Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
a. Cagar Budaya
Pengertian Cagar Budaya dalam UURI No. 11 Tahun 2010 Cagar Budaya
adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan
Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan
keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. cagar budaya
merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku
kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan
sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat
melalui upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka
memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sesuatu dapat dikatakan Cagar Budaya jika memiliki nilai penting bagi sejarah,
ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan. Kata penghubung
“dan/atau” bermakna tidak berlaku komulatif. Artinya kelima nilai penting
tersebut boleh dimiliki seluruhnya atau salah satu oleh suatu Cagar Budaya.
Penentuan nilai penting ini dilakukan berdasarkan kajian mendalam oleh Tim Ahli
Cagar Budaya dibantu oleh lembaga yang berhubungan dengan kebudayaan. Nilai
penting Cagar Budaya dalam UURI No. 11 Tahun 2010 ini mengalami
perkembangan dari undang-undang sebelumnya, yaitu UURI No. 5 Tahun 1992
Tentang Benda Cagar Budaya yang hanya senyebutkan tiga nilai penting, yaitu
sejarah, ilmu pengetahuan, dan agama.
1. Jenis Cagar Budaya
 benda Cagar Budaya
 Bangunan Cagar Budaya
 Struktur Cagar Budaya
 Situs Cagar Budaya dan
 Kawasan Cagar Budaya.
2. Perngertian Jenis Cagar Budaya
 Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia,
baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok,
atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat
dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.
 Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda
alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang
berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap.
 Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda
alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang
kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk
menampung kebutuhan manusia.
 Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang
mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau
Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian
pada masa lalu.
 Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua
Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau
memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
b. Konservasi
Secara umum, konservasi, mempunyai arti pelestarian yaitu melestarikan/
mengawetkan daya dukung, mutu, fungsi, dan kemampuan lingkungan secara
seimbang (MIPL, 2010; Anugrah, 2008; Wahyudi dan DYP Sugiharto (ed), 2010).
Adapun tujuan konservasi
 mewujudkan kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan
ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan dan mutu kehidupan manusia,
 melestarikan kemampuan dan pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya secara serasi dan seimbang.
Selain itu, konservasi merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan
kelestarian satwa. Tanpa konservasi akan menyebabkan rusaknya habitat alami
satwa. Rusaknya habitat alami ini telah menyebabkan konflik manusia dan satwa.
Konflik antara manusia dan satwa akan merugikan kedua belah pihak; manusia
rugi karena kehilangan satwa bahkan nyawa sedangkan satwa rugi karena akan
menjadi sasaran balas dendan manusia (Siregar, 2009) Konservasi lahir akibat
adanya semacam kebutuhan untuk melestarikan sumber daya alam yang diketahui
mengalami degradasi mutu secara tajam.
c. Revitalisasi
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 18 tahun 2010 tentang
Pedoman Revitalisasi Kawasan, Revitalisasi adalah upaya untuk meningkatkan
nilai lahan/ kawasan melalui pembangunan kembali dalam suatu kawasan yang
dapat meningkatkan fungsi kawasan sebelumnya (pasal 1 ayat 1). Kawasan adalah
wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya (pasal 1 ayat 4).
Revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau
bagian kota yang dulunya pernah vital/hidup, akan tetapi kemudian mengalami
kemunduran/degradasi. Skala revitalisasi ada tingkatan makro dan mikro. Proses
revitalisasi sebuah kawasan mencakup perbaikan aspek fisik, aspek ekonomi dan
aspek sosial. Pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali dan memanfaatkan
potensi lingkungan (sejarah, makna, keunikan lokasi dan citra tempat)
(Danisworo, 2002). Revitalisasi sendiri bukan sesuatu yang hanya berorientasi
pada penyelesaian keindahan fisik saja, tapi juga harus dilengkapi dengan
peningkatan ekonomi masyarakatnya serta pengenalan budaya yang ada. Untuk
melaksanakan revitalisasi perlu adanya keterlibatan masyarakat. Keterlibatan yang
dimaksud bukan sekedar ikut serta untuk mendukung aspek formalitas yang
memerlukan adanya partisipasi masyarakat, selain itu masyarakat yang terlibat
tidak hanya masyarakat di lingkungan tersebut saja, tetapi masyarakat dalam arti
luas (Laretna, 2002). Dengan dukungan mekanisme kontrol/pengendalian rencana
revitalisasi harus mampu mengangkat isu-isu strategis kawasan, baik dalam
bentuk kegiatan/aktifitas sosial-ekonomi maupun karakter fisik kota. Rancang
kota merupakan perangkat pengarah dan pengendalian untuk mewujudkan
lingkungan binaan yang akomodatif terhadap tuntutan kebutuhan dan fungsi baru

.
