Anda di halaman 1dari 43

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG CAGAR BUDAYA 100710

NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN


1. RANCANGAN Catatan umum: penggunaan kapital (huruf besar) dalam dokumen ini harus
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA mengikuti EYD
NOMOR… TAHUN …

TENTANG
CAGAR BUDAYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
2 Menimbang: bahwa cagar budaya (tidak perlu dengan kapital) merupakan perwujudan
a. bahwa Cagar Budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai perwujudan dari pemikiran, perilaku, dan kehidupan manusia pada masa lalu yang merupakan
pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan kekayaan budaya bangsa, yang penting artinya bagi pemahaman sejarah dan
Pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan pengembangan kebudayaan, termasuk ilmu pengetahuan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga harus dikelola dan dilestarikan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. CB perlu dilestarikan dan dikelola
secara tepat melalui upaya pelindungan, Pengembangan dan pemanfaatan dalam secara tepat melalui upaya pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan
rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat; dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan rakyat;
3 b.bahwa setiap kegiatan dalam upaya Pelestarian Cagar Budaya, peran masyarakat bahwa dalam setiap upaya pelestarian CB .....................
perlu dioptimalkan sesuai dengan sistem pemerintahan yang desentralistis serta
berorientasi pada Benda, Situs, dan Kawasan;
4 c.bahwa dengan adanya perubahan paradigma Pelestarian Cagar Budaya, diperlukan ............. pelestarian cagar budaya (tidak perlu kapital) ....
keseimbangan aspek ideologis, akademis, dan ekonomis guna meningkatkan Catatan: IDEOLOGIS tidak bisa disejajarkan dengan akademik dan ekonomi ,
kesejahteraan masyarakat; sehingga tidak bisa menjadi bagian dari proses trade-off dalam pengelolaan
CB.
5. d. bahwa Undang-Undang Nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya sudah
tidak sesuai dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam
masyarakat sehingga perlu diganti dengan Undang-Undang tentang Cagar Budaya;
6 e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Cagar Budaya;
7 Mengingat : Pasal 18 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 18 ayat (5), Pasal 18
ayat (6) , Pasal 20, Pasal 28 C, Pasal 28H ayat (4), Pasal 28I ayat
(3) Pasal 29 ayat (2), Pasal 31 ayat (5), Pasal 32 ayat (1), dan
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
8 Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
1
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG CAGAR BUDAYA.


9 BAB I Catatan: “undang-undang” TIDAK ditulis dengan kapital. Silakan mengacu
KETENTUAN UMUM pada EYD. Termasuk “benda,” “situs,” dan “kawasan.”
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Agama tidak perlu dilepas dari kebudayaan. Justru nilai-nilai sosial (kehidupan
1. Cagar Budaya adalah Benda buatan manusia dan/atau alam, yang berupa kesatuan bersama) perlu ditekankan.
atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisanya, Situs, dan Kawasan, yang
mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan
kebudayaan yang dilestarikan baik yang berada di darat maupun yang di air.
10 2. Benda Cagar Budaya adalah Benda buatan manusia, dan/atau Benda alam Benda cagar budaya adalah benda buatan manusia, dan/atau benda alam
bergerak atau tidak bergerak, yang telah ditetapkan sesuai dengan peraturan koma bergerak atau tidak bergerak, yang telah ditetapkan sesuai dengan
perundang-undangan. peraturan perundang-undangan.
11 3. Situs adalah lokasi yang berada di darat dan di air yang mengandung Benda cagar ........ dan/atau di air .......
budaya dan/atau yang berkaitan dengan kegiatan dan peristiwa masa lalu serta ...... nilai penting sejarah, ilmu (setahu saya sudah lama dianjurkan pusat
mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. bahasa di ITB utk cukup menulis “ilmu”), kebudayaan, sosial (kehidupan
bersama), dan estetika.
Catatan: dalam pandangan saya yang diterapkan Burra Charter malah jelas:
sejarah, ilmu, sosial, dan estetika.
12 4. Kawasan adalah satuan ruang geografis yang memiliki sejumlah Situs yang .ruang geografik ......... sejumlah situs yang berdekatan dan berkaitan, dan/atau
berdekatan dan/atau yang memiliki keunikan/kekhasan, dengan fungsi untuk yang memiliki ....... yang perlu dikelola dengan baik demi kelestarian cagar
kelestarian Cagar Budaya. budaya. CATATAN: kawasan bisa merupakan kawasan perdesaan atau
perkotaan, dan skalanya bisa berupa kampung atau bagiannya; bagian kota
atau seluruhnya (kawasan benteng de Vijfhoek atau Kota Lama Semarang, dan
Kota Lasem); dan satuan ekosistem (contoh: Sembalun di P. Lombok) .
13 5. Pengelolaan adalah upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan ........ sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.
memanfaatkan Cagar Budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, Catatan:
pelaksanaan, dan pengawasan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 1) kata kesejahteraan tidak akan memerosokkan orang pada pemikiran yang
melulu berkaitan dengan materi, tetapi lebih luas.
2) pada cagar budaya bangunan gedung, pemanfaatan, yang merupakan
aspek sangat penting, mencakup pengertian mempertahankan atau
mengembalikan kelaikan fungsi DAN integritas arsitekturnya.

14 6. Pelindungan adalah upaya untuk mencegah dan menanggulangi segala gejala atau
akibat yang disebabkan oleh perbuatan manusia atau proses alam, yang dapat
menimbulkan kerugian atau kemusnahan bagi nilai manfaat dan keutuhan Cagar
Budaya dengan cara Pendaftaran, Penyelamatan, Pengamanan, pemeliharaan,
pemugaran, dan/atau Zonasi.
15 7. Pengembangan adalah upaya revitalisasi, adaptasi, pembinaan, pengkajian Dalam hal bangunan gedung pengembangan adalah perubahan yang dilakukan
dan/atau penelitian Cagar Budaya. terhadap cagar budaya bangunan gedung beserta lingkungannya sehubungan
2
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
dengan perpanjangan atau pengembalian pemanfaatannya untuk
menyesuaikan dengan kebutuhan dan/atau tuntutan masa kini sejauh
memenuhi persyaratan kelaikan fungsi, keandalan bangunan, dan
mempertahankan integritas arsitektur benda cagar budayanya.
Mengenai pelaksanaan pengembangan selanjutnya diatur dengan PP.

kesesuaian fungsi, persyaratan tata bangunan, keselamatan, kesehatan,


kenyamanan, dan kemudahan, terhadap izin mendirikan bangunan gedung
yang telah diberikan.

16 8. Pemanfaatan adalah upaya untuk memanfaatkan Cagar Budaya secara optimal ............... adalah penggunaan CB sebagaimana atau sesuai dengan ketika CB
untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap mempertahankan tersebut diciptakan, dan/atau sesuai dengan kebutuhan dan tantangan masa
kelestarian. kini, dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip pelestarian CB
bersangkutan.
Catatan: Sekali lagi kata “kesejahteraan” lebih arif, untuk menangkal kerakusan.
17 9. Pelestarian adalah segala upaya untuk mempertahankan keberadaan Cagar .... upaya pengelolaan CB untuk mempertahankan keberadaannya, dengan
Budaya, dengan cara melindungi untuk dikembangkan dan dimanfaatkan dengan cara melindungi; serta memanfaatkan dan mengembangkannya sejauh
tetap mempertahankan keaslian bentuk, tata letak, gaya kekhasannya, bahan, dimungkinkan, dengan tetap mempertahankan bentuk: tata letak, gaya
dan/atau teknologi pengerjaannya. (langgam), bahan, serta kekriyaan dan/atau teknologi, sesuai dengan aslinya
atau menurut zaman/periode tertentu yang diketahui dan didukung data. .
LIVING HERITAGE bangunan gedung - proses pengelolaan terhadap
bangunan gedung bersejarah yang terdiri atas serangkaian tindakan untuk
mempertahankan atau mengembalikan kelaikan fungsi bangunan gedung
bersejarah DAN mempertahankan integritas arsitekturnya.

18 10. Penyelamatan adalah upaya segera dalam menanggulangi Cagar Budaya dari
acaman kerusakan yang ditimbulkan oleh alam dan/atau manusia.
19 11. Pengamanan adalah upaya preventif dan represif dalam rangka menjaga dan ..... upaya pencegahan dalam ......
melindungi Cagar Budaya.
20 12. Pendaftaran adalah pencatatan Cagar Budaya untuk ditetapkan kepemilikan ?????
dan/atau penguasaannya melalui Register Nasional dalam rangka inventarisasi Mengapa tidak memakai kata bahasa Indonesia SENARAI NASIONAL
Cagar Budaya.
21 13. Penetapan adalah tindakan menetapkan status hukum tentang status hukum Cagar Penetapan adalah tindakan menentukan status hukum cagar budaya oleh
Budaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
22 14. Kepemilikan adalah hak terkuat dan terpenuh terhadap Cagar Budaya dengan tetap
memiliki fungsi sosial.
23 15. Penguasaan adalah pemberian hak atau kewenangan untuk mengurus Cagar
Budaya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
24 16. Tim Ahli adalah sekelompok orang yang memiliki keahlian dan sertifikat profesi Pertanyaan: siapakah yang menerbitkan sertifikat?
sesuai dengan kebutuhan.

