs Arkeologi untuk
memaksimalkan pemanfaatan publik:
Studi Kasus Situs Arkeologi Trowulan.
Laporan Akhir Penelitian. DRPM UI.

76

Anda mungkin juga menyukai