d. Insentif Disinsentif
Insentif dan disinsentif penataan ruang merupakan salah satu instrumen
pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana di atur dalam Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pemberian insentif dan
disinsentif penataan ruang memegang peran penting dalam menjamin agar
rencana tata ruang dijadikan sebagai acuan dalam kegiatan pembangunan, baik
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat. Sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang, pemberian insentif dan disinsentif penataan ruang juga dilakukan
untuk meningkatkan efektifitas perwujudan rencana tata ruang dan meningkatkan
kerjasama dan peranserta semua pemangku kepentingan dalam rangka
pemanfaatan ruang. Insentif penataan ruang diberikan untuk kegiatan
pemanfaatan ruang yang didorong pengembangannya, sedangkan disinsentif
penataan ruang diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang yang dicegah,
dibatasi dan/atau dikurangi pengembangannya. Baik insentif fiskal maupun non
fiskal dan disinsentif fiskal maupun non fiskal dapat diberikan dari Pemerintah
kepada pemerintah daerah, dari pemerintah daerah kepada pemerintah daerah
lainnya, dan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah kepada masyarakat. Dan
dapat di ambil kesimpulannya pengertian Insentif dan Disinsentif adalah :
 Insentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan rangsangan
terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan penataan ruang.
 Disinsetif adalah perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau
mengurangi pelaksanaan kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata
ruang.
2.2 Kebijakan
Menurut D.A. Tisnaadmidjaja, yang dimaksud dengan ruang adalah
“wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan
wadah bagi manusia dalam melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam suatu
kualitas kehidupan yang layak”. (Pranata Pembangunan, 1997:6) Menurut Pasal
1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan
pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi
sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis
memiliki hubungan fungsional. Penataan ruang adalah suatu sistem proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan tata ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang. Hal tersebut merupakan ruang lingkup penataan ruang sebagai objek
Hukum Administrasi Negara. Jadi, hukum penataan ruang menurut Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2007 yaitu hukum yang berwujud struktur ruang ialah
susunan pusatpusat pemukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang
berfungsi sebagai pendukung kegiatan ekonomi masyarakat yang secara hierarkis
memiliki hubungan fungsional dan pola ruang ialah distribusi peruntukan ruang
dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. (Hukum Penataan Ruang, 2013)
2.2.1 Qanun Kabupaten Aceh Timur Nomor 10 Tahun 2013 Tentang
Rencana Tata Ruang Kabupaten Aceh Timur Tahun 2012-2032
Menurut Qanun Kabupaten Aceh TimurNomor 10 Tahun 2013
TentangRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Aceh TimurTahun 2012-2032
menjelaskan bahwa :
Kawasan LindungRencana pengembangan kawasan lindung, meliputi:
 kawasan hutan lindung;
 kawasan yang memberikan perlindungan kawasanbawahannya;
 kawasan perlindungan setempat;
 kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
 kawasan rawan bencana alam; dan
 kawasan lindung geologi.
Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud terdiri atas:
a. kawasan peruntukan pariwisata budaya;
b. kawasan peruntukan pariwisata pantai; dan
c. kawasan pariwisata alam;
Objek wisata budaya sebagaimana dimaksud, meliputi:
a. Kecamatan Madat meliputi:
 Makam Sultan Ahmad Albaqri di Gampong PayaNaden; dan
 Makam Tengku Dimadat di Gampong Madat.
b. Kecamatan Pante Bidari berupa Makam Sultan MalikAhmad di Gampong
Buket Kareung;
c. Kecamatan Julok berupa Makam Raja-Raja Labuhan diGampong
Labuhan.
d. Kecamatan Idi Rayeuk berupa Makam Tengku Guci diGampong Keude
Blang;
e. Kecamatan Ranto Peureulak berupa Makam Nurul A’ladi Gampong
Beurandang.
f. Kecamatan Peureulak berupa Makam Sultan SayedMaulana (Kerajaan
Islam Peureulak) di GampongBandrong;
Untuk melaksanakan kebijakan penataan ruang wilayahsebagaimana
dimaksud dalam strategi penataan ruang wilayah Kabupaten.mengembangkan
kawasan strategis kawasan pariwisata dan budaya, meliputi:
a. menetapkan pengembangan kawasan budaya;
b. melakukan revitalisasi dan perbaikan kawasanbudaya;
c. mengembangkan kawasan budaya menjadi obyekwisata budaya;
d. mengembangkan infrastruktur wisata;
e. mendorong investasi dan partisipasi swasta danmasyarakat dalam
pengembangan dan pengelolaanobjek dan daya tarik wisata; dan
f. mengoptimalkan dan perluasan jaringanKepariwisataan
2.2.2 Qanun Kabupaten Aceh Timur Tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Kabupaten Aceh Timur No 11 Tahun 2015-2025.
Berdasarkan Qanun Kabupaten Aceh Timur Tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Aceh Timur No 11 Tahun 2015-2025
menjelaskan bahwa :
Dalam mewujudkan visi pembangunan kepariwisataan di Kabupaten
sebagaimana ditempuh melalui 5 (lima) misi pembangunan kepariwisataan,
dengan mengembangkan:
a. destinasi pariwisata yang unggul dan mempesona;
b. pemasaran pariwisata yang sinergis, menarik dan inovatif;
c. industri pariwisata yang berdaya saing berbasis budaya dan kearifan lokal
yang ramah lingkungan;
d. kapasitas dan tata kelola kelembagaan kepariwisataan yang profesional;
dan
e. sistem iklim investasi yang kondusif bagi pengembangan pariwisata dan
ekonomi kreatif.