3
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
25 17. Penghapusan adalah tindakan menghapus status Cagar Budaya dari Register Penghapusan adalah tindakan menghilangkan status Cagar Budaya dari Daftar
Nasional. Nasional (atau Senarai Nasional).
Catatan: Mengapa memakai istilah “register?” kan tidak harus menyamai
National Register-nya AS?
26 18. Register Nasional adalah daftar Cagar Budaya yang wajib dikelola dan dilestarikan Senarai NASIONAL (SN) adalah daftar CB yang .....
untuk kepentingan nasional dan kemanusiaan.
27 19. Zonasi adalah upaya Pelindungan Cagar Budaya melalui penentuan batas Situs Pemintakatan (toch kata ini sudah dipakai kan?) adalah proses penentuan dan
dan/atau Kawasan melalui penetapan dengan cara membaginya ke dalam zona inti, penetapan batas situs dan/atau kawasan, dan pembagiannya ke dalam
zona penyangga, dan zona Pengembangan. mintakat inti, penyangga, dan pengembangan.
28 20. Pemeliharaan adalah upaya perawatan dan pengawetan Cagar Budaya dari
kerusakan yang diakibatkan oleh faktor manusia dan/atau alam.
29 21. Pemugaran adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengembalikan CATATAN: mesti diperbedakan antara
keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan Cagar Budaya.
30 22. Perbanyakan adalah kegiatan membuat replika, duplikat, atau tiruan Benda Cagar
Budaya, baik secara keseluruhan maupun sebagian.
31 23. Pengalihan adalah proses mengalihkan hak kepemilikan dan/atau penguasaan
Cagar Budaya dari seseorang kepada orang lain atau kepada negara.
32 24. Setiap orang adalah perseorangan, masyarakat, kelompok orang, atau badan
usaha.
33 25. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indoesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
34 26. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
35 27. Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
kebudayaan.
36 28. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai
negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan.
37 BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP
39 Pasal 2 Catatan:
Undang-Undang ini mengandung asas : “Undang-undang” (kapital di sini dimaksudkan utk kata pertama dalam sebuah
a. Bhinneka Tunggal Ika; kalimat, dan BUKAN judul, jadi kata kedua tidak perlu dg kapital).
....... mengandung azas yang diturunkan dari semboyan negara Bhinneka
Tunggal Ika.
40 b. keadilan;
41 c. manfaat;
42 d. kelestarian;
43 e. keberlanjutan; dan
4
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
44 f. partisipasi masyarakat. Sebetulnya tanpa disebutkan pun, kalau sudah disebutkan keberlanjutan secara
otomatis ada partisipasi masyarakat, karena ini merupakan pilar utama
sustainability.
45 Pasal 3 Kok terlalu berlebihan.
Undang-Undang ini bertujuan untuk: Mengapa tidak STRAIGHT FORWARD dengan: menyelamatkan dan
a. meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui peninggalan Cagar Budaya; melestarikan warisan/pusaka budaya Indonesia.
46 b. melestarikan Cagar Budaya bangsa;
47 c. mengenalkan Cagar Budaya bangsa kepada dunia internasional; dan d. menmperkenalkan warisam budaya bangsa generasi penerus, dan kepada
dunia internasional; dan
48 e. meningkatkan kesejahteraan rakyat. f. Mendukung peningkatan kesejahteraan rakyat (kalau meningkatkan saja
sepertinya menebar janji palsu).
49 Pasal 4 Pengelolaan cagar budaya meliputi pelindungan, pemanfaatan, dan
Pengelolaan Cagar Budaya meliputi Pelindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan pengembangan cagar budaya, baik yang berada di darat, maupun di air.
Cagar Budaya di darat dan di air.
50 BAB III
KRITERIA DAN PERINGKAT CAGAR BUDAYA
51 Pasal 5 Bangunan gedung/kawasan yang dimanfaatkan dan yang masih bisa
(1) Cagar budaya terdiri dari benda cagar budaya, situs, dan kawasan. dimanfaatkan?????
52 (2) Cagar Budaya dibagi atas peringkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Berdasarkan kewenangan pengelolaannya, cagar budaya ..... dst
53 Pasal 6 Pasal 6
(1) Benda Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) terdiri (2) Benda cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1)
atas Benda buatan manusia dan/atau Benda alam. terdiri atas benda buatan manusia dan/atau benda alam.
54 (3) Benda Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki kriteria: a. berupa benda bergerak atau tidak bergerak, sendiri atau berkelompok, atau
bagiannya atau sisanya, dan memenuhi sebagian atau seluruh kriteria berikut:
a. memiliki nilai penting bagi sejarah, pendidikan, ilmu pengetahuan,
agama, dan kebudayaan;
55 b. berupa Benda bergerak atau tidak bergerak; Lihat #9 Ketentuan Umum
c. memiliki nilai penting sejarah, pendidikan, sosial-budaya, dan estetika 
DIURAKAN DALAM PENJELASAN
sejarah: 1) keterkaitan atau lokasi peristiwa dalam sejarah; 2) keterkaitan
dengan tokoh dalam sejarah; 3) keterkaitan dengan atau habitat
komunitas/kelompok yang hidup turun temurun yang menunjukkan kearifan
yang menonjol; 4) keterkaitan dengan individu atau kelompok
perancang/pembangunnya dan kehidupannya.
Pendidikan: 1) merupakan capaian dari proses penciptaan yang berlangsung
secara berangsur-angsur dalam kehidupan masyarakatnya di masa lalu, atau
yang dilahirkan oleh pemikiran dan/atau kajian yang menyeluruh, mendalam,
dan rinci (cipta, karsa, karya) dan/atau 2) mengandung atau diduga
mengandung tinggalan arkeologis yang bermanfaat bagi dunia ilmu. .
Sosial-budaya: 1) mempunyai makna atau menjadi referensi untuk bagian dari
5
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
kehidupan masyarakat tertentu. Contoh: ringin kurung di alun-alun di samping
alun-alunnya sendiri;
Estetika: mengandung nilai-nilai estetika zamannya sebagai ciptaan.

56 c. d. mewakili kekhasan dan/atau menandai zaman penciptaannya, dan/atau


mencerminkan gaya pada masa sekurang-kurangnya 50 tahun berselang
57 d. mewakili masa gaya yang khas dan/atau mewakili masa gaya sekurang- e. memiliki ciri khas atau keunikan, atau keistimewaan
kurangnya berumur 50 (lima puluh) tahun.
g. terancam kepunahan dalam jenisnya yang mewakili dan/atau menandai
zamannya.

58 Pasal 7 OK
Situs sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) memiliki kriteria:
a. mengandung Benda cagar budaya;
59 Merupakan tempat berlangsungnya peristiwa penting dalam sejarah (nasional,
b. berkaitan dengan peristiwa atau tokoh sejarah; dan/atau atau regional, atau lokal); atau mempunyai keterkaitan dengan kehidupan tokoh
dalam sejarah; atau mempunyai kerkaitan dengan kehidupan tokoh yang
mempunyai peran besar dalam proses penciptaan CB, situs dan/atau kawasan.
Contoh: tempat berlangsungnya proklamasi, tempat berlangsungnya perang
bubat, tempat kejadian peperangan 5 hari; rumah kediaman proklamator atau
tempat kelahiran tokoh pendidikan; rumah kediaman Arsitek Silaban, Antonio
Blanco, Affandi, tempat kelahiran atau dibesarkannya Sudjatmoko dll.
60 Mempunyai keterkaitan dengan kegiatan manusia atau penghuninya pada
c. berkaitan dengan hasil aktivitas manusia pada masa lalu. masa lalu, baik yang sudah tidak dihuni, maupun yang masih dihuni dengan
kesinambungan. .
61 Pasal 8
Kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) memiliki kriteria:
a. berupa lansekap budaya;
62 b. mengandung Situs dan Benda cagar budaya; dan/atau
63 c. serial, gugusan (kluster), beragam Situs, dan beragam Benda cagar budaya.
d. merupakan satuan permukiman dan/atau satuan ekosistem (contoh
sembalun, menoreh, lembah napu dsb.
64 Pasal 9 a. susah dimengerti, dan tidak realistik. Apakah definisi bangsa Indonesia?
Peringkat Cagar Budaya nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) sejak kapan so-called bangsa terbentuk?
memiliki kriteria: Yang lebih penting justru
a. mencerminkan kesatuan dan persatuan bangsa; “mempunyai ciri khas dan keunikan budaya yang mencerminkan proses
catatan: peringkat semsetinya tidak mengacu pada aspek/lingkup geografik semata, penciptaan yang memperhitungkan faktor-faktor setempat: budaya/sub-budaya,
tetapi juga menyangkut aspek lain, termasuk keagungan, keistimewaan (one in the iklim, sumber daya alam dan manusia, termasuk percampurannya dengan
country), kualitas, yang pertama atau tertua di seluruh negeri (misal setasiun kereta budaya pendatang.”
api, kantor pos, universitas/sekolah dsb), juga kemungkinan kemampuan daerah Peringkat nasional dalam buitir ini menyangkut signifikansi atau kualitasnya
6
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
mengelolanya. yang luar biasa.
BTW, mengapa tidak dibuat sederhana saja. Di atas sudah disebutkan kriteria
benda cagar budaya. tinggal dievaluasi saja, misalnya:
1) sejarah: sejarah yang berskala dan mempunyai pengaruh/dampak nasional,
seperti proklamasi kemerdekaan; tokoh nasional atau berkaliber serupa, seperti ir.
Soekarno, drs. Moh. Hatta, Silaban, Gajah Mada dll
2) ilmu: tata air seperti pada sistem tata air dg Armada (P. Lombok) termasuk hulu
dan hilirnya; Taman Sari dan sekitarnya; gedung DPR/MPR, masjid Istiqlal, jembatan
Musi, yang sangat menonjol sebagai suatu capaian, sekaligus potensial sebagai
pemecahan masalah/isu masa kini (global warming), Pasar Johar
3) sosial budaya: makna khusus bagi komunitas/masyarakat yang dapat mewakili
bangsa. Contoh: lapangan proklamasi, kompleks olah raga Senayan, Monas
4) estetika: istana tampaksiring, pura besakih,
65 b. mewakili sebuah karya adiluhung yang kreatif dan jenius Mewakili karya dan/atau proses pencarian dan adaptasi kreatif dan jenius,
termasuk karya adiluhung (dengan demikian maka karya vernakuler yang
banyak dimiliki Indonesia akan masuk). .
Contoh: tongkonan Toraja, rumah gadang, rumah rakit Palembang, SELAIN
Kraton Surakarta/Jogjakarta, dan Taman Sari, serta Pasar Johar, Pohsarang,
dan SCS Tegal. .
66 c. merupakan Cagar Budaya yang sangat langka dan unik; Dan satu-satunya atau satu di antara sedikit yang masih ada
67 d. menunjukkan pertukaran nilai penting kemanusiaan pada kurun Pertukaran? Proses akulturasikah? Inkulturasi?
waktu atau pada sebuah Kawasan; Contoh: baju raja,
68 e. memiliki bukti kuat peradaban yang masih hidup atau yang telah Menunjukkan atau mencerminkan .......
punah;
69 f. merupakan contoh luar biasa dari suatu bangunan atau rancangan merupakan capaian luar biasa dari rancangan bangunan atau arsitektur atau
arsitektur atau teknologi atau lanskap yang menggambarkan tahapan penting sejarah lansekap dan/atau teknologi yang menunjukkan tahapan penting sejarah
umat manusia; peradaban.
70 g. merupakan contoh yang sangat signifikan dari suatu/sebuah OK
pemukiman tradisional atau tata guna lahan tradisional yang mewakili suatu/sebuah
kebudayaan dan telah rapuh secara alamiah atau menjadi rentan sebagai akibat
perubahan sosial budaya atau ekonomi; dan/atau
71 h. berasosiasi secara langsung dengan peristiwa atau tradisi yang
masih berlangsung.
72 Pasal 10 CATATAN
Peringkat Cagar Budaya provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) Cara merumuskan analog dg tingkat nasional, HANYA DI SINI BERPIJAK
memiliki kriteria: PADA SEJARAH LOKAL/KOMUNITAS-KOMUNITAS
a. mencakup kepentingan Pelestarian lintas Kawasan di Pusaka/tinggalan yang berupa satuan kawasan dan/atau ekosistem
kabupaten/kota; Peringkat cagar budaya provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
memiliki kriteria:
mencakup kepentingan Pelestarian lintas Kawasan di kabupaten/kota;