Pengembangan citra pariwisata sebagaimana dimaksud dalamyaitu dengan
pengembangan citra pariwisata, yang meliputi:Citra DPK Cagar Budaya, yaitu:
a. Komplek Monisa (Makam Sultan Maulana Malek Alaidin Abd. Aziz
Syah) Gampong Bandrong dan Makam Sultan Maulana Abdullah Syah
Gampong Paya Meuligoe Kecamatan Peureulak;
b. Makam Nurqadimah Gampong Buket Pala Kecamatan Peureulak; -20-
c. Makam Nurul A’la Gampong Seumanah Jaya Kecamatan Ranto
Peureulak;
d. Meuriam Turki Gampong Blang Balok Kecamatan Peureulak
e. Makam Prabutapa Gampong Teumpen Kecamatan Peureulak Barat;
f. Meusium T. Chik Muhammad Thaeb Gampong Keude Peureulak
Kecamatan Peureulak;
g. Rumoh Beusoe Gampong Keude Blang Kecamatan Idi Rayeuk;
h. Kubu Aneuk Lhee Gampong Paya Gajah Kecamatan Peureulak Barat;
i. Makam Tgk. Pulou Panyang di Gampong Tanjung Tualang Kecamatan
Peureulak Barat;
j. Makam Tgk. Amir Husein Al-Mujahid Gampong Alue Jangat Kecamatan
Idi Rayeuk;
k. Mesjid Tuha dan Makam Raja-Raja Gampong Blang Kecamatan Simpang
Ulim;
l. Makam Tgk. Ahmad Syah Gampong Bhom Lama Kecamatan Ranto
Peureulak;
m. Makam Malik Ahmad Ayah Malikussaleh Raja Pase II Gampong Buket
Kareung Kecamatan Pante Bidari;
n. Makam Sultan Ahmad Sayed Al-Bakari Gampong Paya Naden
Kecamatan Madat; dan
o. Makam Tgk. Panglima Prang Taffa Gampong Buket Panjou Kecamatan
Nurussalam.
Strategi untuk pengembangan citra pariwisata sebagaimana yaitu dengan
peningkatan dan pemantapan citra pariwisata secara berkelanjutan.Kebijakan
untuk melaksanakan strategi peningkatan dan pemantapan citra pariwisata secara
berkelanjutan sebagaimana yaitu dengan meningkatkan dan memantapkan citra
pariwisata daerah dan destinasi pariwisata.
2.3 Karakteristik Kawasan Bersejarah
Indikasi kawasan dapat di nilai sebagai suatu kawasan bersejarah warisan
budaya antara lain adalah :
 kawasan bersejarah merupakan kawasan yang pernah menjadi pusat –
pusat dari komplektifitas fungsi dan kegiatan ekonomi, sosial dan budaya
yang mengakumulasikan makna historis di dalamnya.
 kawasan bersejarah adalah kawasan yang mampu mengakumulasikan
nilai-nilai makna kultural. Makna kultural kawasan ini tergambar dalam
dalam materi fisik kawasan yang di tonjolkaan dalam bentuk – bentuk
bagunan, tampilan kawasan atau landscape kawasan.
Goodchild (1990) menyatakan bahwa terdapat empat alasan untuk
menyatakan suatu kawasan bernilai sejarah yaitu :
 Karena kawasan tersebut merupakan suatu contoh penting dan harus
dihargai.
 Kawasan tersebut memiliki bukti-bukti penting dan menarik untuk
mempelajari sejarah tentang tata guna lahan, lanskap dan taman, atau sikap
budaya terhadap kawasan.
 Kawasan tersebut memiliki keterkaitan dengan seseorang, masyarakat atau
peristiwa sejarah yang penting.
 Kawasan itu memiliki nilai-nilai yang terkait dengan bangunan-bangunan
bersejarah, monumen-monumen atau tapak-tapak bersejarah lainnya.
Dobby (1978) menjelaskan mengenai definisi kawasan bersejarah: “Areas
of special architectural or historic interest, the character or appearance of which
is 19 desirable to preserve or enhance”. Kawasan bersejarah merupakan suatu
kawasan yang dianggap sebagai lingkungan cagar budaya karena keseluruhan
kawasantersebutmemiliki karakter tertentu yang menjadikannya istimewa dan
layak untuk dilestarikan meskipun secara individual, bangunan-bangunan yang
berada di kawasan tersebut tidak memiliki kualitas untuk menjadi landmark
(Antariksa, 2016).
2.3.1 Tipologi Kawasan Bersejarah
Tipologi kawasan bersejarah yang ada di Indonesia pada umumnya di
kelompokkan dalam 2 model yakni 5 :
1. Kawasan tradisional
Adapun ciri – ciri dari kawasan ini adalah :
 Merupakan suatu kawasan yang mengakumulasikan makna kultural
dengan karakter tradisional dari peristiwa – peristiwa itu sendiri
 Tipologi dan makna kultural kawasan tradisional terdefinisi dalam lagi
dalam beberapa skala kawasan (perkampungan traditional), perkampungan
etnis (kawasan keraton atau kerajaan).
2. Kawasan kolonial
Adapun Ciri dari kawasan ini adalah :
 Merupakan kawasan yang mengakumulasikan makna cultural dengan
karakter kolonial.
 Merupakan kawasan yang mengambarkan tentang kejayaan masa kolonial
yang biasanya tampak pada bentuk penataan kawasan dan bentuk
arsitektur bagunan.
 Kawasan kolonial umunya berada di kota – kota besar atau daerah –
daerah yang di anggap penting untuk menjadi pusat – pusat kegiatan
kolonial, baik itu perkantoran, perdagangan, perindustrian, pemukiman,
dan umumnya berada dekat dengan laut atau berada di daerah dataran
tinggi dan dekat dengan pusat pemerintahan.
 Kawasan kolonial ini hadir dalam bentuk benteng – benteng pertahanan
yang di dalamnya terdapat pusat pemerintahan kolonial, penjara – penjara
maupun sekolah – sekolah.
2.4 Zona-Zona Kawasan
Zonasi itu berfungsi untuk mengelompokkan berbagai jenis fungsi
sehingga pembagian wilayah menjadi jelas dan tidak tercampur antar satu fungsi
dengan fungsi lainnya. Kegiatan perkotaan yang berhirarki dengan satu sama lain
dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana. Struktur zona ini memiliki elemen
pembentuk (Yunus,2000:49) , seperti:
 Zona dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya aktivitas perdagangan,
pemerintahan, dan keuangan yang cenderung terdistribusi secara
berkelompok dalam pusat pelayanan.
 Zona dari industri sekunder, pergudangan, dan perdagangan grosir yang
cenderung berkumpul di suatu tempat
 Zona permukiman sebagai tempat tinggal masyarakat dan ruang terbuka
hijau
 Jaringan transportasi yang menghubungkan antar zona‐zona.
2.5 Aktivitas Kawasan
Transformasi fisikal itu merupakan gambaran dari dinamikan aktivitas
penduduk, bahwa kota sebagai pusat konsentrasi aktivitas manusia mempunyai
peranan sentral dalam setiap sendi kehidupan di wilayah yang bersangkutan.
Kondisi fisikal perkotaan merupakan indikator normatif yang menjadi acuan
setiap bentuk transformasi fisikal ruang yang bersangkutan (Yunus,2000).    Pada
dasarnya transformasi fisikal adalah transformasi dari bentuk pemanfaatan lahan
non urban menjadi penggunaannya sebagai lahan urban. Pada dasarnya bentuk
pemanfaatan tata guna lahan adalah artikulasi kegiatan mausia yang berada di atas
sebidang tanah. Hal yang membedakan antara bentuk pemanfaatan lahan urban
dan non urban adalah orientasi pemanfaatan lahan karena perluasan kenampakan
fisikal urban ke arah luar (urban sprawl) merupakan fenomena yang tidak dapat
dicegah di lingkungan perkotaan (Malingreau,1981).
2.6 Peran Stakeholder Dalam Upaya Konservasi Cagar budaya
Dalam melaksanakan kegiatan konservasi benda maupun kawasan cagar
budaya diperlukan peran serta dari stakeholder. Dengan adanya kerjasama antar
stakeholder ini diharapkan tujuan dan hasil yang maksimal dari kegiatan
konservasi. Berikut ini adalah stakeholder yang terlibat dan perannya dalam
konservasi:
2.6.1 Peran Pemerintah
Otonomi daerah telah memberikan peluang kepada daerah untuk
melakukan inovasi dan terobosan dalam menjawab tantangan yang dihadapinya.
Tetapi kebijakan itu juga dipersepsikan sebagai momentum guna memenuhi
keinginan dan mempercepat pembangunan di daerahnya sendiri tanpa
memperhatikan kepentingan negara. Sementara, juga muncul ego kedaerahan,
sehingga dapat mempengaruhi disintegrasi bangsa akibat ketidak merataan dan
ketimpangan pembangunan daerah. Tentunya kondisi ini dipastikan akan terjadi
mengingat setiap daerah memiliki potensi lokal yang berbeda (Fatimah, 2009).
Pembahasan tentang otonomi daerah tidak terlepas pada kewenangan yang
diberikan kepada daerah, yang berupa urusan pemerintahan daerah. Terjadi
perubahan dalam cara penentuan urusan daerah otonom di Indonesia seperti
dipaparkan pada UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Kewenangan daerah kini mencakup seluruh urusan pemerintahan kecuali urusan
yang telah ditetapkan menjadi kewenangan pemerintah pusat yang meliputi:
politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional,
dan agama. Pembagian urusan antar susunan pemerintahan dilakukan dengan
mempertimbangkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan
memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Atas dasar
pembagian urusan tersebut, kini setiap daerah otonom memiliki hak dan
kewajiban masing-masing berupa urusan, yakni urusan waiib dan urusan pilihan.
(1) Urusan pilihan, merupakan urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan ke-sejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan; (2) Urusan wajib,
merupakan urusan yang harus dijalankan oleh daerah otonom sebagai bentuk
kewajibannya untuk memberikan pelayanan dasar dan menciptakan standardisasi
pelayanan publik di seluruh Indonesia (Muluk, 2009, h.201) Perjalanan
penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah juga mengalami berbagai dinamika,
termasuk permasalahan-permasalahan yang terjadi selama pelaksanaannya.