7
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
73
b. peristiwa dan tokoh sejarah tingkat provinsi;
74
c. merupakan hasil karya yang memiliki keunikan atau kekhasan
provinsi;
75 d. memiliki keunikan atau sebagai bukti kuat peradaban yang
masih hidup atau yang telah punah;
e. merupakan contoh luar biasa dari suatu bangunan atau rancangan arsitektur atau
76 teknologi atau lanskap yang menggambarkan tahapan penting sejarah provinsi;
f. merupakan contoh yang sangat signifikan dari suatu pemukiman tradisional atau tata
77 guna lahan tradisional yang mewakili suatu kebudayaan dan telah rapuh secara alami
atau menjadi rentan sebagai akibat perubahan sosial budaya atau ekonomi; dan/atau
78 g. berasosiasi secara langsung dengan peristiwa atau tradisi yang masih berlangsung.
79 Pasal 11 Masuk dalam golongan ini:
Peringkat Cagar Budaya kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) 1) rumah tinggal, termasuk perumahan pabrik gula dan perkebunan lainnya, PT
memiliki kriteria: KA, rumah kediaman tokoh
a. mencakup kepentingan Pelestarian Cagar Budaya di
kabupaten/kota;
80 b. peristiwa dan tokoh sejarah tingkat kabupaten/kota;
81 c. merupakan hasil karya yang memiliki keunikan atau kekhasan
kabupaten/kota;
82 d. sebagai bukti kuat peradaban yang masih hidup atau yang telah
punah;
83 e. merupakan contoh luar biasa dari suatu bangunan atau
rancangan arsitektur atau teknologi atau lanskap yang menggambarkan tahapan
penting sejarah kabupaten/kota;
84 f. merupakan contoh yang sangat signifikan dari suatu pemukiman
tradisional atau tata guna lahan tradisional yang mewakili suatu kebudayaan dan
telah rapuh secara alami atau menjadi rentan sebagai akibat perubahan sosial
budaya atau ekonomi; dan/atau
85 g. berasosiasi secara langsung dengan peristiwa atau tradisi yang
masih berlangsung.
86 BAB IV
PELINDUNGAN
87 Bagian Kesatu
Umum

Pasal 12
8
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
(1) Negara wajib melindungi Cagar Budaya.
88 (2) Pelindungan Cagar Budaya oleh Negara dilakukan dengan cara Penyelamatan, Urutan: pendaftaran, penetapan zonasi, penertiban pemanfaatan,
Pengamanan, Pendaftaran, penetapan penertiban, Zonasi, pemeliharaan, dan penyelamatan, pengamanan, pemeliharaan, dan tindakan dalam lingkup
pemugaran. pelestarian
89 (3) Setiap orang wajib melindungi Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau dikuasainya.
90 Bagian Kedua
Penyelamatan

Pasal 13
(1) Penyelamatan Cagar Budaya dilakukan untuk:
91 a. mencegah kerusakan Cagar Budaya karena faktor alam dan/atau manusia PERTANYAAN
yang berakibat berubahnya keaslian dan nilai sejarah Cagar Budaya; dan Nilai sejarah apa bisa hilang? Dalam hal bangunan gedung/lingkungan binaan
yang bisa terancam hilang atau berkurang adalah integritas arsitekturnya.
Mencegah kerusakan cagar budaya oleh alam dan/atau manusia yang berisiko
kemusnaan untuk cagar budaya bergerak, dan mengubah atau mengganggu
integritas arsitektur bagi cagar budaya bangunan.
92 b. mencegah beralihnya kepemilikan dan/atau penguasaan Cagar Budaya yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

93 (2) Penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam
keadaan darurat dan keadaan biasa.
(3) TAMBAHAN
Penyelamatan dalam keadaan darurat herus segera ditindaklanjuti dengan
tindakan-tindakan bertujuan pelestarian (pemugaran atau rekonstruksi) pada
objek dan lingkungannya.
94 Pasal 14
(1) Tindakan Penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b
dapat dilakukan melalui upaya:
a. pelaporan kepada instansi yang terkait apabila Cagar Budaya yang
berada di bawah pemilikan dan/atau penguasaan hilang atau rusak.
95 b. pemindahan Benda cagar budaya yang terancam keselamatannya b. Pemindahan benda cagar budaya dari lokasi semula ke tempat yang aman
baik karena faktor alam maupun manusia atau karena rencana pembangunan sampai pada kondisi yang dinilai aman.
sekitar Situs dan/atau Kawasan. c. dalam hal rencana pembangunan di sekitar situs/kawasan mengancam
benda cagar budaya pada lokasinya maka dilakukan penyelidikan dan kajian
untuk memutuskan tindakan yang tidak merusak dan/atau mengganggu
keterkaitan benda cagar budaya dengan situs dan/atau kawasannya.
96 (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelamatan Cagar Budaya diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
97 Bagian Ketiga
Pengamanan

9
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
Pasal 15
(1) Pengamanan Cagar Budaya dilakukan untuk menjaga Cagar Budaya agar tidak
hilang, rusak, dan musnah.
98 (2) Pengamanan terhadap Benda cagar budaya dilakukan dengan cara memelihara,
merawat, menyimpan dan/atau menempatkan pada tempat yang telah ditentukan.
99 (3) Pengamanan terhadap Situs dan Kawasan dilakukan dengan menentukan batas-
batas Situs dan Kawasan melalui Zonasi.
100 (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pengamanan Cagar Budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
101 Bagian Keempat
Pendaftaran dan Penetapan
Pasal 16
(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya wajib
mendaftar kepada pemerintah kabupaten/kota.
102 (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan Pendaftaran
Cagar Budaya yang dikuasai negara atau yang tidak diketahui pemiliknya yang
berada di wilayah kewenangannya.
103 (3) Pemerintah menyusun Register Nasional melalui penyelenggaraan .... menyusun Senarai Nasional melalui penyelenggaraan pendaftaran.
Pendaftaran.
104 (4) Peyelenggaraan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) .... dilengkapi dengan dokumentasi berbentuk gambar/foto dan uraian katawi.
harus dilengkapi dengan deskripsi dan dokumentasi.
105 (5) Pemilik Cagar Budaya yang telah terdaftar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) berhak mendapat sertifikat kepemilikan Cagar Budaya.
106 Pasal 17
(1) Cagar Budaya dikategorikan dalam tiga tingkatan, yaitu tingkat nasional,
provinsi, dan kabupaten/kota.
107 (2) Tingkatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk tingkat
nasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri, tingkat provinsi dengan Keputusan
gubernur, atau tingkat kabupaten/kota dengan Keputusan bupati atau walikota.
TAMBAHAN
(3) Cagar budaya yang telah ditetapkan pada tingkat tertentu tetapi dinilai memiliki
nilai-nilai setara dengan kategori pada tingkat di atasnya, maka setelah melalui
penetapan cagar budaya tersebut diperlakukan sebagaimana pada tingkatnya
yang baru.
Proses perubahan dan penetapan diatur dalam pereaturan menteri.
108 (4) Penilaian tingkatan Cagar Budaya dilakukan oleh Tim Ahli sesuai dengan
keahliannya dan telah memiliki sertifikasi.
(5) Tim Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan
109 Menteri, Keputusan Gubernur, atau Keputusan Bupati/Walikota sesuai dengan
10
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
kewenangannya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat
110 (4) diatur dengan Peraturan Menteri.
111 Pasal 18
Cagar Budaya tingkat nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dapat
diusulkan oleh Pemerintah menjadi warisan budaya dunia.
112 Pasal 19
(1) Penetapan Benda Cagar Budaya, Situs, dan Kawasan sebagai Cagar Budaya
dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah berdasarkan rekomendasi Tim
Ahli.
(2)
113 (3) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai upaya
untuk mencegah:
a. kerusakan karena faktor alam dan/atau akibat ulah manusia;
114 b. pengalihan kepemilikan dan penguasaan kepada orang yang tidak
berhak; dan
115 c. pengubahan keaslian dan nilai sejarah Cagar Budaya.
116 (4) Tim Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri, Gubernur
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
117 (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan Benda Cagar Budaya, situs
dan kawasan sebagai cagar budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
118 Pasal 20
(1) Pemerintah atau Pemerintah Daerah melakukan sosialisasi hasil penetapan Cagar
Budaya kepada masyarakat melalui berbagai cara.
119 (2) Sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan tetap
memperhatikan aspek keamanan Cagar Budaya dan pemiliknya.
120 Pasal 21
Pemerintah atau Pemerintah Daerah memberikan sertifikat kepemilikan Cagar Budaya
sesuai dengan kewenangannya berdasarkan rekomendasi Tim Ahli sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1).
121 Pasal 22
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman dan/atau tata cara Pendaftaran dan penetapan
Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
122 Bagian Kelima
Zonasi
Pasal 23
(1) Untuk kepentingan Pelindungan Cagar Budaya diatur batas-batas Situs dan
lingkungannya sesuai dengan kebutuhan.
123 (2) Batas-batas Situs dan lingkungannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Mengapa tidak memakai kata “mintakat” yang telah dikenal lama?

11
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
ditetapkan dengan sistem Zonasi yang terdiri atas zona inti, penyangga, dan
Pengembangan.
124 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Zonasi Cagar Budaya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
125 Bagian Keenam
Pemeliharaan
Pasal 24
(1) Pemeliharaan dengan perawatan terhadap Cagar Budaya dilakukan untuk
mencegah dan menanggulangi kerusakan dan pelapukan akibat pengaruh alam
dan perbuatan manusia.
126 (2) Upaya perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara
menjaga kebersihan, mengawetkan Benda, melakukan perbaikan atas kerusakan
dengan memperhatikan kondisi bahan, keterawatan, dan nilai yang dikandung
Cagar Budaya.
127 (3) Dalam hal pemeliharaan Benda cagar budaya bawah air, perawatannya harus
dilakukan sejak Benda tersebut diangkat dari bawah air sampai ke tempat
penyimpanannya.
128 (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeliharaan Cagar Budaya diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
129 Bagian Ketujuh Pada bangunan gedung
Pemugaran Pemugaran adanal tindakan untuk mengembalikan bangunan gedung
Pasal 25 bersejarah pada keadaan saat pertama kali dibangun, atau pada periode
(1) Pemugaran Cagar Budaya dilakukan dengan cara memperbaiki, memperkuat tertentu yang datanya tersedia, baik dengan cara menghilangkan
struktur, mengawetkan melalui rekonstruksi, konsolidasi/stabilisasi, dan rehabilitasi tambahan/tempelan yang dibubuhkan kemudian, maupun dengan
sesuai dengan tingkat kerusakannya. mengembalikan/mengganti bagian-bagian yang hilang.
Boleh tambahkan: ... dalam hal dijumpai masalah struktural maka boleh
disisipkan perkuatan struktur ... dsb.
Dalam perkara bangunan gedung, pemugaran sekaligus mempertahankan
kelaikan fungsi (keandalan bangunan) dan integritas arsitektur
130 (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemugaran Cagar Budaya diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
131 BAB V
PENGHAPUSAN
132 Pasal 26 CATATAN
(1) Penghapusan Cagar Budaya dari Register Nasional dapat dilakukan apabila Dalam kasus bangunan gedung, bila cagar budaya tsb bernilai tinggi
Cagar Budaya: (signifikansi budayanya tinggi) maka yang dilakukan BUKAN penghapusan,
a. rusak, hancur, atau tinggal sisanya, yang tidak mungkin dapat MELAINKAN rekonstruksi.
diperbaiki, dikembalikan, atau dipugar menjadi seperti keadaan, bentuk, dan
kandungan nilai semula;
b. musnah; atau