Permasalahan tersebut dapat terjadi pada urusan pilihan maupun yang wajib. Hal
ini terkait dengan kemampuan daerah masing-masing yang berbeda dalam
mengelola urusan tersebut. Salah satu kondisi permasalahan khususnya dalam
urusan wajib yakni dalam urusan kebudayaan adalah mengenai pengelolaan dan
pelestarian cagar budaya. Indonesia memiliki berbagai peninggalan-peninggalan
besar yang salah satunya adalah kawasan bersejarah dan bangunan-bangunan yang
berada di Kecamatan Peurelak, Kabupaten Aceh Timur. Peninggalan tersebut
merupakan salah satu cagar budaya yang harus dilindungi. Berdasarkan Undang-
undang No.11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Pengelolaan Cagar Budaya
dilakukan oleh badan pengelola yang dibentuk oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan/atau masyarakat hukum adat. Sehingga, dapat dikatakan pengelolaan
dan pelestarian cagar budaya dalam hal ini juga merupakan tanggung jawab dan
kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Timur.
Pemerintah selaku pembuat kebijakan dan pengontrol pembangunan di
daerah tersebut diharapkan dapat menjalankan fungsi pengaturan yaitu
merumuskan dan menegakkan peraturan konservasi yang disesuaikan dengan
kondisi cagar budaya saat ini. Selain itu, diperlukan fungsi koordinasi dan
perencanaan yang merupakan fungsi pemerintah dalam melakukan koordinasi
dengan stakeholder lainnya dalam merencanakan suatu kawasan.
2.6.2 Peran Masyarakat
Masyarakat selaku obyek pembangunan juga dibutuhkan keterlibatannya
dalam kegiatan ini. Keterlibatan dari masyarakat ini diartikan sebagai
keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan konservasi baik secara langsung maupun
tidak langsung, sejak dari gagasan, perumusan kebijakan hingga pelaksanaan
kegiatan. Partisispas secara langgsung berarti anggota masyarakat tersebut ikut
memberikan bantuan tenaga dalam kegiatan yang dilaksanakan. Pertisipasi tidak
langsung berarti keuangan dan material yang dibutuhkan (Wibisana,1989:41).  
 Sebagai suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi dan
kebutuhan masyarakat serta sikap masyarakat terhadap pembangunan.
 Masyarakat lebih mempercayai program jika mereka lebih dilibatkan
dalam proses persiapan dan peencanaannya karena mereka mengetahui
seluk beluk proyek itu dan akan timbul rasa memiliki terhadap proyek
tersebut.
2.7 Tata Cara Pemberian Insentif dan Diseinsentif Penataan Ruang
Prinsip-prinsip pemberian insentif dan disinsentif dalam perwujudan rencana tata
ruang, meliputi:
 insentif dapat diberikan sebagai upaya untuk memberikan rangsangan
terhadap upaya pelaksanaan kegiatan yang melampaui kewajiban dalam
kerangka perwujudan rencana tata ruang dan/atau sebagai upaya untuk
memberikan kompensasi kepada masyarakat yang dirugikan akibat
penetapan rencana tata ruang.
 disinsentif dapat diberikan sebagai upaya untuk mencegah pelaksanaan
kegiatan yang berakibat pada ketidaksesuaian pemanfaatan ruang.
 insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak
masyarakat;
 insentif dan disinsentif merupakan upaya pencegahan sebelum terjadinya
pelanggaran pemanfaatan ruang.
 insentif dan disinsentif berpeluang diberikan sebagai upaya penyesuaian
pemanfaatan ruang pada 3 (tiga) tahun masa penyesuaian sejak
ditetapkannya Rencana Tata Ruang.
 insentif dan disinsentif merupakan upaya mengubah perilaku dalam jangka
panjang.
 insentif dan disinsentif dalam RDTR dapat diinternalisasikan dalam PZ
melalui Teknik Pengaturan Zonasi.
Tipologi Insentif dan Disinsentif Berdasarkan Frekuensi Pemberian:
Berdasarkan frekuensi pemberiannya, insentif dan/atau disinsentif dapat
dibedakan menjadi:
a. Insentif dan/atau disinsentif yang diberikan satu kali.
 Insentif yang diberikan satu kali dapat diterapkan pada saat penerima
insentif melaksanakan kegiatan yang melebihi kewajibannya dalam rangka
perwujudan rencana tata ruang. Contoh insentif yang diberikan satu kali
antara lain: pengurangan retribusi, pemberian kompensasi, kemudahan
perizinan, pemberian penghargaan, dan/atau publikasi/promosi.
 Disinsentif yang diberikan satu kali dapat diterapkan untuk mencegah
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Disinsentif diberikan sebelum terjadinya ketidaksesuaian pemanfaatan
ruang. Contoh disinsentif yang diberikan satu kali antara lain: kewajiban
memberi kompensasi, persyaratan khusus dalam perizinan, dan/atau
kewajiban memberi imbalan
b. insentif dan/atau disinsentif yang diberikan menerus
 Insentif yang diberikan secara menerus diterapkan selama penerima
insentif masih melaksanakan kegiatan yang melebihi kewajibannya dalam
rangka perwujudan rencana tata ruang. Contoh insentif yang dapat
diberikan secara terus menerus, antara lain: pemberian keringanan pajak,
pengurangan retribusi, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan,
sewa ruang, urun saham, dan/atau penyediaan sarana dan prasarana.
 Disinsentif yang diberikan secara terus menerus diberikan selama
penerima disinsentif belum menyesuaikan kegiatan/pemanfaatan ruangnya
dalam jangka waktu penyesuaian Rencana Tata Ruang, yaitu 3 (tiga) tahun
sejak Rencana Tata Ruang ditetapkan. Disinsentif ini dapat diberikan
untuk membatasi pertumbuhan kegiatan yang tidak sesuai dengan Rencana
Tata Ruang dalam jangka waktu penyesuaian RTR. Apabila setelah habis
jangka waktu penyesuaian Rencana Tata Ruang dan belum dilakukan
penyesuaian, maka dilakukan pengenaan sanksi. Contoh disinsentif yang
dapat diberikan secara terus menerus, antara lain: pengenaan pajak yang
tinggi, kewajiban memberi kompensasi, dan pembatasan penyediaan
sarana dan prasarana.
 Pemberian insentif dan/atau disinsentif yang secara terus menerus
memerlukan pengawasan terhadap kontinuitas pemanfaatan ruang yang
diberi insentif dan/atau disinsentif
Tata cara pemberian insentif dan disinsentif tata ruang terdiri dari
beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah. Pemberian
insentif dan disinsentif harus mengacu pada rencana tata ruang yang telah dibuat
daerah untuk melihat kebijakan pemanfaatan ruang yang telah dimuat di dalam
rencana tata ruang. Pada kebijakan tentang pemanfaatan ruang harus dilihat
terlebih dahulu kesesuaian pemanfaatan ruang dengan membuat pertimbangan
batas ambang. Setelah dilakukan pertimbangan batas ambang, kemudian
dilakukan penilaian kesesuaian pemanfaatan ruang apakah telah sesuai atau tidak
sesuai dengan pemanfaatan ruang. Apabila tidak sesuai dengan pemanfaatan
ruang, maka diberikan sanksi, denda, dan pidana. Apabila telah sesuai dengan
pemanfaatan ruang maka terdapat beberapa tahapan yang perlu dilakukan bila
pemerintah dan/atau pemerintah daerah ingin melakukan pemberian insentif dan
disinsentif. Apabila telah sesuai dengan pemanfaatan lahan, tata cara pemberian
insentif dan disinsentif tata ruang:
dapat dilihat bahwa sebelum dilakukan pemberian insentif dan disinsentif
tata ruang perlu dilakukan tahapan sebagai berikut ini :
1. Melihat kesesuaian pemanfaatan ruang;
2. Memperhatikan batas ambang;
3. Melihat pertimbangan dominasi ruang;
4. Melihat kedudukan insentif dan disinsentif dalam penataan ruang;
5. Mempertimbangkan hirarki guna lahan pada pola ruang rencana tata ruang;
6. Memenuhi persyaratan teknis insentif dan disinsetif dalam penataan ruang;
7. Menentukan bentuk insentif dan disinsentif yang akan diberikan;
8. Mensinergikan bentuk pemberian insentif dan disinsentif dengan kebijakan
sektoral dan kebijakan spasial terkait;
9. Mensinergikan bentuk pemberian insentif dan disinsentif dengan fungsi ruang
dalam rencana tata ruang; dan
10. Melaksanakan pemberian insentif dan disinsentif sesuai dengan tata cara yang
ada.
Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh :
a. Pemrrintah kepada pemerintah daerah
b. Pemerintah daerah kepada pemerintah lainnya dan
c. Pemerintah kepada masyarakat
2.8 Aspek Insentif Disentif Kawasan Cagar Budaya
Penerapan insentif dan disinsentif untuk pelestarian cagar budaya harus
dilengkapi dengan tujuan, mekanisme, serta arahan penerapannya. Insentif dalam
pelestarian adalah instrumen untuk mempengaruhi pengambilan keputusan untuk
melestarikan bangunan dan insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang dan
bangunan di kawasan cagar budaya sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan
sedangkan disinsentif adalah instrumen untuk mencegah pengubahan bangunan.
Disinsentif adalah instrumen untuk mencegah pengubahan bangunan yang telah
ditetapkan sebagai cagar budaya. Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif
dilakukan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. Selain itu, dengan adanya
insentif disinsentif dapat meningkatkan pengembangan kawasan cagar budaya
karena kawasan menjadi terkendali dan teratur karena tidak semua fungsi bisa
masuk dalam kawasan ini dan memerlukan izin khusus bila ingin menggunakan
kawasan. Berdasarkan hal tersebut maka berikut ini adalah contoh bentuk insentif
dan disinsentif pelestarian cagar budaya khususnya bangunan tua yaitu:  
1. Insentif
A. insentif kepada pemerintah daerah diberikan dalam bentuk:
 Pemberian kompensasi
 Urun saham
 Pembangunan serta pengadaan
 infrastruktur Penghargaan
B. Insentif dari pemerintah kepada masyarakat diberikan dalam bentuk    
 Keringanan pajak  
 Pemberian kompensasi 
 Penyediaan infrastruktur
 Kemudahan prosedur perizinan 
 Penghargaan
2. Disinsentif dari pemerintah kepada masyarakat diberikan dalam bentuk
 Pengenaan pajak yang tinggi
 Pembatasan penyediaan Infrastruktur
 Pengenaan kompensasi
 Penalti
2.9 Pengembangan Kawasan
Pengambangan Kawasan adalah usaha untuk mengembangkan dan
meningkatkan hubungan kesaling tergantungan dan interaksi antara system
ekonomi, masyarakat, dan lingkungan hidup beserta sumber daya alamnya. Setiap
system memiliki tujuannya masing-masing.