12
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
c. hilang dan dalam jangka waktu 6 (enam) tahun tidak dapat
ditemukan.
133 (2) Dalam hal Cagar Budaya yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c ditemukan kembali, Cagar Budaya itu harus didaftarkan kembali.
134 (3) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tidak
menghilangkan data awal dokumentasi Cagar Budaya.
135 Pasal 27
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman dan/atau tata cara penghapusan Cagar
Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
136 BAB VI
PENGEMBANGAN DAN PENELITIAN
137 Bagian Kesatu Pada cagar budaya bangunan gedung, prinsip pelestarian adalah
Pengembangan 1) menjaga dan mempertahankan integritas arsitektur dengan
Pasal 28 mempertahankan seluruh atau sebagian atribut: langgam, setting (lingkungan
(1) Pengembangan Cagar Budaya harus berdasarkan pada prinsip-prinsip Pelestarian dalam batas properti dan dalam kasus kawasan maka ruang jalannya juga),
Cagar Budaya bahan, kakriyaan; tipologi bangunan, dan kesinambungan (pengguna/pemilik)
138 (2) Pengembangan Cagar Budaya dilakukan melalui penelitian, revitalisasi, dan Pada kasus bangunan gedung, pengembangan adalah penambahan atau
adaptasi Cagar Budaya yang berkesinambungan dengan memperhatikan sumber sisipan pada bangunan gedung cagar budaya atau lingkungannya untuk
daya manusia yang memiliki pengetahuan dan kemampuan teknologi di bidangnya. memenuhi kebutuhan atau tuntutan baru, baik bila akan dilakukan pengalihan
fungsi, dalam pemanfaatannya, maupun tidak.
Pengembangan hanya boleh dilakukan setelah kajian/penelitian atas benda
cagar budaya dan lingkungannya, dan ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN.
139 (3) Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan oleh
masyarakat, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.
140 (4) Pengembangan Cagar Budaya oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dilakukan dengan mengajukan permohonan rencana Pengembangan yang
disampaikan secara tertulis dan dilengkapi hasil studi yang memenuhi standar
teknis Pengembangan Cagar Budaya sesuai dengan pedoman yang ditentukan
oleh Pemerintah.
141 (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pengembangan Cagar Budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
142 Bagian Kedua
Penelitian
Pasal 29
(1) Penelitian secara arkeologis dan analisis mengenai dampak lingkungan wajib
dilakukan oleh setiap orang pada setiap rencana kegiatan yang diduga
mengakibatkan tercemar, pindah, rusak, musnah, atau hilangnya Cagar Budaya.
143 (2) Pelaksanaan penelitian arkeologis dan analisis mengenai dampak lingkungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
13
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
peraturan perundang-undangan.
144 Pasal 30
(1) Penelitian terhadap Cagar Budaya hanya dapat dilakukan untuk kepentingan
Pelestarian, pendidikan, Pengembangan ilmu pengetahuan, agama, kebudayaan,
dan/atau pariwisata.
145 (2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: Apakah jenis penelitian berdasarkan tujuannya semacam ini merupakan urusan
a. penelitian murni; dan undang-undang BCB? Does it really matter?
b. penelitian terapan.
146 Pasal 31
(1) Penelitian murni diselenggarakan di wilayah Republik Indonesia dan dapat
dilakukan oleh warga negara Indonesia dan warga negara asing.
147 (2) Penelitian murni yang dilakukan oleh lembaga asing atau lembaga yang disponsori
oleh lembaga asing hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin dari instansi
yang berwenang serta memenuhi ketentuan lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 32
148 Penelitian terapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf b terdiri atas,
antara lain, penelitian Penyelamatan, penelitian pemugaran, penelitian pemeliharaan, dan
penelitian untuk pemanfaatan Cagar Budaya.
149 Pasal 33
(1) Dalam hal penelitian Cagar Budaya bawah air dapat dilakukan dengan cara
eksplorasi, survei, ekskavasi Cagar Budaya, dan/atau pengangkatan Benda cagar
budaya yang berada di bawah permukaan laut, sungai, danau, rawa, dan
lingkungan alam bawah air lainnya.
150 (2) Setiap orang yang melakukan penelitian Cagar Budaya bawah air wajib
memperoleh izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya.
151 (3) Izin Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Menteri untuk
Cagar Budaya bawah air yang berada di wilayah lebih dari 12 (dua belas) mil laut
dari garis pantai.
152 (4) Izin Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh
gubernur untuk Cagar Budaya bawah air yang berada di wilayah 4 (empat) sampai
dengan 12 (dua belas) mil laut dari garis pantai.
153 (5) Izin Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh
bupati/walikota untuk Cagar Budaya bawah air yang berada di wilayah sampai
dengan 4 (empat) mil laut dari garis pantai.
154 Pasal 34
Setiap hasil penelitian Cagar Budaya wajib dilaporkan kepada Menteri, gubenur, atau
bupati/walikota.
155 Pasal 35
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penelitian Cagar Budaya di darat dan di air
14
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
156 BAB VII
PEMANFAATAN
157 Pasal 36 Pemanfaatan cagar budaya dapat sesuai dengan ........... dan kebudayaan,
(1) Pemanfaatan Cagar Budaya dapat dilakukan untuk kepentingan agama, sosial, serta pariwisata dan kepentingan lain sejauh dimungkinkan oleh rencana tata
pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan pariwisata. ruang dan peraturan zonasi yang berlaku.
CATATAN:
Cagar budaya bangunan gedung (arsitektur) HARUS dimanfaatkan, dan
pemanfaatannya tidak terbatas pada keempat yang disebutkan itu saja, tetapi
juga pemanfaatan sesuai dengan maksud semula ketika direncanakan dan
dibangun. .
158 (2) Dalam hal hasil pengangkatan Benda cagar budaya bawah air yang jumlahnya cukup
banyak dan sudah dimiliki oleh negara hanya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
159 Pasal 37 Kalau diberlakukan utk bangunan gedung ya pasti menyusahkan orang. Masa
(1) Cagar Budaya yang pada saat ditemukan sudah tidak berfungsi seperti semula semisal kantor dagang dipaksakan untuk satu di antara keempat itu?
hanya dapat dimanfaatkan kembali untuk kepentingan tertentu.
160 (2) Pemanfaatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan
dengan izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan tingkatan Cagar
Budaya.
161 Pasal 38
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemanfaatan Cagar Budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 dan Pasal 36 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
162 Pasal 39 Masalah tata bahasa (satruktur kalimat)
(1) Pemanfaatan Benda cagar budaya yang dimiliki dan/atau dikuasai setiap orang
atau yang dikuasai negara dapat dilakukan Perbanyakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
163 (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan Benda cagar budaya dengan cara
melakukan Perbanyakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
164 Pasal 40
(1) Benda cagar budaya bergerak, yang dikuasai negara, wajib disimpan dan/atau
dirawat sebagai koleksi museum negara.
165 (2) Benda cagar budaya bergerak, baik yang dimiliki dan/atau dikuasai setiap orang,
dapat disimpan dan/atau dirawat sebagai koleksi di museum.
166 (3) Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mempunyai fungsi di
bidang Pelindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan koleksi.
167 (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai museum diatur dengan Peraturan Pemerintah.
168 BAB VIII
TUGAS DAN WEWENANG

15
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
169 Bagian Kesatu
Umum
Pasal 41
(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mempunyai tugas dan wewenang untuk
mengelola Cagar Budaya yang meliputi Pelindungan, Pengembangan, dan
Pemanfaatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
170 (2) Dalam rangka Pengelolaan Cagar Budaya, Pemerintah berkewajiban:
a. mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan,
serta meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab akan hak dan kewajiban
masyarakat dalam Pengelolaan Cagar Budaya;
171 b. mengembangkan dan menerapkan kebijakan
nasional yang menjamin terlindunginya dan termanfaatkannya Benda cagar
budaya, Situs, dan Kawasan;
172 c. menyelenggarakan penelitian dan
Pengembangan Cagar Budaya;
173 d. menyediakan informasi Cagar Budaya untuk
masyarakat; dan
174 e. memberikan penghargaan kepada setiap orang
yang berjasa di bidang Pengelolaan Cagar Budaya.
175 (3) Dalam melaksanakan Pengelolaan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat membentuk badan
pengelola.
176 (4) Badan pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah, dan masyarakat.
177 (5) Badan pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat bekerjasama dengan
pelaku usaha.
178 (6) Pemerintah dapat memfasilitasi setiap orang dalam melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a.
179 (7) Ketentuan mengenai tata cara pembentukan badan pengelola dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
180 Bagian Kedua
Tugas
Pasal 42
Tugas Pemerintah dan Pemerintah Daerah meliputi:
a. Pelindungan;
181 b. Pengembangan; dan
182 c. Pemanfaatan.
183 Bagian Ketiga
Wewenang
Paragraf 1

16
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
Pemerintah
Pasal 43
Pemerintah berwenang:
a. menyusun dan menetapkan Rencana Induk Pelestarian
Cagar Budaya nasional;
184 b. menetapan norma, standar, prosedur dan kriteria;
185 c. menetapkan etika Pelestarian Cagar Budaya;
186 d. mengoordinasikan Pelestarian Cagar Budaya secara
lintas sektor, lintas daerah, dan antarnegara;
187 e. mengusulkan Cagar Budaya tertentu sebagai warisan
budaya dunia;
188 f. menetapkan Cagar Budaya tertentu sebagai warisan
budaya nasional;
189 g. membuat Peraturan Menteri untuk melakukan
Pengelolaan terhadap Cagar Budaya nasional;
190 h. menyelenggarakan kerja sama luar negari di bidang
Pelestarian Cagar Budaya;
191 i. melakukan penyidikan terhadap kasus pelanggaran
hukum lintas provinsi dan/ atau yang melibatkan negara asing;
192 j. mengelola Kawasan Cagar Budaya nasional dan dunia;
193 k. mengembangkan kebijakan sumber daya manusia di
bidang kepurbakalaan;
194 l. menghimpun data Cagar Budaya ke dalam Register ....... Senarai Nasional
Nasional;
195 m. mendirikan dan membubarkan unit pelaksana teknis
bidang Pelestarian, penelitian, museum, dan galeri bidang kepurbakalaan;
196 n. mendirikan dan membubarkan badan pengelola Situs
dan Kawasan;
197 o. memberikan penghargaan kepada perorangan, lembaga,
atau pemerintah yang telah melakukan Pelestarian Cagar Budaya;
198 p. menyelenggarakan penanggulangan bencana dalam
keadaan darurat untuk Benda, Situs, dan Kawasan yang telah dinyatakan sebagai
Cagar Budaya nasional dan Cagar Budaya dunia, serta pendukungan terhadap
daerah yang mengalami bencana;
199 q. memindahkan Benda cagar budaya tertentu di daerah
untuk kepentingan Pelestarian;
200 r. menyebarluaskan informasi di dalam dan luar negeri
tentang kepurbakalaan Indonesia;
201 s. melakukan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi

17
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
terhadap Pelestarian warisan budaya di daerah dan tingkat nasional; dan/atau
202 t. mengalokasikan dana bagi kepentingan Pelestarian
Benda cagar budaya.
203 Paragraf 2
Pemerintah Provinsi
Pasal 44
Pemerintah Provinsi berwenang:
a. menyusun dan menetapkan Rencana Induk Pelestarian Cagar Budaya provinsi;
204 b. mengoordinasikan Pelestarian Cagar Budaya lintas
sektor dan lintas kabupaten/kota;
205 c. mengusulkan Cagar Budaya tingkat provinsi sebagai
warisan budaya nasional;
206 d. menetapkan Cagar Budaya tingkat provinsi sebagai
warisan budaya provinsi;
207 e. membuat Peraturan Daerah untuk melakukan
Pengelolaan terhadap Cagar Budaya provinsi;
208 f. menyelenggarakan kerja sama antardaerah di bidang
Pelestarian Cagar Budaya;
209 g. melakukan penyidikan terhadap kasus pelanggaran
hukum lintas kabupaten/kota;
210 h. mengelola Kawasan Cagar Budaya provinsi;
211 i. melaksanakan Pengembangan sumber daya manusia di
bidang kepurbakalaan;
212 j. menghimpun data Cagar Budaya di provinsi;
213 k. mendirikan dan membubarkan Satuan Kerja Perangkat
Daerah bidang Pelestarian, penelitian, museum, dan galeri bidang kepurbakalaan;
214 l. mendirikan dan membubarkan badan pengelola Situs
dan Kawasan;
m. memberikan penghargaan kepada perorangan, lembaga,
215 atau pemerintah yang telah melakukan Pelestarian Cagar Budaya;
216 n. menyelenggarakan penanggulangan bencana terhadap
Benda, Situs, dan Kawasan yang telah dinyatakan sebagai Cagar Budaya tingkat
provinsi;
217 o. memindahkan Benda cagar budaya di daerah untuk
kepentingan Pelestarian;
218 p. menyebarluaskan informasi di dalam dan luar negeri
tentang kepurbakalaan Indonesia;
219 q. melakukan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi
terhadap Pelestarian warisan budaya di daerah dan tingkat provinsi; dan/atau
18
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
220 r. mengalokasikan dana bagi kepentingan Pelestarian
Cagar Budaya tingkat provinsi.
221 Paragraf 3
Pemerintah Kabupaten/Kota
Pasal 45
Pemerintah Kabupaten/Kota berwenang:
a. menyusun dan menetapkan Rencana Induk Pelestarian Cagar Budaya
kabupaten/kota;
222 b. mengusulkan Cagar Budaya tingkat provinsi sebagai warisan budaya provinsi;
223 c. menetapkan Cagar Budaya tingkat kabupaten/kota sebagai warisan budaya
kabupaten/kota;
224 d. membuat Peraturan Daerah untuk melakukan Pelestarian terhadap Cagar
Budaya kabupaten/kota;
225 e. menyelenggarakan kerja sama antardaerah di bidang Pelestarian Cagar
Budaya;
226 f. melakukan penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum di kabupaten/kota;
227 g. mengelola Kawasan Cagar Budaya kabupaten/kota;
228 h. melaksanakan Pengembangan sumber daya manusia di bidang kepurbakalaan;
229 i. menghimpun data Cagar Budaya di kabupaten/kota;
230 j. mendirikan dan membubarkan Satuan Kerja Perangkat Daerah bidang
Pelestarian, penelitian, museum, dan galeri bidang kepurbakalaan;
231 k. mendirikan dan membubarkan badan pengelola Situs dan Kawasan;
232 l. memberikan penghargaan kepada perorangan, lembaga, atau pemerintah yang
telah melakukan Pelestarian Cagar Budaya;
233 m. menyelenggarakan penanggulangan bencana terhadap Benda, Situs, dan
Kawasan yang telah dinyatakan sebagai Cagar Budaya tingkat kabupaten/kota;
244 n. memindahkan Benda cagar budaya di daerah untuk kepentingan Pelestarian;
245 o. menyebarluaskan informasi di dalam dan luar negeri tentang kepurbakalaan
Indonesia;
246 p. melakukan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi terhadap Pelestarian
warisan budaya di daerah dan tingkat kabupaten/kota; dan/atau
247 q. mengalokasikan dana bagi kepentingan Pelestarian Cagar Budaya tingkat
kabupaten/kota.
248 BAB IX
HAK DAN KEWAJIBAN

249 Pasal 46
(1) Setiap orang berhak:
a. memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya;

19
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
250 b. mengalihkan kepemilikan dan/atau penguasaan Cagar Budaya kepada
orang lain atau kepada negara;
251 c. memperoleh kompensasi atas penemuan Cagar Budaya yang harus
dimiliki oleh negara;
252 d. memperoleh penghargaan atas jasa Pelestarian Cagar Budaya; dan
253 e. berperan serta dan berpartisipasi dalam pelaksanaan Pengelolaan Cagar
Budaya.
254 (2) Peran serta setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dapat
dilakukan dengan berpartisipasi dalam:
a. penyusunan Rencana Induk Pengelolaan
Cagar Budaya dengan cara memberikan masukan atau pendapat;
255 b. pelaksanaan Pengelolaan Cagar Budaya;
dan/atau
256 c. pengawasan Cagar Budaya dengan
menyampaikan informasi dan/atau laporan, termasuk laporan yang berkaitan
dengan adanya pelanggaran dan/atau kejahatan kepada pejabat yang
berwenang.
257 (3) Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Benda Cagar Budaya tidak
bergerak, Situs, dan Kawasan, serta telah melakukan kewajiban melindungi dan
memelihara Cagar Budaya seperti diatur dalam Undang-Undang ini, dapat
memperoleh kemudahan dan pengurangan atau tidak dikenakan pajak bumi dan
bangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
258 Pasal 47
Setiap orang mempunyai kewajiban:
a. melakukan Pendaftaran atas Cagar Budaya yang dimilikinya kepada
instansi yang berwenang;
259 b. melestarikan Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi
sosial; dan/atau
260 c. melaporkan rusak dan/atau hilangnya atau pengalihan kepemilikan
Cagar Budaya kepada instansi yang berwenang.
261 BAB X
PENEMUAN
262 Pasal 48
(1) Setiap orang yang menemukan Benda yang diduga Benda cagar budaya dan/atau
lokasi yang diduga Situs yang tidak diketahui pemiliknya wajib melapor kepada
instansi yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya, atau Kepolisian
Negara Republik Indonesia, atau aparat pemerintahan daerah terdekat, paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak ditemukan.
263 (2) Berdasarkan laporan penemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), instansi
yang berwenang bersama Tim Ahli melakukan penelitian dan penilaian terhadap
Benda yang diduga Benda cagar budaya dan lokasi penemuan.
20
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
(3) Penelitian dan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk
264 menentukan:
a. Benda yang diduga Benda cagar budaya sebagai Benda cagar
budaya atau bukan Benda cagar budaya; dan
b. lokasi temuan sebagai Situs atau bukan Situs.
265 (4) Selama proses penelitian dan penilaian, Benda dan/atau lokasi temuan masing-
masing dilindungi dan diperlakukan sebagai Benda cagar budaya dan/atau Situs.
266 (5) Berdasarkan hasil penelitian dan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pemerintah atau Pemerintah Daerah, sesuai dengan kewenangannya,
menetapkan Benda dan/atau lokasi temuan sebagai Benda cagar budaya atau
Situs.

267 (6) Apabila Benda cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) jumlah dan
jenisnya sangat terbatas serta langka ditetapkan sebagai Benda yang dikuasai
oleh negara.

268 (7) Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila Benda temuannya
ditetapkan sebagai Benda yang dikuasai oleh negara, berhak mendapat imbalan,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
269 (8) Apabila Benda cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) jumlah dan
jenisnya banyak, sebagian dapat dimiliki oleh penemu;
270 (9) Apabila lokasi temuan yang ditetapkan sebagai Situs yang dikuasai oleh negara
maka pemilik lokasi berhak mendapat ganti rugi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan.
271 (10) Ketentuan lebih lanjut mengenai penemuan, penetapan, imbalan, dan ganti rugi
Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
272 BAB XI
KEPEMILIKAN DAN PENGUASAAN
Pasal 49
(1) Setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya dengan tetap
memperhatikan fungsi sosialnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
dalam Undang-Undang ini.
273 (2) Benda cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dimiliki dan/atau
dikuasai:
a. secara turun-temurun atau merupakan warisan kecuali yang dikuasai oleh
negara;
274 b. apabila jenis Benda cagar budaya tersebut telah memenuhi kebutuhan
negara.
275 (3) Situs dan/atau Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dimiliki
dan/atau dikuasai secara turun temurun.
21
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
276 (4) Apabila pemilik Situs dan Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
memiliki keturunan, maka Situs dan Kawasan tersebut dialihkan untuk dikuasai oleh
negara.
Pasal 50
277 (1) Warga negara asing dan/atau badan hukum
asing tidak dapat memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya.
278 (2) Kepemilikan dan/atau penguasaan Cagar Budaya
oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing dikecualikan terhadap
Benda cagar budaya bergerak.
279 (3) Benda cagar budaya bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap
mengacu pada jumlah yang telah dikuasai oleh negara dan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
280 Pasal 51
(1) Cagar Budaya yang dimiliki perorangan dapat dialihkan kepemilikannya kepada
orang lain atau kepada Negara.
281 (2) Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai hak didahulukan atas
pengalihan pemilikan Cagar Budaya.
282 (3) Pengalihan pemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
melalui hibah, tukar-menukar, pewarisan, penetapan, ganti rugi atau putusan
hakim.
283 Pasal 52
(1) Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 ayat (1) wajib melaporkan kepada instansi berwenang apabila Cagar
Budaya yang dimiliki dan/atau dikuasainya rusak atau hilang atau musnah dalam
jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diketahui rusak atau hilang atau
musnahnya Cagar Budaya tersebut.
284 (2) Instansi berwenang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib melakukan tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
285 (3) Cagar Budaya yang hilang atau musnah dapat
dilakukan Penghapusan.
286 Pasal 53
(1) Cagar Budaya yang mempunyai nilai penting dan tidak dikuasai dan/atau
dimiliki oleh perorangan dikuasai oleh negara.
287 (2) Dalam rangka penguasaan oleh negara terhadap Benda cagar budaya
Indonesia, yang berada di luar wilayah Republik Indonesia, upaya
pengembaliannya dilakukan Pemerintah sesuai dengan perjanjian internasional
tentang Cagar Budaya yang sudah diratifikasi.
288 Pasal 54
(1) Cagar Budaya yang sifatnya memberikan corak khas dan/atau unik; dan/atau
jumlah dan jenisnya sangat terbatas serta langka sebagaimana dimaksud dalam
22
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
Pasal 9 huruf c dimiliki negara.
289 (2) Cagar Budaya yang tidak diketahui pemiliknya dikuasai negara.
290 BAB XII
PENDANAAN
291 Pasal 55
(1) Pendanaan Pelestarian Cagar Budaya merupakan tanggungjawab Pemerintah Dan
Pemerintah Daerah.
292 (2) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari :
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan
c. Sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
293 (3) Pemerintah Dan Pemerintah Daerah berkewajiban mengalokasikan dana untuk
pelindungan, Pengembangan, pemanfaatan dan kompensasi Cagar Budaya dengan
memperhatikan prinsip proporsionalitas.
294 (4) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat menyediakan dana cadangan untuk
penemuan dan Penyelamatan cagar budaya dalam keadaan darurat.
295 BAB XIII
LARANGAN