Perencanaan pengembangan kawasan adalah suatu perencanaan berbasis
prakarsa masyarakat, yaitu perencanaan yang sepenuhnya mencerminkan
kebutuhan konkret masyarakat dalam proses penusunan dan benar-benar
melibatkan rakyat sekitar kawasan yang akan dikembangkan. Sejalan dengan
prinsip dan tujuan pengembangan kawasan, maka pembangunan kawasan
memerlukan penentuan lokasi atau kawasan yang tepat dan efisien.
Langkahlangkah perencanaan kawasan dilakukan sepereti dikemukakan berikut
ini;
a. Perizinan dan legalitas.
b. Survei kawasan.
c. Analisis kawasan.
d. Penentuan lokasi kawasan.
Dalam pengembangan kawasan bersejarah sebagai kawasan cagar budaya,
diupayakan pemberian insentif disinsentif pada kawasan ini sesuai dengan uu no
27 tahun 2006 mengenai penataan ruang. Bertujuan untuk pengoptimalan
kesusaian dalam pengembangan kawasan dan tetap mempertahankan nilai-nilai
penting dalam penjagaan, pelestarian cagar budaya.
2.10 Pengembangan Kawasan Bersejarah
1. Pelestarian Kawasan Bersejarah
Pelestarian atau konservasi bukanlah romantisme masa lalu atau upaya
untuk mengawetkan kawasan bersejarah, namun lebih di tujukan untuk menjadi
alat dalam mengolah transformasi dan revitalisasi kawasan tersebut. Upaya ini
bertujuan pula memberikan kualitas kehidupan masyarakat yang lebih baik
berdasarkan kekuatan aset lama, dan melakukan pencakokan program- program
yang menarik dan kreatif, berkelanjutan, serta merencanakan program partisipasi
dengan memperhitungkan estimasi ekonomi. Pelestarian adalah segenap proses
pengelolaan suatu tempat dan bangunan atau artefak agar secara historis, makna
kultural yang dikandungnya, terpelihara dengan baik. Perlindungan benda cagar
budaya merupakan salah satu upaya bagi pelestarian warisan budaya bangsa yang
mencerminkan peradaban suatu bangsa. Upaya pelestarian tersebut sangat berarti
bagi kepentingan pembinaan dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan
kebudayaan, serta pemanfaatan lainnya seperti pariwisata yang dapat
meningkatkan pendapatan negara.
Departemen Pemukiman daan Prasarana Wilayah (dalam Modul 1 Identifikasi
Kawasan) menjelaskan tentang aspek-aspek revitalisasi yaitu sebagai berikut :
a. Restorasi
Bentuk pelestarian yang paling konservatif adalah restorasi, yang
menyangkut pengembalian bangunan-bangunan pada kondisi orisinalnya.
Restorasi menyangkut penggantian unsur-unsur yang telah hancur dan membuang
elemen-elemen yang telah ditambahkan.
b. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah proses pengembalian bangunan atau kawasan kepada
kegunaannya semula melalui perbaikan dan perubahan, yang memungkinkan
diberlakukannya fungsi baru yang efisien dan sekaligus memelihara serta
melestarikan elemn bangunan dan kawasan yang penting dari nilai sejarah,
arsitektur dan budaya.
c. Konservasi adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan suatu bangunan dan
kawasan guna mempertahankan nilai kulturnya.
d. Preservasi adalah tindakan atau proses penerapan langkah-langkah dalam
mendukung keberadaan bentuk asli, keutuhan material bangunan/struktur, serta
bentuk tanaman yang ada dalam tapak.
e. Replikasi
Replikasi atau imitasi tidak digunakan secara luas pada skala kota sesuai
untuk beberapa situasi. Jenis imitasi yang lain digunakan bila ada sesuatu
kebutuhan untuk mengisi celah-celah antara bangunan yang ada. Bila suatu
kawasan sejarah mempunyai sifat-sifat arsitektural maka kadang-kadang
diisyaratkan bahwa pembangunanpembangunan baru itu tidak akan merusak jadi
replikasi adalah usaha mereplikasi, atau membentuk kembali bagian bangunan
yang hilang dengan menggunakan material yang lama dan baru.
f. Relokasi
Relokasi merupakan suatu pendekatan lain terhadap pelestarian. Relokasi
tidak dipergunakan secara luas namun dalam beberapa keadaan, pemindahan
bangunan dari suatu lokasi ke lokasi yang lain bisa dibenarkan.
g. Rekonstruksi
Rekonstruksi adalah proses membangun kembali bagian atau kawasan sesuai
bagian atau keseluruhan bagunan atau kawasan sesuai dengan bentuk awal,
dengan menggunakan material baru atau lama.