296 Pasal 56
(1) Setiap orang dilarang merusak dan/atau memisahkan Cagar Budaya yang telah
ditetapkan atau yang mempunyai kriteria sebagai Cagar Budaya baik sebagian
maupun seluruhnya dari kesatuan, kelompok, atau dari letak asal.
297 (2) Setiap orang dilarang mengambil Benda cagar budaya yang sudah ditetapkan atau
yang mempunyai kriteria sebagai Cagar Budaya baik sebagian maupun seluruhnya
dari kesatuan, kelompok, atau dari letak asal.
298 Pasal 57
Setiap orang dilarang menghalang-halangi atau menghambat upaya Pelestarian Cagar
Budaya.
299 Pasal 58
Setiap orang dilarang mendokumentasikan Cagar Budaya secara keseluruhan atau
sebagian untuk kepentingan komersial tanpa seizin pemilik.
300 Pasal 59
(1) Setiap orang tanpa izin dilarang melakukan pencarian Cagar Budaya dengan cara
penggalian, penyelaman, pengangkatan, atau cara pencarian lainnya, baik di darat
dan/atau di air.
301 (2) Tanpa izin Menteri setiap orang dilarang:
a. membawa Benda Cagar Budaya ke luar wilayah Republik Indonesia;
302 b. mengubah fungsi Cagar Budaya internasional atau nasional;

23
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
303 c. memperjualbelikan Cagar Budaya;
304 d. memanfaatkan Benda cagar budaya yang dikuasai negara dengan cara
Perbanyakan; dan/atau
305 e. melakukan penelitian Cagar Budaya
306 (3) Tanpa izin Gubernur atau Bupati/Walikota, setiap orang dilarang:
a. membawa Benda Cagar Budaya dari satu daerah ke daerah lainnya;
307 b. mengubah fungsi Cagar Budaya;
308 c. memperjualbelikan Cagar Budaya;
d. memanfaatkan Benda Cagar Budaya yang dikuasai negara dengan cara
309 Perbanyakan; dan/atau
310 e. melakukan penelitian Cagar Budaya dengan cara penggalian, penyelaman,
pengangkatan, baik di darat dan/atau di air.
311 BAB XIV
PENGAWASAN DAN PENYIDIKAN
312 Pasal 60
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggungjawab terhadap pengawasan
Pelestarian Cagar Budaya sesuai dengan kewenangannya.
313 (2) Masyarakat ikut berperan serta dalam pengawasan Pelestarian Cagar Budaya.
314 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud
pada Ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
315 Pasal 61
(1) Penyidikan tindak pidana dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

316 (2) Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan koordinasi antara
Penyidik Kepolisian Republik Indonesia dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
317 BAB XV
KETENTUAN PIDANA
318 Pasal 62
Setiap orang yang memanfaatkan Benda cagar budaya yang dikuasai negara dengan
cara Perbanyakan tanpa izin menteri sebagaimana dimaksud Pasal 60 ayat (1) huruf d
dan ayat (2) huruf d dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
319 Pasal 63
Setiap orang yang menemukan Benda cagar budaya atau yang diduga sebagai Benda
cagar budaya dan/atau lokasi yang diduga Situs yang tidak diketahui pemiliknya, dan
tidak melaporkan kepada instansi yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya,
atau Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau aparat Pemerintahan Daerah terdekat
paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diketemukannya sebagaimana dimaksud Pasal 48
ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
24
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
320 Pasal 64
Setiap orang yang melakukan pencarian Benda cagar budaya dan/atau Situs dan/atau
Kawasan dengan cara penggalian, penyelaman, pengangkatan baik di darat maupun di
dalam air tanpa izin sebagaimana dimaksud Pasal 57 dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah).
321 Pasal 65
Setiap orang yang tidak melaporkan Benda cagar budaya dan/atau Situs dan atau
Kawasan yang dimiliki dan/atau dikuasainya karena rusak atau hilang atau musnah
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diketahui rusak atau hilang atau musnah
kepada instansi berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 huruf c dipidana
denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
322 Pasal 66
(1) Setiap orang yang dengan sengaja merusak dan/atau memisahkan Benda cagar
budaya baik sebagian maupun seluruhnya dari kesatuan, atau kelompok, atau dari
letak asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 Ayat (1) dipidana dengan Pidana
Penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
323 (2) Setiap orang yang mengambil sebagian maupun seluruhnya dari kesatuan, atau
kelompok, atau dari letak asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah), dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan rusak dan/atau terpisahnya
324 Benda cagar budaya baik sebagian atau seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 56 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling
lama 8 tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (Seratus Juta Rupiah)
dan paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima Ratus Juta Rupiah).
325 (4) Setiap orang yang melakukan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
ayat (2) dan Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah), dan paling banyak Rp700.000.000,00
(tujuh ratus juta rupiah).
326 Pasal 67
(1) Setiap orang yang membawa Benda cagar budaya ke luar wilayah Republik
Indonesia, membawa Benda cagar budaya dari satu daerah ke daerah lainnya,
dan/atau memperjualbelikan Benda cagar budaya sebagaimana dimaksud Pasal 60
ayat (1) huruf a dan huruf c, dan Pasal 60 ayat (2) huruf a dan huruf c dipidana
25
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun
dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
327 (2) Setiap orang yang dengan sengaja mengubah fungsi pemanfaatan Cagar Budaya
tanpa izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 60 ayat (1) huruf b dan Pasal 60 ayat (2) huruf b dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan denda
paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
328 Pasal 68
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63, Pasal 64, Pasal
65, pasal 66, Pasal 67, dan Pasal 68 yang dilakukan secara badan usaha,
pengenaan pidana dijatuhkan kepada badan usaha dan/atau pengurus yang
bertindak untuk dan atas nama.
329 (2) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan denda paling
sedikit Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan dicabut izin usahanya.
330 (3) Pengurus badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
331 BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
332 Pasal 69
Peraturan Perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini ditetapkan
paling lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal pengundangan Undang-Undang ini.
333 Pasal 70
Pengelolaan Cagar Budaya yang telah memiliki izin wajib menyesuaikan dengan
ketentuan persyaratan berdasarkan Undang-Undang ini paling lama 2 (dua) tahun sejak
berlakunya Undang-Undang ini.
334 BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
335 Pasal 71
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan perundang-undangan
yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992
tentang Benda cagar budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470) dinyatakan masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
336 Pasal 72
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992
tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
26
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
337 Pasal 73
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal …
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN …NOMOR….
338
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN …
TENTANG
CAGAR BUDAYA
339 I. UMUM
Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengamanatkan bahwa Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di
tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam
memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Pengetahuan dan
pemahaman mengenai asal dan perkembangan masyarakat dan kebudayaan
merupakan hal yang amat penting dan mendasar bagi upaya kita mengidentifikasi
akar masyarakat dan kebudayaannya. Oleh sebab itu, peninggalan budaya
merupakan rekaman dasar dari pemikiran dan aktivitas manusia karena
perlindungan dan pengelolaan yang tepat sangat penting untuk memungkinkan ahli
arkeologi dan ahli ilmu-ilmu lain dapat mempelajari dan menafsirkannya untuk
kemanfaatan generasi sekarang dan mendatang.
Berkaitan dengan hal tersebut beberapa perubahan orientasi pada peraturan
perundang-undangan Cagar Budayadapat dikemukakan, sebagai berikut:
27
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
1. Jika diperhatikan latar belakang sejarahnya perundang-undangan yang
mengatur tentang Cagar Budayadi Indonesia telah berlangsung sejak masa
penjajahan. Hal ini dibuktikan dengan munculnya Monumenten Ordonantie
Stbl. 238 tahun 1931 (MO). Dalam MO diatur hal pendaftaran, pemilikan,
penemuan, pemindahtanganan, pembelian, penelitian, kehilangan, pidana,
yang harus dilaporkan atau diketahui oleh instansi yang berwenang.
2. Jika dilihat dari substansinya akan tampak bahwa pengaturan tersebut lebih
mengutamakan pada kepentingan akademik. Hal ini dapat terjadi karena di
dunia Barat masa itu yang tengah berkembang semangat keilmuan. Selain itu
semangat akademik juga dilatarbelakangi oleh gerakan pelestarian budaya
yang dikembangkan oleh pemerintah kolonial terhadap daerah jajahannya.
3. Kecenderungan juga menunjukkan bahwa prioritas yang diatur di dalam MO itu
hanya berorientasi pada benda (artefak, arca, prasasti, naskah, bangunan),
dan hanya sedikit memberikan perhatian terhadap situs maupun kawasan.
Penerapan MO berkembang hingga 61 tahun lamanya ketika bangsa
Indonesia secara terpaksa harus menerapkan MO sebagai satu-satunya dasar
hukum dalam hal melindungi warisan benda cagar budaya.
Oleh karena pelestarian, bukan hanya benda cagar budaya, tetapi juga termasuk
lingkungannya, maka terjadilah perubahan paradigma pelestarian dari benda ke
benda dan situs. Inilah yang mendorong perlunya dilakukan penggantian MO
menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya.
Selain keterbatasan pengaturan dalam MO, perubahan dilakukan atas dasar
dorongan perkembangan ilmu pengetahuan (arkeologi) yang berkembang pada
dasawarsa tahun 1970-an. Perkembangan itu tampak pada perubahan bidang
garapan dari orientasi pada artefak (artifact oriented) ke orientasi pada situs (site
oriented). Perkembangan itu juga terjadi pada nilai Cagar Budayayang semula
hanya untuk kepentingan ilmu pengetahuan semata telah berkembang ke arah yang
lebih luas yaitu sebagai pembentuk jati diri bangsa, kebanggaan nasional,
ketahanan budaya, persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam dunia ilmu pengetahuan telah terjadi juga perkembangan bidang kajian yang
semula hanya memprioritaskan pada arkeologi darat ke arah yang lebih luas seperti
arkeologi bawah air, arkeologi perkotaan, arkeologi lansekap budaya, dan lain-lain.
Perubahan sistem pemerintahan dari yang sentralistik menjadi desentralistik
(Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya
diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah) mengakibatkan terjadinya perubahan yang sangat radikal dalam sistem
pemerintahan termasuk di dalamnya peraturan perundang-undangan yang mengatur
cagar budaya. Perubahan tersebut menempatkan peran pemerintah yang semula
merupakan operator tunggal selanjutnya menjadi fasilitator, dinamisator, dan
koordinator. Hal ini memberi peluang kepada masyarakat untuk lebih berperan-serta
dalam upaya pengelolaan cagar budaya. Tuntutan yang berkembang di masyarakat

28
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
menghendaki agar Cagar Budaya sebagai sumber daya budaya harus dapat
memberikan manfaat yang lebih besar bagi kesejahteraan masyarakat.
Mengingat Cagar Budaya sebagai sumber daya budaya memiliki sifat rapuh, unik,
langka, terbatas, dan tak terbaharui, upaya pemanfaatannya pun harus berwawasan
pelestarian. Ini berarti bahwa upaya pelestarian dalam arti perlindungan,
pengembangan, dan pemanfaatannya harus seimbang antara kepentingan
akademik, ideologik, dan ekonomik. Oleh karena itu, pengelolaan Cagar
Budayatidak hanya diarahkan pada kepentingan masa lalu melainkan harus
diarahkan pada kepentingan masa kini dan masa mendatang. Pengelolaan Cagar
Budayadapat dilakukan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu upaya pelestarian juga
harus mempertimbangkan dan memperhatikan etika profesi agar upaya pelestarian
dilakukan secara taat asas serta dilakukan oleh pihak yang memiliki kompetensi di
bidang pelestarian.
Cagar Budaya saat ditemukan ada yang sudah tidak lagi berfungsi dan ada yang
masih berfungsi dalam masyarakat pendukungnya (living society). Oleh sebab itu,
diperlukan pengaturan yang jelas dan tegas mengenai pemanfaatan Cagar
Budayayang sifatnya dead monument dan yang sifatnya living monument. Dalam
rangka perlindungan terhadap kelestarian Cagar Budayadari ancaman
pembangunan fisik, baik di wilayah perkotaan, pedesaan maupun tinggalan budaya
bawah air seperti kapal tenggelam berikut muatannya, diperlukan kebijakan yang
jelas dan tegas dari pemerintah agar dapat menjamin kelestariannya. Untuk
memberikan kewenangan kepada pemerintah dan mengatur hak dan kewajiban
masyarakat dalam pengelolaan cagar budaya, dibutuhkan sistem manajerial baik
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang terkait dengan perlindungan,
pengembangan, dan pemanfaatan Cagar Budayasebagai aset sumber daya budaya
baik untuk kepentingan akademik, ideologik, dan ekonomik.
Tuntutan perubahan yang berkembang dalam masyarakat mengenai pentingnya
pengaturan pengelolaan pelestarian Cagar Budayaitulah yang mendorong
diperlukannya penggantian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda
Cagar Budayadengan Undang-Undang Cagar Budaya. Undang-undang ini
mempergunakan nama Undang-Undang tentang Cagar Budayakarena nama
tersebut mengandung makna yang luas. Jadi tidak hanya sekadar mengatur
mengenai benda cagar budaya, melainkan juga berbagai aspek yang berkaitan
dengan perlindungan peninggalan budaya masa lalu, seperti situs atau kawasan
budaya. Disamping itu nama Cagar Budayajuga mengandung pengertian tempat
perlindungan budaya masa lalu.
Undang-Undang ini dimaksudkan untuk dijadikan landasan yang dapat dipakai
sebagai justifikasi akademik terhadap penggantian Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Berbagai
perkembangan dan perubahan yang terjadi setelah hampir 15 tahun berlakunya
Undang-Undang tersebut mengharuskan untuk mengubah pengaturan pengelolaan

29
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
pelestarian cagar budaya, penyesuaian dengan pandangan baru di bidang ilmu
arkeologi, perubahan sistem pemerintahan, penerapan sistem demokrasi dan
globalisasi.
Tujuan Undang-Undang ini adalah untuk melindungi, mengembangkan, dan
memanfaatkan Cagar Budayadalam rangka memajukan kebudayaan nasional bagi
kemakmuran rakyat, serta memberikan gambaran pengetahuan tentang aset
peninggalan budaya nasional dalam bentuk registrasi Cagar Budayanasional serta
alur pikir pelestarian guna memajukan kebudayaan bangsa sebagai diamanatkan
oleh Pasal 32 dan Pasal 33 UUD Negara Republik Indoneisia Tahun 1945, dalam
rangka pembangunan jati diri bangsa, ketahanan budaya, dan kebanggaan nasional
di tengah peradaban dunia, serta dapat memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya bagi rakyat Indonesia.
Yang dimaksud dengan nilai sangat penting bagi sejarah adalah suatu peristiwa
yang berhubungan dengan tokoh, peristiwa penting tertentu yang berkaitan dengan
sejarah perjalanan bangsa.
Yang dimaksud dengan nilai sangat penting bagi ilmu pengetahuan adalah yang
berhubungan dengan perkembangan atau kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Yang dimaksud dengan nilai sangat penting bagi kebudayaan adalah yang
berhubungan dengan perkembangan atau tingkat peradaban suatu bangsa (seperti
kearifan lokal).
340 PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
341 Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan asas ’’Bhineka Tunggal Ika” adalah materi muatan yang
terkandung di dalam Undang-Undang ini senantiasa memperhatikan
keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan
budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
342 Huruf b
Yang dimaksud dengan asas “keadilan” adalah Cagar Budayamencerminkan rasa
keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara Indonesia.
343 Huruf c
Yang dimaksud dengan asas “manfaat” adalah Cagar Budaya tersebut dapat
digunakan antara lain : untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan
lain-lain.
344 Huruf d
Yang dimaksud dengan asas “kelestarian” adalah upaya untuk memperpanjang usia
benda cagar budaya, situs, atau kawasan dengan cara melindungi,
30
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
mengembangkan, dan memanfaatkan.
345 Huruf e
Yang dimaksud dengan asas “keberlanjutan” adalah upaya pelestarian yang
dilakukan secara terus menerus.
346 Huruf f
Yang dimaksud dengan asas partisipasi masyarakat adalah bahwa setiap anggota
masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam pelestarian cagar budaya.
347 Pasal 3
Cukup jelas.
348 Pasal 4
Yang dimaksud dengan “di air” adalah laut, sungai, danau, waduk, sumur, dan
rawa.
349 Pasal 5
Cukup jelas.
350 Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
351 Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
352 Huruf b
Cukup jelas
353 Huruf c
Cukup jelas
354 Huruf d
Yang dimaksud dengan “masa gaya yang khas” adalah ciri yang mewakili
masa gaya tertentu mengenai tulisan, karangan, pemakaian bahasa,
bangunan rumah dan sebagainya misalnya gedung Bank Indonesia
yang mewakili gaya arsitektur tropis modern Indonesia pertama.
355 Ayat (3)
Cukup jelas.
356 Pasal 7
Cukup jelas.
357 Pasal 8
Huruf a
Yang dimaksud dengan “lansekap” adalah unsur bentang alam (topografi) yang
telah diubah oleh manusia untuk memenuhi fungsi religius, artistik, dan budaya.
358 Huruf b
Cukup jelas.
359 Huruf c
Yang dimaksud dengan “gugusan (cluster)” adalah pengelompokan benda Cagar
31
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
Budayadan situs dalam satu ruang yang bersifat homogen.
360 Pasal 9
Huruf a
Cukup jelas
361 Huruf b
Yang dimaksud dengan “adiluhung” adalah cagar budaya yang tinggi mutunya.
362 Huruf c
Yang dimaksud dengan ”langka dan unik” adalah Cagar Budayayang mempunyai nilai
kekhususan lain daripada yang lain dalam bentuk atau jenisnya.
363 Huruf d
Cukup jelas
364 Huruf e
Cukup jelas
365 Huruf f
Cukup jelas
366 Huruf g
Cukup jelas
367 Huruf h
Cukup jelas
368 Pasal 10
Cukup jelas.
369 Pasal 11
Cukup jelas.
370 Pasal 12
Cukup jelas.
371 Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “keadaan darurat” adalah keadaan darurat yaitu kondisi
yang dapat mengancam keselamatan dan kelestarian benda cagar budaya, situs
dan kawasan seperti kebakaran, bencana alam, dan peristiwa lainnya di luar
kehendak dan kemampuan manusia.
Yang dimaksud dengan “keadaan biasa” adalah kondisi yang memungkinkan pemilik
dan/atau yang menguasai merencanakan penyelamatan benda cagar budaya, situs
dan kawasan yang berada di bawah kepemilikan dan/atau penguasaannya.
372 Pasal 14
Ayat (1)
Penyelamatan Cagar Budayaberupa pemindahan merupakan upaya
terakhir dan hanya dilakukan dalam kondisi darurat, demi kepentingan
umum apabila penyelamatan dalam bentuk lainnya tidak dimungkinkan.
32
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
Huruf a
Yang dimaksud dengan “instansi terkait” adalah satuan kerja
perangkat daerah (SKPD) ataupun institusi pemerintah yang
menangani cagar budaya.
Huruf b
Cukup jelas
373 Ayat (2)
Cukup jelas
374 Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
375 Ayat (2)
Yang dimaksud dengan tempat yang telah ditentukan adalah museum atau unit
pelaksana teknis di bidang kebudayaan atau instansi pemerintah yang terkait.
376 Ayat (3)
Cukup jelas
377 Ayat (4)
Cukup jelas
378 Pasal 16
Ayat (1)
Ayat ini dimaksudkan agar setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Cagar
Budayaberkewajiban melakukan pendaftaran untuk keperluan inventarisasi dan
registrasi nasional terhadap peninggalan budaya yang tidak ternilai harganya.
379 Ayat (2)
Kewenangan Pemerintah Daerah melakukan pendaftaran Cagar
Budayamerupakan wujud pelaksanaan asas tugas pembantuan (asas
medebewend).
380 Ayat (3)
Cukup jelas.
381 Ayat (4)
Cukup jelas.
382 Ayat (5)
Sertifikat kepemilikan adalah bukti kepemilikan yang sah.
383 Pasal 17
Cukup jelas.
384 Pasal 18
Cukup Jelas
385 Pasal 19
Cukup jelas.
386 Pasal 20
Ayat (1)
33
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
Yang dimaksud dengan “berbagai cara” adalah sosialisasi yang
dilakukan melalui, antara lain, penyuluhan, media cetak, media
elektronik, dan pementasan seni.
Ayat (2)
389 Ayat ini dimaksudkan untuk melindungi Cagar Budayadan pemiliknya dari
segala bentuk ancaman, antara lain, pencurian, perusakan,
perampokan, dan pemerasan.
Pasal 21
390 Cukup jelas.
Pasal 22
391 Cukup jelas.
Pasal 23
392 Ayat (1)
Batas situs didasarkan pada batas asli jika masih ada. Apabila batas asli
sudah tidak ada, batas situs ditinjau dari:
a. keadaan geografi setempat seperti lereng, sungai, lembah, dan
sebagainya;
b. tata guna lahan; atau
c. kelayakan pandang untuk mengapresiasi bentuk atau nilai cagar
budaya.
Batas lingkungan ditetapkan sesuai dengan kebutuhan pengamanan atau
pengembangan pemanfaatan cagar budaya.
Ayat (2)
393 Yang dimaksud dengan “zona inti” adalah lahan situs.
Yang dimaksud dengan “zona penyangga” adalah lahan di sekitar situs yang
berfungsi untuk menopang pelindungan situs.
Yang dimaksud dengan “zona pengembangan” adalah lahan di sekitar zona
penyangga atau inti yang dapat dikembangkan untuk difungsikan sebagai
sarana sosial, ekonomi, dan budaya yang tidak bertentangan dengan
prinsip pelestarian cagar budaya.
Ayat (3)
394 Cukup jelas
395 Pasal 24
Cukup jelas
396 Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ‘’pemugaran’’ adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk
mengembalikan keaslian bentuk benda Cagar Budayadan memperkuat struktur, bila
diperlukan, yang dapat dipertanggungjawabkan dari segi arkeologis, historis, dan teknis
dalam pelestarian benda cagar budaya.
Yang dimaksud dengan ”rekonstruksi’’ adalah upaya mengembalikan peninggalan
34
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
sebatas kondisi yang diketahui dan memperhatikan aspek autentisitas (keaslian bahan,
teknik pengerjaan, dan tata letak/setting), dalam hal ini penggunaan material baru
dibedakan dengan material lama.
Yang dimaksud dengan ‘’stabilisasi’’ adalah upaya perbaikan bangunan yang
kegiatannya dititikberatkan pada upaya memperkuat sruktur atau konstruksi bangunan.
Yang dimaksud dengan rehabilitasi (rehabilitation) adalah upaya perbaikan dan
pemulihan bangunan yang kegiatannya dititikberatkan pada penanganan yang sifatnya
parsial.
397 Ayat (2)
Cukup jelas
398 Pasal 26
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
399 Huruf b
Yang dimaksud dengan musanah adalah tidak dapat ditemukan lagi.
400 Huruf c
Cukup jelas
401 Ayat (2)
Cukup jelas
402 Ayat (3)
Cukup jelas
403 Pasal 27
Cukup jelas
404 Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
405 Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “adaptasi” (adaptation) adalah upaya yang dilakukan untuk
mengubah bangunan dan lingkungan Cagar Budayauntuk dapat digunakan dan
dimanfaatkan sesuai dengan fungsi asli atau fungsi baru yang diusulkan tanpa
mengganggu nilai-nilai dan karakter aslinya.
Yang dimaksud dengan “revitalisasi” adalah upaya memberdayakan kembali situasi dan
kondisi lingkungan serta bangunan Cagar Budayauntuk berbagai fungsi yang mendukung
pelestariannya.
406 Ayat (3)
Cukup jelas
407 Ayat (4)
Cukup jelas
408 Ayat (5)
Cukup jelas
35
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
409 Pasal 29
Cukup jelas.
410 Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
411 Ayat (2)
Huruf a
Penelitian murni adalah kegiatan penjajagan dan/atau survey dan/atau
ekskavasi yang dilaksanakan secara sistematis terhadap cagar budaya untuk memahami
kebudayaan dan masyarakat masa lampau.
412 Huruf b
Cukup jelas
413 Pasal 31
Cukup jelas
414 Pasal 32
Yang dimaksud dengan “penelitian penyelamatan” adalah penelitian yang dilakukan
karena adanya penemuan atau kegiatan rencana pembangunan yang mengancam
kelestarian cagar budaya.
Yang dimaksud dengan “penelitian pemugaran” adalah penelitian yang dilakukan
dalam rangka penyusunan rencana teknis pemugaran benda cagar budaya
Yang dimaksud dengan “penelitian pemeliharaan” adalah penelitian yang dilakukan
dalam rangka penyusunan rencana teknis perawatan dan pengawetan benda cagar
budaya.
Yang dimaksud dengan “penelitian pemanfaatan” adalah penelitian yang dilakukan
dalam rangka penyusunan rencana pengembangan pemanfaatan cagar budaya.
415 Pasal 33
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ekskavasi adalah penggalian yang dilakukan di tempat
yang mengandung benda-benda purbakala.