2.11 Analisi Deskriptif
Deskripsi adalah pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata secara
jelas dan terperinci (KBBI, 2001:258). Sedangkan statistik deskriptif merupakan
alat analisis untuk menjelaskan, meringkas, mereduksi, menyederhanakan,
mengorganisasi dan menyajikan data ke dalam bentuk yang teratur, sehingga
mudah dibaca, dipahami dan disimpulkan (Wiyono, 2001). Statistik deskriptif
digunakan untuk mendeskripsikan suatu keadaan atau masalah agar lebih mudah
dipahami.Analisis deskriptif merupakan analisis yang paling mendasar untuk
menggambarkan keadaan data secara umum. Analisis deskriptif ini meliputi
beberapa hal, yakni distribusi frekuensi, pengukuran tendensi pusat, dan
pengukuran variabilitas (Wiyono, 2001)
Distribusi frekuensi. Distribusi frekuensi merupakan susunan data-data
mentah yang acak dan sulit dibaca yang kemudian disusun berdasarkan kategori
tertentu dalam suatu daftar secara sistematis agar mudah dipahami. Distribusi
frekuensi dibagi menjadi beberapa jenis yaitu distribusi frekuensi secara tidak
berkelompok, distribusi rank order, distribusi frekuensi secara berkelompok, dan
grafik distribusi.
Pengukuran Tendensi Pusat. Ukuran tendensi pusat merupakan suatu ukuran
yang merupakan wakil kumpulan data untuk mendapatkan gambaran yang lebih
jelas mengenai data tersebut baik mengenai sampel ataupun populasi. Beberapa
macam ukuran tendensi sentral yaitu rata-rata (mean), median dan modus.
Tendensi pusat digunakan untuk melihat letak bagian terbesar dalam distribusi.
Pengukuran Variabilitas. Pengukuran variabilitas untuk menggambarkan
derajat berpencarnya data kuantitatif. Ukuran ini terdiri atas rentang antarkuartil,
simpangan kuartil, rata-rata simpangan, simpangan baku dan koefisien variasi,
serta varian. Pengukuran variabilitas berfungsi untuk mengetahui homogenitas
atau heterogenitas data. Suatu data bisa saja memiliki nilai tendensi pusat yang
sama namun memiliki nilai variansi yang berbeda
Dalam analisis deskriptif, data-data disajikan dalam bentuk tabel, diagram, grafik,
dan lain-lain. Hal ini ditujukan untuk mempermudah memahami data-data yang
disajikan. Dalam ilmu perencanaan, penggunaan statistik deskriptif dapat
dilakukan untuk mempermudah penyampaian informasi agar mudah diterima dan
dipahami.
Analisis deskriptif terdiri dari mean, median, modus, simpangan baku dan
varian. Terdapat empat data yang digunakan yaitu data nominal, data ordinal, data
interval dan data rasio. Namun, terdapat batasan dalam penggunaan data dengan
skala-skala tertentu. Data nominal hanya dapat digunakan untuk mengetahui
modus karena data nominal merupakan data yang paling sederhana. Data ordinal
dapat digunakan untuk mengetahui modus dan median. Sedangkan data interval
dan rasio digunakan untuk mengetahui baik modus, median, mean maupun
simpangan baku. Hal ini dikarenakan untuk menghitung mean hanya dapat
dilakukan dengan menggunakan data yang bisa dilakukan operasi matematik
seperti tambah, kurang, kali, bagi dan lain-lain.Dalam analisis deskriptif, terdapat
dua cara yaitu secara manual dan menggunakan software SPSS. Untuk cara
manual, dapat digunakan rumus-rumus matematis sebagai berikut.
 Rata-rata (Mean)
Rumus data tunggal:                                        Rumus data

berkelompok: 

 Modus
Untuk data tunggal, nilai yang paling banyak jumlahnya merupakan modus.
Misalnya dari data x1, x2, x3…. xn, xi adalah yang paling banyak muncul, maka
xi adalah modus. Dengan kata lain, modus adalah frekuensi yang paling banyak.
Rumus data berkelompok:

 Median
Untuk data tunggal, median terletak pada pertengahan data yang sudah diurutkan.
Data yang berjumlah ganjil, maka nilai tengah dapat langsung ditentukan. Namun,
untuk data yang berjumlah genap, nilai median adalah rata-rata dari dua datum
yang berada di pertengahan.
Rumus data berkelompok:

 Simpangan baku dan varian


Rumus data tunggal:           Rumus data berkelompok:

   
2.12 Analisis Komperatif
Penelitian komparatif adalah penelitian yang bersifat membandingkan.
Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan persamaan dan perbedaan dua
atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang di teliti berdasarkan kerangka
pemikiran tertentu. Pada penelitian ini variabelnya masih mandiri tetapi untuk
sampel yang lebih dari satu atau dalam waktu yang berbeda. Menurut Nazir
(2005: 58) penelitian komparatif adalah sejenis penelitian deskriptif yang ingin
mencari jawaban secara mendasar tentang sebab-akibat, dengan menganalisis
faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu.
Jadi peneitian komparatif adalah jenis penelitian yang digunakan untuk
membandingkan antara dua kelompok atau lebih dari suatu variabel tertentu.

Anda mungkin juga menyukai