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

36
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN

416 Pasal 34
Cukup jelas
417 Pasal 35
Cukup jelas
418 Pasal 36
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan untuk kepentingan sosial dapat berupa, antara lain,
pameran, diplomasi kebudayaan, dan pertukaran informasi.
419 Ayat (2)
Cukup jelas
420 Pasal 37
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”kepentingan tertentu”, antara lain :
a. peringatan hari besar keagamaan; dan
b. pemanfaatan untuk publik.
421 Ayat (2)
Cukup jelas;
422 Pasal 38
Cukup jelas.
423 Pasal 39
Cukup jelas.
424 Pasal 40
Ayat (1)
Cukup Jelas.
425 Ayat (2)
Cukup jelas.
426 Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “museum” adalah lembaga penyimpanan, perawatan,
pengamanan, dan pemanfaatan koleksi guna menunjang upaya
pelestarian kekayaan budaya bangsa bagi kepentingan pendidikan,
penelitian, ilmu pengetahuan, dan rekreasi.
427 Ayat (4)
Cukup jelas.
428 Pasal 41
Ayat 1
Cukup jelas.
429 Ayat (2)
Huruf a
37
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
Cukup jelas
430 Huruf b
Cukup jelas
431 Huruf c
Cukup jelas
432 Huruf d
Informasi dapat dilakukan melalui media cetak dan elektronik
433 Huruf e
Penghargaan dapat berupa kompensasi secara ekonomis, maupun pemberian
penghargaan berupa piagam atau bentuk lainnya.
434 Ayat (3)
Cukup jelas.
435 Ayat (4)
Yang dimaksud dengan masyarakat adalah orang perseorangan
akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya
436 Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
437 Pasal 42
Cukup jelas
438
Pasal 43
Cukup jelas.
439 Pasal 44
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Yang dimaksud dengan “warisan budaya dunia” adalah situs atau
kawasan Cagar Budayayang oleh United Nation Educational, Science, and
Cultural Organization (UNESCO) sebagai warisan budaya bagi umat
manusia berdasarkan nilai universal agung (outstanding universal value)

38
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
yang dimiliki oleh situs dan kawasan Cagar Budayatersebut, untuk
selanjutnya dimasukkan ke dalam Daftar Warisan Dunia (World Heritage
List).
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
Cukup jelas
Huruf o
Cukup jelas
Huruf p
Cukup jelas
Huruf q
Cukup jelas
Huruf r
Cukup jelas
Huruf s
Cukup jelas
Huruf t
Cukup jelas
440 Pasal 44
Cukup jelas.

441 Pasal 45
Cukup jelas.
442 Pasal 46
Ayat (1)
Huruf a

39
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
Cukup jelas.
443 Huruf b
Cukup jelas.
444 Huruf c
Yang dimaksud dengan ‘’kompensasi’’ seperti imbalan dan ganti rugi.
445 Huruf d
Cukup jelas
446 Huruf e
Cukup jelas.
447 Huruf f
Cukup jelas.
448 Ayat (2)
Huruf a
Saran pendapat dapat berupa lisan atau tertulis dan disampaikan kepada instansi
Pemerintah yang memiliki kewenangan dalam bidang kebudayaan.
449 Huruf b
Cukup jelas.
450 Huruf c
Pejabat yang berwenang adalah penyidik Polri dan atau PPNS (Penyidik Pegawai
Negeri Sipil)
451 Ayat (3)
Cukup jelas
452 Pasal 47
Cukup jelas
453 Pasal 48
Cukup jelas
454 Pasal 49
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan memiliki oleh perorangan adalah hak penuh setiap orang
terhadap Cagar Budayabaik itu berupa benda, situs maupun kawasan dan tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun
untuk situs dan kawasan dapat dengan hak milik, hak guna bangunan maupun hak pakai
dengan menunjukkan tanda bukti kepemilikan.
Yang dimaksud dengan menguasai oleh perseorangan adalah penguasaan dengan hak-
hak pengelolaan dan pemanfaatan atas benda cagar budaya, situs, dan kawasan.
Yang dimaksud dengan fungsi sosial adalah manfaat bagi masyarakat secara umum,
namun tetap berpedoman pada perlindungan dan pelestarian.
455 Ayat (2)
Huruf a
Pemilikan dan penguasaan secara turun temurun atau warisan sesuai dengan
hukumnya masing-masing seperti hukum adat, hukum Islam, B.W.
40
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
(Burgelijk Wet Boek)/ Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Adapun bentuknya dapat dikarenakan hibah, wasiat, penunjukan ataupun menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
456 Huruf b
Cukup Jelas

457 Ayat (3)


Cukup jelas
458 Ayat (4)
Cukup jelas
459 Pasal 50
Cukup jelas
460 Pasal 51
Cukup jelas
461 Pasal 52
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Cagar Budaya yang rusak adalah kondisi Cagar Budayayang
masih dapat diperbaiki melalui perawatan dan/atau pemugaran.
Jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari merupakan waktu yang cukup
untuk melaporkan kepada instansi terkait apabila Cagar Budayayang
dimiliki dan/atau dikuasai rusak atau hilang atau musnah.
462 Ayat (2)
Cukup jelas
463 Ayat (3)
Masa penghapusan dari daftar register nasional untuk benda Cagar Budayayang hlang
adalah 6 (enam) tahun. Hal ini berdasarkan pada sistem pengaturan kadaluarsa tindak
kejahatan pencurian sebagaimana diatur dalam pasal 78 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana. Apabila diketemukan setelah jangka waktu tersebut, maka Cagar
Budayatersebut harus didaftar kembali.
464 Pasal 53
Cukup Jelas
465 Pasal 54
Ayat (1)
Yang dimaksud “corak khas” adalah sesuatu yang membedakan antara satu
dengan yang lain.
Yang dimaksud dengan “unik” adalah sesuatu yang mempunyai nilai kekhususan lain
daripada yang lain dalam bentuk atau jenisnya.
466 Ayat (2)
Cukup jelas
467 Pasal 55
Ayat (1)
41
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
Cukup jelas
468 Ayat (2)

Cukup jelas

Cukup jelas
Huruf c
yang dimaksud dengan “sumber lain yang sah dan tidak mengikat” adalah tidak memiliki
konsekwensi timbal balik bagi sumber dana, antara lain, hibah atau sumbangan.
469 Ayat (3)
yang dimaksud dengan “proporsionalitas” adalah pendanaan yang disesuaikan dengan
tingkat kekayaan dan keragaman budaya di setia daerah.
470 Pasal 56
Cukup jelas.
471 Pasal 57
Cukup jelas
472 Pasal 58
Cukup jelas.
473 Pasal 59
Cukup jelas.
474 Pasal 60
Cukup jelas.
475 Pasal 61
Cukup jelas
476 Pasal 62
Cukup jelas.
477 Pasal 63
Cukup jelas.
478 Pasal 64
Cukup jelas.
479 Pasal 65
Cukup jelas.
480 Pasal 66
Cukup jelas.
481 Pasal 67
Cukup jelas.
482 Pasal 68
Cukup jelas
483 Pasal 69
Cukup jelas
484 Pasal 70
42
NO DRAFT KOMISI X DPR-RI USULAN PEMERINTAH KETERANGAN
Cukup jelas.
485 Pasal 71
Cukup jelas.
486 Pasal 72
Cukup jelas.
487 Pasal 73
Cukup jelas.
488 Pasal 74
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR …

43

Anda mungkin juga menyukai